referat psikiatri

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap manusia pada umunya memiliki berbagai kegiatan yang berlangsung sepanjang hari, kegiatan tersebut sangatlah bervariasi. Dalam menjalankan kegiatan tersebut manusia memerlukan energi. Dimana selain makanan sebagai sumber energi, istirahat yang baik juga merupakan salah satu hal yang penting untuk manusia dalam mendapatkan tenaga. Salah satu cara beristirahat tersebut adalah tidur. 1 Tidur merupakan suatu keadaan tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang. 1 Tidur juga merupakan proses normal yang bersifat aktif, teratur, berulang dan reversibel yang dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses fisiologisnya. 2 Dalam prosesnya tidur tidak selalu berjalan dengan lancar, terdapat berbagai hal yang dapat menganggu tidur. 1

Upload: heruap17

Post on 05-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Psikiatri

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Psikiatri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap manusia pada umunya memiliki berbagai kegiatan yang

berlangsung sepanjang hari, kegiatan tersebut sangatlah bervariasi. Dalam

menjalankan kegiatan tersebut manusia memerlukan energi. Dimana selain

makanan sebagai sumber energi, istirahat yang baik juga merupakan salah satu

hal yang penting untuk manusia dalam mendapatkan tenaga. Salah satu cara

beristirahat tersebut adalah tidur.1

Tidur merupakan suatu keadaan tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa

kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang.1 Tidur juga merupakan

proses normal yang bersifat aktif, teratur, berulang dan reversibel yang

dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses fisiologisnya.2 Dalam prosesnya

tidur tidak selalu berjalan dengan lancar, terdapat berbagai hal yang dapat

menganggu tidur.

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering

ditemukan di masyarat. Gangguan tidur terdiri dari berbagai macam bentuk, salah

satu gangguan yang sering ditemukan adalah insomnia. Insomnia adalah gangguan

dan pengalaman tidur yang tidak adekuat yang ditandai oleh kesulitan untuk

masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur, terutama sering terbangun saat tidur

dan bangun terlalu awal di pagi harinya dan tidak dapat tidur lagi, serta merasa

badan tidak segar dalam beraktifitas meskipun sudah tidur.3

1

Page 2: Referat Psikiatri

Kecemasan merupakan salah satu faktor terbesar dalam mempengaruhi bisa

tidaknya seseorang tertidur. Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan

penduduk yang padat, terdapat gangguan kecemasan sekitar 13,3% pada orang

berusia 18 hingga 54 tahun dan 10,6% pada mereka yang berusia diatas 55.4 Usia

yang lebih tua, seorang perempuan dan sosio-ekonomi yang rendah lebih

cenderung mengalami insomnia.5

Berdasarkan National Institutes of Health, akibat dari insomnia seorang

individu ketika siang hari akan merasa kelelahan, perasaan mudah berubah,

mengantuk, kecemasan mengenai tidur, kurang berenergi, sulit berkonsentrasi,

sakit kepala, kecelakaan saat bekerja ataupun saat menyetir dan iritabilitas.6

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan di Universitas California, San Diego

Amerika Serikat, dimana penelitian tersebut membandingkan 25 orang yang

mengalami insomnia dengan 25 orang yang tidak memiliki masalah tidur

didapatkan hasil bahwa kelompok yang mengalami masalah insomnia

menunjukkan tingkah lambat bereaksi dan kesulitan mengingat hal-hal tertentu.7

Konsekuensi dari penyakit insomnia sangat banyak bahkan hingga

menimbulkan kerugian secara ekonomi. Hal inilah yang mendasari insomnia

sebagai masalah yang serius pada tingkat pelayanan kesehatan primer, sehingga

dokter umum sebagai gerbang terdepan pelayanan kesehatan primer dituntut untuk

menguasai kompetensi penyakit insomnia dengan baik. Dokter umum harus

mampu mendiagnosis insomnia serta mampu melakukan penatalaksanaan yang

tepat dan hingga masalah insomnia pada pasien tersebut selesai..

1.2 Rumusan masalah

2

Page 3: Referat Psikiatri

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang

diangkat adalah mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gejala,

diagnosis dan penatalaksanaan insomnia.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah :

1. Memahami tentang insomnia dan penatalaksanaannya dalam psikiatri.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran,

khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di

Bagian Ilmu Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau - Rumah Sakit

Jiwa Tampan.

1.4 Metode penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengaju

pada beberapa literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3

Page 4: Referat Psikiatri

2.1 Definisi insomnia

Insomnia adalah gangguan dan pengalaman tidur yang tidak adekuat dan

ditandai oleh kesulitan untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur,

terutama sering terbangun saat tidur dan bangun terlalu awal serta merasa badan

tidak segar meskipun sudah tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas maupun

kualitas.8

2.2 Epidemiologi insomnia

Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering

dikeluhkan masyarakat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasus dan

kriteria diagnostik yang spesifik, sehingga estimasi prevalensi insomnia memiliki

rentang sekitar 10% hingga 40%. Penelitian di Korea Selatan menunjukkan

bagaimana variasi angka prevalensi insomnia berdasarkan definisinya. Ketika

insomnia didefinisikan berdasarkan frekuensi tidur (gejala muncul selama 3

malam dalam 1 minggu) maka angkanya menjadi 17%. Bila definisinya mengarah

pada kesulitan dalam mempertahankan tidur, nilainya menjadi 11,5%. Dengan

menggunakan DSM-IV nilainya menjadi 5%.9

Survey di Singapura menunjukkan 8% sampai 10% pasien yang datang ke

dokter umum mengeluhkan gejala insomnia.10 Penelitian ini menunjukkan

kuantitas pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit.

Sebuah artikel menyatakan riset internasional yang telah dilakukan US Census

Bureau, International Data Base tahun 2004 terhadap penduduk Indonesia

menyatakan bahwa dari 238.452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 28.035

4

Page 5: Referat Psikiatri

juta jiwa (11,7%) terjangkit insomnia.11 Angka ini membuat insomnia sebagai

salah satu gangguan paling banyak yang dikeluhkan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan jenis insomnianya, hasil penelitian di Amerika Serikat yang

menggunakan DSM-IV menunjukkan 20% sampai 49% penduduk dewasa

mengidap insomnia intermiten dan 10 sampai 20% mengidap insomnia kronis, di

mana 25% dari pengidap insomnia kronis terdiagnosis sebagai insomnia primer.

Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia (65 tahun ke atas). Wanita

lebih sering 1,5 kali mengidap insomnia dibandingkan pria dan 20-40% lansia

mengeluhkan gejala-gejala pada insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.12

2.3 Etiologi insomnia

Faktor pencetus untuk terjadinya insomnia adalah:13

1. Faktor psikologi

Stress karena beban fikiran yang terlalu banyak, cemas terhadap suatu

masalah dan sering bangun lebih pagi dari biasanya pada kondisi yang tidak

diinginkan atau depresi merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya

insomnia.

2. Penyakit fisik

Orang yang sakit dapat menyebabkan seseorang tidak dapat tidur dengan

nyenyak sehingga dapat timbulnya gangguan tidur. Penyakit hipertensi, asma

dan jantung koroner dapat menyebabkan seseorang mengalami sesak nafas,

nyeri dada tiba-tiba dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Hal ini dapat

menyebabkan seseorang mengalami frekuensi sering terbangun sehingga

dapat memicu terjadinya insomnia.

5

Page 6: Referat Psikiatri

3. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan peranan penting terjadinya insomnia. Lingkungan

yang bising dan perubahan suhu dapat mempengaruhi terjadinya perubahan

pola tidur sehingga memicu terjadinya insomnia.

4. Gaya hidup

Gaya hidup yang tidak sehat, seperti mengonsumsi alkohol, rokok, kopi

dan jam kerja yang tidak teratur dapat memicu timbulnya insomnia

Penyebab insomnia oleh Ernest L. Hartmann, M.D dapat diuraikan pada

tabel 2.1 berikut:3

Gejala Insomnia sekunder karena kondisi medis

Insomnia sekunder karena kondisi psikiatrik atau lingkungan

Sulit jatuh tidur

Tiap kondisi yang tidak menyenangkan atau menyakitkanLesi SSP

KecemasanKecemasan ketegangan, otot-ototPerubahan lingkunganGangguan tidur irama sirkardian

Sulit tetap tidur

Sindroma apnea tidurMioklonus nokturnal dan sindroma tungkai gelisah (restless legs syndrome)Faktor dietKejadian episodikEfek zat langsung, termasuk alkoholEfek putus zat, termasuk alkoholInteraksi zatPenyakit endokrin atau metabolikPenyakit infeksi, neoplastikKondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkanLesi atau penyakit batang otak atau hipotalamusUsia tua

Depresi, terutama depresi primerPerubahan lingkunganGangguan tidur irama sirkardianGangguan stress pasca traumatikSkizofrenia

2.4 Klasifikasi insomnia

6

Page 7: Referat Psikiatri

Insomnia dibagi menjadi insomnia primer dan sekunder. Menurut DSM-

IV, insomnia primer tidak disebabkan oleh medis, namun perilaku yang diduga

sebagai faktor pencetus dari insomnia primer. Sedangkan insomnia sekunder,

disebabkan oleh faktor medis. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan

tempat tidur sering menjadi penyebab insomnia primer. Masalah psikologis,

seperti depresi, masalah fisik seperti arthritis dan diabetes serta penggunaan

alkohol dapat menyebabkan insomnia sekunder.2,14

Berdasarkan waktunya, insomnia dibagi menjadi :15

1. Insomnia transient merupakan insomnia yang berlangsung beberapa

malam, kurang dari 1 minggu dan biasanya berhubungan dengan kejadian

tertentu yang bersifat sementara. Orang dengan insomnia ini, jarang sekali

datang ke dokter.

2. Insomnia jangka pendek (akut) adalah insomnia yang terjadi dalam jangka

waktu yang pendek yaitu 2-3 minggu. Kondisi ini mengganggu orang yang

dalam keadaan stress, berada di lingkungan yang ramai dan bising, berada

di lingkungan dengan perubahan suhu yang ekstrim, perubahan jadwal

kerja dan efek samping dari pengobatan. Kondisi ini cukup mengganggu

dan penderita harus segera mendapatkan penanganan.

3. Insomnia jangka panjang (kronis) merupakan insomnia yang dialami tiap

malam selama 1 bulan atau lebih. Insomnia jangka panjang ini dapat

mengganggu kualitas hidup juga mengganggu mental dan fisik. Jenis

insomnia ini cenderung mengeluhkan stamina yang buruk untuk

menyelesaikan tugas rutinnya dan sulit berkonsentrasi, mudah

tersinggung, iritabel dan gelisah.

7

Page 8: Referat Psikiatri

2.5 Gejala insomnia

National Center for Sleep Disorders Research menyatakan bahwa

insomnia merupakan pengalaman tidur yang tidak adekuat, ditandai satu atau

lebih gejala berikut, yaitu :5

1. Sulit memulai tidur

2. Sulit mempertahankan tidur

3. Bangun terlalu cepat di pagi hari

4. Badan tidak segar meskipun sudah tidur.

Kesulitan memulai tidur adalah keluhan yang paling sering pada penderita

insomnia, lalu diikuti oleh sulit mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.

Namun biasanya penderita melaporkan kombinasi dari ketiga keluhan tersebut.

Jika insomnia yang dialami berulang-ulang dapat meningkatkan kekhawatiran

tidak bisa tidur. Biasanya mengeluh tidak cukup tidur, banyak masalah pribadi,

gangguan kesehatan bahkan khawatir dapat menyebabkan kematian.8

Gejala insomnia yang merupakan keluhan tidur buruk seperti kurang tidur,

waktu untuk memulai tidur yang terlalu lama, kualitas tidur yang buruk, gangguan

fungsi di siang hari, seperti kelelahan, kurang konsentrasi, gangguan memori dan

gangguan suasana hati. Apabila penderita mengatakan mereka tidak bisa tidur

berarti mereka mengalami kesulitan tidur sepanjang hari, bukan hanya di malam

hari. Jika mereka dapat tidur di siang hari, mereka mengalami gangguan irama

sirkardian karena sulit tidur di malam hari.13

2.6 Diagnosis insomnia

Gambaran klinis untuk mendiagnosis pasien insomnia yaitu:5

8

Page 9: Referat Psikiatri

1. Keluhan sulit masuk tidur, mempertahankan tidur dan kualitas tidur

yang buruk

2. Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal

satu bulan

3. Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan kekhawatiran yang berlebihan

4. Tidak puas secara kualitas dan kuantitas dari tidurnya yang keduanya

menyebabkan berbagai gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

Apabila ketidakpuasan kuantitas dan/atau kualitas tidur merupakan satu-

satunya keluhan pasien, maka gangguan ini harus dimasukkan dalam kelompok

diagnosis insomnia. Adanya gejala psikiatrik lain seperti depresi, ansietas atau

obsesi tidak menyingkirkan diagnosis insomnia. Insomnia juga berhubungan

dengan gangguan fisik yang disertai dengan nyeri dan kegelisahan atau dengan

penggunaan obat tertentu. Kode untuk gangguan tidur insomnia ini adalah F51.0.

Kode ini tidak digunakan untuk insomnia transient/sementara. Gangguan tidur

sementara adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Jadi beberapa

malam tidak tidur yang berkaitan dengan stresor psikososial tidak dimasukkan

dalam kode ini, tetapi dapat dianggap sebagai bagian dari reaksi stres akut (F43.0)

atau gangguan penyesuaian (F43.2).5

2.7 Penatalaksanaan insomnia

Terapi untuk insomnia ada 2 yaitu nonfarmakologi dan farmakologi.

9

Page 10: Referat Psikiatri

1. Terapi nonfarmakologi

a. Higiene tidur

Lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat

mutlak untuk gangguan tidur. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak

nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur.

Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan.

Perubahan kebiasaaan, sikap dan lingkungan ini efektif untuk

memperbaiki tidur. Edukasi tentang higiene tidur merupakan intervensi

efektif yang tidak memerlukan biaya.2,16

b. Terapi pengontrolan stimulus

Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering

dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Ada beberapa

instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia, yaitu:2,13,16

1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk

2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur

3. Tidak menonton televisi, membaca, makan dan menelpon ditempat

tidur

4. Tidak berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah

frustasi jika tidak bisa tidur

5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi

ke ruang lain, kerjakan sesuatu, masuk kamar tidur setelah kantuk

datang kembali

6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu

tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu)

10

Page 11: Referat Psikiatri

7. Menghindari tidur di siang hari

8. Tidak menggunakan stimulansia seperti kopi dan rokok dalam 4-6

jam sebelum tidur

c. Sleep restriction therapy

Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur

tanpa bisa tertidur, misalnya bila pasien mengatakan bahwa ia hanya

tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat

tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus

dihindari. Terapi pembatasan tidur ini, secara berangsur-angsur dapat

mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.2,13,16

d. Terapi relaksasi dan Biofeedback

Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnotis

diri sendiri, relaksasi dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan

rileks dan menjadi cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien

membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu

memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah

relaksasi. Umpan–balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien

tentang perbaikan yang didapat.2,13,16

e. Nutrisi

Melatonin adalah hormin yang disekresikan oleh glandula pineal.

Salah satu dari fungsi primernya adalah regulasi dari ritme sirkadian dan

tidur. Berdasarkan peran fisiologisnya, melatonin eksogen telah lama

digunakan untuk memanipulasi ritme sirkadian dan merangsang tidur. Saat

ini telah ada produk suplemen yang mengkombinasikan magnesium,

11

Page 12: Referat Psikiatri

kalsium dan melatonin. Vitamin B kompleks dapat membantu penderita

insomnia karena mendorong tercapainya kondisi istirahat. Diet sehari-hari

juga perlu diperhatikan. Konsumsi karbohidrat kompleks seperti roti atau

crakers yang dapat membantu tidur. Karbohidrat dapat memacu

pengeluaran serotonin yaitu suatu neurotansmitter otak yang merangsang

kantuk.3,17

Segelas susu hangat dan madu juga dapat dikonsumsi karena susu

banyak mengandung asam amino triptopan yang membantu pengeluaran

serotonin sehingga memudahkan tidur. Pada saat makan malam sebaiknya

juga mengkonsumsi kacang-kacangan dan ikan atau daging ayam karena

jenis makanan tersebut kaya niasin (vitamin B3) yang membantu

pengeluaran serotonin. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan

dengan bumbu yang menyengat, kafein, alkohol, karbohidrat sederhana

(gula, sirup), makanan yang mengandung pengawet dan makanan kaleng.

Makanan berprotein tinggi seperti daging sapi dapat mencegah produksi

serotonin sehingga terjaga terus menerus. Gula dan sirup dapat

meningkatkan gula darah dan penghasil energi yang cepat sehingga akan

mengganggu tidur. Monosodium glutamate (MSG) sebaiknya dihindari

karena dapat memicu reaksi simultan. Menghindari keju, cokelat, sayur

bayam dan tomat menjelang tidur juga dianjurkan karena semuanya

mengandung tyramin yang merangsang pengeluaran norepinefrin sehingga

terjaga terus menerus.3

2. Terapi farmakologi

12

Page 13: Referat Psikiatri

Farmakoterapi merupakan komponen terapi yang dibutuhkan untuk

mengatasi insomnia jika terapi nonfarmakologi yang dilakukan tidak

berhasil. Terapi dengan obat hipnotik adekuat untuk mengatasi atau

mengontrol insomnia transient (sepintas), demikian pula dengan insomnia

kronis diberikan sebagai terapi pelengkap. Insomnia dapat diobati dengan

berbagai jenis senyawa dengan aksi yang beragam, senyawa yang dapat

diberikan seperti sedatif contohnya barbiturat, benzodiazepin, phenotiazine

dan haloperidol, betablockers, antihistamin, antikonvulsan, analgetik.

Pengobatan dengan haloperidol harus hati-hati karena bisa menimbulkan

efek samping berupa depresi dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita

hamil karena bisa mengakibatkan efek teratogenik.18 Farmakoterapi untuk

insomnia jangka pendek (short term) dapat diberikan triazolam (halcion)

0,125-0,25 mg atau jenis benzodiazepin lainnya yang bekerja cepat

sedangkan untuk insomnia jangka panjang (long term) diberikan

neuroleptika dengan dosis kecil seperti klorpromazin, levomepromazin dan

tioridazin.19

Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan

utama untuk mengatasi baik insomnia primer maupun insomnia

sekunder.16 Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat

gangguan koordinasi motorik sering ditemukan.2

BAB III

13

Page 14: Referat Psikiatri

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

1. Insomnia adalah gangguan dan pengalaman tidur yang tidak adekuat yang

ditandai oleh kesulitan untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur,

terutama sering terbangun saat tidur dan bangun terlalu awal di pagi

harinya dan tidak dapat tidur lagi, serta merasa badan tidak segar dalam

beraktifitas meskipun sudah tidur.

2. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling banyak dikeluhkan

masyarakat Indonesia, yaitu sekitar 11,7% penduduk.

3. Faktor pencetus terjadinya insomnia secara garis besar diakibatkan oleh

beberapa penyebab, yaitu faktor psikologis, penyakit fisik, faktor

lingkungan dan gaya hidup.

4. Insomnia dibagi menjadi insomnia primer dan sekunder, berdasarkan

waktunya insomnia dibagi menjadi insomnia transient, insomnia jangka

pendek (akut) dan insomnia jangka panjang (kronik).

5. Gejala insomnia dapat ditandai oleh salah satu gejala berikut, yaitu sulit

memulai tidur, sulit mempertahankan tidur, bangun teralu cepat di pagi

hari dan badan tidak segar meskipun sudah tidur.

6. Terapi insomnia meliputi terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi

nonfarmakologi merupakan terapi pilihan pertama yang diharapkan dapat

mengatasi gejala isomnia, jika terapi tersebut tidak berhasil maka

dilanjutkan dengan terapi farmakologi.

14

Page 15: Referat Psikiatri

7. Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan cara menjaga higiene

tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep restriction therapy, terapi

relaksasi dan biofeedback dan terapi nutrisi.

8. Pada terapi farmakologi, benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap

menjadi pilihan utama untuk mengatasi baik insomnia primer maupun

insomnia sekunder. Efek samping yang sering ditemukan berupa

penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik.

3.2 Saran

Tidur merupakan kebutuhan tubuh untuk menunjang proses fisiologis,

sehingga menjaga kualitas dan kuantitas tidur merupakan bagian penting dalam

kehidupan sehari-hari. Jika kualitas ataupun kuantitas tidur terganggu akibat

insomnia maka dapat berakibat buruk terhadap tubuh berupa kelelahan pada

individu di siang hari, perasaan mudah berubah, mengantuk, kecemasan mengenai

tidur, kurang berenergi, sakit kepala dan sulit berkonsentrasi. Sehingga perlu

pemahaman yang baik tentang penatalaksanaan yang tepat dalam mengatasi

insomnia agar dampak buruk akibat gangguan tidur (insomnia) dapat dihindari.

15

Page 16: Referat Psikiatri

DAFTAR PUSTAKA

1. Halimul A. Pengertian tidur menurut para ahli. 2013. [Cited 25 Juni 2015].

Available from: http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-tidur-menurut-

para-ahli.html.

2. Amir N. Gangguan tidur pada lanjut usia; Diagnosis dan penatalaksanaan.

Jakarta: Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah

Sakit Umum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo; 2007.

3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu pengetahuan

perilaku psikiatri klinis edisi ketujuh jilid dua. Jakarta : Binarupa Aksara,

1997.

4. Dipiro, J.T., Robert L.T., Gary C.Y, Gary R.M, Barbara G.W, and

Michael P. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th

Edition. United States of America: The Mc Graw-Hill Companies, Inc.

5. World Health Organization. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan

jiwa di Indonesia III (PPDGJ III); cetakan pertama. Departemen Kesehatan

RI; 1993.

6. The international classification of sleep disorders: diagnostic & coding

manual, ICDS-2. 2nd ed. Westchester, III. American Academy of Sleep

Medicine, 2005.

7. BBC Indonesia : Insomnia mempengaruhi kerja otak. 2013. [Cited 25 Juni

2015]. Available from:

http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2013/08/130831_iptek_insomnia

8. Sadock BJ. Sadock VA. Synopsis of psychiatry: 9th ediritin. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins, 2003; 55-65.

9. Evelyn Mai, Daniel J. Buysse. 2009. Insomnia: Prevalence Impact,

Pathogenesis, Differential Diagnosis, and Evaluation.Fall; p.491-498.

10. R Mahendran. 2001. Characteristics of Patients Referred to an Insomnia

Clinic. Singapore Med J Vol 42(2); p. 064-066.

16

Page 17: Referat Psikiatri

11. Anonim. 28 Juta Orang Indonesia Terkena Insomnia.(akses 20 Januari 2011).

Download dari situs: http://balagu.com/health/?p=8/

12. Kumar Budur, Charlos Rodriguez, Nancy Foldvary-Schaefer. 2007. Advance

in Treating Insomnia. Cleveland Clinic Journal of Medicine Vol 74 No.4;

p.251-266.

13. Wilson S, Nutt D. Sleep disorders. New York: Oxford University Press;

2008.

14. Pallesen S, Nordhus IH, Kvale G, Havik OE, Nielsen GH, Johnson BH, et all

(2002). Psychological characteristics of elderly insomniacs. Scandinavian

Journal of Psychology, 43, 425-432. Available from :

http://www.bergensleep.com/files/psychological%20characteristics%20of

%20elderly%20insomniacs.pdf

15. Damping E. Gangguan tidur sebagai gejala gangguan jiwa. Jiwa, Majalah

Psikiatri 1997; XXXV: 34-39.

16. Prayitno A. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan

penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Universitas Trisakti; 2002: 21:1.

17. Hughes RJ, Badia P. Sleep-promoting and hypotermic effects of daytime

melatonin administration in humans sleeps; 1997; 20: 124-131.

18. Lumbantobing. Gangguan tidur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2004.

19. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat: Pedoman pembinaan kesehatan jiwa

usia lanjut bagi petugas kesehatan. Diunduh dari

http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman%20keswa_lansia.pdf

17