referat episkleritis putri nisrina hamdan fix bismillah

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm, ia masih tahan terhadap kontusi trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes mellitus, atau merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan minum air banyak. 1 Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola 1

Upload: putri-nisrina-hamdan

Post on 03-Dec-2015

461 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

epi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea

dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sklera berjalan dari papil saraf optik

sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola

mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm, ia masih tahan terhadap kontusi

trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes mellitus,

atau merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan minum air banyak.1

Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen

intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan

pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.

Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan

vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada

sklera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan

jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan

perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket.

Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit

yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan episklera.2

1

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak

antara konjungtiva dan permukaan sklera.1 Kelainan ini bersifat unilateral pada

dua-pertiga kasus. Episklera dapat tumbuh di tempat yang sama atau di dekatnya

di jaringan palpebra.4 Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini.

Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau

mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan

insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak

terkena daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi

antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

2

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea

dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sklera berjalan dari papil saraf optik

sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vascular. Sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola

mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi

trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes mellitus,

atau merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan minum air banyak. 1

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir

pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular

disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari

nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima

rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan.3,4

Pleksus koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di

atasnya. Episklera mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana

pembuluh darah tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam,

terdapat pembuluh darah yang melekat pada sklera.3,4

Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada

bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,

untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan

menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular.3

3

Sklera ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati

foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut

menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan

koroidalis yang membentuk suatu penampang yakni lamina kribrosa yang

melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau fasikulus.

Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub posterior hingga 0,3 mm

pada penyisipan muskulus rektus atau akuator.3,4

Gambar 1. Anatomi bola mata

4

Gambar 2. Anatomi Sklera

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:

1. Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan

merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera

2. Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar

nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari

sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas

foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk

menuju ke otak.

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan

berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai

tebal 10-16 μm dan lebar 100-140 μm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan

endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.3,4

5

B. Fisiologi

Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen

intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan

pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.

Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan

vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada

sklera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan

jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan

perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket.

Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit

yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan episklera.2

C. Definisi

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak

antara konjungtiva dan permukaan sklera.1 Kelainan ini bersifat unilateral pada

dua-pertiga kasus. Episkleritis dapat tumbuh di tempat yang sama atau di

dekatnya di jaringan palpebra.2

D. Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat

insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien

yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6% nya

adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit

6

ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau

mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan

insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak

terkena daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi

antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.3

E. Etiologi

Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap

penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll.

Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi.

Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.1

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh

proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan

tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,

mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses

imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah

katarak.2

7

Tabel 1. Etiologi Episkleritis

F. Klasifikasi

1.Episkleritis simpel

Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis. Peradangan

biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama sekitar

tujuh sampai 10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga

minggu. Pasien dapat mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya

setiap satu sampai tiga bulan. Penyebabnya seringkali tidak diketahui.

2.Episkleritis nodular

Hal ini sering lebih menyakitkan daripada episkleritis simpel dan

berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata

saja dan mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan pada

8

permukaan mata. Ini sering berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti

rheumatoid arthritis, colitis dan lupus.4

G. Patofisiologi

Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah

gejala utama dari gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan

regulasi autoimun pada pasien yang memiliki predisposisi genetik dapat menjadi

penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat berupa organisme menular,

bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks

imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun

respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).5

H. Gejala Klinis

1. Mata terasa kering

2. Nyeri ringan pada mata

3. Mata terasa mengganjal

4. Konjungtiva kemotik

5. Radang dengan gambaran yang khusus berupa benjolan setempat dengan

batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva, bila benjolan

ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan

memberikan rasa sakit yang menjalar sekiktar mata.1

6. Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu

atau lebih benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien

mungkin merasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan

bola mata.2

9

Gambar 3. Episkleritis

I. Diagnosis

1. Anamnesis (gejala klinis)

2. Pemeriksaan Fisik Sklera

a. Daylight

Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah

serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan

translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area

hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif

yang mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis

berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan

sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman.

Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan

granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari

konjungtiva.7

b. Pemeriksaan Slit Lamp

10

Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam

episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial

episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke

depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis dengan

pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang

pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.7

c. Pemeriksaan Red-free Light

Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai

kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular

yang baru dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu

pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular,

kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.7

3. Pemeriksaan Lab

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan

pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau

menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis.

Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :

a. Hitung darah lengkap (CBC) dan elektrolit

b. Komplemen serum (C3)

c. Laju endap darah

d. Kompleks imun serum

e. Faktor rheumatoid serum

f. Urinalisis

11

g. Sedimen eritrosit (ESR)

h. Asam urat

i. Antinuclear antibody (ANA).6

J. Diagnosis Banding

1. Konjungtivitis

Peradangan konjungtiva atau radang pada selaput lendir yang menutupi

belakang kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis.

Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,

berkaitan dengan penyakit sistemik.1

2. Keratokonjungtivitis

Keratitis yang terbentuk pada keratokonjungtivitis epidemi adalah akibat

reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi

alergi terhadap adenovirus tipe 8, 19, atau 37. Penyakit ini dapat timbul

sebagai suatu epidemi, bersifat bilateral.1

K. Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada

keadaan yang berat diberikan kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat.1

pembuluh darah akan mengecil bila diberi fenil efrin 2,5% topikal.

Jika gejala semakin parah atau bertahan lama, dokter mungkin akan

meresepkan beberapa obat berikut:

12

1. non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID), seperti ibuprofen. Obat ini

akan membantu meredakan nyeri dan bengkak dan mengurangi

peradangan.3

2. Anti-inflamasi steroid, seperti dexamethasone. Obat ini akan membantu

untuk mengurangi peradangan dan mempercepat pemulihan pasien.

Namun, ada beberapa risiko terkait dengan penggunaan tetes mata steroid,

sehingga pasien perlu dipantau ketat oleh dokter.3

L. Komplikasi

Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar

satu dari 10 orang dengan episkleritis akan berkembang ke arah iritis ringan.4

Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti

uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera

atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea

dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat

peradangan sklera terdekat.2

M. Prognosis

13

Episklera dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat

menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya

berlangsung 4-5 minggu. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan

lebih dalam pada sklera.1

Prognosis episkleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Episkleritis

pada spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri.

Episkleritis pada penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada episkleritis dengan

penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi

yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid.8

BAB III

KESIMPULAN

14

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak

antara konjungtiva dan permukaan sklera. Kelainan ini bersifat unilateral pada

dua-pertiga kasus. Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas

terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll.

Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi.

Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

Gejala klinis episklera yaitu mata terasa kering, nyeri ringan pada mata,

mata terasa mengganjal, konjungtiva kemotik, radang dengan gambaran yang

khusus berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di

bawah konjungtiva, bila benjolan ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak

di atas benjolan, akan memberikan rasa sakit yang menjalar sekiktar mata.

Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada

keadaan yang berat diberikan kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. Ilyas, Sidharta. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Indonesia.

2. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology

5th Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.

3. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis

and Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams

& Wilkins

4. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-

171. Jakarta. 2000. Widya Medika.

5. De la Maza, Maite Sainz, MD, PHD. Scleritis [online]. 2010. Tersedia pada

http://emedicine.medscape.com/article/1228324. [diakses tanggal 16 Agustus

2015].

6. Sainz M.D , Scleritis. Department of Ophthalmology. Barcelona, Spain : org

Februari 2010 http://emedicine.medscape.com/article/1228324. [diakses

tanggal 17 Agustus 2015].

7. Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm

8. FeinbergEdward,EpiscleritisinHttp://www.pennhealthj.com/ency/article/

001019.htm.

16