referat_pemantauan pasien selama pemasangan ventilator_nisa

Upload: nuzul-love-nisa

Post on 02-Mar-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

REFERATPEMANTAUAN PASIEN SELAMA PEMASANGAN VENTILATOR

OlehNama: Nisa LadyasariNIM: H1A 009 019

Pembimbing:dr. H. Sulasno, Sp.An

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYABAGIAN / SMF ANESTESI DAN REAMINASIRUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTBFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2013

BAB IPENDAHULUAN

Pengetahuan mengenai cara kerja ventilasi mekanik, pemantauan pasien dengan ventilator dan komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya adalah suatu keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh semua klinisi di unit perawatan intensif (ICU). Setelah ventilasi mekanik diperkenalkan ke dalam praktik klinis, ketertarikan untuk mengembangkan mode-mode ventilasi terbaru terutama bagi pasien-pasien dengan gagal napas meningkat dengan pesat. Pendekatan dengan cara ini berdasarkan persepsi bahwa ventilasi mekanik adalah suatu terapi pada pasien dengan gagal napas. Ventilasi mekanik adalah teknik yang berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti tekanan negatif untuk mengembangkan paru-paru, sehingga tidak mengherankan, dalam pemakaiannya dapat menimbulkan permasalahan. Kecenderungan terbaru saat ini tentang penggunaan volume tidal yang rendah selama ventilasi mekanik adalah langkah yang benar karena strategi semakin rendah semakin baik adalah yang paling tepat diterapkan pada teknik ventilasi yang berlawanan dengan proses fisiologi yang normal. Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan dampak yang dikehendaki karena ventilasi mekanik merupakan alat bantu dan bukan modalitas terapi. Sebaliknya, ventilasi mekanik bisa menyebabkan efek negatif yang dapat merugikan pasien. Oleh karena itu, pada pasien yang menggunakan alat bantu ventilasi ( ventilator ) perlu dilakukan observasi untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap oksigen yang diberikan dan pemantauan sistem pernapasan. Pemantauan tersebut dilakukan oleh petugas medis yang kompeten, alat yang terstandart dan dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku. Masalah umum yang sering dihadapi dan terjadi di lapangan bahwa kadang tenaganya tidak kompeten, peralatannya tidak standart karena tidak dikalibrasi secara rutin, kurang perawatan, bahkan pada penggunaan peralatan bantu tidak siap pakai, terjadi diskoneksi alat dengan pasien, adanya perlawanan dari pasien terhadap pemakaian alat, infeksi, trauma karena tekanan, dan lain-lain.

BAB IIISI2.1 Ventilator MekanikDefinisiVentilator mekanik merupakan alat pernapasan yang menghasilkan tekanan positif yang berfungsi untuk mengembangkan paru dan pemberian oksigen sehingga dapat mempertahankan fungsi paru dalam hal ventilasi. Bantuan ventilasi yang diberikan mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan, atau gabungan keduanya. Ventilasi mekanik merupakan terapi defenitif pada pasien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia.1

KlasifikasiVentilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif :1. Ventilator Tekanan NegatifVentilator ini membuat tekanan negatif (tekanan < 1 atmosfer) di sekeliling tubuh sehingga dada akan mengembang akibatnya tekanan intrathorakal dan alveolar turun dan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Dengan mengurangi tekanan intrathoraks selama inspirasi memungkinkan Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofimuscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.1,2 2. Ventilator Tekanan PositifVentilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus. Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati. 1,2

Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara . Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan. 1,2

Prinsip KerjaPrinsip utama kerja ventilator dalam memberikan bantuan ventilasi adalah hubungan timbal balik antara volume dan tekanan. Pemberian volume udara ke dalam paru, mengakibatkan pertambahan volume udara serta tekanan di dalam paru, begitupun sebaliknya apabila diberikan tekanan udara ke dalam paru, maka akan mengakibatkan bertambahnya volume dan juga tekanan udara di dalam ruang paru. Bantuan ventilasi yang diberikan oleh mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan (pressure) atau gabungan keduanya volume dan tekanan. Sesuai dengan prinsip kerja dari ventilator adalah memberikan tekanan positif ke dalam paru yang akan mengakibatkan pengembangan ruang di dalam paru sehingga volume dan tekanan udara di dalam paru pun ikut bertambah. 1,2,3

Perbedaan antara pernapasan normal dengan ventilatorPada pernapasan normal, udara dapat masuk ke paru disebabkan adanya perbedaan tekanan negatif antara alveolus dengan atmosfir. Tekanan di dalam paru-paru lebih rendah dari pada atmosfir, sehingga udara secara pasif akan bergerak menuju ke dalam paru-paru. Sementara pada ventilator, udara masuk menuju paru-paru karena dimasukkan dengan paksa oleh mesin ventilator sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Jumlah disini meliputi besarnya tekanan udara inspirasi, besarnya volume udara, serta jumlah nafas dalam semenit.2

Indikasi1. Gagal nafasPasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnue) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).32. Insufisiensi jantung Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang. 33. Disfungsi neurologisPasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apneu berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial. 3

2.2 Pemantauan pasien selama pemasangan ventilasi mekanik Pemantauan saturasi oksigenOrgan-organ dalam tubuh membutuhkan suplai oksigen yang cukup agar fungsinya lebih optimal dan efektif. Jika saturasi oksigen rendah, berbagai masalah kesehatan dapat terjadi diantaranya terjadi hipoksemia. Hipoksemia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat oksigen terlalu rendah. Gejala dapat termasuk kelelahan, kebingungan, sakit kepala, dan sesak kalau bernapas. Karena oksigen diperlukan dalam otak dan jantung terus menerus, kerusakan otak atau kematian dapat terjadi jika tingkat oksigen darah terlalu rendah.4Saturasi Oksigen adalah pengukuran dari jumlah oksigen yang dibawa atau dilarutkan dalam media tertentu. Sebagai kontrak jantung, darah berjalan di paru-paru dimana molekul oksigen dapat mengikat sel darah merah. Kejenuhan oksigen darah atau Saturasi oksigen arteri adalah istilah yang digunakan untuk merujuk persentase sel darah merah yang jenuh dengan oksigen. Tingkat kejenuhan oksigen dapat sedikit berbeda tergantung pada aktivitas dan usia. Saturasi oksigen darah dianggap sehat jika itu berkisar 95-100 persen, sehingga kalau oksigen darah kurang dari 90 persen maka dianggap abnormal. Ada dua cara untuk mengobservasi tingkat kejenuhan oksigen yaitu dengan cara menggunakan alat puls oksimetri dan menggunakan tes darah gas arteri. 4Puls oksimetri merupakan suatu metode non invasive untuk memonitor persentase hemoglobin yang saturasi dengan oksigen. Metode ini menggunakan perbedaan panjang gelombang dari cahaya merah (660 nm) dan cahaya infra merah (910 nm) yang berasal dari sensor transmisi. Kemudian cahaya merah dan cahaya infra merah tersebut melewati pembuluh balik dan pembuluh kapiler pada jari tangan, dan ditangkap oleh sensor deteksi. Data dari sensor deteksi tersebut dikirim ke mikrokontroller kemudian ditampilkan ke LCD. di mikrokontroller, data tersebut diolah kemudian diproses untuk mendapatkan data konsentrasi oxyhemoglobin (HbO2), deoxyhemoglobin (RHb), dan oksigen saturasi (SpO2). 4Pada pasien yang menggunakan alat bantu ventilasi ( ventilator ) perlu dilakukan observasi analisa gas darah yang dilakukan minimal 1 kali sehari dan observasi saturasi oksigen untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap oksigen yang diberikan dan pemantauan sistem pernapasan. 4Meningkatkan pertukaran gasTujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen. Perubahan dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari atau faktor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim tenaga kesehatan, termasuk dokter dan perawat, secara kontinu mengkaji pasien terhadap pertukaran gas yang adekuat, tanda dan gejala hipoksia, dan respon terhadap tindakan. Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer seperti pneumonia. 4

Intervensi pemantauan yang penting pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik yaitu auskultasi paru dan interpretasi gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan signifikan dalam gas darah yang menandakan terjadinya masalah ( pneumotoraks, perubahan letak selang, emboli pulmonal ). 4

Penatalaksanaan jalan nafasVentilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi apapun kondisi pasien yang mendasari. Tenaga medis harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk membersihakn jalan nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan mobilitas secepat mungkin. Humidifikasi dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus. 4Mencegah trauma dan infeksiPenatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang endotrakea atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea. Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-paru pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah. Adanya selang nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanik juga telah mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga diposisikan dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk mengurangi potensial aspirasi isi lambung. 4

Peningkatan tingkat mobilitas optimalMobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki mental. Latihan rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis vena. 4

Pengaruh Ventilasi Mekanik terhadap Sistem Organ.1. Tekanan Intrakranial dan Perfusi Serebral Jumlah darah yang mengalir ke otak ditentukan oleh tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/CPP). CPP merupakan hasil pengurangan dari mean systemic arterial blood pressure (MABP) dengan intracranial pressure (ICP). Tekanan perfusi serebral secara potensial dapat menurun karena ventilasi tekanan positif dengan atau tanpa tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dapat menurunkan curah jantung dan MABP. Sebagai contoh, bila MABP menurun dari 100 menjadi 70 mmHg dan ICP 15 mmHg, maka CPP akan menurun dari 85 mmHg (100-15=85) menjadi 55 mmHg (70-15=55). Ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan tekanan vena sentral (CVP) sehingga venous return dari kepala akan menurun menyebabkan peningkatan ICP dan menurunkan CPP. Hal ini dapat diketahui secara klinis dengan adanya peningkatan distensi dari vena jugularis. Oleh karena itu, pada keadaan perfusi otak yang menurun dapat menimbulkan hipoksemia serebral dan ICP yang meningkat dapat memperparah edema serebral. Risiko klinis yang terbesar sehubungan dengan perfusi serebral adalah pada pasien-pasien dengan ICP yang tinggi dengan edema serebral yang mulai bertambah. Pasien dengan cedera kepala tertutup, tumor-tumor serebral atau pasca bedah saraf termasuk dalam kategori ini. Bila pasien memiliki kondisi hemodinamik intrakranial yang normal, maka dengan ventilasi tekanan positif tidak akan meningkatkan tekanan intrakranial (ICP). Pada pasien dengan fungsi serebral yang abnormal, perubahan yang terjadi pada perfusi dan tekanan serebral akan sangat mempengaruhi kondisihemodinamik. Bila terdapat peningkatan ICP, maka akan timbul hiperventilasi untuk menurunkan ICP yaitu dengan mengurangi PaCO2 menjadi 25 sampai 30 mmHg. Alkalosis yang timbul karena PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah. Secara teoretis, hal tersebut dapat menurunkan ICP dan meningkatkan perfusi serebral, namun hanya berlangsung 24 sampai 36 jam. Beberapa pasien dengan cedera kepala atau disfungsi serebral membutuhkan PEEP untuk mengatasi hipoksemia refrakter yang disebabkan oleh peningkatan pintasan (shunting) penurunan kapasitas residual fungsional (FRC). PEEP dapat meningkatkan ICP, namun sebaliknya bila PEEP dibutuhkan untuk mempertahankan oksigenasi sehingga bersifat lifesaving, maka harus digunakan. Oleh karena itu, pada pasien-pasien tersebut perlu dilakukan pemantauan ICP.3

2. Fungsi RenalPengaruh ventilasi bertekanan positif terhadap fungsi ginjal terjadi pada 3 area, yaitu: a. Respons renal terhadap perubahan hemodinamik yang timbul karena peningkatan tekanan intratorakalPenurunan curah jantung karena tekanan positif alveolar, cenderung menurunkan aliran darah ginjal (renal blood flow /RBF) dan laju filrasi glomerular (GFR) sehingga produksi urin berkurang. Penurunan produksi urin ini, tidak semata-mata karena penurunan curah jantung saja, karena pengembalian curah jantung ke nilai yang adekuat tidak selalu disertai dengan peningkatan produksi urin secara paralel. Ketika ginjal tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor neural dan humoral, maka produksi urin tetap konstan pada tekanan arterial dengan rentang yang cukup lebar. Pada saat tekanan kapiler glomerular menurun di bawah 75 mmHg, laju aliran glomerular menurun dan aliran urin berkurang. Pada hipotensi yang berat, aliran urin dapat terhenti. Pada saat penggunaan ventilasi tekanan positif, tekanan darah arterial biasanya terkompensasi. Penurunan tekanan bukanlah faktor penyebab penurunan produksi urin yang signifikan selama ventilasi mekanik. Redistribusi darah dalam ginjal yang mempengaruhi perubahan fungsi ginjal itu sendiri. Aliran ke korteks bagian luar menurun, sementara aliran menuju korteks bagian dalam dan nefron jukstaglomerular meningkat sehingga urin, kreatinin dan natrium yang diekskresikan lebih sedikit. Hal ini terjadi karena nefron jukstaglomerular di dekat medula ginjal lebih efisien mengabsorbsi natrium daripada yang berada di korteks bagian luar sehingga natrium yang diabsorbsi lebih banyak, diikuti pula dengan absorbsi air yang meningkat. Redistribusi darah merupakan respons terhadap stimulasi simpatis seperti peningkatan katekolamin, vasopresin, dan angiotensin. Penjelasan yang memungkinkan dari efek ini berhubungan dengan perubahan dari tekanan vena renalis akibat vasokonstriksi vena kava inferior, perubahan tekanan darah vena kava inferior atau gagal jantung kongestif. 3b. Respons humoral antara lain perubahan pada hormon antidiuretikAnti diuretik hormon (ADH), peptida natriuretik atrial (ANP) dan renin-angiotensin aldosteron (RAA) Produksi urin selama pemberian ventilasi tekanan positif akan menurun. Hal ini disebabkan oleh perubahan perfusi dan fungsi endokrin. Peningkatan pelepasan hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior dapat menurunkan produksi urin. Sesuai dengan namanya, ADH menghambat ekskresi air. Semakin tinggi ADH yang dilepaskan ke dalam sirkulasi, semakin sedikit pembentukan urin sehingga volume cairan dalam tubuh semakin besar. Faktor penentu utama dari pelepasan ADH adalah osmolalitas plasma. Faktor lainnya adalah tekanan darah, nausea, vomitus, dan berbagai macam obat-obatan seperti golongan narkotik serta obat antiinflamasi nonsteroid. Perubahan tekanan darah yang disebabkan pemberian ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan pelepasan ADH melalui mekanisme berikut ini, yaitu reseptor volume yang terdapat di atrium kiri mengirimkan impuls-impuls saraf melalui jalur vagal ke hipotalamus. Aktivitas saraf ini dapat menstimulasi peningkatan atau penurunan produksi dan sekresi ADH. Baroreseptor yang terdapat di badan karotis dan di sepanjang arkus aorta menginderakan perubahan tekanan serta dapat menaikkan atau menurunkan level ADH. Pada saat pemberian ventilasi tekanan positif, reseptor-reseptor tadi terpapar oleh perubahan tekanan intratorakal, volume dan tekanan darah. Telah diketahui bahwa ventilasi tekanan negatif menghambat pelepasan ADH dan menyebabkan efek diuretik, sebaliknya ventilasi tekanan positif meningkatkan pelepasan ADH sehingga menimbulkan oliguria. Ventilasi tekanan positif dan PEEP menurunkan tekanan pengisian atrial dengan kompresi mekanik pada atrium dengan menurunkan regangan atrium kanan karena venous return yang menurun. Penurunan regangan atrial menyebabkan produksi hormon lainnya ikut berkurang yaitu atrial natriuretic peptide (ANP). ANP berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Menurunnya kadar ANP ikut berperan dalam retensi air dan natrium selama ventilasi tekanan positif. Perangsangan sistem saraf simpatis menyebabkan peningkatan plasma renin activity (PRA) dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi retensi air dan natrium selama pemberian ventilasi tekanan positif dan PEEP. Peningkatan PRA mengaktivasi kaskade RAA sehingga timbul retensi natrium dan air. Prostaglandin yang disintesis di ginjal cenderung untuk mengimbangi efek tersebut, namun jumlahnya tidak cukup untuk mengatasi efek tersebut secara menyeluruh. 3

c. Pengaruh terhadap ginjal karena pH, PaCO2 dan PaO2 yang abnormal.Perubahan PaO2 dan PaCO2 merupakan pengaruh dari ventilasi terhadap ginjal. Penurunan PaO2 pada pasien dengan gagal napas menunjukkan adanya produksi urin dan fungsi ginjal yang berkurang. Nilai PaO2 di bawah 40 mmHg (hipoksemia berat) menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Demikian pula dengan PaCO2 di atas 65 mmHg juga dapat menurunkan fungsi ginjal. 3

3. Pengaruh Ventilasi Mekanik terhadap Fungsi Hepar dan Gastrointestinal Pasien-pasien yang mendapatkan ventilasi tekanan positif dan PEEP menunjukkan adanya gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan bilirubin serum lebih dari 2,5 mg/100 ml tanpa disertai dengan riwayat penyakit hepar sebelumnya. Hal ini disebabkan karena penurunan curah jantung, pergerakan diafragma ke arah bawah yang berlawanan dengan hepar, penurunan aliran vena porta sehingga menyebabkan iskemi pada jaringan hepar dan juga faktor-faktor lain yang mengganggu fungsi hepar. 3Ventilasi tekanan positif meningkatkan resistensi splanknik (pembuluh darah system gastrointestinal), menurunkan aliran vena splanknik dan berperan dalam mencetuskan iskemi mukosa gaster. Iskemi inilah yang akhirnya sering meningkatkan insidensi perdarahan gastrointestinal dan ulkus gaster yang sering terjadi pada pasien-pasien critically ill. Hal ini terjadi karena peningkatan permeabilitas sawar mukosa gaster. Oleh karena itu, pada pasien-pasien tersebut diberikan antasida atau simetidin untuk mencegah perdarahan gastrointestinal karena acute stress ulceration. Obat-obat tersebut bersifat meningkatkan pH gaster yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia nosokomial pada pasien yang diventilasi. Pada keadaan tersebut dapat diberikan sukralfat oral yang dapat mengatasi perdarahan gastrointestinal tanpa mengubah pH. 3Pasien yang mendapatkan ventilasi tekanan positif juga berisiko untuk mengalami distensi gaster yang berat karena menelan udara yang bocor di sekitar pipa endotrakea atau bila ventilasi tekanan positif ini diberikan melalui sungkup. Pemasangan selang nasogastrik dapat membuang udara yang masuk dan mendekompresi gaster. 3

2.3 Komplikasi Penggunaan VentilatorAda beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain: 1). Risiko yang berhubungan dengan intubasi endotrakea, termasuk kesulitan intubasi, sumbatan pipa endotrakea oleh sekret. 2).Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari dilakukan trakeostomi, namun beberapa institusi saat ini melakukan trakeostomi perkutaneus lebih awal. 3).Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan retensi sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan infeksi paru-paru. 4).Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan anestesi yang memiliki efek depresi jantung, gangguan pengosongan lambung, penurunan mobilitas dan memperlama proses pemulihan. 5).Barotrauma. 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief said,dkk. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke 2. Jakarta: bagian anestesiologi dan terapi intensif FK UI,2007;p 70-732. Sundana K. Ventilator Pendekatan Praktis di Unit Perawatan Kritis. Edisi ke 1. Bandung: CICU RSHS. 2008. P.42-52.3. Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007, 457-511.4. Vasileios Bekos, MDa, John J. Marini, MD. Monitoring the Mechanically Ventilated Patient. Critical Care Clinis 23 (2007) p 575611. Department of Intensive Care, Naval Hospital of Athens, 229 Messogion Avenue5. Whiteley SM. Complications of artificial ventilation. In: Whiteley SM, ed. Intensive Care. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2006, 107-10..