referat gmp fix aspek kesehatan kerja dalam bidang perkebunan
DESCRIPTION
referat gmp - aspek kesehatan kerja dalam bidang perkebunanTRANSCRIPT
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari
sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki memiliki arti yang
sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai wilayah. Sebagain besar
mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagaiperkebunan dan petani ,
sehingga sektor-sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi di perkebunan
adalah health risk. Oleh karena itu, ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah teknologi,
secara implicit akan terjadi perubahan factor risiko kesehatan
Penerapan teknologi baru di perkebunan memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan.
Demikian pula dengan penggunaan pestisida, seperti indikasi hama, takaran, teknik
penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya
khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban berjatuhan tanpa
intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang seyogyanya dilakukan dinas
kesehatan tingkat lokal maupun tingkat pusat.
Sektor perkebunan adalah yang paling berisiko dimana bahaya potensialnya cukup
kompleks dan beraneka ragam. Di Amerika Serikat, angka kematian 44/100.000
pekerja (lebih tinggi dari sektor konstruksi dan pertambangan maupun sektor
perhubungan). Angka morbiditas 56,4/10.000 pekerja, terdiri dari penyakit akibat
pestisida, kelainan kulit, gangguan muskuloskeletal, gangguan pernafasan, cedera, dan
gangguan pendengaran. Di Indonesia lebih dari 50% pekerja adalah sektor
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan dimana proses kerjanya dari
teknologi tradisional sampai modern.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dibahas kembali aspek kesehatan kerja dalam
bidang perkebunan karena program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sektor
perkebunan masih tertinggal dari sektor industri. Negara maju sudah lama mempunyai
program K3 khusus untuk sektor perkebunan sedangkan Indonesia masih sangat
tertinggal.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas
kepaniteraan klinik dokter perusahaan di PT GMP Lampung Tengah Ilmu Kedokteran
Komunitas (IKKOM) FK Unila.
Bab II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-
nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber
daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi
dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3
agar terjalan dengan baik.
B. Bahaya Spesifik di Sektor Perkebunan
1. Mekanisasi
- Angka kecelakaan kerja tertinggi di banyak negara dan belum menggambarkan
situasi sebenarnya.
- Beberapa survey menunjukkan angka kecelakaan dan kematiannya sama
dengan bidang tambang dan konstruksi.
- Penggunaan mesin terdapat bahaya potensial ergonomis, getaran, dan bising.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan berupa :
o Gangguan muskuloskeletal misalnya
o BP/LPB
o Trauma injury
o Ischialgia dan brachialgia
o Artritis
- Gangguan pendengaran : SNHL
- Kecelakaan kerja
Solusi:
o Desain ergonomis
o Pemeliharaan mesin
o Pendidikan K3 bagi pekerja
o APD
o Manajemen yang handal
2. Bahan kimia
Bahan kimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan berkenaan dengan
pekerjaannya. Salah satunya adalah bahan kimia sintetik yang digunakan untuk
kepentingan dan keperluan luas produksi perkebunan. Bahan tersebut meliputi
hormone pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, dan lain-lain.
a. Pestisida
Di Indonesia:
o peningkatan + 25%/tahun
o 265 jenis pestisida terdaftar
Bahan aktif pestisida yang banyak digunakan, yaitu
o Organopospat
o Golongan karbamat
o Organoklorin
o Piretroid
o Kelompok / Senyawa Bipiridilium
o Kelompok Arsen
o Kelompok antikoagulan
Tabel 1. Klasifikasi pestisida
Klasifikasi Bentuk Kimia Bahan Aktif Keterangan
1. Insektisida Botani
Carbamat
Organophosphat
Organochlorin
Nikotine
Pyrethrine
Rotenon
Carbaryl
Carbofuran
Methiocorb
Thiocarb
Dichlorovos
Dimethoat
Palathion
Malathion
Diazinon
Chlorpyrifos
DDT
Lindane
Dieldrin
Eldrin
Endosulfan
gammaHCH
Tembakau
Pyrtrum
-
toksik kontak
toksik sistemik
bekerja pada lambung
juga moluskisida
toksik kontak
toksik kontak,
sistemik
toksik kontak
toksik kontak
kontak dan ingesti
kontak, ingesti
persisten
persisten
kontak, ingesti
kontak, ingesti
Herbisida Aset anilid Atachlor Sifat residu
Amida
Diazinone
Carbamate
Triazine
Triazinone
Propachlor
Bentazaone
Chlorprophan
Asulam
Athrazin
Metribuzine
Metamitron
Kontak
Toksin kontak
Fungisida Inorganik
Benzimidazole
Hydrocarbon-
phenolik
Bordeaux mixture
Copper oxychlorid
Mercurous chloride
Sulfur
Thiabendazole
Tar oil
Protektan
Proteoktan
Protektan, sistemik
Protektan, kuratif
Pencegahan Keracunan Pestisida
a) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti
petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan
pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya
pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan
kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat dan mensosialisasikan
sebuah pedoman bagi masyarakat yang memanfaatkan Pestisida
PEDOMAN PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA
PESTISIDA atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara luas oleh masyarakat petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi serangga, juga merupakan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Karena itu perlu ditangani dengan baik dan hati-hati. Pestisida yang biasa kita dapat di pasaradalah dalam bentuk cair, tepung atau butiran. Ketiganya sama berbahayanyabagi kesehatan. Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, mulut, dan mata.
MEMBELI PESTISIDA1. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi2. Belilah pestisida yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan bahayanya. 3. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
MENGANGKUT PESTISIDA1. Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat 2. Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
MENYIMPAN PESTISIDA1. Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan jelas.2. Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas3. Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh darimakanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.4. Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor5. Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaranudara ).6. Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung7. Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.8. Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satuwadah dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran wadahnya.
MENYIAPKAN PESTISIDA1. Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celanapanjang, masker (penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangankaret. 2. Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yangakan dipakai. Jangan gunakan tangan
b) Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus eracunan
akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh
keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:
Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan
lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun
dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan
keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa
menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan
terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada
keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus
diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala
segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi
yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit.
Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita
selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak
timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan
diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.
Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan
cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu
diberikan obat-obat lain.
c) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
1) Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan
pakaian korban dan cuci/mandikan korban.
2) Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu
untuk menolong korban.
3) Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi
tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.
4) Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida
sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan
pertama.
Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia pekerja itu
sendiri seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman, pakaian
pelindung, dan lain-lain.
C. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Alat Pelindung Diri
Satu hal yang sering dilupakan oleh pekerja pada penggunaan pestisida adalah
contact poison. Oleh karena itu route of entry melalui kulit sangat efektif. Apalagi
kalau ada defect kelainan kulit atau bersama keringat, penyerapan akan lebih
efektif. Pekerja umumnya kurang mengetahui hal ini, mereka umumnya suka
menggunakan masker dan sarung tangan seadanya, ketimbang menutupi dirinya
dengan pakaian pelindung.
2. Faktor yang mempengaruhi perilaku pemajanan (behavioral exposure)
Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida di lapangan maka jumlah
pestisida yang kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh :
Tinggi tanaman
Umur
Pengalaman
Pendidikan dan Keterampilan
Arah dan kecepatan angin
Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah :
Pencampuran
Penyemprotan/penggunaan
Pasca penyemprotan
3. Fisik dan Debu Organik
Fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin.
Debu bagas, bahan berjamur.
Finlandia: 40-50 persen kematian pada petani karena penyakit penyakit
saluran nafas –seperti debu alergenik signifikan.
Diperkirakan 20% petani terkena penyakit allergi.
4. Kontak dengan organisme hidup
a. Virus, gigitan ular, sengatan serangga seperti laba-laba, hymenoptera (lebah,
tawon dan semut), gigitan kutu.
b. Gangguan kesehatan: + 50% (baik infeksi seperti malaria dan infestasi seperti
cacing atau parasit lainnya).
D. Masalah Kesehatan di Sektor Pertanian
Masalah kesehatan yang muncul antara lain :
1. Gangguan Muskuloskeletal, seperti:
a. Terutama LBP
b. Trauma
2. Penyakit kulit
3. Penyakit saluran pernafasan
4. Zoonoses dan penyakit parasit, seperti : malaria, scabies, dll.
5. Tuli akibat bising
6. Arthritis
7. Masalah psikis
8. Trauma tumpul dan tajam
9. Benda asing di tubuh
Gangguan Saluran Pernafasan
Gangguan Kulit
Asma: IgEAsma: non-imunologisInflamasi membrana mucosaBronkitis akut & kronisHipersensitivity PneumonitisBagassosisFarmer’s LungTuberkulosisGangg. Resp. akut
Debu padi2an, binatang, OPDebu organikEndotoksin, MycotoksinInsektisida, amoniaSpora jamur, actinomycetesTebu berjamurPupuk, padi-padian berjamurM. tuberkulosisGas pembusukan: amonia, H2S, CO
Dermatiis kontak iritanGrain ItchDermatitis kontak allergik
Photo-contact dermatitis, dermatitis UV, melanomaCedera gigitan binatangCutaneus Larva Migrans
Amonia, pestisida, pupuk krgTungauTanaman, pestisida, fuorocumarin (tanaman)Sinar matahari/UV
Berbagai binatangCacing Ancylostoma
E. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut
serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 - 24 jam sehari, dan adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan
kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit
Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work
Related Diseases).
Bab III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sebagain besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai
perkebunan dan petani
2. Sektor perkebunan adalah yang paling berisiko dimana bahaya potensialnya cukup
kompleks dan beraneka ragam .
3. Bahaya spesifik bidang perkebunan diantaranya adalah mekanisasi, pemakaian
bahan kimia, fisik dan debu organik, dan kontak dengan organisme hidup.
4. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja dapat
dilakukan metode edukasi, design ergonomis, pemeiharaan mesin, pendidikan K3
bagi pekerja, APD dan managemen yang handal
DAFTAR PUSTAKA
Sulistomo, Astrid. 2011. Aplikasi Kedokteran Okupasi dalam Bidang Perkebunan. FK UI.
Jakarta.
Pimentel D.,D. Khan (ed), 2007. Environment Aspects of “Cosmetics Satandard” Of Foods
and Pesticide, “Tecniques for Reducing Pesticide Use”. John Wiley and Sons Ltd. New
York.
Untung K. 2003. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.