referat kalium deddy
DESCRIPTION
bjkbbgkjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang (K) dengan nomor atom 19. Kalium berbentuk logam lunak berwarna
putih keperakan dan termasuk golongan alkali tanah. Secara alami, kalium
ditemukan sebagai senyawa dengan unsur lain yang ada di dalam air laut atau
mineral lainnya. Kalium memiliki sifat teroksidasi sangat cepat dengan udara dan
sangat reaktif terutama dalam air, dan secara kimiawi memiliki sifat yang mirip
dengan natrium. Sumber kalium terbesar terdapat dalam sayur-sayuran, buah-
buahan terutama pisang dan avokado, serta beberapa kacang-kacangan.1
Di dalam tubuh kalium akan mempunyai fungsi dalam menjaga
keseimbangan cairan-elektrolit dan keseimbangan asam basa. Selain itu, bersama
dengan kalsium (Ca) dan natrium (Na), kalium berperan dalam transmisi saraf,
pengaturan enzim dan kontraksi otot. Ginjal adalah organ tubuh yang berperan
sebagai regulator utama bagi mineral kalium agar kadarnya tetap seimbang serta
mengontrol ekskresi dari kalium agar tidak berlebihan di dalam darah. Kadar
kalium yang tinggi dapat meningkatkan ekskresi dari natrium, sehingga dapat
menurunkan volume dan tekanan darah.1,5
Hiperkalemia, didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar kalium serum
yang lebih besar dari 5,3 meq/L. Di Amerika Serikat, terutama pada pasien-pasien
yang dirawat inap, angka kejadian hiperkalemia berkisar antara 1-10%. Di
berbagai negara seperti Inggris, Australia, dan berbagai Negara di Asia, angka
kejadian hiperkalemia berkisar sekitar 10% dari populasi. Dua puluh delapan
persen pasien dengan tingkat kalium serum lebih besar dari 7 mEq / L meninggal,
dibandingkan dengan 9% dari mereka dengan tingkat kalium di bawah 6,5 mEq /
L. Dalam 7 dari 58 kematian, penyebab kematian secara langsung terkait dengan
hiperkalemia. Sebagian besar kasus yang mengakibatkan kematian yang rumit
oleh gagal ginjal.1,3
Hipokalemia (K serum < 3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan
elektrolit yang ditemukan pada pasien rawat inap. Di Amerika, 20% dari pasien
rawat inap didapati mengalami hipokalemia, namun hipokalemia yang bermakna
klinik hanya terjadi pada 4-5% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-
jalan yang mendapat diuretik sebesar 40%. Walaupun kadar kalium dalam serum
hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh dan pada banyak kasus tidak
mencerminkan kadar kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena semua
intervensi medis untuk mengatasi hipokalemia berpatokan pada kadar kalium
serum.3
Faktor risiko terjadinya hiperkalemia mencakup usia lanjut, adanya gagal
ginjal, diabetes mellitus, dan gagal jantung. Selain itu, satu laporan mengenai
peningkatan insiden hiperkalemia juga terjadi pada pasien dengan kanker dan
penyakit gastrointestinal. Penggunaan suplemen kalium dan potassium-sparing
diuretic, pada pasien dengan insufisiensi ginjal turut memberikan kontribusi
terhadap hiperkalemia di hampir satu setengah dari seluruh kasus hiperkalemia.2
konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal
yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang
melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar
dalam waktu yang lama atau polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan
oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-
hari.2
1.2 Tujuan
1. Mengetahui gambaran klinis dan penatalaksanaan pada penderita dengan
kondisi hiperkalemia.
2. Mengetahui gambaran klinis dan penatalaksanaan pada penderita dengan
kondisi hipokalemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi Cairan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, cairan akan terdistridusi ke dalam 2
kompartemen utama yaitu cairan intraselular (ICF) dan cairan ekstrasellular
(ECF). Cairan intraselular adalah cairan yang terdapat di dalam sel sedangkan
cairan ekstraselular adalah cairan yang terdapat di luar sel. Kedua kompartemen
ini dipisahkan oleh sel membran yang memiliki permeabilitas tertentu. Hampir
67% dari total air dalam tubuh (Body’s Water), terdapat di dalam cairan
intrasellular dan 33% sisanya akan berada pada cairan ekstrasellular. Air yang
berada di dalam cairan ekstrasellular ini kemudian akan terdistribusi kembali
kedalam 2 Sub-Kompartemen yaitu pada cairan interstisial (ISF) dan cairan
intravaskular (plasma darah). 75% dari air pada kompartemen cairan ekstraselular
ini akan terdapat pada sela-sela sel (cairan interstisial) dan 25%-nya akan berada
pada plasma darah (cairan intravaskular). Pendistribusian air di dalam 2
kompartemen utama (Cairan Intrasellular dan Cairan Ekstrasellular) ini sangat
bergantung pada jumlah elektrolit dan makromolekul yang terdapat dalam kedua
kompartemen tersebut. Karena sel membran yang memisahkan kedua
kompartemen ini memiliki permeabilitas yang berbeda untuk tiap zat, maka
konsentrasi larutan (osmolality) pada kedua kompartemen juga akan berbeda.2,5
2.2 Elektrolit
Elektrolit yang terdapat pada cairan tubuh akan berada dalam bentuk ion
bebas (free ions). Secara umum elektrolit dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis
yaitu kation dan anion. Jika elektrolit mempunyai muatan positif (+) maka
elektrolit tersebut disebut sebagai kation sedangkan jika elektrolit tersebut
mempunyai muatan negatif (-) maka elektrolit tersebut disebut sebagai anion.
Contoh dari kation adalah natrium (Na) dan nalium (K) & contoh dari anion
adalah klorida (Cl) dan bikarbonat (HCO). Elektrolit-elektrolit yang terdapat
dalam jumlah besar di dalam tubuh antara lain adalah natrium (Na), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorida (Cl), bikarbonat (HCO), fosfat (HPO) dan
sulfat (SO) Di dalam tubuh manusia, kesetimbangan antara air (H O)-elektrolit
diatur secara ketat agar sel-sel 2 dan organ tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Pada tubuh manusia, elektrolit-elektrolit ini akan memiliki fungsi antara lain
dalam menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur pendistribusian cairan ke dalam
kompartemen badan air (body’s fluid compartement), menjaga pH tubuh dan juga
akan terlibat dalam setiap reaksi oksidasi dan reduksi serta ikut berperan dalam
setiap proses metabolisme.4,5
2.3 Mineral
Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia
dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 1000 mg/hari, sedangkan mineral mikro
(Trace) merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100
mg /hari dan menyusun lebih kurang dari 0.01% dari total berat badan. Mineral
yang termasuk di dalam kategori mineral makro utama adalah kalsium (Ca),
fosfor (P), magnesium (Mg), sulfur (S), kalium (K), klorida (Cl), dan natrium
(Na). Sedangkan mineral mikro terdiri dari kromium (Cr), tembaga (Cu), fluoride
(F), yodium (I) , besi (Fe), mangan (Mn), silisium (Si) and seng (Zn). Dalam
komposisi air keringat, tiga mineral utama yaitu natrium, kalium & klorida
merupakan mineral dengan konsentrasi terbesar yang terdapat di dalamnya.
Sehingga dengan semakin besar laju pengeluaran keringat, maka laju kehilangan
natrium , kalium dan klorida dari dalam tubuh juga akan semakin besar.1,4,5
2.4 Kalium
Kalium merupakan ion bermuatan positif (kation) utama yang terdapat di
dalam cairan intrasellular (ICF) dengan konsentrasi ±150 mmol/L. Sekitar 90%
dari total kalium tubuh akan berada di dalam kompartemen intraseluler. Sekitar
0.4% dari total kalium tubuh akan terdistribusi ke dalam ruangan vascular yang
terdapat pada cairan ekstraselular dengan konsentrasi antara 3.5-5.0 mmol /L.
Rasio kalium intraseluler-ekstraseluler sangat penting dalam menentukan potensi
membran selular. Perubahan kecil dalam tingkat kalium ekstraselular dapat
memiliki efek mendalam pada fungsi sistem kardiovaskular dan neuromuskular.
Konsentrasi total kalium di dalam tubuh diperkirakan sebanyak 2g/kg berat badan.
Namun jumlah ini dapat bervariasi bergantung terhadap beberapa faktor seperti
jenis kelamin, umur dan massa otot (muscle mass). Kebutuhan minimum kalium
diperkirakan sebesar 782 mg/hari. Di dalam tubuh kalium akan mempunyai fungsi
dalam menjaga keseimbangan cairan-elektrolit dan keseimbangan asam basa.
Selain itu, bersama dengan kalsium (Ca ) dan natrium (Na ), kalium akan berperan
dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot. Hampir sama dengan
natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat diserap oleh
tubuh. Setiap kelebihan kalium yang terdapat di dalam tubuh akan dikeluarkan
melalui urin serta keringat.5
2.5 Metabolisme Kalium Tubuh
Konsentrasi Kalium cairan Ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat
kira-kira 4,2 mEq/liter, jarang sekali naik atau turun lebih dari 0,3 mEq/liter.
Pengaturan yang tepat ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitif terhadap
perubahan konsentrasi kalium di ekstraseluler. Sebagai contoh, peningkatan
konsentrasi kalium plasma hanya 4 mEq/liter dapat menyebabkan aritmia jantung
dan konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung akibat
fibrilasi.5,8
Kesulitan khusus dalam mengatur konsentrasi kalium ekstraseluler
adalah kenyataan bahwa sekitar 95 % kalium tubuh total terkandung di dalam sel
dan hanya 2 % di dalam cairan ekstraseluler. Untuk seorang manusia dewasa
dengan berat 70 kg, yang memiliki sekitar 28 liter cairan intraseluler dan 14 liter
cairan ekstraseluler, sekitar 3920 miliekuivalen kalium terdapat di dalam sel dan
hanya sekitar 59 miliekuivalen di dalam cairan ekstraseluler.8
Oleh karena itu, kegagalan untuk menghilangkan dengan cepat cairan
ekstraseluler untuk kalium yang dicerna dapat menyebabkan hiperkalemia.
Demikian juga, sedikit kehilangan kalium dari cairan ekstraseluler, dapat
menyebabkan hipokalemia. Pengaturan keseimbangan kalium terutama
bergantung pada ekskresi oleh ginjal karena jumlah yang diekskresikan dalam
fesses hanya sekitar 5-10 % dari asupan kalium. Pengaturan kalium membutuhkan
penyesuaian ginjal terhadap ekskresi kaliumnya dengan cepat dan tepat untuk
variasi asupan yang besar, seperti kebanyakan elektrolit lainnya. Faktor-Faktor
yang mempengaruhi sekresi kalium, diantaranya adalah peningkatan konsentrasi
kalium ekstraseluler, peningkatan hormon aldosteron, dan peningkatan laju aliran
tubulus.8
2.6 Ekskesi Kalium oleh Ginjal
Ekskresi kalium ditentukan oleh jumlah dari ketiga proses ginjal, yakni
laju filtrasi glomerolus (GFR) dikali dengan konsentrasi kalium dalam plasma,
Laju reabsorpsi kalium oleh tubulus dan laju sekresi kalium oleh tubulus.
Penurunan laju filtrasi glomerolus (GFR) yang berat pada beberapa penyakit
ginjal tertentu, dapat menyebabkan akumulasi kalium yang berlebihan
(hiperkalemia).5
2.7 Hipokalemia
Disebut Hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5
mEq/liter. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik.
Penyebab hipokalemia antara lain asupan kalium yang kurang, pengeluaran
kalium yang berlebihan dari saluran cerna atau ginjal atau keringat, kalium masuk
ke dalam sel. Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain
muntah, selang nasogastrik, diare atau penggunaan pencahar. Pada keadaan
muntah atau pemasangan selang naso-gastrik, pengeluaran kalium bukan melalui
saluran cerna atas, karena kadar kalium dalam cairan gastrik hanya sedikit, akan
tetapi pengeluaran kalium banyak melalui ginjal. Akibat muntah atau selang
nasogastrik, terjadi alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi
di glomerolus yang akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes)
yang juga dibantu dengan adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia
akibat muntah. Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin
dan terjadi hipokalemia.2
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada
pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid primer atau
hiperaldosteronisme (adenoma kelenjar adrenal). Anion yang tidak dapat
direabsorpsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam tubulus (bikarbonat,
beta-hidroksibutirat, hippurat) menyebabkan lumen duktus kolligentes lebih
bermuatan negatif dan menarik kalium masuk ke dalam lumen lalu dikeluarkan
dengan urin. Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila
dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas, sehingga produksi keringat
mencapai 10 L. Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2-agonis),
paralisis periodik hipokalemik, hipotermia.2,4
Gambar 2.1 Pengaruh obat-obatan pada penderita hipokalemia8
2.8 Gejala Klinis
Gejala-gejala yang dapat timbul bila tubuh kekurangan kalium antara lain
kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, “restless legs syndrome”
merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3
mEq/liter. Penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau
rabdomiolisis. Akibat bagi jantung dapat memicu timbulnya fibrilasi atrium,
takikardi ventrikuler. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel pada
keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan arus re-entry.2,4
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus
proksimal dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga
menimbulkan poliuria dan polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan
produksi NH4 dan bikarbonat di tubulus proksimal yang akan menimbulkan
alkalosis metabolik. Meningkatnya NH4 (amonia) dapat mencetuskan koma pada
pasien dengan gangguan fungsi hati.2
2.9 Diagnosis
Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium
melalui ginjal turun hingga kurang dari 25 mEq per hari sedang ekskresi kalium
dalam urin lebih dari 40 meq per hari menandakan adanya pembuangan kalium
yang berlebihan melalui ginjal. Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal
dengan disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya pembuangan
kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau
penggunaan pencahar. Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal dengan
disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya ketoasidosis diabetik atau
adanya RTA (renal tubular acidosis) distal ataupun proksimal. Ekskresi kalium
dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, pertanda dari muntah kronik atau
pemberian diuretik lama. Ekskresi kalium urin tinggi disertai alkalosis metabolik
dan tekanan darah rendah, pertanda dari Sindrom Bartter. Ekskresi kalium dalam
urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah tinggi, pertanda dari
hiperaldosteronisme primer.2,5
2.9.1 Gambaran EKG
Gambar 2.2 Gelombang EKG Hipokalemia10
Kadar kalium yang rendah, meningkatkan iritabilitas sistem konduksi dan
miokardium, meningkatkan kemungkinan dan frekuensi ektopik ventrikel.
Hipokalemia menghasilkan gelombang T yang rata. Interval QT memanjang.
Gelombang T dengan amplitudo rendah, karena hipokalemia merupakan alasan
yang lazim bahwa interval QT sulit untuk diukur dengan pasti. Mungkin terdapat
depresi segmen ST difus yang tampak seperti iskemia subendokardium.
Gelombang U juga kadang-kadang terlihat pada EKG. Pada kadar kalium 1,7
meq/l gambaran EKG dengan segmen QT dan QTc secara dramatis menjadi
memanjang.10
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam :
a. Indikasi Mutlak
Pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan pasien
sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien
dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan hipokalemia berat ( K<2
meq/l).
b. Indikasi Kuat
Kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan
insufisiensi koroner / iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien
memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke
intrasel.
c. Indikasi sedang
Pemberian kalium pada indikasi sedang diberikan pada pasien dengan
hipokalemia ringan ( K antara 3-3,5 meq/l ).
Pemberian kalium lebih sering dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikkan kalium sebesar 1-1,5 meq/l, sedangkan
pemberian 135-160 meq dapat menaikkan kalium sebesar 2,5-3,5 meq/l.
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatam 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang
berbahaya atau kelumpuhan otot pernafasan, dapat diberikan dengan kecepatan
40-100 meq/jam.KCl dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc Na Cl isotonik.
Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonik
1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat terjadi
sklerosis vena.2
2.11 Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia bila kadar kalium dalam plasma lebih dari 5
meq/liter. Dalam keadaan normal jarang terjadi hiperkalemia oleh karena adanya
adaptasi tubuh. Penyebab hiperkalemia diantaranya adalah keluarnya kalium dari
intrasel ke ekstrasel, berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal. Keluarnya
kalium dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik, defisiensi insulin,
katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat β-adrenergik,
pseudo-hiperkalemia akibat pengambilan sampel darah di laboratorium yang
mengakibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan olahraga. Berkurangnya
ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan hipoaldosteronisme, gagal
ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin.2,6
2.11.1 Gambaran EKG
Gambar 2.3 Gelombang EKG hiperkalemia10
Kadar Kalium serum yang tinggi menekan konduksi dan pembentukan
impuls di seluruh miokardium. Ini menghasilkan gelombang P yang rata,
kompleks QRS yang lebar dan gelombang T yang tinggi.10
2.12 Gejala Klinis
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel sehingga
dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi lebih mudah terjadi. Dalam
klinik ditemukan gejala akibat gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot
sampai dengan paralisis sehingga pasien merasa sesak nafas. Gejala ini timbul
pada kadar K> 7 meq/l atau kenaikan yang terjadi dalam waktu cepat. Dalam
keadaan asidosis metabolik dan hipokalsemi, mempermudah timbulnya gejala
klinis hiperkalemia.2,6,7
2.13 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan hiperkalemia adalah :
1. Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel, dengan cara
memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit kemudian kalsium
langsung melindungi membran sel akibat hiperkalemia. Pada keadaan
hiperkalemia yang berat sambil menunggu efek insulin atau bikarbonta yang
diberikan ( baru bekerja = 60 menit ), kalsium dapat diberikan melalui tetesan
infus kalsium intravena. Kalsium glukonas 10 ml diberikan intravena dalam
waktu 2-3 menit dengan monitor EKG, bila perubahan EKG akibat
hiperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonas bisa diulang setelah 5
menit.
2. Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel dengan cara :
a. Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40 %, 50 ml bolus intravena, lalu
diikuti dengan infus dekstrosa 5 % untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia. Insulin akan memicu pompa NaK-ATPase memasukkan
kalium ke dalam sel, sedang glukosa / dekstrosa akan memicu pengeluaran
insulin endogen.
b. Pemberian natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sistemik.
Peningkatan pH akan merangsang ion-H ke luar dari dalam sel yang
kemudian menyebabkan ion kalium masuk ke dalam sel. Dalam keadaan
tanpa asidosis metabolik, natrium bikarbonat diberikan dalam dosis 50
meq intavena selama 10 menit. Bila dengan asidosis metabolik,
disesuaikan dengan keadaan asidosis metabolik yang ada.
c. Pemberian α-2 agonis baik secara inhalasi ataupun tetesan intravena, α-2
agonis akan merangsang pompa Na-K-ATPase, kalium masuk ke dalam
sel. Albuterol diberikan 10-20 mg.
3. Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh
a. Pemberian diuretik loop (furosemid) dan tiazid. Sifatnya hanya sementara
b. Pemberian resin penukar per oral dan suppositoria
c. Hemodialisis.2,7,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Heperlim ML, Goldstein MB.2000. Fluid, Electrolyt and acid-base
physiology. USA: Lippincott Williams and Wilkins Hal 367.
2. Isselbachter, K; Braundwald, E; Wilson. J.D; Martin, J.B; Fauci, A.S; Kesper,
D.L.2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta :
EGC Hal 2070-2073.
3. Siregar P, Roesma J, Suhardi D.A, Parsudi.2006. Gangguan Elektrolit dalam
klinik. Buku ajar penyakit dalam jilid II Edisi ke III. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unuversitas Indonesia.
4. Gisolfi, C.V.2003. Use of electrolytes in fluid replacement solutions.National
Academy Press : Washington D.C.
5. Guyton,A; Hall,J.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:EGC
Hal 1269.
6. Garth David MD.2002. Hypercalemia in emergency medicine treatment 3th
Edition. USA: Elsaviers Saunders Hal 35-36.
7. Schrier. R.W.2000. Renal and Electrolyt disorders 6th.. USA: Lippincot
Williams & Wilkins
8. Schwatz WB. 2004. Dissoders of fluid, electrolyte and acid-base balance.
Philadelphia: WB Saunders Co. Hal 1579
9. Departemen Kesehatan RI.2001. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:Pusat
Data Kesehatan.
10. Chiaramida, A;Green, J.2006. EKG 12-Sadapan Terpercaya. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 372-373