refreshing epilepsi galuh

26
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data WHO menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada pria. 1 Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114 (70-190) per 100.000 penduduk pertahun. 2 Angka yang tinggi dibandingkan dengan negara yang sudah berkembang di mana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk pertahun. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penyandang epilepsi baru 250.000 pertahun. Angka prevalensi penyandang epilepsi aktif berkisar antara 4- 10 per 1000 penyandang epilepsi. 3 Dari banyak studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1.000 penduduk. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut. 4,5 Umumnya penyakit ini dapat diobati; data penelitian menemukan 55-68% kasus berhasil menunjukkan remisi dalam jangka waktu yang cukup panjang. 3 Di kalangan masyarakat awam, terutama di negaa

Upload: galuh-kunanti

Post on 18-Nov-2015

224 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stase ilmu penyakit saraf RSIJ Cempaka Putih Jakarta

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data WHO menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada pria.1 Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114 (70-190) per 100.000 penduduk pertahun.2 Angka yang tinggi dibandingkan dengan negara yang sudah berkembang di mana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk pertahun. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penyandang epilepsi baru 250.000 pertahun.Angka prevalensi penyandang epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penyandang epilepsi.3 Dari banyak studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1.000 penduduk. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.4,5Umumnya penyakit ini dapat diobati; data penelitian menemukan 55-68% kasus berhasil menunjukkan remisi dalam jangka waktu yang cukup panjang.3 Di kalangan masyarakat awam, terutama di negaa berkembang masih terdapat pandangan yang keliru (stigma) terhadap epilepsi, antara lain dianggap sebagai penyakit akibat kutukan, guna-guna, kerasukan, gangguan jiwa/mental, dan dianggap penyakit yang dapat ditularkan melalui air liur.3 Hal ini berpengaruh negatif terhadap upaya pelayanan penyandang epilepsi. Selain hal tersebut di atas, pelayanan penyandang epilepsi masih menghadapi banyak kendala. Beberapa kendala yang telah teridentifikasi antara lain keterbatasan dalam hal tenaga medik, sarana pelayanan, dana dan kemampuan masyarakat. Berbagai keterbatasan tadi dapat menurunkan optimalisasi penanggulangan epilepsi.Epilepsi berpotensi untuk menimbulkan masalah sosio-ekonomi dan medikolegal yang secara keseluruhan dapat menurunkan atau mengganggu kualitas hidup penyandang epilepsi. Masalah tersebut meliputi kesempatan untuk memperoleh hak pekerjaan/karier, pendidikan dan perkawinan, memperoleh tanggungan asuransi, dan memperoleh Surai Ijin Mengemudi (SIM). Aspek medikolegal epilepsi juga harus diperhatikan oleh dokter karena kelalaian dalam membuat rekam medis dan rekam medis yang kurang lengkap akan dapat menyeret dokter ke meja hijau.Disamping hal-hal tersebut di atas, epilepsi menawarkan masalah bagi para dokter, baik dokter spesialis saraf, dokter umum, maupun dokter spesialis di luar disiplin neurologi. Apabila tawaran tadi tidak ditanggapi sebagaimana mestinya oleh para praktisi medik maka epilepsi akan berlalu begitu saja, dengan arti bahwa epilepsi merupakan gangguan neurologik yang tidak menarik perhatian dan dengan demikian penatalaksanaannya tidak memerlukan landasan yang kokoh dalam bentuk pedoman penatalaksanaan. Sebaiknya, apabila para praktisi medik terutama para dokter spesialis saraf tertarik dengan tawaran tadi maka epilepsi akan dipandang sebagai suatu gangguan neurologik yang serius dan memerlukan pendekatan tatalaksana yang sistematik dan komprehensif. Salah satu upaya pendekatan tadi adalah membangun kesepakatan dalam hal penatalaksanaan epilepsi secara mendasar yang secara operasional disebut sebagai pedoman tatalaksana epilepsi. Upaya lainnya dapat berbentuk penelitian dan continuing professional development (CPD) sebagai proses belajar sepanjang hayat (life-long learing).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5Menurut Pedoman Tatalaksana Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun 2012, epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron. Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan perilaku yang stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom, ataupun psikis.6Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinik yang unik untuk suatu epilepsi; hal ini mencakup lebih dari sekedar tipe bangkitan tetapi juga mencakup etiologi, anatomi, usia awitan, berat dan kronisitas bahkan kadang-kadang prognosis.6Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.5

2.2 . EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000.7Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 10

2.3. ETIOLOGI Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.

Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12I . Kejang Parsial (fokal)A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)1. Dengan gejala motorik2. Dengan gejala somato sensorik3. Dengan gejala otonomik4. Dengan gejala psikikB. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadarana. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaranb. Dengan automatisme2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejanga. Dengan gangguan kesadaran sajab. Dengan automatismeC. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum3.Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)A. lena/ absensB. mioklonikC. tonikD. atonikE. klonikF. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkanKlasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :I. Berkaitan dengan letak fokusA. Idiopatik Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes Childhood epilepsy with occipital paroxysmB. Simptomatik Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis

II. Epilepsi UmumA. Idiopatik Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions Benign myoclonic epilepsy in infancy Childhood absence epilepsy Juvenile absence epilepsy Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal) Epilepsy with grand mal seizures upon awakening Other generalized idiopathic epilepsiesB. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik Wests syndrome (infantile spasms) Lennox gastaut syndrome Epilepsy with myoclonic astatic seizures Epilepsy with myoclonic absences

C. Simptomatik Etiologi non spesifik Early myoclonic encephalopathy Specific disease states presenting with seizures

2.5. PATOFISIOLOGIDasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.13

2.6 GEJALA

Kejang parsial simplekSeranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi

Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi: Gerakan seperti mencucur atau mengunyah Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.14

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

1. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:- Pola / bentuk serangan- Lama serangan- Gejala sebelum, selama dan paska serangan- Frekueensi serangan- Faktor pencetus- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang- Usia saat serangan terjadinya pertama- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjanga. Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnyagelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEGRekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

2.8 TERAPIStatus epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit Algoritme manajemen status epileptikus

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni: OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi : Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA) Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.Penghentian pemberian OAEPada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan .Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut: Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utamaObat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.17Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi antarobat epilepsi. 2Pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan2Jenis BangkitanOAE Lini PertamaOAE Lini KeduaOAE Lain yang dapat dipertimbangkanOAE yang sebaiknya dihindari

Bangkitan umum tonik klonikSodium ValproateLamotrigineTopiramateCarbamazepineClobazamLevetiracetamOxcarbazepineClonazepamPhenobarbitalPhenytoinAcetazolamide

Bangkitan lenaSodium ValproateLamotrigineClobazamTopiramateCarbamazepineGabapentinOxcarbazepine

Bangkitan mioklonikSodium ValproateTopiramateClobazamTopiramateLevetiracetamLamotriginePiracetamCarbamazepineGabapentinOxcarbazepine

Bangkitan tonikSodium ValproateLamotrigineClobazamLevetiracetamTopiramatePhenobarbitalPhenytoinCarbamazepineOxcarbazepine

Bangkitan atonikSodium ValproateLamotrigineClobazamLevetiracetamTopiramatePhenobarbitalAcetazolamideCarbamazepineOxcarbazepinePhenytoin

Bangkitan fokal dengan/tanpa umum sekunderCarbamazepineOxcarbazepineSodium ValproateTopiramateLamotrigineClobazamGabapentinLevetiracetamPhenytoinTiagabineClonazepamPhenobarbitalAcetazolamide

Dosis obat anti epilepsi untuk orang dewasa2ObatDosis Awal (mg/hari)Dosis Rumatan (mg/hari)Jumlah Dosis Per HariWaktu Paruh Plasma (Jam)Waktu Tercapainy Steady State (Hari)

Carbamazepine400-600400-16002-3x15-352-7

Phenytoin200-300200-4001-2x10-803-15

Asam valproat500-1000500-25002-3x12-182-4

Phenobarbital50-10050-200150-170

Clonazepam141 atau 220-602-10

Clobazam1010-302-3x10-302-6

Oxcarbazepine600-900600-30002-3x8-15

Levatiracetam1000-20001000-30002x6-82

Topiramate100100-4002x20-302-5

Gabapentin900-1800900-36002-3x5-72

Lamotrigine50-10020-2001-2x15-352-6

Mekanisme kerja OAE

Efek samping obat anti epilepsi klasik: 2ObatEfek SampingTerkait Dosis Idiosinkrasi

CarbamazepineDiplopia, dizziness, nyeri kepala, mual, mengantuk, netropenia, hiponatremiaRuam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, hepatotoksik, SSJ, teratogenik

PhenytoinNistagmus, ataksia, mual, muntah, hipertropi gusi, depresi, mengantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastikJerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like syndrome, ruam, SSJ, Dupuytrens contracture, hepatotoksik, teratogenik

Asam valproatTremor, berat badan naik, dyspepsia, mual, muntah, kebotakan, teratogenikPankreatitis akut, hepatotoksik, trombositopenia, ensefalopati, udem perifer

PhenobarbitalKelelahan, restlegless, depresi, insomnia (anak), distracatibility (anak), hiperkinesia (anak), irritability (anak)Ruam makulopapular, eksfoliasi, NET, hepatotoksik, arthritic changes, Dupuytrens contracture, teratogenik

ClonazepamKelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi (anak), hiperkinesia (anak)Ruam, trombositopenia

Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama mengkonsumsi OAE ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Engel J, Pedle TA. Introduction: What is epilepsy. In Engel J, Pedley TA. Epilepsy A Comprehensive Textbook 2nd Ed. Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2008; 1-7.2. Benerjee PN, Hauser WA. Incidence and Prevalence. In Engel J, Pedley TA. Epilepsy A Comprehensive Textbook 2nd Ed. Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2008; 45-56.3. Beghi E, Sander JW. The Natural History and Prognosis of Epilepsy. In Engel J, Pedley TA. Epilepsy A Comprehensive Textbook 2nd Ed. Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2008; 65-75.4. WHO. Epilepsy: Aetiology, Epidemiology and Prognosis. Facsheet No 165, Revised February 2001.5. Brodie MJ, Schalhter SC, Kwan P, Facts F. Epilepsy. 3rd ed. Health press limited. Oxford. 2005; 9-12.6. Pedoman Tatalaksana Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Tahun 2012.7. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf8. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-210. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofepilepsy11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 200512. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.14. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 200515. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 200816. http://www.medscape.com/viewarticle/72680917. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)