pengkajian luka

24
PENGKAJIAN LUKA oleh M.Aminuddin, S.Kep, Ns, ETN Pendahuluan Model dan seni perawatan luka sesungguhnya telah lama di kembangkan yaitu sejak jaman pra sejarah dengan pemanfaatan bahan alami yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, yang akhirnya perkembangan perawatan luka menjadi modern seiring ditemukannya ribuan balutan untuk luka. Menurut Carville (1998) tidak ada satu jenis balutan yang cocok atau sesuai untuk setiap jenis luka. Pernyataan ini menjadikan kita harus dapat memi;ih balutan yang tepat untuk mendukung proses penyembuhan luka. Pemilihan balutan luka yang baik dan benar selalu berdasarkan pengkajian luka. Tujuan Pengkajian • Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka • Memonitor proses penyembuhan luka • Menentukan program perawatan luka pada pasien • Mengevaluasi keberhasilan perawatan Pengkajian Riwayat Pasien Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu diidentifikasi antara lain : 1. Faktor Umum

Upload: yanni-ayii

Post on 05-Dec-2014

159 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengkajian Luka

PENGKAJIAN LUKA

oleh M.Aminuddin, S.Kep, Ns, ETN

Pendahuluan

Model dan seni perawatan luka sesungguhnya telah lama di kembangkan yaitu sejak

jaman pra sejarah dengan pemanfaatan bahan alami yang diturunkan dari generasi ke

generasi berikutnya, yang akhirnya perkembangan perawatan luka menjadi modern

seiring ditemukannya ribuan balutan untuk luka. Menurut Carville (1998) tidak ada satu

jenis balutan yang cocok atau sesuai untuk setiap jenis luka. Pernyataan ini menjadikan

kita harus dapat memi;ih balutan yang tepat untuk mendukung proses penyembuhan luka.

Pemilihan balutan luka yang baik dan benar selalu berdasarkan pengkajian luka.

Tujuan Pengkajian

• Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka

• Memonitor proses penyembuhan luka

• Menentukan program perawatan luka pada pasien

• Mengevaluasi keberhasilan perawatan

Pengkajian Riwayat Pasien

Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka

bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor

yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat

penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu

diidentifikasi antara lain :

1. Faktor Umum

• Usia

Page 2: Pengkajian Luka

• Penyakit Penyerta

• Vaskularisasi

• Status Nutrisi

• Obesitas

• Gangguan Sensasi atau mobilisasi

• Status Psikologis

• Terapi Radiasi

• Obat-obatan

2. Faktor Lokal

• Kelembaban luka

• Penatalaksanaan manajemen luka

• Suhu Luka

• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran

• Benda Asing

• Infeksi Luka

Sedangkan pada penatalaksanaan perawatan luka perawat harus mengevaluasi setiap

pasien dan lukanya melalui pengkajian terhadap :

• Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan insuffisiensi vena)

• Riwayat penatalaksanaan luka terakhir dan saat ini

• Usia pasien

• Durasi luka; akut ( 12 minggu)

• Kecukupan saturasi oksigen

• Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka; obat-obatan

(seperti prednison, tamoxifen, NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah

lengkap dengan diferensial, hitung jumlah limposit total)

• Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem: penyakit jantung, penyakit vaskuler

perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal, sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang

membahayakan, malnutrisi atau cachexia

• Faktor-faktor lingkungan seperti distribusi tekanan, gesekan dan shear pada jaringan

yang dapat menciptakan lingkungan yang meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan

mempercepat penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya;

ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama memindahkan pasien dari

tempat yang satu ketempat lainnya? Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa

oksigen pasien diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?

Page 3: Pengkajian Luka

Menurut Carville (1998), Pengkajian luka meliputi :

1. Type luka

2. Type Penyembuhan

3. Kehilangan jaringan

4. Penampilan klinis

5. Lokasi

6. Ukuran Luka

7. Eksudasi

8. Kulit sekitar luka

9. Nyeri

10. Infeksi luka

11. Implikasi psikososial

1. Jenis Luka

a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka

traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses

perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis

sesuai dengan proses penyembuhan secara fisiologis.

b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu

yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh

faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau

lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan

pada luka akut.

2. Type Penyembuhan

a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka

dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester). Jaringan parut yang

dihasilkan minimal.

b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan

membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari

kemudian.

c. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi,

kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.

d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses

penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.

e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal dari

jaringan terdekat.

Page 4: Pengkajian Luka

3. Kehilangan jaringan.

Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan

dengan stadium kerusakan jaringan kulit.

a. Superfisial. Luka sebatas epidermis.

b. Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis dan dermis.

c. Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan.

Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.

Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stadium I – IV ).

a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna.

b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.

Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang

mungkin ada.

c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan terbentuknya rongga

(cavity), terdapat exudat sedang sampai banyak.

d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya (cavity), yang melibatkan

otot, tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang sampai banyak.

4. Penampilan Klinik

Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain :

a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau

lembab.

b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.

c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.

d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.

e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas,

bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.

5. Lokasi

Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan mudah dikenali di

dokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan

luka dan jenis perawatan yang diberikan. Lokasi luka di area persendian cenderung

bergerak dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel

terkena trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear

force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan meningkat

diarea dengan vaskularisasi baik (wajah).

Page 5: Pengkajian Luka

6. Ukuran Luka

Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ).

Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah

komponen penting dari perawatan luka.

Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan pengkajian 3

dimensi pada luka berrongga atau berterowongan

a. Pengkajian dua dimensi.

Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk mengukur

panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka

direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai spidol.

b. Pengkajian tiga dimensi.

Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga dimensi.

Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator kapas lembab

steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada

titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik aplikator sambil

mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang memegangnya. Ukur dari ujung

aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris sentimeter (cm).

Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah

kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien.

Panjang dapat diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ”

jam 3 – jam 9 ”.

Contoh Pengukuran

Page 6: Pengkajian Luka

Pengukuran tiga dimensi (ada rongga)

Luas luka 15 cm(P) x 12 cm(L) x 2 cm(T), dengan goa/undermining

7. Exudate.

Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.

a. Jenis Exudate

Serous – cairan berwarna jernih.

Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.

Sanguenous – cairan berwarna darah kental/pekat.

Purulent – kental mengandung nanah.

b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka bakar

atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan gangguan

elektrolit. Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau

alat pengelolaan luka yang tepat.

c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang

baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas aeruginosa

yang berwarna hijau/kebiruan).

d. Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang

edema dan fistula.

Page 7: Pengkajian Luka

e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh

seperti faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses

autolisis jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).

8. Kulit sekitar luka.

Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema,

benda asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji

dan batas-batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika

luka mendapatkan penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka

di tungkai bawah. Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi

dan/atau kontraksi.

9. Nyeri.

Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri

berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau

apakah nyeri berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri

harus diteliti dan dikelola secara tepat.

10. Infeksi luka

Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan organisme dalam luka yang

berkaitan dengan reaksi jaringan”. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya

tahan tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada

faktor-faktor seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat

kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan

dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan.

Secara reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik

atau infeksi luka.

Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan atas:

a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang

aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau

pencernaan.

b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau

pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun

tidak ada reaksi host.

c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk

pus/nanah.

Page 8: Pengkajian Luka

d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau

makrophage.

11. Implikasi Psikososial.

Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka.

Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah

potensial atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam

kaitannya terhadap;

• Harga diri dan Citra diri.

• Perubahan fungsi tubuh.

• Pemulihan dan rehabilitasi.

• Issue kualitas hidup.

• Peran keluarga dan sosial.

• Status finansial.

Contoh Pengkajian luka

Luka kronis di abdomen dengan ukuran 26 x 23 cm x 1 cm, dengan goa pkl 01 – 05 + 4

cm, warna dasar luka nekrotik (hitam) 40 %, Slough (kuning) 60 %, exudate sedang

purulent … cc, bau (+), kulit sekitar luka kering, nyeri dg skala…., terkontaminasi

kuman….. (setelah kultur)

Page 9: Pengkajian Luka

Daftar Pustaka

1. Bryant,R dan Nix,D. Acute & Chronic Wounds.Third Edition.St. Louis : Mosby.2007

2. Carvile K. Wound care manual. 3rd ed. St. Osborne Park: The Silver Chain Foundation ;

1998

3. Gitarja,W.Perawatan Luka Diabetes.Cetakan kedua.Bogor : Wocare Pubhlising.Juli 2008

4. http://www.conectique.com

5. http://www.burnsurgery.org/Betaweb/Modules/moisthealing/part_2bc.htm,

6. http://www.worldwidewounds.com/2004/september/Ryan/Psychology-Pain-Wound-

Healing.html,

7. http://www.wounds1.com/care/procedure20.cfm/35

8. Suriadi. Manajemen luka. Pontianak: Stikep Muhammadiyah; 2007

9. Blackley,P.Practical Stoma Wound and Continence Management.Victoria : Reasearch

Publications Pty Ltd ; 2004

Perawatan Luka Modern7 JANUARY, 2009

by : Hana Rizmadewi Agustina, SKp. MN

I.      Pendahuluan

Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang

sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang

kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek

perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan

manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,

dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic

semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai

kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses

penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.

Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan

keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai

dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,

implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta

dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh

Page 10: Pengkajian Luka

perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan

luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan

semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang

bisa dipakai dalam merawat luka.  Dalam hal ini, perawat dituntut untuk

memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses

pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya,

pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan

biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara

umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada

intervensi yang  melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik,

psikis, ekonomi, dan sosial.

 

II.    Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka

Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan

oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan

berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama

penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi,

terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan

struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan

epidermis;partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;

dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan

bahkan sampai ke tulang.Berdasarkan proses penyembuhan, dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

A.    Healing by primary intention

Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena

suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung

dari bagian internal ke ekseternal.

 

B.    Healing by secondary intention

Page 11: Pengkajian Luka

Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan

berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan

sekitarnya.

 

C.   Delayed primary healing (tertiary healing)

Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan

infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.

 

Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi

dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi

dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka

yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka

insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai

dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika

mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika

menunjukkan tanda-tanda infeksi.

 

III.   Proses Penyembuhan Luka

A.    Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi

tumpang tindih (overlap)

B.    Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta

penyebab luka tersebut

C.   Fase penyembuhan luka :

            1.        Fase inflamasi :

         Hari ke 0-5

         Respon segera setelah terjadi injuri  pembekuan darah  untuk

mencegah kehilangan darah

Page 12: Pengkajian Luka

         Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa

         Fase awal terjadi haemostasis

         Fase akhir terjadi fagositosis

         Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

 

            2.        Fase proliferasi or epitelisasi

         Hari 3 – 14

         Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan

jaringan granulasi pada luka  luka nampak merah segar, mengkilat

         Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,

pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid

         Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan

lapisan epidermis pada tepian luka

         Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi

 

            3.        Fase maturasi atau remodelling

         Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun

         Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta

peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)

         Terbentuk jaringan parut (scar tissue)  50-80% sama kuatnya

dengan jaringan sebelumnya

         Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and

vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan

 

IV.  Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka

Page 13: Pengkajian Luka

Status Imunologi Kadar gula darah (impaired white cell function) Hidrasi (slows metabolism) Nutritisi Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema) Suplai oksigen dan vaskularisasi Nyeri (causes vasoconstriction) Corticosteroids (depress immune function)

 

V.    Pengkajian Luka

A.    Kondisi luka

            1.        Warna dasar luka

         Slough (yellow)

         Necrotic tissue (black)

         Infected tissue (green)

         Granulating tissue (red)

         Epithelialising (pink)

            2.        Lokasi ukuran dan kedalaman luka

            3.        Eksudat dan bau

            4.        Tanda-tanda infeksi

            5.         Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban      

            6.        Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung

B.    Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin

C.   Status vascular : Hb, TcO2

D.   Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan

yang lain

E.    Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

Page 14: Pengkajian Luka

 

 

VI.  Perencanaan

A.   Pemilihan Balutan Luka

Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi

dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang

dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan

dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk

penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori

perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:

            1.        Mempercepat fibrinolisis

Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh

netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.

            2.        Mempercepat angiogenesis

Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan

merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.     

            3.        Menurunkan resiko infeksi

Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan perawatan kering.

            4.        Mempercepat pembentukan Growth factor

Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk

membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi

komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.

            5.        Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.

Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,

monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Page 15: Pengkajian Luka

 

Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk

membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:

1.    Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh

luka (absorbing)

2.    Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan

mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable

tissue removal)

3.    Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)

4.    Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan

5.    Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau

pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999;

Ovington, 1999)

 

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :

         Apakah suplai telah tersedia?

         Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?

         Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?

         Bagaimana dengan pertimbangan biaya?

         Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?

         Bagaimana cara mengevaluasi?

 

B.   Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya

            1.        Film Dressing

         Semi-permeable primary atau secondary dressings

Page 16: Pengkajian Luka

         Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive

         Conformable, anti robek atau tergores

         Tidak menyerap eksudat

         Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi

         Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak

         Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

 

            2.        Hydrocolloid

         Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers

         Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough

         Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis

         Waterproof

         Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal

         Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV

         Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

 

            3.        Alginate

         Terbuat dari rumput laut

         Membentuk gel diatas permukaan luka

         Mudah diangkat dan dibersihkan

         Bisa menyebabkan nyeri

         Membantu untuk mengangkat jaringan mati

         Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita

Page 17: Pengkajian Luka

         Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat

         Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering

         Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

 

            4.        Foam Dressings

         Polyurethane

         Non-adherent wound contact layer

         Highly absorptive

         Semi-permeable

         Jenis bervariasi

         Adhesive dan non-adhesive

         Indikasi : eksudat sedang s.d berat

         Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik

hitam

         Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

 

            5.        Terapi alternatif

         Zinc Oxide (ZnO cream)

         Madu (Honey)

         Sugar paste (gula)

         Larvae therapy/Maggot Therapy

         Vacuum Assisted Closure

         Hyperbaric Oxygen

Page 18: Pengkajian Luka

 

VII. Implementasi

A.    Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)

         Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough

tissue)

         Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat

         Untuk merangsang granulasi

         Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat

         Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates

dan hydrofibre dressings

 

B.    Luka Nekrotik

         Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)

         Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis

         Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat

         Hydrogels, hydrocolloid dressings

 

C.   Luka terinfeksi

         Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat

penyembuhan luka

         Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka

         Wound culture – systemic antibiotics

         Kontrol eksudat dan bau

         Ganti balutan tiap hari

Page 19: Pengkajian Luka

         Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon

dressings, silver dressings

 

D.   Luka Granulasi

         Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan

yang baru, jaga kelembaban luka

         Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat

         Moist wound surface – non-adherent dressing

         Treatment overgranulasi

         Hydrocolloids, foams, alginates

 

E.    Luka epitelisasi

         Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-

surfacing”

         Transparent films, hydrocolloids

         Balutan tidak terlalu sering diganti

 

F.    Balutan kombinasi

Tujuan Tindakan

Rehidrasi

Hydrogel + film

atau hanya hydrocolloid

Debridement (deslough)

Hydrogel + film/foam

Atau hanya hydrocolloid

Page 20: Pengkajian Luka

Atau alginate + film/foam

Atau hydrofibre + film/foam

Manage eksudat sedang

s.d berat

Extra absorbent foam

Atau extra absorbent alginate + foam

Atau hydrofibre + foam

Atau cavity filler plus foam

 

VIII.        Evaluasi dan Monitoring Luka

         Dimensi luka : size, depth, length, width

         Photography

         Wound assessment charts

         Frekuensi pengkajian

         Plan of care

 

IX.  Dokumentasi Perawatan Luka

-          Potential masalah

-          Komunikasi yang adekuat

-          Continuity of care

-          Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul

-          Harus bersifat faktual, tidak subjektif

-          Wound assessment charts

 

X.    Kesimpulan

Page 21: Pengkajian Luka

1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat

2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien

3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas

 

Referensi

1.    http://www.podiatrytoday.com/article/1894

2.    Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24,

2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search

3.    Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5:

Proquest Nursing & Allied Health Search

4.    Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice

Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry

5.    Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community

Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search

6.    Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of

Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs

Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery.

Australia. www.joannabriggs.org.au

7.    Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice

Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search