proposal galuh

Upload: rio-ademarta

Post on 15-Jul-2015

1.052 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006). Akuntabilitas dalam konteks institusi pemerintah didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan untuk memberikan jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan pimpinan instansi pemerintah terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi (Rasul, 2003). Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

2

2005. Laporan keuangan pemerintah kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Governmental Accounting Standard Board (1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang memungkinkan para pemakai laporan keuangan untuk dapat mengakses informasi tentang hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Harus disadari bahwa ada banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Mardiasmo (2002:168) mengidentifikasi sepuluh pemakai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, yaitu: (1) pembayar pajak (tax payer), (2) pemberi dana bantuan (grantors). (3) investor, (4) pengguna jasa, (5) karyawan atau pegawai, (6) pemasok (vendors), (7) dewan legislatif, (8) manajemen, (9) pemilih (voters), (10) badan pengawas. Oleh karena itu, informasi tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai.

3

Informasi yang bermanfaat bagi para pemakai adalah informasi yang mempunyai nilai (Suwardjono, 2005:165). Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harus mempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Adapun karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah yang merupakan prasyarat normatif sebagaimana disebutkan dalam Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 antara lain: (1) relevan, (2) andal, (3) dapat dibandingkan, dan (4) dapat dipahami. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Fenomena pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Ketua BPK RI Anwar Nasution (indosiar.com, 10 Januari 2007) menilai laporan keuangan pemerintah masih banyak disajikan data-data yang tidak sesuai dan mengakibatkan Laporan

2

Keuangan Pemerintah Daerah tidak layak audit. Permasalahan yang ditemukan diantaranya terkait sangat rendahnya akuntabilitas dan transparansi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, ketidakjelasan penyimpanan dana daerah dan penggunaan keuangan daerah yang tidak jelas keperluannya. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah masih belum seluruhnya memenuhi kriteria keterpahaman atau dapat dipahami. Mengingat bahwa keterpahaman merupakan unsur nilai informasi yang penting terkait dengan akuntabilitas dan transparansi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Di dalam Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bab Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern disebutkan bahwa sistem informasi yang relevan dengan tujuan laporan keuangan, salah satunya adalah sistem akuntansi yang terdiri dari metoda dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan (BPK RI, 2006). Sistem akuntansi sebagai suatu sistem informasi membutuhkan manusia untuk menjalankan sistem yang ada. Dalam acara sosialisasi program anti korupsi yang digelar BPKP Sumatera Barat untuk fokus grup Bawasda, kepala bagian investasi Mohammad Badwir menjelaskan bahwa pada saat ini pemerintah dalam membuat laporan keuangan dari sisi sumber daya manusia masih banyak bermasalah baik itu dari segi administrasi, tidak memahami peraturan yang ada sampai kepada segi pertanggungjawaban sehingga berpengaruh terhadap kualitas

3

laporan keuangan yang dihasilkan (Padang Ekspres, 2008:2). Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Indriasari (2008) yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir menyebutkan bahwa kualitas informasi pelaporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Menurut Wahyono (2004:12) informasi harus dapat dipahami sebagai salah satu indikator berkualitasnya suatu informasi. Mudah dipahami disini menyangkut sumber daya manusia yang menghasilkannya. Sumber daya manusia pengguna sistem dituntut untuk memiliki tingkat keahlian akuntansi yang memadai atau paling tidak memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengasah kemampuan dibidang akuntansi. Disini kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sangat berperan dalam menghasilkan informasi yang bernilai (dapat dipahami). Hal ini sejalan dengan komitmen di lingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat dalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, bernilai informasi, transparan dan akuntabel, seperti yang diungkapkan Gubernur Sumatera Barat pada saat pencerahan rencana aksi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat menuju WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat tahun 2008 di Gubernuran. Saat ini secara bertahap pemerintah berpindah meninggalkan sistem akuntansi single entry menjadi double entry karena penggunaan single entry tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif dan mencerminkan kinerja yang sesuangguhnya. Basis akuntansi yang diterapkan pun mengalami perubahan dari basis kas (cash basis) ke basis akrual (accrual basis). Permasalahan penerapan

4

basis akuntansi bukan sekedar masalah teknis akuntansi, yaitu bagaimana mencatat transaksi dan menyajikan laporan keuangan, namun yang lebih penting adalah bagaimana menentukan kebijakan akuntansi (accounting policy), perlakuan akuntansi untuk suatu transaksi (accounting treatment), pilihan akuntansi (accounting choice), dan mendesain atau menganalisis sistem akuntansi yang ada. Kebijakan untuk melakukan aktivitas tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang (pegawai) yang tidak memiliki pengetahuan di bidang akuntansi (Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006). Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang kompeten sehingga menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan bernilai informasi. Penelitian mengenai sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintah pernah dilakukan. Penelitian Dinata (2004) menemukan bukti empiris bahwa secara garis besar sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintahan Kota Palembang belum sepenuhnya dinyatakan siap atas berlakunya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Penelitian Alimbudiono dan Fidelis (2004) memberikan temuan empiris bahwa pegawai berlatar pendidikan akuntansi di subbagian akuntansi Pemerintah XYZ masih minim, job description-nya belum jelas, dan pelatihanpelatihan untuk menjamin fungsi akuntansi berjalan dengan baik belum dilaksanakan. Hal kedua yang mungkin mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Seperti kita ketahui bahwa total volume APBN/APBD dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang

5

luar biasa. Dari sisi akuntansi hal tersebut menunjukkan bahwa volume transaksi keuangan pemerintah juga menunjukkan kuantitas yang semakin besar dan kualitas yang semakin rumit dan kompleks. Menurut Sugijanto (2002:56), . Peningkatan volume transaksi yang semakin besar dan semakin kompleks tentu harus diikuti dengan peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan pemerintah. Untuk itu Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk

mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keuangan Daerah kepada pelayanan publik. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah. Suatu teknologi informasi terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, manajemen data, dan jaringan (Widjajanto, 2001:89). Walaupun secara umum telah banyak diketahui manfaat yang ditawarkan oleh suatu teknologi informasi antara lain kecepatan pemrosesan transaksi dan penyiapan laporan, keakuratan perhitungan, penyimpanan data dalam jumlah besar, kos pemrosesan yang lebih rendah, kemampuan multiprocessing (Wahana Komputer, 2003), namun pengimplementasian teknologi informasi tidaklah murah. Terlebih jika teknologi informasi yang ada tidak atau belum mampu dimanfaatkan secara maksimal maka implementasi teknologi menjadi sia-sia dan semakin mahal. Kendala penerapan teknologi informasi antara lain berkaitan dengan kondisi perangkat keras, perangkat lunak yang digunakan, pemutakhiran data, kondisi sumber daya

6

manusia yang ada, dan keterbatasan dana. Kendala ini yang mungkin menjadi faktor pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah belum optimal. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi ini mungkin juga memiliki pengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah. Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan pemerintah daerah, pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah Sumatera Barat, Asrul Syukur di Padang (Singgalang, 2009:13) menjelaskan bahwa setiap pejabat harus bisa menggunakan teknolog, para pejabat dalam menjalankan tugasnya diharapkan menguasai teknologi informasi sehingga berbagai tugas dapat dijalankan dengan baik seperti komputer. Menurut Jogiyanto, 1995 (dalam Harifan, 2009) menjelaskan bahwa informasi yang tepat waktu yang merupakan bagian dari nilai informasi (keterpahaman) dapat dicapai dengan peran komponen teknologi. Informasi merupakan produk dari sistem teknologi informasi yang berperan dalam menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan di dalam organisasi termasuk dalam hal pelaporan, sehingga mendukung proses pengambilan keputusan dengan lebih efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Zetra (2009) terhadap sepuluh SKPD di Sumatera Barat tahun 2008 dan 2009, ditemukan bahwa pemahaman staf terhadap pemanfaatan teknologi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung seperti komputer, baik hardware maupun software dalam penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah masih kurang. Padahal untuk dapat terlaksananya

7

pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus didukung oleh teknologi yang memadai. Hal ketiga yang mungkin mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah sistem pengendalian intern akuntansi. sistem akuntansi memerlukan pengendalian intern atau dengan kata lain sistem akuntansi berkaitan erat dengan pengendalian intern organisasi (Mahmudi, 2007). Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi dan mengukur sumber daya suatu organisasi, dan juga memiliki peran penting dalam pencegahan dan pendeteksian penggelapan (fraud) serta melindungi sumber daya organisasi (Wikipedia, 2010). Pengendalian intern menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundangundangan. Ada tiga fungsi yang terlihat dari definisi tersebut yaitu: (a) keterandalan pelaporan keuangan, (b) efisiensi dan efektivitas operasi, dan (c) kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi pertama dilakukan untuk mencegah terjadinya inefisiensi dan dinamakan pengendalian intern akuntansi, sedangkan fungsi kedua dan ketiga dilakukan secara khusus untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dan dinamakan pengendalian intern

administratif (Moscove et al., 1990 dalam Triyuwono & Roekhudin, 2000). Komponen penting dari pengendalian intern organisasi yang terkait dengan sistem

8

akuntansi antara lain (Mahmudi, 2007): (a) sistem dan prosedur akuntansi, (b) otorisasi, (c) formulir, dokumen, dan catatan, dan (d) pemisahan tugas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa pengendalian intern meliputi berbagai kebijakan yaitu, (1) terkait dengan catatan keuangan, (2) memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, serta penerimaan dan pengeluaran telah sesuai dengan otorisasi yang memadai, (3) memberikan keyakinan yang memadai atas keamanan aset yang berdampak material pada laporan keuangan pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab menyusun laporan keuangan sesuai dengan SAP, yang dihasilkan oleh SPI yang memadai. Tanggungjawab tersebut harus ditegaskan secara eksplisit dengan membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan disusun berdasarkan SPI yang memadai. Dalam pelaksanaannya, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berdasarkan konsolidasi laporan keuangan yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kota Padang sebagai ibukota Propinsi Sumatera Barat, berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada Tahun Anggaran 2008 sampai tahun Anggaran 2010 mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Ini berarti, tidak ada peningkatan opini dari tahun 2008 sampai 2010. Pemberian opini tersebut tidak terlepas dari beberapa hal yang mempengaruhi menurunnya kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Padang di antaranya masih lemahnya sistem pengendalian intern (BPK RI Perwakilan Sumatera Barat, 2011).

9

Hal terakhir yang mungkin memiliki pengaruh terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah pengawasan keuangan daerah. Untuk menyajikan informasi keuangan yang handal kepada para pemakai agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan, diperlukan media tertentu yang dipandang relevan, yaitu pengawasan keuangan daerah (Tuasikal, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2011, yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan terhadap sistem

pengendalian internal diarahkan antara lain untuk mendapatkan keyakinan yang wajar terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk mewujudkan integrasi kebijakan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka pembinaaan Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus dilakukan secara terus-menerus (series of actions and on going basis). Disamping itu, diperlukan perubahan pola pikir (mind set) Aparat Pengawas Intern Pemerintah sebagai pemberi peringatan dini (early warning) terhadap temuan pelanggaran atau penyimpangan yang berindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah pernah dilakukan, diantaranya dilakukan oleh Indriasari (2008), yang menemukan bukti empiris bahwa sumber daya manusia di sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan yang ada di Kota

10

Palembang dan Kabupaten Ogan Ilir diakui masih sangat kurang dari sisi jumlah maupun kualifikasinya. Dari sisi jumlah, beberapa satuan kerja yang ada hanya memiliki satu pegawai akuntansi, yaitu kepala sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan. Sedangkan dari sisi kualifikasinya, sebagian besar pegawai sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan tidak memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Uraian tugas dan fungsi sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan yang ada juga masih terlalu umum (belum terspesifikasi dengan jelas). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Winidyaningrum (2010), yang memberikan temuan empiris bahwa sumber daya manusia di sub bagian/tata usaha keuangan yang ada di Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) sudah mencukupi, baik dari sisi jumlah maupun kualifikasinya. Dari sisi jumlah, beberapa satuan kerja yang ada memiliki beberapa pegawai akuntansi. Dari sisi kualifikasi, sebagian besar pegawai sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Uraian tugas dan fungsi sub bagian akuntansi/tata usaha keuangan yang ada sudah terspesifikasi dengan jelas. Perbedaan hasil kedua penelitian inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. Sehingga, penelitian ini diberi judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Penelitian ini akan dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Padang. Hal ini terkait dengan hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Kota

11

Padang yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Tahun Anggaran 2010.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah terdapat berbagai permasalahan. Untuk itu penulis mengemukakan identifikasi masalah yaitu: 1. Sejauhmana pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi keterandalan 2. Sejauhmana pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi ketepatwaktuan3. Sejauhmana pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap nilai

informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi keterandalan 4. Sejauhmana pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi ketepatwaktuan 5. Sejauhmana pengaruh sistem pengendalian intern terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi keterandalan 6. Sejauhmana pengaruh sistem pengendalian intern terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi ketepatwaktuan

1

7.

Sejauhmana pengaruh pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi keterandalan

8.

Sejauhmana pengaruh pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari sisi ketepatwaktuan

C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan agar penelitian yang dilakukan tepat menuju sasaran sesuai dengan permasalahan di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu faktor-faktor (kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian intern dan pengawasan keuangan daerah) yang mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan dilihat dari sisi keterandalan.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sejauhmana pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah yang dilihat dari sisi keterandalan?

2

2. Sejauhmana pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah yang dilihat dari sisi keterandalan? 3. Sejauhmana pengaruh sistem pengendalian intern terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah yang dilihat dari sisi keterandalan? 4. Sejauhmana pengaruh pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah yang dilihat dari sisi keterandalan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.2. Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap nilai informasi

pelaporan keuangan pemerintah daerah. 3. Pengaruh sistem pengendalian intern terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. 4. Pengaruh pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.

D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1

1. Penulis, dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.2. Pemerintah Kota Padang, dapat menjadi masukan dalam peningkatan

kualitas nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah. 3. Akademisi, menambah suatu bukti empiris dan ilmu pengetahuan dalam bidang akuntansi sektor publik.

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A.

Kajian Teori 1. Pelaporan Keuangan Pemerintah Pelaporan keuangan meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan penyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat (misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau pasar modal, organisasi profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (Prinsip Akuntansi Berterima Umum). Laporan keuangan hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi. Laporan keuangan pada dasarnya adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan

2

keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upayaupaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan : a. Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. b. Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan, sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. c. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak

2

untuk

mengetahui

secara

terbuka

dan

menyeluruh

atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan.

d. Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)

Membantu

para

pengguna

dalam

mengetahui

kecukupan

penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Adapun laporan keuangan pokok yang harus disusun oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan meliputi : (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan.1. Nilai Informasi

Agar manfaat dan tujuan penyajian laporan keuangan pemerintah dapat dipenuhi maka informasi yang disajikan harus merupakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Mengatakan bahwa informasi harus bermanfaat bagi para pemakai sama saja dengan mengatakan bahwa informasi harus mempunyai nilai (Suwardjono, 2005).

2

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tahun 2004 dalam Harahap (2003:126), karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah sebagai berikut: a. Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi, bisnis, akuntansi. Informasi kompleks yang seharusnya dimasukan dalam laporan keuangan tidak dapat di keluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu. b. Relevan Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi yang memiliki kualitas yang relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi pada masa lalu. c. Keandalan Informasi memiliki kualitas yang andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan

pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari

2

yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. d. Dapat Dibandingkan Pemakai laporan harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifiksi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat dibandingkan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Ketaatan pada standar akuntansi, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan membantu pencapaian daya banding. Dalam PP Nomor 24 tahun 2005, karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki : a. Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan, apakah informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil

2

evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan:

1)

Memiliki manfaat umpan balik (Feedback Value) Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi di masa lalu.

2)

Memiliki manfaat prediktif (Predictive Value) Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

3)

Tepat Waktu Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.

4)

Lengkap Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang

melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi dapat dicegah. a. Andal

2

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan yang material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:

1)

Penyajian Jujur Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

2)

Dapat Diverifikasi (Veriability) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.

3)

Netralitas Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

a. Dapat Dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

2

Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. b. Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna untuk

mempelajari informasi yang dimaksud. 1. Keterandalan Sebagai aspek pendukung keberpautan, Keandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Informasi yang memiliki kualitas andal adalah apabila informasi tersebut bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Keterandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Dalam hal tertentu, mengejar keberpautan dan ketepatwaktuan untuk mencapai kebermanfaatan harus

2

dibarengi dengan mengorbankan kualitas lain yaitu keakuratan/presisi (accuracy/precision) atau keterandalan. Jadi terdapat saling korban (tradeoff) antara ketepatwaktuan dan keterandalan/reliabilitas untuk

mendapatkan kebermanfaatan. Namun, walaupun berkurangnya reliabilitas berakibat berkurangnya kebermanfaatan, dimungkinkan untuk

mempercepat ketersediaan data secara aproksimasi tanpa mempengaruhi reliabilitas secara material. Dengan begitu ketepatwaktuan dengan aproksimasi justru akan meningkatkan kebermanfaatan secara keseluruhan (Suwardjono, 2005). 2. Kapasitas Sumber Daya Manusia Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai (Widodo, 2001 dalam Kharis, 2010). Menurut Wiley (2002) dalam Azhar (2007) mendefinisikan bahwa Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen organisasi yang sangat penting, oleh karena itu harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Menurut Tjiptoherijanto (2001) dalam Alimbudiono & Fidelis (2004), untuk menilai kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, termasuk akuntansi, dapat dilihat dari level of

2

responsibility dan kompetensi sumberdaya tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumberdaya tersebut tidak dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas. Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Hevesi, 2005). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya. Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2008).

1

3. Pemanfaatan Teknologi Informasi

Teknologi informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro), perangkat lunak (software), database, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis lainnya yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et al., 2000). Pemanfaatan teknologi informasi mencakup adanya (Hamzah, 2009 dalam Winidyaningrum, 2010) :a. pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen dan proses

kerja secara elektronik, danb. pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat

diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat. Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer (hardware dan software) untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi. Komputer sebagai salah satu komponen dari teknologi informasi merupakan alat yang bisa melipatgandakan kemampuan yang dimiliki manusia dan komputer juga bisa mengerjakan sesuatu yang manusia mungkin tidak mampu melakukannya. Pengolahan data menjadi suatu informasi dengan bantuan komputer jelas akan lebih meningkatkan nilai dari informasi yang dihasilkan (Wahana Komputer, 2003). Dalam hubungannya dengan sistem informasi akuntansi, komputer akan meningkatkan kapabilitas sistem. Ketika komputer dan komponen-komponen yang berhubungan dengan teknologi informasi diintegrasikan ke dalam suatu sistem informasi akuntansi, tidak ada aktivitas umum yang ditambah atau dikurangi.

2

Sistem informasi akuntansi masih mengumpulkan, memproses, dan menyimpan data. Sistem masih memasukkan pengendalian-pengendalian atas keakurasian data. Sistem juga menghasilkan laporan-laporan dan informasi lainnya. Hanya saja pengkomputerisasian sistem informasi akuntansi seringkali mengubah karakter aktivitas. Data mungkin dikumpulkan dengan peralatan khusus. Catatan akuntansi menggunakan lebih sedikit kertas. Kebanyakan, jika tidak semuanya, tahapan-tahapan pemrosesan dilakukan secara otomatis. Output lebih rapi, dalam bentuk yang lebih bervariasi, dan lebih banyak. Yang lebih penting dari semua perubahan ini adalah peningkatan dalam hal (Wilkinson et al., 2000): 1) pemrosesan transaksi dan data lainnya lebih cepat, 2) keakurasian dalam perhitungan dan pembandingan lebih besar, 3) kos pemrosesan masing-masing transaksi lebih rendah,4) penyiapan laporan dan output lainnya lebih tepat waktu,

5) tempat penyimpanan data lebih ringkas dengan aksesibilitas lebih tinggi ketika dibutuhkan,6) pilihan pemasukan data dan penyediaan output lebih luas/banyak, dan

7) produktivitas lebih tinggi bagi karyawan dan manager yang belajar untuk menggunakan komputer secara efektif dalam tanggung jawab rutin dan pembuatan keputusan. Sedangkan kelemahannya, sistem komputer cenderung kurang fleksibel dan tidak dapat cepat beradaptasi jika ada perubahan sistem, perencanaan dan pembuatan sistem terkomputerisasi memakan waktu

2

lebih lama, biaya pemasangan instalasi tinggi, butuh kontrol yang lebih baik, jika ada bagian hardware yang tidak bekerja dapat melumpuhkan sistem, komputer tidak dapat mendeteksi penyebab kesalahan, hilangnya jejak audit, komputer peka terhadap pengaruh lingkungan, data yang disimpan mudah rusak (Pujonggo, 2004). 1. Sistem Pengendalian Intern Pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metoda, dan ukuranukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keterandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan dipatuhinya kebijakan pimpinan. Menurut tujuannya, pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. pengendalian intern akuntansi (internal accounting control) Dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan organisasi dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Sebagai contoh, adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit organisasi. b. pengendalian intern administratif

(internal administrative control) Dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Contohnya adalah adanya

pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.

2

Banyak penulis yang mengemukakan komponen atau unsur-unsur pokok yang termasuk dalam pengendalian intern akuntansi. Wilkinson et al., (2000) menyebutkan subkomponen dari aktivitas pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan adalah (1) perancangan yang memadai dan penggunaan dokumen-dokumen dan catatan-catatan

bernomor; (2) pemisahan tugas; (3) otorisasi yang memadai atas transaksitransaksi; (4) pemeriksaan independen atas kinerja; dan (5) penilaian yang sesuai atau tepat atas jumlah yang dicatat. Unsur-unsur pokok yang diperlukan dalam menciptakan pengendalian akuntansi yang efektif antara lain (Wahana Komputer, 2003): (a) adanya perlindungan fisik terhadap harta; (b) pemisahan fungsi organisasi yaitu pemisahan fungsi organisasi yang saling berkaitan; (c) adanya jejak audit yang baik; dan (d) sumber daya manusia yang optimal. Sedangkan Mahmudi (2007) menyebutkan komponen penting yang terkait dengan pengendalian intern akuntansi antara lain sebagai berikut. a. Sistem dan prosedur akuntansi Sistem dan prosedur akuntansi keuangan daerah merupakan serangkaian tahap dan langkah yang harus dilalui dalam melakukan fungsi akuntansi tertentu. Sistem dan prosedur akuntansi pemerintah daerah paling sedikit meliputi (pasal 98 PP Nomor 58 tahun 2005): (1) sistem dan prosedur akuntansi penerimaan kas; (2) sistem dan prosedur akuntansi pengeluaran kas; (3) sistem dan prosedur akuntansi aset; dan (4) sistem dan prosedur akuntansi selain kas. b. Otorisasi

2

Otorisasi dalam sistem akuntansi pemerintah daerah sangat penting karena tanpa sistem otorisasi yang baik, maka keuangan daerah sangat berisiko untuk terjadi kebocoran. Sistem otorisasi menunjukkan ketentuan tentang orang atau pejabat yang bertanggung jawab mengotorisasi suatu transaksi yang terjadi di pemerintah daerah. Otorisasi tersebut bisa berbentuk kewenangan dalam memberikan tanda tangan pada formulir dan dokumen tertentu. Tanpa otorisasi dari pihak yang berwenang maka transaksi tidak dapat dilakukan, atau kalaupun ada transaksi tanpa otorisasi maka transaksi tersebut dikategorikan tidak sah atau ilegal.c. Formulir, dokumen, dan catatan

Setiap transaksi yang terjadi di pemerintah daerah harus didukung dengan bukti transaksi yang valid dan sah. Selain terdapat bukti yang valid dan sah, transaksi tersebut harus dicatat dalam buku catatan akuntansi. Kelengkapan formulir dan dokumen transaksi serta catatan akuntansi sangat penting dalam proses audit keuangan. d. Pemisahan tugas Fungsi-fungsi atau pihak-pihak yang terkait dalam suatu transaksi dalam suatu transaksi harus dipisahkan. Suatu transaksi dari awal hingga akhir tidak boleh ditangani oleh satu fungsi atau satu orang saja. Harus dipisahkan antara fungsi pencatat uang serta pengotorisasi. Harus dilakukan pemisahan tugas secara tegas dengan deskripsi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas dalam rangka menghindari terjadinya kolusi, kecurangan, dan korupsi.

2

1. Pengawasan Keuangan Daerah Menurut Yosa (2010) yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa sumber data organisasi atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi atau pemerintahan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan, diharapkan dapat membantu

melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah

dilaksanakan, sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan, dan sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu

2

sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Adapun jenis-jenis pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut:a. Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau

badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan intern dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control), atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh Inspektorat Jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan

Kementerian Dalam Negeri.b. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit

pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini, di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.c. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap

suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Pengawasan preventif ini

dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara/daerah yang akan

1

membebankan dan merugikan negara/daerah lebih besar. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.d. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu

kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan ini umumnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, dimana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan dan pengawasan untuk mengetahui kemungkinan

terjadinya penyimpangan. 1. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti (Tahun Penelitian) 1. Taus ikal (200 7) Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Dengan Penelitian Penulis Penelitian ini menggunakan variabel independen (sistem akuntansi) dan variabel dependen yang sama dengan penulis (pemanfaatan TI ) Perbedaan Dengan Penelitian Penulis Studi Empiris penelitian ini adalah di Kabupaten Maluku Tengah dan variabel independen yang lain (pengelolaan keuangan daerah) tidak sama dengan penulis

Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD

Secara simultan dan parsial variabel independen berpengaruh terhadap kinerja SKPD

1

Nama Peneliti (Tahun Penelitian) 2. Indri asari (200 8)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

Persamaan Dengan Penelitian Penulis Variabel independen dan variabel dependen yang diteliti sama dengan yang penulis teliti

Perbedaan Dengan Penelitian Penulis Studi empiris yang berbeda (Pemko Palembang dan Kab Ogan Ilir) serta, penulis mencoba menambahkan satu faktor lagi yaitu pengawasan keuangan daerah Penelitian ini tidak memasukkan faktor-faktor lain yang sama dengan apa yang penulis teliti. Seperti pemanfaatan TI, SPI dan Pengawasan. Selain itu, studi empirisnya di Pemprop. Jambi

Pengaruh Kapasitas SDM, Pemanfaatan TI dan SPI terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

Pemanfaatan TI dan SPI berpengaruh signifikan positif terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemda, sedangkan kapasitas SDM tidak memiliki pengaruh Kualitas SDM, Komunikasi, Sarana Pendukung dan Komitmen Organisasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja SKPD, sedangkan secara parsial, hanya kualitas SDM dan komunikasi yang berpengaruh

3. Wari sno (200 9)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja SKPD

Hanya kualitas SDM sebagai variabel independen dan variabel dependennya yang sama dengan apa yang diteliti oleh penulis

1

Nama Peneliti (Tahun Penelitian) 4. Wini dya ning rum (201 0)

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

Persamaan Dengan Penelitian Penulis Variabel Independen dan variabel intervening penelitian ini merupakan bagian dari faktor-faktor yang penulis teliti

Perbedaan Dengan Penelitian Penulis Penulis menambah satu faktor lagi yaitu pengawasan keuangan daerah. Disamping itu, studi empirisnya di Pemda SUBOSUKA WONO SRATEN

Pengaruh SDM dan Pemanfaatan TI terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Pemda dengan variabel intervening Pengendalian Intern Akuntansi

SDM dan Pemanfaatan TI berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemda melalui pengendalian intern akuntansi. Pemanfaatan TI berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemda, sedangkan SDM tidak berpengaruh

A.

Pengembangan Hipotesis

1

1.

Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, sebagai

sebuah implementasi kebijakan publik dalam praktik, memerlukan kapasitas sumber daya manusia yang memadai dari segi jumlah dan keahlian (kompetensi, pengalaman, serta informasi yang memadai), disamping pengembangan kapasitas organisasi (Insani, 2010). Penelitian mengenai kesiapan sumber daya manusia sub bagian akuntansi pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban keuangan daerah pernah dilakukan oleh Nazier (2009), yang memberikan temuan empiris bahwa 76,77% unit pengelola keuangan di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diisi oleh pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan akuntansi sebagai pengetahuan dasar yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan (Nazier, 2009 dalam Insani, 2010). Selain itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Zetra (2009) ditemukan bahwa masih sulit bagi aparatur di daerah untuk menyampaikan laporan keuangan pemerintah daerah secara transparan dan akuntabel, tepat waktu, dan disusun mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya staf yang memiliki keahlian dalam melaksanakan

pertanggungjawaban anggaran, khususnya keahlian bidang akuntansi. Disamping itu, pemahaman staf terhadap teknologi informasi juga masih kurang. Padahal untuk dapat terlaksananya pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus didukung oleh teknologi informasi yang memadai.

2

Apabila sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi tidak memiliki kualitas yang disyaratkan, maka akan menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi, dan akhirnya informasi akuntansi sebagai produk dari sistem akuntansi, kualitasnya menjadi buruk. Informasi yang dihasilkan menjadi informasi yang kurang atau tidak memiliki nilai, diantaranya adalah keandalan. Selain itu, pegawai yang memiliki pemahaman yang rendah terhadap tugas dan fungsinya, serta hambatan yang ditemukan dalam pengolahan data juga akan berdampak pada penyajian laporan keuangan. 2. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Nilai

Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah disebutkan bahwa untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keuangan Daerah kepada pelayanan publik. Penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan sistem informasi dan teknologi informasi pada organisasi sektor publik sudah pernah dilakukan. Uraian dan temuan empiris mengenai teknologi informasi menunjukkan bahwa pengolahan data dengan memanfaatkan teknologi informasi (komputer dan jaringan) akan memberikan banyak keunggulan baik

3

dari sisi keakuratan/ketepatan hasil operasi maupun predikatnya sebagai mesin multiguna, multiprocessing. Pemanfaatan teknologi informasi juga akan mengurangi kesalahan yang terjadi. Penelitian Donnelly et al., (1994) menemukan bahwa

sistem/teknologi informasi yang dimiliki pemerintah daerah di Skotlandia belum begitu baik. Manfaat lain yang ditawarkan dalam pemanfaatan teknologi informasi adalah kecepatan dalam pemrosesan informasi. Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, maka dapat membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola dan mendayagunakan informasi keuangan daerah secara cepat dan akurat. 3. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Penyimpangan dan kebocoran yang masih ditemukan di dalam laporan keuangan menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut belum memenuhi karakteristik/nilai informasi yaitu keterandalan. Bila dikaitkan dengan penjelasan mengenai pengendalian intern akuntansi, maka penyebab ketidakandalan laporan keuangan tersebut merupakan masalah yang berhubungan dengan pengendalian intern akuntansi. 4. Pengaruh Pengawasan Keuangan Daerah terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Untuk menyajikan informasi keuangan yang handal kepada para pemakai agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan, diperlukan media tertentu yang dipandang relevan, yaitu pengawasan keuangan daerah (Tuasikal,

3

2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2011, yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan terhadap sistem pengendalian internal diarahkan antara lain untuk mendapatkan keyakinan yang wajar terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satu fungsi pengawasan adalah pengambilan tindakan korektif, yaitu apabila ditemukan adanya penyimpangan, kekeliruan, serta pemborosan dapat segera diperbaiki, sehingga informasi keuangan yang dihasilkan menjadi valid dan relevan. Pengawasan merupakan upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Bila ternyata kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan, diharapkan akan dapat segera dideteksi atau diambil tindakan koreksi, sehingga informasi keuangan dapat segera digunakan oleh pemakai, dan pengelolaan keuangan pemerintah daerah dapat berjalan secara maksimal.A.

Kerangka KonseptualKapasitas Sumber Daya Manusia Pemanfaatan Teknologi Informasi

Keandalan Pelaporan Keuangan Pemerintahan Daerah

1

Sistem Pengendalian Intern Pengawasan Keuangan Daerah

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

B.

Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka konseptual, maka hipotesis yang ingin

dibuktikan dari penelitian ini adalah: H1 : Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah H2 : Pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap

keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah H3 : Sistem pengendalian intern berpengaruh positif terhadap keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah H4 : Pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah

3

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka jenis penelitian ini tergolong pada penelitian kausatif. Penelitian kausatif berguna untuk menganalisis pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh variabel bebas mempengaruhi variabel terikat (Umar, 2005:37).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Arikunto (2002:108), populasi adalah semua individu yang dijadikan subjek penelitian untuk memperoleh informasi sesuai dengan tujuan peneitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Padang. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Pemerintah Kota Padang jumlah Satuan Kerja yang terdapat berjumlah 42 SKPD yang terdiri dari Dinas, Badan, Kantor, Kecamatan, dan Inspektorat. Jumlah populasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari Table 3.1 berikut:

1

Tabel 3.1 Daftar Nama SKPD Pemerintah Kota Padang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Nama SKPD Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas Perhubungan Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Dinas Koperasi dan UMKM Dinas Pemuda dan Olahraga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Komunikasi dan Informatika Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Energi Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Dinas Pasar Kota Padang Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Bappeda Bapedalda Badan Pertanahan Badan KB dan Pemberdayaan Perempuan Badan Kepegawaian Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kelurahan Pemerintah Kantor Penanaman Modal Kantor Kesbangpol Inspektorat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kantor Ketahanan Pangan Kantor Arsip Perpustakaan dan Dokumentasi Alamat Jl. Tan Malaka Jl. Dipenogoro Jl. Ujung Gurun No. 2 Jl. Simpang Rambutan Balai Baru Jl. Jalan Sutan Syahrir Mata air Jl. Jenderal Sudirman No. 4A Jl. Prof H.M Yamin No. 70 Jl. Ujung Gurun No.3 Jl. Batang Hari No. 12 Jl. Samudera No. 1 Jl. Prof. H.M. Yamin No. 70 Jl. S. Parman Lolong Jl. Khatib Sulaiman No.67 Jl. Samudera No. 1 Jl. Rasuna Said No.73 Jl. Rasuna Said No. 56 Pasar Raya Barat Blok. B Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Ujung Gurun No.1 Jl. Khatib Sulaiman Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Garuda No. 39 Tunggul Hitam Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No. 70 Jl. Prof.H.M. Yamin No.70 Jl. Alai Timur No. 40

3

31. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 32. Kecamatan Padang Barat 33. Kecamatan Padang Utara 34. Kecamatan Padang Timur 35. Kecamatan Padang Selatan No Nama SKPD 36. Kecamatan Pauh 37. Kecamatan Kuranji 38. Kecamatan Nanggalo 39. Kecamatan lubuk Kilangan 40. Kecamatan Koto Tangah 41. Kecamatan Lubuk Begalung 42. Kecamatan Bungus Teluk Kabung Sumber: Pemko Padang 2009

Bagindo Aziz Chan No.8A Jl. Veteran Jl. Belanti Jl. Sisingamaraja No. 57 Jl. Sutan Syahrir Alamat Jl. Sungai Balang No.1 Jl. Pasar Baru Jl. Raya Pagang Padang Jl. Ampera Kelurahan Bandar Jl. By. Pass Km. 16 Jl. Ujung Tanah No.34 Jl. Raya Padang Painan

2. Sampel Menurut Sugiyono (2008:116) sampel dalam penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang akan diselidiki. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan Simple Random Sampling yang merupakan sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel, dimana pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu, cara ini dilakukan bila anggota/responden dianggap homogen (Kountur, 2004:139).

3. Responden Responden dalam penelitian ini adalah staf akuntansi pada SKPD diasumsikan memiliki 2 (dua) orang staf akuntansi, dan penentuan jumlah

2

sampel dengan menggunakan rumus Slovin. Perumusan sampel dirumuskan sebagai berikut (Umar, 2005:52): n=

(

N Ne 2 + 1

)

Dimana: n = Jumlah sampel N = Ukuran Populasi e = Batas kesalahan (10%)

Untuk jumlah populasi sebanyak 42 SKPD dengan asumsi masingmasing SKPD memiliki 2 (dua) orang staf akuntansi, maka jumlah sampel dapat dirumuskan sebagai berikut: n =

42 (42x0.12 ) + 1n = 30 orang x 2 = 60 orang Dari perhitungan rumus slovin di atas, maka didapat jumlah sampel penelitian sebanyak 60 orang.

C. Jenis dan Sumber Data

1

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subjek. Data berupa tanggapan tertulis atas pertanyaan atau kuesioner dari subjek penelitian pada instansi pemerintah daerah. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data tersebut diperoleh secara langsung dari instansi pemerintah daerah dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner guna mengumpulkan informasi dari objek penelitian tersebut. Menurut Sekaran (2006:61), data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi.

D. Teknik Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada populasi dalam penelitian ini. Kuesioner diberikan secara langsung ke alamat responden. Pengembalian kuesioner dijemput langsung ke instansi pemerintah sesuai kesepakatan pengembalian.

E. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel antara lain: 1. Variabel Terikat (Y)

3

Menurut Kuncoro (2003:26) variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Pengamatan akan dapat mendeteksikan ataupun menerangkan variabel dalam variabel terikat beserta perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.

2.

Variabel Bebas (X) Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel terikat (dependent variable) dan mempunyai pengaruh positif ataupun negatif bagi variabel terikat nantinya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (independent variable) adalah:a.

Kapasitas Sumber Daya Alam (X1) Pemanfaatan Teknologi Informasi (X2) Sistem Pengendalian Intern (X3) Pengawasan Keuangan Daerah

b.c.

d.

A. Pengukuran Variabel Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan lima alternatif jawaban dan masing-masing diberi skor yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Menurut Sugiyono (2008:133) dengan skala likert variabel

2

yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Besarnya skor yang diberikan untuk masing-masing alternatif jawaban dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Skala pengukuran Skala Likert Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Kurang Setuju (KS) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS) Sifat Pernyataan Positif (+) 5 4 3 2 1 Negatif (-) 1 2 3 4 5

B. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri. Gambaran pernyataan didalam kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan data terlihat dalam tabel berikut ini :

2

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen PenelitianN o 1. Variabel Nilai InformasiKeterandalan Indikator 1. Transaksi keuangan yang jujur dan wajar 2. Neraca 3. Laporan realisasi anggaran atau laporan perhitungan APBD 4. Laporan arus kas 5. Catatan atas laporan keuangan 6. Informasi dapat diuji 7. Rekonsiliasi secara periodik 8. Informasi untuk kebutuhan umum Indikator 1. Latar belakang pendidikan 2. Uraian peran dan fungsi 3. Peran dan tanggung jawab 4. Fungsi akuntansi 5. Sumber daya pendukung operasional 6. Pelatihan keahlian dalam tugas 7. SDM yang berkualitas Item 18 Acuan PP No. 24 Tahun 2005 Harahap (2007)

N o 2.

Variabel Kapasitas Sumber Daya Manusia

Item 9 - 15

Acuan Indriasari (2008)

2

3.

Pemanfaatan Teknologi Informasi

1. Software aplikasi 2. Proses akuntansi secara komputerisasi 3. Software sesuai dengan peraturan perundangan 4. Laporan akuntansi dan manajerial yang terintegrasi 5. Pemeliharaan peralatan 6. Perbaikan peralatan yang rusak/usang 7. Terdapat antivirus

16 - 22

Jurnali dan Supomo (2002)

4.

Sistem Pengendalian Intern

1. Standard Operating Procedure (SOP) 2. Pemisahan wewenang 3. Dokumen dan catatan yang memadai 4. Tindakan disiplin atas pelanggaran 5. Pembatasan akses 6. Langkah-langkah pencegahan kerusakan

23 - 28

Indriasari (2008)

N o 5.

Variabel Pengawasan Keuangan Daerah

Indikator 1. Pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN 2. Evaluasi kegiatan 3. Pencatatan transaksi berdasarkan bukti 4. Pencatatan transaksi yang tepat

Item 29 - 35

Acuan Arfianti (2011)

3

waktu 5. Dokumentasi bukti transaksi 6. Sistem pengawasan pelaksanaan tugas 7. Laporan keuangan SKPD sesuai Standar Akuntansi Pemerintah

A. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan instrumen dalam mengukur apa yang hendak diukur. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan terhadap kuisioner. Untuk uji validitas, maka digunakan rumus korelasi Product Moment, sebagai berikut: r xy = (Arikunto, 2006:170)

{N XKeterangan: r xy n x y

N ( XY ) ( Y )( X )2

( X ) 2 N Y 2 ( Y ) 2

}{

}

= Koefisien Korelasi = Besar sampel = Variabel Bebas (X1, X2) = Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Padang

Dari print out SPSS versi 15.0 dapat dilihat dari Corrected Item-Total Correlation. Jika nilai rhitung < dari rtabel, maka nomor item tersebut tidak valid,

2

sebaliknya jika nilai rhitung > dari rtabel maka item tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Bagi item yang tidak valid, maka item yang memiliki nilai rhitung yang paling kecil dikeluarkan dari analisis, kemudian dilakukan analisis yang sama sampai semua item dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Setelah dilakukan pengujian validitas, selanjutnya akan dilakukan pengujian reliabilitas, yang tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Instrumen dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk uji reliabilitas digunakan rumus Cronbachs Alpha. r k b = 2 (k 1) t Dimana: r k = Reliabilitas Instrumen = Banyak butir pertanyaan = Jumlah varians butir2 b

(Arikunto, 2006:196)2

t

= Varian total

2

2

Cara untuk mengukur reliabilitas dengan Cronbachs Alpha menurut Sekaran (2003:205) dengan kriteria sebagai berikut: a. Kurang dari 0,6 tidak reliabel b. 0,6 0,7 akseptabel c. 0,7 0,8 baik Lebih dari 0,8 relaibel A. Teknik Analisis Data Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis Deskriptif a. Verifikasi Data Verifikasi data yaitu memeriksa kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden untuk memastikan apakah semua pertanyaan sudah dijawab lengkap oleh responden. b. Menghitung Nilai Jawaban 1) Menghitung frekuensi dari jawaban yang diberikan responden atas setiap item pertanyaan yang diajukan 2) Mengitung rata-rata skor total item dengan menggunakan rumus: 5SS+4S+3R+2TS+1STS 15 Dimana: SS S R TS = Sangat Setuju = Setuju = Ragu-ragu = Tidak Setuju

3

STS

=

Sangat Tidak Setuju

3) Menghitung nilai rerata jawaban responden.

Keterangan : Xi= Skor total n = Jumlah responden

4) Menghitung nilai TCR masing-masing kategori jawaban dari deskriptif variabel.

Keterangan : TCR RS n = Tingkat capaian responden = Rata-rata skor jawaban = Nilai skor jawaban

Nilai persentase dimasukkan ke dalam kriteria sebagi berikut:(a)

Interval

jawaban

responden

76-100%

kategori jawabannya baik(b)

Interval jawaban responden 56-75% kategori jawabannya cukup baik

(c)

Interval jawaban responden