referat diare
DESCRIPTION
DIARE PERSISTENTRANSCRIPT
REFERAT AGUSTUS 2015
DIARE PERSISTEN
NAMA : FARAMITA NURANI, S.Ked
STAMBUK : N 111 14 040
PEMBIMBING : dr. NURHAEDAH.T. Sp.A
dr. VIRANI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
negara berkembang, dengan perkiraan 1,3 miliar episode dan 3,2 juta kematian setiap
tahun pada balita. Secara keseluruhan, anak-anak mengalami diare rata-rata 3,3
episode per tahun, akan tetapi pada beberapa tempat dapat lebih dari 9 episode per
tahun. Pada daerah dengan episode diare yang tinggi, seorang balita dapat
menghabiskan 15% waktunya dengan diare. Kurang lebih 80% kematian yang
berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.1
Penyakit diare sebagian besar merupakan diare akut yang akan sembuh dalam
waktu 3-5 hari. Oleh karena beberapa hal diare akut (kurang atau sama dengan 7
hari), memanjang (8-14 hari) dan melanjut ≥ 14 hari atau lebih disebut sebagai diare
persisten. Walaupun diare telah diteliti selama lebih dari 2 dekade, sebagian besar
penelitian lebih terpusat pada diare akut. Telah banyak kemajuan yang diperoleh
sehingga angka kematian dari diare akut sudah dapat ditekan, tetapi angka kematian
diare persisten pada anak balita masih tinggi yaitu berkisar antara 23-62% dengan
rata-rata 45%. Ditinjau dari sudut kematian bayi dan anak karena diare, kini diare
persisten merupakan masalah utama. Di samping itu penderita diare persisten yang
tidak meninggal akan mengalami gangguan pertumbuhan di kemudian hari, juga
tatalaksana diare persisten sangat sulit dan seringkali membuat tenaga kesehatan
2
frustasi.2 Oleh karena itu, referat ini akan membahas diagnosis dan tatalaksana dari
diare persisten pada anak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak
atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Definisi
diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja > 10 g/kg/24 jam, sedangkan
rata-rata pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5 – 10 g/kg/24 jam. Kadang-
kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali per hari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.3
Diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu :3
Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari.
mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan juga
dapat terjadi jika makan tidak dilanjutkan.
Diare akut berdarah, yang juga disebut disentri, mempunyai bahaya utama
yaitu kerusakan mukosa usus,sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi
seperti dehidrasi.
Diare persisten, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya
adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.
Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai
bahaya utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan
kekurangan vitamin dan mineral.
4
Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan
berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat, diare
persisten diklasifikasikan sebagai ‘berat’. Jadi diare persisten adalah bagian dari diare
kronik yang disebabkan oleh berbagai patogen. Kejadian ini sering dihubungkan
dengan kehilangan berat badan dan infeksi nonintestinal.. Diare akut dan diare
persisten bukan merupakan 2 jenis penyakit yang terpisah, melainkan membentuk
sebuah proses yang berkelanjutan.4
2.2 Epidemiologi
Hasil dari Indonesian Demogrhapic and Health Survey yang dilakukan pada
juli 2005, menunjukkan bahwa 12% dari anak dilaporkan menderita diare dalam
waktu 2 minggu sebelum survey, prevalensi dari diare persisten adalah 0,1%.
Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa diare persisten terjadi
2.73% dari penderita akut, dan yang terbanyak pada kelompok umur 0-2 bulan.2
Diare persisten mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa Negara berkembang berkisar antara 7-15%
setiap tahun dan menyebabkan kematian 36-54% dari seluruh kematian akibat diare.
Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten menjadi suatu masalah kesehatan yang
memperngaruhi tingkat kematian anak didunia. Di Indonesia prevalensi diare
persisten sebesar 0,1% dengan angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11
bulan.3
5
Gambar 1. Insidensi Diare Persisten.
2.3 Etiologi
Diare kronik atau persisten berhubungan dengan faktor risiko yang dimiliki
pasien seperti umur, status gizi, status ekonomi yang rendah, penghentian ASI,
riwayat diare berulang, pemakaian antibiotik atau anti diare, defisiensi imunologi,
campak, dan defisiensi vitamin A.5
Secara klinis penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:1
1. Faktor infeksi :
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitas),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
6
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, bronkopnemumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
Gambar 2. Pathogen penyebab diare.
2. Faktor malabsorbsi :
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Tabel 1. Etiologi diare persisten berdasarkan umur.
7
Infant Sindrom malabsorpsi post GEA
Intoleransi protein/susu sapi
Defisiensi disakarida sekunder
Fibrosis kistik
Anak-anak Diare kronik non spesifik
Defisiensi disakarida sekunder
Sindrom malabsorpsi post GE
Penyakit seliac
Fibrosis kistik
Remaja Irritable bowel syndrome
Inflammatory bowel syndrome
Giardiasis
Intoleransi laktosa
2.4 Patogenesis
Secara umum patofisiologi diare persisten digambarkan secara jelas oleh
Ghishan, dengan membagi menjadi 5 mekanisme : (1) sekretoris, (2) osmotic, (3)
mutasi protein transport, (4) perngurangan luas permukaan anatomi usus dan (5)
perubahan motilitas usus. Penjelasannya sebagai berikut :3
1. Sekretoris
Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta
akibata mediator intraseluler seperti Camp, Cgmp dan Ca2+ . mediator tersebut
juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal
ini berakibat cairan tidak dapt terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara
massif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu
8
volume tinja yang banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja yang sangat cair,
konsentrasi Na+ dan Cl- >70mEq dan tidak berespon terhadap penghentian
makanan.
2. Osmotik
Diare dengan mekanisme osmotic bermanifestasi ketika terjadi kegagalan proses
pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat tersebut
akan langsung memasuki kolon. Hal ini mengakibatkan peningkatan takanan
osmotic di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi
usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada
kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan
epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan
waktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorpsi
nutrient. Contohnya diare yang diakibatkan karena intoleransi laktosa. Kondisi ini
menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH <5, bereaksi positif terhadap
substansi reduksi dan berhenti dengan penghentian komsumsi makanan yang
memicu diare.
3. Mutasi protein transport
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarhhea) yang mengatur pertukaran
ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon, berdampak pada
gangguan absorpsi. Hal ini dapat berlanjut menjadi alkhalosis metabolic dan
pengasaman isi usus yang kemudian menganggu proses absorpsi natrium dan
klorida, sehingga kadanya tinggi dalam usus dan memicu diare dengan
9
mekanisme osmotic. Pada kelainan ini, tanda yang diperlihatkan yaitu diera cair
sejak prenatal dengan konsistensi polihidroamnion, kelahiran premature dan
gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar
klorida ditinja tinggi.
4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti
necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit crohn dan lain-lain,
diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian
menyebabkan short bowel symdrome. Diare dengan pathogenesis ini ditandai
dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang massif, serta melabsorpsi makro dan
mikronutrien.
5. Perubahan motilitas usus
Hipomotilitas usus akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, scleroderma,
obstruksi usus dan diabetes melitus, mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih
diusus. Perumbuhan bakteri berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu
yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada
mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes melitus terjadi
akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf adregenik, yang pada kondisi
normal berperan sebagai antisekretorik dan proabsorpsi cairan usus, sehingga
gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjadinya diare.
2.5 Manifestasi Klinis
10
Anak dengan diare persisten lebih banyak menunjukkan manifestasi diare cair
dibandingkan diare disentiform. Selain itu, malnutrisi merupakan gambaran umum
anak-anak dengan diare persisten. Manifestasi klinis lain dari diare persisten sering
disertai demam, mual, muntah, dengan tinja berlendir atau berdarah. Penyakit lain
yang bersamaan dengan diare persisten dapat berupa gizi buruk, alergi susu sapi,
infeksi saluran kencing, dan infeksi HIV yang harus kita curigai jika terdapat faktor
risiko pada orang tua. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor risiko
lainnya yang berperan sehingga dapat menurunkan kejadian diare persisten di masa
yang akan dating.5
Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Tanda&Gejal
aRotavirus ETEC EIEC Salmonella Shigella Kolera
Mual/muntah Sering + - Sering Jarang Sering
Demam+ - ++ ++ ++ -
NyeriperutTenesmus - tenesmuskr
am
Tenesmus
Kolik
Tenesmus,
kram
Kram
Gejala lainanoreksia Meteorismus Infeksisiste
mik
Bakteremia kejang -
SifatTinja
Volume Sedang Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Banyak
Frekuensi5-10 kali/hari Sering Sering Sering >10x
/hari
Terusmeneru
s
Konsistensi Cair Cair Lembek Lembek Lembek Cair
Darah - - + Kadang + Sering + -
Bau Langu + - Bautelurbusu Bautinja Amis
11
k
WarnaKuningkehijau
an
Warnatinja Merahhijau Kehijauan Merahhija
u
Seperti air
cucianberas
Leukosit - - + + + -
2.6 Diagnosis
Mengingat penyebabnya yang begitu beragam, kita harus hati-hati dalam
memilih pemeriksaan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dapat digali secara jelas perjalanan penyakit diare, antara lain
berapa lama diare sudah berlangsung dan frekuensi defekasi. Selain itu,
anamnesis juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor resiko penyebab diare,
antara lain riwayat pemberian makanan atau susu, ada tidaknya dalam tinja anak,
riwayat pemberian obat dan adanya penyakit sistemik.3
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada diare persisten harus mencakup perhatian khusus pada
penilaian status dehidrasi, status gizi dan status perkembangan anak.3
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Abnormalitas pada penapisan awal seperti laju endap darah yang tinggi,
anemia, albumin darah yang rendah memperkuat dugaan adanya penyakit
organic. Penapisan dasar untuk dugaan malabsorpsi meliputi darah lengkap,
12
urea dan elektrolit, tes fungsi hati, vit.B12, foat, kalsium, feritin, LED, c-
reaktif.6
b. Pemeriksaan tinja
Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan
feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non-spesifik. Tes spesifik
diantaranya tes untuk enzim pancreas seperti elastase fases. Pemeriksaan
nonspesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotic gap
mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotic, sekretorik dan diare
factitious. Pada diare persisten yang diduga penyebab agen infeksius
dilakukan kultus fases dan pemeriksaan mikroskopis. Infeksi oleh protozoa
seperti amoeba dan giardia lambia dapat menimbulkan diare yang persisten.
Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk menemukan telur, kisa,
parasit masih merupakan alat diagnostic untama dengan sensitifitas 60-90%.
Pemeriksaan darah samar digunakan secara meluas untuk screening
keganasan. Pertanda inflamasi gastrointestinal pada fases seperti laktferin,
calpotrectin.6
2.6 Terapi3,4
Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap dengan meliputi :
1. Penilaian awal, resusitasi dan stabilisasi
Tabel 3. Klasifikasi Dehidrasi berdasarkan WHO.
13
Tabel 4. Klasifikasi dehidrasi berdasarkan modifikasi UNHAS
Yang dinilaiScore
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu, haus
Gelisah, lemas,
mengantuk, hingga
syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan < 30 kali/menit 30 – 40 kali/menit > 40 kali/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120 kali/menit 120 – 140 kali/menit > 140 kali/menit
Keterangan :Score 6 : Diare tanpa dehidrasi
14
Score 7 – 12 : Diare dengan dehidrasi ringan/sedangScore > 13 : Diare dengan dehidrasi berat
2. Pemberian nutrisi
Gambar 3. Diet pada pasien diare persisten
Gambar 4. Pemberian mikronutrien pada pasien diare persisten.
3. Terapi farmakologis
15
Terapi antibiotic rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif.
Antibiotic diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal
maupun ekstra-intestinal.
Tabel 5. Terapi diare dengan antibiotik berdasarkan etiologi
4. Follow up
Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus
mamantau perkembangan hasil terapi. Anak anak yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea yaitu diare yang
berlangsung >2minggu.3
16
Gambar 5. Alur follow up Diare persisten.
2.7 Faktor resiko dan pencegahan
Kejadian diare persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan.
Penderita diare persisten rata-rata mendapatkan ASI ekslusif 2,5 bulan lebih singkat
dibandingkan kelompok control. Penundaan ASI pertama pada awal kelahiran juga
merupakan salah satu faktor resiko diare persisten. Pemberian makanan
pendampingan terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare
persisten semakin tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare
persisten meliputi pemberian ASI eksklusif 6 bulan, pemberian makanan tambahan
17
yang higienis, dan manajemen yang tepat pada diare akut sehingga kejadian diare
tidak berkepanjangan .3
Gambar 6. Faktor resiko terjadinya Diare persisten.
18
BAB III
KESIMPULAN
Diare persisten banyak dijumpai pada anak berusia di bawah 2 tahun. Tinja
berdarah, berlendir, gizi kurang, pemakaian antibiotik dan intoleransi laktosa
merupakan faktor potensial untuk terjadinya diare persisten pada anak balita. Sebuah
model diare persisten berdasarkan faktor risiko telah dibentuk untuk mencegah
berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pricillia Mega, Yudi Amatus, Pondaag Linnie. Hubungan Diare dengan
Kejadian Malnutrisi pada Balita di Irina Bawah RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
Manado. Ejournal Kedokteran (e-Kp) 2015. Volume 3. Nomor 1. p88-90.
2. Ghani Lannywati. Faktor-faktor Risiko Diare Persisten pada Balita. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Tak Menular Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan R.I. 2011.
3. Soenarto Yati. Diare Kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar Gastro-
Enterohepatologi jilid I. Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2012. p121-133.
4. Departemen Kesehatan RI Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Pedomen Bagi RS rujukan tingkat pertama di Kabupaten/Kota. WHO :
2009. p141-145.
5. Deddy S Putra, Muzal Kadim, Pramita GD, Badriul Hegar, Aswitha
Boediharso, Agus Firmansyah. Diare Persisten : Karakteristik
Pasien, Klinis, Laboratorium dan Penyakit Penyerta. Sari Pediatric,
2008. Vol. 10, No. 2. p97-98.
6. NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa. Pendekatan Diagnostik dan
Terapi Diare Kronik. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS
Sanglah, Denpasar Peny Dalam, 2007. Volume 8 Nomor 1 Januari. p71-74.
20
21