rencana strategis badan pengkajian kebijakan …bppi.kemenperin.go.id/uploads/files/dokumen/renstra...

72
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015-2019 BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI 2014

Upload: vudat

Post on 30-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

TAHUN 2015-2019

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI 2014

LAMPIRAN KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

Nomor : 565/BPKIMI/KEP/12/2014

Tanggal : 31 Desember 2014

RENCANA STRATEGIS

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum

B. Potensi dan Permasalahan

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI

A. Visi

B. Misi

C. Tujuan

D. Sasaran Strategis

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian

B. Arah Kebijakan dan Strategi BPKIMI

C. Kerangka Regulasi

D. Kerangka Kelembagaan

BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

A. Target Kinerja

B. Kerangka Pendanaan

BAB IV PENUTUP

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI NOMOR : 565/BPKMI/KEP/12/2014

T E N T A N G RENCANA STRATEGIS

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan

Menteri Perindustrian Nomor 150/M-IND/PER/12/2011 tentang

Pedoman Penyusunan Dokumen Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perindustrian, perlu

menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan

Iklim dan Mutu Industri Tahun 2015 – 2019;

Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang

Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta

Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian

Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014;

2. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/

PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Perindustrian;

3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150/M-lND/

PER/12/2011 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen

Akntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan

Kementerian Perindustrian;

M E M U T U S K A N

Menetapkan : Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu

Industri Tentang Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan

Iklim Dan Mutu Industri Tahun 2015 - 2019.

Pasal 1

1) Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu

Industri Tahun 2015 – 2019 yang selanjutnya disebut Renstra

BPKIMI merupakan dokumen perencanaan BPKIMI untuk

periode 5 (lima) tahun terhitung mulai Tahun 2015 sampai

dengan Tahun 2019;

2) Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak

terpisahkan dari peraturan Kepala Badan ini.

Pasal 2

Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 berisi visi, misi, tujuan,

sasaran strategis, arah kebijakan, strategi, kerangka regulasi,

kerangka kelembagaan, program, kegiatan, indikator kinerja,

target kinerja dan pendanaan yang disusun berdasarkan

Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2015-2019.

Pasal 3

Peraturan Kepala BPKIMI ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal : 31 Desember 2014

Kepala BPKIMI,

Arryanto Sagala

Tembusan :

1. Para Kepala Satker di Lingkungan BPKIMI;

2. Para Kepala Bagian di Lingkungan Sekretariat BPKIMI;

3. Pertinggal.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Kata Pengantar i

KATA PENGANTAR

Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu Industri

(BPKIMI) tahun 2015-2019 disusun untuk memenuhi amanat Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dimana Pimpinan Kementerian/Lembaga

diamanatkan untuk menyiapkan rancangan rencana strategis Kementerian/Lembaga

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Arah kebijakan di dalam Renstra BPKIMI mengacu pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian,

RPJMN tahun 2015 – 2019, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun

2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan fokus pada peningkatan nilai tambah di

dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri yang berkelanjutan, serta

peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional.

Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaan dan terwujudnya pencapaian

Renstra BPKIMI 2015-2019 maka akan dilakukan evaluasi terhadap Renstra BPKIMI setiap

tahun dengan memperhatikan kebutuhan serta perubahan lingkungan strategis. Bila

diperlukan, Renstra BPKIMI akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku

tanpa mengubah visi dan misi BPKIMI periode 2015-2019.

Renstra BPKIMI 2015-2019 diharapkan mampu meningkatkan keterpaduan,

keteraturan, keterkendalian serta menjadi pedoman dalam perencanaan program dan

kegiatan di seluruh Satuan kerja di lingkungan BPKIMI dalam rangka mencapai kinerja

yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit

kerja di lingkungan BPKIMI.

Jakarta, 31 Desember 2014

Kepala BPKIMI,

Arryanto Sagala

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Daftar Isi ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v

Bab I. Pendahuluan ................................................................................................ 1

I.1 KONDISI UMUM .................................................................................. 1

A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

2010 – 2014 ....................................................................................... 3

B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU

INDUSTRI TAHUN 2010 – 2014 ............................................................... 6

I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN .......................................................... 19

A. Potensi ........................................................................................... 20

B. Permasalahan .................................................................................. 26

BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI ................................................................ 36

II.1 VISI BPKIMI ...................................................................................... 36

II.2 MISI BPKIMI ...................................................................................... 36

II.3 TUJUAN BPKIMI ................................................................................ 37

II.4 SASARAN STRATEGIS BPKIMI .............................................................. 38

A. PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN .............................................. 38

B. PERSPEKTIF PROSES INTERNAL ......................................................... 38

C. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI ........................................... 39

BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA

KELEMBAGAAN .................................................................................................. 44

III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ........... 44

A. INDUSTRI PRIORITAS ........................................................................ 44

B. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI ........................................... 44

C. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI .......................... 46

III.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPKIMI .............................................. 48

III.3 KERANGKA REGULASI ....................................................................... 49

III.4 KERANGKA KELEMBAGAAN ................................................................ 51

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Daftar Isi iii

A. STRUKTUR ORGANISASI BPKIMI ......................................................... 51

BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ..................................... 55

IV.1 TARGET KINERJA .............................................................................. 55

IV.2 KERANGKA PENDANAAN ................................................................... 57

BAB V. PENUTUP ................................................................................................ 58

LAMPIRAN .......................................................................................................... 61

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Daftar Tabel iv

DAFTAR TABEL

Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi

Industri Tahun 2010 - 2014 ........................................................................................ 4

Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi

Industri Tahun 2010 - 2014 ........................................................................................ 7

Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014 ...... 8

Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 -

2014 ..................................................................................................................... 9

Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan

Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014 ..................................................................... 12

Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014 ......... 15

Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau ................ 17

Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar ....................................................................... 21

Tabel I-9 Fokus Baristand Industri ........................................................................... 21

Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI ............................................................................... 22

Tabel I-11 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia .................................. 24

Tabel II-2 Sasaran Strategis Dan Kinerja Sasaran Strategis BPKIMI 2015 – 2019 .................... 41

Tabel III-1 Sasaran Penambahan Kebutuhan Standardisasi Industri ............................... 46

Tabel III-2 Sasaran Pengembangan Industri Hijau Tahun 2015 - 2019 ................................. 47

Tabel III-3 Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Perindustrian ..................................... 50

Tabel III-4 Matriks Kerangka Regulasi ......................................................................... 53

Tabel IV-1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi,

dan Industri Hijau ................................................................................................. 55

Tabel IV-2 Kebutuhan Pendanaan BPKIMI Tahun 2015 – 2019 ....................................... 57

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Daftar Gambar v

DAFTAR GAMBAR

Gambar I-1 Skema Garansi ...................................................................................... 32

Gambar I-2 Skema Penjaminan................................................................................. 32

Gambar II-1 Peta Strategis Tahun 2015 – 2019 .............................................................. 40

Gambar III-1 Bagan Struktur Organisasi ...................................................................... 53

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 1

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 KONDISI UMUM

Pembangunan Indonesia saat ini diarahkan untuk mewujudkan Trisakti, yakni berdaulat

dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Trisakti menjadi basis dalam pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional

masa depan yang dirumuskan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas atau Nawa Cita. Kementerian

Perindustrian dalam menjalankan tupoksinya harus dapat menjabarkan agenda prioritas

mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi

domestik pada program-program nyata untuk mencapai kemandirian dalam perekonomian

diwujudkan dalam pembangunan demokrasi ekonomi dan peningkatan daya saing.

Dalam Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 pun telah ditetapkan bahwa visi pembangunan

nasional adalah untuk mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur.

Di dalamnya disebutkan bahwa struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor

industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas,

kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan

berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif yang menerapkan praktik terbaik dan

ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pembangunan industri

diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan

berkeadilan.

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan RPJPN tersebut di atas, maka pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 ditetapkan visi

pembangunan industri nasional yaitu Memantapkan Daya Saing Basis Industri Manufaktur yang

Berkelanjutan serta Terbangunnya Pilar Industri Andalan Masa Depan dengan fokus prioritas

pembangunan industri pada 3 (tiga) hal sebagai berikut:

1) Fokus Prioritas Penumbuhan Populasi Usaha Industri dengan hasil peningkatan jumlah

populasi usaha industri dengan postur yang lebih sehat;

2) Fokus Prioritas Penguatan Struktur Industri dengan hasil yang diharapkan adalah semakin

terintegrasinya IKM dalam gugus (cluster) industri, tumbuh dan berkembangnya gugus

(cluster) industri demi penguatan daya saing di pasar global;

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 2

3) Fokus Prioritas Peningkatan Produktivitas Usaha Industri dengan hasil yang diharapkan dari

pelaksanaan fokus ini adalah meningkatnya nilai tambah produk melalui penerapan iptek.

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan industri tersebut, BPKIMI telah

melaksanakan serangkaian program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang pada Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian tahun 2010 – 2014. Program Pengkajian Kebijakan,

Iklim dan Mutu Industri yang telah dilaksanakan BPKIMI selama periode tahun 2010 – 2014 terdiri

dari kegiatan sebagai berikut:

1) Kegiatan Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri yang dilaksanakan melalui

kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Standardisasi Industri; (ii) Penerapan standardisasi dan

peningkatan mutu produk industri.

2) Kegiatan Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri yang dilaksanakan melalui

kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Iklim Usaha Industri; (ii) Peningkatan Investasi Industri;

(ii) Pemodelan dan analisis industri; (iv) Terbangunnya sistem informasi industri yang

terintegrasi dan handal.

3) Kegiatan Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan melalui

kegiatan-kegiatan: : (i) Penyusunan kebijakan, pedoman, standar dan sistem informasi

industri hijau; (ii) Pelaksanaan pilot project pengembangan energi baru terbarukan (EBT),

pelatihan teknik produksi bersih dan konservasi energi sektor industri.

4) Kegiatan Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual yang dilaksanakan melalui

kegiatan-kegiatan: (i) Pengembangan dan penerapan kebijakan teknologi; (ii)

Meningkatkan kesipterapan hasil litbang; dan (iii) Peningkatan Peran Pusat Manajemen

HKI; (iv) Pembinaan dan Penerapan HKI

5) Kegiatan Penyusunan dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim, dan Mutu Industri yang

dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan sarana dan prasarana

kelembagaan litbang; dan (ii) Penyediaan sistem informasi kelitbangan; (iii) Peningkatan

tertib administrasi dan pengeloaan keuangan; (iv) Perencanaan program/kegiatan,

monitoring, evaluasi, dan pelaporan; (v) Peningkatan kerja sama teknis dalam dan luar

negeri.

6) Kegiatan Pelayanan Teknis Sertifikasi Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-

kegiatan: (i) Pelayanan jasa pelayanan teknis; (ii) Peningkatan kerja sama dengan dunia

usaha

7) Penelitian dan Pengembangan Teknologi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:

(i) Peningkatan hasil litbang yang berkualitas; (ii) Peningkatan jumlah kerja sama litbang.

8) Riset dan Standardisasi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan hasil

litbang yang berkualitas; (ii) Peningkatan jumlah kerja sama litbang.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 3

Program dan kegiatan tersebut di atas merupakan penjabaran dari program prioritas

BPKIMI, kontrak kinerja Kepala BPKMI, dan program prioritas Kementerian Perindustrian. Untuk

mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan program dan kegiatan, di dalam Renstra

Kementerian Perindustrian juga telah ditetapkan sasaran-sasaran strategis beserta indikator

kinerja utama (IKU) yang bersifat kuantitatif dari masing-masing sasaran strategis.

A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010

– 2014

Berdasarkan RPJMN tahun 2010 – 2014, Kementerian Perindustrian mendapatkan

tugas untuk melaksanakan program-program prioritas nasional sebagai berikut:

1) Prioritas Nasional (PN) 5 yaitu bidang Ketahanan Pangan melalui Program Revitalasi

Industri Pupuk dan Industri Gula;

2) Prioritas Nasional (PN) 7 yaitu bidang Iklim Investasi dan Iklim Usaha melalui Program

Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);

3) Prioritas Nasional (PN) 8 yaitu bidang Energi melalui Program Pengembangan Klaster

Industri Berbasis Migas, Kondensat;

4) Prioritas Nasional (PN) 13 yaitu bidang Perekonomian Lainnya melalui Program

Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, oleochemical.

Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor

41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian

Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian sebagaimana yang telah diubah

oleh Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 114/M-IND/PER/12/2013

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/3/2010

tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit

Eselon I Kementerian Perindustrian, dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian

tahun 2010 – 2014 telah ditetapkan 7(tujuh) sasaran strategis dalam perspektif pemangku

kepentingan (stakeholders) adalah :

1. Nilai Tambah Industri

2. Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri

3. Meningkatnya Produktivitas SDM Industri

4. Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri

5. Kuat, Lengkap, dan Dalamnya Struktur Industri

6. Tersebarnya Pembangunan Industri

7. Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 4

BPKIMI mendapatkan tugas untuk melaksanakan sasaran strategis pada Tingginya

Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri. Inovasi dimaksud adalah

kreativitas untuk menciptakan produk baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan

teknologi terapan, dan penelitian dari berbagai sektor lainnya. Indikator Kinerja Utama

(IKU) dari sasaran strategis ini adalah sebagai berikut:

1) Jumlah hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang siap diterapkan, diukur melalui

penghitungan jumlah hasil penelitian dan pengembangan (khusus yang dikerjakan oleh

Balai Besar dan Baristand Industri).

2) Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan, diukur melalui penghitungan jumlah

teknologi sebagai hasil penelitian yang sudah diterapkan dan dimanfaatkan industri atau

IKM dan telah masuk dalam skala pabrik/manufaktur.

Adapun target dan capaian BPKIMI dalam kurun waktu 2010-2014 adalah :

Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi industri

Jumlah hasil litbang yang siap diterapkan

Hasil litbang

200 157 168 186 194 200 87 96 30 49

Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan

Hasil litbang

50 50 50 25 32 33 45 42 10 37

Pada pencapaian jumlah hasil litbang yang siap diterapkan periode tahun 2010 – 2012

mengalami peningkatan realisasi, namun pada tahun 2013-2014 menunjukan penurunan

bila dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun demikian, bila di lihat pada tahun 2010

tidak tercapainya target pada pada tahun tersebut dikarenakan terbatasnya sarana

prasarana, kurang tenaga fungsional peneliti muda, dan apabila merujuk pada Permenperin

Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU)

Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian yaitu target jumlah

Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri Terapan Inovatif sebesar 250

penelitian adalah merupakan jumlah hasil penelitian BPKIMI dan Direktorat Jenderal

lainnya. Sehingga pada tahun 2012, atas hal tersebut target untuk IKU ini diturunkan dan

mampu mencapai target yang diharapkan. Sedangkan untuk tahun 2013, berhubung

terbatasnya alokasi anggaran untuk penelitian di balai litbang Kementerian Perindustrian,

maka terjadi penurunan target kembali. Meskipun anggaran kurang namun jumlah hasil

penelitian mampu melampaui target yang diharapkan.

Penurunan jumlah litbang yang siap diterapkan pada tahun 2013-2014 ini karena

adanya perbedaan penetapan kriteria penelitian yang dianggap siap diterapkan, ketika

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 5

dalam penyusunan Renstra penelitian yang siap diterapkan adalah seluruh penelitian yang

dilaksanakan pada saat tahun anggaran berjalan, namun pada tahun 2013-2014 agar lebih

berorientasi outcome maka yang dimaksudkan dengan Hasil Litbang yang Siap Diterapkan

adalah hasil litbang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, telah diuji coba, diakui oleh pihak

eksternal, ada hasil nyata yang dapat dilihat pada waktu didiseminasikan. Dengan

bertambahnya kriteria penelitian hasil litbang yang siap diterapkan menyebabkan

meningkatnya litbang dari segi kualitas, namun menurunnya jumlahnya secara kuantitas.

Sedangkan untuk jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan 2010 – 2014,

pada periode tahun 2010-2011 terdapat penurunan realisasi hasil litbang yang telah

diimplementasikan, namun dalam periode 2011 – 2013 terjadi peningkatan jumlah realisasi

meskipun target tidak terpenuhi, kecuali di tahun 2012 dan tahun 2014 mengalami

penurunan kembali. Beberapa faktor yang mendorong capaian hasil litbang yang

diimplementasikan, adalah:

1. Beberapa hasil litbang kualitasnya sudah meningkat sesuai dengan kebutuhan industri,

sehingga industri/perusahaan tertarik untuk mengaplikasikan litbang tersebut. Untuk

lebih meningkatkan kualitas litbang diperlukan dukungan sarana yang memadai;

2. Hasil litbang yang diciptakan sudah mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat

dikomersialisasikan;

3. Beberapa hasil litbang masih memerlukan penelitian pengembangan, analisa kelayakan

industri, dan kajian teknis bagaimana proses produksi secara massal dilaksanakan di

pabrik/perusahaan pendukung;

4. Beberapa hasil litbang telah membuat MoU dalam proses pengembangan penelitian ke

tahap berikutnya.

Upaya pengembangan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri tidak

lepas dari upaya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan dukungan sarana

prasarana litbang. Tatangan yang dihadapi dalam mengembangkan tingginya kemampuan

inovasi dan penguasaan teknologi industri adalah :

- Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana, dan prasarana litbang);

- Masih terbatasnya pemanfaatan hasil litbang di lingkungan masyarakat industri, bila

dibandingkan jumlah litbang yang potensial untuk diterapkan. Hal ini antara lain

disebabkan oleh banyak pelaku industri yang masih sangat tergantung dengan teknologi

dari luar negeri; masih terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi,

dan pelayanan litbang teknologi; serta hasil litbang belum dapat menjawab kebutuhan

industri dalam menyelesaikan permasalahan yang ada;

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 6

- Minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh mayarakat industri karena

umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba, sehingga menyebabkan

kontribusi litbang terhadap pembangunan ekonomi masih kurang;

- Masih terbatasnya dukungan peralatan laboratorium dari segi kapasitas dan usia

peralatan yang rata-rata relatif sudah tua atau rusak. Sementara itu, dalam beberapa

kasus terdapat bantuan peralatan baru namun terhambat pada kemampuan operasional

teknis atau daya listrik pada satker tertentu;

- Masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker

BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;

- Terbatasnya penyediaan anggaran Litbang karena untuk menyelesaikan

program/kegiatan prioritas lainnya.

Tindak lanjut yang dilakukan untuk pengembangan kemampuan inovasi dan

penguasaan teknologi industri antara lain : lebih realistis dalam penentuan target hasil

teknologi; mempertajam fokus litbang lindustri yang berorientasi pada pemetaan

kebutuhan usaha; meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan

memperkuat SDM, kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang; meningkatkan

Komersialisasi Hasil Riset Teknologi; dan meningkatkan kompetensi profesional peneliti.

B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI

TAHUN 2010 – 2014

Selain Program Prioritas pada Program Pengkajian Kebijakan Iklim, Dan Mutu Industri

seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat hasil capaian kinerja yang telah dilaksanakan dari

masing-masing sasaran strategis kegiatan, antara lain sebagai berikut :

1. Berkembangnya Litbang Sektor Industri Di Instansi dan Industri

Indikator kinerja Kerjasama Litbang Instansi dengan Industri peningkatan

kemampuan teknologi oleh dunia industri perlu dilakukan dalam upaya membangun

industri berbasis ilmu pengetahuan (IPTEK) yang berdaya saing dan menghasilkan inovasi

teknologi yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi

terhadap sektor industri. Untuk memperoleh pembelajaran teknologi guna mencari inovasi

baik dalam bentuk produk barang maupun jasa perlu melakukan kerjasama litbang Instansi

dengan industri.

Kerjasama litbang tersebut meliputi kerja sama dengan industri dan akademisi. Bila

dibandingkan dengan capaian kerjasama litbang Instansi dengan industri tahun 2010-2013

mengalami peningkatan, namun pada tahun 2014 mengalami penurunan.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 7

Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Utama Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Berkembangnya R & D sektor industri di instansi dan industri

Kerjasama R & D instansi dengan industri

kerjasama 16 18 16 54 62 81 60 71 50 62

Penurunan pertumbuhan kerja sama industri disebabkan, antara lain :

- kurang terbangunnya jejaring kerja sama litbang dengan pihak terkait, seperti:

Kemenristek, LIPI, Perguruan Tinggi, Litbang Industri,dsb;

- minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat industri karena

umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba;

- dalam penentuan kegiatan litbang belum berorientasi pada kebutuhan pasar/industri;

- hasil litbang belum tersosialisakan dengan baik pada masyarakat/industri;

- kerja sama atau kolaborasi litbang antar lembaga litbang pemerintah, Perguruan

Tinggi, dan Industri relatif masih rendah jika dibandingkan Negara lain;

- masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker

BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;

Langkah-langkah yang telah dilakukan, antara lain :

- perlu ditingkatkannya lagi usulan program dan kegiatan penelitian Balai Besar dan

Baristand Industri agar menghasilkan penelitian yang aplikatif, mempunyai kajian

tekno ekonomi, memiliki potensi untuk mendapat pengakuan HKI, termasuk penelitian

lebih lanjut yang diprakarsai dan dikerjakan secara bersama-sama oleh Balai Besar

Baristand Industri bersama industri/dunia usaha. Diharapkan kerja sama tersebut dapat

menghasilkan teknologi di bidang proses/produk/peralatan yang dibiayai bersama atau

dibiayai oleh dunia usaha yang sifatnya operasional;

- mempertajam fokus litbang industri yang berorientasi pada pemetaan kebutuhan

usaha;

- meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan memperkuat SDM,

kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang;

- meningkatkan networking (jejaring) dengan lembaga/institusi dalam dan luar negeri

serta pelaku industri;

- memperkuat kompetensi inti Balai dan memperkuat peemasaran bersama Balai;

- meningkatkan Komersialisasi Hasil Riset Teknologi;

- meningkatkan kompetensi profesional peneliti.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 8

2. Meningkatnya Efektivitas Kebijakan Iklim Usaha

Impor sektor industri pengolahan nonmigas selama periode tahun 2010 – 2014

mencapai US$ 549,53 miliar, atau 76,31 persen dari total impor nasional yang sebesarUS$

720,1 miliar. Dengan demikian, maka defisit neraca perdagangan sektor industri pengolahan

nonmigas selama tahun 2010 – 2014 mencapai -US$ 51,48 miliar, perkembangan impor

produk industri pengolahan nonmigas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014

US$ Juta

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014* TOTAL

1 Besi Baja, Mesin-Mesin dan Otomotif 43.218,60 52.471,70 62.624,60 54.638,60 20.045,10 232.998,60

2 Elektronika 14.176,20 16.116,60 16.702,50 16.564,50 6.819,60 70.379,40

3 Kimia Dasar 11.431,50 15.413,30 16.077,10 16.387,90 6.959,20 66.269,00

4 Tekstil 5.031,20 6.735,20 6.805,50 7.116,20 3.023,40 28.711,50

5 Makanan dan Minuman 4.514,20 6.851,90 6.158,40 5.801,30 2.376,60 25.702,40

6 Alat-alat listrik 3.142,80 3.769,10 4.190,60 4.124,30 1.498,30 16.725,10

7 Pulp dan Kertas 2.731,80 3.262,60 3.019,90 3.200,60 1.273,90 13.488,80

8 Pupuk 1.509,20 2.707,00 2.918,40 1.941,60 719,4 9.795,60

9 Makanan Ternak 1.871,60 2.220,50 2.799,70 3.044,50 1.159,20 11.095,50

10 Barang-barang kimia lainnya 2.199,30 2.592,30 2.753,60 2.945,70 1.164,60 11.655,50

11 Plastik 0,00 0,00 0,00 0,00 953,6 953,60

12 Pengolahan Tembaga, Timah dll 1.822,10 2.195,10 2.377,40 2.141,40 900,8 9.436,80

13 Pengolahan Aluminium 1.398,20 1.936,60 1.973,10 1.838,90 0,00 7.146,80

TOTAL 12 BESAR INDUSTRI 93.046,70 116.271,90 128.400,80 119.745,50 46.893,70 504.358,60

TOTAL IMPOR INDUSTRI 101.115,40 126.099,50 139.734,10 131.402,90 51.184,90 549.536,80

TOTAL IMPOR NASIONAL 135.663,30 177.435,50 191.670,90 141.101,00 74.241,00 720.111,70

KONTRIBUSI IMPOR IND. NON MIGAS 74,53% 71,07% 72,90% 93,13% 68,94% 76,31%

Sumber : BPS, diolah Kementerian Perindustrian Ket. : * data s.d bulan Mei 2014

Berdasarkan berbagai kondisi makro perekonomian Indonesia diatas, terlihat

terjadinya penurunan kontribusi industri non-migas terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian bisa dikatakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan. Berbagai

masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri maupun yang secara

khusus dihadapi oleh beberapa sektor industri masih perlu dicari solusinya. Dalam rangka

menekan laju impor tersebut pemerintah mendorong pengembangan industri subtitusi

impor dan mempercepat hilirisasi industri berbasis sumber daya alam.

Selain itu, permasalahan yang dihadapi sektor industri terdiri dari permasalahan

internal dan eksternal. Permasalahan internal antara lain, besarnya impor bahan

baku/penolong yang menunjukkan masih lemahnya struktur industri nasional, kemampuan

penguasaan teknologi yang rendah, produktivitas industri yang masih rendah. Sedangkan

permasalahan eksternal adalah terbatasnya infrastruktur, birokrasi yang belum mendukung

dunia bisnis, masalah perburuhan, masalah kepastian hukum, suku bunga perbankan yang

masih tinggi dan kebijakan pemerintah lainnya yang belum mendukung iklim usaha industri.

Faktor lain yang juga sangat menentukan dalam upaya pengembangan industri,

antara lain tersedianya berbagai infrastruktur penunjang dan kebijakan insentif / fasilitas

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 9

pengembangan industri. Fasilitas fiskal dan nonfiskal sangat diperlukan industri untuk

menarik investasi baik investasi baru ataupun perluasan bagi perusahaan Penanaman Modal

Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), meningkatkan daya saing

industri nasional dan memperkuat serta memperdalam struktur industri nasional.

Disamping kriteria tersebut, Fasilitas Nonfiskal dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau

Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Industri yang melakukan kegiatan Industri strategis

dan kegiatan industri hijau.

Saat ini beberapa bentuk insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada industri

dalam negeri adalah: Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); Pengurangan PPh

Badan/Tax Allowance (PP 52/2011); Pembebasan PPh Badan/Tax Holiday (PMK 192/2014 jo

PMK 130/2011); dan Pembebasan tarif bea masuk untuk barang dan bahan dalam rangka

investasi baru dan/atau perluasan (PMK 176/2009 jo PMK 76/2012).

Adapun Sasaran Strategis yang dilaksanakan selama 5(lima) tahun adalah :

Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja Utama

Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Meningkatnya efektifitas kebijakan iklim usaha

Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri

Rekomendasi Kebijakan

30 48 30 48 30 65 30 75 30 35

Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter perkomoditi industri

Rekomendasi Kebijakan

3 3 3 3 1 1 4 5 3 5

a. Indikator Kinerja II.1 :Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi

industri

Dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong

pertumbuhan sektor riil terutama untuk memenuhi penyediaan barang/jasa bagi

kebutuhan/ kepentingan umum telah dilaksanakan berbagai koordinasi dengan

instansi terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat berupa pemberian fasilitas

dalam bentuk insentif fiskal dan nonfiskal. Pemerintah melalui berbagai

Kementerian/lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam

rangka pembentukan kebijakan pendukung iklim usaha nasional, baik berupa Insentif

(insentif fiskal dan nonfiskal), disinsentif, perlindungan industri dalam negeri, maupun

kebijakan lain.

Pada capaian kinerja TA. 2010-2014, sasaran strategis Rekomendasi Kebijakan

Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri capaiannya melampaui dari target yang

telah ditetapkan, hal tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya kebijakan

terkait perpajakan dan tarif pada sektor industri guna menunjang produktivias dan

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 10

kinerja industri nasional, terutama untuk meningkatkan daya saing industri nasional

di tingkat internasional.

Pada tahun 2010, terdapat 48(empat puluh delapan) rekomendasi perpajakan

dan tarif yang dikeluarkan oleh Pusat PKIUI, rekomendasi tersebut melebihi dari

target yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 30 rekomendasi, hal tersebut meliputi

rekomendasi atas tax allowance dan BMDTP. Demikian juga hal serupa juga terjadi

pada tahun 2011. Tahun 2012, terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada

rekomendasi BMDTP. Peningkatan yang cukup signifikan khususnya pada

rekomendasi BMDTP, disebabkan karena terdapat sektor baru yang dimasukan

kedalam kelompok industri yang dapat memanfaatkan fasilitas BMDTP, pada

umumnya produk yang dapat dimasukan kedalam kelompok industri yang dapat

memanfaatkan fasilitas BMDTP adalah sektor industri yang menghasilkan bahan

baku bagi komoditi lain atau intermediate goods. Sektor industri yang mendapatkan

fasilitas BMDTP antara lain : industri komponen kendaraan bermotor, elektronika,

perkapalan, alat besar, turbin, pembuatan alat tulis, serat optik, pembuatan karpet,

smart card, tinta toner, resin sintetis, kemasan plastik, dan alat besar.

Untuk meningkatkan minat investor baru agar berinvestasi di Indonesia pada 5

(lima)sektor industri pionir maka diterbitkanlah PMK 130/2011 yang ditetapkan pada

15 Agustus 2011 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak

pengasilan badan atau yang biasa disebut dengan fasilitas tax holiday. Dengan adanya

fasilitas tersebut turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah rekomendasi

kebijakan yang terjadi pada tahun 2012. Pada tahun 2012 terdapat 2(dua) perusahaan

yang mendapatkan fasilitas tersebut, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang

Industri Oleokimia dan Industri Petrokimia (Butadiene). Sedangkan, pada tahun 2014

terdapat tambahan 1(satu) perusahaan yang juga bergerak di bidang Industri

Oleokimia yang mendapatkan fasilitas tax holiday. Sampai dengan akhir tahun 2014

terdapat 11(sebelas) perusahaan yang telah menyampaikan usulannya untuk

mendapatkan fasilitas tax holiday melalui Kementerian Perindustrian, 3(tiga)

perusahaan diantaranya telah diputuskan mendapatkan fasilitas tersebut, 6(enam)

perusahaan telah diusulkan ke Kementerian Keuangan, 1(satu) perusahaan masih

dalam pembahasan internal di Kementerian Perindustrian karena masih ada

beberapa kelengkapan yang belum disampaikan, dan 1(satu) perusahaan disepakati

tidak diteruskan usulannya ke Kementerian Keuangan karena tidak memenuhi

beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK 130/2011.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 11

b. Indikator Kinerja II.2 : Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter per

komoditi industri

Capaian Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter Sektor Industri tahun

2010-2014 pada umumnya telah mencapai target. Pada TA. 2010 -2011 terdapat

3(tiga) rekomendasi yang dihasilkan, sedangkan TA. 2011 terdapat 1(satu)

rekomendasi, TA. 2013 terdapat 5(lima) rekomendasi, dan TA. 2014 5(lima

rekomendasi).

Rekomendasi yang dihasilkan, antara lain yang terkait Pengembangan

Kawasan Industri; supply chain untuk komoditi tertentu; Perencanaan Kebijakan Daya

Saing Produk Industri Melalui Penetapan Tarif Bea Masuk; Petunjuk Pelaksana

Pengamanan Objek Vital Nasional Sektor Industri; Rekomendasi kebijakan terkait

implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015; Rancangan Peraturan

Pemerintah (RPP) tentang Bentuk dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Nonfiskal;

Rekomendasi untuk rancangan Perpres; Rekomendasi untuk diterbitkannya

Peraturan Menteri; Rekomendasi Kebijakan untuk Rancangan Undang-undang, dan

rekomendasi lainnya.

3. Meningkatnya penerapan, pengembangan, dan penggunaan Kekayaan Intelektual

Terkait dengan hasil penelitian dan pengembangan (litbang), teknologi litbang

memerlukan perlindungan hukum yang memadai untuk mendapatkan kepastian

perlindungan atas hak kekayaan intelektual pada saat diterapkan di industri. Yang sering

menjadi hambatan untuk memperoleh pengakuan atas HKI antara lain disebabkan belum

cukup pemahaman tentang paten drafting dan pengurusan paten di lingkungan para

peneliti dan perekayasa.

Pencapaian peningkatan inovasi di para peneliti dan perekayasa serta masyarakat

industri masih rendah karena kesadaran industri, lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi di

dalam negeri belum mengetahui dan menyadari tentang konsep HKI yang sebenarnya

memiliki nilai ekonomi bagi para penemu dibidang teknologi (paten). Disamping itu, masih

banyaknya pelanggaran HKI berupa pelanggaran hak cipta dan pemalsuan hasil karya para

peneliti mengakibatkan keinginan para inventor untuk mempatenkan hasil karyanya sangat

rendah.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 12

Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Meningkatnya penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual

Fasilitasi perlindungan HKI Jumlah 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5

Persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani

Persentase 60,00 60,00 65,00 65,00 70,00 66,67 75,00 75,00 80,00 70,00

Hasil litbang yang dipatenkan

Jumlah 5 4 5 0 5 3 5 0 5 5

Adapun indikator kinerja yang terkait dengan memfasilitasi penerapan,

pengembangan, dan penggunaan kekayaan intelektual antara lain :

a. Indikator Kinerja 3.1 : Fasilitasi perlindungan HKI

Realisasi Hasil Litbang yang didaftarkan pada tahun 2011-2014 sesuai target

yang ditetapkan BPKIMI yaitu dari 5 (lima) hasil litbang setiap tahunnya. Bentuk

bimbingan dan penerapan HKI pada litbang Balai Besar dan Baristand Industri dilakukan

melalui fasilitasi untuk pendaftaran paten kepada Balai Besar dan Baristand.

Hanya tahun 2010 yang realisasi tidak optimal, yaitu 4 (empat) hasil litbang yang

telah mengajukan permohonan Paten dari 5 (lima) yang ditargetkan.

Kendala yang dialami untuk meningkatkan pendaftaran paten adalah masih

terbatas pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya perlindungan produk HKI di

Balai Besar dan Baristand Industri, minimnya pengetahuan inventor terhadap penulisan

deskripsi aplikasi paten oleh karena itu dengan diadakannya Pelatihan Patent Drafting

diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan deskripsi paten meningkat.

Untuk Tahun Anggaran 2011-2014, BPKIMI tetap akan memfasilitasi 5(lima) hasil litbang

yang berpotensi untuk diajukan menjadi permohonan paten.

b. Indikator Kinerja 3.2 : Persentase Pengaduan Pelanggaran HKI yang Dapat Ditangani

TA. 2010-2011 dan 2013 realisasi mencapai target, namun pada TA.2012 dan

2014 persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani tidak mencapai target.

Kegiatan ini meliputi terfasilitasinya proses penerapan, pengembangan, dan penggunaan

kekayaan intelektual dengan indikator persentase pengaduan pelanggaran HKI yang

tertangani berdasarkan pengumpulan data dari Biro Hukum dan Kerjasama maupun

Direktorat Teknis yang berkaitan langsung dengan industri binaannya.

Pada umumnya, pengaduan pelanggaran HKI banyak terdapat pada Industri

besar dimana produk mereka diduplikasi dan diproduksi oleh industri- industri kecil tanpa

ijin, dengan harapan melalui produk palsu yang dijual tersebut dapat meningkatkan

pendapatan.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 13

Kendala yang dialami untuk dapat merealisasikan indikator ini adalah

Kemenperin dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitasi/advokasi sedangkan

kewenangan berada pada instansi lain, seperti: Ditjen HKI, Pengadilan, Polri. Sedangkan,

koordinasi penyelesaian permasalahan dengan pihak terkait mengalami banyak

hambatan mengingat banyak kasus yang terjadi di seluruh sektor yang harus diselesaikan.

c. Indikator Kinerja 3.3 : Hasil litbang yang dipatenkan

Salah satu indikator dalam mengukur daya saing suatu bangsa menurut World

Competitiveness Report (WCG) adalah inovasi. Dalam bidang inovasi menurut WCG, pada

tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 134 negara. Berdasarkan data

tahun 2010 dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan

HAM, menunjukkan share inventor dalam negeri untuk jumlah aplikasi hak kekayaan

intelektual dalam bidang teknologi, hanya 13,5% (untuk paten) dan 26% (untuk desain

industri), sedangkan secara Negara menurut World Intellectual Property Organization

(WIPO) tahun 2010, share Indonesia dalam jumlah paten di dunia hanya sebesar 0,01%,

kalah dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 0,22% atau bahkan China yang

mencapai 7,28%.

Sudah selayaknya lembaga litbang dan pendidikan di lingkungan Kementerian

Perindustrian melalui para peneliti/inventor berkontribusi besar dan nyata melalui aplikasi

teknologi yang dapat memberi solusi pada permasalahan bangsa dan masyarakat.

Namun, kenyataannya sebagian dari riset yang selama ini dilakukan pada umumnya belum

berorientasikan paten. Hampir semuanya hanya berujung kepada laporan penelitian tanpa

adanya tindak lanjut. Padahal penemuan produk yang sifatnya potensial akan dapat

diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh industri sehingga dapat diserap oleh pasar.

Kendala Tahun 2010-2014 karena kewenangan penetapan paten adalah

Kemenhunkam dan proses penetapan paten butuh waktu panjang; pengusulan

paten/investor kurang memahami ketentuan usulan paten; beberapa usulan paten tidak

memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.

Menyikapi kondisi tersebut, maka diperlukan strategi dalam mempercepat

inovasi di dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan data informasi paten dari

dalam maupun luar negeri sebagai basis penelusuran data dalam memodifikasi dan

mengembangkan invensi-invensi baru oleh para peneliti atau inventor dalam negeri.

Tindak lanjut untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan diadakannya

Pelatihan Patent Drafting yang diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan

deskripsi paten meningkat.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 14

4. Meningkatnya Peran Standardisasi

Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara,

memberlakukan, dan mengawasi standar bidang industri yang dilaksanakan secara tertib

dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Hingga saat ini, SNI bidang

industri memiliki SNI terbanyak dari seluruh SNI secara nasional. Perumusan SNI dilakukan

oleh Komite Teknis/Sub Komite Teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian yang

mencakup berbagai produk/komoditi. Setiap tahun Komite Teknis/Sub Komite Teknis

membuat Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) yang disesuaikan dengan

kebutuhan industri maupun kebutuhan pasar.

Untuk kepentingan keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan dan

tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha yang sehat; peningkatan

daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja industri, maka pemerintah dapat

memberlakukan SNI secara wajib.

Sampai saat ini telah diberlakukan 98(sembilan puluh delapan)SNI bidang industri

secara wajib yang meliputi komoditi agro, makanan, minuman, kimia, logam, tekstil dan

aneka, permesinan, alat transportasi darat, elektronika. Dalam rangka menindaklanjuti

kerjasama perdagangan secara internasional (WTO) maka Indonesia juga harus mengikuti

aturan yang berlaku terkait bidang standardisasi misalnya seperti melakukan notifikasi jika

Indonesia akan memberlakukan SNI secara wajib sesuai dengan mekanisme Technical

Barriers to Trade (TBT) – WTO. Selain itu, dalam kerjasama regional seperti ASEAN, standar

juga telah menjadi perhatian utama dengan dibentuknya ASEAN Consultative Committee on

Standards and Quality (ACCSQ). Dari data yang ada dengan diberlakukannya SNI secara

wajib, dapat dilihat dampak secara ekonomi di mana terjadi penurunan nilai impor terhadap

produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib.

Dalam pelaksanaan regulasi teknis, banyak negara melakukan tehnik-tehnik yang

secara tidak langsung mempersulit pelaku usaha untuk memasukkan produknya ke negara

tersebut. Sebagai contoh, Uni Eropa dengan notified body, setiap produk yang tertuang

dalam regulasi teknis di Uni Eropa harus dilakukan pengujian dan sertifikasi di lembaga yang

terdaftar dalam notified body tersebut. Hal serupa dilakukan pula di US, Jepang, China, India

dan negara lainnya.

Mengingat standar saat ini digunakan sebagai barrier didalam mekanisme

perdagangan, maka untuk mengatasi keberagaman skema sertifikasi, ditetapkanlah ISO

17067:2013 (Conformity Assesment – Fundamentals of Product Certification and Guidelines for

Product Certification Scheme) mengenai skema sertifikasi yang memperkenankan regulator

untuk menyusun skema sertifikasi terkait dengan standar yang ditetapkan menjadi regulasi

teknis.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 15

Dalam pelaksanaan penerapan SNI/ST secara wajib bidang industri, Menteri

Perindustrian menunjuk LPK (LSPro dan Laboratorium Uji) yang diperkenankan untuk

memproses SPPT SNI/ST yang tentunya telah dilakukan evaluasi baik secara administrasi

maupun kompetensi oleh BPPI cq. BPKIMI sesuai prosedur kerja yang telah ditetapkan

melalui Peraturan Ka. BPPI Nomor 422 Tahun 2010 tentang Penunjukan, Pengawasan, dan

Pelaporan Kinerja Lembaga Penilaian Kesesuaian. Skema sertifikasi yang nantinya telah

dirumuskan oleh regulator menjadi bagian dari penilaian kelayakan penunjukan LPK.

Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator

Kinerja Utama Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Meningkatnya Peran Standisasi

Rancangan SNI yang Diusulkan

Jumlah 100 96 100 134 100 106 150 92 100 132

Permen SNI wajib

Jumlah 5 2 5 7 5 43 5 34 5 32

a. Indikator Kinerja 4.1 : Rancangan SNI yang Diusulkan

Selama TA. 2010-2014 jumlah RSNI yang ditargetkan adalah 500 RSNI dan yang

dapat terealisasi sebesar 560(lima ratus enanm puluh) RSNI. Pada tahun 2014 telah

disusun 132 (seratus tiga puluh dua) RSNI untuk kelompok industri : permesinan;

karet; selang karet; pulp; kertas; kendaraan bermotor; tekstil; metoda uji; makanan;

baja; lampu pijar; sel dan baterai sekunder; peralatan listrik. Setiap tahun pada

umumnya realisasi melebihi target, kecuali pada TA. 2010 dan 2013.

Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi adalah proses perumusan SNI

dilakukan oleh Panitia Teknis yang ada di Direktorat, dalam proses tersebut sering

terjadi rapat teknis/rapat konsensus yang menumpuk di akhir tahun, sehingga

mengakibatkan kesulitan dalam pengalokasian sumber daya manusia dan waktu

untuk penyelenggaraan rapat teknis/rapat konsensus yang efektif. Selain itu

rendahnya pastisipasi anggota Panitia Teknis (PT)/Sub Panitia Teknis (SPT) sehingga

tidak memenuhi kuorum yaitu 2/3 dari jumlah semua anggota, hal ini dapat

menyebabkan tidak tercapainya konsensus sehingga rapat konsensus harus diulang

kembali.

b. Indikator Kinerja 4.2 : Permen SNI wajib

Hingga tahun 2014 Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Permenperin

untuk penetapan 98(sembilan puluh delapan) SNI wajib. Indikator Permen SNI wajib

yang dihasilkan dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Perindustrian tentang

Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dalam rangka pemberlakuan dan

pengawasan SNI secara wajib. Ketika suatu SNI diberlakukan secara wajib, maka

diperlukan LPK yang terdiri dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 16

Laboratorium uji yang cukup dan mampu untuk melakukan kegiatan penilaian

kesesuaian terhadap SNI tersebut.

Selama lima tahun terakhir, jumlah Permen yang ditargetkan sebanyak 25 (dua

puluh lima) Permen dan dapat direalisasikan realisasi sebesar 118(seratus delapan

belas) Permen. Pada tahun 2010, jumlah Permen yang dihasilkan tidak mencapai

target karena terdapat 58(lima puluh delapan) produk industri yang SNI-nya

diberlakukan secara wajib disatukan menjadi 1 Permen Penunjukan LPK yaitu

Permenperin nomor 109/M-IND/PER/10/2010 tentang Penunjukan LPK dalam rangka

Pemberlakuan dan Pengawasan SNI atas 58(lima puluh delapan) produk industri

secara wajib. Pada tahun berikutnya, terjadi perubahan indikator, Permen yang

dihasilkan merupakan representasi dari setiap SNI produk industri secara wajib.

5. Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau

Dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas produksi di Indonesia kurang

memperhatikan efektivitas penggunaan Sumber Daya alam(SDA) sehingga terjadi

degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak

efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Apalagi dengan

kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama SDA yang tidak terbarukan, krisis

energi dan menurunnya daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,

maka tuntutan untuk mendukung beralihnya sektor industri nasional dari Business as Usual

(BAU) menjadi industri yang berwawasan lingkungan telah menjadi isu penting dan mutlak

untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk

yang ramah lingkungan, yaitu melalui pengembangan industri hijau.

Terkait hal tersebut, saat ini Kementerian Perindustrian sedang berupaya

mengembangkan industri hijau. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah dengan

menetapkan industri hijau sebagai salah satu tujuan pembangunan industri sebagaimana

telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Industri Hijau saat ini telah menjadi icon yang harus dipahami dan dilaksanakan

industri nasional. Industri Hijau dapat didefinisikan sebagai industri yang dalam proses

produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya

secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan

kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Secara

umum Industri Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut : menggunakan bahan kimia

yang ramah lingkungan menerapkan Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery pada proses

produksi; menggunakan intensitas energi yang rendah, menggunakan intensitas air yang

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 17

rendah, menggunakan SDM yang kompeten, melakukan minimisasi limbah dan,

menggunakan teknologi rendah karbon.

Capaian Sasaran Strategis kegiatan meningkatkan Pengembangan Industri Hijau,

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau Tahun 2010 - 2014

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Utama Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

T R T R T R T R T R

Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau

Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau

Jumlah

1 1 1 1 1 5 2 4 5 9

Industri yang menerapkan industri hijau

Jumlah

68 68 68 35 35 53 53 74 60 113

a. Indikator Kinerja 5.1 : Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau

Transformasi industri nasional menuju Industri Hijau haruslah ditunjang dengan

pembangunan infrastruktur yang memadai dan juga pemberian fasilitas

pendukungnya. Beberapa infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan antara lain:

Standar Industri Hijau, pedoman terkait industri hijau, insentif, sumber daya manusia,

dan sistem informasi. Sejak tahun 2011, Kemenperin telah menyusun 5 (lima) draft

Standar Industri Hijau yaitu untuk komoditi Ubin Keramik Berglazir, Tekstil (untuk

proses Printing, Dying dan Finishing), Peleburan Billet Baja, Pulp, dan Semen. Pada

tahun 2014, Kemenperin telah menyusun draft awal Standar Industri Hijau untuk

komoditi baterai kering, Lampu Hemat nergi (LHE) dan Susu Bubuk. Untuk

mensertifikasi pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau, perlu dibentuk Lembaga

Sertifikasi Industri Hijau (LSIH). Sebagai kelengkapan perangkat LSIH, Kementerian

Perindustrian telah menyusun Pedoman Umum Pembentukan LSIH, Standar

Kompetensi Auditor Industri Hijau, dan Standard Operation Procedure (SOP)

Sertifikasi Industri Hijau.

Selain merumuskan kebijakan pendukung dan pedoman-pedoman teknis,

Kementerian Perindustrian juga mendukung upaya peningkatan kompetensi Sumber

Daya Manusia di Sektor Industri melalui kegiatan-kegiatan penambahan kapasitas

antara lain seperti Pelatihan tentang Energy Management System ISO 50001 dan

National Expert untuk Industri Pulp & Kertas, Tekstil, Kimia, dan Makanan & Minuman

dan Bimbingan Teknis Pengurangan emisi GRK di Sektor Industri.

Untuk lebih merangsang perusahaan industri dalam menerapkan prinsip

Industri Hijau, Kementerian Perindustrian juga telah menyusun rekomendasi

kebijakan terkait pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal. Kebijakan

pemberian insentif tersebut bersifat multistakeholder dan melibatkan Bank Indonesia,

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 18

Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian

PPN/Bappenas dan stakeholder terkait lainnya.

Pada Indikator ini realisasi Kebijakan yang mendukung pengembangan industri

hijau, antara lain:

1) Standard Industri Hijau (SIH)

SIH merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan dan

penerapan industri hijau. SIH memuat spesifikasi teknis dan manajemen

pengusahaan, seperti efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan baku, bahan

penolong, energi dan air; optimasi kinerja proses produksi; produk yang ramah

lingkungan, dan lain-lain. SIH disusun dan dirumuskan menurut

kelompok/komoditi industri.

2) Lembaga Sertifikasi Industri Hijau

Untuk mendukung penerapan SIH, akan dibentuk LSIH yang bertugas melakukan

pemeriksaan dan penilaian pemenuhan SIH oleh industri. LSIH adalah suatu

lembaga penyelenggara penilai standar industri hijau yang dibentuk oleh

Kementerian Perindustrian yang memiliki organisasi dan pengelolaan secara

mandiri untuk melaksanakan penilaian dan sertifikasi industri hijau. LSIH

merupakan lembaga yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Menteri untuk

melakukan sertifikasi industri hijau.

3) Insentif Industri Hijau

Pemerintah perlu memberikan insentif sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

pelaku industri dalam upayanya menerapkan industri hijau, sehingga perlu

dilakukan identifikasi kebutuhan insentif yang sesuai dengan karakteristik masing-

masing industri, sehingga dapat dirumuskan kebutuhan insentif yang tepat.

Amanat atau ruang bagi pemerintah untuk memberikan insentif bagi

pengembangan industri hijau telah dijabarkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2014

tentang Perindustrian. UU ini menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintahan

Daerah memberikan fasilitas yang diperlukan dalam pembangunan dan

pengembangan industri diantaranya industri yang: (1) menjaga kelestarian

lingkungan hidup; dan (2) mewujudkan industri hijau.

b. Indikator Kinerja 5.2 : Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau

Penghargaan industri hijau merupakan salah satu bentuk insentif nonfiskal dan

sarana awal dalam rangka sosialisasi prinsip-prinsip industri hijau. Aspek-aspek

penilaian yang digunakan dalam Penghargaan Industri Hijau merupakan adopsi dari

ruang lingkup Standar Industri Hijau yang diatur secara legal dan telah dicantumkan

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 19

pula dalam Undang-undang nomor 3 tentang Perindustrian Pasal 79 ayat (2). Standar

Industri Hijau paling sedikit memuat ketentuan mengenai bahan baku, bahan

penolong, dan energi; proses produksi; produk; manajemen pengusahaan; dan

pengelolaan limbah.

Selama lima tahun penyelenggaraannya, terjadi peningkatan jumlah peserta

yang juga diiringi dengan peningkatan jumlah perusahaan dan jumlah sektor industri

yang mendapatkan Penghargaan Industri Hijau. Peningkatan jumlah peserta

menunjukkan bahwa sosialisasi yang telah dilakukan di tingkat daerah berjalan

dengan baik. Peningkatan jumlah penerima penghargaan juga mengindikasikan

bahwa pembinaan yang dilakukan terhadap perusahaan industri telah mampu

mentranformasi pola pikir perusahaan industri dari Business as Usual menjadi Industri

Hijau.

Adapun permasalahan dan kendala yang dialami dalam meningkatkan Industri

yang Menerapkan Industri Hijau, adalah sebagai berikut :

1. Belum tersosialisasi dan dipahaminya konsep Industri Hijau dengan baik oleh

semua unit internal di Kementerian Perindustrian ;

2. Masih terbatasnya sosialisasi yang dilakukan terkait penghargaan industri hijau

dan penyusunan Standar Industri Hijau;

3. Masih terbatasnya jumlah industri yang ikut dalam penganugerahan industri hijau

tahun 2013, terutama untuk industri kecil dan menengah;

4. Beberapa kriteria dan indikator Pedoman Penilaian Penganugerahan

Penghargaan Industri Hijau kurang jelas dan detil, sehingga dapat menyebabkan

Tim Teknis multitafsir dalam menterjemahkannya pada saat penilaian;

5. Penerapan Standar Industri Hijau masih menunggu kelengkapan infrastruktur

pendukung seperti Lembaga Sertifikasi, Auditor Industri Hijau dan kebijakan

terkait lainnya;

6. Terbatasnya anggaran salah satu penyebab lambatnya penyiapan infrastruktur

pendukung untuk penerapan Standar Industri Hijau.

I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN

Berikut ini hasil identifikasi potensi dan permasalahan serta tindak lanjut yang diperlukan

untuk mengatasi permasalahan dan memanfaatkan potensi yang ada dalam rangka mewujudkan

visi BPKIMI tahun 2015 – 2019:

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 20

A. Potensi

1. Kelembagaan

Jika dilihat dari aspek kelembagaan, BPKIMI dapat dikatakan cukup memadai dalam

melaksanakan tupoksi dan pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Aspek

kelembagaan ini menjadi suatu potensi yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan

untuk memperkuat perannya sebagai pusat rujukan kebijakan industri baik secara nasional

maupun internasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.105/M-IND/PER/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim

dan Mutu Industri (BPKIMI) terdiri atas 5 (lima) unit setingkat eselon II di pusat, 11 (sebelas)

Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) yang

tersebar di 15 provinsi di Indonesia.

BPKIMI mempunyai peran yang sangat vital dalam upaya pengembangan industri

nasional, melalui kebijakan-kebijakan pengembangan industri. Hal ini didukung oleh pusat-

pusat yang mencakup semua aspek keindustrian, yaitu :

Pusat Standardisasi berperan dalam perumusan, penyiapan penerapan, pengembangan,

dan kerja sama di bidang standardisasi industri;

Pusat Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri berperan dalam pengkajian dan

perumusan kebijakan iklim usaha industri yang mencakup fasilitas (insentif fiskal dan

nonfiskal), kebijakan-kebijakan sektor industri, juga aspek perpajakan dan tarif;

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup berperan dalam pengkajian dan

perumusan kebijakan terkait industri hijau dan lingkungan hidup;

Pusat Pengkajian Teknologi dan HKI yang berperan dalam pengkajian dan perumusan

terkait teknologi industri dan hak kekayaan intelektual.

Di samping pusat-pusat tersebut, 11 unit Balai Besar dan 11 Balai Riset dan

Standardisasi Industri (Baristand Industri) mempunyai peranan yang penting sebagai unit

pelayanan teknis dan perwakilan Kementerian Perindustrian di daerah. Beberapa Balai

Besar dan Baristand ada yang telah memiliki status Badan Layanan Umum (BLU). Dengan

berstatus BLU, Balai-Balai tersebut dapat secara cepat memberikan pelayanan teknis

kepada masyarakat dan mengelola aset dan keuangannya secara optimal. Masing-masing

unit tersebut memiliki kompetensi masing-masing seperti tercantum pada Tabel 1.8.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 21

Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar

Balai Besar Kompetensi Inti

1. Tekstil (BBT), Bandung Desain Struktur dan Permukaan Tekstil

2. Bahan dan Barang Teknik (B4T), Bandung

Quality Assurance untuk teknologi pengelasan bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer

3. Logam dan Mesin (BBLM), Bandung

Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi dan tooling)

4. Keramik (BBK), Bandung Material Engineering for Electric & Structural Ceramic

5. Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung Bioengineering untuk pulp dan kertas

6. Industri Agro (BBIA), Bogor Komponen aktif bahan alami komoditas agro

7. Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta

Fine Chemical & Degradable Packaging Design

8. Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang

Teknologi terapan untuk pengendalian buangan industri

9. Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta

Desain bahan dan konstruksi sepatu

10. Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta

Desain dan bahan baku baru untuk produk-produk kerajinan dan batik

11. Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar

Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao

Fokus Baristand Industri yang berada di bawah pembinaan BPKIMI dapat

dilihat pada Tabel 1.9.

Tabel I-9 Fokus Baristand Industri

Baristand Fokus

1. Aceh Rempah dan minyak atsiri

2. Medan Mesin dan peralatan pabrik

3. Padang Makanan tradisional

4. Palembang Karet komponen teknis

5. Lampung Tepung industri agro

6. Surabaya Mesin listrik & peralatan listrik

7. Banjarbaru Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu

8. Samarinda Hasil perikanan dan perkebunan

9. Pontianak Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah

10. Manado Teknologi pengolahan palma

11. Ambon Teknologi pengolahan hasil laut

Selain itu, terdapat Lembaga Sertifikasi dan laboratorium yang diakreditasi KAN serta

lembaga diklat sebagai lembaga pendukung dalam pengembangan industri nasional.

Adanya lembaga-lembaga tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas produk

industri dan juga SDM industri.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam rangka mewujudkan industri yang berdaya saing dan inovatif yang berbasis

Riset dan Teknologi, mutlak diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal,

berkualitas dan kompeten sebagai aset strategis. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 22

BPKIMI memiliki 28 unit kerja yang terdiri dari 5 (lima) Unit di Pusat, 11 (sebelas) Balai Besar

dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi dan 1 (satu) Balai Sertifikasi Industri yang

tersebar di berbagai propinsi dengan dukungan SDM berjumlah 2.426 orang pegawai,

dengan rincian sebagai berikut :

Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI

NO UNIT KERJA JUMLAH

I PUSAT

1 Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri 1

2 Sekretariat 60

3 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup 29

4 Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri 28

5 Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual 31

6 Pusat Standardisasi 38

JUMLAH 187

II BALAI BESAR

1 Balai Besar Kimia dan Kemasan 155

2 Balai Besar Industri Agro 163

3 Balai Besar Bahan dan Barang Teknik 157

4 Balai Besar Keramik 122

5 Balai Besar Logam dan Mesin 146

6 Balai Besar Pulp dan Kertas 109

7 Balai Besar Tekstil 119

8 Balai Besar Kerajinan dan Batik 153

9 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik 149

10 Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 118

11 Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 90

JUMLAH 1481

III BARISTAND INDUSTRI

1 Baristand Industri Aceh 62

2 Baristand Industri Medan 101

3 Baristand Industri Padang 54

4 Baristand Industri Palembang 72

5 Baristand Industri Lampung 49

6 Baristand Industri Surabaya 87

7 Baristand Industri Banjarbaru 69

8 Baristand Industri Pontianak 53

9 Baristand Industri Samarinda 52

10 Baristand Industri Manado 72

11 Baristand Industri Ambon 69

JUMLAH 740

1 Balai Sertifikasi Industri 18

TOTAL 2426

Untuk mendukung pelaksanaan litbang yang kreatif dan inovatif memerlukan SDM

yang berpendidikan formal minimal strata dua (S-2). Saat ini SDM litbang industri terdiri dari

711 orang (29,3 %) memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan hanya sebanyak 380 orang

(15,66 %) memiliki tingkat pendidikan formal master atau S-2 dan 32 orang (1,3 %) memiliki

tingkat pendidikan formal doktor atau S-3.

3. Jejaring Kerja

Di bidang litbang, telah dibangun berbagai kerja sama litbang yang melibatkan unsur

Academic, Bussiness, dan Government (ABG). Beberapa di antaranya adalah kerja sama

litbang dengan beberapa perguruan tinggi/institusi litbang baik di lingkungan Kementerian

maupun Non-Kementerian

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 23

4. Tersedianya infrastruktur teknologi yang beragam di berbagai lembaga litbang dan

industri

Secara umum, Infrastruktur teknologi di Indonesia tersebar di berbagai lembaga yang

melakukan kegiatan litbang dan berkaitan dengan mutu serta standardisasi produk, yaitu

lembaga/institusi litbang Kementerian dan Non Kementerian maupun institusi litbang

swasta, perguruan tinggi, serta balitbang daerah. Sebagian besar instrumen penelitian

berada di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Infrastruktur litbang di lingkungan Balai

Litbang Kementerian Perindustrian meliputi:

1) Sarana dan prasarana laboratorium yang mencakup: laboratorium proses,

laboratorium material, laboratorium uji, laboratorium kalibrasi;

2) Sarana dan prasarana perbengkelan dan Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri

(RBPI);

3) Sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, antara lain pilot plant, pusat inovasi,

inkubator teknologi; dan

4) Sarana publikasi, antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi.

5. Ketersediaan SDA yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri

Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang

terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral).

Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal

mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi

dan mengurangi ekspor bahan mentah.

Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia

untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di

dunia), kakao (produsen terbesar ke-dua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di

dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh

di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan.

Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara,

panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri

andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi, dan makanan-minuman.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 24

Tabel I-11 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia

6. Infrastruktur litbang dan Standardisasi BPKIMI

Sarana dan prasarana laboratorium, perbengkelan dan Rancang Bangun dan

Perekayasaan Industri (RBPI); sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, sarana publikasi,

antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi.

Dalam rangka pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai regulasi

teknis, diperlukan kemampuan kesiapan infrastruktur Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)

baik laboratorium uji maupun kemampuan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang

memadai guna mendukung kelancaran pelaksanaan SPPT SNI. Hingga saat ini, LSPro dan

laboratorium uji yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian dalam rangka

pemberlakukan SNI Secara Wajib telah berjumlah 33 LSPro yang terdiri dari 28 LSPro

pemerintah dan 5 LsPro swasta; serta 117 laboratorium uji yang terdiri dari 10 laboratorium

swasta, 24 perusahaan/industri, 29 laboratorium pemerintah, 50 laboratorium luar negeri,

dan 6 laboratorium BUMN.

NO NAMA SDA TAK

TERBARUKAN/ TERBARUKAN

POTENSI

1 Industri Hilir Kelapa Sawit SDA terbarukan • Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia

• Produksi CPO sebesar 20,91 juta ton pada tahun 2009.

2 Industri Hilir Kakao SDA terbarukan • Indonesia merupakan produsen No.2 di Dunia dengan total produksi pada tahun 2009 mencapai 803.000 ton dan diperkirakan pada tahun 2014 Indonesia dengan produksi biji kakao diatas 1 juta ton/Tahun Sentra produksi biji kakao berkembang di

Indonesia seperti Sulawesi dengan luas areal tanaman 857.757 Ha (60,18%), Sumatera

286.121 Ha (20,08%), Kalimantan 47.826 Ha (3,36%), Jawa 82.623 Ha (5,08%),

NTT+NTB+Bali 62.507 Ha (4,39%), Maluku+Papua 86.266 Ha (6,05%).

3 Industri Hilir Karet SDA terbarukan • Produksi karet alam pada tahun 2009 mencapai 2,52 juta ton.

4 Industri Logam Hulu SDA tidak terbarukan

• Produksi bauksit sebesar 15 Juta Mton/tahun (ke-7 di dunia)

• Produksi tembaga sebesar 2,8 juta Mton/tahun (konsentrat)

• Produksi bijih nikel 3,27 juta ton (ke-4 di dunia)

• Produksi bijih besi sebesar 8,6 juta ton • Produksi pasir besi sebesar 1,9 juta ton

5 Industri Rumput Laut SDA terbarukan • Potensi lahan yang tersedia di Indonesia cukup besar yaitu lebih dari 1,38 Juta hektar dan baru termanfaatkan sekitar 222.000 hektar

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 25

7. Adanya program pemerintah yang fokus pada peningkatan kemampuan teknologi

untuk meningkatkan daya saing produk

Industri nasional dituntut agar memiliki daya saing yang cukup tinggi dalam era

persaingan global dewasa ini yang cenderung semakin tajam. Menurut Laporan World

Economic Forum (WEF) Tahun 2013, potret daya saing Indonesia mengalami kenaikan

dibanding tahun 2012 lalu dari posisi 50 menjadi posisi 38 dari 148 negara. Indeks daya saing

menurut WEF tersebut dibentuk oleh 3 unsur utama, yaitu persyaratan dasar (Kelembagaan,

Infrastruktur, Ekonomi Makro, serta Kesehatan dan Pendidikan Dasar), penopang efisiensi

(Pendidikan Tinggi, Efisiensi Pasar, Penerapan Teknologi), faktor inovasi dan kecanggihan.

Sementara peringkat Indonesia untuk aspek kesiapan teknologi, atau technological

readiness (unsur penopang efisiensi) pada tahun 2013, yang merupakan indikator

kemampuan dalam mengadopsi teknologi yang telah ada untuk meningkatkan

produktivitas industri dinilai masih rendah yaitu berada di peringkat 75 walaupun telah

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yang berada pada peringkat 85.

Sedangkan peringkat Indonesia untuk aspek inovasi, atau innovation (faktor inovasi

dan kecanggihan) pada tahun 2013 yang merupakan indikator kemampuan inovasi

teknologi berada pada peringkat 33, meningkat dari peringkat 39 tahun 2012. Hal ini

menunjukkan bahwa pada dasarnya kemampuan inovasi teknologi nasional sudah cukup

berkembang, namun dalam rangka penerapan masih dirasakan kurang. Untuk itu perlu

diupayakan agar lebih memperbanyak sosialisasi berbagai hasil riset yang dilakukan kepada

dunia usaha baik sejak awal penelitian maupun melakukan penelitian bersama yang bersifat

simbiosis mutualistik.

Program peningkatan kemampuan teknologi industri diarahkan untuk

memecahkan permasalahan di sektor industri nasional, yaitu ketertinggalan kemampuan

teknologi. Program dimaksud dilakukan melalui kegiatan pengembangan kemampuan

inovasi khususnya di bidang teknologi industri, yaitu kegiatan penelitian dan

pengembangan teknologi proses maupun teknologi produk, antara lain: design, engineering,

plant construction, and equipment fabrication.

Selain itu, salah satu upaya pemerintah dalam mendukung produk domestik adalah

dengan mengembangkan budaya cinta terhadap produk dalam negeri. Untuk mendukung

upaya tersebut, Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri senantiasa

memberikan dukungan kepada industri dengan tujuan untuk meningkatkan semangat para

pelaku usaha agar selalu berinovasi dan mengembangkan teknologi dalam rangka

meningkatkan mutu produk dan daya saing industri nasional.

Besarnya perhatian Pemerintah di dalam mendorong tumbuhnya inovasi hasil litbang

dalam negeri diantaranya dapat dilihat pada Undang-undang No. 3 Tahun 2014 tentang

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 26

Perindustrian, yaitu bagi perusahaan industri yang memanfaatkan hasil inovasi litbang

dalam negeri (apakah itu hasil temuan dari Perguruan Tinggi, lembaga litbang pemerintah,

ataupun unit litbang industri), secara selektif dengan menggunakan kriteria tertentu akan

diberikan penjaminan risiko. Hal ini merupakan suatu lengkah terobosan yang cukup

strategis, sehingga nantinya kita bisa berharap gap antara tingkat kemampuan

menghasilkan inovasi di Indonesia, yang menurut penilaian World Economic Forum, masih

lebih baik dibandingkan tingkat kesiapan penerapan teknologi, secara bertahap dapat terus

berkurang.

Bentuk dukungan Pemerintah lainnya dalam Pengembangan Teknologi salah satunya

berupa penghargaan Rintisan Teknologi Industri (RINTEK). Pemberian penghargaan

Rintisan Teknologi Industri diberikan kepada perusahaan yang telah menghasilkan invensi

dan inovasi teknologi. Kementerian Perindustrian secara terus menerus mendorong industri

agar terus melakukan upaya pengembangan atau perekayasaan teknologi sehingga

ketergantungan Indonesia pada teknologi impor dapat diminimalkan.

B. Permasalahan

1. Keterbatasan Sumber Daya Litbang

Saat ini, pembiayaan riset dari APBN masih dikisaran 0,08% dari PDB, jauh lebih

rendah dari Malaysia (0,7%), India (0,85%), dan Cina (1,6%). Kecilnya anggaran dalam

pengembangan Iptek mengakibatkan program riset menjadi tidak fokus dan hasil yang

diperoleh kurang konkrit serta sulit untuk diimplementasikan. Perlu upaya untuk

memanfaatkan menggunakan dana alokasi pendidikan yang sekarang ini dikelola oleh

Kementerian Keuangan. Dana ini dapat diusahakan untuk mendukung peningkatan dana

riset pemerintah.

Sebagaimana disadari bahwa untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dan

inovatif yang berbasis Ristek, mutlak diperlukan SDM yang handal, berkualitas, dan

kompeten. Peran strategis SDM yang diharapkan belum dapat dilaksanakan secara optimal

dalam proses peningkatan daya saing industri nasional karena masih terdapat kendala dan

masalah SDM.

Kendala SDM yang dimaksud antara lain kurangnya kuantitas dan kualitas SDM

litbang, kurangnya kompetensi para pejabat struktural dan fungsional dalam penyusunan

konsepsi kebijakan industri, penyusunan perencanaan/program, kerja sama/kemitraan

internal dan eksternal, pengembangan kompetensi lembaga sertifikasi, keterampilan

teknis, serta kemampuan manajerial. SDM yang diharapkan harus memiliki kualitas yang

cukup tinggi dalam arti mampu melaksanakan program pembangunan secara inovatif,

kreatif, serta produktif dengan semangat kerja dan disiplin tinggi serta memiliki

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 27

kemampuan manajerial, kewirausahaan, dan kepemimpinan yang merupakan persyaratan

agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.

Meskipun secara kuantitas SDM di lingkungan BPKIMI cukup banyak SDM litbang

yang sudah memasuki periode usia pensiun (usia diatas 50 tahun) memiliki porsi yang cukup

besar yaitu sebanyak 1.011 orang (41,7 %) sedangkan SDM litbang usia produktif yaitu yang

berusia antara 35-45 tahun sebanyak 438 orang (18 %) dan antara 46-50 tahun sebanyak 266

orang (10.9 %). Selain itu, 1.710 orang (70,5 %) SDM litbang merupakan tenaga fungsional

umum, sedangkan persentasi jumlah tenaga fungsional khusus sebanyak 716 orang (29,5

%) yang diantaranya terdiri dari tenaga fungsional peneliti sebanyak 281 orang (39,24 %)

dan tenaga fungsional perekayasa sebanyak 53 orang (7,4 %). Hal tersebut merupakan

jumlah yang sangat minim untuk institusi litbang seperti BPKIMI.

Disisi lain, prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan kelitbangan terutama di

lingkungan Kementerian Perindustrian masih rendah. Selama kurun 5 (lima) tahun

belakangan ini, pengadaan alat laboratorium uji lebih banyak difokuskan untuk mendukung

kelancaran kegiatan pengujian dalam rangka penerapan SNI wajib, sementara untuk

mendukung kegiatan litbang masih sangat rendah.

2. Kurangnya sinergi program kerja sama litbang

Saat ini belum ada sinergi program kerja sama litbang antara balai-balai industri

dengan perguruan tinggi, dunia usaha, dan lembaga riset dalam menghasilkan produk

litbang yang aplikatif dan terintegrasi. Padahal, pengalaman negara maju menunjukkan

bahwa kekuatan ekonomi merupakan hasil dari kemampuan penguasaan teknologi dan

inovasi. Untuk meningkatkan penguasaan teknologi dan inovasi diperlukan mekanisme

intermediasi Iptek yang bertujuan untuk menjembatani interaksi antara penelitian yang

dilakukan dengan kebutuhan dari Industri sebagai pengguna. Sementara itu, sebagian

besar industri dalam negeri belum memandang bahwa kegiatan kelitbangan merupakan

bagian yang sangat penting/strategis dalam pengembangan usahanya, apalagi investasi

yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan litbang juga cukup besar.

Seringkali masalah yang dihadapi oleh litbang industri tidak dapat ditangani secara

individu oleh litbang industri yang ada. Kerja sama antara Peneliti atau antara Lembaga

Litbang dapat diwujudkan dalam rangka berbagi sumber daya berupa peneliti maupun

fasilitas dan peralatan litbang, atau bahkan dana litbang. Namun dalam kenyataannya,

kegiatan kelitbangan di dalam negeri belum mampu dikoordinasikan dengan baik, sehingga

banyak kegiatan litbang yang dilaksanakan sifatnya mengulang, tetapi hasilnya tidak

maksimal. Kolaborasi antar lembaga litbang Pemerintah dan dunia usaha belum menjadi

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 28

suatu kebutuhan nasional. Yang terjadi selama ini lebih banyak melalui pendekatan

konvensional atau dengan kata lain belum terprogramkan secara nasional.

Kesenjangan-kesenjangan terjadi karena tidak seimbangnya antara sisi penyediaan

dengan sisi penggunaan teknologi, efektivitas mekanisme/saluran transaksi antara

penyedia dan pengguna teknologi, serta permodalan dan mekanisme pengelolaan risiko

sehingga mengakibatkan kurang responsifnya sektor produksi terhadap hasil litbang yang

dihasilkan oleh perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang. Kelemahan-kelemahan tersebut

menghambat interaksi yang efektif antara penyedia dan pengguna teknologi sekaligus juga

mempengaruhi kemampuan penyedia teknologi dalam mengembangkan teknologi yang

relevan dan berkualitas.

Untuk itu sinergi antara peneliti dengan industri ini dibutuhkan dalam bentuk

kerjasama A-B-G (Academic, Bussiness, Government) agar perkembangan teknologi bisa

segera dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat.

3. Kebijakan yang ada belum mendukung penuh pengembangan litbang

Kegiatan Litbang di Indonesia baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun

pemerintah masih relatif kecil. Menurut data dari World Development Indicator (WDI) alokasi

dana litbang di Indonesia hanya sebesar 0,08% dari Gross Domestic Product (GDP). Adapun

alokasi dana litbang dari pihak swasta di Indonesia hanya sebesar 0,02% dari GDP.

Alokasi dana litbang oleh pihak swasta tersebut sebagian besar dikelola secara

mandiri tanpa melibatkan litbang pemerintah atau perguruan tinggi. Pengelolaan mandiri

tersebut tentunya sangat disayangkan karena tidak dapat memberikan pertambahan nilai

bagi kemajuan litbang di Indonesia.

Untuk bisa bersaing di abad teknologi dengan semakin derasnya arus impor produk

barang dan jasa yang berpotensi mengancam kondisi neraca perdagangan dan neraca

pembayaran maka sudah seharusnya dilakukan sinergi antara pihak swasta dan pemerintah

khususnya di bidang litbang. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh litbang yang kuat

tentunya akan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi bagi bangsa Indonesia dibandingkan

hanya mengandalkan ekspor bahan baku mentah serta tenaga kerja murah dengan tingkat

pendidikan yang relatif rendah. Selain itu perlu diperkuat pula oleh instrumen

perlindungan, berupa kebijakan bagi pengembangan, ketahanan maupun daya saing

industri di dalam negeri

Rendahnya belanja litbang dari pihak swasta dibandingkan belanja litbang milik

pemerintah ataupun perguruan tinggi di Indonesia terkait dengan budaya dan sudut

pandang serta kepentingan yang berbeda. Untuk itu perlu ada insentif yang lebih menarik

dari pemerintah bagi pihak swasta sehingga bisa mendorong kegiatan dan belanja litbang.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 29

Selain itu pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit litbang dan peneliti

yang hasil temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri, pun perlu dilakukan.

Pemerintah pun belum mengarahkan kebijakan untuk relokasi unit litbang milik

perusahaan industri PMA melalui skema insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi

industri yang berorientasi ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah

cepat.

4. Minimnya hasil Litbang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha

Hasil litbang dalam bentuk teknologi proses/produk yang diciptakan selama ini belum

mampu memenuhi kebutuhan dunia industri, terutama untuk industri yang membutuhkan

teknologi tinggi dan madya, yang banyak dibutuhkan oleh industri berskala besar dan

menengah. Hal ini disebabkan hasil litbang yang diciptakan masih dalam bentuk prototype

atau uji coba yang pada umumnya belum dapat dikomersialisasikan atau belum mempunyai

nilai ekonomis. Sementara untuk dapat dikomersialisasikan membutuhkan uji coba secara

teknis-ekonomis yang membutuhkan biaya yang cukup besar.

Minimnya pemanfaatan hasil litbang juga disebabkan belum optimalnya mekanisme

intermediasi yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia hasil litbang dengan

kebutuhan pengguna. Hal ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur litbang,

antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil litbang menjadi preskripsi

teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Di samping itu, masalah

tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan

pihak industri, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan industri kecil

menengah berbasis teknologi.

5. Belum berkembangnya budaya Litbang Industri di kalangan masyarakat

Pada umumnya budaya bangsa Indonesia masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek

yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir

masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar

memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan

berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.

Di sisi lain masyarakat pada umumnya belum termotivasi untuk terjun ke dunia

kelitbangan karena pekerjaan di bidang kelitbangan dipandang belum menjanjikan

dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Di sisi lain, kebutuhan akan teknologi baru

dan maju tidaklah menjadi kendala karena mudah diperoleh dari berbagai sumber di luar

negeri.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 30

6. Manajemen keuangan yang kurang akomodatif terhadap tuntutan kegiatan litbang.

Manajemen keuangan yang dianut selama ini dirasakan kurang akomodatif untuk

mendukung tumbuh dan berkembangnya lembaga litbang, apalagi anggaran yang

dialokasikan masih jauh dari apa yang diharapkan.

Pada umumnya lembaga litbang dikelola oleh Pemerintah dimana struktur

kelembagaannya mengikuti sistem organisasi dan tata kelola induknya, yaitu Kementerian

maupun Lembaganya. Seringkali sistem organisasi dan tata kelola tersebut tidak cocok

untuk diterapkan di lembaga litbang. Sebagai contoh, penerimaan lembaga litbang dari

industri ketika melakukan layanan teknis atau penyebarluasan hasil litbang harus masuk ke

Pemerintah dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga lembaga

litbang tersebut tidak memiliki lagi dana di akhir tahun untuk melaksanakan kegiatan

litbang dan layanan teknis ke industri, sampai dana tersebut turun kembali di tahun

berikutnya setelah melalui proses panjang, sementara industri tidak mau tahu dan akhirnya

mengeluh lembaga litbang tersebut lamban dalam memberikan pelayanan.

Di sisi lain, unit layanan teknis dituntut untuk mampu memberikan layanan publik

secara prima, sementara sistem penganggaran PNBP tidak memungkinkan unit layanan

bergerak secara leluasa (kecuali melalui mekanisme Badan Layanan Umum – BLU),

sehingga penerimaan yang seharusnya dapat ditarik menjelang akhir tahun terpaksa harus

ditolak.

7. Lemahnya penguasaan teknologi oleh sektor industri yang menyebabkan daya saing

produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat

Rendahnya kemampuan lembaga litbang dalam negeri dalam menciptakan inovasi

teknologi pada umumnya dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah SDM litbang yang

berkualitas/profesional, belum memadainya sarana dan prasarana untuk menunjang

kegiatan penelitian dan pengembangan, di samping anggaran yang dialokasikan sangat

terbatas.

Perlu dilakukan Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key

project) apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri. Hal tersebut juga

untuk meningkatkan kemampuan akuisisi teknologi dari luar negeri, teknologi dari luar

negeri yang diadakan sendiri oleh industri dalam negeri ternyata belum disertai dengan cara

akuisisi yang tepat (mencari, menilai dan mengadakan negosiasi dengan pemasok

teknologi, memperoleh teknologi yang sesuai kebutuhan) sehingga biaya yang ditanggung

masih besar dan ketergantungan yang masih terus menerus pada pemasok teknologi dari

luar negeri. Selain itu pihak pemilik teknologi di luar negeri pada umumnya memberlakukan

teknologi sebagai komoditi yang memiliki nilai strategis sehingga bersikap kurang terbuka

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 31

untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada industri dalam negeri guna

menggali, meningkatkan kompetensi, dan akuisisi teknologi dari luar di atas sehingga

kemampuan akuisisi teknologi dari luar masih rendah.

8. Belum adanya pemberian jaminan risiko terhadap pemanfaatan hasil litbang dalam

negeri

Penjaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan

berdasarkan hasil litbang dalam negeri melalui kerja sama dengan lembaga penjamin resiko

dalam negeri sampai saat ini belum dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, UU No. 3

Tahun 2014 tentang Perindustrian, mengatur mengenai kewajiban Pemerintah melakukan

Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri yang dikembangkan di dalam

negeri oleh lembaga penelitian dan pengembangan, perusahaan, dan/atau perguruan tinggi

(lembaga litbang pemerintah kementerian/non kementerian, BUMN/BUMD, dan/atau

Perguruan Tinggi Negeri).

Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri tersebut diberikan kepada

Industri yang memanfaatkan Teknologi Industri hasil penelitian dan pengembangan yang

belum teruji, yaitu teknologi industri yang bersifat pionir dan sudah teruji secara

teknis/laboratorium, namum belum teruji secara komersial.

Hal ini diberikan dalam rangka memperkuat daya saing Industri nasional dalam

meningkatkan kemampuan Industri dalam menghadapi pasar domestik maupun

internasional melalui peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas serta keunggulan

produk Industri nasional; meningkatkan kemandirian industri dalam negeri, dan pelestarian

fungsi lingkungan.

Adapun Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri merupakan jaminan

kelayakan teknologi sebagai upaya dan komitmen dari penjamin untuk melakukan mitigasi

risiko atas pemanfaatan teknologi industri. Selain itu penjaminan Risiko hanya diberikan

pada hal-hal yang terkait dengan efisiensi dan efektivitas teknologi.

Penjaminan risiko tersebut diberikan dalam bentuk garansi dan dapat diberikan

dalam hal terjadi kegagalan penerapan teknologi industri. Apabila terjadi kegagalan

penerapan teknologi dilakukan audit forensik oleh lembaga independen. Untuk penjaminan

risiko tersebut, pemerintah akan mengalokasikan anggaran yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 32

Adapun skema garansi sebagai berikut :

Gambar I-1 Skema Garansi

Gambar I-2 Skema Penjaminan

9. Belum dilakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk

industri

Teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri adalah antara lain, teknologi yang

boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak negatif pada

lingkungan. Audit Teknologi merupakan suatu cara untuk melaksanakan identifikasi

kekuatan dan kelemahan aset teknologi dalam rangka pelaksanaan manajemen teknologi

• Pihak terjamin tidak mempunyai hak untuk memnyampaikan klaim kepada penjamin

Terjamin

(Industri Pemanfaat Teknologi)

Dijamin

(Penghasil teknologi dari dalam negeri (lembaga penelitian,

perusahaan, perguruan tinggi, dan sebagainya) yang

teknologinya belum teruji)

S J

Gagal Memenuhi K w b

h

K

Penerusan Klaim

b y K

h K w b

v

L w

D

D

L /L

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 33

sehingga manfaat teknologi dapat dirasakan sebagai faktor yang penting dalam

meningkatkan mutu kehidupan umat manusia dan meningkatkan daya saing.

Walaupun audit teknologi dinilai penting oleh berbagai pihak, pelaksanaannya masih

bersifat sporadis dan kasuistis, terutama jika terjadi masalah dalam penerapan teknologi

atau terjadinya kegagalan audit atau terjadinya kegagalan teknologi (bersifat investigatif).

Audit teknologi akan lebih bermanfaat jika dilakukan sebagai upaya preventif bagi

perlindungan publik dan upaya motivatif bagi peningkatan daya saing. Pentingnya peranan

Audit Teknologi Industri khususnya bagi perusahaan atau industri-industri yang sarat

teknologi sehingga dapat diperoleh manfaat yang berdaya guna tinggi. Mendorong

terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang beroperasi di

dalam negeri.

10. Belum dipahaminya persepsi Industri Hijau antar pemangku kepentingan terkait

Kondisi saat ini konsep industri hijau dianggap merupakan suatu konsep yang baru

dan masih belum diketahui secara luas oleh sesama aparat pemerintah, pelaku industri, dan

masyarakat. Mengingat internalisasi industri hijau ke dalam tupoksi Kementerian

Perindustrian baru dimulai sejak tahun 2010, maka diperlukan persamaan persepsi tentang

industri hijau, kriteria, upaya/program untuk mencapainya, dan manfaat penerapan industri

hijau.

Selain itu, mayoritas industri yang belum menerapkan standar industri hijau dalam

kegiatan produksinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh belum tersedia infrastruktur yang

dapat mendukung penerapan industri hijau, terbatasnya SDM yang kompeten dalam

penerapan industri hijau., dibutuhkannya teknologi dan litbang yang dapat diterapkan

sesuai kebutuhan industri nasional untuk pengembangan industri hijau, belum adanya

insentif yang mendukung pengembangan industri hijau., perlu adanya kerjasama yang

intensif dengan berbagai negara, organisasi internasional dan lembaga pendanaan untuk

mendapatkan akses bantuan teknologi dan pendanaan.

11. Belum tersedianya data produk industri berbasis HKI yang akurat

Belum optimalnya pembinaan, penerapan, dan pengembangan produk industri

berbasis HKI, serta advokasi layanan aspek hukum yang implementatif secara baik, benar,

dan tepat sasaran, mengakibatkan kurang tersedianya informasi dan data yang akurat

dalam rangka proses pembuatan dan/atau penyusunan perencanaan serta perlindungan

maupun pengelolaan HKI yang dapat memberikan manfaat di sektor industri. Selain itu,

kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merk dalam produk industri

untuk meningkatkan nilai tambah belum optimal.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 34

Dengan ketersedian informasi dan data HKI yang up to date, perlindungan dan

pengelolaan produk industri berbasis HKI dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan

promosi dan informasi hasil invensi dan inovasi milik masyarakat industri dan/ lembaga

Litbang ke calon penggunanya. Diharapkan dengan tersedianya data produk tersebut dapat

mendorong produk berbasis HKI untuk meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual

dalam meningkatkan nilai tambah.

12. Ketersediaan dan kapasitas infrastruktur standardisasi laboratorium penguji untuk

mendukung penerapan SNI dengan semua parameter masih terbatas

Salah satu kendala dalam mendukung penerapan SNI terutama SNI yang

diberlakukan secara wajib selama ini adalah terbatasnya kemampuan dan jumlah

laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KAN, baik yang dimiliki oleh pemerintah

maupun swasta. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut Menteri Perindustrian telah

menunjuk LSPro dan laboratorium uji sesuai kompetensinya untuk mendukung penerapan

97 SNI wajib, baik yang telah terakreditasi oleh KAN maupun yang belum. Khusus bagi yang

belum terakreditasi KAN, laboratorium uji diharuskan dalam kurun waktu 2 tahun sudah

terakreditasi. Disadari bahwa untuk mendapat akreditasi dari KAN bukanlah hal yang

mudah karena membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana beserta tenaga analisnya

yang cukup memadai.

Pada umumnya persebaran laboraorium uji belum merata atau lebih banyak berada

di Pulau Jawa, sementara pelanggan yang dihadapi berada di berbagai wilayah. Selama ini

permasalahan yang sering dialami adalah kapasitas pengujian di laboratorium uji baik

mengenai parameter yang diuji maupun kemampuan kuantitas melayani pengujian belum

memadai.

Di samping keterbatasan infrastruktur, permasalahan lain adalah terbatasnya jumlah

personel sertifikasi yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. Tenaga personel yang ada

pada umumnya PNS yang berlatar pengalaman non teknis dan kurang memiliki kompetensi

di bidang produk dan proses produksi termasuk di dalamnya sistem pengendalian dan

kepastian mutu.

13. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap mutu

Kesadaran masyarakat terhadap mutu masih sangat rendah terutama bagi

masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena daya beli

masyarakat atau konsumen Indonesia masih rendah mengingat mereka selalu

memperhatikan produk dengan harga murah meskipun berkualitas rendah.

Selama ini telah banyak kasus yang terjadi terkait dengan masalah produk yang tidak

memenuhi standar atau tidak berkualitas, sehingga menyebabkan banyaknya kejadian yang

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab I Pendahuluan 35

tidak diinginkan atau musibah yang dialami oleh konsumen tingkat bawah terutama produk

makanan dan mainan anak.

Untuk mengatasi konsumen dari produk-produk yang membahayakan kesehatan,

keselamatan dan keamanan serta lingkungan, Pemerintah c.q Kementerian Perindustrian

saat ini baru mampu memberlakukan 97 SNI secara wajib karena berbagai kendala yang

dihadapi, seperti ketidaktersediaannya SNI yang harmonis dengan standar internasional,

terbatasnya kemampuan dan kompetensi laboratorium uji maupun rendahnya kemampuan

industri dalam negeri guna menerapkan ketentuan SNI.

14. Masih banyak SNI yang belum harmonis dengan standar internasional dalam

mendukung perdagangan bebas;

SNI di bidang Industri saat ini tercatat 4188 judul atau hampir 70% dari total SNI yang

telah ditetapkan oleh BSN, namun hanya sebagian kecil yang harmonis dengan standar

internasional. Banyak SNI yang tidak harmonis dengan standar internasional disebabkan

pada saat penetapan SNI masih banyak mengadopsi Standar Industri Indonesia (SII) yang

lama dan kemungkinan besar sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi atau kebutuhan pasar. Meskipun telah dilakukan peninjauan

dan revisi terhadap SNI tersebut, namun belum dilakukan secara menyeluruh.

Mengingat banyaknya SNI di bidang Industri yang tidak harmonis dengan standar

internasional, maka pemanfaatan SNI sebagai salah satu instrumen technical barrier untuk

menghadang produk impor sangat sulit.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 36

BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI

II.1 VISI BPKIMI

Kementerian Perindustrian sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian dituntut untuk melakukan

pengaturan, pembinaan, dan pengembangan perindustrian.

Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti Kementerian

Perindustrian telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian visi, misi, sasaran, dan target

pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2015 – 2019, serta mendukung

pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Oleh karena itu, visi Kementerian Perindustrian

tahun 2015 – 2019 adalah:

“Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh Pada Tahun 2035”

Penjelasan Visi:

Visi pembangunan Industri Nasional pada tahun 2035 adalah menjadi Negara Industri

Tangguh yang bercirikan:

1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan;

2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global;

3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi.

Oleh karena itu, visi BPKIMI tahun 2015 – 2019 adalah:

“Menjadi lembaga penyedia rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis

teknologis terkini yang mampu menjadi katalis peningkatan produktivitas dan daya

saing sektor industri di tingkat nasional maupun global”

II.2 MISI BPKIMI

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk 3 (tiga)

misi sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai berikut:

1. Mengembangkan Perwilayahan Industri guna Penyebaran dan Pemerataan Industri;

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 37

2. Meningkatkan nilai tambah didalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri

yang berkelanjutan;

3. Meningkatkan daya saing dan Produktivitas.

Misi merupakan langkah utama sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian

Perindustrian, oleh karena itu ada 3 (tiga) Misi atau langkah utama yang kesemuanya dimaksudkan

untuk mencapai Visi “Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh Pada Tahun 2035”.

Untuk mendukung misi tersebut di atas, tindakan nyata yang akan dilakukan BPKIMI dalam

bentuk 5 (lima) misi sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut:

1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri yang kondusif;

2. Meningkatkan peran standardisasi sebagai referensi pasar;

3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di

dalamnya perlindungan HKI;

4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

(industri hijau);

5. Meningkatkan penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan

litbang dan pelayanan jasa teknis.

II.3 TUJUAN BPKIMI

Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi di atas, BPKIMI menetapkan tujuan yang

akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan Peta Strategis Kementerian

Perindustrian yaitu Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing. Ukuran keberhasilan

pencapaian tujuan tersebut akan dijelaskan dalam bagian Sasaran Strategis BPKIMI.

Adapun, tujuan BPKIMI adalah :

1. Mewujudkan kebijakan di bidang inovasi teknologi, standardisasi, iklim usaha, industri

hijau dan kelitbangan dalam rangka mendorong daya saing industri nasional;

2. Mendorong peningkatan pelayanan teknis teknologis dan fokus pada pemecahan

masalah yang dihadapi sektor industri;

3. Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi maju dalam rangka meningkatkan

produktivitas dan daya saing industri

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 38

II.4 SASARAN STRATEGIS BPKIMI

Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya sistematis yang dijabarkan

ke dalam sasaran-sasaran strategis yang mengakomodasi Perspektif Pemangku kepentingan,

Perspektif Proses Internal, dan Perspektif Proses Internal, dan Perspektif Pembelajaran

Organisasi. Sasaran strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian

untuk periode tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut:

A. PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN

Kementerian Perindustrian memiliki Sasaran Strategis :

1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Pertumbuhan Industri;

2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri;

3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya investasi di sektor industri;

4. Sasaran Strategis 4: Meningkatnya Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri;

5. Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Penyebaran dan Pemerataan Industri;

6. Sasaran Strategis 6: Kuatnya Struktur Industri;

Dari Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian tersebut, BPKIMI memiliki

Indikator Kinerja Utama (IKU) yang meliputi Sasaran Strategis :

1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya investasi di sektor industri, dengan indikator

kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas

2. Sasaran Strategis 2: Kuatnya Struktur Industri, dengan indikator kinerja sasaran

strategis yaitu:

1) Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara

Wajib;

B. PERSPEKTIF PROSES INTERNAL

1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan

HKI, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Pertumbuhan Pengembangan Teknologi Industri

2) Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri

3) Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri

2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip

Industri Hijau, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 39

1) Pertumbuhan Industri yang Menerapkan Konservasi Energi

2) Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau

3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha

Industri dan Masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Indeks kepuasan pelanggan.

C. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI

1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri

Hijau, Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing

Industri, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Peningkatan paket peralatan Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai.

2) Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI.

2. Sasaran Strategis 2: Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas

dan Berkelanjutan, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan;

2) Tingkat Kesesuaian Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal

Tahun Anggaran;

3) Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal

Tahun Anggaran

3. Sasaran Strategis 4: Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)

yang Transparan dan Akuntabel, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:

1) Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 40

Ga

mb

ar

II-1

Pe

ta S

tra

teg

is T

ah

un

20

15 –

20

19

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 41

Tabel II-1 Indikator Kinerja Utama, Sasaran Strategis Dan Kinerja Sasaran Strategis BPKIMI 2015 – 2019

Kode SS

Sasaran Strategis (SS)

Penjelasan SS Kode IKSS

Indikator Kinerja Sasaran Strategis

(IKSS) Penjelasan IKSS Satuan

Target Satker

2015 2016 2017 2018 2019 PKIUI Puskajitek

&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)

PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN

S1 Meningkatnya investasi di sektor industri

Upaya meningkatkan investasi di industri pengolahan non-migas melalui pemberian fasilitasi, promosi investasi industri, serta pemberian insentif bagi investasi di bidang industri.

S1.1 Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas

Merupakan data pertumbuhan industri pionir, dihitung dari jumlah investasi sektor industri yang mengajukan permohonan fasilitas fiskal (tax holiday & tax allowance)

Persen 5,20 5,85 6,49 7,13 7,75 •

S2 Kuatnya struktur industri

Memperkuat struktur industri pengolahan non-migas dengan menumbuhkan industri hulu dan antara yang berbasis sumber daya alam diantaranya melalui penerapan inovasi teknologi industri

S2.1

Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara Wajib

Merupakan penurunan nilai impor dari produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC telah diberlakukan secara wajib (98 komoditi industri)

Persen 5 10 15 20 30 •

PERSPEKTIF PROSES INTERNAL

T1 Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI

Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI pada Satker di lingkungan BPPI

T1.1 Pertumbuhan Pengembangan Teknologi Industri

Merupakan pertumbuhan pengembangan teknologi industri yang dilihat dari Pelaksanaan litbang dan aplikasi hasil litbang berdasarkan program prioritas dan intermediasi hasil litbang

Persen 10 20 35 50 60 • •

T1.2 Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri

Merupakan pertumbuhan penerapan inovasi teknologi industri yang dilihat dari teknologi hasil litbang yang diterapkan di industri

Persen 10 20 35 50 60 • •

T1.3 Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri

Merupakan pertumbuhan penerapan HKI di sektor industri yang dilihat dari fasilitasi pendaftaran paten hasil litbang teknologi Balai Besar/Baristand

Persen 10 20 35 50 60 •

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 42

Kode SS

Sasaran Strategis (SS)

Penjelasan SS Kode IKSS

Indikator Kinerja Sasaran Strategis

(IKSS)

Penjelasan IKSS Satuan Target Satker

2015 2016 2017 2018 2019 PKIUI Puskajitek

&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)

T2 Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Industri Hijau

Meningkatkan kesadaran industri untuk menerapkan prinsip-prinsip industri hijau

T2.1 Pertumbuhan Industri yang Menerapkan Konservasi Energi

Perbandingan antara jumlah industri yang telah menerapkan konservasi energi pada tahun berjalan dibandingkan dengan baseline data tahun sebelumnya

Persen 20 40 60 80 20 •

T2.2 Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau

Jumlah kebijakan dan/atau infrastruktur industri

Kebijakan dan Infrastr

uktur

15 33 54 75 15 •

T3 Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha Industri dan Masyarakat

Citra Positif Kementerian Perindustrian

T3.1 Indeks kepuasan pelanggan

Hasil penilaian kepuasan masyarakat melalui survey yang dilakukan oleh setiap satuan kerja yang memberikan pelayanan publik.

(Indeks dalam skala 1-5)

Indeks kepuas

an (skala

4)

3,5 3,5 3,6 3,7 3,8 •

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI

L1 Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri Hijau, Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri

Meningkatkan kapabilitas dan fasilitas Satker, serta meningkatkan kompetensi SDM

L1.1 Peningkatan paket peralatan Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai

Merupakan jumlah paket peralatan laboratorium dan sarana pendukung Balai (gedung) yang dibeli/dibangun untuk mendukung pelayanan jasa teknis pada Balai Besar dan Baristand.

Paket Peralat

an

10 22 22 22 22 •

L2.2 Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI.

Merupakan jumlah SDM BPKIMI yang melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, mengikuti pelatihan dan naik pangkat

Orang 275 275 275 275 275

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 43

Kode SS

Sasaran Strategis (SS)

Penjelasan SS Kode IKSS

Indikator Kinerja Sasaran Strategis

(IKSS) Penjelasan IKSS Satuan

Target

Satker

2015 2015 2015 2015 2015 PKIUI Puskajitek

&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)

L2

Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas dan Berkelanjutan

Mengarahkan kebijakan dan Program BPKIMI yang berkualitas dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan industri

L2.1 Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan

Persentase persetujuan Rencana program dan anggaran yang disetujui Kemenkeu

Persen 90 90 90 90 90 •

L2.2 Tingkat Kesesuaian Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran

Persentase kesesuaian antara realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran

Persen 90 90 90 90 90 • • • • • •

L2.3 Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran

Persentase kesesuaian antara realisasi fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran

Persen 92 93 94 95 95 • • • • • •

L3 Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) yang Transparan dan Akuntabel

Penigkatan tata kelola keuangan dan BMN yang sesuai dengan aturan berlaku dan akutanbel

L3.1 Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran

Persentase antara temuan dengan penyelesaian temuan

Persen 75 76 78 79 80 •

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 44

BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA

REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

A. INDUSTRI PRIORITAS

Pembangunan industri prioritas periode tahun 2015-2019 dilaksanakan dengan

mengacu pada rencana aksi yang telah diamanatkan oleh Rencana Induk Pembangunan

Industri Nasional (RIPIN) dengan menetapkan 10 (sepuluh) industri prioritas yang akan

dikembangkan. Kesepuluh industri prioritas tersebut dikelompokkan kedalam 6 (enam)

industri andalan, 1 (satu) industri pendukung, dan 3 (tiga) industri hulu dengan rincian

sebagai berikut:

1. Industri Pangan;

2. Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan;

3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka;

4. Industri Alat Transportasi;

5. Industri Elektronika dan Telematika (ICT);

6. Industri Pembangkit Energi;

7. Industri Barang Modal, Komponen, dan Bahan Penolong;

8. Industri Hulu Agro;

9. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam; dan

10. Industri Kimia Dasar (Hulu dan Antara).

B. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI

Sumber daya industri adalah sumber daya yang digunakan untuk melakukan

pembangunan industri yang meliputi: (a) pembangunan sumber daya manusia; (b)

pemanfaatan sumber daya alam; (c) pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Industri;

(d) pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi; dan (e) penyediaan sumber

pembiayaan. Sasaran Pembangunan Industri Nasional yang akan didukung oleh BPKIMI

Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri serta pengembangan dan

pemanfaatan kreativitas dan inovasi.

Industri Andalan

Industri Pendukung

Industri Hulu

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 45

Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri

nasional. Penguasaan teknologi dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar dalam

negeri dan pasar global.

Pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi industri dilakukan melalui:

a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai-balai industri dengan

lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia usaha dan

lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan terintegrasi;

b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang sejenis;

c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan

berdasarkan hasil litbang dalam negeri;

d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan litbang dalam

pengembangan industri dalam negeri;

e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit litbang dan peneliti yang hasil

temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri;

f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project) apabila

belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri;

g. Mendorong relokasi unit litbang milik perusahaan industri PMA melalui skema insentif

pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi ekspor dan sifat

siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat;

h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merk

dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah;

i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri

antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak

negatif pada lingkungan;

j. Mendorong tumbuhnya pusat-pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah pusat

pertumbuhan industri;

k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang

beroperasi di dalam negeri.

l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi

industri.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 46

C. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI

Dalam rangka mewujudkan pembangunan industri nasional yang berdaya saing

perlu didukung melalui penyediaan sarana dan prasarana industri yang memadai meliputi

standardisasi industri, infrastruktur industri (kawasan industri) dan sistem informasi

industri. BPKIMI dalam hal ini dapat berperan dalam Standardisasi Industri.

Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam

rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Standardisasi industri juga dapat

dimanfaatkan untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan,

dan tumbuhan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan produk industri hijau

serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat.

Pengembangan Standardisasi industri meliputi perencanaan, pembinaan,

pengembangan dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi

Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC). Sasaran pengembangan standardisasi tahun

2015 – 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel III-1 Sasaran Penambahan Kebutuhan Standardisasi Industri

No Uraian Target 2015-

2019

1 Tersusunnya Rancangan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas (judul)

500

2 Diberlakukannya SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara secara wajib untuk kelompok industri prioritas (regulasi)

50

3 Terbentuknya Lembaga sertifikasi produk untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (unit)

10

4 Tersedianya Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (unit)

15

5 Meningkatnya jumlah auditor/ asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (orang)

500

6 Meningkatnya jumlah Petugas Pengawas Standar Industri (PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS-I) untuk pelaksanaan pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara (orang)

500

Pengembangan standardisasi industri yang akan dilakukan meliputi:

1) Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya

saing industri melalui: Perumusan standar; Penerapan standar; Pengembangan standar;

Pemberlakuan standar; Pemberian fasilitas bagi perusahaan Industri kecil dan Industri

menengah baik fiskal maupun non fiskal.

2) Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri dengan

kebutuhan dan permintaan pasar meliputi : Pengembangan Lembaga Penilai

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 47

Kesesuaian; Pengembangan pengawasan standar; Penyediaan dan pengembangan

laboratorium pengujian standar Industri di wilayah pusat pertumbuhan Industri;

Peningkatan kompetensi komite teknis, auditor/asesor, petugas penguji, petugas

inspeksi, petugas kalibrasi, PPSI dan PPNS-I; Peningkatan kerjasama antarnegara dalam

rangka saling pengakuan terhadap hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi produk.

D. PEMBANGUNAN INDUSTRI HIJAU

Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang berkelanjutan

dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan

sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelangsungan dan kelestarian

fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi

dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan

pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat

bagi masyarakat. Lingkup pembangunan industri hijau meliputi standarisasi industri hijau dan

pemberian fasilitas untuk industri hijau.

Penerapan industri hijau dilaksanakan dengan pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau

(SIH) yang secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Pemenuhan terhadap Standar

Industri Hijau oleh perusahaan industri dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat industri hijau

yang sertifikasinya dilakukan melalui suatu rangkaian proses pemeriksaan dan pengujian oleh

Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) yang terakreditasi. Proses pemeriksaan dan pengujian

dalam rangka pemberian sertifikat industri hijau dilaksanakan oleh auditor industri hijau yang

wajib memiliki sertifikasi kompetensi auditor industri hijau.

Untuk mendorong percepatan terwujudnya Industri Hijau, pemerintah dan/atau

Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas kepada perusahaan industri baik fiskal maupun

non fiskal. Strategi pengembangan Industri Hijau akan dilakukan yaitu: mengembangkan industri

yang sudah ada menuju industri hijau danmembangun industri baru dengan menerapkan prinsip-

prinsip industri hijau.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2015-2019 dalam mewujudkan industri hijau adalah

sebagai berikut:

Tabel III-2 Sasaran Pengembangan Industri Hijau Tahun 2015 - 2019

NO URAIAN 2015-2019

1 Tersusunnya standar industri hijau (jenis industri) 50

2 Terakreditasinya lembaga sertifikasi (unit) 25

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 48

NO URAIAN 2015-2019

3 Tersertifikasi auditor industri hijau (orang) 100

4 Bantuan prasarana industri hijau pada sentra IKM (unit) 50

5 Bantuan fasilitasi untuk sertifikasi industri hijau (kegiatan) 20

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka akan dilakukan beberapa hal

sebagai berikut:

1) Penetapan standar industri hijau, meliputi antara lain: melakukan benchmarking standar

industri hijau di beberapa Negara; menetapkan Panduan Umum penyusunan Standar Industri

Hijau dengan memperhatikan sistem standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain yang

berlaku; melakukan penyusunan Standar Industri Hijau berdasarkan kelompok Industri sesuai

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia; menetapkan Standar Industri Hijau;

memberlakukan Standar Industri Hijau secara wajib yang dilakukan secara bertahap;

melakukan pengawasan terhadap perusahaan industri yang Standar Industri Hijaunya

diberlakukan secara wajib; menetapkan Peraturan Menteri mengenai pengawasan terhadap

Perusahaan Industri yang Standar Industri Hijaunya diberlakukan secara wajib; melakukan

Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan negara yang telah menerapkan standar industri

hijau atau standar lainnya yang sejenis.

2) Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang terakreditasi serta

peningkatan kompetensi auditor industri hijau, meliputi antara lain: menyusun Pedoman

Umum Pembentukan Lembaga Sertifikasi; menyusun Standar Kompetensi Auditor Industri

Hijau; menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Sertifikasi Industri Hijau; menyusun

Modul Pelatihan Industri Hijau; menunjuk Lembaga Sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi;

menetapkan Pedoman Akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi Industri Hijau; melakukan

Pengawasan terhadap Lembaga Sertifikasi Industri Hijau; melakukan pelatihan auditor industri

hijau.

3) Pemberian fasilitas untuk industri hijau, meliputi: Fasilitas fiskal yang diberikan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan Fasilitas non-fiskal.

III.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPKIMI

Arah kebijakan dan strategi BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri

adalah :

1. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju;

2. Peningkatan fasilitasi penerapan teknologi dan perlindungan HKI;

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 49

3. Peningkatan kualitas hasil litbang industri;

4. Pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis SNI lingkup

industri;

5. Pengembangan kebijakan menuju iklim usaha kondusif dan Kebijakan Industri Nasional (KIN)

yang efektif;

6. Peningkatan fasilitasi pengembangan industri hijau;

7. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri.

Kebijakan BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri adalah :

1. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju;

2. Peningkatan fasilitas penerapan teknologi dan perlindungan HKI;

3. Peningkatan kualitas hasil litbang industri;

4. Peningkatan pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis

SNI lingkup industri;

5. Peningkatan pengembangan kebijakan menuju usaha yang kondusif dan KIN yang efektif;

6. Peningkatan fasilitas pengembangan industri hijau;

7. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri;

Strategi BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri adalah :

1. Mengembangkan jejaring dengan instituisi kebijakan litbang dan teknologi terkemuka

melalui organiasi internasional, kerangka kerjasama perdagangan bebas dan kemitraan

dengan akademisi;

2. Mendorong pengembangan kerjasama dengan dunia usaha untuk mengembangkan

teknologi dan memanfaatkan potensi bahan baku lokal;

3. Mengembangkan bank data yang lengkap dan mutakhir;

4. Meningkatkan kompentensi SDM BPKIMI sesuai perkembangan IPTEK Industri;

5. Mengembangkan kapasitas kelembagaan litbang dan LPK.

III.3 KERANGKA REGULASI

Dalam rangka menciptakan iklim usaha di bidang industri, maka kerangka regulasi

merupakan instrumen yang penting dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 50

dalam pembangunan industri nasional. Adapun beberapa regulasi yang disusun dan ditetapkan

selama periode 2015 – 2019 sebagai berikut:

Tabel III-3 Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Perindustrian

No Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan

Regulasi

Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian

Unit Penanggungjawab

Unit Terkait/Instansi Target Penyele-

saian

1. RPP tentang Pembangunan Sumber Daya Industri

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kementerian ESDM, Kehutanan, Pertanian, KKP, Kumham, Setneg, dan Pemda

Desember

2014

2. RPP tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI BSN, Kemendagri, BPS, Kemendag, Kemen PU, Kemenhub, Pemda, Kumham, dan Setneg

Desember

2014

3. RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kemen Ristek, Kemenkeu, Kumham dan Setneg

Juni 2015

4. RPermen tentang Perusahaan Industri Tertentu dan Perusahaan Kawasan Industri yang Wajib Melakukan Manajemen Energi dan Manajemen Air

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kemen ESDM, Kemen PU, Kemen LH, Kemenristek

Desember

2015

5. RPermen tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Penelitian dan Pengembangan, Kontrak Penelitian dan Pengembangan, Usaha Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Bersama, Pengalihan Hak Melalui Lisensi, dan/atau Akuisisi Teknologi Serta Audit Teknologi Industri

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kemeristek, BPPT, LIPI, Kemenkeu

Desember

2015

6. RPermen tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Industri Hijau

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kemen LH, BSN, KADIN

Desember

2015

7. RPermen tentang Penetapan Tindakan Pengamanan Berupa Non tariff

Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

BPKIMI Kemenkeu, Kemendag, BKPM

Desember

2015

8. RPerPres tentang Penetapan Kondisi dalam rangka Penyelamatan Perekonomian Nasional

Peraturan Pelaksana Undang-undang No. 3 Tahun 2014Pasal 46 ayat (2)

BPKIMI Bank Indonesia;BKF; Kemenkeu;Kemenko Perekonomian; Pusat Investasi Pemerintah (PIP);Setditjen di lingkungan Kemenperin; danBHO Kemenperin

November

2014

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 51

No Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan

Regulasi

Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian

Unit Penanggungjawab

Unit Terkait/Instansi Target Penyele-

saian

9 Rancangan Peraturan Menteri terkait Tata Cara dan Mekanisme Pemberian Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri

Peraturan Pelaksanaan dari RPP tentang Sumber Daya Industri

BPKIMI Kemenristek, Kemenkeu, Ditjen Teknis Kemenperin

Tahun 2015-

2016

10 Rancangan Peraturan Menteri terkait Audit Teknologi Industri, Kelembagaan audit teknologi dan Penyusunan Standar teknologi industri

Amanat UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 41 ayat 4

BPKIMI Kemenristek, BPPT, KemenLH, Ditjen Teknis Kemenperin

Tahun 2015-

2019

11 Revisi PP PNBP Kemenperin No. 47 Tahun 2011 terkait Royalti bagi inventor

Amanat UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 38 serta dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil penelitlian serta meningkatkan paten dalam negeri, maka perlu diterbitkan Permen ini

BPKIMI Kemenkeu, Kemenkum dan HAM , Ditjen Teknis Kemenperin

Tahun 2015-

2016

12 Konsep Permen Tata laksana pembelian paten dari inventor

Amanat UU no. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ayat 3 serta dalam rangka meningkatkan daya saing khususnya industri kecil dan menengah, maka perlu diterbitkan Permen ini

BPKIMI Kemenkeu, Kemenkum dan HAM , Ditjen Teknis Kemenperin, Balai Besar, Baristand, LIPI dan Kemenristek

Tahun 2016-

2017

13 Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) Dalam Rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI, ST dan/atau PTC (Barang dan/atau Jasa Industri tertentu) secara wajib

Pelaksanaan Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI, ST dan PTC terhadap barang dan/atau jasa industri secara wajib untuk barang dan/atau jasa industri tertentu.

BPKIMI Lembaga Penilaian Kesesuaian.

Tahun 2015-

2019

III.4 KERANGKA KELEMBAGAAN

A. STRUKTUR ORGANISASI BPKIMI

Kementerian Perindustrian menghadapi berbagai permasalahan terkait dengan

struktur organisasi yang ada saat ini. Permasalahan tersebut antara lain:

1. Pemberlakuan Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian membawa

konsekuensi terhadap struktur organisasi Kementerian Perindustrian karena dalam

Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 diamanatkan peranan Pemerintah yang lebih

besar dan langsung dalam mendukung pembinaan dan pengembangan industri. Hal ini

berakibat perlu dilakukan perubahan organisasi dan tugas dan fungsi dari Kementerian

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 52

Perindustrian agar sejalan dengan Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 tentang

Perindustrian.

2. Adanya dinamika perkembangan ekonomi global, perubahan lingkungan strategis,

serta perubahan kebijakan dalam otonomi daerah

3. Organisasi Kementerian Perindustrian belum sepadan dengan volume dan beban

tugas, sehingga beberapa fungsi pada unit-unit tertentu tidak terselenggara secara

optimal;

4. Masih adanya tumpang tindih antara unit yang satu dengan yang lainnya, sehingga

terjadi inefisiensi dan kondisi ini dapat menimbulkan persoalan manakala dikaitkan

dengan sistem penganggaran yang berbasis kinerja/tugas organisasi;

5. Nomenklatur atau penamaan jabatan yang tidak sesuai dengan isi/tugas pokok

jabatan, sehingga perlu penyesuaian berdasarkan ruang lingkupnya.

Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka diperlukan penguatan dan

penajaman fungsi organisasi Kementerian Perindustrian. Penguatan dan penajaman fungsi

dilakukan dengan menata kembali organisasi Kementerian Perindustrian untuk mencapai

disain organisasi yang ideal dan tepat.

Adapun, penataan organisasi Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri

dengan melakukan perubahan nomenklatur menjadi Badan Pengembangan Teknologi dan

Standardisasi Industri sehingga Balai Besar Litbang dan Balai Standardisasi sepenuhnya

berada dibawah lingkup Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri.

Struktur organisasi BPKIMI akan disesuaikan dengan struktur organisasi Kementerian

Perindustrian yang baru. BPKIMI telah mengajukan usulan tugas dan fungsi Badan

Pengembangan Teknologi Dan Standardisasi Industri, sebagai berikut :

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 53

Gambar III-1 Bagan Struktur Organisasi

Tabel III-4 Matriks Kerangka Regulasi

Usulan

Kedudukan Tugas pokok Fungsi

Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri adalah unsur pendorong percepatan pengembangan industri berbasis teknologi, standardisasi, industri hijau dan iklim usaha industri, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian. Usulan Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri dipimpin oleh Kepala Badan

Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi, standardisasi, industri hijau, dan iklim usaha industri guna mensinergikan dan mempercepat pembangunan industri nasional.

a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Perekayasaan serta Penerapan dalam bidang Teknologi, Standardisasi, Industri Hijau dan iklim usaha industri sebagai langkah Penerapan RIPIN

BADAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN STANDARDISASI

INDUSTRI

PUSAT PENGKAJIAN KEBIJAKAN DAN IKLIM

USAHA INDUSTRI

PUSAT PENGEMBANGAN

INDUSTRI HIJAU

PUSAT PENGKAJIAN TEKNOLOGI DAN HAK

KEKAYAAN INTELEKTUAL

BALAI SERTIFIKASI INDUSTRI

SEKRETARIS

BARISTAND

INDUSTRI

BALAI BESAR

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

PUSAT STANDARDISASI

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 54

Usulan

Kedudukan Tugas pokok Fungsi

b. Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, Perekayasaan serta Penerapan Rencana Kebijakan Makro Jangka Menengah dan Jangka Panjang dalam bidang Pengembangan Teknologi Industri, Standardisasi, Industri hijau dan Iklim Usaha Industri;

c. Pelaksanaan perumusan, penetapan, penerapan, pemeliharaan, pemberlakuan, dan pemantauan serta pengawasan standard dan SNI bidang Industri untuk dilaksanakan secara tertib melalui kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan.

d. Pelaksanaan Pengkajian, Perumusan, Penerapan, Pemberlakuan, dan Pemantauan serta Pengawasan Industri Hijau guna peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

e. Pemantauan, Evaluasi, Pelaporan dan Tindak lanjut pasca Evaluasi terhadap Hasil Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Perekayasaan serta Penerapan dalam bidang Teknologi, Standardisasi, Industri Hijau dan iklim usaha industri sebagai langkah Penerapan rencana Induk Pengembangan Industri Nasional

f. Pelaksanaan Administrasi Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 55

BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA

PENDANAAN

IV.1 TARGET KINERJA

Untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan untuk tahun 2015-2019,

BPKIMI akan melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan arah kebijakan dan

strategi Kementerian Perindustrian yang dijabarkan dalam Program Pengembangan

Teknologi, Standardisasi, Dan Industri Hijau yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,

produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Adapun sasaran-

sasaran program dan indikator yang ingin dicapai dari pelaksanaan program ini adalah

sebagai berikut:

Tabel IV-1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, dan Industri

Hijau

No. Sasaran Program /Indikator

Satuan Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 Meningkatnya investasi sektor industri Persen 5.85 6.49 7.13 7.75 8.37

- Pertumbuhan industri pionir maupun industri strategis

Persen 7.14 7.69 8.33 8.41 8.55

2 Meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri

Persen 5 5 5 5 5

- Rasio penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib terhadap tahun sebelumnya

Persen 5 5 5 5 5

3 Meningkatnya penguasaan teknologi industri dan Penerapan HKI

Persen 10 20 35 50 60

- Pertumbuhan pengembangan teknologi industri

Persen 10 20 35 50 60

- Pertumbuhan penerapan inovasi teknologi industri

Persen 10 20 35 50 60

- Pertumbuhan penerapan HKI di Sektor Industri

Persen 10 20 35 50 60

4 Meningkatnya industri yang memenuhi standar industri hijau

Persen 3.6 11.5 18.9 38.3 59.9

- Pertumbuhan konservasi energi sektor industri

Persen 7.1 12 25 57.6 88.9

- Pertumbuhan infrastruktur industri hijau Persen 0 11 12.8 19 30.9

5 Meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri

Persen 4 5 7 9 11

- Peningkatan kepuasan pelanggan Indeks 2.9 3 3.1 3.3 3.5

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 56

No. Sasaran Program /Indikator

Satuan Target

2015 2016 2017 2018 2019

- Pertumbuhan infrastruktur pelayanan teknis

Persen 5 7 10 13 15

- % pertumbuhan PNBP/BLU Persen 2.5 3.0 4.5 5.5 7.0

6 Meningkatnya fasilitasi kelembagaan teknologi, industri hijau, sarana dan prasarana dan SDM litbang

Persen 10 11 13 16 19

- Peningkatan kompetensi SDM litbang Persen 18 18 23 28 35

- Tersedianya dukungan manajemen yang memadai

Persen 2 3 3 3 3

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan kebijakan dan fasilitasi dalam meningkatkan iklim usaha industri

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah

tumbuhnya industri pionir maupun industri strategis; dan harmonisasi kebijakan sektor

industri.

2. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi dan HKI

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah

pengembangan teknologi industri, penerapan teknologi di industri, dan penerapan HKI

di industri.

3. Pengembangan standardisasi industri

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah penuruna

produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib.

4. Pengembangan Industri Hijau

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah Standar

Industri Hijau, lembaga sertifikasi industri hijau, dan pelatihan-pelatihan bagi auditor

industri hijau yang tersertifikasi.

5. Penyusunan dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersusunnya

perencanaan program dan anggaran, laporan evaluasi pelaksanaan program dan

kegiatan, pengembangan SDM serta layanan manajemen dalam mendukung

pelaksanaan Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, dan Industri Hijau.

6. Penelitian, Pengembangan Teknologi dan Perekayasaan Industri

Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil

penelitian dan rekayasa industri dan layanan jasa teknis industri.

7. Riset dan Standardisasi Industri

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 57

Sasaran kegiatan /output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil

penelitian dan rekayasa industri dan layanan jasa teknis industri.

IV.2 KERANGKA PENDANAAN

Dalam rangka mencapaia sasaran strategis BPKIMI tahun 2015- 2019, dibutuhkan

pendanaan bagi program dan kegiatan sebagaimana yang dijabarkan di atas. Kebutuhan

pendanaan BPKIMI untuk tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut :

Tabel IV-2 Kebutuhan Pendanaan BPKIMI Tahun 2015 – 2019

Dalam Rp Juta

PROGRAM 2015 2016 2017 2018 2019

Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, Dan Industri Hijau

1.105.183 1.307.618 1.584.111 1.545.382 1.502.806

Adapun Rincian kinerja dan kebutuhan pendanaan untuk masing-masing program

dan kegiatan disajikan pada matriks kinerja dan pendanaan sebagaimana terdapat pada

lampiran renstra ini.

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Penutup 58

BAB V. PENUTUP

Rencana strategis (renstra) BPKIMI tahun 2015 – 2019 disusun dengan mengacu pada

RPJPN 2005-2025, RPJMN III (2015-2019), Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang

Perindustrian, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035, Kebijakan Industri

Nasional 2015-2019, dan Renstra Kementerian Perindustrian, yang merupakan pedoman

pelaksanaan tugas dan fungsi BPKIMI dalam mewujudkan visi menjadi lembaga penyedia

rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang mampu menjadi

katalis peningkatan produktivitas dan daya saing sektor industri di tingkat nasional maupun

global.

Visi pembangunan industri tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 5 (lima) misi sesuai

dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut:

1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri yang kondusif;

2. Meningkatkan peran standardisasi sebagai referensi pasar;

3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di

dalamnya perlindungan HKI;

4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

(industri hijau);

5. Meningkatkan penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan litbang

dan pelayanan jasa teknis.

Selanjutnya berdasarkan visi dan misi tersebut maka ditetapkan tujuan yang ingin

dicapai oleh BPKIMI, yaitu: 1) mewujudkan kebijakan di bidang inovasi teknologi, standardisasi,

iklim usaha, industri hijau dan kelitbangan dalam rangka mendorong daya saing industri

nasional; 2) mendorong peningkatan pelayanan teknis teknologis dan fokus pada pemecahan

masalah yang dihadapi sektor industri;3)meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi

maju dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing industri.

Dalam rangka mencapai tersebut, BPKIMI telah menetapkan Indikator Kinerja Utama

(IKU) dengan sasaran-sasaran strategis yang dibagi ke dalam 3 (tiga) perspektif yaitu:

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Penutup 59

1. Perspektif pemangku kepentingan;

a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya investasi di sektor industri, dengan indikator kinerja

sasaran strategis yaitu : Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas;

b. Sasaran Strategis 2: Kuatnya Struktur Industri, dengan indikator kinerja sasaran strategis

yaitu:1)Peningkatan penguasaan teknologi industri;2)Laju pertumbuhanindustri yang

menerapkan prinsip-prinsip industri hijau;3)Penurunan impor produk industri yang SNI,

ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib;

2. Perspektif proses internal

a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI,

dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1)Pertumbuhan Pengembangan

Teknologi Industr; 2)Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri;

3)Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri;

b. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Industri

Hijau dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:1) Pertumbuhan Industri yang

Menerapkan Konservasi Energi; 2) Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau;

c. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha

Industri dan Masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1) Indeks

kepuasan pelanggan;

3. Perspektif pembelajaran organisasi.

a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri Hijau,

Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri,,

dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1) Peningkatan paket peralatan

Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai; 2)Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI

b. Sasaran Strategis 3: Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas dan

Berkelanjutan, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu, dengan indikator kinerja

sasaran strategis yaitu:1) Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan; 2)Tingkat Kesesuaian

Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran; 3)

Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun

Anggaran;

c. Sasaran Strategis 4: Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) yang

Transparan dan Akuntabel, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1)

Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran;

Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019

Bab IV Penutup 60

Dalam rangka menjabarkan arah kebijakan BPKIMI tersebut telah ditetapkan Program,

Kegiatan, Sasaran, dan Target yang akan dilaksanakan dan dicapai selama 5 (lima) tahun dari

2015-2019. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah monitoring dan evaluasi

pencapaian keberhasilan dari target yang telah ditetapkan, sehingga dapat secara cepat

diambil langkah-langkah koreksi dan perbaikan.

Renstra BPKIMI bersifat dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis

terutama terkait dengan perubahan reorganisasi dan peneapan aturan-aturan baru seiring

dengan implementasi UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. keberhasilan pelaksanaan

Renstra BPKIMI memerlukan prasyarat: (1) Konsistensi aktivitas program/kegiatan dengan

Renstra; (2) Koordinasi yang lebih intensif antara birokrat, akademisi dan industri; (3)

Kolaborasi yang lebih sinergis antara Pusat dan Daerah; (4) Membangun jejaring kerja antara

peneliti di lembaga litbang lainnya dan di Perguruan Tinggi; (5) Ketersediaan sarana dan

prasarana litbang; (6) Dukungan SDM litbang yang kompeten dan berintegritas.

Untuk itu, seluruh satuan kerja di lingkungan BPKIMI diharapkan dapat secara konsisten

melaksanakan kegiatan yang mengacu pada Renstra BPKIMI Tahun 2015 – 2019.

LAMPIRAN