refrat luka bakar - copy
TRANSCRIPT
Combutio
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Pendidikan Profesi Dokter
Pembimbing : dr.Haryono , Sp.B
Disusun oleh :
Indra Aristianto, S.Ked J 500080104
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
RSUD KARTINI KARANGANYAR
JAWA TENGAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan
yang diakibatkan sumber panas, suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan
kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki
penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar,
tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar
dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang
mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir
sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat mengalami berbagai macam
komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock, infeksi, ketidak
seimbangan elektrolit (inbalance elektrolit) dan masalah distress pernafasan.
Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan
distress emosional (trauma) dan psikologis yang berat dikarenakan cacat akibat
luka bakar dan bekas luka (id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh garis
pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang bermusuhan. Kulit melindungi
terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu
tubuh, berfungsi sebagai organ ekskretori dan sensori, membantu dalam
mengaktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal
yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat
dicegah (Horne dan Swearingen, 2000).
Luka akibat terbakar (burns) dan terkena air panas (scalds) merupakan
luka yang sering terjadi. Bentuk luka tersebut dapat bervariasi dari luka minor
akibat kecelakaan sampai luka berat yang sulit kita bayangkan. Luka-luka ini
dapat menyebabkan bermacam-macam respon patofisiologis, perubahan
metabolik serta biokimia (www.freewebs.com/forensik-upnxx/chapterxiv.htm -
91k).
2
Jumlah korban meninggal akibat luka bakar di Inggris dan Wales dalam
satu dekade ini dilaporkan mengalami penurunan sejumlah 30%. Badan survey
statistik dan pendataan penduduk di negara tersebut melaporkan bahwa pada
tahun 1990 sebanyak 406 orang meninggal akibat luka bakar. Di waktu lain,
sebanyak 572 orang meninggal dalam kebakaran besar. Perbedaannya terletak
pada peyebab kematian, dimana pada kasus terakhir penyebab kematian lebih
banyak diakibatkan oleh asfiksia atau asap beracun yang terhisap daripada akibat
api itu sendiri. Ini dapat dilihat dari peningkatan luar biasa jumlah anak yang
meninggal dalam kebakaran besar, dari pada luka akibat terbakar suhu tinggi.
Tahun 1931-1935, diperoleh data bahwa pada kelompok anak usia 0-4
tahun,sebesar 2,35% kematian dalam kebakaran adalah akibat asfiksia dan asap
beracun. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan tahun 1969-1973, yaitu sebanyak
73%. Angka ini meningkat 4,5%-50% pada kelompok anak usia 5-14 tahun. Hal
ini mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya toksisitas bahan dasar yang
digunakan dalam bahan bangunan dan pembuatan furnitur
(www.freewebs.com/forensik-upnxx/chapterxiv.htm - 91k).
Angka pasti korban luka bakar dan membutuhkan perawatan di rumah
sakit belum diketahui. Sampai saat ini belum ada data statistik yang
menggambaran angka kejadian tersebut, namun sebagai gambaran, data yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, Sosial dan Keamanan tahun 1981,
berdasarkan 10% sampel kejadian dan kematian dari Pusat Pelayanan Kesehatan
dan Rumah Sakit yang ada di Inggris dan Wales. Berdasarkan pada pendataan
populasi tahun 1981, didapat data sejumlah 10.960 korban luka bakar yang
mendapat perawatan di rumah sakit, terdiri dari 5.510 anak usia 0-14 tahun, dan
5.450 dewasa (www.freewebs.com/forensik-upnxx/chapterxiv.htm - 91k).
Angka kejadian dan penyebab luka bakar di Eropa dan USA dapat
digunakan sebagai pembanding, dimana jumlah kasus di negara berkembang lebih
sedikit. Tapi, dimanapun, anak-anak tetap beresiko menjadi korban dalam
kebakaran, ledakan kompor, atau kebakaran yang terjadi di rumah susun dan
3
kawasan padat penduduk (www.freewebs.com/forensik-upnxx/chapterxiv.htm -
91k).
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun, terdapat sekitar 50.000
pasien luka bakar dimana 6.400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka
bakar. Antara tahun 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat
perawatan di di gawat darurat di rumah sakit di Amerika
(www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiguide .asp)
Luka bakar dangkal dan ringan dapat sembuh dengan cepat dan tidak
menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam dan luas, maka
penanganan memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap dan komplikasi
semakin besar serta kecacatan dapat terjadi. Oleh karena itu, semua orang
khususnya orang tua, harus meningkatkan pengetahuan mengenai luka bakar dan
penanganannya, terutama pada anak-anak
(www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiguide .asp).
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m² dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh (Wasitaatmadja, 1999).
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin),
pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta
warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Wasitaatmadja, 1999).
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis
terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar
pada kepala (Wasitaatmadja, 1999).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
a. Stratum korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel
gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum
Dibawah korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
5
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum
granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum (stratum malphigi)
Disebut pula pickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa
lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini
makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel
stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercelluler
bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat
kecil yang disebut nodulus bizzozero. Di antara sel-sel spinosum
terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung
banyak glikogen.
e. Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel
basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini
terdiri atas dua jenis sel yaitu :
1. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik
inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh
jembatan antar sel.
2. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan
sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti
gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).
2. Lapisan dermis
Adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
6
a. Pars papilare, bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, bagian dibawahnya yang menonjol ke arah
subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak
ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah (Wasitaatmadja, 1999).
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jarinagn lemak tidak sama
bergantung dari lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm,
didaerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan (Wasitaatmadja, 1999).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang didermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1999).
Adneksa kulit
1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
a. Kelanjar keringat (glandula sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin
yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
b. Kelenjar palit (glandula sebasea)
Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan
kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen
7
dan sekret kelenjar ini berasal dari dekompensasi sel-sel kelenjar. Kelenjar
palit biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada
lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam
lemak bebas , skualen, wax exter, dan kolesterol. Sekresi dipengarui oleh
hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada
pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.
2. Kuku
Bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Bagian
kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian
yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut
badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang
bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-
kira 1 mm per minggu.
Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit tipis
yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit
yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.
3. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian
yang berada di luar kulit ( batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut,
yaitu lanugo yang merupakan rambut yang halus, tidak mengandung
pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang
lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada
orang dewasa (Wasitaatmadja, 1999).
8
9
Gambar 1. Anatomi kulit
Faal kulit
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi misalnya zat-zat
kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan
alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi,
sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
maupun jamur.
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan
kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan terhadap
gangguan fisis.
Melanosit turut berperan terhadap pajanan sinar matahari dengan
mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat
stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air,
disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-
zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit
berkisar pada pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi
terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan
10
sebagai sawar (barrier) mekanis karenasel-sel mati melepaskan diri ecara
teratur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan
kulit untuk mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui
celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluan
kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang
melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari
ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan
amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki
kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehinga kulit tidak
menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan
keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di sermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila
dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh
badan Vater Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
11
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit sehingga
memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular
dipengaruhi oleh sara simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding
pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi
cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak
mengandung air dan Na.
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10
: 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada
pulasan H.E. sel ini berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut
pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu, dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui
tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh
sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit.
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai tiga jenissel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel
basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas
dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, semakin keatas sel menjadi
semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.semakin lama inti
menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini
berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum
sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui
proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini
12
berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup dari hal tersebut,
sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan
(Wasitaatmadja, 1999).
B. Pengertian Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah (frost bite) (Mansjoer, dkk, 2000).
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penenganannya pun tinggi (Sjamsuhidajat, 2005).
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi
pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat, 2005).
Diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan:
1. Kedalaman
2. Luas
3. Penyebab
4. Lokasi (Reksoprodjo, 1995)
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada
13
dalam, luas, dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya
akan sangat mempengaruhi prognosis (Sjamsuhidajat, 2005).
C. Derajat luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya
pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut
terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket
sehingga memperberat kedalaman luka bakar (Sjamsuhidajat, 2005).
Gambar 2. Derajat luka bakar (rido284.files.wordpress.com/.../luka-
bakar.jpg)
1. Derajat 1
Kerusakan terbatas pada epidermis
Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitivitas setempat.
Biasanya sembuh dalam 5-7 hari
Luka akan sembuh tanpa bekas
14
2. Derajat 2
Mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa. Elemen epitel tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu.
Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas
dindingnya meninggi.
3. Derajat 3
Meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau
organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang
tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan
cangkok kulit.
Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan
yang lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.
4. Derajat 4
Otot, tendo, dan ligament terbakar.
Mencapai kedalaman tulang
D. Luas luka bakar
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap seluruh tubuh. Pada
orang dewasa digunakan “rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai
dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah
daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh
yang terbakar pada orang dewasa (Sjamsuhidajat, 2005).
15
Gambar 3. Rule of nines dewasa (rosyidi.com/images/burn1.gif)
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak (Sjamsuhidajat, 2005).
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-
masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas
bawah kanan dan kiri masing-masing 15% (Sjamsuhidajat, 2005).
Selain dalam dan luasnya permukaan, prognosis dan penanganan
ditentukan oleh letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita.
Daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit perawatannya, antara lain karena
mudah mengalami kontraktur (Sjamsuhidajat, 2005).
Karena bayi dan orang usia lanjut daya kompensasinya lebih rendah maka
bila terbakar, digolongkan dalam golongan berat (Sjamsuhidajat, 2005).
16
E. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga (Sjamsuhidajat, 2005).
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya tetapi bila diatas 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam
(Sjamsuhidajat, 2005).
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di muka, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terisap. Udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa gangguan jalan
napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga (Sjamsuhidajat,
2005).
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun yang lain. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih
dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal (Sjamsuhidajat,
2005).
17
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis (Sjamsuhidajat, 2005).
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyabab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas
atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kuman banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghasil keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah
(Sjamsuhidajat, 2005).
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-
mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II
menjadi derajat III. Keadaan ini disebabkan oleh trombosis; kuman menimbulkan
vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar sehingga jarinagn
tersebut mati (Sjamsuhidajat, 2005).
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
18
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif seperti
stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakterimia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok
septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah
(Sjamsuhidajat, 2005).
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat atau sel pangkal rambut. Akibat luka bakar derajat II yang dalam
mungkin terjadi parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik yang
jelek (Sjamsuhidajat, 2005).
Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, maka fungsi sendi dapat berkurang atau
hilang (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristaltis dapat menurun karena kekurangan ion kalium (Sjamsuhidajat, 2005).
Stres atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan atau melena (Sjamsuhidajat, 2005).
Fase permulaan luka bakar merupakan merupakan fase katabolisme,
sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang
karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit
yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan
menurun. Dengan demikian korban luka bakar menderita penyakit berat yang
19
disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila
luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban
kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka
bakar (Sjamsuhidajat, 2005).
F. Terapi luka bakar
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan
parut (Mansjoer, dkk, 2000).
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas harus cepat diakhiri, misalnya dengan
mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin, atau
melepaskan baju yang tersiram air panas (Sjamsuhidajat, 2005).
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiraminya dengan air mengalir sekurang-
kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan
suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar
dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu,
merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat
bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal
dan diperkecil. Dengan demikian, luka yang sebenarnya meuju derajat dua dapat
berhenti pada derajat satu, atau luka yang akan menjadi tingkat tiga dihentikan
pada tingkat dua atau satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan
air apa saja yang dingin, tidak usah steril (Sjamsuhidajat, 2005).
20
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-
sisa epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat
secara terbuka atau tertutup (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakestomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas
dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, diberikan oksigen murni
(Sjamsuhidajat, 2005).
Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan
membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan
pembalut steril untuk perawatan tertutup. Kalau perlu, penderita dimandikan
dahulu. Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.
Analgesik diberikan pasien kesakitan (Sjamsuhidajat, 2005).
Pemberian cairan intravena
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini, antara lain :
a. Cara Evans
1. Luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi ml NaCl per
24 jam.
2. Luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi ml plasma per
24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
21
tekanan osmosis kingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
cairan yang telah keluar.
3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Penderita mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada keadaan
prasyok, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali.
Kalau diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa
kesulitan, infus dapat dikurangi, bahkan dihentikan (Sjamsuhidajat, 2005).
b. Cara Baxter
% x BB x 4 ml
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit, yaitu larutan
Ringer-laktat karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan
hari pertama (Sjamsuhidajat, 2005).
Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan
uji kepekaan kuman (Sjamsuhidajat, 2005).
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-
3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu, makanan diberikan
melalui pipa lambung atau ditambah dengan nutrisi parenteral (Sjamsuhidajat,
2005).
22
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai (Sjamsuhidajat, 2005).
Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan
pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya
1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal
atau tidak (Sjamsuhidajat, 2005).
Kekurangan ion Na akibat masuknya Na ke dalam sel menimbulkan gejala
keracunan air dengan udem otak yang bertanda kejang. Kekurangan ion K dapat
diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST. Kekurangan ini harus
segera dikoreksi (Sjamsuhidajat, 2005).
Kebutuhan nutrisi luka bakar
a. Minuman diberikan pada penderita luka bakar
Segera setelah peristalsis menjadi normal
Sebanyak 25 ml/kgBB/hari
Sampai diuresis sekurang-kurangnya mencapai 30 ml/jam
b. Makanan diberikan oral pada penderita luka bakar
Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan
Sedapat mungkin 2500 kalori/hari
Sedapat mungkin mengandung 100-150 gr protein/hari
c. Sebagai tambahan diberikan tiap hari
Vitamin A, B, dan D
Vitamin C 500 mg
Fe sulfat 500 mg
Antasida
Pengobatan lokal
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan
sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak
23
karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka
lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang
mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau
tertutup (Sjamsuhidajat, 2005).
Keuntungan perawatan terbuka
Luka tetap dingin dan kering
Inspeksi dan pemeriksaan selalu dapat dilakukan
Cocok sekali untuk daerah yang sukar dibalut
Murah
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas
tidur menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena
melihat luka yang tampak kotor (Sjamsuhidajat, 2005).
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi ditutup
sedemikian rupa sehingga luka masih cukup longgar untuk berlangsungnya
penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung,
dan enak bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena
dipakainya banyak pembalut dan anti septik. Kadang suasana luka yang lembab
dan hangat memungkinkan luka untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila
pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan,
tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri. Sedapat mungkin kasa ditutup kasa
penyerap setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptik (Sjamsuhidajat, 2005).
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai
adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang
selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat
ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain. Obat lain yang banyak dipakai adalah
24
zilversulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna karena bersifat
bakteriostati, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman.krim ini dioleskan tanpa
pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada luka bakar derajat dua sebaiknya keropeng dibiarkan menjadi kering.
Keropeng ini akan terlepas sendiri seperti kulit ular setelah 7-12 hari. Pada waktu
itu kulit dibawahnya sudah sembuh (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada luka bakar derajat tiga sebaiknya keropeng dibiarkan menjadi kering
selama 10-18 hari. Kemudian, keropeng dapat dilepaskan dan dilakukan cangkok
(Sjamsuhidajat, 2005).
BAB III
25
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga oleh
sebab kontak dengan suhu rendah (frost bite).
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan
oleh kedalaman luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka
bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera
mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan
trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan
pembatasan pembentukan jaringan parut.
B. Saran
Luka bakar dangkal dan ringan dapat sembuh dengan cepat dan
tidak menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya
dalam dan luas, maka penanganan memerlukan perawatan di fasilitas
yang lengkap dan komplikasi semakin besar serta kecacatan dapat
terjadi. Oleh karena itu, semua orang khususnya orang tua, harus
meningkatkan pengetahuan mengenai luka bakar dan penanganannya,
terutama pada anak-anak.
26