makalah presentasi kasus syaraf ela

35
PRESENTASI KASUS VERTIGO PERIFER Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Syaraf RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Diajukan kepada Yth: dr. Ardiansyah Sp. S Diajukan oleh: Zheila Ayu C. 20100310188 BAGIAN ILMU SYARAF RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Upload: pagela-pascarella-renta

Post on 05-Dec-2015

250 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

koas syaraf

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

VERTIGO PERIFER

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Syaraf

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan kepada Yth:

dr. Ardiansyah Sp. S

Diajukan oleh:

Zheila Ayu C.

20100310188

BAGIAN ILMU SYARAF

RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Vertigo Perifer

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Syaraf

di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Pagela Pascarella R, S.ked

20100310166

Mengetahui

Dosen Penguji Klinik

dr. Ardiansyah Sp. S

BAB I

1. IDENTITAS

Nama : Ny. JW

Usia : 63 tahun

Alamat : Notoyudan, GT 1/ 194, Pringgokusuman, Gedongtengen,

Yogyakarta

2. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Pusing berputar

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang wanita usia 63 tahun datang ke Poli Saraf

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan pusing berputar. Keluhan ini

dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pusing berputar dirasakan tiba – tiba, tetapi tidak

dirasakan terus – menerus. Kira – kira dalam 1 bulan ini pasien mengeluh pusing

berputar sebanyak 4 kali. Sekali serangan berlangsung kurang lebih selama 1 jam.

Pasien juga mengatakan saat serangan sering merasa ingin terjatuh apabila melihat ke

atas, mual, rasa ingin muntah, telinga berdenging, sering mendengar suara gesekan -

gesekan halus di telinga, cepat merasa lelah, dan sulit berkonsentrasi. Keluhan terasa

ringan jika berbaring dan menutup mata, dan terasa berat jika badan berubah posisi.

Setelah serangan keluhan pasien menghilang sempurna, suatu ketika dapat muncul

lagi, diantara serangan pasien mengatakan bebas keluhan. Untuk mengurangi rasa

pusing pasien kadang mengkonsumsi obat warung yang berisi parasetamol, namun

keluhan tidak membaik.

Pasien mengakui adanya pendengaran berkurang pada telinga kiri, 1

tahun yang lalu pasien mengalami sakit telinga dan keluar cairan dari telinga

sebelah kiri yang hilang timbul dan saat ini pasien merasa pendengarannya

berkurang. Pasien menyangkal adanya penglihatan dobel dan kabur, telinga

berdenging, demam, kejang, nyeri kepala kelemahan anggota tubuh dan

kesemutan.

Dua tahun yang lalu pasien pernah mondok di RSUD Wirosaban karena

vertigo. Setelah itu pasien tidak mengeluh pusing berputar lagi sampai 1 bulan yang

lalu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan serupa (+) 3 tahun yang lalu, Penyakit

jantung (+), Hipertensi (+), Diabetes Mellitus (-), Stroke (-), Asma (-), Riwayat trauma

(-).

d. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan serupa (-), Hipertensi (+) ayah,

Penyakit jantung (+) ayah, Diabetes Mellitus (-), Asma (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Lemah

Vital Sign : - TD : 130/85

- Nadi : 86 kpm

- RR : 18 kpm

Kepala/Leher :

- Mata : pupil isokor, refleks cahaya (+/+), nistagmus (+/+), konjungtiva pink,

ikterik (-/-)

- Mukosa bibir : basah

- Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-)

- Telinga: tinitus (-)

Thorax : vesikuler normal, BJ I-II reguler

Abdomen : BU normal, super, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CTR <2 detik

GCS : E4 V5 M6

Pemeriksaan Neurologis :

- Refleks fisiologis : positif

- Refleks patologis : negatif

- Kekuatan otot : 5 5

5 5

- Test Romberg : saat menutup mata pasien kesulitan untuk berdiri tegak.

- Nistagmus : -

STATUS NEUROLOGIS

Sikap tubuh   : normal

Gerakan abnormal     : –

Sensibilitas      : dalam batas normal

Vegetatif       : dalam batas normal

NERVUS KRANIALIS

N I (Olfaktorius)                              Kanan                     Kiri

Daya Penghidu                                N                            N

N II (Optikus)

Daya penglihatan                      N                            N

Pengenalan warna                         N                            N

Medan penglihatan                         N                            N

N III (Okulomotorius)

Ptosis                                               –                              –

Gerakan bola mata ke

Superior                                  N                            N

Inferior                                     N                            N

Medial                                       N                            N

Ukuran pupil                               3 mm                      3 mm

Bentuk pupil                                 bulat                       bulat

Reflek cahaya langsung                  +                             +

Reflek kornea                                  +                             +

N IV (Troklearis)                                 

Gerak bola mata ke lateral bawah  N                            N

Diplopia                                           –                              –

Strabismus                                       –                              –

N V (Trigeminus)     

Menggigit                                       N                            N

Membuka mulut                             N                            N

N VI ( Abdusens)

Gerakan mata ke lateral                   N                            N

N VII (Facialis)                                     

Kerutan kulit dahi                           N                            N

Kedipan mata                                  N                            N

Mengerutkan dahi                           N                            N

Mengerutkan alis                             N                            N

Menutup mata                                 N                            N

Lipatan nasolabial                           N                            N

Sudut mulut                                  N                            N

Meringis                                          N                            N

Menggembungkan pipi                    N                            N

Lakrimasi                                     +                          +

N VIII (Akustikus)

Mendengar suara                            +                             <

Mendengar detik arloji                   +                             –

N IX (Glosofaringeus)

Tidak dilakukan

N X (Vagus)

Denyut nadi                            86x/ menit              86x/menit

Bersuara                                          +                             +

Menelan                                          +                             +

N XI (Asesorius)

Memalingkan kepala                       +                             +

Sikap bahu                                      N                            N

Mengangkat bahu                           N                            N

Trofi otot bahu                           eutrofi                    eutrofi

N XII (Hipoglosus)

Sikap lidah                                     N                            N

Tremor lidah                                   –                              –

Menjulurkan lidah                           +                             +

Trofi otot lidah                           eutrofi                    eutrofi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Head CT-Scan tahun 2013

Kesan : Oedema Cerebri

E. DIAGNOSIS :

- Diagnosis Klinis : sinrom vertigo, mual

- Diagnosis Etiologi : vertigo vestibular perifer otogenik

- Diagnosis Topis : organ vestibularis

F. TERAPI :

- Flunarizine 1 x 5 mg

- Betahistin 8mg 3 x 1

BAB II

A. DEFINISI

Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi

(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau

badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktek. Vertigo berasal

dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan

keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang

atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan

keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering

disertai penyakit lainnya.1,2

B. EPIDEMIOLOGI

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi

sebesar 7%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita

dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.

C. ETILOGI

Pada tingkat pusat, iskemik vertebra basiler merupakan penyebab yang sering dari

vertigo. Vertigo juga dapat disebabkan oleh lesi di cerebellum dan lobus temporalis. Keadaan

patologis yang merusak nervus akustikus dapat pula menyebabkan lesi di nervus vestibularis.

a. Gangguan Jenis Perifer :

- Neuritis Vestibular, ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini

berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirin terjadi dengan

kompleks gejala yang sama disertai dengan tinitus atau penurunan pendengaran.

- Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit

kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini akan mempengaruhi kanalis

posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi juga dapat mengenai kanalis anterior

dan horizontal. Otoli mengandung kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang

berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh

perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.

- Motion Sickness (Mabuk kendaraan)

- Trauma

- Obat-obatan : streptomisin

- Labirinitis

- Penyakit Meniere ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan

pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinitus, tuli sensori pada fluktuasi

frekuensi rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Penyakit meniere terjadi karena

dilatasi dari membran labirin bersamaan dengan kanalis semisirkularis telinga

dalam dengan peningkatan volume endolimfatik. Hal ini dapat terjadi ideopatik,

akibat infeksi virus/bakteri, atau gangguan metabolik

- Tumor difossa posterior : neuroma akustik

- Keadaan patologis yang merusak nervus akustikus, dapat pula menyebabkan lesi di

nervus vestibular.

b. Gangguan Jenis Sentral :

- Stroke atau iskemik batang otak

- Migren basiler

- Trauma

- Perdarahan atau lesi di cerebellum

- Lesi lobus temporalis

- Neoplasma

c. Lain-lain :

- Toksik ( misal : antikolvusan fenitoin, sedatif)

- Infeksi

D. KLASIFIKASI

Vertigo dapat berasal dari kelainan sentral (batang otak, cerebellum atau otak) atau

diperifer (telinga dalam, atau saraf vestibular).

1. Vertigo Fisiologi, adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari

sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensori berfungsi baik. Yang

termasuk dalam kelompok ini yaitu :

1.a. Mabuk Gerakan ( Motion Sickness)

Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual

surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan

akan sangat bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan.

Gerakan yang dapat menyebabkan seperti ini adalah duduk di jok mobil

belakang atau membaca saat mobil bergerak.

1.b. Mabuk Ruang Angkasa ( Space Sickness)

Yaitu, fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness). Pada keadaan

ini terdapat ketidakseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.

1. c. Vertigo Ketinggian (Height Vertigo)

Adalah suatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan lokomotor

oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dengan gejala-gejala

vegetatif.

2. Vertigo Fisiologi

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang otak, cerebllum, atau

cerebral.

b. Perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis

vertibulocochlear (N. VIII)

c. medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula darah

yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau infeksi

sistemik.

Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral

Lesi Sistem vestibuler (telinga

dalam, saraf perifer)

Sistem vertebrobasiler dan

gangguan vaskular (otak,

batang otak, cerebelum)

Penyebab Vertigo posisional

paroksismal jinak (BPPV),

penyakit meniere, neuronitis

vestibuler, labirinitis,

neuroakustik, trauma.

Iskemik batang otak,

vertebrobasiler insufisiensi,

neoplasma,, migren basiler.

Gejala gangguan SSP Tidak ada Diplopia, parastesia,

gangguan sensibilitas dan

fungsi motorik, disartria,

gangguan cerebral

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga berdenging dan/atau

tuli

Kadang-kadang Tidak ada

Nistagmus spontan + -

Vertigo Sentral

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di

cerebellum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang

khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan

fungsi motorik, rasa lemah.

Vertigo Perifer

Lamanya vertigo berlangsung, dibagi menjadi :

a. Episode serangan yang berlangsung beberapa detik. Paling sering disebabkan oleh vertigo

posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa

detik dan kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun

dapat juga diakibatkan oleh trauma kepala, pembedahan ditelinga, atau neuronitis

vestibular. Gejala dapat hilang secara spontan.

b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai penyakit

menier atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu,

ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.

c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Neuronitis

vestibular merupakan kelainan yang sering membawa seseorang untuk ke UGD. Penyakit

ini mulanya vertigo dan mual disertai muntah yang menyertainya mendadak, dan gejala ini

berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran pada neuritis

vestibular tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus.

Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dibagi 3 kelompok :

1. Vertigo Paroxismal

Ciri khas : serangan mendadak, berlangsung beberapa menit-hari, menghilang

sempurna, suatu ketika dapat muncul lagi, diantara serangan penderita bebas keluhan.

Berdaras gejala penyerta dibagi :

a. Dengan keluhan telinga, tuli, atau telinga berdenging : sindrom meniere, TIA

vertebrobasiler, tumor fossa posterior

b. Tanpa keluahn telinga : epilepsi, migrain, vertigo anak

c. Timbul dipengaruhi perubahan posisi : VPPB

2. Vertigo kronis

Ciri khas : vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan akut.

Berdasar gejala penyertanya dibagi :

a. Dengan keluahan telinga : OMC, meningitis TB, labirinitis kronis.

b. Tanpa keluhan telinga : kontusio cerebri, hipoglikemia, encephalitis kelainan

okuler, post traumatik sindrom, kelainan endokrin.

c. Timbulnya dipengaruhi oleh posisi : vertigo cervikal, hipotensi orthostatik.

3. Vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa bebas keluhan

Berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan. Berdasarkan gejala

dibagi menjadi :

a. Dengan keluhan telinga : neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan labirin,

herpes zoster.

b. Tanpa keluahan telinga : neuritis vestibularis, sklerosis multiple, oklusi arteri

cerebeli inferior posterior, encefalitis vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.

E. PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI

Secara umum vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang

mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh ( informasi aferen) yang sebenarnya

dengan apa yang dipersepsikan oleh susunan saraf pusat ( pusat kesadaran). Susunan aferen

yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan, yang secara

terus menerus menyampaikan impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan

adalah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis

dengan nuklei N.III, IV, dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi

yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor verstibuler, visual, dan

proprioseptik; reseptor vestibular memberikan kontribusi paling besar yaitu 50% disusul

kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.

Pada vertigo post trauma dapat terjadi akibat kerusakan telinga dalam, N. VIII atau

hubungan vestibuler sentral atau adanya salah pilih antara input sensoris yang dibuituhkan

untuk keseimbangan yang sempurna. Mekanisme vertigo post trauma kepala adalah trauma

kepala penetrasi seperti luka tembak yang merupakan penyebab utamanya. 40% mengenai

tulang temporal dan pada pasien yang hidup kerusakan permanen fungsi kohlea dan

vestibular.

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang

mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang

dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian

tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis

semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual

dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor

sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau

ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul

respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan

(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).

Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses

pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai

memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan

gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari

susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan

terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi

gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya

hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang

masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf

otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

6. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan neurotransmisi dan

perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.

Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin

releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf

simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas

sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul

berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang

menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas

susunan saraf parasimpatis.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis vertigo sentral dan perifer ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala

dari penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap

penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk

menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.

ANAMNESIS

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa

naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya

vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah

timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau

membaik.

Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga

ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau

n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria

dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti

anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma

akustik.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik terdiri dari nistagmus; pemeriksaan neurologis dengan test romberg

yang dipertajam, post-pointing test, manuver nylen-berany atau dix hallpike, test kalori, saraf-

saraf cranial, fungsi saraf motorik dan sensorik. Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor

penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat

berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan

fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan

penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat

(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik,

selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari

keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi

jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam

menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi

dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi

simtomatik yang sesuai.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah

diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan

pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua

mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus

dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik

cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan

penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka

badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan

bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

b. Tandem gait.

Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri

ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan

serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger

Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan

mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi

penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar

cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan

lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase

lambat ke arah lesi.

d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat

lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal

ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan

terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah

ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan

berjalan dengan arah berbentuk bintang.

PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di

sentral atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike

Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas

tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya

menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan

lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat

dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah

periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau

menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,

nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti

semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam

posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat

(44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang

timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal

90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri

atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah

rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika

abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal

paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance

menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata

pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

2. FUNGSI PENDENGARAN

a. Tes Garpu Tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,

Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli

dan schwabach memendek.

b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy

Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus

visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi

motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar

(tremor, gangguan cara berjalan)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.

2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory

Evoked Potential (BAEP).

4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging

(MRI).

Pada vertigo post trauma kebanyakan akibat trauma kepal, trauma leher, atau trauma

baro. Sindrom vertigo post trauma adalah vertigo posisional benign tipe paroksismal akibat

trauma kepala ringan, vertigo akibat momusio labyrin, sindrom neurologis, dan ataxia karena

kerusakan barang otak dan cerebelum. Gejala trauma kepala tumpul tanpa fraktur sering

didapat gangguan vestibular disertai tuli persepsi bilateral akibat komusio labyrin. Ada 2

sindrom labirin yang menonjol, yaitu :

a. Vertigo Posisional Benign tipe Parosismal merupakan sindrom terbanyak, penderita

mengalami serangan vertigo dan nistagmus yang mendadak, singkat yang dicetuskan

oleh perubahan psosisi kepala.

b. Vertigo post trauma akut apabila gangguan vestibular perifer: onset mendadak setelah

trauma kepala dengan gejala vertigo mual muntahyang akut dengan atau tanpa tuli

persepsi. Vertigo biasanya menghilang spontan dalam beberapa hari dan sembuh total

secara bertahap. Bila ada tuli biasanya bersifat permanen.

Gangguan vestibular perifer yang khas bila ditemukan nistagmus vestibular spontan ke arah

telinga yang sehat.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan vertigo terdiri dari :

1. Terapi kausal

- Methyprednisolon 32 mg/hari selama 10 hari diturunkan bertahap

- Hydrocortison 500mg/hari, diturunkan 100 mg setiap 2 hari

2. Terapi simptomatik : obat anti vertigo

- Ca-entry blocker : Flunarizin 5-10 mg 1x1, sinarisin 25 mg 3x1

Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan melepas glutamate, menekan

aktivitas NMDA special channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin.

- Antihistamin : prometasin 25-50 mg 3x1, dimenhidrinat 50 mg 3x1

Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminersik dengan akibat

inhibisi n. Vestibularis.

- Histaminik : Betahistin 8 mg 3x1

Inhibisi neuron polisinaptik pada n. Vestibularis lateralis.

- Phenotiazine : proklorperasin 3 mb 3x1, klorpromasin 25 mg 3x1

Pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di Medulla Oblongata.

- Benzodiazepine : diazepam 2-5 mg 3x1

Menurunkan resting activity neuron pada n. Vestibularis.

- Antiepileptik : karbamezepin 200 mg 3x1, fenitoin 100 mg 3x1

Bila ada kelainan epilepsi.

3. Terapi rehabilitasi

4. Neuroboransia

Vitamin B kompleks mengandung vitamin B1 (Thiamine mononitrat 100 mg)

yang berperan sebagai koenzim pada dikarboksilase asam keto dan bereperan

dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 (Phyridoxol hydrokloride 100 mg)

didalam tubuh diubah menjadi phyridoxal fosfat dan piridoksamin fosfat yang

berperan dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 (Kobalamin

5000 mcg) berperan dalam sintesis asam nukleat dan berpengaruh pada

kematangan sel dan memelihara integritas jaringan saraf.

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor

semisirkularis. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu tutup

kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik,

kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke

sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan

berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.

Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke

atas, bawah kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian

diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin

lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan.

BAB III

KESIMPULAN

Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya disebabkan

oleh kelainan/gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler,

koordinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler. Penatalaksanaan berupa anamnesis

yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya, terapi dapat

menggunakan obat dan atau manuvermanuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan atau

menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika penyebabnya

dapat ditemukan dan diobati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May

30th]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia

kedokteran .html

2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59

3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar

N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9

4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited

2009 May 20th]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview

5. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.

Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New

York : Mc Graw Hill Companies. 2004. p 761-5

6. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :

Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101

7. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,

Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta :

EGC. 1997. h 39-45

8. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189

9. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009

May 20th]. Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm

10. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit

Menierre. Dalam : KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

2001. Hal 93-94