rhinitis vasomotor

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperirratabilitas dan hipersekresi. 1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-macam kondisi yang berbeda- beda alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya setelah revolusi industri. Satu dari lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis. 1,2 Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. 1,3 1

Upload: ari-gunawan

Post on 24-Jun-2015

1.404 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tipe Rhinitis, THT-KL

TRANSCRIPT

Page 1: Rhinitis Vasomotor

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan

mukosa hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung,

hiperirratabilitas dan hipersekresi.1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-

macam kondisi yang berbeda-beda alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis

terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya setelah revolusi industri. Satu dari

lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis.1,2

Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan

merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi

hidung dan rinorea. Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari

terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang

menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan

pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab,

psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini

belum memberikan hasil yang optimal. 1,3

Dalam praktek sehari - hari, seringkali muncul salah anggapan bahwa

penyebab rhinitis adalah alergi. Akibatnya tipe rhinitis yang lain (non alergik

rhinitis/rhinitis vasomotor dan mixed rhinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal

ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis yang tidak tepat menyebabkan

pengobatan tidak memuaskan.2

Adanya kemiripan gejala antara rhinitis vasomotor dan rhinitis alergika

menyebabkan dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam

menegakkan diagnosa. Pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes

yang (+) dan tes allergen yang (+). Sedangkan yang alergik murni mempunyai

skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1,3,5

Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,

sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan

1

Page 2: Rhinitis Vasomotor

terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih

58 juta penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-

alergika dan 26 juta menderita rinitis tipe campuran. 1,4

Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan

anamnesa dan mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar – benar

sebagai rinitis alergika, rinitis vasomotor atau rinitis tipe campuran. Sehingga

pengobatan yang digunakan memberikan hasil yang optimal.1,4,6

Tabel 1. Tipe-Tipe Rhinitis

Rhinitis Alergi

Rhinitis infeksiRhinitis Non-alergi dan

Non-infeksiRhinitis lainnya

Seasonal

Perenial

Viral

Rhinosinusitis

bakterial

Sindrom eosinofilia

NARES

Nasal polyposis

Sindrom non-eosinofilia

Rhinitis vasomotor

Rhinitis medicamentosa

Rhinitis akibat kerja

Rhinitis saat kehamilan

Hipothiroidisme

Obat-obatan (Cth: Pil

pengontrol kelahiran)

Rhinitis

granulomatosa

Rhinitis atrofik

Rhinitis

gustatoria

Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik

lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas

parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang

ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada

mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan

keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan

vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific

allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3,5 Rhinitis

vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk

2

Page 3: Rhinitis Vasomotor

dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus

yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.1,6 Etiologi yang pasti

belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi

vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan

vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer,

seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan

jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak

dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan

THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis

rinitis lainnya.2,3 Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat

ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif.6,7

1.2. Anatomi dan Fisiologi Hidung

Aliran udara melalui hidung lebih efisien dalam hal pertukaran gas dan

memerlukan lebih sedikit energi daripada pernapasan mulut. Hidung berperan

sebagai saluran awal jalan nafas. Oleh karenanya, hidung mempunyai fungsi

penting dalam menghangatkan, melembabkan dan membersihkan udara yang kita

hirup. Siklus nasal terdiri dari modulasi simpatis dan parasimpatis yang simultan

dan menyesuaikan dengan keadaan hidung. Siklus nasal dapat merubah aliran

udara di satu lubang hidung hingga 80% saat mempertahankan total aliran

udara.1,2

Gambar 1. Concha Nasalis

3

Page 4: Rhinitis Vasomotor

Gambar 2. Mukosa Hidung

Dari anterior ke posterior, elemen-elemen struktural yang berbeda pada

hidung bekerja sama dalam mencapai fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas.

Vestibulum nasal dilapisi oleh rambut-rambut halus yang menyaring partikel-

partikel besar ketika mereka memasuki hidung. Vestibulum yang kemudian

bersambung dengan bagian katup nasal, dimana mukosa nasal terdiri dari epitel

bersilia, pseudostratificatum, dan kolumnar. Tipe epitel seperti ini menembus ke

dalam kavitas sinonasal. Hal ini penting untuk digarisbawahi ketika

mempertimbangkan keadaan-keadaan seperti Syndrome Kartagener dimana cilia

yang tidak bergerak menyebabkan terbentuknya krusta yang kronik dari mukus

yang stasis. Di bawah mukosa terdapat sel-sel stroma, sel-sel inflamasi, saraf,

pembuluh darah dan glandula seromukus. Masing- masing dari elemen ini

mungkin berperan dalam inflamasi nasal.2,3

Hidung dibagi dalam dua ruang oleh sebuah septum yang terdiri atas

tulang rawan dan tulang. secara menyamping, tampak proyeksi 3 tulang: turbin

superior, media dan inferior yang menonjol ke kavum nasal. Tulang-tulang turbin

ini dilapisi oleh mukosa, dengan demikian meninkatkan area permukaan nasal

dan menutupi ostium sinus yang penting. Duktus nasolacrimalis mengalirkan

sekret ke meatus inferior. Sinus frontalis, maksilaris dan ethmoid anterior

mengalirkan sekretnya ke meatus medius sedangkan sinus ethmoid posterior

mengalirkan sekretnya ke meatus superior. Pada akhirnya, ostium sinus sphenoid

4

Page 5: Rhinitis Vasomotor

yang terletak superior dari khoana mengalirkan sekretnya ke arah medial concha

nasalis superior. Inflamasi pada saluran-saluran penting ini dapat menyebabkan

epiphora dan penyakit sinus.2,4

Vaskularisasi hidung brasal dari arteri carotis interna dan eksterna, yang

juga menutrisi hidung. Arteri ethmoid anterior dan posterior adalah cabang-

cabang terminal dari arteri ophtalmika, yang merupakan suatu cabang dari arteri

carotis interna. Arteri carotis eksterna bercabang menjadi arteri sphenopalatina.

Pengaliran vena hidung secara primer adalah melalui pleksus pterygoid dan

ophthalmica.1,2,3

Pada akhirnya, sifat dari mukus nasal itu sendiri juga penting untuk

diperhatikan. Mukus nasal dan sinus secara khas ada 2 lapis di atas permukaan

epitel. Lapisan yang lebih dalam bersifat lebih tipis dan kurang kental

dibandingkan dengan lapisan luarnya, oleh karenanya memungkinkan silia untuk

bergerak dengan hambatan yang lebih sedikit. Sedangkan lapisan luar menjerat

partikel-partikel yang terinhalasi dan mengandung mediator radang dan leukosit

yang lebih banyak guna melindungi hidung terhadap agen infeksius dan zat-zat

asing.2

1.3. Perjalanan Syaraf Otonom Hidung

Saraf otonom yang mempersarafi mukosa hidung berasal dari nervus

vidianus yang mengandung serabut saraf simpatis dan serabut saraf parasimpatis.

Nervus vidianus terbentuk dari 2 saraf yaitu n. petrosus superfisialis mayor dan n.

petrosus profunda. Nervus petrosus superficialis mayor yang terdapat pada dasar

fossa cranialis media yang bersifat parasimpatis dari Vertebra Cervicalis VII

menuju ganglion pterigopalatina. Nervus petrosus profunda merupakan nervus

yang bersifat simpatis yang meninggalkan pleksus carotis internus.1,2

Nervus vidianus terbentuk pada pertemuan kedua nervus tersebut pada

dasar kepala dan memasuki canalis vidianus (pterygoid) pada dinding anterior

foramen laserum. Nervus tersebut memasuki ganglion pterygopalatina dari arah

permukaan posterior dan inervasi simpatis dan parasimpatis didistribusikan pada

semua lokasi yang berhubungan dengan ganlion tersebut ( canalis nasalis, cavum

oris, sinus paranasalis dan glandula lakrimalis melalui cabang N.V1 dan N. V2 ).5

5

Page 6: Rhinitis Vasomotor

Fossa pterygopalatina mempunyai bentuk kerucut yang terbalik, terletak di

sebelah lateral cavum nasi, anterior inferior dari fossa cranialis media, inferior di

apex orbita dan medial dari fossa infratemporalis. Fossa pterygopalatina

berhubungan dengan orbita, fossa cranialis medialis, cavum nasi, nasofaring,

cavum oris dan fossa infratemporalis . Fossa pterygopalatina terdapat n. maxilaris,

N.V2 (cabang kedua dari N. V), pterygopalatina dan arteri maxillaris.6

Batas :

Posterior

Permukaan inferior os. Sphlenoidalis ala mayor

Dasar dari Proc. Pterigoideus, lamina Proc. Pterygoideus.

Anterior

Permukaan posterior os maxillaris

Superior

Bagian posterior fissura orbitalis inferior

Proc. Orbitalis os palatina

Corpus os palatina

Inferior

Puncak dari canalis pterygopalatina

Medial

Perpendicularis os palatina

Lateral :

Terletak pada fissura pterygomaxillaris

Menghubungkan

Lokasi pada pembukaan dinding posterior.

Canalis Vidian (Canalis Pterygoideus), berhubungan dengan fossa cranialis

media pada bagian anterior dari foramen laserum. Berisi N. Vidianus yang di

bentuk oleh N. Petrosus Profunda (serabut simpatis postganglionik). N.Vidianus

juga mengandung serabut sensoris dari nervus kranialis VIII yang menginervasi

palatum molle.

6

Page 7: Rhinitis Vasomotor

Foramen Rotundum, berhubungan dengan fossa cranialis media. Berisi n.

maxillaris cabang ke II N.V (N.V2).

Canalis Pharyngeal, berhubungan dengan nasofaring. Berisi N.Pharingealis

(cabang dari N.V2, yang berasal dari ganglion pterygopalatina) dan

A.pharyngealis (cabang A.Maxillaris).

Lokasi pada pembukaan dinding superior

Foramen sphenopalatina, berhubungan dengan cavum nasi. Berisi

N.Sphenopalatina, merupakan cabang dari N.V2 dari ganglion pterygopalatina

dan A.Sphenopalatina (cabang dari A.Maxillaris).

Keluar dari dinding anterior

Fissure orbitalis inferior, berhubungan dengan orbita. Berisi N.Infraorbitalis

(cabang N.V2), A.Infraorbitalis (cabang A.Maxilaris).

Bagian inferior fossa pterygopalatina yang masuk kedalam canalis.

Canalis pterygopalatina, berhubungan dengan dasar cavum oris. Canalis

pterygopalatina menghubungkan foramina palatina superior dan inferior. Berisi

V.Palatina desenden (cabang N.V2) dan A.Palatina desenden. Didalam canal,

N.Palatina desenden dan A.Palatina desenden mengeluarkan cabang media dan

lateral inferior hidung. 1,3,5

1.4. Rhinitis Non-alergi

Non-alergi rhinitis secara khas ditandai dengan adanya rhinorhoea yang

jernih dan sumbatan pada hidung. Bersin-bersin dan gatal, mata yang berair tidak

selalu ada pada rhinitis non-alergi. Ada suatu peningkatan insidensi terjadinya

rhinitis non-alergi pada usia lanjut. Pasien-pasien dengan rhinitis non-alergi harus

selalu ditanyakan tentang penggunaan nasal spray yang berlebihan, riwayat

trauma sebelumnya, paparan saat bekerja atau paparan zat kimia, dan riwayat

penggunaan obat intranasal. Epistaksis, nyeri dan gejala-gejala unilateral mungkin

merupakan pertanda dari suatu neoplasma dan harus selalu diperhatikan.1,2

a. Rhinitis Virus

7

Page 8: Rhinitis Vasomotor

Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan dengan

manifestasi lain dari penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, dan

batuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atau

berwarna putih dan bisa disertai dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.2,3

b. Rhinitis Akibat Kerja (Okupasional rhinitis)

Sejumlah polutan yang berbeda, baik di dalam maupun di luar ruangan

dapat mempengaruhi hidung. Agen-agen ini meliputi debu, ozon, sulfurdioksida,

asap rokok, penyemprot taman (herbisida) dan amonia. Agen-agen iritan dapat

ditemukan dalam berbagai lingkungan pekerjaan. Secara khas, agen-agen ini

menyebabkan kekeringan pada hidung, mengurangi aliran udara, rhinorhoea dan

bersin-bersin. Penurunan pergerakan silia di dalam hidung terlihat pada paparan

asam rokok yang kronik dan pada paparan terhadap partikel-partikel kayu.

Kontrol terhadap lingkungan adalah hal yang penting pada pasien-pasien ini.

Membatasi paparan melalui penghilangan agen-agen penyebab, pencegahan,

memperbaiki sistem ventilasi dan penggunaan masker respirasi yang bersifat

melindungi dari partikel debu, kesemuanya adalah sangat membantu dalam

mencegah terjadinya rhinitis akibat kerja.2

c. Rhinitis Vasomotor

Pasien-pasien dengan rhinitis vasomotor datang dengan gejala subatan

hidung dan sekret nasal yang jernih. Gejala-gejalanya sering berhubungan dengan

temperatur, makan, paparan terhadap bau dan zat-zat kimia, atau konsumsi

alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal

dari fungsi hidung adalah penyebab dari rhinitis vasomotor.1,2

d. Rhinitis Medikamentosa.

Pasien-pasien dengan rhinitis medikamentosa sering datang dengan

keluhan hidung tersumbat yang terus memburuk selama beberapa tahun. Mereka

biasanya telah menggunakan spray nasal yang berisi vasokontriktif topikal dan

banyak dijual bebas. Setelah beberapa kali pemakaian pasien-pasien ini perlu

8

Page 9: Rhinitis Vasomotor

meningkatkan dosis obat spray tersebut akibat telah terjadi takifilaksis.

Penggunaan spray ini dalam jangka waktu lama menyebabkan terjadinya rebound

rhinitis yang mana pasien akan mengalami sumbatan hidung yang berat sebagai

efek turunnya kinerja agen topikal tersebut.2,3

e. Rhinitis Non-alergi dengan Eosinofilia (NARES)

Rhinitis non-alergi dengan eosinofilia adalah suatu sindrom yang baru-

baru ini diuraikan dimana pasien datang dengan sumbatan dan kongesti hidung,

pasien-pasien ini sering mengalami serangan yang lebih berat, mencakup

perkembangan menjadi sinusitis dan poliposis. Pasien-pasien ini juga

menunjukkan eosinofilia yang bermakna pada apusan nasal (> 25%) tetapi tidak

ada alergi terhadap allergen-alergen inhalasi melalui tes kulit maupun tes invitro.

Penyebab NARES sampai sekarang masih tidak diketahui.1,2

f. Rhinitis Selama Kehamilan

Bentuk lain yang umum dari rhinitis non-alergik adalah rhinitis yang

berkaitan dengan kehamilan. Konsentrasi estrogen sistemik meningkat selama

hamil. Peningkatan estrogen ini menyebabkan penigkatan asam hyaluronat pada

jaringan hidung yang mana bisa menambah edema dan kongesti mukosa hidung.

Selain itu, ada penambahan kelenjar mukus dan ada pengurangan silia hidung

selama hamil, keduanya menambah berat kongesti nasal dan mengurangi bersihan

mukus. Rhinitis biasanya memberat selama trimester 2 dan 3 kehamilan.1,2

g. Penyakit Vaskuler, Autoimun dan Granulomatosa

Pemeriksaan fisik seorang pasien dengan rhinitis harus mencakup

keseluruhan pemeriksaan kepala dan leher. Dari tampilan luar, hidung dievaluasi

apakah ada tanda-tanda trauma atau saddling, yang bisa menjadi peunjuk adanya

defisiensi septum. Dari dalam, posisi septum nasi dan tampilannya harus

diperiksa. Tanda-tanda inflamasi kronik, vaskulitis, dan perforasi septum bisa

menjadi petunjuk berbagai masalah sistemik dari mulai Granulomatosis Wegener

hingga Penyalahgunaan kokain. Ukuran dan tampilan dari concha juga penting

9

Page 10: Rhinitis Vasomotor

untuk diperhatikan, dari tampilannya apakah terdapat rhinorhoea. Lebih dari itu,

seorang dokter harus memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya nasal

poliposis atau tumor dan massa intranasal yang lain.1,2

Suatu pemeriksaan cavum nasi yang lebih mendalam dapat dilakukan

setelah pemberian anestesi topikal dengan menggunakan endoscop nasal yang

kaku atau yang fleksibel. Suatu 4.0-mm endoscop nasal yang kaku digunakan

unuk orang dewasa dan suatu 2,7-mm endoscop nasal untuk anak-anak. Endoscop

dapat menghasilkan visualisasi dari meatus medius, resesus sphenoenthmoidal

dan regio nasofaring yang tidak dapat terlihat melalui rhinoskopi anterior. Sebagai

tambahan, sitologi nasal dapat bermanfaat guna menentukan tipe-tipe sel dan juga

motilitas dari silia.2,3

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

10

Page 11: Rhinitis Vasomotor

2.1. Definisi

Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa

hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini

termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain rinitis alergika. 9

Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa hidung yang

disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan

simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan

pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung

tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3

Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di

hidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan

kelenjar mukus menjadi hipersekresi. 4

2.2. Epidemiologi

Mygind (1988), seperti yang dikutip oleh Sunaryo (1998), memperkirakan

sebanyak 30 – 60 % dari kasus rhinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis

vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10

Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada

dekade ke 3 – 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 –

21%.5

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon (1989)

dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5%

dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari

kelompok non – alergi dijumpai pada dekade ke 3.5

Sibbald dan Rink (1991) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien,

menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rhinitis

vasomotor.5

Sunaryo, dkk (1998) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama

1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak

33 kasus (1,38 %) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor

sebanyak 240 kasus (10,07 %). 10

11

Page 12: Rhinitis Vasomotor

2.3. Etiologi

Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat

gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat

tertentu.1,2,5,11 Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,12

1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti

ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara

yang tinggi dan bau yang merangsang.

3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil

dan hipotiroidisme.

4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

2.4. Patofisiologi

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan

sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh

sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada

rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan

peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik

sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,

keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan

permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema

dan kongesti.5,6,11

Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari

sel-sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,

prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak

hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi

juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi

hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak

diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.11

Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis

vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang

12

Page 13: Rhinitis Vasomotor

spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,

perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).11

Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis

vasomotor yaitu :4,11

1. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis

2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis

3. Mengurangi peptide vasoaktif

4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan.

2.5. Patogenesis

Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-

pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf

parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang

dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas

mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh

beberapa faktor pemicu.10,11

1. Latar belakang 2,11

- adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem

saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa

hidung vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung hidung

tersumbat dan rhinoroe.

- Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “

- Merupakan respon non - spesifik terhadap perubahan - perubahan

lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon

terhadap protein spesifik pada zat allergen nya.

- tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE

( IgE-mediated hypersensitivity )

2. Pemicu (triggers) : 2,11

- Alkohol

- Perubahan temperatur / kelembapan

- Makanan yang panas dan pedas

13

Page 14: Rhinitis Vasomotor

- Bau – bauan yang menyengat ( strong odor )

- Asap rokok atau polusi udara lainnya

- Faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas

- Penyakit – penyakit endokrin

- Obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

2.6. Gejala Klinis

Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit

dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang

hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat

sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama

sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,11

Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis

alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat

memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu

yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1

Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok

( post nasal drip ).11

Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2

golongan, yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (runners /

sneezers). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan

rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu

anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1

2.7. Diagnosis

Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan

vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak

mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia

dewasa.1,6,11Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap

paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3

14

Page 15: Rhinitis Vasomotor

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa

edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua

( karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka

dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret

mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang

ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,11 Pada rinoskopi

posterior dapat dijumpai post nasal drip. 11

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST,

serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga

eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering

menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.1,2,7,11

Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan

mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1

Tabel 2. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor 5

Riwayat Penyakit - Tidak berhubungan dengan

musim.

- Riwayat keluarga ( - )

- Riwayat alergi sewaktu anak-

anak ( - )

- Timbul sesudah dewasa.

- Keluhan gatal dan bersin ( - )

Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )

- Tanda – tanda infeksi ( - )

- Pembengkakan pada mukosa ( + )

- Hipertrofi konka inferior sering

dijumpai.

Radiologi X-Ray/CT - Tidak dijumpai bukti kuat

keterlibatan sinus.

- Umumnya dijumpai penebalan

15

Page 16: Rhinitis Vasomotor

mukosa.

Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )

Tes Alergi Ig E total - Normal

Prick test - Negatif atau positif lemah

RAST - Negatif atau positif lemah

2.8. Diagnosis Banding

1. Rinitis alergi

2. Rinitis infeksi

Tabel 3. Perbedaan Karakteristik antara Rhinitis Alergi dan Rhinitis

Vasomotor.11,12

Karakteristik Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor

Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4

Riwayat terpapar allergen ( +)

Riwayat terpapar allergen ( - )

Etiologi Reaksi Ag - Ab terhadaprangsangan spesifik

Reaksi neurovaskuler terhadapbeberapa rangsangan mekanis ataukimia, juga faktor psikologis

Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol

Gatal dimata Sering dijumpai Tidak dijumpai

Test kulit Positif Negatif

Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat

Eosinofil darah Meningkat Normal

Ig E darah Meningkat Tidak meningkat

Neurektomin. vidianus

Tidak membantu Membantu

2.9. Penatalaksanaan

Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor

penyebab dan gejala yang menonjol.

Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11

1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )

2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :

16

Page 17: Rhinitis Vasomotor

- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan

hidung tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral)

serta Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).

- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.

- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-

bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator

vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum

dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,

Flunisolide atau Beclomethasone

- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan

utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )

3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :

- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat

pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).

- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior

turbinate ).

- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery ).

- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection).

- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy ).

- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan

pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.

Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang

hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi

dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

17

Page 18: Rhinitis Vasomotor

Gambar 3. Algoritme tatalaksana Rhinitis Vasomotor

18

Page 19: Rhinitis Vasomotor

Tabel 4. Terapi Operatif Terhadap Rhinitis Vasomotor 5

Simptom Jenis Terapi Prosedur

Obstruksi hidung

Rhinorhoea

Reduksi konka

Reseksi konka

Vidian neurectomy

- Kauterisasi konka ( chemical atau

electrical )

- Diatermi sub mukosa

- Bedah beku ( cryosurgery )

- Turbinektomi parsial atau total

- Turbinektomi dengan laser ( laser

turbinectomy )

- Eksisi nervus vidianus

- Diatermi nervus vidianus

2.10. Komplikasi11

1. Sinusitis

2. Eritema pada hidung sebelah luar

3. Pembengkakan wajah

2.11. Prognosis

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat

membaik dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang

diberikan.11

19

Page 20: Rhinitis Vasomotor

BAB III

KESIMPULAN

Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang

bukan merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya

obstruksi hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat

ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran

dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.

Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan terbanyak

diderita oleh perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan

gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang

juga dimiliki oleh rhinitis alergika. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil skin test

yang (-) dan test allergen yang (-).

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain:

Perubahan temperatur ruangan

Parfum

Aroma masakan

Kelembaban udara

Aroma masakan yang terlalu kuat

Asap rokok

Debu

Polusi udara

Stress fisik dan psikis

Adapun kesimpulan yang dapat dirangkum dari uraian kepustakaan di atas adalah

sebagai berikut:

20

Page 21: Rhinitis Vasomotor

1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa

hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang

dijumpai adanya bersin – bersin.

2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan

sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.

3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).

4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip

dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan

yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis

alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat

dilakukan tindakan operatif.

21

Page 22: Rhinitis Vasomotor

DAFTAR PUSTAKA

1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,

Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,

1997. h. 107 – 8.

2. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam:

Lalwani KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck

Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p. 112-117.

3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed.

Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993.p.

269 – 87.

4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A.

Vasomotor rhinitis following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng 1999;

108:208-10.

5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-

Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. p.

4/9/1 – 17.

6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 – 8.

7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis

Media dan Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid

1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 – 9.

22

Page 23: Rhinitis Vasomotor

8. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA,

Nurbaiti Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai

Penerbit FK UI, 1997. h. 89 – 95.

9. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus

Paranasal. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi

ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 1 – 25.

10. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional

Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.

11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A

Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p.

210-3.

23