definisi rhinitis
TRANSCRIPT
Definisi Rhinitis
1.1 Definisi Rhinitis Menurut Para Ahli
a. Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung.
(Dipiro, 2005 )
b. Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
1.2 Anatomi Dan Fisiologi Rinitis
a. Membran Mukosa Nasal
1. Struktur
a) Kulit pada eksternal volikel hidung yang mengandung folikel rambut, keringat,
dan kelenjar sebasea,merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril.
Kulit di nagian dalam ini mengandung rambut(vibrisae) yang berfungsi untuk
menyaring partikel dari udara terhisap.
b) Di bagian rongga nasal yang kebih dalam, epitelium respiratorik membentuk
mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya.Lapisan ini terdiri dari epiteluim
bersilia dengan sel goblet yang terletak di pada jaringan ikat tervaskularisasi dan
terus memanjang untuk melapisi saluran pernafasan sampai ke bronkus.
2. Fungsi
a) Penyaringan partikel kecil. Silia dalam epitelium respiratorik melambai ke
depan dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk
suatu perangkap untuk partikel yang akan disapu ke atas untuk ditelan,
dibatukkan,atau dibersihkan ke luar.
b) Penghangatan dan pelembapan udara yang masuk. Udara kering akan
dilembabkan melalui evaporasi sekrisi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh
radiasi panas dari pembuluh darah yang ada di bawahnya.
c) Resepsi Odor. Epiteliun Olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung
di bawah lempeng kibriform, mengandung sel –sel olfaktori yang mengalami
spesialisasi untuk indra penciuman.
Klasifikasi
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan
menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
Rinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :
a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh
perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa
saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang
mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang
menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan
semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap
reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan
angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang
masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada
di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan
yang menyengat
b. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan
rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural,
neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan
kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
a. Rinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.(www.
Google.com). Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis
alergisehingga sulit untuk dibedakan.
b. Rinitis Medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat
tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan,
sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini
disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).
c. Rhinitis Atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda
adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung
menghasilkan secret kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta
berbau busuk. Sering mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi
lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia
pubertas.
Etiologi
a. Rinitis Alergi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang
secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas
memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak
semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali
lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu
alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun
yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk
bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu
binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.
b. Rinitis Nonalergi
1. Rinitis vasomotor
Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
a) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti:
ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
b) Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang
tinggi, dan bau yang merangsang
c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme
d) Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)
2. Rinitis Medikamentosa
Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical
(obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan,
sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini
disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).
3. Rinitis Atrofi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti
infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella
ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi
Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit
kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
1.3 Pathofisiologi Dan WOC Rinitis
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu
individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin
lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan
neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal
dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema,
radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik.
Tanda Dan Gejala Rinitis
Tanda dan gejala rhinitis diantaranya kongesti nasal, rabas nasal (purulen dengan
rhinitis bakterialis), gatal pada nasal dan bersin-bersin, sakit kepala dapatt saja terjadi
terutama jika terdapat juga sinusitis.Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan,
tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang tidak
banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal dimata,. Gejala memburuk pada
pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga
karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan
rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema
mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat.
Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid,
biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa
dan dalam jumlah banyak.
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau
(sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan
penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media
hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau.
Pemeriksaan Diagnostik
Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme
uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah.
Dari pemeriksaan histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang,
metaplasia thoraks menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan
atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya mengecil.
.
Penatalaksanaan
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak
dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan
kortikosteroid
a. Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral
dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai
antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin
nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang
mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek
samping yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek
antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi.
Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan
tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar
allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai
efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative
yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.
b. Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang
beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi.
Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray.
Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi
secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama
dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-
obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara
lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan
obat ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun
durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah
pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati
digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah
ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional
karena mekanismenya berbeda.
c. Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan
untuk rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang
sedikit.Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan
ipatropium bromida. Berikut adalah tindakan operatif dan tindakan Imunoterapi
yang dilakukan pada pasien rinitis:
1. Tindakan Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior
yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka
nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor
asetat.
2. Tindakan Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.
Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk
alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain
belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk
alergi ingestan.
Komplikasi
a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan
polip hidung.
b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
c. Sinusitis kronik
d. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rinitis
1.4 Pengkajian
Identitas: Nama, jenis kelamin,umur, bangsa.
keluhan utama: Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan
hidung gatal
Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
Riwayat keluarga: Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami
pasien
Pemeriksaan fisik yang terdiri dari:
a. Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
b. Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan nasoendoskopi, Pemeriksaan sitologi hidung,
Hitung eosinofil pada darah tepi, Uji kulit allergen penyebab.
1.5 Diagnosa
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang
mengental
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis
3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
1.6 Intervensi
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :
1. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
2. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi Rasional
a. Kaji penumpukan secret yang
ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi dengan team medis
a. Mengetahui tingkat keparahan dan
tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien
sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat
yang dikonsumsi
b. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
1. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
2. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentaman
pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan
menyentuh klien )
1. Menentukan tindakan selanjutnya
2. Memudahkan penerimaan klien terhadap
informasi yang diberikan
3. Meningkatkan pemahaman klien tentang
3. Berikan penjelasan pada klien tentang
penyakit yang dideritanya perlahan,
tenang seta gunakan kalimat yang jelas,
singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih
tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien
lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih
kooperatif
4. Dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
5. Mengetahui perkembangan klien secara
dini.
6. Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat
mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat
a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat
tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali
lewat hidung
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi: Rasional
a. Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis
kesehatan
b. ajarkan individu menegenai sumber
komunitas yang tersedia, jika
dibutuhkan (misalnya : pusat
kesehatan mental)
c.dorong individu untuk
mengekspresikan perasaannya,
khususnya bagaimana individu
merasakan, memikirkan, atau
memandang dirinya
a. memberikan minat dan perhatian,
memberikan kesempatan untuk
memperbaiakikesalahan konsep
b. pendekatan secara komperhensif
dapat membantu memenuhi kebutuhan
pasienuntuk memelihara tingkah laku
koping
c. dapat membantu meningkatkan
tingkat kepercayaan diri, memperbaiki
harga diri, mrnurunkan pikiran terus
menerus terhadap perubahan dan
meningkatkan perasaan terhadap
pengendalian diri
1.7 Implementasi
1. Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan
prognosis kesehatan
2. Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur
3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering tidak dipatuhi
terutama oleh pecinta binatang
4. Membersihkan kasur secara rutin
1.8 Evaluasi
1. Mengetahui tentang penyakitnya
2. Sudah bisa bernafas melalui hidung dengan normal
3. Bisa tidur dengan nyenyak
4. Mengutarakan penyakitnya tentang perubahan penampilan