rematoid artritis.docx

41
BAB I STATUS PASIEN I. Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. E / perempuan / 48 tahun b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT / SMA c. Alamat :Jln teluk permai, RT. 30. Kec. Telanaipura II. Latar Belakang Sosio-ekonomi- demografi-lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan : Menikah b. Jumlah anak/saudara : anak 2 orang c. Status ekonomi keluarga 1) Mampu :+ 2) Miskin :- d. KB : - e. Kondisi Rumah : Tidak mencerminkan rumah sehat (tempat tinggal bersih, tidak terdapat 1

Upload: sanashar

Post on 27-May-2017

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rematoid artritis.docx

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. E / perempuan / 48 tahun

b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT / SMA

c. Alamat : Jln teluk permai, RT. 30. Kec. Telanaipura

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah anak/saudara : anak 2 orang

c. Status ekonomi keluarga

1) Mampu : +

2) Miskin : -

d. KB : -

e. Kondisi Rumah : Tidak mencerminkan rumah sehat (tempat

tinggal bersih, tidak terdapat ventilasi disetiap ruangan dan penerangan

rumah siang hari tidak baik)

f. Kondisi Lingkungan Keluarga : baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :

1

Page 2: Rematoid artritis.docx

- Riwayat darah tinggi disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat keluarga dengan gejala yang sama disangkal

V. Keluhan Utama :

Nyeri pada kedua sendi lutut sejak ± 1 bulan yang lalu

VI. Keluhan Tambahan :

Nyeri dan kaku juga dirasakan terutama pada pagi hari dan saat merubah

posisi dari jongkok ke berdiri.

VII.Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)

Pasien datang ke Puskesmas Simpang IV Sipin dengan keluhan nyeri pada

kedua lutut sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku nyeri dirasakan saat

sedang beraktivitas dan berjalan. Nyeri juga dirasakan pada saat pasien

perubahan posisi, misalnya dari jongkok ke berdiri dan saat melakukan sholat

pada waktu rukuk dan bersujud. Pasien mengaku makanan tidak

mempengaruhi nyeri pada kedua lutut dan siku.

Nyeri dan kaku pada sendi lutut juga dirasakan pasien pada pagi hari

saat bangun tidur, tetapi nyeri bisa hilang dalam beberapa menit (±10 menit),

tidak mencapai waktu 1 jam. Pasien menyangkal adanya nyeri pada jari-jari

tangan dan jari-jari kaki.

2

Page 3: Rematoid artritis.docx

Demam, batuk, pilek dan nyeri ulu hati tidak ada. BAK dan BAB

normal. Pasien belum pernah berobat ke Puskesmas sebelumnya, akhirnya

pasien memutuskan berobat ke Puskesmas Simpang IV Sipin.

VIII. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

1. Keadaan sakit : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Suhu : 36°C

4. Nadi : 88x/menit

5. Tekanan Darah : 110/70mmHg

6. Pernafasan

- Frekuensi : 20x/menit

- Irama : reguler

- Tipe : thorakoabdominal

7. Tinggi badan : 160 cm

8. Berat badan : 68 Kg

9. Kulit

- Turgor : baik

- Lembab / kering : lembab

- Lapisan lemak : ada

3

Page 4: Rematoid artritis.docx

Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : normocephal

Ekspresi : tampak kesakitan

Simetri : simetris

2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)

Kelopak : normal

Conjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Kornea : normal

Pupil : bulat, isokor, RC +/+

Lensa : normal, keruh (-)

3. Hidung : tak ada kelainan

4. Telinga : tak ada kelainan

5. Mulut Bibir : basah, tidak pucat

Bau pernafasan : normal

Gigi geligi : lengkap

Palatum : deviasi (-)

Gusi : warna merah muda,

perdarahan (-)

Selaput Lendir : normal

Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)

4

Page 5: Rematoid artritis.docx

6. Leher KGB : tak ada pembengkakan

Kel.tiroid : tak ada pembesaran

JVP : 5 - 2 mmHg

7. Thorax Bentuk : simetris

Pergerakan dinding dada : tidak ada yang

tertinggal

Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi simetris

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Perkusi Sonor

Batas paru-hepar :ICS

VI kanan

Sonor

Auskultasi Wheezing (-), Ronkhi

(-)

Wheezing (-), Ronkhi

(-)

Jantung

InspeksiIctus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula

kiri

PalpasiIctus cordis teraba di ICS V linea midclavicula

kiri

Perkusi Batas-batas jantung :

Atas : ICS II kiri

Kanan : linea sternalis kanan

Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri

Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

5

Page 6: Rematoid artritis.docx

Abdomen

Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

Palpasi Hepar dan lien tak teraba

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

8. Ekstremitas Atas

Warna : sawo matang Jari tabuh : (-)

Edema : (-) Tremor : (-)

Sendi : nyeri (-) / (-) Deformitas : (-) / (-)

Suhu raba : N / N Jari-jari : Nodus heberden (-)

9. Ekstremitas bawah

Varises : (-) / (-) Suhu Raba : N /N

Gerakan : luas / luas Edema : (-) / (-)

Kekuatan: 5 / 5 Deformitas : (-) / (-)

10. Status Lokalisata

Regio Patella Dextra et Sinistra

Warna : tidak kemerahan

Suhu raba : (N) / (N)

Nyeri : (+) / (+) => nyeri saat gerakan fleksi,extensi

Deformitas : (-) / (-)

Pembengkakan : (-) / (-)

IX. Pemeriksaan Penunjang :

Uric acid = 4,1 mg/dl (3,0-6,0 mg/dl)

X. Diagnosis Kerja :

6

Page 7: Rematoid artritis.docx

Osteoarthritis

XI. Diagnosis Banding :

- Reumatoid Artritis

- Gout

XII. Pemeriksaan Anjuran :

- Pemeriksaan Radiologi

- Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, LED, rheumatoid

factor, kolesterol

XIII.Manajemen

1. Preventif :

1. Menyarankan pasien agar berobat secara teratur

2. Mengontrol asupan makanannya

3. Menyarankan latihan untuk memperluas gerak sendi, dan beristirahat

secara teratur

4. Menjaga kesehatan tubuh dan istirahat yang teratur

2. Promotif :

1. Mensosialisasikan kepada pasien tentang apa itu osteoarthritis dan

bahayanya.

2. Mengurangi berat badan / kontrol berat badan

3. Minum obat yang teratur

4. Evaluasi / kontrol ulang kepada dokter

5. Terapi fisik dengan fisioterapi

7

Page 8: Rematoid artritis.docx

6. Berolahraga yang ringan seperti jalan pagi hari dan olahraga renang

3. Kuratif :

Medikamentosa :

- OAINS : Ibuprofen 3 x 1 tablet/hr

- Kalk 3 x 1 tablet/hr

- Vitamin C 3 x 1 tablet/hr

Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas : Puskesmas Simpang IV Sipin

Jalan : Kelurahan Sei.Putri Telanaipura Kota Jambi

Dokter : Pardia Handayani

Tanggal : 20 November 2013

R/ Ibuprofen tab mg 200 no. IX

s 3 d d tab 1

R/ kalk tab no. IX

s 3 d d tab 1

R/ Vit.C tab no. IX

s 3 d d tab 1

Pro : Ny. E Umur : 48 tahun

Alamat : RT.18 Sei.Putri Telanaipura

Non Medikamentosa

Pengobatan Tradisional :

8

Page 9: Rematoid artritis.docx

1. Cara Pertama

Bahan-bahan :

30 gram jahe merah 25 gram kunyit tua 90 gram daun lidah buaya 1 jari kayu manis 5 gram adas

Cara Pemakaian :

Semua bahan di cuci bersih Lalu daun lidah buaya di kupas kulitnya Semua bahan direbus dengan 600 cc air Diamkan hingga mendidih dan air tersisa 250 cc, lalu saring minum selagi

hangat

2. Cara Kedua

Bahan-bahan :

30 gram temulawak 15 gram sambiloto 30 gram daun dewa 2 batang serai Gula aren secukupnya

Cara Pemakaian :

Cuci bersih semua bahan Lalu rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc Saring dan dinginkan Minum 2 kali sehari

4. Rehabilitatif

- Menyarankan agar pasien melakukan latihan gerak

9

Page 10: Rematoid artritis.docx

- Mengurangi berat badan

- Makan obat secara teratur

- Istirahat yang cukup

- Kontrol secara rutin dan disarankan untuk melakukan fisioterapi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: Rematoid artritis.docx

II.1 Pendahuluan

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas

serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan

suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif

simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga

melibatkan organ tubuh lainnya. 1

Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang

timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan

persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas

bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur

telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit

ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.1

II. 2 Definisi

Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

(biasanya sendi tangan dan kaki) secara Artritis rematoid juga bisa menyebabkan

sejumlah gejala di seluruh tubuh.2

Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3

kali lebih sering dibandingkan Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50

tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.2

II.3 Etiologi

Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai faktor (termasuk

kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun.3

II.4 Gejala Klinis

11

Page 12: Rematoid artritis.docx

Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama

mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris.

Pada kasus AR yang jelas diag-nosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan

tetapi pada masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi

dengan jelas, sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam menegakkan

diagnosis. Walaupun demikian dalam menghadapi AR yang pada umumnya

berlangsung kronis ini, seorang dokter tidak perlu terlalu cepat untuk menegakkan

diagnosis yang pasti. Adalah lebih baik untuk menunda diagnosis AR selama

beberapa bulan dari pada gagal mendiagnosis terdapatnya jenis artritis lain yang

seringkali memberi-kan gejala yang serupa5. Pada penderita harus diberi tahukan

bahwa semakin lama diagnosis AR tidak dapat ditegakkan dengan pasti oleh

seorang dokter yang berpengalaman, umumnya akan semakin baik pula prognosis

AR yang dideritanya. 4,5

II.5 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite

khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena

kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam

klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi

AR tersebut pada tahun 1958. 4,5

Dengan kriteria tahun 1958 ini ini seseorang dikatakan menderita AR

klasik jika memenuhi 7 dari 11 kriteria yang ditetapkan, definit jika memenuhi 5

kriteria, probable jika memenuhi 3 kriteria dan possible jika hanya memenuhi 2

kriteria saja. Walaupun kriteria tahun 1958 ini telah digunakan selama hampir 30

tahun, akan tetapi dengan terjadinya perkembangan pengetahuan yang pesat

mengenai AR, ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut

banyak dijumpai kesalahan diagnosis atau dapat me-masukkan jenis artritis lain

seperti spondyloarthro-pathy seronegatif, penyakit pseudorheumatoid akibat

deposit calcium pyrophosphate dihydrate, lupus erite-matosus sistemik,

12

Page 13: Rematoid artritis.docx

polymyalgia rheumatica, penyakit Lyme dan berbagai jenis artritis lainnya sebagai

AR. 4,5

Pembagian AR sebagai classic, definite, probable dan possible, secara

klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek

sehari hari, tidak perlu dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR

definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR

probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.

Walaupun peranan faktor reumatoid dalam pato-genesis AR belum dapat

diketahui dengan jelas, da-hulu dianggap penting untuk memisahkan kelompok

penderita seropositif dari seronegatif. Akan tetapi pada faktanya, faktor reumatoid

seringkali tidak dapat dijumpai pada stadium dini penyakit atau pembentukan nya

dapat ditekan oleh disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD). Selain itu

spesifisitas faktor reumatoid ternyata tidak dapat diandalkan karena dapat pula

dijumpai pada beberapa penyakit lain. Dua kriteria tahun 1958 yang lain seperti

analisis bekuan musin dan biopsi membran sinovial memerlukan prosedur invasif

sehingga tidak praktis untuk digunakan dalam diagnosis rutin.

Dengan menggabungkan variabel yang paling sensitif dan spesifik pada

262 penderita AR dan 262 penderita kontrol, pada 1987 ARA berhasil dilakukan

revisi susunan kriteria klasifikasi reumatoid artritis dalam format tradisional yang

baru. Susunan kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 4,5

1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis

1. Kaku pagi hari

2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih

3. Artritis pada persendian tangan

4. Artritis simetris

5. Nodul reumatoid

6. Faktor reumatoid serum positif

7. Perubahan gambaran radiologis

13

Page 14: Rematoid artritis.docx

Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1

sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu. 4,5

Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid 5

No Kriteria Definisi1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kaku pagi hari

Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih

Artritis pada persendian tangan

Artritis simetris

Nodul reumatoid

Faktor reumatoid serum positif

Perubahan gambar radiologis

Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter

Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera diatas

Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP atau MPT bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter

Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok koktrol yang diperiksa.

Pada pemeriksaan sinar-X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan)

14

Page 15: Rematoid artritis.docx

II.6 Konsep Pengobatan AR

Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan

pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan

untuk: 4,5

1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik

2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan

3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar

tetap dalam keadaan baik.

4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persen dian yang terlibat agar

sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Dalam pengobatan AR umumnya selalu dibutuh kan pendekatan

multidisipliner. Suatu team yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli

fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli

psikologi, semuanya memiliki peranan masing masing dalam pengelolaan

penderita AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan

penyakit ini. Pertemuan berkala yang teratur antara penderita dan keluarganya

dengan team pengobatan ini umumnya akan memungkinkan penatalaksanaan

penderita menjadi lebih baik dan juga akan meningkatkan kepatuhan penderita

untuk berobat.

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus

dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara

penderita dan keluarganya dengan dokter atau team pengobatan yang merawatnya.

Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara

ketaatan penderita untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup

lama. 4,5

II.7 Peranan Pendidikan dalam Pengobatan AR

Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat

alamiah penyakit dan penatalaksanaan AR kepada penderita merupakan hal yang

15

Page 16: Rematoid artritis.docx

amat penting untuk dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai

penyakitnya, penderita AR diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan

emosional, motivasi dan kognitif yang terganggu akibat penyakit ini.

Saat ini terdapat telah banyak publikasi tentang manfaat pendidikan dini

pada penderita AR. Salah satu yang banyak dilaksanakan di Amerika Serikat dan

Kanada adalah adalah The Arthritis Self Management Program, yang

diperkenalkan oleh Lorig dkk. dari Stanford University. Peningkatan pengetahuan

penderita tentang penyakitnya telah terbukti akan meningkatkan motivasinya

untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

yang dialaminya.4,5

II.8 Trend Pengobatan AR Saat Ini

Berbeda dengan trend pada dekade yang lalu, saat ini banyak di antara

para ahli penyakit reumatik yang telah meninggalkan cara pengobatan tradisional

yang menggunakan 'piramida terapeutik. Beberapa ahli bahkan menganjurkan

untuk menggunakan pendekatan step down bridge dengan menggunakan

kombinasi beberapa jenis DMARD yang dimulai pada saat yang dini untuk

kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas AR telah dapat

terkontrol. 4,5

Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa penatalaksanaan yang efektif

hanya dapat dicapai bila pengobatan dapat diberikan pada masa dini penyakit.

II.9 Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada

penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri

sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi

sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga

memberikan efek analgesik yang sangat baik.

OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase

sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan

16

Page 17: Rematoid artritis.docx

enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa

OAINS berkerja dengan cara: 4,5

o        Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal

o        Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,

serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).

o        Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan

o        Menghambat proliferasi seluler

o        Menetralisasi radikal oksigen

o        Menekan rasa nyeri

Selama ini telah terbukti bahwa OAINS dapat sangat berguna dalam

pengobatan AR, walaupun OAINS bukanlah merupakan satu satunya obat yang

dibutuhkan dalam pengobatan AR. Hal ini di sebabkan karena golongan OAINS

tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi rawan sendi dan tulang dari proses

destruksi akibat AR. Untuk mengatasi proses destruksi tersebut masih diperlukan

obat obatan lain yang termasuk dalam golongan DMARD. 4,5

II.10 Efek Samping OAINS pada Pengobatan Penderita AR

Semua OAINS secara potensial umumnya ber-sifat toksik. Toksisitas

OAINS yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus

gastrointestinalis terutama jika OAINS digunakan bersama obat obatan lain,

alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan

suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat

OAINS. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat OAINS yang

berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic.

Akhir akhir ini juga sedang dikembangkan OAINS yang bersifat selektif terhadap

jalur COX-2 metabolisme asam arakidonat. OAINS yang selektif terhadap jalur

17

Page 18: Rematoid artritis.docx

COX-2 umumnya kurang berpengaruh buruk pada mukosa lambung dibandingkan

dengan preparat OAINS biasa.

Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan OAINS

antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta

pe-nekanan sistem hematopoetik.

Selama duapuluh tahun terakhir ini, berbagai jenis OAINS baru dari berbagai

golongan dan cara penggunaan telah dapat diperoleh di pasaran. Dalam memilih

suatu OAINS untuk digunakan pada seorang penderita AR, seorang dokter

umumnya harus mempertimbangkan beberapa hal seperti: 4,5

o        Khasiat anti inflamasi

o        Efek samping obat

o        Kenyamanan / kepatuhan penderita

o        Biaya.

Karena faktor seperti khasiat anti inflamasi, efek analgesik, beratnya efek

samping atau biaya dari berbagai jenis OAINS saat ini umumnya masih tidak jauh

berbeda, sejak beberapa tahun terakhir ini pilihan OAINS lebih banyak

bergantung pada faktor kenyamanan dan kepatuhan penderita dalam

menggunakan OAINS.

II. 11 Penggunaan DMARD pada Penderita AR

Pada dasarnya saat ini terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian

DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian

DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini

didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini

penyakit. Brook and Corbett, pada penelitiannya menemukan bahwa 90%

penderita AR telah menunjukkan gambaran erosi secara radiologis pada dua tahun

pertama setelah menderita penyakit. Hasil pengobatan jangka panjang yang buruk

18

Page 19: Rematoid artritis.docx

pada sebagian besar penelitian sangat mungkin disebabkan karena pengobatan

baru dimulai setelah masa kritis ini dilampaui. 4,5

Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih

DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan

imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. Kecenderungan untuk

menggunakan kombinasi DMARD dalam pengobatan AR ini timbul sejak dekade

yang silam karena banyak diantara para ahli reumatologi beranggapan bahwa

terapi DMARD secara sekwensial, pada jangka panjang tidak berhasil mencegah

terjadinya kerusakan sendi yang progresif.

Sebenarnya tidak terdapat suatu batasan yang tegas mengenai kapan kita

harus mulai menggunakan DMARD. Hal ini disebabkan karena hingga kini belum

terdapat suatu cara yang tepat untuk dapat mengukur beratnya sinovitis atau

destruksi tulang rawan pada penderita AR. Dengan demikian, keputusan untuk

menggunakan DMARD pada seorang penderita AR akan sepenuhnya bergantung

pada pertimbangan dokter yang mengobatinya. Umumnya pada penderita yang

diagnosisnya telah dapat ditegakkan dengan pasti, OAINS harus diberikan dengan

segera. Pada penderita yang tersangka menderita AR yang tidak menunjukkan

respons terhadap OAINS yang cukup baik dalam beberapa minggu, DMARD

dapat dimulai diberikan untuk dapat mengontrol progresivitas penyakitnya.

Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah: 4,5

II.11.1 Klorokuin

Klorokuin merupakan DMARD yang paling banyak digunakan di

Indonesia. Hal ini disebabkan karena klorokuin sangat mudah didapat dengan

biaya yang amat terjangkau sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia

dalam hal eradikasi penyakit malaria.

Sebagai DMARD, klorokuin memiliki beberapa keterbatasan. Banyak

diantara para ahli yang ber-pendapat bahwa khasiat dan efektivitas klorokuin

agaknya lebih rendah dibandingkan dengan DMARD lainnya, walaupun

19

Page 20: Rematoid artritis.docx

toksisitasnya juga lebih rendah dibandingkan dari DMARD lainnya. Dari

pengalaman penggunaan klorokuin di Indonesia diketahui bahwa sebagian

penderita akan menghentikan penggunaan klorokuin pada suatu saat karena

merasa bahwa obat ini kurang bermanfaat bagi penyakitnya.

Toksisitas klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

Klorokuin dapat digunakan dengan aman jika dilakukan pemantauan yang baik

selama penggunaannya dalam jangka waktu yang panjang. Efek samping pada

mata, sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil penderita saja. Mackenzie and

Scherbel, pada penelitiannya telah dapat menunjukkan bahwa toksisitas klorokuin

pada retina hanya bergantung pada dosis harian saja dan bukan dosis

kumulatifnya. Dosis antimalaria yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah

klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini

jarang sekali terjadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping

lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan antimalaria adalah dermatitis

makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang

dapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati pada beberapa penderita.

II.11.2 Sulfazalazine

Sulfasalazine (SASP,salicyl-azo-sulfapyridine) diperkenalkan untuk

pertama kalinya oleh Nana Svartz di Swedia pada sekitar tahun 1930. Pada

mulanya obat ini digunakan untuk mengobati artritis inflamatif yang diduga

disebabkan karena infeksi, akan tetapi setelah digunakan beberapa waktu,

perhatian terhadap obat ini menurun akibat dipublikasikannya laporan Sinclair

dan Duthie mengenai pengaruh yang kurang baik pada penggunaan obat ini di

Inggris. Obat ini kemudian kembali menjadi populer setelah di publikasikannya

laporan McConkey, Bird dan kawan kawan yang meneliti kembali khasiat SASP

pada penderita AR dengan metodologi penelitian yang lebih baik.

Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet

digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500

mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai

dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari

20

Page 21: Rematoid artritis.docx

untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi. Jika

sulfasalazine tidak menunjukkan khasiat yang di kehendaki dalam 3 bulan, obat

ini dapat dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetap digunakan

dalam bentuk kombinasi dengan DMARD lainnya.

Kurang lebih 20% penderita AR menghentikan pengobatan SASP karena

mengalami nausea, mun-tah atau dispepsia. Gangguan susunan syaraf pusat

seperti pusing atau iritabilitas dapat pula dijumpai. Neutropenia, agranulositosis

dan pansitopenia yang reversibel telah pernah dilaporkan terjadi pada penderita

yang mendapatkan SASP. Ruam kulit terjadi kurang lebih pada 1% sampai 5%

dari penderita yang menggunakan SASP. Penurunan jumlah sel spermatozoa yang

reversibel juga pernah dilaporkan walaupun belum pernah dilaporkan adanya

pening-katan abnormalitas foetus.

II.3 D-penicillamine

D-penicillamine (DP) mulai meluas penggunaannya sejak tahun

tujuhpuluhan. Walaupun demikian, karena obat ini bekerja sangat lambat, saat ini

DP kurang disukai lagi untuk digunakan dalam pengobatan AR. Umumnya

diperlukan waktu pengobatan kurang lebih satu tahun untuk dapat mencapai

keadaan remisi yang adekwat, dan rentang waktu ini dianggap terlalu lama bagi

sebagian besar penderita AR .

Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg)

digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan

setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai

dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.

Efek samping DP antara lain adalah ruam kulit urtikarial atau

morbilformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus. DP juga dapat

menyebabkan trombositopenia, lekopenia dan agranulositosis. Pada ginjal DP

dapat menyebabkan timbulnya proteinuria ringan yang reversible sampai pada

suatu sindroma nefrotik. Efek samping lain yang juga dapat timbul adalah lupus

21

Page 22: Rematoid artritis.docx

like syndrome, polimiositis, neuritis, miastenia gravis, gangguan mengecap,

nausea, muntah, kolestasis intrahepatik dan alopesia.

II.11.4 Garam emas

Auro Sodium Thiomalate (AST) intramuskular telah dianggap sebagai

suatu gold standard bagi DMARD sejak 20 tahun terakhir ini. Khasiat obat ini

tidak diragukan lagi, walaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakan efek

samping dari yang ringan sampai yang cukup berat.

AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara intramuskular

yang dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, disusul dengan

dosis percobaan kedua sebesar 20 mg setelah 1 minggu kemudian. Setelah 1

minggu, dosis penuh diberikan sebesar 50 mg / minggu selama 20 minggu. Jika

respons penderita belum memuaskan setelah 20 minggu, pengobatan dapat

dilanjutkan dengan pemberian dosis tambahan sebesar 50 mg setiap 2 minggu

sampai 3 bulan. Kalau masih diperlukan AST kemudian dapat diberikan dalam

dosis sebesar 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskan

dapat tercapai.

Efek samping AST antara lain adalah pruritus, stomatitis, proteinuria,

trombositopenia dan aplasia sumsum tulang. Efek samping AST agaknya terjadi

lebih sering pada pengemban HLA- DR3A. Jika timbul efek samping yang ringan,

dosis AST dapat dikurangi atau dihentikan untuk sementara. Jika gejala efek

samping tersebut menghilang, AST kemudian dapat diberikan lagi dalam dosis

yang lebih rendah.

Ridaura (auranofin tablet 3 mg) adalah preparat garam emas oral telah

dikenal sejak awal dekade yang lalu dan dianggap sebagai DMARD yang

berlainan sifatnya dari AST. Walaupun obat ini terbukti berkhasiat dalam

pengobatan AR, lebih mudah digunakan serta tidak memerlukan pemantauan yang

ketat seperti AST, banyak para ahli yang berpendapat bahwa khasiat auranofin

tidaklah lebih baik dibandingkan dengan AST.

22

Page 23: Rematoid artritis.docx

Auranofin sangat berguna bagi penderita AR yang menunjukkan efek

samping terhadap AST. Auranofin diberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek

samping proteinuria dan trombositopenia lebih jarang dijumpai dibandingkan dari

penggunaan AST. Pada awal penggunaan auranofin, banyak penderita yang

mengalami diare, yang dapat diatasi dengan menurun- kan dosis pemeliharaan

yang digunakan.

II.11.5 Methotrexate

Methotrexate (MTX) adalah suatu sitostatika golongan antagonis asam

folat yang banyak digunakan sejak 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah

digunakan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulai bekerja relatif

lebih pendek (3 - 4 bulan) jika dibandingkan dengan DMARD yang lain. Dalam

pengobatan penyakit keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesis

thymidine sehingga menyebab-kan hambatan pada sintesis DNA dan proliferasi

selular. Apakah mekanisme ini juga bekerja dalam penggunaannya sebagai

DMARD belum diketahui dengan pasti.

Pemberian MTX umumnya dimulai dalam dosis 7.5 mg (5 mg untuk orang

tua) setiap minggu. Walaupun dosis efektif MTX sangat bervariasi, sebagian besar

penderita sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampai 4 bulan setelah

pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan dalam 3 sampai 4 bulan maka dosis MTX

harus segera ditingkatkan.

Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yang digunakan dalam

pengobatan AR umumnya jarang dijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa

kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, intoleransi

gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia, aspermia atau leukopenia. Efek

samping ini biasanya dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan

pemberian MTX. Kelainan hati dapat dicegah dengan tidak menggunakan MTX

pada penderita AR yang obese, diabetik, peminum alkohol atau penderita yang

sebelumnya telah memiliki kelainan hati.

23

Page 24: Rematoid artritis.docx

Pada penderita AR yang menunjukkan respons yang baik terhadap MTX,

pemberian asam folinat (Leucovorin) dapat mengurangi beratnya efek samping

yang terjadi. Leucovorin diberikan dalam dosis 6 sampai 15 mg/m2 luas

permukaan badan setiap 6 jam selama 72 jam jika terdapat efek samping MTX

yang dapat membahayakan penderita.

Walaupun penggunaan MTX memberikan harapan yang baik dalam

pengobatan AR, akan tetapi seperti halnya penggunaan sitostatika lain, MTX

sebaiknya hanya diberikan kepada penderita AR yang progresif dan gagal di

kontrol dengan DMARD standard lainnya.

II.11.5 Cyclosporin - A

Cyclosporin - A (CS-A), adalah suatu undeca-peptida siklik yang di isolasi

dari jamur Tolypocladium inflatum Gams pada tahun 1972. Dalam dosis rendah,

CS-A telah terbukti khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati penderita AR.

Pengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambat progresivitas erosi dan

kerusakan sendi. Kendala utama penggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik

yang sangat bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi ginjal ini

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum atau hipertensi.

Efek samping lain CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingiva,

hipertrikosis, rasa terbakar pada ekstremitas dan perasaan lelah.

Dosis awal CS-A yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah 2,5

mg/KgBB/hari yang diberikan terbagi dalam 2 dosis setiap 12 jam. Dosis dapat

ditingkatkan sebesar 25% dosis awal setelah 6 minggu hingga mencapai 4

mg/KgBB/hari sehingga sehingga tercapai kadar CS-A serum sebesar 74 - 150

ng/ml atau jika kadar kreatinin serum meningkat mencapai lebih dari 50% nilai

basal. Dosis peme-liharaan rata rata berkisar antara 4 mg/KgBB/hari. Dalam dosis

tersebut ternyata terjadi perbaikan yang bermakna dalam beberapa outcome yang

diukur.

II.12 Bridging Therapy dalam Pengobatan AR

24

Page 25: Rematoid artritis.docx

Bridging therapy adalah pemberian glukokortikoid dalam dosis rendah

(setara dengan prednison 5 sampai 7,5 mg/hari) sebagai dosis tunggal pada pagi

hari. Walaupun pemberian glukokortikoid dosis rendah tidak menimbulkan

perubahan yang bermakna kadar dan irama kortisol plasma atau growth hormone,

pemberian glukokortikoid dosis rendah ini akan sangat berguna untuk mengurangi

keluhan penderita sebelum DMARD yang diberikan dapat bekerja. 4,5

II.13 Pengobatan AR Eksperimental

Selain dari cara pengobatan di atas, terdapat pula beberapa cara lain yang

dapat dipakai untuk mengobati penderita AR, akan tetapi karena belum dilakukan

uji klinik mengenai khasiat dan efektivitas dari modalitas tersebut, cara

pengobatan tersebut masih bersifat eksperimental dan belum digunakan secara

luas dalam pengobatan AR. Pengobatan eksperimental AR ini antara lain meliputi

penggunaan plasmaferesis, thalidomide, J-interferon, inhibitor IL-1 dan antibodi

monoclonal. 4,5

II.14 Peranan Dietetik dalam Pengobatan AR

AR adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dan bukan suatu

penyakit metabolik. Walaupun beberapa jenis modifikasi dietetik, antara lain yang

terakhir berupa suplementasi asam lemak omega 3 seperti asam eikosapentanoat

pernah dicoba dalam beberapa penelitian, ternyata hasilnya tidak begitu

meyakinkan. Dengan demikian hingga saat ini sebagian besar para ahli

berpendapat bahwa selain untuk mencapai berat badan ideal, agaknya modifikasi

dietetik saat ini belum jelas kegunaannya dalam merubah riwayat alamiah

penyakit ini. 4,5

II.15 Prognosis

Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi

penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis

25

Page 26: Rematoid artritis.docx

reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar

penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama

sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis

polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang

progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada

setiap eksaserbasi. 6

26

Page 27: Rematoid artritis.docx

BAB III

ANALISA KASUS

Studi kasus, Ny. H usia 60 tahun datang dengan keluhan Nyeri pada kedua

tangan dan kedua kaki ± 9 bulan terakhir. Diagnosis rematoid artritis pada pasien

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada kedua tangan dan kedua

kaki. Pasien mengeluh nyeri pada kedua tangan, pada jari-jari tangan kanan dan

kiri hingga pergelangan tangan, serta kedua kaki dari ujung jari hingga ke tumit

sejak ± 9 bulan terakhir. Nyeri dirasakan pasien terutama pada pagi hari setelah

bangun tidur. Setelah bangun tidur pagi hari pasien membutuhkan waktu ± 30

menit untuk merelakskan jari-jari kedua tangan dan jari-jari kedua kaki hingga ke

tumit. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan pembengkakan ataupun bentuk

deformitas.

Penegakkan diagnosis rematoid artritis dilakukan atas dasar 1987 Revised

A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis 1987 : Kaku pagi hari, artritis pada 3

daerah persendian atau lebih, artritis pada persendian tangan, artritis simetris,

nodul reumatoid, faktor reumatoid serum positif, perubahan gambaran radiologis.

Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1

sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu. Pada pasien ini ditemukan

kriteria 1 sampai 4 yaitu :

1. Kaku pagi hari

2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih

3. Artritis pada persendian tangan

27

Page 28: Rematoid artritis.docx

4. Artritis simetris

Diagnosis banding pada kasus ini adalah gout dan osteoatrhititis.

Diagnosis banding gout dapat disingkirkan karena pada anamnesis pasien

mengaku mengkonsumsi makanan apapun tidak mempengaruhi nyeri pada sendi-

sendinya dan pada pemeriksaan penunjang uric acid normal dengan kadar 5,0

mg/dl.

Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan radiologi dan

pemeriksaan faktor reumatoid serum sebagai diagnosis pastinya.

Tindakan preventif pada pasien ini : menjaga kesehatan tubuh,

mengkonsumsi diet yang kaya buah serta sayuran dan kurang mengandung 

produk daging serta lemak.

Tindakan Promotif pada pasien ini : monitor berat badan, minum obat

yang teratur, evaluasi / kontrol ulang kepada dokter, terapi fisik dengan fisioterapi

Tindakan Kuratif : OAINS : Ibuprofen 3 x 1 tablet/hr, Prednison 1 x 1

tablet/hr, diazepam 1 x 1 tablet/hr, kalk 3 x 1 tablet/hr, Vitamin Bcomp.1 x 1

tablet/hr.

28

Page 29: Rematoid artritis.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Rematoid artritis. Diunduh dari : http://cpddokter.com/home/index2.php?

option=com_content&do_pdf=1&id=151 (16 April 2012).

2. Arthritis Reumatoid. Diunduh dari :

http://www.pharosindonesia.com/component/content/article/53-

beritakesehatan/313-rematoid.pdf (16 April 2012)

3. Artitis rematoid. Diunduh dari : http://www.naturindonesia.com/artikel-

berbagai-penyakit-degeneratif/449-artritis-reumatoid-.html (16 April

2012)

4. Artritis rematoid. Diunduh dari :

http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/05/biomarker-

rheumatoid.html (16 April 2012)

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jilid IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.

6. Reumatoid arthritis. Diunduh dari :

http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiol

ogi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis?&show_interstitial=1&u=

%2Fjournal%2Fitem (17 April 2012)

29