referat psikiatri

Upload: tiktikaa

Post on 18-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran jiwa

TRANSCRIPT

OBSESII. PENDAHULUAN Gangguan obsesif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan.1 Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi.1Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif datang ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar.1 Hal ini menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.

II. DEFENISI

Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikiran tentang kontaminasi. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dari waktu ke waktu.2III. ETIOLOGI

1. Aspek Biologis Neurotransmitter :Sistem Serotoninergik

Banyak percobaan yang dilakukan untuk mendukung hipotesis tentang terlibatnya disregulasi serotonin terhadap munculnya gejala obsesi pada penyakit ini. Banyak data yang menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan dengan obat lain yang juga mempengaruhi sistem neurotransmitter, tetapi apakah serotonin terlibat sebagai penyebab terjadinya gangguan obsesi masih belum jelas. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi.3Sistem Noradrenergik

Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesi.3,4Sistem NeuroimunologiBeberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesi. Infeksi Streptokokus -Hemolitikus grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% pasien juga mengalami Syndenhams chorea dan Gangguan obsesi.3Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesi dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.5 Faktor Psikososial :Gangguan obsesi bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesi. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.5,6IV. GEJALA KLINIS

Gejala dari obsesi ditandai dengan pengulangan pikiran dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:3,62. Pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri.73. Pikiran tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.

4. Obsesi (pikiran) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesi adalah; 8 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)

Faktor neurobiologi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum

Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi - Riwayat gangguan kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual

V. DIAGNOSIS

Diagnosis gangguan obsesi didasarkan pada gambaran klinisnya. Tidak seperti pasien psikotik, pasien dengan gangguan obsesi biasanya menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa pikiran mereka tidak normal atau tidak logis.1 Kriteria obsesi menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 4 kriteria dibawah ini.

Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang dialami di beberapa waktu selama gangguan yang bersifat mengganggu dan tidak sesuai dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan. Orang dengan gangguan ini menyadari kualitas patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini (seperti ketakutan untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi pada mereka, tetapi pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk berdiskusi dengan orang lain.

Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan nyata.

Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu atau untuk menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau tindakan.

Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambaran adalah produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam penyisipan pikiran).

Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk anak-anak).

Obsesi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan waktu (berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau kegiatan sosial biasanya atau hubungan dengan orang lain.

Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi tersebut tidak terbatas pada itu saja.

Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi medis tertentu.

Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang dengan gangguan obsesi jika untuk dalam suatu jangka waktu episode, orang tersebut tidak mengenali bahwa gejala itu berlebihan atau tidak masuk akal.3Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesi harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:7a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri

b. Setidaknya ada satu pikiran yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita

c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).

d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan.

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi. Penderita gangguan obsesi sering kali juga menunjukan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.7VI. PENANGANAN

A. PsikoFarmakologi

Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehingga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluoxetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan fluoxetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas.9,10

Trisiklik (Tricyclics)Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah.Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.9

Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.9B. Psikoterapi

Penanganan psikoterapi untuk gangguan Obsesi umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesi yang, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.3,6

Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:5

5. Menguatkan daya tahan mental yang ada

6. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri

7. Mengembalikan keseimbangan adaptif

Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:5

8. Ventilasi atau (psiko) kataris

9. Persuasi atau bujukan

10. Sugesti

11. Penjaminan kembali (reassurance)

12. Bimbingan dan penyuluhan

13. Terapi kerja

14. Hipno-terapi dan narkoterapi

15. Psikoterapi kelompok

Ada beberapa faktor gangguan Obsesi sangat sulit untuk disembuhkan. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi.3VII. PROGNOSIS

Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.3VIII. KESIMPULAN

Gangguan obsesi adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Penyebab gangguan Obsesi antara lain dipengaruhi oleh aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.11Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Diagnosis gangguan Obsesi ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala Obsesi tersebut timbul. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.3Gejala dari Obsesi ditandai dengan pengulangan pikiran dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Penanganan pasien dengan gangguan Obsesi dapat berupa psikoterapi dan psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan Obsesi dapat baik dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak, terdapat depresi berat serta adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. 6DAFTAR PUSTAKA

1. Michael AJ. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal of medicine. Inggris : Department of Psychiatry, Massa- chusetts General Hospital. 2004.2. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder.WileyEssential Of Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006.

3. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604

4. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p 2569-2580.5. Saadi Y.PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010.6. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 56-687. Maslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.76-77.8. Novedica. Obsessive Compulsive Disorder. 2010. Available from:http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorder-ocd/9. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya ; 2000. P.47-51

10. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma. Goodman & Gilmans Manual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America : The McGraw-Hills Company. 2008. p 286-295

11. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009.h 312-313PAGE 8