rencana strategis pusat ketersediaan dan …bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/evalap/renstra...

42
RENCANA STRATEGIS PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN 2015-2019 PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN 2018 REVISI III

Upload: phungthuy

Post on 13-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RENCANA STRATEGIS

PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN

PANGAN 2015-2019

PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN

BADAN KETAHANAN PANGAN

2018

REVISI III

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015 – 2019 (Revisi III)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ............................................................................... iii

DAFTAR GRAFIK.............................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1. Kondisi Umum ........................................................ 3

1.1.1. Ketersediaan Pangan ...................................... 4

1.1.2. Akses Pangan ............................................... 7

1.1.3. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan ................ 8

1.2. Permasalahan serta Potensi dan Tantangan ......... 11

1.2.1. Perubahan Paradigma Pelaksanaan Tugas

Pokok ...........................................................

11

1.2.2. Menjadi Birokrasi Pelayanan Masyarakat .......... 13

1.2.3. Pelayanan dan Koordinasi Penanganan

Kerawanan Pangan ........................................

17

1.2.4. Pelayanan Penguatan Sumber Daya Pangan ..... 17

1.2.5. Pemanfaatan Sumberdaya Lahan .................... 19

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN PUSAT KETERSEDIAAN DAN

KERAWANAN PANGAN ....................................................

21

2.1. Visi ....................................................................... 21

2.2. Misi ...................................................................... 21

2.3. Tujuan ................................................................. 22

2.4. Sasaran ................................................................ 22

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI .................................. 25

3.1. Arah Kebijakan .................................................... 25

3.2. Strategi ................................................................ 25

3.3. Program, Kegiatan Utama dan Indikator Kinerja 26

3.3.1. Program ........................................................ 26

3.3.2. Kegiatan Utama ............................................. 27

3.3.3. Indikator Kinerja ............................................ 30

3.4. Pembiayaan ......................................................... 30

BAB IV PENUTUP ........................................................................ 32

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015 – 2019 (Revisi III)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting

Tahun 2010 –2014 ..............................................................

5

Tabel 2. Perkembangan Ketersediaan Komoditas Pangan Penting

Tahun 2010 – 2014 .............................................................

6

Tabel 3. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita

Per Hari Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2010 –

2014 ..................................................................................

7

Tabel 4. Angka Rawan Pangan Tahun 2010-2014 ............................... 10

Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pusat Ketersediaan

dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 ............................

23

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015 – 2019 (Revisi III)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Kerawanan Pangan Berdasarkan Nilai Angka Kecukupan Gizi

(AKG) Tahun 2010 – 2014 ...................................................

10

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015 – 2019 (Revisi III)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Sistem Penghidupan (Livelihood System) ............ 13

Gambar 2. Pemanfaatan Kelimpahan SDA disertai Pengembangan

Modal Sosial untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan dan

Melaksanakan Pembangunan Pertanian .............................

16

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015 – 2019 (Revisi III)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sasaran Kegiatan (SK) dan Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan

(IKSK)

Lampiran 2. Indikator Kinerja Aktivitas (IKA)

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 1

BAB I PENDAHULUAN

Undang – undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan

bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan

pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,

baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan

memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Dengan demikian,

ketahanan pangan mutlak harus dapat dicapai untuk kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Perubahan yang mendasar adalah dimasukkannya landasan kedaulatan dan

kemandirian pangan dalam penyelenggaraan pangan, dimana Penyelenggaraan

Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan

manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan,

Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Adapun Kedaulatan Pangan

didefinisikan sebagai hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan

kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang

memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai

dengan potensi sumber daya lokal. Kemandirian Pangan adalah kemampuan

negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam

negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di

tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,

sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Sedangkan Ketahanan

Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai

dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik

jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta

tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk

dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 2

Dalam hal penyediaan pangan, dinyatakan bahwa sumber

penyediaannya diutamakan berasal dari dalam negeri, sehingga pemerintah

propinsi dan kabupaten memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan

produksi pangan lokal sesuai dengan potensi dan pola pangan masyarakat

setempat. Sumber penyediaan pangan yang diutamakan berasal dari dalam negeri

merupakan perwujudan kesadaran bahwa industri pangan dihasilkan oleh lebih

dari 60 persen rumah tangga Indonesia, mulai dari produsen kecil seperti petani,

industri rumah tangga sampai industri besar dengan berbagai infrastrukturnya

(kapital dan tenaga kerja).

Dalam hal penanganan masalah pangan, Peraturan Pemerintah

Nomor 17 tahun 2015 menegaskan pengertian pangan pokok tertentu, dimana

apabila terjadi masalah terhadap pangan tersebut pemerintah dapat melakukan

intervensi. Pangan pokok tertentu diberikan pengertian yang luas, yaitu sesuai

dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal. Dengan demikian, maka

pemerintah propinsi, kabupaten/kota, dan desa dapat menentukan pengertian

pangan tertentu bersifat pokok sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

Sedangkan masalah pangan didefinisikan sebagai keadaan kelebihan, kekurangan,

dan/atau ketidakmampuan perorangan atau rumah tangga dalam memenuhi

kebutuhan pangan dan keamanan pangan. Dalam hal kekurangan pangan yang

dapat menyebabkan gejolak harga yang dapat meresahkan masyarakat,

khususnya untuk pangan tertentu yang bersifat pokok, dapat dilakukan intervensi

berupa bantuan pangan, baik pangan pokok dan pangan lainnya yang diberikan

oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat untuk mengatasi

masalah pangan dan krisis pangan, meningkatkan akses pangan bagi masyarakat

miskin dan/atau rawan pangan dan gizi, dan kerja sama internasional.

Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, agenda prioritas

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Kabinet

Kerja yang dituangkan dalam Nawa Cita mengarahkan pembangunan pertanian

untuk meningkatkan kedaulatan pangan agar Indonesia sebagai bangsa dapat

mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat.

Peningkatan kedaulatan pangan merupakan bagian dari agenda ke-7 Nawa Cita

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 3

yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik. Kedaulatan pangan dicerminkan pada kekuatan untuk

mengatur masalah pangan secara mandiri, yang perlu didukung dengan: (1)

Ketahanan pangan, terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam

negeri; (2) Pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan oleh

bangsa sendiri; dan (3) Mampu melindungi dan mensejahterakan pelaku utama

pangan, terutama petani dan nelayan. Dalam rangka meningkatkan dan

memperkuat kedaulatan pangan tersebut, maka kebijakan umum dalam RPJMN

2015-2019 diarahkan pada: (1) Pemantapan ketahanan pangan menuju

kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok; (2) Stabilisasi

harga pangan; (3) Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4)

Mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan; dan (5) Peningkatan

kesejahteraan pelaku usaha pangan.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang merupakan salah satu

unit eselon II di Kementerian Pertanian dibawah Badan Ketahanan Pangan

memiliki tugas pokok melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan dan

penurunan kerawanan pangan. Menindaklanjuti Perubahan Renstra

Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, Renstra Badan Ketahanan Pangan

Tahun 2015-2019, dan perubahan atas indikator kinerja utama Badan

Ketahanan Pangan, maka dilakukan penyesuaian Rencana Strategis Pusat

Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019.

1.1. Kondisi Umum

Secara umum, dalam kurun waktu 2010-2014, situasi ketersediaan

pangan cenderung semakin baik dan kondusif, sementara situasi akses

terhadap pangan relatif lebih baik serta angka kerawanan pangan cenderung

menurun. Kondisi yang semakin baik ditunjukkan oleh beberapa indikator

ketahanan pangan berikut:

a. Beberapa produksi komoditas pangan penting mengalami pertumbuhan

positif dari tahun 2010;

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 4

b. Pendapatan masyarakat meningkat, yang diukur dari nilai upah buruh tani

dan upah pekerja informal di sektor industri;

Peran serta Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam

peningkatan ketersediaan pangan dan mendorong penanganan kerawanan

pangan dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan dan

langkah-langkah implementasi penanganan kerawanan dengan kegiatan analisis

ketersediaan pangan, analisis situasi pangan dan gizi, penyusunan peta

ketahanan dan kerentanan pangan, pengembangan desa dan kawasan mandiri

pangan, penguatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, dan analisis akses

pangan.

1.1.1. Ketersediaan Pangan

Produksi 15 komoditas pangan selama kurun waktu tahun 2010 – 2014,

menunjukkan kecenderungan peningkatan produksi, kecuali untuk komoditas

kacang tanah, minyak goreng dan susu. Peningkatan produksi terbesar terjadi

pada komoditas ikan dan buah-buahan sebesar 10,20 persen dan 7,60 persen.

Komoditas yang mengalami penurunan produksi terbesar adalah kacang tanah

dan susu sebesar 4,09 persen dan 2,73 persen. Selama tahun 2013-2014,

peningkatan produksi terbesar terjadi pada komoditas kedelai dan ubi kayu

sebesar 18,12 persen dan 7,70 persen sedangkan penurunan produksi terbesar

terjadi pada komoditas kacang tanah sebesar 6,63 persen, kemudian ubi jalar

sebesar 1,12 persen dan padi (gabah) sebesar 0,94 persen. Perkembangan

produksi beberapa komoditas pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 5

Tabel 1. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting

Tahun 2010 –2014

000 Ton

No Komoditas Tahun Pertumb.

(%) '13-'14

Pertumb. (%)

'10-'14 2010 2011 2012 2013 2014

1 Padi (Gabah) 66.469 65.757 69.056 71.280 70.607 (0,94) 1,56

2 Jagung 18.328 17.643 19.387 18.512 19.127 3,33 1,24

3 Kedelai 907 851 843 780 921 18,12 0,88

4 Kc Tanah 779 691 713 702 655 (6,63) (4,09)

5 Ubi Kayu 23.918 24.044 24.177 23.937 24.559 2,60 0,67

6 Ubi Jalar 2.051 2.196 2.483 2.387 2.360 (1,12) 3,79

7 Sayur 10.706 10.871 11.265 12.088 12.626 4,45 4,23

8 Buah-2 an 15.490 18.314 18.916 19.592 20.629 5,30 7,60

9 M. Goreng (Sawit) 3.588 3.907 5.727 2.337 2.340 0,15 (0,89)

10 Gula putih 2.352 2.268 2.592 2.578 2.777 7,70 4,47

11 Daging sapi 436 485 509 505 540 6,96 5,55

12 Daging ayam 1.540 1.665 1.734 1.895 1.938 2,29 5,96

13 Telur 1.366 1.456 1.602 1.683 1.764 4,83 6,62

14 Susu 910 975 960 787 798 1,47 (2,73)

15 Ikan 11.662 13.643 15.505 15.502 - (100,00) 10,20

Data diolah BKP Keterangan: - Produksi padi dan palawija 2013 Atap, 2014 Aram II; BPS

- Produksi hortikultura (sayur dan buah) 2012 Angka Tetap, 2013 Angka Sasaran; Ditjen Hortikultura - Produksi minyak goreng NBM 2013 Sementara, 2014 Perkiraan; BKP - Produksi gula NBM 2013 Sementara, NBM 2014 Prognosa;BKP - Produksi daging sapi & daging ayam 2014 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi telur (ayam buras, ras petelur, itik) 2014 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi susu 2014 Angka Sementara; Ditjen Peternakan - Produksi ikan 2012 Angka Tetap; Kementerian Kelautan dan Perikanan

Ketersediaan pangan dari produksi domestik adalah produksi dikurangi

kebutuhan untuk pakan, benih dan tercecer. Perkembangan ketersediaan

beberapa komoditas pangan selama tahun 2010-2014 sejalan dengan

perkembangan produksinya karena faktor yang berpengaruh terhadap

ketersediaan, yaitu penggunaan pakan, bibit dan yang tercecer, menggunakan

besaran konversi yang sama setiap tahunnya. Jika produksi meningkat, maka

ketersediaan juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Untuk komoditas

jagung, kedelai dan kacang tanah, penggunaan benih dipengaruhi oleh faktor

luas tanam setiap tahunnya. Demikian pula penggunaan telur sebagai bibit

dihitung berdasarkan penggunaan telur dari setiap jenis unggas, baik ayam

buras, ras petelur maupun itik. Selama kurun waktu 2010-2014, peningkatan

ketersediaan terbesar terjadi pada komoditas ikan dan buah-buahan sebesar

10,20 persen dan 7,60 persen. Demikian pula ketersediaan pangan yang

mengalami penurunan terbesar adalah kacang tanah dan susu sebesar 3,80

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 6

persen dan 2,73 persen. Peningkatan ketersediaan pangan terbesar selama

tahun 2013-2014 terjadi pada kedelai dan ubi kayu sebesar 14,68 persen dan

10,38 persen, sedangkan penurunan ketersediaan terbesar terjadi pada kacang

tanah sebesar 5,44 persen. Perkembangan ketersediaan beberapa komoditas

pangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Ketersediaan Komoditas Pangan Penting

Tahun 2010 – 2014

000 Ton

No Komoditas Tahun Pertumb

. (%) '13-'14

Pertumb. (%)

'10-'14 2010 2011 2012 2013 2014

1 Beras 37.371 36.971 38.826 40.076 39.698 (0,94) 1,56

2 Jagung 16.222 15.612 17.169 16.391 16.938 3,33 1,25

3 Kedelai 820 770 763 706 836 18,45 0,99

4 Kc Tanah 716 634 654 644 601 (6,77) (4,14)

5 Ubi Kayu 22.930 23.051 23.179 22.948 23.545 2,60 0,67

6 Ubi Jalar 1.805 1.933 2.185 2.100 2.077 (1,12) 3,79

7 Sayur 10.278 10.436 10.814 11.604 12.120 4,45 4,23

8 Buah-2 an 14.909 17.627 18.207 18.857 19.856 5,30 7,60

9 M. Goreng (Sawit) 3.532 3.846 5.727 2.337 5.367 129,66 32,06

10 Gula putih 2.329 2.246 2.566 2.553 2.749 7,70 4,47

11 Daging sapi 423 471 494 490 524 6,96 5,55

12 Daging ayam 1.463 1.582 1.647 1.800 1.841 2,29 5,96

13 Telur 1.253 1.341 1.476 1.556 1.634 5,03 6,87

14 Susu 767 822 809 663 673 1,47 (2,73)

15 Ikan 9.913 11.597 13.179 13.177 - (100,00) 10,20

Keterangan : Data diolah BKP

Gambaran ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi ditunjukkan

oleh Neraca Bahan Makanan (NBM) yang dihitung dari produksi domestik

dengan memperhitungkan perdagangan pangan, stok pangan serta

penggunaan pangan untuk pakan, benih atau bibit, tercecer dan industri.

Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Nasional, selama periode tahun 2010-

2014, tingkat ketersediaan energi sudah melebihi rekomendasi angka

kecukupan gizi WNPG VIII dengan ketersediaan energi rata–rata 3.865

kkal/kapita/hari. Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata

2,22 persen pertahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama

periode 2010-2014 ini disebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan energi

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 7

yang cukup besar pada periode 2011-2012 dan 2013-2014 karena adanya

peningkatan produksi beberapa komoditas pangan.

Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada

periode 2010-2014 juga sudah melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi

WNPG VIII dengan ketersediaan protein rata-rata 90,61 gram/kapita/hari.

Ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan rata-rata 2,03 persen

pertahun. Kecenderungan penurunan ketersediaan protein selama periode

2010-2014 ini disebabkan penurunan ketersediaan protein yang cukup besar

pada periode 2011-2012 karena adanya penurunan produksi beberapa

komoditas pangan sumber protein. Secara nasional, ketersediaan energi dan

protein perkapita pertahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Jika dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya menurut kelompok

pangan, kelompok pangan nabati memiliki jumlah yang jauh lebih besar

dibandingkan kelompok pangan hewani. Perkembangan ketersediaan energi

dan protein selama tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita

Per Hari Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2010 –

2014

Tahun Energi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari) Lemak (Gram/Hari)

Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani

2010r) 3.801 3.641 160 94,56 76,84 17,71 97,10 88,68 8,42

2011 3.646 3.485 161 93,13 75,10 18,03 66,74 58,46 8,28

2012 3.896 3.707 188 88,99 73,19 15,79 73,43 64,24 9,19

2013* 3.852 3.638 214 89,33 71,88 17,45 69,44 59,81 9,64

2014** 4.130 3.922 209 87,04 69,85 17,19 88,02 78,57 9,45

Pertumb. (%) 2,22 2,01 7,22 (2,03) (2,36) (0,40) 0,02 0,07 3,06

Rata-rata 3.865 3.679 186 90,61 73,37 17,23 78,95 69,95 9,00

Keterangan: NBM 2012 Tetap, 2013 Sementara, 2014 Perkiraan

1.1.2. Akses Pangan

Akses pangan diartikan sebagai kemampuan kelompok, rumahtangga

atau individu untuk memenuhi kecukupan pangan setiap saat baik dari produksi

sendiri, pembelian, pemberian atau bantuan lain berdasarkan sumber daya

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 8

yang dikuasai, baik sosial, teknologi, finansial/keuangan, alam dan manusia,

dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Akses pangan dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain aspek fisik yang

dicirikan dengan ketersediaan pangan di suatu wilayah baik yang merupakan

hasil produksi setempat maupun masukan dari wilayah lain, serta aspek

ekonomi yang menggambarkan kemampuan finansial keluarga/rumahtangga/

individu untuk memperoleh atau mendapatkan pangan yang dibutuhkannya

untuk beraktivitas maupun peningkatan kualitas hidupnya.

Permasalahan akses pangan antara lain disebabkan: adanya gangguan

terhadap potensi sumber daya; konflik sosial; ketidakseimbangan akses

terhadap layanan dasar; pemutusan hubungan sosial; pengurangan jaminan

pengamanan sosial; dan bencana alam.

Pelaksanaan kegiatan akses pangan difokuskan pada analisis akses

pangan terhadap rumah tangga, komunitas/kelompok dan wilayah serta

pengembangan akses rumah tangga, komunitas/kelompok, dan wilayah melalui

fasilitasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki (local wisdom), antara lain:

Sumber daya manusia: pengelolaan sumber daya manusia melalui pelatihan,

pemberdayaan

Sosial: optimalisasi peran komunitas/kelompok dalam rangka pengembangan

akses pangan

Sumber daya alam: fasilitasi pemanfaatan sumber daya alam oleh

komunitas/ kelompok

Teknologi: fasilitasi kepada komunitas/kelompok dalam rangka pemanfaatan

teknologi tepat guna

Permodalan: fasilitasi anggota kelompok/komunitas terhadap akses

permodalan, faslitasi pembentukan lembaga permodalan

1.1.3. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan

Kemiskinan berhubungan erat dengan kerawanan pangan, meskipun

tidak identik. Tingkat kedalaman kerawanan pangan ditunjukkan dengan

indikator kecukupan konsumsi kalori perkapita perhari dengan nilai AKG 2.000

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 9

kkal/kap/hr. Jika konsumsi perkapita kurang atau lebih kecil dari 70 persen dari

AKG dikategorikan sangat rawan pangan; sekitar 70 hingga 90 persen dari AKG

dikategorikan rawan pangan; dan lebih dari 90 persen dari AKG termasuk

katagori tahan pangan. Pada tahun 2003 Indonesia menggunakan Garis

Kemiskinan Nasional berdasarkan nilai rupiah per kapita yang diperlukan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan pangan (minimum sebanyak 2.100

kilokalori per hari) dan non pangan, dengan nilai sekitar Rp. 118.554,00 per

kapita per bulan.

Jumlah penduduk : (a) sangat rawan pangan pada tahun 2009 sekitar

33,29 juta atau 14,47 persen, bertambah menjadi 35,71 juta atau 15,34 persen

pada tahun 2010, pada tahun 2011 bertambah menjadi 41,70 juta atau 17,30

persen, dan pada tahun 2012 bertambah menjadi 47,84 juta atau 19,52

persen. Pada tahun 2013 jumlah penduduk sangat rawan turun menjadi 46,40

juta atau 18,68 persen, dan pada tahun 2014 turun menjadi 42,68 juta atau

16.94 (b) rawan pangan pada tahun 2009 mencapai 61,57 juta atau 27,46

persen, bertambah menjadi 72,44 juta atau 31,12 persen pada tahun 2010,

bertambah lagi menjadi 78,43 juta atau 32,53 persen pada tahun 2011, dan

pada tahun 2012 bertambah menjadi 80,83 juta atau 32,97 persen. Pada

tahun 2013 jumlah penduduk rawan bertambah menjadi 84,09 juta atau 33,85

persen, serta pada tahun 2014 jumlah penduduk rawan 83,58 juta atau 33,16

persen (c) tahan pangan pada tahun 2009 sebanyak 123,96 juta atau 53,90

persen, bertambah menjadi 124,61 juta atau 53,53 persen pada tahun 2010,

tetapi pada tahun 2011 berkurang menjadi 120,99 juta atau 50,18 persen; dan

pada tahun 2012 berkurang menjadi 116,46 juta atau 47,51 persen. Pada

tahun 2013 bertambah menjadi 117,96 juta atau 47,48 persen, sementara itu

pada tahun 2014 jumlah penduduk tahan pangan sebesar 125,86 juta atau

49,90 persen.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 10

Tabel 4. Angka Rawan Pangan Tahun 2010-2014

Tahun

Jumlah Penduduk Sangat Rawan

Pangan (< 70% AKG)

% Jumlah Penduduk

Rawan Pangan (70%-89,9% AKG)

%

Jumlah Penduduk

Tahan Pangan (>=90% AKG)

%

2010 35,710,964 15,34 72,442,169 31,12 124,608,211 53,53

2011 41,704,729 17,30 78,434,302 32,53 120,994,688 50,18

2012 47,842,490 19,52 80,832,494 32,97 116,463,438 47,51

2013 46,399,355 18,68 84,091,618 33,85 117,956,185 47,48

2014 42,684,853 16.94 83,586,106 33.16 125,764,690 49.90

Sumber : BPS RI – Data Susenas

Grafik 1. Kerawanan Pangan Berdasarkan

Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun 2010 – 2014

Sumber :Data BPS-Susenas Keterangan: Sangat rawan : (a) Konsumsi kalori perkapita perhari kurang < 70% dari AKG; Rawan Pangan : (b) Konsumsi kalori perkapita perhari 70-90% dari AKG; Tahan pangan : (c) Kosumsi kalori perkapita perhari > 90% dari AKG,

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penanganan kerawananan

pangan dan pengurangan kemiskinan di perdesaan, Pusat Ketersediaan dan

Kerawanan Pangan melaksanakan program Pengembangan Desa Mandiri

Pangan di daerah rawan pangan yang dimulai tahun 2006. Pengembangan

Desa Mandiri Pangan merupakan upaya memfasilitasi desa rawan pangan

menjadi desa mandiri pangan melalui proses pemberdayaan selama 4

tahapan/tahun, yaitu: Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan dan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 11

Kemandirian. Selanjutnya desa-desa yang telah mencapai tahap kemandirian

akan mengembangkan Gerakan Kemandirian, dan yang sudah mandiri akan

membina desa-desa sekitarnya. Sasaran pembinaan dari desa mandiri pangan

pada tahun 2015 sebanyak 3.280 desa yang tersebar pada 316 kabupaten dan

33 provinsi, kegiatan Desa Mandiri Pangan tahun 2015 sudah memasuki tahap

kemandirian. Berdasarkan hasil evaluasi awal tahun 2011 dan hasil kajian

Badan Ketahanan Pangan dan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan

Pedesaan (PSP3) IPB terhadap kegiatan Desa Mandiri Pangan, pada tahun 2013

dikembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Papua-Papua Barat,

Perbatasan dan Kepulauan. Pelaksanaan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan

dilakukan dengan pendekatan wilayah kecamatan, melalui: (1) Pemetaan

potensi sumber daya; (2) Pemberdayaan masyarakat; (3) Penguatan

kelembagaan; dan (4) Koordinasi untuk sinkronisasi dan integrasi program

lintas sektor dan sub sektor. Sasaran pembinaan dari Kawasan Mandiri Pangan

tahun 2013 di 109 kawasan, di 60 Kabupaten/Kota, pada 13 Provinsi.

Sedangkan pada tahun 2015 kegiatan Kawasan Mandiri Pangan mengalami

penambahan alokasi kawasan sasaran pembinaannya di 85 kawasan, di 85

Kabupaten/Kota, pada 24 Provinsi.

1.2. Permasalahan serta Potensi dan Tantangan

1.2.1. Perubahan Paradigma Pelaksanaan Tugas Pokok

Perubahan utama yang menyertai perkembangan pengertian ketahanan

pangan pada tahun 1970-an dengan ketahanan pangan tahun 1990-an adalah

fokus penekanan dari penekanan komoditas (availability of basic stapple food)

kepada penekanan pada aspek manusia (individu). Penekanan pada aspek

manusia (individu) menuntut perubahan pandangan dalam melihat ketahanan

pangan, terutama melihat manusia (individu) secara keseluruhan dalam sistem

penghidupannya untuk mencapai ketahanan pangan, serta memfokuskan

kembali peran-peran pemerintah yang seharusnya dilakukan agar individu

tersebut lebih mudah dalam upayanya mencapai ketahanan pangan.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 12

Secara mendasar Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

meletakkan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pangan, yaitu untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil,

merata dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian

pangan dan ketahanan pangan (Pasal 3). Secara khusus, dalam aspek

ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, upaya peningkatan

ketersediaaan dan penanganan kerawanan pangan ditujukan: (a) Untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia; (b) Manfaat-manfaat yang timbul atas

upaya tersebut harus terdistribusi secara adil, baik manfaat kepada konsumen

maupun manfaat yang diperoleh produsen; (c) Upaya peningkatan ketersediaan

dan penanganan kerawanan pangan pangan harus didasarkan pada

kemandirian dan sesuai dengan keyakinan dan pengetahuan masyarakat (local

wisdom). Tugas pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut meliputi tiga hal

pokok, yaitu mencakup pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan agar:

(a) Tersedia pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi

bagi kepentingan kesehatan manusia; (b) Tercipta perdagangan pangan yang

jujur dan bertanggung jawab; dan (c) Tersedianya tingkat kecukupan pangan

dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan

masyarakat; (d) Memobilisasi sumber daya sosial yang ada untuk melakukan

perlindungan kepada konsumen golongan tertentu (miskin) dengan

mengedepankan proses kemandirian agar tidak semakin tergantung kepada

upaya-upaya pemerintah.

Dalam peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan

tersebut, pengarusutamaan kemandirian menuntut seluruh aparat birokrasi

untuk melihat kondisi dan dinamika masyarakat secara hakiki, terpadu dan

integratif, sehingga tidak hanya mencakup aspek teknis ketersediaan pangan

dan upaya-upaya mekanistis penanganan kerawanan pangan, tetapi juga

mencakup aspek-aspek kesehatan lingkungan dan sosial-budaya serta

keseluruhan aspek-aspek penghidupan masyarakat (livelihood system) agar

sistem penghidupan tersebut berkembang secara berkelanjutan.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 13

Gambar 1. Kerangka Sistem Penghidupan (Livelihood System)

Dengan pendekatan sistem penghidupan, ruang kosong yang dapat

menjadi area penajaman tugas pokok kelembagaan ketersediaan dan

penanganan kerawanan pangan meliputi: (a) Penyiapan bahan koordinasi dan

pengembangan (pemanfaatan dan pengelolaan) aset masyarakat (yang

meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya teknologi/fisik,

sumber daya finansial/keuangan dan sumber daya sosial), baik oleh masyarakat

maupun upaya-upaya regulasi dan fasilitasi oleh pemerintah; (b) Pelayanan,

pemetaan dan penyusunan bahan kebijakan untuk memperpendek kesenjangan

antara kondisi lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat dan dampak

dari upaya peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan; (c)

Pelayanan pengembangan keragaman ketersediaaan pangan berbasis sumber

daya (aset) lokal; dan (d) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan yang

masih memerlukan penanganan secara sistematis.

1.2.2. Menjadi Birokrasi Pelayanan Masyarakat

Pelayanan publik dapat dipandang sebagai suatu proses kinerja

organisasi (birokrasi), dimana keterikatan dan pengaruh budaya organisasi

Demografi; Institusi publik,

sosial dan lingkungan masyarakat;

Infrastruktur

sosial (lumbung pangan), ekonomi (pasar lokal, warung/toko jalan), financial (sumber permodalan), fisik (penghubung)

Ketahanan: Pangan Gizi Papan Pendidikan Interaksi

sosial Keamanan

individu

DAMPAK STRATEGI KONDISI YANG ADA

GEJOLAK

ASET

Sumberdaya alam (SDA)

SD

Manusia SD

Sosial SD

Finansial

Kegiatan Produktif

dan sumber

pendapatan

Pola konsumsi

dan pengeluaran

Kegiatan pengolahan dan

pemasaran/perdagangan

PETANI dan RT rawan

pangan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 14

sangat kuat. Dengan kata lain, apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat

pelayanan publik harus berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang

telah ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya

organisasi publik. Penyebab kegagalan utama dalam melaksanakan orientasi

pelayanan publik ini adalah kuatnya komitmen budaya politik yang bernuansa

sempit, kurangnya tenaga-tenaga kerja yang terlatih dan terampil, kurangnya

sumber-sumber dana untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, adanya

sikap keengganan untuk melakukan pendelegasian serta kurangnya

infrastruktur teknologi dan infrastruktur fisik dalam menunjang pelaksanaan

tugas-tugas pelayanan publik. Disamping itu, kegagalan pelayanan publik ini

juga disebabkan karena aparat (birokrasi) yang tidak menyadari adanya

perubahan dan pergeseran yang terjadi dalam budaya masyarakatnya dari

budaya yang bersifat hirarkhis, budaya yang bersifat individual, budaya yang

bersifat fatalis, dan budaya yang bersifat egaliter.

Satu hal yang harus menjadi pedoman bersama adalah bahwa substansi

pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan

bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan

tertentu, yaitu: (1) Melindungi segenap bangsa; (2) Memajukan kesejahteraan

umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut serta menjaga

ketertiban dunia. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena

senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki

keanekaragaman kepentingan dan tujuan. Secara ringkas mesin pelayanan

publik harus dapat bekerja dalam koridor: (1) Mampu mendorong dan

mendukung masyarakat sehingga mampu memanfaatkan asetnya yang meliputi

sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya fisik/teknologi, sumber

daya keuangan dan sumber daya sosial; (2) Mampu menahan dan mengurangi

masyarakat yang menelantarkan asetnya; serta (3) Tidak mengambil alih

(memonopoli) kegiatan yang mampu dilakukan oleh masyarakat yang berarti

bahwa pelayanan publik justru harus mampu menyediakan berbagai alternatif

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 15

yang dapat diplih oleh masyarakat untuk menjalani kehidupan berbangsa dan

bernegara secara cerdas.

Dalam bidang ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan,

pelayanan publik harus mampu meningkatkan ketersediaan pangan sekaligus

mampu mensejahterakan masyarakat sehingga dapat mengurangi kerawanan

pangan, serta tidak menjadikan mereka semakin tergantung pada upaya-upaya

pemerintah saja. Dalam konteks kelimpahan sumber daya alam, dan

kemandirian masyarakat, peningkatan ketersediaan dan penanganan

kerawanan pangan seyogyanya harus mampu juga menarik kepedulian

masyarakat lain sehingga kelimpahan alam dapat dimanfaatkan secara

maksimal. Untuk itu aliansi atau perhimpunan masyarakat yang memiliki

kepedulian dan kemauan untuk meningkatkan ketersediaan pangan diberikan

ruangan yang luas untuk mengakomodasi partisipasi seluruh komponen

masyarakat. Secara umum, peningkatan ketersediaan pangan dilaksanakan

melalui upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu meningkatkan

kemampuan memanfaatkan dan mengelola aset yang digunakan dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari untuk mencapai harkat kemanusiaannya,

sehingga dapat mengurangi jumlah orang miskin (pada umumnya juga rawan

pangan) yang ditunjukkan oleh semakin besarnya usaha yang dikelolanya.

Dengan demikian, upaya peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan

pangan dapat dicapai melalui berbagai aktivitas, baik yang dilakukan oleh

masyarakat maupun pemerintah, yang antara lain meliputi: (1) Pemanfaatan

dan fasilitasi pemanfaatan aset secara adil dan bijaksana; (2) Perumusan

kebijakan dan pelaksanaan strategi/aktivitas kehidupan yang lebih bermanfaat

(kepada alam, dirinya sendiri, dan sosial); (3) Penyediaan berbagai alternatif

dan peningkatan kapabilitas untuk mengenali alternatif yang ada; (4)

Memberikan kesempatan dan kemudahan yang sama bagi masyarakat untuk

memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada; (5)

Mengurangi/menghilangkan monopoli yang menghambat pengembangan

potensi masyarakat, baik oleh perorangan/swasta apalagi oleh pemerintah; (6)

Melindungi penghidupan masyarakat; dan (7) Mendorong dan mendukung

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 16

Daya Beli Meningkat

pengembangan sumber daya sosial masyarakat dengan tidak mengambil alih

aktivitas yang telah mampu dilakukan oleh masyarakat, sebagaimana

ditunjukkan oleh Gambar 2.

MEMANFAATKAN KELIMPAHAN SDA

DISERTAI OLEH PENGEMBANGAN MODAL

SOSIAL DAN DIDUKUNG OLEH TEKNOLOGI

UNTUK KEMUDAHAN AKTIVITAS PETANI MASYARAKAT

Pengaturan, pengolahan dan pemanfaatan SDA: mempertahan

kan lahan-lahan irigasi yang ada

optimasi lahan marginal

ekstensifikasi peningkatan

akses SDA

Teknologi: pengolahan/

nilai tambah budidaya:

kemandirian sistem perbenihan/ saprodi

minimum cost

penciptaan pasar dalam negeri/ (demand creation)

pengembangan perdagangan antar daerah dan pengaturan impor

OPTIMASI SDA

pengolahan produk non konvensional

ketersediaan benih/saprodi oleh petani

membuka pasar petani konvensional Cadangan pangan

lokal Energi terbarukan

dan menurunkan biaya petani

perlindungan pasar domestik/lokal Pembangunan

pasar-pasar petani dan pembatasan pasar lain

kemandirian petani

PROMOSI

DAN REGULASI

KELOMPOK MISKIN/ PETANI GUREM

Rumah tangga

Rawan Pangan

dan Petani gurem MENURUN

Peningkatan

dan Pemanfaatan

Gambar 2. Pemanfaatan Kelimpahan SDA disertai Pengembangan Modal Sosial untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Melaksanakan Pembangunan Pertanian

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 17

1.2.3. Pelayanan dan koordinasi penanganan kerawanan pangan

Ketahanan pangan memiliki aspek yang sangat luas dan multidisiplin.

Meskipun pengertian kerawanan pangan belum dibakukan secara legal-formal,

tetapi sebagaimana pengertian ketahanan pangan, kerawanan pangan juga

mencakup aspek yang sangat luas dan multidisiplin, mulai dari terbatasnya

ketersediaan, terbatasnya akses, rendahnya kesehatan, rendahnya sumber

daya, baik alam maupun sosial, sampai kepada rendahnya respon kelembagaan

pemerintah dalam penanganan kerawanan pangan.

Di sisi lain, jumlah penduduk rawan pangan di Indonesia menurut data

SUSENAS tahun 2014 masih cukup besar. Meskipun jumlah penduduk rawan

pangan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi dari sisi

jumlah absolut masih cukup besar, yaitu sekitar 16,94 %.

Dengan pemikiran tersebut di atas, maka penanganan kerawanan

pangan seyogyanya menjadi salah satu prioritas, melalui upaya-upaya

pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,

pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan, sehingga kerawanan

pangan baik kronis berat/ringan maupun transien berat/ringan dapat difasilitasi

untuk tidak menjadi semakin buruk. Tentu saja pelayanan penanganan

kerawanan pangan tidak dapat dilakukan sendirian. Oleh karena itu, diperlukan

penguatan koordinasi dan hubungan antar lembaga, baik lembaga nasional

maupun internasional sehingga penanganan kerawanan pangan dapat lebih

efektif.

1.2.4. Pelayanan Penguatan Sumber Daya Pangan

Dalam pendekatan sistem penghidupan (livelihood system), sumber daya

meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya teknologi/fisik,

sumber daya finansial/keuangan dan sumber daya sosial. Pembangunan

ketahanan pangan selama ini dilakukan dengan mengeksploitasi sumber daya

alam dan secara bersamaan dilakukan dengan memobilisasi sumber daya

finansial serta memperkenalkan sumber daya fisik/teknologi kepada

masyarakat, dengan sedikit sekali mengedepankan sumber daya sosial.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 18

Pemetaan dan penguatan aset tersebut, khususnya penguatan sumber daya

sosial, secara proporsional akan mampu mencapai tujuan ketahanan pangan

yang berdasarkan kemandirian.

Dari sisi sumber daya alam, Indonesia diberi karunia Tuhan Yang Maha

Kuasa dengan kelimpahan kekayaan sumber daya alam. Walaupun luas daratan

hanya 1,3% dari seluruh daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki

keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan menakjubkan. Sekitar 10%

spesies berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan amphibia,

17% spesies burung serta 25% spesies ikan dunia yang dikenal manusia

terdistribusi di perairan Indonesia.

Kekayaan flora dan fauna memang tidak dapat dilepaskan dari

keberadaan hutan, khususnya hutan tropis. Keanekaragaman flora dan fauna

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hutan tropis. Lebih dari 70 persen

jenis tumbuhan dan satwa (berarti lebih dari 13 juta jenis) di dunia hidup di

hutan tropis. Berbeda dengan hutan di daerah lain yang jenis pohonnya hanya

beberapa jenis saja, di hutan tropis dapat ditemukan lebih dari 200 jenis pohon

per hektarnya. Indonesia juga dikenal tidak hanya paling kaya dalam hal luas

hutannya tetapi juga keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Indonesia

memiliki 515 jenis mamalia (urutan kedua di dunia, sedikit dibawah Brazil), 39

persennya endemik Indonesia atau tidak dapat dijumpai di negara lain.

Sementara itu, meskipun Indonesia berada di urutan kelima dalam hal jumlah

jenis burung yang dimiliki (total 1,531 jenis) namun Indonesia merupakan

negara paling kaya dengan jumlah jenis burung sebaran-terbatas yang

terbanyak di dunia, dan 397 jenis burung hanya dapat ditemukan di Indonesia.

Kawasan hutan tropis di Indonesia diperkirakan sekitar 1,15 juta km2,

terbesar di Asia-Pasifik, dengan keanekaragaman jenis pohon yang paling

beragam di dunia. Indonesia memiliki lebih dari 38.000 jenis tumbuhan tingkat

tinggi alias tumbuhan yang memiliki akar-batang-daun yang jelas dapat

dibedakan. Hutan tropis Indonesia kaya akan spesies palem (447 spesies,

dimana 225 diantaranya tidak terdapat di bagian dunia lainnya), lebih dari 400

spesies dipterocarp yaitu jenis kayu yang bernilai ekonomi tinggi di Asia

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 19

Tenggara, dan tersebarnya sekitar 25.000 spesies tumbuhan berbunga. Untuk

pulau Jawa saja, jumlah spesies setiap 10.000 km2 antara 2.000 – 3.000

spesies sedangkan Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5.000 spesies.

Dengan jenis tumbuhan yang banyak tersebut, tentu saja Indonesia juga

memiliki jenis tumbuhan bahan pangan yang cukup banyak. Secara umum,

Indonesia memiliki 800 spesies tumbuhan pangan, + 1.000 spesies tumbuhan

medicinal, ribuan spesies microalgae. Secara khusus, dapat dikatakan bahwa

setidaknya Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber

lemak/minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis

sayuran, 40 jenis bahan minuman, 110 jenis rempah-rempah dan bumbu-

bumbuan.

Dengan jumlah kepulauan lebih dari 17 ribuan pulau, bertempat

tinggalnya flora dan fauna dari dua tipe yang berbeda karakteristiknya, yaitu

Indo-Malaya (di bagian barat) Pasifik dan Australia (di bagian Timur).

Keragaman ini, yang juga menghasilkan keragaman budaya masyarakat yang

berada pada masing-masing wilayah tersebut. Kelembagaan ketahanan pangan

harus mampu memotret seluruh kekayaan tersebut, termasuk kekayaan sumber

daya sosial yang telah dibangun berabad-abad selama masyarakat Indonesia

berkembang, untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal

bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

1.2.5. Pemanfaatan Sumber Daya Lahan

Kemampuan penyediaan pangan berdasarkan produksi lokal merupakan

prasyarat kemandirian pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang

berdaulat. Penyediaan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam

negeri sangat ditentukan oleh luas lahan dan produksi lahan yang dikelola,

rendahnya produksi berpotensi terhadap terciptanya kondisi ketergantungan

pangan kepada pihak luar, situasi tersebut akan sangat membahayakan

kedaulatan bangsa. Lahan-lahan subur/optimal dari berbagai tingkat kesuburan

yang luasnya 16,87% atau ±31,9 juta ha dari total daratan selama ini

merupakan tulang punggung dari penyediaan pangan. Tetapi sejalan dengan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 20

pertumbuhan penduduk dimana kebutuhan pangan juga meningkat, terjadi alih

fungsi lahan pertanian yang cukup besar untuk kebutuhan lain, seperti

perumahan dan industri. Kondisi tersebut apabila tidak dicarikan alternatif lahan

pertanian pengganti, akan menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan

pangan dan kemampuan produksi pangan dalam negeri dan akhirnya akan

terjadi ketergantungan pangan yang sangat besar kepada negara lain.

Pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam

mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan

lahan harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan

maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan

pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang

optimum bagi tanaman. Dengan demikian, interaksi antara komponen-

komponen biotik dan abiotik tanah pada lahan memberikan keseimbangan yang

optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin

keberlangsungan produktivitas lahan, dan keberhasilan usaha tani. Melalui

sistem tersebut diharapkan akan terbentuk agroekosistem yang stabil dengan

masukan dari luar yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan

hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan. Dengan meningkatnya

kesehatan lahan maka produktivitas pertanian akan meningkat sehingga

ketersediaan pangan juga akan meningkat sehingga akan mempermudah

masyarakat dalam mengakses pangan. Pengurangan lahan subur seharusnya

tidak menjadi alasan atas ketidakmampuan penyediaan pangan dalam negeri,

karena masih tersedia 83,13% lahan suboptimal atau lahan seluas ± 157,2 juta

ha, dimana 58% dari lahan suboptimal tersebut potensial untuk pertanian, yang

artinya berpotensi untuk produksi pangan. Dengan pengelolaan yang tepat,

teknologi yang spesifik dan usaha yang lebih serius diyakini lahan suboptimal

tersebut dapat berkontribusi cukup baik dalam penyediaan pangan.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan memantapkan ketersediaan

dan penanganan kerawanan pangan, serta meningkatkan akses pangan

masyarakat, yang diindikasikan dengan pencapaian rasio ketersediaan pangan

terhadap kebutuhan komoditas pangan strategis mencapai 100%.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 21

BAB II

VISI, MISI DAN TUJUAN

PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN

2.1. Visi

Visi merupakan suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang

berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Visi adalah suatu harapan dan

tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai visi tersebut memerlukan waktu

yang panjang dan kerja keras, karena akan berkembang sesuai dengan kondisi

lingkungan pertanian khususnya pembangunan ketahanan pangan.

Untuk itu, visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2015-

2019, yaitu: “Pemantapan ketersediaan pangan dan penurunan

kerawanan pangan berbasis sumber daya lokal untuk mewujudkan

kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.”

2.2. Misi

Untuk mencapai visi di atas, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

mengemban misi dalam tahun 2015 - 2019, yaitu:

1. Memantapkan hasil analisis ketersediaan dan akses pangan sebagai bahan

rumusan kebijakan

2. Memantapkan analisis potensi sumber daya pangan dalam rangka

mendukung upaya peningkatan produksi komoditas strategis nasional

3. Memantapkan hasil analisis stok pangan (gabah dan beras) yang ada di

masyarakat dalam rangka mendukung upaya peningkatan akses

masyakarat

4. Memantapkan analisis akses pangan rumah tangga sebagai bahan rumusan

kebijakan penyediaan pangan

5. Memantapkan hasil analisis kerawanan pangan dalam rangka pencegahan

dan kesiapsiagaan kerawanan pangan

6. Memantapkan penurunan jumlah penduduk rentan rawan pangan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 22

7. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pertanian di bidang

ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan

2.3. Tujuan

Memantapkan ketersediaan pangan dan penurunan kerawanan pangan

berbasis sumber daya lokal untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan

kemandirian pangan dengan cara:

1. Menyediakan instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

2. Menyediakan bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan kerawanan

pangan

3. Menyediakan data dan informasi stok gabah dan beras di masyarakat

4. Menyediakan data dan informasi situasi ketahanan dan kerentanan pangan

tingkat wilayah

5. Menyediakan data dan informasi jumlah penduduk rentan rawan pangan

6. Mengembangkan desa dan kawasan mandiri pangan

7. Meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan sumber daya manusia pertanian

di bidang ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan

2.4. Sasaran

Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam mencapai tujuan

yang hendak dicapai. Sasaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

tahun 2015-2019 adalah:

1. Tersedianya instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan

pangan

2. Tersedianya bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan

kerawanan pangan

3. Tersedianya data dan informasi stok gabah dan beras di masyarakat

4. Tersedianya data dan informasi situasi ketahanan dan kerentanan pangan

tingkat wilayah

5. Tersedianya data dan informasi jumlah penduduk rentan rawan pangan

6. Menguatnya kemandirian pangan masyarakat di desa dan kawasan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 23

7. Meningkatnya kualitas kinerja aparatur dan sumber daya manusia

pertanian di bidang ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan

pangan

Keberhasilan pencapaian target di atas tidak hanya ditangani oleh Pusat

Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, tetapi membutuhkan dukungan dari

instansi terkait, stakeholder (pemangku kepentingan) dan peran aktif

masyarakat sangat dibutuhkan melalui pelaksanaan kegiatan pada masing-

masing instansi dan masyarakat.

Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Pemantapan ketersediaan pangan dan penurunan kerawanan pangan berbasis sumber daya lokal untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan

1. Memantapkan hasil analisis ketersediaan dan akses pangan sebagai bahan rumusan kebijakan

1. Menyediakan instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

2. Menyediakan bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

1. Tersedianya instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

2. Tersedianya bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan kerawanan pangan

2. Memantapkan analisis potensi sumber daya pangan dalam rangka mendukung upaya peningkatan produksi komoditas strategis nasional

3. Memantapkan hasil analisis akses pangan sebagai bahan rumusan kebijakan penyediaan pangan

3. Menyediakan instrumen analisis akses pangan

3. Tersedianya instrumen analisis akses pangan

4. Memantapkan analisis stok pangan masyarakat dalam rangka mendukung peningkatan akses pangan masyarakat

4. Menyediakan bahan rumusan kebijakan akses pangan

4. Tersedianya bahan rumusan kebijakan akses pangan

5. Memantapkan hasil analisis kerawanan pangan dalam rangka pencegahan dan kesiapsiagaan kerawanan pangan

5. Menyediakan data dan informasi situasi ketahanan dan kerentanan pangan tingkat wilayah

5. Tersedianya data dan informasi situasi ketahanan dan kerentanan pangan tingkat wilayah

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 24

VISI MISI TUJUAN SASARAN

6. Memantapkan penurunan jumlah penduduk rentan rawan pangan

6. Menyediakan data dan informasi jumlah penduduk rentan rawan pangan

7. Mengembangkan desa dan kawasan mandiri pangan

6. Tersedianya data dan informasi jumlah penduduk rentan rawan pangan

7. Menguatnya kemandirian pangan masyarakat di desa dan kawasan

8. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pertanian di bidang ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan

8. Meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan sumber daya manusia pertanian di bidang ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan

8. Meningkatnya kualitas kinerja aparatur dan sumber daya manusia pertanian di bidang ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 25

BAB III

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

3.1. Arah Kebijakan

Kebijakan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan diarahkan kepada

(a) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beraneka ragam berbasis potensi

sumber daya lokal untuk mencapai rasio ketersediaan terhadap kebutuhan

komoditas pangan strategis; (b) Meningkatkan kemampuan akses pangan

masyarakat yang diindikasikan oleh indeks keterjangkauan fisik dan ekonomi;

dan (c) Memantapkan upaya pencegahan dan penanganan rentan rawan

pangan pada tingkat wilayah dan penduduk.

3.2. Strategi

Memperhatikan strategi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi : (1)

Memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan

untuk meningkatkan produksi pangan domestik, menyediakan lapangan kerja

dan meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) Pemenuhan pangan bagi

kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin kronis dan transien (akibat

bencana alam, sosial, ekonomi) melalui pendistribusian bantuan pangan; (3)

Pemberdayaan masyarakat supaya mampu memanfaatkan pangan beragam,

bergizi, seimbang dan aman (B2SA) berbasis sumber daya dan kearifan lokal;

(4) Promosi dan edukasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan pangan

B2SA berbasis sumber daya lokal; dan (5) Penanganan keamanan pangan

segar, maka strategi yang akan ditempuh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan

Pangan 2015-2019 untuk peningkatan ketersediaan dan penurunan kerawanan

pangan meliputi:

1. Menyediakan instrumen analisis ketersediaan, akses, dan penanganan

rentan rawan pangan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota

2. Mengkoordinasikan dan mengoptimalkan peran dan keahlian dari seluruh

stakeholder (akademisi, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat madani)

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 26

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya (alam, finansial, sosial,

teknologi) - daerah dan masyarakat

4. Mengembangkan kerja sama dengan negara lain dan lembaga internasional

Strategi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam

pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan

diimplementasikan dalam langkah operasional yaitu :

a. Analisis Neraca Bahan Makanan (NBM);

b. Analisis akses pangan di masyarakat;

c. Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);

d. Kajian responsif dan antisipatif kebijakan ketahanan pangan;

e. Penyusunan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA);

f. Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan (IKP)

g. Identifikasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Pangan;

h. Pengembangan desa/kawasan mandiri pangan;

i. Pemantauan ketersediaan, akses, dan kerawanan pangan;

j. Pemberdayaan petani kecil dan gender;

k. Dukungan produksi pertanian dan pemasaran;

l. Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan;

m. Dukungan manajemen dan administrasi SOLID.

3.3. Program, Kegiatan Utama dan Indikator Kinerja

3.3.1. Program

Program yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan

Pangan pada tahun 2015–2019 sesuai dengan program Badan Ketahanan

Pangan tahun 2015-2019 yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan

Ketahanan Pangan Masyarakat.

Sasaran program Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yaitu: (1)

penyediaan instrumen analisis, data dan informasi, serta bahan

rumusan kebijakan dalam rangka pemantapan ketersediaan dan

akses pangan serta penanganan rentan rawan pangan; (2)

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 27

pemberdayaan masyarakat dalam rangka menggerakkan

perekonomian di wilayah rentan rawan pangan.

Dalam pelaksanaannya, berbagai komponen masyarakat dan pemerintah

dilibatkan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki

(alam, manusia, finansial, fisik, serta sosial) untuk meningkatkan ketahanan

pangan rumah tangga dan masyarakat.

3.3.2. Kegiatan Utama

Kegiatan utama yang dilakukan untuk mendukung program tersebut,

adalah: (1) penyediaan instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan

pangan; (2) penyediaan bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan

kerawanan pangan; (3) pengembangan desa dan kawasan mandiri pangan;

dan (4) pengembangan model pemberdayaan masyarakat/smallholder

livelihood development (SOLID).

Penjabaran dari setiap kegiatan utama dalam rangka mencapai sasaran

program adalah:

1. Penyediaan instrumen analisis ketersediaan, akses dan kerawanan pangan;

a. Analisis Neraca Bahan Makanan (NBM);

adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan data dan informasi

ketersediaan pangan per kapita per tahun dalam suatu wilayah yang

dapat digunakan dalam perencanaan produksi dan ketersediaan pangan.

b. Penyusunan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA);

Kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan informasi bagi pengambil

keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi,

penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat kabupaten,

kecamatan dan desa.

c. Penyusunan Indeks Ketahanan Pangan (IKP);

Kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan informasi peringkat

ketahanan pangan wilayah yang dapat digunakan bagi pengambil

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 28

keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi,

penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat kabupaten.

d. Analisis Akses Pangan di Masyarakat;

Kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan data dan informasi stok

gabah dan beras di tingkat penggilingan padi secara periodik.

e. Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);

Kegiatan yang dilakukan untuk membangun sistem deteksi dini sebagai

pencegahan terjadinya rawan pangan.

f. Identifikasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Pangan.

Kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya

pangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan

ketersediaan pangan.

2. Penyediaan bahan rumusan kebijakan ketersediaan, akses dan kerawanan

pangan;

a. Kajian Responsif dan Antisipatif Kebijakan Ketahanan Pangan;

Kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan informasi dan analisis

secara komprehensif terhadap isu aktual ketersediaan, akses dan

kerawanan pangan untuk rekomendasi penyusunan kebijakan dan

program yang tepat dan sesuai untuk peningkatan ketersediaan, akses

dan penanganan kerawanan pangan.

b. Pemantauan Ketersediaan, Akses, dan Kerawanan Pangan;

Kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis

secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan

program peningkatan ketersediaan pangan, akses pangan dan

penanganan kerawanan pangan, antara lain melalui sinkronisasi sub

sektor dan lintas sektor, analisis potensi sumber daya pangan, analisis

situasi akses pangan, monitoring stok di penggilingan, penyebarluasan

informasi ketersediaan, akses dan pangan.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 29

3. Pengembangan desa dan kawasan mandiri pangan;

Kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa serta kawasan rawan pangan,

khususnya di wilayah kepulauan dan perbatasan, untuk mewujudkan

ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan

kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan

koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan.

Model kawasan mandiri pangan merupakan pengembangan kegiatan desa

mandiri pangan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

4. Pengembangan model pemberdayaan masyarakat/smallholder livelihood

development (SOLID). Kegiatan Solid ini akan berakhir pada akhir tahun

2018.

a. Pemberdayaan Petani Kecil dan Gender;

Kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya membenahi dan memperkuat

peran anggota melalui kelembagaan kelompok mandiri (KM) yang

berfungsi sebagai wadah organisasi masyarakat yang menjembatani

peningkatan akses anggotanya dalam meningkatkan taraf hidupnya.

b. Dukungan Produksi Pertanian dan Pemasaran;

Kegiatan yang mendukung kegiatan produksi dan pemasaran, diberikan

untuk memacu peningkatan hasil produksi, penanganan pasca panen

dan pengolahan hasil pertanian, baik usaha pangan, hortikultura maupun

perkebunan. Fasilitasi kegiatan produksi dan pemasaran diharapkan

mendorong terjadinya peningkatan nilai tambah usaha anggota KM

dalam melakukan usaha mandiri dengan membangun kerjasama antar

anggota KM, baik usaha produksi, penanganan pasca panen maupun

pengolahan hasil.

c. Pengembangan Rantai Nilai Tanaman Perkebunan;

Kegiatan pengembangan rantai nilai didasarkan atas studi kelayakan

komoditas perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam

skala luas untuk peningkatan pendapatan dan orientasi ekspor. Kegiatan

ini memfasilitasi anggota KM dengan pilihan usaha komoditas unggulan

yang dapat diorganisasikan secara massal dan berskala ekonomi dengan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 30

berbagai kegiatan pelatihan, pendampingan, penyediaan sarana dan

prasarana atau peralatan yang dibutuhkan, temu usaha dan promosi

serta pembangunan kemitraan atau jejaring pemasaran.

d. Dukungan Manajemen dan Administrasi SOLID

Kegiatan yang mendukung peningkatan kapasitas kinerja pelaksanaan

kegiatan SOLID di pusat, provinsi dan kabupaten, yang diselenggarakan

dengan mengikuti berbagai kegiatan pelatihan/workshop, pertemuan

konsolidasi periodik di pusat, provinsi dan kabupaten sesuai keahlian

bidang yang menjadi tanggungjawabnya masing-masing, serta kinerja

bagi staf pelaksana untuk mendorong perbaikan kinerja masing-masing.

Disamping kegiatan diatas, kegiatan yang mendukung tercapainya

sasaran adalah peningkatan kapasitas aparat, yaitu rangkaian kegiatan untuk

meningkatkan kemampuan aparat dalam metode pengumpulan, pengolahan,

dan analisis data serta evaluasi kegiatan dalam pelaksanaan pemantauan

produksi, penanggulangan rawan pangan, pengembangan akses pangan bagi

aparat di daerah dan pusat.

3.3.3. Indikator Kinerja

Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan Pusat Ketersediaaan dan Kerawanan

Pangan tahun 2015-2019 adalah rasio ketersediaan terhadap kebutuhan

komoditas pangan strategis nasional mencapai 100%.

Indikator Kinerja Aktifitas meliputi: (1) Rasio ketersediaan terhadap

kebutuhan komoditas pangan strategis nasional mencapai 100%; (2) Indeks

keterjangkauan fisik dan ekonomi mencapai 4; dan (3) Penurunan jumlah

penduduk rentan rawan pangan 1%.

3.4. Pembiayaan

Program dan kegiatan pengembangan ketersediaan dan penanganan

kerawanan pangan 2015-2019 dibiayai oleh APBN. Sumber pendanaan tidak

hanya berasal dari APBN, namun juga didukung oleh sumber pendanaan

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 31

lainnya, yaitu dari pemerintah daerah melalui APBD provinsi/kabupaten/kota,

swasta, swadaya masyarakat serta pendanaan dari kerjasama internasional.

Pada tahun 2015 yang merupakan tahun pertama RPJMN 2015-2019

dananya sebesar Rp 17,54 milyar untuk membiayai kegiatan–kegiatan

mencakup pengembangan desa/kawasan mandiri pangan, sistem kewaspadaan

pangan dan gizi, kajian kerawanan pangan, penyusunan peta ketahanan dan

kerentanan pangan serta kajian ketersediaan, akses dan kerawanan pangan.

Selanjutnya target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan

Ketahanan Pangan Masyarakat: Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan

Penanganan Kerawanan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan

Pangan tahun 2015-2019 adalah pada tahun 2016 sebesar Rp 250,06 milyar,

tahun 2017 sebesar Rp 134,83 milyar dan tahun 2018 sebesar Rp 90,34 milyar.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 32

BAB IV

PENUTUP

Rencana strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang ruang lingkup tugas dan

fungsi, landasan kebijakan, output pelaksanaan kegiatan dan permasalahan

yang dihadapi serta rencana kerja untuk mewujudkan visi dan misi yang akan

dicapai. Renstra ini merupakan acuan dalam melaksanakan koordinasi dan

sinkronisasi program dan kegiatan yang relevan baik dalam lingkup lembaga

pemerintah maupun masyarakat.

Disamping itu Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

bertujuan untuk memberikan acuan dan pegangan bagi seluruh karyawan

dalam lingkup Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam melaksanakan

tugasnya. Semoga Renstra ini dapat diimplementasikan dan menghasilkan

kinerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Implementasi Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Pangan tahun 2015-2019 pada tahapan perencanaan kegiatan tahunan, masih

dimungkinkan mengalami perbaikan dan penyempurnaan karena terjadinya

perubahan kebijakan, permasalahan, dan hasil evaluasi dalam pelaksanaan

program pembangunan ketahanan pangan.

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 33

LAMPIRAN

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 34

Lampiran 1.

SASARAN KEGIATAN (SK) DAN INDIKATOR KINERJA SASARAN KEGIATAN (IKSK)

KODE SK

IKSK/IKA Target PENANGGUNG JAWAB

IKSK/IKA

METODE CASCADING

2018 2019

SK1 1 Rasio ketersediaan terhadap kebutuhan komoditas pangan strategis nasional

100% 100% Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

A Rasio ketersediaan terhadap kebutuhan komoditas pangan strategis nasional

100% 100% Bidang Ketersediaan Pangan

Adopsi Langsung

B Indeks keterjangkauan fisik dan ekonomi

4 4 Bidang Akses Pangan

Buat Baru (mandatory)

C Penurunan jumlah penduduk rentan rawan pangan

1% 1% Bidang Kerawanan Pangan

Buat Baru (mandatory)

Keterangan: Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK) dan Indikator Kinerja

Aktivitas (IKA) merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) setelah revisi

Rencana Strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019 (Revisi III) 35

Lampiran 2.

INDIKATOR KINERJA AKTIVITAS (IKA)

IKA Target PENANGGUNG JAWAB IKA

METODE CASCADING

2018 2019

1 Rasio ketersediaan terhadap kebutuhan komoditas pangan strategis nasional

100% 100% Bidang Ketersediaan Pangan

Buat Baru (mandatory)

A Rasio hasil analisis ketersediaan pangan yang dimanfaatkan terhadap total hasil analisis ketersediaan pangan yang dihasilkan

100% 100% Subbidang Analisis Ketersediaan Pangan

B Rasio produksi terhadap kebutuhan komoditas pertanian strategis nasional

92.9% 94.5% Subbidang Sumber Daya Pangan

2 Indeks keterjangkauan fisik dan ekonomi

4 4 Bidang Akses Pangan

A Rasio hasil analisis akses pangan yang dimanfaatkan terhadap total hasil analisis akses pangan yang dihasilkan

100 100 Subbidang Analisis Akses Pangan

Buat Baru (mandatory)

B Indeks keterjangkauan fisik dan ekonomi

4 4 Subbidang Pengembangan Akses Pangan

Adopsi Langsung

3 Penurunan jumlah penduduk rentan rawan pangan

1 1 Bidang Kerawanan Pangan

A Rasio rekomendasi yang dimanfaatkan terhadap total rekomendasi yang dihasilkan terkait pencegahan dan kesiapsiagaan kerawanan pangan

100 100 Subbidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Kerawanan Pangan

Buat Baru (mandatory)

B Penurunan jumlah penduduk rentan rawan pangan

1 1 Subbidang Mitigasi Kerawanan Pangan

Adopsi Langsung