refleksi kasus rhinitis alergika

Upload: lutfiaputribastian

Post on 15-Jul-2015

247 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUS

KASUS Pasien perempuan berusia 29 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan keluar cairan dari hidung dan terasa gatal di hidung. Pasien merasa hidungnya tersumbat, gatal di hidung, dan keluar cairan. Pasien juga bersin-bersin terus apabila terpapar dalam suhu dingin. Pasien memiliki riwayat bersin-bersin bila udara dingin. Pada keluarga ditemukan ibu menderita asma. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 125/80 mmHg, nadi 68x/menit, pernafasan 20x/menit dan suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa hidung yang berwarna livid, concha yang hipertrofi dan adanya deviasi septum ke arah kiri. Pemeriksaan rongga mulut dan tenggorokan, dan telinga menunjukkan dalam batas normal. Dilakukan tes alergi pada pasien dengan hasil positif. Pemeriksaan lainnya dalam batas normal. DIAGNOSIS Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dibuat diagnosa Rhinitis alergika. TERAPI Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu pemberian antihistamin dan disarankan untuk menghindari kontak dengan alergen.

PEMBAHASAN DISKUSI Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengna alergen spesifik tersebut. Gejalanya meliputi bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan alergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE. Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa yang edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer dan banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat alergi baik pada dirinya maupun anggota keluarganya, yaitu ibunya seorang penderita asma. Gejala yang timbul pada pasien sangat khas yaitu bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat. Hal ini terjadi secara berulang setiap pasien terpapar dengan udara dingin. Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa hidung yang berwarna livid, concha yang hipertrofi dan adanya deviasi septum ke arah kiri. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya. Pengobatan dengan antihistamin adalah pilihan terapi yang sering digunakan. Antihistamin yang digunakan adalah antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergic alfa digunakan sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topical. Preparat kortikosteroid digunakan bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Preparat antikolinergik topical adalah ipratropium bromide yang bermanfaat untuk mengatasi rhinorhea karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Tindakan konkotomi parsial, konkoplasti atau multipel outfractured, inferior turbinoplasty dipikirkan bila concha inferior hipretrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan AgNO3 25%. Imunoterapi dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama dan pengobatan cara lain tidak berhasil. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgE blocking antibody untuk penurunan IgE. Ada 2 metode imuniterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual. Penatalaksanaan pada pasien ini

cukup sederhana yaitu pemberian antihistamin dan pasien disarankan untuk menghindari kontak dengan alergen untuk mencegah berulangnya gejala. KESIMPULAN Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengna alergen spesifik tersebut. Gejalanya meliputi bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat. Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa yang edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer dan banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya. Pengobatan dengan antihistamin adalah pilihan terapi yang sering digunakan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Adams, L. G. et al. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2. Blumenthal MN. Kelainan alergi pada pasien THT. Dalam : Adam, Boies, Higler. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC, 1997. Hal 196-8 3. Soepardi. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Leher. FKUI : Jakarta. 4. Hans, G. 2006. Oxymethazoline in Alergic Rhinitis : A Review of Controlled Clinical Trials. Jurnal of Chinese Clinical Medicine volume 1.

REFLEKSI KASUS RHINITIS ALERGICADisusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Kesehatan THT Di RSUD Tidar Magelang

Di Ajukan Kepada : dr. H. Sudarmawan, Sp. THT

Disusun Oleh : Lutfia Putri Bastian 2006.031.0168

SMF BAGIAN ILMU KESEHATAN THT RSUD TIDAR MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA 2012