refleksi kasus dermatitis venenata rs polri

23
REFLEKSI KASUS DERMATITIS VENENATA DAN EKTIMA PEMBIMBING: DR. KETUT D. A., SP.KK. DISUSUN OLEH: MICHAEL CARREY (2012-061-040) KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PERIODE 02 DESEMBER 2013-11 JANUARI 2014 UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA RUMAH SAKIT KEPOLISIAN PUSAT R. S. SUKANTO

Upload: amelia-anjani

Post on 29-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

dermatitis venenata

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

0

REFLEKSI KASUS

DERMATITIS VENENATA DAN EKTIMA

PEMBIMBING:

DR. KETUT D. A., SP.KK.

DISUSUN OLEH:

MICHAEL CARREY (2012-061-040)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

PERIODE 02 DESEMBER 2013-11 JANUARI 2014

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

RUMAH SAKIT KEPOLISIAN PUSAT R. S. SUKANTO

Page 2: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

1

BAB I

KASUS

I. IDENTIFIKASI KASUS

Nama : An. Rossa Arni

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 10 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jl. Robusta No. 82 RT 02/RW 07, Pondok Kopi, Jak-Tim

Suku : Jawa

Tanggal Periksa : 06 Januari 2014

II. ANAMNESIS

Diperoleh secara alloanamnesis ibu pasien pada tanggal 06 Januari

2014, pukul 12.40 WIB

A. Keluhan Utama

Perih dan Gatal

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Kepolisian Polri RS. Sukanto dengan keluhan perih dan gatal dileher sejak 3

hari sebelum datang ke Poliklinik. Awalnya, pasien merasa di gigit serangga

di daerah leher pada hari jumat sore. Pasien mengeluhkan timbul bentol,

gatal, perih, rasa tersengat dan panas. Rasa perih dirasakan lebih berat

dibandingkan dengan rasa gatal. Keesokan harinya, sabtu pagi, pasien

merasa bekas gigitan tersebut mulai melebar. Kemudian, pasien

memberikan obat krim betason dan betadine pada daerah bekas gigitan

tersebut. Pengobatan didapatkan dari apotek. Hingga datang ke Poliklinik,

pasien merasakan adanya perubahan pada kemerahan menjadi lebih

mengering.

Page 3: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

2

Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya beberapa koreng yang

timbul pada kaki kiri, setelah luka jatuh sekitar 2 minggu yang lalu.

Sekarang, pasien merasa keluarnya nanah dari luka tersebut.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan, debu,

obat-obatan, udara dingin.

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit asma.

Pasien menyangkal mengalami riwayat penyakit seperti ini

sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan

yang serupa dengan pasien.

Pasien menyangkal riwayat alergi dan penyakit asma pada

keluarga.

E. Riwayat Kebiasaan

Pasien menyangkal memiliki kebiasaan bermain didaerah

pepohonan yang terkadang banyak serangga.

Pasien menyangkal kebiasaan memakai perhiasan seperti

kalung di leher.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik.

Kesadaran : Kompos Mentis.

Suhu : Afebris.

Berat Badan : 40 kg.

Hasil Pemeriksaan Status Generalisata:

Kepala : Normosefali, deformitas.

Wajah : Simetris.

Page 4: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

3

Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil

isokor ø 3mm/3mm.

Hidung : Septum nasi di tengah, sekret -/-, mukosa

hidung lembab.

Mulut : Mukosa oral lembab, gigi-geligi lengkap, oral

hygiene baik.

Telinga : MAE +/+, Serumen -/-.

Leher :

I : Trakea ditengah.

P : Trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar.

A : Tidak diperiksa.

Toraks Paru :

I : Simetris pada keadaan statis dan dinamis.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

A : Tidak diperiksa.

Abdomen :

I : Datar, tidak terdapat lesi kulit atau kelainan lain.

A : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

Punggung :

I : Simetris pada keadaan statis dan dinamis.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

A : Tidak diperiksa.

Ekstremitas :

Akral hangat, CRT < 2 detik, deformitas -, motorik baik pada 4

ekstremitas, tidak ada gerak involunter, sensorik baik pada 4

ekstremitas.

Page 5: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

4

B. Status Dermatologis

Lesi terletak di regio leher, terdapat 3 lesi, dengan lesi primer:

patch eritema, vesikel, lesi sekunder: krusta, skuama keratotik,

berukuran plakat (7x5cm) dan nummular (2x1cm dan 1x1cm),

susunan: anular, bentuk lesi: teratur (lonjong), distribusi:

sirkumskrip, regional, diskret.

Lesi terletak di regio tungkai kiri bawah, terdapat 4 lesi, dengan

lesi primer: patch eritema, lesi sekunder: erosi, ulkus superfisial

dengan dasar eritema, tepi indurasi, tepi tidak teratur, krusta tipis,

masing-masing berukuran nummular (2x2cm, 2x1cm, 2,5x1,5cm,

2x2cm), susunan: anular, bentuk lesi: teratur (bulat), distribusi:

sirkumskrip, regional, diskret, unilateral.

Foto Lesi

Gambar 1. Leher.

Page 6: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

5

Gambar 2. Leher.

Gambar 3. Tungkai bawah kiri.

Gambar 4. Pergelangan kaki kiri.

Page 7: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

6

C. Status Venerologi

Tidak diperiksa.

D. Kelainan Rambut

Tidak ada kelainan.

E. Kelainan Kuku

Tidak ada kelainan.

F. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan.

G. Pemeriksaan Anjuran

Tidak diperlukan.

IV. DIAGNOSIS

a. Diagnosis Kerja :

Dermatitis venenata.

b. Diagnosis Banding :

Reaksi gigitan serangga.

Dermatitis kontak alergik e.c. kalung.

c. Diagnosis Kerja :

Ektima

d. Diagnosis Banding :

Impetigo krustosa

V. PENATALAKSANAAN

a. Tatalaksana umum dermatitis venenata :

i. Edukasi pasien: sebaiknya hindari bermain di taman yang

banyak serangganya, hindari bermain di rerumputan, hindari

tidur diatas karpet.

ii. Kontrol kembali jika tidak mengalami perbaikan.

b. Tatalaksana khusus dermatitis venenata :

i. Betamethasone dipropionate 0,05% cream, 2 dd ue.

Page 8: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

7

ii. Loratadine tab 10mg, 1 dd 1.

c. Tatalaksana umum ektima :

i. Edukasi pasien: sebaiknya berhati-hati saat bermain supaya

tidak terjatuh, serta kalau ada luka, sebaiknya langsung

diobati, apabila dalam beberapa hari tidak sembuh, kontrol ke

dokter.

ii. Kontrol kembali jika tidak mengalami perbaikan.

d. Tatalaksana khusus ektima :

i. Gentamycin cream, 2 dd ue.

VI. PROGNOSIS

a. Quo ad vitam : bonam.

b. Quo ad functionam : bonam.

c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam.

Page 9: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Iritan (Dermatitis Venenata)

2.1.1. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,

menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,

papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis

kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik;

keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan

reaksi peradangan kulit non imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi

langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak

alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap

suatu alergen.

Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan

oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga,

pohon mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan

bawang. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.

2.1.2. Klasifikasi

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang

mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut,

reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan

akneformis, noneritematosa, dan subyektif.

DKI Akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan

akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan

asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.

Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas

reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan,

Page 10: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

9

terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan

yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir

kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.

DKI Akut Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru

muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan dapat

menyebabkan DKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen

oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis

yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari

(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada

awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan

nekrosis.

DKI Kumulatif

Dermatitis ini adalah jenis dermatitis yang paling sering terjadi; nama

lain ialah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan

iritan lemah (Faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, dan kelembaban

rendah, panas atau dingin; juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut,

tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama

berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat

menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan

faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau

bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan

kontak merupakan faktor penting.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit

tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung

akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit

tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan

penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada

kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema,

sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan mengganggu, baru

mendapat perhatian.

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu

lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh.

Page 11: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

10

Contoh pekerjaa yang berisiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci,

kuli bangunan, montir dibengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut.

Reaksi Iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang

yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata raambut dan pekerja

logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf

dapat berupa skuama,, eritema, vesikel, pustule, dan erosi. Umumnya dapat

sembuh sendiri, menimmbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang

dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.

DKI Traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.

Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6

minggu. Paling sering terjadi di tangan.

DKI Noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai

perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.

DKI Subjektif

Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun

penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah

kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.

2.1.3. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin.

Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara

tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita

dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

2.1.4. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan

serbuk kayu. Termasuk toksin (bahan aktif) dari serangga juga dapat

menjadi penyebab. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran

Page 12: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

11

molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak,

kekerapan (terus menerus atau berselang), demikian pula gesekan dari

trauma fisis. Suhu dan kelembapan lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;

usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit

hitam lebih tahan dari kulit putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak

pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang

rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.

2.1.5. Gejala klinis

Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat

iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala

kronis meskipun faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.

Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut

kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat

mengering menjadi krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis,

skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, mungkin juga terdapat erosi

atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa

saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan

kulit stadium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus

polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.

2.1.6. Gambaran lesi

Page 13: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

12

Lesi dermatitis kontak iritan

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih

cepat, sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi

penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai

variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan

dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan

bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnosa bandingnya.

Berdasarkan buku Fitzpatrick, kriteria diagnosis dermatitis kontak

iritan, yaitu:

Mayor

o Subjektif

Onset gejala dalam beberapa menit sampai jam dari

paparan.

Nyeri, rasa terbakar, tersengat, atau tidak nyaman

melebihi rasa gatal.

o Objektif

Makula eritema, hyperkeratosis, atau fisura

mendominasi vesikel.

Proses penyembuhan dimulai saat menghindari

paparan bahan iritan.

Tes tempel negatif.

Minor

o Subjektif

Page 14: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

13

Onset dermatitis dalam 2 minggu paparan.

Beberapa orang dilingkungan sama sama terpengaruh.

o Objektif

Dermatitis batas tegas.

Cenderung kurang menyebar.

Perubahan morfologi menunjukkan perubahan

konsentrasi atau waktu paparan mempengaruhi kerusakan

kulit.

2.1.8. Diagnosa banding

Dermatitis Atopik.

Dermatitis Kontak Alergik.

2.1.9. Tatalaksana

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalalh menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, serta

menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan

dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan

sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup

dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal, misalnnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang

kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka

yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.

2.1.10. Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat

disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan

ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada

penderita atopi.

2.2. Ektima

2.2.1. Definisi

Page 15: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

14

Ektima adalah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya disebabkan

oleh infeksi streptococcus. Infeksi menyebar sampai dermis.

2.2.2. Klasifikasi

Termasuk dalam pioderma. Dalam pembagiannya, ektima menyerang

bagian lebih terdalam dari kulit yaitu dermis.

2.2.2. Epidemiologi

Terjadi pada usia anak-anak dan dewasa.

2.2.3. Etiologi

Streptococcus B hemolyticus.

2.2.4. Faktor Predisposisi

Gigitan serangga, trauma minor pada diabetes, pasien usia tua, tentara.

2.2.5. Gejala klinis

Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di

tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika

krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal. Lesi nyeri

tekan dan berindurasi. Durasi lesi dari mingguan sampai bulanan.

2.2.6. Gambaran lesi

Page 16: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

15

Ektima: S. aureus, ulserasi kronis besar, batas tegas, dengan eritema

disekitarnya di region pretibial.

2.2.7. Diagnosis banding

Impetigo krustosa. Persamaannya, kedua-duanya berkrusta berwarna

kuning. Perbedaannya, impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di

muka, dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya, ektima terdapat baik pada anak

maupun dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan dasarnya ialah

ulkus.

2.2.8. Pemeriksaan laboratorium

Pewarnaan gram atau kultur.

2.2.9. Pengobatan

Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salep

antibiotik. Kalau banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik.

2.2.10. Prognosis

Impetigo yang tidak diterapi bisa berkembang menjadi ektima. Ektima

sering sembuh dengan skar.

2.3. Impetigo krustosa

2.3.1. Sinonim

Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris.

2.3.2. Klasifikasi

Termasuk dalam golongan pioderma, dalam pembagian lapisan yang

terkena, impetigo krustosa hanya menyerang epidermis, sedangkan ektima

menyerang sampai dermis.

2.3.3. Epidemiologi

Infeksi lebih sering terjadi pada anak-anak.

2.3.4. Etiologi

Page 17: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

16

Biasanya Streptococcus B hemolyticus.

2.3.5. Gejala klinis

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat

predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena

dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema

dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat

yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika

dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan

sembuh dibagian tengah. Durasi lesi dari harian sampai mingguan.

Komplikasi: glomerulonephritis (2-5%), yang disebabkan oleh sero

tipe tertentu.

2.3.6. Gambaran lesi

Impetigo krustosa: S. aureus, eritema dengan erosi disertai krusta

menjadi berkonfluens di hidung, pipi, bibir, dan dagu pada anak dengan

karier S. aureus dari hidung dan ekzema fasial ringan.

2.3.7. Diagnosis banding

Ektima.

Page 18: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

17

2.3.8. Pemeriksaan laboratorium

Pewarnaan gram atau kultur.

2.3.9. Pengobatan

Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotik. Kalau

banyak diberi pula antibiotik sistemik.

2.3.10. Prognosis

Karena menyerang lapisan epidermis, maka luka penyembuhan tidak

meninggalkan skar.

Page 19: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

18

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Penemuan Pada Kasus Teori

Anamnesis:

Perih, gatal, rasa tersengat dan

panas.

Awalnya pasien hanya merasa

digigit serangga, timbul bentol,

keesokan harinya telah tampak

kemerahan yang meluas di daerah

leher.

Pasien telah memberikan betason

cream dan betadin, dan pasien

merasa lebih mengering lukanya.

Obat diperoleh dari apotek.

Anamnesis:

Reaksi toksin dari serangga dapat

menyebabkan rasa nyeri dan gatal

pada individu yang terkena.

Kontak dengan serangga dapat

memicu terjadinya peradangan

pada kulit (dermatitis), toksin

serangga dapat menjadi suatu

bahan yang iritatif. Pada

dermatitis kontak iritan tipe akut

lambat. Reaksi gigitan tersebut

memerlukan waktu 8 sampai 24

jam setelah kontak. Gigitan pada

sore hari dapat menimbulkan

reaksi lebih berat pada keesokan

harinya.

Leher biasanya merupakan

daerah yang tidak tertutup

pakaian. Daerah yang terpapar,

seperti leher, ekstremitas,

merupakan regio yang mungkin

untuk terpapar oleh serangga.

Terapi pada DKI dapat diberikan

kortikosteroid topikal, misalnya

hidrokortison. Pada tipe kronis,

dapat diberikan steroid yang lebih

kuat. Hal ini menjelaskan

perbaikan kondisi lesi pasien

setelah diberikan krim betason

Page 20: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

19

Pasien menyangkal adanya

riwayat alergi baik pada pasien

maupun keluarga dan pasien

menyangkal adanya riwayat

pemakaian kalung atau

pemberian obat lain selain

betason pada leher yang

mengalami kemerahan.

Pasien juga mengeluhkan adanya

beberapa koreng yang timbul

pada kaki kiri, setelah luka jatuh

sejak 2 minggu yang lalu, disertai

dengan keluarnya nanah

(betametason dipropionat 0,05%

cr).

Pada DKA, terdapat riwayat atopi

baik pada yang bersangkutan

maupun keluarganya. Selain itu,

biasanya terdapat kontak dengan

logam (nikel).

Ektima dalam bahasa awam

disebut koreng, merupakan ulkus

superfisial yang disebabkan

infeksi bakteri Streptococcus B

hemolyticus. Biasanya berlokasi

pada tungkai bawah, pasien

memiliki riwayat trauma,

sehingga dapat menimbulkan

ulkus

Status dermatologi:

Lesi terletak di regio leher,

terdapat 3 lesi, dengan lesi

primer: patch eritema, vesikel,

lesi sekunder: krusta, skuama

keratotik, berukuran plakat

(7x5cm) dan nummular (2x1cm

dan 1x1cm), susunan: anular,

bentuk lesi: teratur (lonjong),

distribusi: sirkumskrip, regional,

diskret.

Status dermatologi:

Stadium akut kelainan kulit

berupa eritema, edema, vesikel,

atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak basah. Stadium

sub akut, eritema berkurang,

eksudat mengering menjadi

krusta, sedang pada stadium

kronis tampak lesi kronis,

skuama, hiperpigmentasi,

likenifikasi, papul, mungkin juga

terdapat erosi atau ekskoriasi

karena garukan.

Page 21: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

20

Lesi terletak di regio tungkai kiri

bawah, terdapat 4 lesi, dengan

lesi primer: patch eritema, lesi

sekunder: erosi, ulkus superfisial

dengan dasar eritema, tepi

indurasi, tepi tidak teratur, krusta

tipis, masing-masing berukuran

nummular (2x2cm, 2x1cm,

2,5x1,5cm, 2x2cm), susunan:

anular, bentuk lesi: teratur (bulat),

distribusi: sirkumskrip, regional,

diskret, unilateral.

Ektima: lesi berupa ulkus

superfisial. Biasanya tampak

krusta tebal berwarna kuning,

biasa berlokasi ditungkai bawah.

Jika krusta diangkat, tampak

ulkus dangkal.

Diagnosis Banding Dermatitis Venenata:

Reaksi Gigitan Serangga

Biasanya mengalami resolusi spontan dalam berberapa jam sampai

beberapa hari. Lesi klinis berupa: bentuk berkubah, tidak berskuama, papul

merah 4-8mm, terdapat central punctum (bekas tusukan di tengah), selalu

terasa gatal. Bisa juga muncul sebagai urtikaria, vesikel, bula, nekrosis,

ulserasi, reaksi hipersensitivitas.

Dermatitis Kontak Alergi

DKI DKA

Gejala Akut Tersengat -> gatal Gatal -> nyeri

Kronis Gatal/nyeri Gatal/nyeri

Lesi Akut Eritem -> vesikel ->

erosi -> krusta ->

skuama

Eritem -> papul ->

vesikel -> erosi -> krusta

-> skuama

Kronis Papul, plak, fisur,

skuama, krusta

Papul, plak, skuama,

krusta

Margin Akut Batas tegas hanya

daerah yang terpapar

Batas tegas hanya daerah

yang terpapar; biasanya

Page 22: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

21

papul ukuran kecil;

menjadi meluas

Kronis Sulit terlihat batasnya Sulit terlihat batasnya,

menyebar

Evolusi Akut Cepat (beberapa jam

setelah paparan)

Tidak terlalu cepat (12-

72jam setelah paparan)

Kronis Bulanan sampai

tahunan paparan

berulang

Bulanan; eksaserbasi

setelah paparan

Penyebab Tergantung

konsentrasi dan

barrier kulit, terjadi

jika diatas ambang

Tergantung derajat

sensitisasi

Insidensi Terjadi pada setiap

orang

Hanya terjadi setelah

sensitisasi

Diagnosis Banding Ektima:

Impetigo Krustosa

Perbedaannya, impetigo krustosa biasanya terdapat pada anak,

berlokasi di muka, dan dasarnya ialah erosi, bila krusta diangkat. Sebaliknya,

ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksi di tungkai

bawah, dan dasarnya ialah ulkus.

Page 23: Refleksi Kasus Dermatitis Venenata RS Polri

22

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-6.

Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.

James WD, Berger TG, Elston DM, editor. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical

Dermatology. Ed ke-10. USA: El-Sevier; 2006.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed ke-7. USA: The McGraw-

Hill Companies; 2008.

Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, editor. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of

Clinical Dermatology. Ed ke-5. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.