refleksi kasus syaraf

11
REFLEKSI KASUS BELL’S PALSY Nama : Febriana Putri Nara Heswari NIM : 20070310134 Stase : syaraf dr. Pembimbing : dr. Yosep B. Sp.S 1. Rangkuman Kasus IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. AA Jenis kelamin : Perempuan Usia : 42 tahun Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Janda Agama : Islam Pekerjaan : Pengasuh anak Pendidikan : SMP Alamat : bantul Tempat / tanggal lahir : - A. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20/11/2012 pk 13:00 di poliklinik neurologi RSUD Budhi Asih. Keluhan Utama: Mata kanan tidak bisa menutup sejak 5 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke poliklinik RSUD dengan keluhan mata kanannya tidak bisa menutup sejak 5 hari SMRS (tanggal 15/11/2012). Keluhan tersebut timbul tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Selain mata kanannya yang tidak bisa menutup, ia juga mengatakan bahwa wajahnya tidak simetris, mata kanannya terasa pedih dan kering akibat tidak bisa menutup dan saat

Upload: putrinaraheswari

Post on 12-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFLEKSI KASUS syaraf

REFLEKSI KASUSBELL’S PALSY

Nama : Febriana Putri Nara HeswariNIM : 20070310134Stase : syarafdr. Pembimbing : dr. Yosep B. Sp.S

1. Rangkuman Kasus

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. AA Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 42 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Janda Agama : Islam

Pekerjaan : Pengasuh anak Pendidikan : SMP

Alamat : bantul Tempat / tanggal lahir : -

A. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20/11/2012 pk 13:00 di poliklinik neurologi RSUD Budhi Asih.

Keluhan Utama:Mata kanan tidak bisa menutup sejak 5 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke poliklinik RSUD dengan keluhan mata kanannya tidak bisa menutup

sejak 5 hari SMRS (tanggal 15/11/2012). Keluhan tersebut timbul tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Selain mata kanannya yang tidak bisa menutup, ia juga mengatakan bahwa wajahnya tidak simetris, mata kanannya terasa pedih dan kering akibat tidak bisa menutup dan saat minum air, air akan keluar mengalir sedikit dari sudut mulut kanan tetapi fungsi menelan dan pengecapan masih baik. Pasien mengatakan 3 hari sebelum keluhannya timbul, ia merasakan sakit kepala berdenyut di daerah belakang kepala tetapi tidak ada mual, muntah, kesemutan, lemah sisi/seluruh tubuh, nyeri di daerah wajah maupun gangguan pada pendengaran. Demam, batuk, pilek juga disangkal oleh pasien. Tetapi pasien mengatakan bahwa kondisi tubuhnya kurang baik karena dalam kondisi kecapekan setelah pulang dari acara pernikahan di Jawa. Perjalanan yang ditempuh os sekitar 17 jam dengan menggunakan bis berAC. Setelah pulang ke Jakarta, os hanya sempat beristirahat 1 hari. Esoknya pasien sudah mulai kembali bekerja. Setelah keluhan tersebut timbul, pasien segera berobat ke dokter umum terdekat dan diberikan obat-obat minum (metil prednisolon, piracetam, hufadine dan mecobalamin). Selama minum obat tersebut tidak ada perubahan nyata dari keluhannya, hanya sakit kepala sudah berkurang.

Page 2: REFLEKSI KASUS syaraf

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat

penyakit herpes simpleks, darah tinggi, kencing manis, asthma, asam urat, penyakit jantung maupun penyakit ginjal. Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Tidak ada riwayat trauma/kecelakaan.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan seperti pasien. Tidak ada

riwayat darah tinggi, kencing manis, asthma, penyakit jantung maupun penyakit ginjal pada anggota keluarga pasien.

Riwayat kebiasaan dan pola hidupTidak didapatkan data yang bermakna.

2. Masalah yang dikaji- Patofisiologi bell’s palsy?- Penanganan bell’s palsy?

3. Analisis masalahBell‘s Palsy atau yang lebih sering disebut dengan Idiopathic Facial Paralysis

(IFP) adalah suatu paralisis Lower Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer,

unilateral, yang pada 80-90% kasus dapat hilang sendiri seiring berjalannya waktu.

Penyebab pasti kelumpuhan nervus fasialis perifer pada Bell’s palsy tidak diketahui

(idiopatik) tetapi diduga mekanisme inflamasi terjadi pada nervus fasialis yang

melewati kanalis fasialis sehingga menyebabkan kompresi dan demielinisasi pada

akson dan berkurangnya aliran darah pada neuron. Namun, penelitian terbaru

menyebutkan adanya infeksi virus diduga sebagai penyebab Bell’s palsy berdasarkan

bukti serologis, di mana ditemukan serologi positif untuk virus herpes simpleks

(HSV) pada 20-79% pasien Bell’s palsy.

Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy secara pasti masih dalam perdebatan.

Nervus Fasialis berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan

Kanalis Fasialis. Teori yang ada mengatakan bahwa adanya edema dan inflamasi

menyebabkan kompresi dari nervus fasialis dalam kanalis tulang ini. Kompresi nervus

fasialis ini dapat dilihat dengan MRI.

Bagian pertama dari kanalis fasialis, yang disebut dengan segmen

Labyrinthine, adalah bagian yang paling sempit; meatus foramen ini memiliki

diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering

terjadinya kompresi pada nervus fasialis pada Bell‘s Palsy sehingga mengakibatkan

inflamasi, demielinisasi, iskemia.

Page 3: REFLEKSI KASUS syaraf

Lokasi terserangnya Nervus fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari

nukleus saraf tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di

ganglion genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum,

maka akan timbul kelumpuhan motorik disertai dengan ketidakabnormalan fungsi

gustatorium dan otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus hanya

menyebabkan kelumpuhan fasial saja. Pada kasus, hanya ditemukan kelumpuhan

motorik saja pada pasien (mata kanan tidak bisa menutup, wajah tidak simetris dan

pada saat minum, air akan mengalir keluar sedikit-sedikit dari sudut mulut kanan) dan

tidak ada gangguan neurologis lainnya sehingga letak topisnya berada di foramen

stilomastoideus.

Pasien mengalami kelumpuhan perifer nervus fasialis dan bukan kelumpuhan

sentral karena pada kelumpuhan perifer yang melibatkan nukleus, semua otot fasial

ipsilateral mengalami kelumpuhan. Pada lesi sentral, persarafan otot frontalis tetap

utuh karena persarafan supranuklear terletak pada kedua hemisfer cerebri. Menurut

kriteria House-Brackmann, pasien termasuk dalam grade IV disfungsi sedang-berat

karena wajah tampak asimetris saat inspeksi, kerutan dahi tidak ada dan mata tidak

bisa menutup (incomplete eye closure). Grade I-V disebut dengan Incomplete Fascial

Paralysis. Suatu Incomplete Fascial Paralysis memiliki fungsi dan anatomi saraf

yang masih baik.

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi 2, yaitu medikamentosa dan

non medikamentosa. Pada non medikamentosa, penatalaksanaan lebih ditujukan pada

edukasi untuk mecegah komplikasi yang terjadi akibat kelumpuhan saraf perifer,

seperti edukasi untuk menjaga agar mata tidak kering dengan memberi tetes mata

buatan (artificial eyedrop) dan menghindarkan mata dari angin dan debu (misalnya

dengan menggunakan kacamata). Edukasi juga diberikan kepada pasien mengenai

penyakit yang diderita dan terapi yang akan diberikan. Pasien juga diberitahu untuk

menjalani latihan wajah di rumah dan mengikuti fisioterapi untuk membantu

penyembuhan kelumpuhan otot-otot wajah yang dideritanya.

Sedangkan untuk pengobatan medikamentosa pada pasien diberikan obat oral

methyl prednisolon dengan dosis awal 32 mg yang terbagi menjadi 2 dosis diminum

selama 5 hari kemudian dilakukan tappering off bertahap 1x16 mg selama 2 hari dan

menjadi 3x4 mg-2x4 mg-1x4 mg setiap hari sampai dosis terkecil serta juga diberikan

mecobalamin caps 3x500 mg. Methyl prednisolon diberikan untuk mengatasi

inflamasi dan edema yang terjadi pada nervus fasialis sehingga membantu

Page 4: REFLEKSI KASUS syaraf

remielinisasi nervus fasialis. Mecobalamin diberikan untuk neuropati perifer. Dosis

methyl prednisolon yang dianjurkan adalah 60 mg/hari yang diberikan selama 3 hari

kemudian ditappering off selama 7 hari. Ada yang memberikan dosis awal methyl

prednisolon yang 60 mg/hari yang diberikan selama 4-5 hari kemudian ditappering off

40 mg selama 4-5 hari-20 mg selama 4-5 hari.

Dari penelitian terbaru, diduga bahwa virus herpes simpleks merupakan

penyebab Bell’s palsy sehingga banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui

apakah pemberian obat antiviral, seperti acyclovir dan valacyclovir, dapat membantu

penyembuhan pada Bell’s palsy. Dari beberapa data yang dikumpulkan, didapatkan

kesimpulan bahwa pengggunaan kortikosteroid masih merupakan drug of choice

untuk kasus Bell’s palsy. Penggunaan acyclovir dan valacyclovir tidak dianjurkan

pada penatalaksanaan kasus Bell’s palsy karena tidak ada efek dalam penyembuhan.

Namun pada penelitian lain dikatakan bahwa penggunaan kombinasi kortikosteroid

dan acyclovir/valacyclovir dapat mempercepat penyembuhan. Pada kasus tidak perlu

diberikan obat anti viral seperti acyclovir/valacyclovir karena pemberian anti viral

masih diperdebatkan dan dari beberapa penelitian yang dipublikasikan disimpulkan

bahwa tidak ada perbaikan/efek penyembuhan.

Dari beberapa studi yang dilakukan, dikatakan pemberian kortikosteroid sedini

mungkin akan membantu penyembuhan. Waktu yang terbaik adalah ≤72 jam setelah

onset. Pada kasus dikatakan bahwa pasien sudah berobat ke dokter umum setelah

timbul gejala dan diberi obat methyl prednisolon sehingga pada kasus ini dosis awal

yang diberikan adalah 32 mg dengan pertimbangan pasien sudah mendapat terapi

sebelumnya (dosis awal yang diberikan tidak diketahui) sehingga dosis yang

diberikan tidak setinggi dosis awal pengobatan yang dianjurkan. Pada kasus Bell’s

palsy yang tidak diobati, penyembuhan dapat terjadi sendiri (self-limitting disease).

Namun angka penyembuhan pada kasus yang mendapatkan pengobatan jauh lebih

tinggi sekitar 83% dibanndingkan dengan yang tidak mendapat pengobatan 63,6%

sehingga pada pasien tetap diperlukan pengobatan.

Prognosis pada kasus Bell’s palsy secara keseluruhan adalah baik. Untuk prognosis ad vitam adalah ad bonam karena Bell’s palsy tidak menyebabkan kematian. Untuk prognosis ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena pada kasus terdapat kelumpuhan motorik yang mengganggu fungsi tubuh pasien. Dengan pengobatan yang diberikan dan fisioterapi diharapakan penyembuhan terjadi dalam waktu yang cepat. Berdasarkan kriteria House-Brackman, prognosis pasien (grade disfungsi sedang-berat) cukup baik karena hanya didaptkan kelumpuhan motorik saja dan tidak total. Untuk prognosis ad sanasionam adalah dubia ada bonam. Bell‘s Palsy terjadi

Page 5: REFLEKSI KASUS syaraf

berulang pada 4-14% pasien. Pengulangan terjadinya Bell‘s palsy dapat berupa ipsilateral atau kontralateral dari palsy pertama. Terjadinya Bell’s palsy secara berulang berhubungan erat dengan riwayat keluarga yang sering menderita Bell‘s palsy secara berulang.

4. Dokumentasi

A. PEMERIKSAAN FISIK

(20/11/2012 Pk 13:00)

STATUS GENERALISPemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos mentisKeadaan umum : Tampak sakit sedangTekanan darah : 150/90 mmHgNadi : 80x/menitSuhu : 36,8oCPernapasan (Frekuensi dan tipe) : 18 x/menit Thorako-Abdominal

STATUS NEUROLOGISa. Kesadaran: Compos Mentisb. Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku kuduk - -Laseq >70o >70o

Kerniq >135o >135o

Brudzinki I - -Brudzinski II - -

c. Nervus kranialisN.I : Tidak dilakukan N. II, III, IV, V, VI:

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata Ortoforia OrtoforiaPergerakan bola mata Baik Baik Exophtalmus - -Nistagmus - -Ptosis - -Pupil:Bentuk Bulat BulatUkuran 4mm 4mmSimetris Isokor IsokorRefleks cahaya langsung + +

Page 6: REFLEKSI KASUS syaraf

Refleks cahaya tidak langsung

+ +

N.V: Refleks kornea mata kanan menurun

Kanan Kiri

Kornea Menurun +

Motorik Membuka mulut Baik

Gerakan rahang Baik

Menggigit Sulit dinilai

Sensorik Rasa nyeri Baik

Rasa raba Baik

Rasa suhu Tidak dilakukan

N.VII : kesan parese N.VII kanan perifer

Kanan Kiri

Sikap wajah Kesan mencong ke kiriAngkat alis Tidak bisa BaikKerut dahi Tidak ada BaikLagoftalmus + Tidak adaKembung pipi Tidak ada AdaMenyeringai Kurang baik baikLipatan Nasolabial Kurang jelas terlihat BaikRasa kecap Tidak dilakukan

d. Sistem motorik

Kekuatan otot Kanan Kiri

Ekstremitas atas 5555 5555Ekstremitas bawah 5555 5555

e. Sistem sensorik: Rangsang raba + + Rangsang nyeri + +

+ + + +f. Refleks

Fisiologis

Kanan Kiri

Bisep + +Trisep + +Patella + +Achilles + +

Page 7: REFLEKSI KASUS syaraf

Patologis

Kanan Kiri

Hoffman tromer - -Babinski - -Chaddok - -Schaffer - -Openheim - -Gordon - -Klonus - -

g. Keseimbangan dan koordinasi

Hasil

Tes disdiadokinesis Tidak dilakukanTes tunjuk hidung dan jari Tidak dilakukanTes tunjuk jari kanan dan kiri Tidak dilakukanTes romberg Tidak dilakukanTes tandem gait Tidak dilakukan

5. KesimpulanSyok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Didalam penanganan syok anafilaksis perlu dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama pada saat pasien sudah menampakkan gejala urtikaria, karena akhir dari syok adalah henti nafas atau henti jantung yang memerlukan perawatan yang lebih intensif kepada pasien. Untuk itu operator harus faham gejala klinis dari syok anafilaksis dan penangan yang tepat untuk pasien.

6. Daftar pustaka1. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Lange Clinical Neurology. 6th Edition.

United State: Mc-Graw Hill. 2005; p.g 182.

2. Duus P. Diagnostik Topik Neurologi. Jakarta: EGC. 1996; hal 112-18.

3. Kirshner HS. First Exposure Neurology. International Edition. United State: Mc-

Graw Hill. 2007; p.g 323-26.

4. Numthavaj P, Thakkinstian A, Dejthevaporn C and Attia J. Corticosteroid and

Antiviral Therapy for Bell's Palsy: A Network Meta-Analysis. BMC Neurology 2011,

11:1 

5. Sullivan FM, Swan IRC, Donnan PT, et all. Early Treatment with Prednisolone or Acyclovir in Bell's Palsy. N Engl J Med 2007; 357:1598-1607