referat psikiatri
DESCRIPTION
PsikiatriTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap manusia pada umunya memiliki berbagai kegiatan yang
berlangsung sepanjang hari, kegiatan tersebut sangatlah bervariasi. Dalam
menjalankan kegiatan tersebut manusia memerlukan energi. Dimana selain
makanan sebagai sumber energi, istirahat yang baik juga merupakan salah satu
hal yang penting untuk manusia dalam mendapatkan tenaga. Salah satu cara
beristirahat tersebut adalah tidur.1
Tidur merupakan suatu keadaan tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang.1 Tidur juga merupakan
proses normal yang bersifat aktif, teratur, berulang dan reversibel yang
dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses fisiologisnya.2 Dalam prosesnya
tidur tidak selalu berjalan dengan lancar, terdapat berbagai hal yang dapat
menganggu tidur.
Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan di masyarat. Gangguan tidur terdiri dari berbagai macam bentuk, salah
satu gangguan yang sering ditemukan adalah insomnia. Insomnia adalah gangguan
dan pengalaman tidur yang tidak adekuat yang ditandai oleh kesulitan untuk
masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur, terutama sering terbangun saat tidur
dan bangun terlalu awal di pagi harinya dan tidak dapat tidur lagi, serta merasa
badan tidak segar dalam beraktifitas meskipun sudah tidur.3
1
Kecemasan merupakan salah satu faktor terbesar dalam mempengaruhi bisa
tidaknya seseorang tertidur. Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan
penduduk yang padat, terdapat gangguan kecemasan sekitar 13,3% pada orang
berusia 18 hingga 54 tahun dan 10,6% pada mereka yang berusia diatas 55.4 Usia
yang lebih tua, seorang perempuan dan sosio-ekonomi yang rendah lebih
cenderung mengalami insomnia.5
Berdasarkan National Institutes of Health, akibat dari insomnia seorang
individu ketika siang hari akan merasa kelelahan, perasaan mudah berubah,
mengantuk, kecemasan mengenai tidur, kurang berenergi, sulit berkonsentrasi,
sakit kepala, kecelakaan saat bekerja ataupun saat menyetir dan iritabilitas.6
Dalam penelitian lainnya yang dilakukan di Universitas California, San Diego
Amerika Serikat, dimana penelitian tersebut membandingkan 25 orang yang
mengalami insomnia dengan 25 orang yang tidak memiliki masalah tidur
didapatkan hasil bahwa kelompok yang mengalami masalah insomnia
menunjukkan tingkah lambat bereaksi dan kesulitan mengingat hal-hal tertentu.7
Konsekuensi dari penyakit insomnia sangat banyak bahkan hingga
menimbulkan kerugian secara ekonomi. Hal inilah yang mendasari insomnia
sebagai masalah yang serius pada tingkat pelayanan kesehatan primer, sehingga
dokter umum sebagai gerbang terdepan pelayanan kesehatan primer dituntut untuk
menguasai kompetensi penyakit insomnia dengan baik. Dokter umum harus
mampu mendiagnosis insomnia serta mampu melakukan penatalaksanaan yang
tepat dan hingga masalah insomnia pada pasien tersebut selesai..
1.2 Rumusan masalah
2
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang
diangkat adalah mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gejala,
diagnosis dan penatalaksanaan insomnia.
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah :
1. Memahami tentang insomnia dan penatalaksanaannya dalam psikiatri.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran,
khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau - Rumah Sakit
Jiwa Tampan.
1.4 Metode penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengaju
pada beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi insomnia
Insomnia adalah gangguan dan pengalaman tidur yang tidak adekuat dan
ditandai oleh kesulitan untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur,
terutama sering terbangun saat tidur dan bangun terlalu awal serta merasa badan
tidak segar meskipun sudah tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas maupun
kualitas.8
2.2 Epidemiologi insomnia
Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
dikeluhkan masyarakat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasus dan
kriteria diagnostik yang spesifik, sehingga estimasi prevalensi insomnia memiliki
rentang sekitar 10% hingga 40%. Penelitian di Korea Selatan menunjukkan
bagaimana variasi angka prevalensi insomnia berdasarkan definisinya. Ketika
insomnia didefinisikan berdasarkan frekuensi tidur (gejala muncul selama 3
malam dalam 1 minggu) maka angkanya menjadi 17%. Bila definisinya mengarah
pada kesulitan dalam mempertahankan tidur, nilainya menjadi 11,5%. Dengan
menggunakan DSM-IV nilainya menjadi 5%.9
Survey di Singapura menunjukkan 8% sampai 10% pasien yang datang ke
dokter umum mengeluhkan gejala insomnia.10 Penelitian ini menunjukkan
kuantitas pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit.
Sebuah artikel menyatakan riset internasional yang telah dilakukan US Census
Bureau, International Data Base tahun 2004 terhadap penduduk Indonesia
menyatakan bahwa dari 238.452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 28.035
4
juta jiwa (11,7%) terjangkit insomnia.11 Angka ini membuat insomnia sebagai
salah satu gangguan paling banyak yang dikeluhkan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan jenis insomnianya, hasil penelitian di Amerika Serikat yang
menggunakan DSM-IV menunjukkan 20% sampai 49% penduduk dewasa
mengidap insomnia intermiten dan 10 sampai 20% mengidap insomnia kronis, di
mana 25% dari pengidap insomnia kronis terdiagnosis sebagai insomnia primer.
Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia (65 tahun ke atas). Wanita
lebih sering 1,5 kali mengidap insomnia dibandingkan pria dan 20-40% lansia
mengeluhkan gejala-gejala pada insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.12
2.3 Etiologi insomnia
Faktor pencetus untuk terjadinya insomnia adalah:13
1. Faktor psikologi
Stress karena beban fikiran yang terlalu banyak, cemas terhadap suatu
masalah dan sering bangun lebih pagi dari biasanya pada kondisi yang tidak
diinginkan atau depresi merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya
insomnia.
2. Penyakit fisik
Orang yang sakit dapat menyebabkan seseorang tidak dapat tidur dengan
nyenyak sehingga dapat timbulnya gangguan tidur. Penyakit hipertensi, asma
dan jantung koroner dapat menyebabkan seseorang mengalami sesak nafas,
nyeri dada tiba-tiba dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang mengalami frekuensi sering terbangun sehingga
dapat memicu terjadinya insomnia.
5
3. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan peranan penting terjadinya insomnia. Lingkungan
yang bising dan perubahan suhu dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
pola tidur sehingga memicu terjadinya insomnia.
4. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti mengonsumsi alkohol, rokok, kopi
dan jam kerja yang tidak teratur dapat memicu timbulnya insomnia
Penyebab insomnia oleh Ernest L. Hartmann, M.D dapat diuraikan pada
tabel 2.1 berikut:3
Gejala Insomnia sekunder karena kondisi medis
Insomnia sekunder karena kondisi psikiatrik atau lingkungan
Sulit jatuh tidur
Tiap kondisi yang tidak menyenangkan atau menyakitkanLesi SSP
KecemasanKecemasan ketegangan, otot-ototPerubahan lingkunganGangguan tidur irama sirkardian
Sulit tetap tidur
Sindroma apnea tidurMioklonus nokturnal dan sindroma tungkai gelisah (restless legs syndrome)Faktor dietKejadian episodikEfek zat langsung, termasuk alkoholEfek putus zat, termasuk alkoholInteraksi zatPenyakit endokrin atau metabolikPenyakit infeksi, neoplastikKondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkanLesi atau penyakit batang otak atau hipotalamusUsia tua
Depresi, terutama depresi primerPerubahan lingkunganGangguan tidur irama sirkardianGangguan stress pasca traumatikSkizofrenia
2.4 Klasifikasi insomnia
6
Insomnia dibagi menjadi insomnia primer dan sekunder. Menurut DSM-
IV, insomnia primer tidak disebabkan oleh medis, namun perilaku yang diduga
sebagai faktor pencetus dari insomnia primer. Sedangkan insomnia sekunder,
disebabkan oleh faktor medis. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan
tempat tidur sering menjadi penyebab insomnia primer. Masalah psikologis,
seperti depresi, masalah fisik seperti arthritis dan diabetes serta penggunaan
alkohol dapat menyebabkan insomnia sekunder.2,14
Berdasarkan waktunya, insomnia dibagi menjadi :15
1. Insomnia transient merupakan insomnia yang berlangsung beberapa
malam, kurang dari 1 minggu dan biasanya berhubungan dengan kejadian
tertentu yang bersifat sementara. Orang dengan insomnia ini, jarang sekali
datang ke dokter.
2. Insomnia jangka pendek (akut) adalah insomnia yang terjadi dalam jangka
waktu yang pendek yaitu 2-3 minggu. Kondisi ini mengganggu orang yang
dalam keadaan stress, berada di lingkungan yang ramai dan bising, berada
di lingkungan dengan perubahan suhu yang ekstrim, perubahan jadwal
kerja dan efek samping dari pengobatan. Kondisi ini cukup mengganggu
dan penderita harus segera mendapatkan penanganan.
3. Insomnia jangka panjang (kronis) merupakan insomnia yang dialami tiap
malam selama 1 bulan atau lebih. Insomnia jangka panjang ini dapat
mengganggu kualitas hidup juga mengganggu mental dan fisik. Jenis
insomnia ini cenderung mengeluhkan stamina yang buruk untuk
menyelesaikan tugas rutinnya dan sulit berkonsentrasi, mudah
tersinggung, iritabel dan gelisah.
7
2.5 Gejala insomnia
National Center for Sleep Disorders Research menyatakan bahwa
insomnia merupakan pengalaman tidur yang tidak adekuat, ditandai satu atau
lebih gejala berikut, yaitu :5
1. Sulit memulai tidur
2. Sulit mempertahankan tidur
3. Bangun terlalu cepat di pagi hari
4. Badan tidak segar meskipun sudah tidur.
Kesulitan memulai tidur adalah keluhan yang paling sering pada penderita
insomnia, lalu diikuti oleh sulit mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.
Namun biasanya penderita melaporkan kombinasi dari ketiga keluhan tersebut.
Jika insomnia yang dialami berulang-ulang dapat meningkatkan kekhawatiran
tidak bisa tidur. Biasanya mengeluh tidak cukup tidur, banyak masalah pribadi,
gangguan kesehatan bahkan khawatir dapat menyebabkan kematian.8
Gejala insomnia yang merupakan keluhan tidur buruk seperti kurang tidur,
waktu untuk memulai tidur yang terlalu lama, kualitas tidur yang buruk, gangguan
fungsi di siang hari, seperti kelelahan, kurang konsentrasi, gangguan memori dan
gangguan suasana hati. Apabila penderita mengatakan mereka tidak bisa tidur
berarti mereka mengalami kesulitan tidur sepanjang hari, bukan hanya di malam
hari. Jika mereka dapat tidur di siang hari, mereka mengalami gangguan irama
sirkardian karena sulit tidur di malam hari.13
2.6 Diagnosis insomnia
Gambaran klinis untuk mendiagnosis pasien insomnia yaitu:5
8
1. Keluhan sulit masuk tidur, mempertahankan tidur dan kualitas tidur
yang buruk
2. Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal
satu bulan
3. Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan kekhawatiran yang berlebihan
4. Tidak puas secara kualitas dan kuantitas dari tidurnya yang keduanya
menyebabkan berbagai gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Apabila ketidakpuasan kuantitas dan/atau kualitas tidur merupakan satu-
satunya keluhan pasien, maka gangguan ini harus dimasukkan dalam kelompok
diagnosis insomnia. Adanya gejala psikiatrik lain seperti depresi, ansietas atau
obsesi tidak menyingkirkan diagnosis insomnia. Insomnia juga berhubungan
dengan gangguan fisik yang disertai dengan nyeri dan kegelisahan atau dengan
penggunaan obat tertentu. Kode untuk gangguan tidur insomnia ini adalah F51.0.
Kode ini tidak digunakan untuk insomnia transient/sementara. Gangguan tidur
sementara adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Jadi beberapa
malam tidak tidur yang berkaitan dengan stresor psikososial tidak dimasukkan
dalam kode ini, tetapi dapat dianggap sebagai bagian dari reaksi stres akut (F43.0)
atau gangguan penyesuaian (F43.2).5
2.7 Penatalaksanaan insomnia
Terapi untuk insomnia ada 2 yaitu nonfarmakologi dan farmakologi.
9
1. Terapi nonfarmakologi
a. Higiene tidur
Lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat
mutlak untuk gangguan tidur. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak
nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur.
Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan.
Perubahan kebiasaaan, sikap dan lingkungan ini efektif untuk
memperbaiki tidur. Edukasi tentang higiene tidur merupakan intervensi
efektif yang tidak memerlukan biaya.2,16
b. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering
dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Ada beberapa
instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia, yaitu:2,13,16
1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk
2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur
3. Tidak menonton televisi, membaca, makan dan menelpon ditempat
tidur
4. Tidak berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah
frustasi jika tidak bisa tidur
5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi
ke ruang lain, kerjakan sesuatu, masuk kamar tidur setelah kantuk
datang kembali
6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu
tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu)
10
7. Menghindari tidur di siang hari
8. Tidak menggunakan stimulansia seperti kopi dan rokok dalam 4-6
jam sebelum tidur
c. Sleep restriction therapy
Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur
tanpa bisa tertidur, misalnya bila pasien mengatakan bahwa ia hanya
tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat
tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus
dihindari. Terapi pembatasan tidur ini, secara berangsur-angsur dapat
mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.2,13,16
d. Terapi relaksasi dan Biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnotis
diri sendiri, relaksasi dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
rileks dan menjadi cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien
membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu
memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah
relaksasi. Umpan–balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien
tentang perbaikan yang didapat.2,13,16
e. Nutrisi
Melatonin adalah hormin yang disekresikan oleh glandula pineal.
Salah satu dari fungsi primernya adalah regulasi dari ritme sirkadian dan
tidur. Berdasarkan peran fisiologisnya, melatonin eksogen telah lama
digunakan untuk memanipulasi ritme sirkadian dan merangsang tidur. Saat
ini telah ada produk suplemen yang mengkombinasikan magnesium,
11
kalsium dan melatonin. Vitamin B kompleks dapat membantu penderita
insomnia karena mendorong tercapainya kondisi istirahat. Diet sehari-hari
juga perlu diperhatikan. Konsumsi karbohidrat kompleks seperti roti atau
crakers yang dapat membantu tidur. Karbohidrat dapat memacu
pengeluaran serotonin yaitu suatu neurotansmitter otak yang merangsang
kantuk.3,17
Segelas susu hangat dan madu juga dapat dikonsumsi karena susu
banyak mengandung asam amino triptopan yang membantu pengeluaran
serotonin sehingga memudahkan tidur. Pada saat makan malam sebaiknya
juga mengkonsumsi kacang-kacangan dan ikan atau daging ayam karena
jenis makanan tersebut kaya niasin (vitamin B3) yang membantu
pengeluaran serotonin. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan
dengan bumbu yang menyengat, kafein, alkohol, karbohidrat sederhana
(gula, sirup), makanan yang mengandung pengawet dan makanan kaleng.
Makanan berprotein tinggi seperti daging sapi dapat mencegah produksi
serotonin sehingga terjaga terus menerus. Gula dan sirup dapat
meningkatkan gula darah dan penghasil energi yang cepat sehingga akan
mengganggu tidur. Monosodium glutamate (MSG) sebaiknya dihindari
karena dapat memicu reaksi simultan. Menghindari keju, cokelat, sayur
bayam dan tomat menjelang tidur juga dianjurkan karena semuanya
mengandung tyramin yang merangsang pengeluaran norepinefrin sehingga
terjaga terus menerus.3
2. Terapi farmakologi
12
Farmakoterapi merupakan komponen terapi yang dibutuhkan untuk
mengatasi insomnia jika terapi nonfarmakologi yang dilakukan tidak
berhasil. Terapi dengan obat hipnotik adekuat untuk mengatasi atau
mengontrol insomnia transient (sepintas), demikian pula dengan insomnia
kronis diberikan sebagai terapi pelengkap. Insomnia dapat diobati dengan
berbagai jenis senyawa dengan aksi yang beragam, senyawa yang dapat
diberikan seperti sedatif contohnya barbiturat, benzodiazepin, phenotiazine
dan haloperidol, betablockers, antihistamin, antikonvulsan, analgetik.
Pengobatan dengan haloperidol harus hati-hati karena bisa menimbulkan
efek samping berupa depresi dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita
hamil karena bisa mengakibatkan efek teratogenik.18 Farmakoterapi untuk
insomnia jangka pendek (short term) dapat diberikan triazolam (halcion)
0,125-0,25 mg atau jenis benzodiazepin lainnya yang bekerja cepat
sedangkan untuk insomnia jangka panjang (long term) diberikan
neuroleptika dengan dosis kecil seperti klorpromazin, levomepromazin dan
tioridazin.19
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan
utama untuk mengatasi baik insomnia primer maupun insomnia
sekunder.16 Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat
gangguan koordinasi motorik sering ditemukan.2
BAB III
13
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
1. Insomnia adalah gangguan dan pengalaman tidur yang tidak adekuat yang
ditandai oleh kesulitan untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur,
terutama sering terbangun saat tidur dan bangun terlalu awal di pagi
harinya dan tidak dapat tidur lagi, serta merasa badan tidak segar dalam
beraktifitas meskipun sudah tidur.
2. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling banyak dikeluhkan
masyarakat Indonesia, yaitu sekitar 11,7% penduduk.
3. Faktor pencetus terjadinya insomnia secara garis besar diakibatkan oleh
beberapa penyebab, yaitu faktor psikologis, penyakit fisik, faktor
lingkungan dan gaya hidup.
4. Insomnia dibagi menjadi insomnia primer dan sekunder, berdasarkan
waktunya insomnia dibagi menjadi insomnia transient, insomnia jangka
pendek (akut) dan insomnia jangka panjang (kronik).
5. Gejala insomnia dapat ditandai oleh salah satu gejala berikut, yaitu sulit
memulai tidur, sulit mempertahankan tidur, bangun teralu cepat di pagi
hari dan badan tidak segar meskipun sudah tidur.
6. Terapi insomnia meliputi terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
nonfarmakologi merupakan terapi pilihan pertama yang diharapkan dapat
mengatasi gejala isomnia, jika terapi tersebut tidak berhasil maka
dilanjutkan dengan terapi farmakologi.
14
7. Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan cara menjaga higiene
tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep restriction therapy, terapi
relaksasi dan biofeedback dan terapi nutrisi.
8. Pada terapi farmakologi, benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap
menjadi pilihan utama untuk mengatasi baik insomnia primer maupun
insomnia sekunder. Efek samping yang sering ditemukan berupa
penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik.
3.2 Saran
Tidur merupakan kebutuhan tubuh untuk menunjang proses fisiologis,
sehingga menjaga kualitas dan kuantitas tidur merupakan bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari. Jika kualitas ataupun kuantitas tidur terganggu akibat
insomnia maka dapat berakibat buruk terhadap tubuh berupa kelelahan pada
individu di siang hari, perasaan mudah berubah, mengantuk, kecemasan mengenai
tidur, kurang berenergi, sakit kepala dan sulit berkonsentrasi. Sehingga perlu
pemahaman yang baik tentang penatalaksanaan yang tepat dalam mengatasi
insomnia agar dampak buruk akibat gangguan tidur (insomnia) dapat dihindari.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Halimul A. Pengertian tidur menurut para ahli. 2013. [Cited 25 Juni 2015].
Available from: http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-tidur-menurut-
para-ahli.html.
2. Amir N. Gangguan tidur pada lanjut usia; Diagnosis dan penatalaksanaan.
Jakarta: Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo; 2007.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis edisi ketujuh jilid dua. Jakarta : Binarupa Aksara,
1997.
4. Dipiro, J.T., Robert L.T., Gary C.Y, Gary R.M, Barbara G.W, and
Michael P. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th
Edition. United States of America: The Mc Graw-Hill Companies, Inc.
5. World Health Organization. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesia III (PPDGJ III); cetakan pertama. Departemen Kesehatan
RI; 1993.
6. The international classification of sleep disorders: diagnostic & coding
manual, ICDS-2. 2nd ed. Westchester, III. American Academy of Sleep
Medicine, 2005.
7. BBC Indonesia : Insomnia mempengaruhi kerja otak. 2013. [Cited 25 Juni
2015]. Available from:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2013/08/130831_iptek_insomnia
8. Sadock BJ. Sadock VA. Synopsis of psychiatry: 9th ediritin. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2003; 55-65.
9. Evelyn Mai, Daniel J. Buysse. 2009. Insomnia: Prevalence Impact,
Pathogenesis, Differential Diagnosis, and Evaluation.Fall; p.491-498.
10. R Mahendran. 2001. Characteristics of Patients Referred to an Insomnia
Clinic. Singapore Med J Vol 42(2); p. 064-066.
16
11. Anonim. 28 Juta Orang Indonesia Terkena Insomnia.(akses 20 Januari 2011).
Download dari situs: http://balagu.com/health/?p=8/
12. Kumar Budur, Charlos Rodriguez, Nancy Foldvary-Schaefer. 2007. Advance
in Treating Insomnia. Cleveland Clinic Journal of Medicine Vol 74 No.4;
p.251-266.
13. Wilson S, Nutt D. Sleep disorders. New York: Oxford University Press;
2008.
14. Pallesen S, Nordhus IH, Kvale G, Havik OE, Nielsen GH, Johnson BH, et all
(2002). Psychological characteristics of elderly insomniacs. Scandinavian
Journal of Psychology, 43, 425-432. Available from :
http://www.bergensleep.com/files/psychological%20characteristics%20of
%20elderly%20insomniacs.pdf
15. Damping E. Gangguan tidur sebagai gejala gangguan jiwa. Jiwa, Majalah
Psikiatri 1997; XXXV: 34-39.
16. Prayitno A. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan
penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Universitas Trisakti; 2002: 21:1.
17. Hughes RJ, Badia P. Sleep-promoting and hypotermic effects of daytime
melatonin administration in humans sleeps; 1997; 20: 124-131.
18. Lumbantobing. Gangguan tidur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2004.
19. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat: Pedoman pembinaan kesehatan jiwa
usia lanjut bagi petugas kesehatan. Diunduh dari
http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman%20keswa_lansia.pdf
17