referat-cholelithiasis

Download Referat-Cholelithiasis

If you can't read please download the document

Upload: edwin-yosua

Post on 23-Oct-2015

159 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

have funnnn

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling serin g di negara yang sudah berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal sei ring dengan bertambahnya usia dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali diban ding pada pria. Dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi pada penegakan diagnosis kolelitiasis. Anomali saluran em pedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup kelainan jumlah, ukuran, dan bentuk. Penyakit-penyakit yang sering menyerang empedu salah satunya adalah peny akit batu empedu yang sering disebut dengan kolelitiasis. Penyakit batu empedu c ukup sering dijumpai di sebagian besar negara barat. Di Amerika Serikat, pemerik saan autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan dan 8% pada laki-laki berusia diatas 40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 s ampai 20 juta orang di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan setiap tahun ter jadi 1 kasus baru batu empedu. Pada saat ini tidak mungkin untuk mencegah timbul nya batu empedu, yang merupakan kelainan saluran empedu tersering. Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan orang-orang yang memilik i kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik Insiden batu kandung empe du di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Banyak penderita batu kandung empe du tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos a bdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyakpenderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kura ng invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Ba tu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu emped u untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil. Walaupun demikian, sekal i batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko u ntuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya di temukan didalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui du ktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut ba tu saluran empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat ter bentuk primer didalam saluran empedu intra- atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetap i komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptoa tik. Kolelitiasis adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kand ung empedu, sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang ditemukan di salu ran empedu, sedangkan batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung emped u maupun dalam saluran empedu. BAB II 2Cholelithiasis TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Dan Fisiologi Dari Sistem Bilier Hati, kandung empedu, dan pankreas berk embang dari cabang usus depan fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duoden um, ketiganya terkait erat dalam fisiologi pencernaan. Sumber gambar: http://drugster.info Hati Hati yang merupakan kelenjar terbesar d ari tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, m engubah dan mengekresikan sejumlah besar substansi yang terlihat dalam metabolis me. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Selain itu hati merupakan organ yang pen ting dalam pengaturan metabolisme glukosa Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 3dan protein. Hati terletak dibelakang tulang- tulang iga (kosta) dalam rongga ab domen daerah kanan atas. Hati memiliki berat 1500 gr dan dibagi menjadi empat lo bus. Setiap lobus hati terbungkus menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang diseb ut lobules. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber dan kurang lebih 75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrient dari traktus gastrointestinal. Selain itu, darah tersebut masuk ke dalam hati melalui arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Dengan demiki an, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial . Kandung Empedu (Vesika felea) Embriologi Cikal bakal saluran empedu dan hati a dalah penonjolan sebesar tiga milimeter yang timbul di daerah ventral usus depan (foregut). Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bag ian padatnya kelak jadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabangcabang sep erti pohon diantara sel hati tersebut. Anatomi Kandung empedu berbentuk bulat lo njong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml emp edu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral m. Rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh per itoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaa n hati oleh lapisan peritonium. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong hartmann. Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dind ing lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yan g memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menaha n aliran keluarnya. Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum he patoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran p aling kecil yang disebut kanilikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empe du melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepa tikus di hillus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 14 cm. Panjang 4Cholelithiasis duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus s istikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankre as dan dinding duodenum membentuk papilla vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang meng atur aliran empedu kedalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tem pat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat terpisah. Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan p embuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang di temukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghind ari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus. fLayoutInCell1fAllowOverlap1fBehindDocument0fHidden0fLayo utInCell1 Sumber Gambar: faculty.etsu.edu Kandung empedu ( Vesica fellea ) adalah kantong berbentuk buah pear yang terleta k pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior h epar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung r awan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahn ya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang be rjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comu nis membentuk duktus koledokus. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 5Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpu s dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adal ah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung k edalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphati ci cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menu ju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasit as sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Selsel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. wzTooltipfLayout InCell1fAllowOverlap1fBehindDocument0fIsButton1fHidden0fLayoutInC ell1 Empedu di bentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke d uktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran in i kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian ke duanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doud enum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi seba gai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Fisiologi Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar waktu 6Cholelithiasis makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan disini menga lami pemekatan sekitar 50%. Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga fakto r, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingte r koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relak sasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seper ti disemprotkan karena secara intermitten tekanan saluran empedu akan lebih ting gi daripada tahanan sfingter. Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD (amine precur sor uptake and decarboxylation cells) dari selaput lendir usus halus, dikeluarka n atas rangsangan makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Ho rmon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Deng an demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu set elah makan. Fisiologi produksi empedu Sebagai bahan sekresi, empedu mempunyai ti ga fungsi utama. Yang pertama, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol beragrega si di dalam empedu untuk membentuk micelles campuran. Dengan emulsifikasi, kompl e micelles ini memungkinkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A ,D, E, K) yang ada di dalam usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga, b esi) juga dipermudah. Kedua, empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usu s bagi banyak senyawa yang dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperti biliru bin). Ketiga, sebagian dengan menetralisi asam lambung, empedu membantu memperta hankan lingkungan alkali yang tepat di dalam duodenum, yang dengan adanya garam empedu, memungkinkan aktivitas maksimum enzim pencernaan sesudah makan. Normlany a hepatosit dan saluran empedu menghasilkan 500-1500 ml empedu tia harinya. Prod uksi empedu merupakan proses kontinyu yang hanya sebagian menjadi sasaran regula si saraf, hormon dan humoral. Masukan (input) vagus bekerja langsung pada sel sa luran empedu untuk meningkatkan seksresi air dan elektrolit, sedangkan aktivitas simpatis splanknikus cenderung menghambat produksi empedusecara tidak langsung dengan menurunkan aliran darah ke hati. Hormon gastrointestinal kolesistokinin ( CCK), sekretin dan gastrin memperkuat sekresi duktus dan aliran empedu dalam res pon terhadap makanan. Garam empedu sendiri bertindak sebagai koleretik kuat sela ma masa sirkulasi enterohepatik yang dinaikkan. Sekresi aktif garam empedu oleh hepatosit merupakan faktor utama yang meregulasi volume empedu yang disekresi. A ir dan elektrolit mengikuti secara pasif sepanjang perbedaan osmolar untuk mempe rtahankan netralitas. Ekskresi lesitin dan kolesterol ke dalam Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 7kanalikuli untuk membentuk micelles campuran, sulit dipahami dan bisa digabung d engan sekresi garam empedu melintasi membrana kanalikulus. Sistem transpor aktif terpisah dan berbeda menimbulkan sekresi bilirubin dan anion organik lain. Sel duktulus meningkatkan sekresi empedu dengan memompakan natrium dan bikarbonat ke dalam lumen. Empedu dieksresi secara kontinyu oleh hati kedalam saluran empedu. Selama puasa, kontraksi tonik sfingter oddi menyebabkan empedu refluks kedalam vesika biliaris, tempat dimana empedu disimpan dan dipekatkan. Disini garam empe du, pigmen empedu dan kolesterol dipekatkan sebanyak sepuluh kali lipat oleh abs orpsi air dan elektrolt. Sekitar 50% kumpulan garam empedu dalam vesika biliaris selam puasa. Tunika mukosa vesika biliaris juga mensekresi mukus yang bisa mela kukan fungsi perlindungan. Dengan makan, CCK dilepaskan oleh lemak dan dalam jum lah kecil oleh asam amino yang memasuki duodenum; CCK merangsang kontraksi vesik a biliaris dan relaksasi sfingter oddi. Bila tekanan dalam duktus koledokus mele bihi tahanan mekanisme sfingter (15 sampai 20 cm H2O), maka empedu memasuki lume n duodenum. Komposisi Empedu Empedu merupakan larutan kompleks dalam air yang me ngandung elektrolit, garam empedu terkonjugasi, fosfolipid (terutama lesitin), k olesterol, asam lemak, musin, protein serta berbagai metabolit hati dan pigmen e mpedu. Kandungan elektrolit dan osmolaritas empedu mendekati plasma. Metabolisme garam empedu/sirkulasi enterohepatik Garam empedu terdiri dari inti steroid yan g disintesis langsung dari kolesterol. Dua garam empedu primer, kolat dan kenode oksikolat, disintesis oleh hepatosit di bawah kendali umpan balik yang belum dip ahami. Garam empedu sekunder, deoksikolat dan litokolat dibentuk di dalam kolon oleh degradasi bakteri atas garam empedu primer yang lolos reabsorpsi di dalam i leum. Litokolat diekskresi ke dalam feses, tetapi deoksikolat direabsorpsi ke da lam darah porta dan bersama dengan garam empedu primer yang direabsorpsi, diekst raksi oleh hepatosit. Garam empedu ini dikonjugasikan dengan glisin atau taurin dan disekresi secara aktif ke dalam kanalikuli biliaris sebagai 40% kolat, 40% k enodeoksikolat dan 20% deoksikolat dalam konsentrasi total 10 sampai 20 mol. Kar ean mempunyai daerah hidrofilik dan hidrofobik, maka garam empedu berfungsi seba gai deterjen. Garam empedu beragregasi spontan dalam kelompok 8 sampai 10 moleku l untuk membentuk micelles. Inti hidrofobik dalam melarutkan lesitin yang sulit larut dalam 8Cholelithiasis air, yang dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan kolesterol dengan memperl uas daerah hidrofobik micelles. Kompleks garam empedu-lesitin-kolesterol ini din amakan micelles campuran. Garam empedu dipekatkan lebih lanjut di dalam vesika b iliaris sampai 200-300 mol. Jumlah total kolesterol yang dilarutkan bervariasi s esuai rasio relatif garam empedu dan lesitin maupun konsentrasi garam empedu tot al. Setelah memasuki usus halus bagian atas, micelle campuran ini jelas mempoten siasi absorpsi lemak dengan memberikan vehikel dan lingkungan yang sesuai bagi p elarutan, hidrolisis enzimatik dan absorpsi. Sirkulasi enterohepatik garam emped u dilengkapi bila garam empedu didekonjugasi secara enterik, direabsorpsi dalam ileum terminalis oleh sistem transpor aktif dan akhirnya diekstraksi dari sirkul asi porta oleh hepatosit. Lima persen garam empedu yang lolos reabsorpsi di dala m ileum diubah menjadi garam empedu sekunder di dalam kolon serta direabsropsi s ebagian sebagai deoksikolat. Kumpulan garam empedu total 2,5 sampai 5 g bersirku lasi enam sampai delapan kali sehari; 10 sampai 20% kumpulan total yang hilang b ersama feses setiap hari, diganti oleh sintesis baru oleh hati. Lipid Empedu Les itin dan kolesterol membentuk sebagian besar lipid empedu. Lesitin merupakan fos folipid yang sebagian besar tak larut air. Kolesterol disintesis oleh hati dan d iabsorpsi oleh traktus gastrointestinal, dan selain itu digunakan juga dalam lin tasan intrasel lain, diubah menjadi garam empedu atau diekskresi langsung ke dal am empedu. Micelles garam empedu jelas meningkatkan kelarutan lipid ini di dalam empedu. Tetapi mekanisme transpor lipid intrasel ini ke dalam empedu belum dipa hami dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi membrana kanalikuli . Di dalam usus, lesitin dihdrolisis menjadi kolin dan asam lemak. Kolesterol di reabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dan bertindak sebagai mekanisme umpa n balik dalam kendali sintesis kolesterol di dalam hati. Metabolisme bilirubin K arena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem retik uloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (biliru bin indirect yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah d an terikat pada albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, biliru bin diangkut oleh protein Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoro nil transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin glukoronida dan bilirubi n sulfat. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 9Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian dise kresi ke dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama de ngan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam em pedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen. Urob ilinogen ini terutama diekskresikan di dalam feses, tetapi sebagian di reabsorps i dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi enterohepatik atau di ekskresikan di dalam urin. sumber gambar: ahdc.vet.cornell.edu Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi da n pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya maka nan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokin in dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandun g empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya emp edu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu pentin g untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu : 10Cholelithiasis - Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan m erangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. - Neurogen : Stimulasi v agal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau deng an refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan emped u akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gang guan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti b atu. Sekresi Empedu Oleh Hati dan Fungsi Dari Sistem Empedu. Salah satu dari ber bagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600 dan 100 0 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam e mpedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu di dalam empe du melakukan dua hal : Asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lema k yang besar dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel ter sebut dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas As am empedu membantu absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membra n mukosa intestinal Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini meliputi bilirubin , su atu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol. Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati : Bagian awal disekresikan oleh se l-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit. Sebagai sel eksokrin, hepatosi t menyintesis dan membebaskan empedu kedalam sistem duktus Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 11ekskretorius, yaitu kanalikuli biliaris. Sekresi awal ini mengandung sejumlah be sar asam empedu, kolesterol dan zat-zat organic lainnya. Kemudian empedu disekre sikan kedalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak diantara sel-sel hati. Kem udian, empedu mengalir di dalam kanalikuli menuju septa interlobularis, tempat k analikuli mengeluarkan empedu kedalam duktus biliaris terminal dan kemudian seca ra progresif kedalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus hepatikus komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan kedalam duo denum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sis tikus kedalam kandung empedu. Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus billiari s, bagian kedua dari sekresi hati ditambahkan kedalam sekresi empedu yang pertam a. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion natrium dan bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang mengelilingi duktus-duktus. Se kresi kedua ini kadang meningkatkan jumlah empedu total sampai 100 persen . sekr esi kedua ini dirangsang terutama oleh sekretin, yang melepaskan sejumlah ion bi karbonat tambahan sehingga menambah jumlah ion bikarbonat dalam sekresi pancreas (untuk menetralkan asam yang dikeluarkan dari lambung ke duodenum). Penyimpanan dan Pemekatan Empedu di Dalam Kandung Empedu. Empedu disekresikan se cara terus-menerus oleh sel-sel hati namun sebagian besar normalnya disimpan di dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum. 12Cholelithiasis Volume maksimal yang dapat ditampung kandung empedu hanya 30 sampai 60 mililiter . Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 mililite r) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanya kan elektrolit lainnya secara terus menerus diabsorbsi melalui mukosa kandung em pedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang mengandung garam empedu, kolesterol, l esitin dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi kandung empedu ini disebabkan oleh tra nsfor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terdifusi lainnya. Em pedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, tetapi dapa t dipekatkan sampai maksimal 20 kali lipat. Komposisi Empedu. KOMPOSISI EMPEDU EMPEDU HATI EMPEDU PADA KANDUNG EMPEDU Air Garam empedu Bilirubin Kolesterol Asam lemak Lesitin Na+ K+ Ca++ ClHCO397,5 g/dl 1,1 g/dl 0,04 g/dl 0,1 g/dl 0,12 g/dl 0,04 g/dl 145,04 mEq/L 5 mEq/L 5 mEq/L 100 mEq/L 28 mEq/L 92 g/dl 6 g/dl 0,3 g/dl 0,3 sampai 0,9 g/dl 0,3 sampai 1,2 g/dl 0,3 g/dl 130 mEq /L 12 mEq/L 23 mEq/L 25 mEq/L 10 mEq/L Tabel diatas menunjukkan komposisi empedu pada saat pertama kali disekresikan ol eh hati dan kemudian setelah empedu dipekatkan dalam kandung empedu, table terse but Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 13menunjukkan bahwa zat yang paling banyak disekresikan dalam empedu adalah garam empedu, yang banyaknya setengah dari total zat-zat yang juga terlarut dalam empe du. Bilirubin, kolesterol, lesitin dan elektrolit yang biasa terdapat dalam plas ma, juga disekresikan atau diekskresikan dalam konsentrasi besar. Dalam proses p emekatan di kandung empedu, air dan elektrolit dalam jumlah besar (kecuali ion k alsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu. Pada dasarnya semua zat lain, t erutama garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan lesitin, tidak direabsorbs i dan, karena itu, menjadi sangat pekat dalam empedu di kandung empedu. Pengosongan Kandung Empedu. Ketika makanan mulai dicerna di dalam traktus gastro intestinal di dalam traktus gastrointestinal bagian atas, kandung empedu mulai d ikosongkan, terutama sewaktu makanan berlemak mencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis din ding kandung empedu, tetapi pengosongan yang efektif juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi, yang menjaga pintu keluar duktus billiaris ko munis kedalam duodenum. Sejauh ini rangsangan yang paling poten menyebabkan kont raksi kandung empedu dalah kolesistokinin. Hormone ini menyebabkan peningkatan s ekresi enzim pencernaan oleh sel-sel asinar pancreas. Rangsangan untuk memasukan kolesistokinin ke dalam darah dari mukosa duodenum terutama adalah kehadiran ma kanan berlemak dalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirang sang secara kurang kuat oleh serabutserabut saraf yang menyekresi asetilkolin da ri sistem saraf vagus dan enteric usus. Keduanya adalah saraf yang sama yang mni ngkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktus gastrointestinal bagian atas. Secara ringkas, kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya keda lam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin yang t erutama dicetuskan oleh makanan berlemak. Saat lemak tidak terdapat dalam makana n, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat lemak dala m jumlah berarti didalam makanan, normalnya kandung empedu kosong waktu sekitar 1 jam. Kolesistokinin dilepaskan ka dalam aliran darah oleh sel-sel enteroendokr in yang terdapat di mukosa usus. Kolesistokinin dibawa oleh aliran darah kekandu ng empedu, menimbulkan kontraksi otot polos pada dindingnya. Pada saat yang sama , otot sfingter di 14Cholelithiasis sekitar leher kandung empedu melemas (relaksasi). Kombinasi kerja ini memaksa em pedu masuk kedalam duodenum melalui duktus koledokus. Fungsi Garam-Garam Empedu Pada Pencernaan dan Absorpsi Lemak. Sel hati menyintes is sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya. Precursor dari garam empedu adala h kolesterol, baik yang ada didalam diet atau yang disintesis dalam selsel hati selama berlangsungnya metabolisme lemak. Kolesterol pertama diubah menjadi asam kolat atau asam kenodeoksikolat dalam jumlah yang sama. Asam-asam ini selanjutny a akan berkombinasi terutama dengan glisin dan, dalam jumlah yang lebih sedikit, dengan taurin untuk membentuk asam empedu terkojugasi -gliko dan tauro. Garam-ga ram dari asam ini, terutama garam natrium, kemudian akan disekresi dalam empedu. Garam-garam empedu mempunyai dua kerja penting pada traktus intestinal : Pertam a, garam-garam ini bekerja sebagai deterjen pada partikel lemak dalam makanan. H al ini akan menguragi tegangan permukaan partikel dan memungkinkan agitasi dalam traktus intestinl untuk memecahkan tetesan-tetesan lemak menjadi bentuk yang ke cil. Proses ini disebut emulsifikasi atau fungsi deterjen dari garam-garam emped u. Kedua, dan yang jauh lebih penting daripada fungsi emulsifikasi, garam-garam empedu membantu absorbsi dari asam lemak, monogliserida, kolesterol dan lemak la in dalam traktus intestinal. Garam empedu melakukan fungsi ini dengan cara membe ntuk kompleks-kompleks fisik yang sangat kecil dengan lemak ini, kompleks ini di sebut dengan micel, dan bersifat semi-larut didalam kimus akibat muatan listrik dari garamgaram empedu. Lemak usus diangkut dalam bentuk ini kemukosa usus, tempat lemak kemudian diabsorbsi kedalam darah. Tanpa adanya garam-garam empedu di dal am traktus intestinal. 40 % lemak yang dicerna akan dikeluarkan bersama tinja, d an pasien seringkali mengalami deficit metabolisme akibat hilangnya nutrient ini . Sirkulasi Enterohepatik Garam-Garam Empedu. Sekitar`94 % garam empedu direabsorb si kedalam darah dari usus halus, sekitar Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 15setengahnya dengan cara difusi melalui mukosa pada bagian awal usus halus dan si sanya melalui proses transport aktif melewati mukosa usus pada bagian distal ile um. Garam empedu, lalu memasuki darah portal dan diteruskan kembali kehati. Pada saat mencapai hati,pada saat pertama lewat melalui sinusoid vena, garam-garam e mpedu diabsorbsi kembali hampir seluruhnya pada aliran pertama melalui sinusoid vena. Kembali kedalam sel-sel hati kemudian disekresikan kembali kedalam kandung empedu. Dengan cara ini,sekitar 94% dari semua garam empedu disirkulasikan kemb ali kedalam empedu, sehingga rata-rata garam ini akan mengalami sirkulasi sebany ak 17 kali sebelum dikeluarkan bersama tinja. Sejumlah kecil garam empedu yang d ikeluarkan kadalam tinja akan diganti dengan jumlah garam yang baru yang dibentu k secara terus menerus oleh sel hati. Sirkulasi ulang garam empedu ini disebut s irkulasi enterohepatik garam-garam empedu. Jumlah empedu yang disekresi oleh hat i setiap harinya sangat bergantung pada tersedianya garam-garam empedu, makin ba nyak jumlah garam empedu pada sirkulasi enterohepatik (biasanya sekitar 2,5 gr), makin besar kecepatan sekresi empedu. Tentu saja, pencernaan garam empedu tamba han dapat meningkatakan sekresi empedu beberapa ratus milliliter perhari. Bila f istula empedu mengosongkan garam-garam empedu kebagian luar selama beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga garam empedi tidak dapat direabsorbsi dari ileu m, hati akan meningkatkan produksi garam-garam empedu 6 sampai 10 kali lipat, ya ng akan meningkatkan kecepatan sekresi empedu kembali normal. Keadaan ini juga m emperlihatkan bahwa kecepatan sehari-hari sekresi garam empedu hati dikontrol se cara aktif oleh tersedianya (atau kurang tersedianya) garam-garam empedu didalam sirkulasi enterohepatik. Peranan Sekretin Dalam Membantu Pengaturan Sekresi Emp edu. Selain efek perangsangan yang kuat dari asam empedu untuk menyebabkan terja dinya sekresi empedu, hormone sekretin yang juga merangsang sekresi pancreas men ingkatkan sekresi empedu, kadang-kadang lebih dari dua kali lipat selama beberap a jam sesudah makan. Peningkatan sekresi ini hampir semuanya adalah sekresi laru tan encer yang kaya akan natrium bikarbonat oleh sel epitel duktulus dan duktus empedu, dan bukan peningkatan sekresi oleh sel-sel parenkim hati itu sendiri. Bi karbonat kemudian akan diteruskan kedalam usus halus dan bergabung dengan bikarb onat dari pancreas untuk 16Cholelithiasis enetralkan asam klorida dari lambung. Jadi, mekanisme umpan balik sekretin untuk menetralkan asam duodenum bekerja tidak hanya melalui efeknya terhadap sekresi pancreas tetapi juga, dalam jumlah yang lebih sedikit, melalui efeknya terhadap sekresi oleh duktulus dan duktus hati. Sekresi Hati Berupa Kolesterol dan Pembentukan Batu Empedu. Garam-garam empedu d ibentuk didalam sel-sel hepatic menggunakan kolesterol yang ada didalam plasma d arah. Pada proses sekresi garam-garam empedu sekitar 1 sampai 2 gr kolesterol di pindahkan dari plasma darah dan disekresikan kedalam empedu setiap hari. Koleste rol hampir seluruhnya tidak larut didalam air murni, tetapi garam empedu dan les itin dalam empedu dapat berkombinasi secara fisik dengan kolesterol, untuk membe ntuk micel ultramikroskopik dalam bentuk suatu larutan koloid. Jika empedu sudah dipekatkan didalam kandung empedu, garam-garam empedu dan lesitin akan menjadi pekat bersama dengan kolesterol, yang membuat kolesterol tetap dalam bentuk laru tan. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap didalam kandung empe du, menyebabkan pembentukan batu empedu kolesterol. Jumlah kolesterol pada dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan, karena sel-sel hepat ic menyintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubu h. Untuk alas an inilah, orang-orang yang melakukan diet tinggi lemak selama ber tahun-tahun akan medah mengalami batu empedu. Peradangan epitel kandung empedu, yang seringkali berasal dari infeksi kronis derajat rendah, juga dapat mengubah karakteristik absorpsi mukosa kandung empedu , kadang memungkinkan absorpsi berl ebihan dari air dan garam-garam empedu tapi meninggalkan kolesterol didalam kand ung empedu didalam konsentrasi yang meningkat secara progesif. Lalu kolesterol a kan mulai mengendap, pertama akan membentuk banyak Kristal kolesterol kecil pada permukaan mukosa yang mengalami peradangan, tetapi berlanjut menjadi batu emped u yang besar. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 17Histologi Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, y ang didalamnya terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jara ng akan ditemukan di dalam dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki empat lapisan. Daerah fundus, korpus dan infundibulum ditutupi oleh pe ritoneum viseralis. Perimuskularis dibawahnya merupakan jaringan lapisan ikat de ngan penonjolan yang bervariasi dan kaya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Tuni ka muskularis mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa dilapisi epi tel toraks tinggi, yang bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk membentuk sinus Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menon jol pada daerah kollum. Vaskularisasi Suplai arteri ke batang saluran empedu eks trahepatik proksimal muncul dari cabang kecil yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus distal oleh cabang dari arteri gastr oduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior. Arteri sistika yang ke ve sika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang terletak poster ior lateral terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi, arteri sis tika ditemukan pada basis duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya diba tasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris langsung ke vena porta. Sistem Limfatik Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifug al. Pembuluh dari parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonver gensi pada porta hepatis dan berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dala m ligamentum hepatoduodenale untuk memasuki sisterna khili dan kemudian duktus t orasikus. 18Cholelithiasis Limfe vesika biliaris berdrainsase sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan in i. Pada kolesistisis, kelenjar limfe yang membesar khas bisa ditemukan pada koll um vesika biliaris (nodus limfatikus duktus sistikus) maupun pada sambungan dukt us sistikus dengan koledokus serta sepanjang bagian supraduodenal distal dari du ktus koledokus. Persyarafan Sistem Saluran Empedu Persyarafan otonom batang salu ran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis (nervus vagus) dan simpatis (tora sika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular. Persyarafan vagus muncul dari vag us anterior serta penting dalam mempertahankan tonus dan kontraktilitas vesika b iliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik biliaris. Sebagian pr oduksi empedu dipengaruhi oleh kendali otonom. 2.Definisi Penyakit batu empedu ( kolelitiasis) merupakan pembentukan batu empedu akibat pengendapan satu atau leb ih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid) pada kandung empedu (kolekistolitiasis) atau dalam salura n empedu (koledokolitiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupak an suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. 3.Epidemiologi Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan dilakukann ya sekitar 500.000 kolesistektomi dalam setahun. Batu empedu bertanggung jawab s ecara langsung bagi sekitar 10.000 kematian pertahunnya. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu empedu meleb ihi jumlah pria dengan perbandingan 4:1. Wanita yang meminum estrogen eksogen me miliki peningkatan resiko, yang melibatkan hormon lebih lanju lagi. Dengan berta mbahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang jelas. Batu empedu tidak bisa ditemukan pada orang yang berusia dibawah 20 tahun (1 persen), lebih sering dala m kelompok usia 40 sampai 60 tahun (11persen) dan ditemukan sekitar 30 persen pa da orang yang berusia di atas 80 tahun. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 19Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti yang ditunju kkan statistik ini : Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu , yang total beratnya beberapa ton. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis meng idap batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya menjalani pembedahan. Angka ke matian akibat pembedahan untuk bedah saluran empedu secara keseluruhan sangat re ndah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit empedu a tau penyulit pembedahan. 4.Etiologi Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kan dung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi bat u empedu masih belum diketahui sepenuhnya akan tetapi , tampaknya factor predisp osisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubah an komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan kompos isi empedu kemungkinan merupakan factor terpenting dalam pembentukan batu empedu . Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol me nyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebih an ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk kandung empedu. Stasis emp edu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan komponen tersebut. Gangguan kontraksi kandung e mpedu, atau spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya sta sis. Factor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlamba tan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompo k ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan bat u. Mucus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berper an sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul a kibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu. 20Cholelithiasis 5. Faktor-Faktor Resiko Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat ala miah yang yang bersifat multifaktorial termasuk disini adalah Cholelithiasis yan g diakibatkan dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingku ngan akhir-akhir ini dianggap berakibat dari tumbuhnya gaya hidup yang modern, t ermasuk disini adalah tingginya asupan karbohidrat, prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-insulin dependent diabetes mellitus, dan gaya hidup yang cender ung sedenter. Hipotesis genetik mendukung teori colelithiasis berkembang dari hu bungan keluaga, survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan bahwa ras am erika dan bangsa indian memiliki gen lithogenik lebih tinggi. Karena kolesterol dalam empedu kebanyakan berasal dari kolesterol yang dibentuk dari lipoprotein p lasma, beberapa studi dan penelitian memfokuskan pada gen yang terkait dengan tr ansport dari kolesterol tersebut, termasuk ekspresi dari apoprotein E, B dan A-I dan cholesterol ester transfer protein. Pada percobaan dengan menggunakan tikus dan hamster telah ditemukan memang ada suatu gen yang dapat membantu terbentukn ya batu empedu kolesterol. fLayoutInCell0fAllowOverlap1fBehindDocument1fHidden0f LayoutInCell0 Diagram Faktor resiko terjadinya batu empedu Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 21Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa penelitian ada lah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang tinggi, persentase lemak tubuh, kadar glokosa serum yang yang lebih tinggi terutama pada wanita (d engan atau tanpa NIDDM), paritas dan hiperinsulinemia. Pada penelitian yang seca ra konsisten dan sering ditemukan adalah hubungan antara konsentrasi kolesterol HDL serum dengan terjadinya batu empedu, yang memberikan kesan bahwa abnormalita s dari metabolisme kolesterol HDL yang mendasari terjadinya batu empedu. Usia dan jenis kelamin, prevalensi batu empedu meningkat seumur hidup. Di amerik a serikat, kurang dari 5% hingga 6% populasi yang berusia kurang dari 40 tahun y ang mengidap batu, berbeda dengan 25% hingga 30% pada mereka yang berusia lebih dari 80 tahun. Prevalensi pada perempuan berkulit putih adalah sekitar dua kali dibandingkan dengan laki-laki. Etnik dan geografik, prevalensi batu empedu koles terol mendekati 75% pada populasi amerika asli suku pima, hopi, dan Navajo sedan gkan batu pigmen jarang. Prevalensi tampaknya berkaitan dengan hipersekresi kole sterol empedu. Batu empedu lebih prevalen di masyarakat industry barat dan jaran g di masyarakat yang sedang atau belum berkembang. Lingkungan, pengaruh estrogen , termasuk kontrasepsi oral dan kehamilan, meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu. Kegemu kan, penurunan berat yang cepat, dan terapi dengan obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan sekresi kolesterol empedu. Penyakit dida pat, setiap keadaan dengan motilitas kandung empedu yang berkurang mempermudah t erbentuknya batu empedu, seperti kehamilan , penurunan berat yang cepat, dan ced era medulla spinalis. Namun, pada sebagian besar kasus hipomotilitas kandung emp edu timbul tanpa sebab yang jelas. Hereditas, selain etnisitas, riwayat keluarga saja sudah menimbulkan risiko, demikian juga berbagai kelainan herediter metabo lisme, misalnya yang berkaitan dengan gangguan sintesis dan sekresi garam empedu . 22Cholelithiasis 6. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu Batu Kolesterol Empedu yang disupersatu rasi oleh kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 persen batu empedu di negara barat. Sebagian besar batu ini merupakan batu kolesterol campuran yang me ngandung paling sedikit 75 persen kolesterol berdasarkan berat serta dalam varia si jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Batu ko lesterol murni terdapat dalam sekitar 10 persen dari semua batu kolesterol. Sifa t fisikomia empedu bervariasi sesuai konsentrasi relatif garam empedu, lesitin d an kolesterol. Kolestrol dilarutkan dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle , sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Hubungan antara kolesterol lesitin dan garam empedu ini dapat dilihat dalam gra fik segitiga. Yang koordinatnya merupakan persentasi konsentrasi molar garam emp edu, lesitin dan kolesterol. Empedu yang mengandung kolesterol seluruhnya di dal am micelles digambarkan oleh area di bawah garis lengkung ABC (cairan micelle) ; tetapi bila konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan kolesterol turun ke a rea di atas garis ABC, maka ada kolesterol di dalam dua fase atau lebih (cairan micelle dan kristal kolesterol) Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yan g dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan: Supersaturasi kolesterol empedu . Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 23Hipomotilitas kantung empedu. Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol. Hiperse kresi mukus di kantung empedu Supersaturasi Kolesterol empedu Kolesterol merupak an komponen utama dalam batu kolesterol. Pada metabolisme kolesterol yang normal , kolesterol yang disekresi ke dalam empedu akan terlarut oleh komponen empedu y ang memiliki aktivitas detergenik seperti garam empedu dan fosfolipid (khususnya lesitin). Konformasi kolesterol dalam empedu dapat berbentuk misel, vesikel, ca mpuran misel dan vesikel atau kristal. Umumnya pada keadaan normal dengan satura si kolesterol yang rendah, kolesterol wujud dalam bentuk misel yaitu agregasi li pid dengan komponen berpolar lipid seperti senyawa fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun berbatasan dengan fase berair sementara komp onen rantaian hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel. Semakin meningkat satu rasi kolesterol, maka bentuk komposisi kolesterol yang akan ditemukan terdiri at as campuran dua fase yaitu misel dan vesikel. Vesikel kolesterol dianggarkan sek itar 10 kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki fosfolipid bilayer ta npa mengandung garam empedu. Seperti misel, komponen berpolar vesikel turut diat ur mengarah ke luar vesikel dan berbatasan dengan fase berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang hidrofobik membentuk bagian dalam dari lipid dwilapis . Diduga 1.0, empedu dianggap tersupersatura si dengan kolesterol yaitu keadaan di mana peningkatan konsentrasi kolesterol be bas yang melampaui kapasitas solubilitas empedu. Pada keadaan supersaturasi, mol ekul kolesterol cenderung berada dalam bentuk vesikel unilamelar yang secara per lahan-lahan akan mengalami fusi dan agregasi hingga membentuk vesikel multilamel ar (kristal cairan) yang bersifat metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan akan menghasilkan kristal kolesterol monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada saat ini mengusulkan bahwa keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel merupakan faktor utama yang menentukan kecenderungan kristal cairan unt uk membentuk batu empedu. Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai fakto r paling utama yang menentukan litogenisitas empedu. Berdasarkan diagram fase, f aktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol empedu termasuk: Hipersekre si kolesterol. Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersatu rasi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh: peningkat an uptake kolesterol hepatik peningkatan sintesis kolesterol penurunan sintesis garam empedu hepatik penurunan sintesis ester kolestril hepatik Penelitian menda patkan penderita batu empedu umumnya memiliki aktivitas koenzim A reduktase 3-hi droksi-3-metilglutarat (HMG-CoA) yang lebih tinggi dibanding kontrol.Aktivitas H MG-CoA yang tinggi akan memacu biosintesis kolesterol hepatik yang menyebabkan h ipersekresi kolesterol empedu. Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 25empedu supersaturasi kolesterol pembentukan kristal kolesterol. Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu. Gara m empedu dapat mempengaruhi litogenisitas empedu sesuai dengan perannya sebagai pelarut kolesterol empedu. Hiposintesis garam empedu misalnya pada keadaan mutas i pada molekul protein transpor yang terlibat dalam sekresi asam empedu ke dalam kanalikulus (disebut protein ABCB11) akan menfasilitasi supersaturasi kolestero l yang berlanjut dengan litogenesis empedu. Komposisi dasar garam empedu merupak an asam empedu di mana terdapat tiga kelompok asam empedu utama yakni: Asam empe du primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik. Asam empedu sek under yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik. Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik. Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid pool) dan masing-masing mempunyai sifat hidrofobisi tas yang berbeda. Sifat hidrofobisitas yang berbeda ini akan mempengaruhi litoge nisitas empedu. Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar kemampuannya untuk menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu. Konsentrasi relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan mempeng aruhi CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam empedu primer dan tertier bersifat hidrofilik sementara asam empedu sekunder bersifat hidrofob ik. Penderita batu empedu umumnya mempunyai cadangan asam kolik yang kecil dan c adangan asam deoksikolik yang lebih besar. Asam deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan CSI dengan meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan a sam empedu hidrofilik yang berperan mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan sekresi kolesterol. Asam ursodeoksikolik turut menurunka n CSI dan memperpanjang waktu nukleasi, diduga dengan cara melemahkan aktivitas protein pronukleasi dalam empedu. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid 95% daripada fosfolipid empedu terdiri atas lesitin. Sebagai komponen utama fosfoli pid empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi kolesterol. Mut asi pada 26Cholelithiasis molekul protein transpor fosfolipid (disebut protein ABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu terkait dengan per kembangan kolelitiasis pada golongan dewasa muda. 2.Hipomotilitas kantung empedu . Motilitas kantung empedu merupakan satu proses fisiologik yang mencegah litoge nesis dengan memastikan evakuasi empedu dari kantung empedu ke dalam usus sebelu m terjadinya proses litogenik. Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuas i empedu ke dalam usus proses absorpsi air dari empedu oleh dinding mukosa lebih cepat dari evakuasi empedu peningkatan konsentrasi empedu proses litogenesis em pedu. Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat : Kelainan intrinsik din ding muskuler yang meliputi: Perubahan tingkat hormon seperti menurunnya kolesis tokinin (CCK), meningkatnya somatostatin dan estrogen. Perubahan kontrol neural (tonus vagus). Kontraksi sfingter melampau hingga menghambat evakuasi empedu nor mal. Patofisiologi yang mendasari fenomena hipomotilitas kantung empedu pada bat u empedu masih belum dapat dipastikan. Namun begitu, diduga hipomotilitas kantun g empedu merupakan akibat efek toksik kolesterol berlebihan yang menumpuk di sel otot polos dinding kantung yang menganggu transduksi sinyal yang dimediasi oleh protein G. Kesannya, terjadi pengerasan membran sarkolema sel otot tersebut. Se cara klinis,penderita batu empedu dengan defek pada motilitas kantung empedu cen derung bermanifestasi sebagai gangguan pola makan terutamanya penurunan selera m akan serta sering ditemukan volume residual kantung empedu yang lebih besar. Sel ain itu, hipomotilitas kantung empedu dapat menyebabkan stasis kantung empedu. S tasis merupakan faktor resiko pembentukan batu empedu karena gel musn akan terak umulasi sesuai dengan perpanjangan waktu penyimpanan empedu. Stasis menyebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan gangguan pada sirk ulasi enterohepatik. Akibatnya, output garam empedu dan fosfolipid berkurang dan ini memudahkan kejadian supersaturasi. Stasis yang berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur bilier (biliary sludge) Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 27terutamanya pada penderita dengan kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untu k periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penuruna n berat badan mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal dengan nama mikrolitias is atau pseudolitiasis ini terjadi akibat presipitasi empedu yang terdiri atas k ristal kolesterol monohidrat, granul kalsium bilirubinat dan mukus. Patofisiolog i lumpur bilier persis proses yang mendasari pembentukan batu empedu. Kristal ko lesterol dalam lumpur bilier akan mengalami aglomerasi berterusan untuk membentu k batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier merupakan prekursor dalam lito genesis batu empedu. 3.Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol. Empedu yang su persaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses nukleasi. Nukleas i merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada empedu supersa turasi. Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh keseimbangan unsur antinukleasi dan pronukleasi yang merupakan senyawa protein tertentu yang dikandung oleh empedu, faktor pronukleasi berinteraksi dengan vesikel kolesterol sementara faktor antinukleasi berinteraksi dengan kristal solid kolesterol. Ant ara faktor pronukleasi yang paling penting termasuk glikoprotein musin, yaitu sa tu-satunya komponen empedu yang terbukti menginduksi pembentukan batu pada keada an in vivo. Inti dari glikoprotein musin terdiri atas daerah hidrofobik yang mam pu mengikat kolesterol, fosfolipid dan bilirubin. Pengikatan vesikel yang kaya d engan kolesterol kepada regio hidrofilik glikoprotein musin ini diduga memacu pr oses nukleasi. Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model si stem empedu termasuk imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N, haptoglobin da n glikoprotein asam a-1. Penelitian terbaru menganjurkan peran infeksi intestinal distal oleh spesies Helicobacter (kecuali H. pylori) menfasilitasi nukleasi kole sterol empedu. Proses nukleasi turut dapat diinduksi oleh adanya mikropresipitat garam kalsium inorganik maupun organik. Faktor antinukleasi termasuk protein se perti imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA II. Mekanisme fisiologik yang mendas ari efek untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini masih belum dapat dipas tikan. Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan terjadinya pr oses kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. 28Cholelithiasis Waktu nukleasi pada empedu penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dib anding empedu kontrol pada orang normal. Waktu nukleasi yang pendek mempergiat k ristalisasi kolesterol dan menfasilitasi proses litogenesis empedu. 4.Hipersekresi mukus di kantung empedu Hipersekresi mukus kantung empedu dikatak an merupakan kejadian prekursor yang universal pada beberapa penelitian mengguna kan model empedu hewan. Mukus yang eksesif menfasilitasi pembentukan konkresi ko lesterol makroskopik karena mukus dalam kuantitas melampau ini berperan dalam me merangkap kristal kolesterol dengan memperpanjang waktu evakuasi empedu dari kan tung empedu. Komponen glikoprotein musin dalam mukus ditunjuk sebagai faktor uta ma yang bertindak sebagai agen perekat yang menfasilitasi aglomerasi kristal dal am patofisiologi batu empedu. Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi m ukus belum dapat dipastikan namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting d alam hal ini. Sebagian besar pasien batu kolesterol mensekresi empedu hati litog enik. Kelompok tertentu mempunyai kumpulan garam empedu total yang berkontraksi (1,5 sampai 2g) yang merupakan separuh ukuran orang normal. Bisa timbul akibat h ubungan umpan balik garam empedu abnormal dengan penurunan sintesis hati bagi ga ram empedu atau hilangnya garam empedu secara berlebihan melalui feses akibat ma labsorpsi ileum primer atau setelah reseksi atau pintas ileum. Kelompok lain, te rutama orang yang gemuk, mensekresi kolesterol dalam jumlah yang berlebihan. Beb erapa bukti menggambarkan bahwa masukan diet kolesterol dan atau kandungan kalor i diet bisa mempengaruhi sekresi kolesterol juga. Mekanisme lain yang diusulkan bagi pembentukan batu, melibatkan disfungsi vesika biliaris. Stasis akibat obstr uksi mekanik atau fungsional, bisa menyebabkan stagnasi empedu di dalam vesika b iliaris dengan resorpsi air berlebihan dan merubah kelarutan unsur empedu. Penel itian percobaan menggambarkan bahwa peradangan dinding kandung empedu bisa menye babkan resorpsi garam empedu berlebihan, perubahan dalam rasio lesitin/garam emp edu serta sekresi garam kalsium, mukoprotein dan debris organik sel; perubahan i ni bisa merubah empedu hati normal menjadi empdu litogenik di dalam vesika bilia ris. Peranan infeksi dalam patogenesis pembentukan batu kolesterol bersifat kont roversial. Walaupun organisme usus tertentu bisa dibiak dari inti batu kolestero l atau dari dinding vesika biiaris, namun sebagian besar batu kolesterol terbntu k tanpa adanya infeksi. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 29Sumber gambar: cholesterolmedications.info Batu Pigmen Batu pigmen merupakan sek itar 10 persen dari batu empedu di amerika serikat. Ada dua bentuk, yaitu batu p igmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebi h kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilannya hijau sampai h itam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu, dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26 pers en) dan banyak senyawa organik lain. Di daerah timur, batu kalsium bilirubinat d ominan dan merupakan 40 sampai 60 persen dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam serta sering membuat batu diluar vesika biliaris di dalam duktus koledokus atau di dalam duktus biliaris intrahepatik. B atu kalsium bilirubinat sering radioopak, sedangkan batu pigmen murni mungkin ti dak radioopak, tergantung pada kandungan kalsiumnya. Patogenesis batu pigmen ber beda dengan batu kolesterol, kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah ya ng meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu. Si rosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi. (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Patofisiologi batu Pigmen Murni (pigmen Hitam) Pemb entukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat (k hususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipers ekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekre si normal. 30Cholelithiasis Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase-b endogenik memb entuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asid ifikasi empedu akibat daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau menurun nya kapasitas buffering asam sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfas ilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjad i pada keadaan empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut denga n pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonj ugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam. Patofisiologi batu pigmen Kalsium Bilir ubinat (batu coklat) Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pad a empedu, sesuai dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopi k batu. Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan O pisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpig men. patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di empedu. Mikroorg anisma enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase-b, fosfolipase A d an hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatka n seperti berikut: Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga men yebabkan pembentukan bilirubin tak terkonjugat. Fosfolipase A menghasilkan asam lemak beb as (terutamanya asam stearik dan asam palmitik). Hidrolase asam empedu menghasil kan asam empedu tak terkonjugat. Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat be rkompleks dengan senyawa kalsium dan membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapa t termendak lalu berkristalisasi sehingga Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 31terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis emped u dan konsentrasi kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotei n bakteri diduga dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang m enfasilitasi pembentukan batu, seperti fungsi pada musin endogenik. Batu Pigmen Hitam sumber gambar: anatomy.med.umich.edu Batu Pigmen Coklat Riwayat Alamiah Batu empedu Riwayat alamiah batu empedu masih belum sepenuhnya d ipahami. Penentuan umur karbon telah memperlihatkan bahwa batu bisa memerlukan w aktu selama 8 tahun untuk mencapai ukuran maksimum. Lebih lanjut, bisa memerluka n waktu bertahun tahun untuk timbulnya gejala setelah batu mulai terbentuk. Jela s dengan luasnya prevalensi batu empedu, gejala yan mengharuskan dilakukannya ko lesistektomi hanya timbul dalam sedikit pasien. 32Cholelithiasis Hanya sekitar 30 persen pasien batu empedu yang memerlukan kolesistektomi. Cara terbaik untuk memeriksa riwayat alamiah batu empedu adalah dengan membagi pasien batu empedu ke dalam dua kategori, simtomatik dan asimtomatik. Pasien batu empe du simtomatik membentuk kelompok dengan insiden yang tinggi untuk mendapatkan ma salah nantinya. Beberapa seri besar dari swedia yang diikuti dari 1.300 pasien b atu empedu berusia 5 sampai 20 tahun. Walaupun lebih dari 90 persen mempunyai ge jala waktu diagnosis, namun mereka bukan sasaran kolesistektomi. Sekitar setenga h pasien kemudia mengalami kekambuhan dan komplikasi parah seperti kolesistisis akuta, ikterus, pankreatitits atau karsinoma vesika biliaris. Lebih lanjut, mort alitas bedah meningkat dengan tindakan gawat darurat atau komplikasi serius. Saa t ini kebanyakan doktr menerima konsep bahwa pasien batu empedu simtomatik merup akan calon kolesistektomi jika mereka sudah sehat dan mempunyai harapan hidup pa ling sedikit 5 tahun. Pasien batu empedu asimtomatik bisa benar-benar mengalami perjalan yang berbeda. Dampak yang ditarik dari penelitian pasien simtomatik yan g disebutkan diatas bahwa sebagian pasien asimtomatik, jika diikuti cukup lama a kan menderita gejala atau komplikasi parah. Tetapi sebagian besar pasien simtoma tik telah menderita penyakit vesika biliaris lanjut pada waktu diagnosis, sehing ga tidak menampilkan populasi pembanding yang adil. Lebih lanjut, kita mengetahu i dari penelitian autopsi bahwa banyak pasien batu empedu tak pernah memerlukan kolesistektomi dan jelas tetap asimtomatik. Dua penelitian yang baik telah menye butnya sebagai batu empedu tenang asimtomatik. Batu empedu ditemukan secara kebetu lan atau selama program penyaringan berskala besar dalam 235 pasien asimtomatik. Hanya 15 persen kemudian menderita kolik biliaris dan hanya 3 persen menderita komplikasi serius dalam pengawasan jangka lama (10 tahun). Saat ini, dengan kema mpuan penyaring diagnostik efektif (misalnya USG), banyak pasien batu empedu asi mtomatk akan diketahui. Dalam kelompok ini, ada parameter tertentu yang mungkin membenarkan kolesistektomi profilaktik. Pengalaman masa lampau telah memperlihatka n bahwa pasien dengan batu empedu besar (2,5 cm), vesika biliaris berkalsifikasi atau vesika biliaris tidak berfungsi atau pasien diabetes dengan batu empedu, m empunyai risiko peningkatan komplikasi yang serius yang berhubungan langsung den gan batu empedu; kolesistektomi berencana dibenarkan dalam subkelompok pasien de ngan batu empedu asimtomatik ini. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 337.Patogenesis Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu saluran e mpedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor yaitu : Batu kolesterol , dimana komposisi kolesterol melebihi 70%. Batu kolesterol biasanya berukuran b esar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan sering kal i mengandung kalsium karbonat , fosfat, dan bilirubin sehingga dapat menimbulkan warna putih, abu-abu, hingga hitam. Batu mungkin ditemukan hanya satu, tetapi u mumnya banyak dan memiliki permukaan yang bersegi-segi, dikarenakan aposisi satu sama lain. Sebagian besar batu kolesterol bersifat radiolusen, meskipun hampir 20% batu mengandung kalsium karbonat sehingga terlihat radioopak. Kolesterol ber sifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi melalui gara m empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama kedalam empedu. Jika konsentr asi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolestero l tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi Kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat, oleh karena itu, terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi agar terjadi batu empedu kolesterol : Empedu harus mengalami supersaturasi oleh kolesterol didalam kandung empedu. Pem bentukan inti batu empedu (nukleasi) dimungkinkan secara kinetis ( terjadi perce patan kristalisasi kolesterol). Kristal kolesterol yang terbentuk harus berada c ukup lama di kandung empedu Nukleasi dipercepat oleh mikropresipitasi garam kals ium inorganic dan organic, yang berfungsi sebagai tempat nukleasi bagi batu kole sterol. Protein didalam empedu juga berperan. Stasis kandung empedu berperan pen ting dalam pembentukan dan pertumbuhan batu. Seiring dengan semakin pekatnya emp edu saat disimpan di kandung empedu, tingkat kejenuhan kolesterol didalam empedu juga semakin meningkat. 34Cholelithiasis Batu pigmen, terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini; b ilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai panjang. Batu pigmen hitam b erkaitan dengan hemolisis kronis. Batu ini kaya akan residu hitam yang tak terek strasi. Batu ini ditemukan dalam empedu steril dalam kandung empedu. Batu pigmen hitam biasanya kecil, berjumlah banyak, serta mudah remuk. Karena adanya kalsiu m karbonat dan fosfat, 50% hingga 75% batu pigmen hitam bersifat radioopak. Batu pigmen coklat berkaitan dengan infeksi saluran empedu. Batu coklat ditemukan ta k-terkonjugasi dan sedikit garam kalsium lainnya, musin, glikoprotein dan disalu ran intra- atau ekstra hati yang terinfeksi. Batu mengandung garam kalsium dari bilirubin kolesterol. Batu pigmen coklat biasanya tunggal atau sedikit serta lun ak dengan konsistensi berminyak seperti sabun karena adanya garam asam lemak yan g dibebaskan oleh kerja fosfolipase bakteri pada lesitin kalsium bersifat radiol usen. Pathogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan factor diet. Kelebihan aktifitas enzim bglucuronidse bakteri dan manusia (endogen) memegang peranan penting pada pathogenesis batu pigmen. Hidro lisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi ya ng akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim tersebut biasanya dihasilk an oleh kuman e. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat diham bat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet re ndah protein dan rendah lemak. Batu kolesterol campuran, memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, empedu. Batu pigmen coklat yang mengandung sabun majemuk dan berwarna coklat tua. Adanya pigmen pada didalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 35PATOFISIOLOGI Sekresi kolesterol pada hati Penurunan produksi empedu Pengendapan kolesterol di kandung empedu Pembentukan b atu empedu (Kolelitiasis) Saluran empedu tersumbat Keseluruh tubuh (melalui pere daran darah) Batu mengikis dinding kandung empedu Penyumbatan usus (Ileus batu e mpedu) 8.Manifestasi Klinis Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan d ikenal sebagai nyeri kolik. Timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemud ian berkurang secara bertahap. Nyeri 36 Infeksi (saluran empedu) peradangan Pank reas (Pankreatitis)Cholelithiasis bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi n yeri berlainan, tetapi paling banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan b isa menjalar ke bahu kanan. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, m enggigil dan sakit kuning (jaundice). Biasanya penyumbatan bersifat sementara da n jarang terjadi infeksi. Nyeri akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri akibat penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus sistikus menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis akut). Batu empedu yang menyumbat duktus pankreatikus menyebabkan terjadinya peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri dan mungkin juga infeksi. Kadang nyeri yang hila ng-timbul kambuh kembali setelah kandung empedu diangkat, nyeri ini mungkin dise babkan oleh adanya batu empedu di dalam saluran empedu utama. Nyeri yang timbul biasanya dapat dicetuskan oleh makanan berlemak, makan terlalu banyak setelah be rpuasa, bahkan makan secara normal. Metabolisme bilirubin berpengaruh terhadap p enyakit kolelitiasis, dimana bilirubin menyebabkan terjadinya jaundice (kuning) pada pasien dengan kolelitiasis. Bilirubin adalah suatu produk sampingan dari ba gian heme sel-sel darah merah yang dilepaskan ketika sel-sel darah mengalami keh ancuran. Pada saat tersebut bilirubin tidak dapat larut dalam air (unconjugated) dan terdapat dalam darah berikatan dengan protein. Hati bertanggung jawab untuk menangkap bilirubin unconjugated ini, untuk menkonjugasikannya ke dalam bentuk yang larut dalam air, dan untuk mensekresikan bilirubin conjugated kedalam duode num dan dipecah oleh bakteri menjadi urrobilinogen. Sebagian urrobilinogen disek resikan bersama feses, sehingga feses berwarna cokelat. Sebagian lainnya dalam u rin dan sebagian sisanya kembali menuju hati dan di ubah kembali menjadi bilirub in. 9.Diagnosis penyakit saluran empedu ANAMNESA Setengah sampai dua pertiga penderi ta batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 37Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadra n atas kanan, atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungk in memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudi an. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus t imbul tiba - tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, at au ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita m elaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistit is, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewak tu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik n afas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis setempat ( tanda murphy ). P ada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kan an atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kola ngitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Pr uritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak di temukan di daerah tungkai daripada di daerah badan. Pada kolangitis dengan sepsi s yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan gangguan kesadar an. Gambaran klinis Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien dengan batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu empedu simptoma tik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolan gitis dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa ge jala baik waktu dengan diagnosis maupun selama pemantauan. Hampir selama 20 tahu n perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap asimptomatik, 30% mengalami kol ik bilier dan 20% mendapat komplikasi. Pada penderita batu kandung empedu yang a simtomatik keluhan yang mungkin bisa timbul berupa dispepsia yang kadang diserta i intoleransi pada makanan-makanan yang berlemak. Gejala batu empedu yang khas a dalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlan gsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus 38Cholelithiasis biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningka t dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyer i viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung yang dise rtai muntah. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupak an tanda rangsangan peritoneum setempat. Pruritus ditemukan pada ikterus obstruk tif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan. Pada pasien dengan komplikasi batu empedu akan menimbulkan gejala yang be rbeda tergantung komplikasinya. Pada pasien batu empedu dengan komplikasi kolesi stitis akut maka pasien akan mengalami gejala nyeri hebat mendadak muntah,dan de mam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas dan seri ng teraba kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis (penurunan ak tivitas peristaltik hingga timbul ileus paralitik ; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terja dinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria dan mungkin syok) Pemeriksaan labo ratorium akan menunjukkan selain lekositosis akan terdapat kenaikan jumlah bilir ubin dan faal hati kemungkinan akibat kompresi local pada saluran empedu. Pada p asien batu empedu dengan komplikasi kolangitis akut maka pasien akan mengalami g ejala berupa trias charcot meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus da n demam. Pada kolangitis akut supurativa trias charcot meliputi hipotensi, oligo uri dan gangguan kesadaran. Pada pasien batu empedu dengan komplikasi pankraesit is maka pasien akan mengalami gejala yang paling menonjol berupa nyeri perut heb at yang timbul mendadak dan terus menerus. Nyeri biasanya di epigastrium, tetapi dapat terpusat dikanan atau dikiri linea mediana. Nyeri sering menyebar ke pung gung, dan penderita mungkin merasa lebih enak bila duduk sambil membungkuk kedep an. Posisi berbaring atau berjalan akan memperberat nyeri. Nyeri tersebut sering disertai mual, muntah, berkeringat, dan pada perut kanan atas dengan kombinasi mual, Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 39kelemahan. Nyeri biasanya hebat selama sekitar 24 jam kemudian mereda selama beb erapa hari. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok, takikardia, leukosito sis, dan demam. Ikterus ringan dapat timbul bila telah terjadi obstruksi biliari s. Timbul nyeri tekan dan defans muscular otot abdomen dengan distensi, rigidita s, dan bukti lain adanya peritonitis yang timbul bila peradangan mengenai perito neum. Dan bising usus dapat menurun. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu. Kala u ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistis is akut dengan peritonitis lokal atau umum. Hidrops kandung empedu, empiema kand ung empedu atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punk tum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif bila n yeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empe du yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menar ik nafas. Batu saluran empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. P erlu diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tid ak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikte rik klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai dengan obst ruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis terse but. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangi olitis piognik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade reynold, berupa tig a gejala tria charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesada ran sampai koma. Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit saja. Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam dan kedinginan serta riwayat ikterus, urin berwarna gelap dan feses berwar na terang. Semuanya menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu, gamba ran fisis ikterus, nyeri tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan at as sangat bermanfaat dalam memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Teta pi gambaran ini tidak patognomonik bagi penyakit saluran 40Cholelithiasis empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder terhadap penyakit dalam sistem org an lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka batang saluran empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar (kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh lain, sebenarnya d iagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu memerlukan bantuan pem eriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan gambar radiografi, sonografi ata u radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk mendeteksi adanya batu empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau halangan ali ran empedu dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau d engan visualisasi langsung anatomi batang saluran empedu. Pemeriksaan Laboratori um Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak tes bio kimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati. Bi lirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari reaksi van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering pe ningkatan biirubin serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris pada banyak jenis k elainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular dan sepsis sistem ik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul sekunder terhadap kole stasis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim hati atau kolestasis ek strahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, kegan asan atau penyakit pankras jinak. Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bi lirubin serum memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu ekskresi bilirubin urin sama dengan produksi harian. Nilai lebih dari 30 mg per 100 ml be rarti terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Ke ganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin ser um 20 mg per 100 ml) sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagi an, dengan bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. Alanin am inotransferase (SGOT) dan aspartat aminotransferase (SGPT) merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan dalam aktivi tas serum sering menunjukkan kelainan sel hati; tetapi peningkatan enzim ini (sa tu sampai tiga kali dari normal atau kadang-kadang sangat tinggi tetapi sepintas ) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu. Fosfatase alkali merupak an enzim yang disintesis dalam epitel saluran empedu. Pada obstruksi saluran emp edu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini . Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetap i fosfatase alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerus akan tulang. Juga selama kehamilan, fosfatase alkali serum meningkat terhadap si ntesis plasenta. Dengan adanya Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 41penyakit tulang dan kehamilan, leusin aminopeptidase dan 5-nukleotidase disintes is oleh sel duktus biliaris (tetapi tak ada dalam tulang dan plasenta) serta sif atnya serupa dengan fosfatase alkali dengan adanya obstruksi saluran empedu. Bat u kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratori k. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindr om Mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktu s koledokus oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan penjal aran radang ke dinding yang tertekan tersaebut. Kadar bilirubin serum yang tingg i mungkin disebabkan batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali seru m dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut. Pemeriksaan Radiologi Foto Polos Abdomen Foto polos kadang-kadan g bisa bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal kebanyakan patologi saluran empedu . Hanya 15 persen batu empedu mengandung cukup kalsium untuk memungkinkan identi fikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding vesika biliaris (yang dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu susu kalsium, tempat beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di dalam vesika bil iaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia (adanya udara dalam salu ran empedu atau di dalam lumen atau di dinding vesika biliaris) bersifat abnorma l dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau memintas mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu. Udara di dalam lumen dan dinding vesika biliaris terlihat pada kolesistisis emfisematosa yang timbul sekunder terh adap infeksi bakteri penghasil gas. Adanya massa jaringan lunak yang mengidentas i duodenum atau fleksura koli dekstra bisa juga menggambarkan vesika biliaris ya ng terdistensi. 42Cholelithiasis Sumber gambar: ceessentials.net Barium meal Pemeriksaan kontra lambung dan duode num jarang memberikan informasi langsung tentang batang saluran empedu. Tetapi b isa bermanfaat dalam arti negatif dengan menyingkirkan penyakit yang di tempat l ain. Misalnya ulkus duodeni atau GERD. Refluks kontras ke dalam batang saluran e mpedu selalu abnormal dan membawa bentuk identik dengan pneumobilia, karena meng gambarkan hubungan abnormal antara batang saluran empedu dan usus. Kolesistograf i oral Kolesistogram oral yang dikembangkan graham dan cole dalam tahun 1924, me rupakan standar yang paling baik bagi diagnosis kelainan vesika biliaris. Zat or ganik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat (telepaque) diberikan peroral p ada malam sebelumnya dan pasien dipuasakan. Obat ini diabsorpsi diikat ke albumi n, diekstraksi oleh hepatosit, disekresi ke dalam emepedu dan dipekatkan di dala m vesika biliaris; opasifikasi vesika biliaris terjadi dalam 8 sampai 12 jam. Ba tu empedu atau tumor tampak sebagai filling defect. Opasifikasi membutuhkan dukt us sistikus yang paten dan vesika biliaris yag berfungsi. Bila vesika biliaris g agal terlihat maka tindakan ini diulang dalam 24 jam. Kegagalan opasifikasi pada pengulangan kembali atau kolesistografi oral dosis ganda bersifat diagnostik pe nyakit vesika biliaris dan obstruksi duktus sistikus. Kolesistogram oral sangat sensitif dan spesifik serta hasilnya mendekati 98 persen bila digunakan dengan t epat. Tes ini tidak dapat diandalkan bila bilirubin serum meningkat atau dengan adanya muntah, diare atau malabsorpsi. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 43Sumber gambar: ceessentials.net Kolangiografi intravena Tes ini telah dikembangkan dalam tahun 1954 untuk memung kinkan visualisasi keseluruhan batang saluran empedu ekstrahepatik. Tetapi resol usi radiografi sering buruk dan tes ini tak dapat diandalkan bila bilirubin seru m lebih dari 3 mg per 100 ml. Lebih lanjut yang rekasi yang jarang tetapi munngk in muncul. Tes ini telah digantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman, lebih dapa t diandalkan. Sumber gambar: ceessentials.net Ultrasonografi Perkembangan teknik canggih ultra sonografi saluran empedu telah mengganti kolesistografi oral sebagai tes penyari ng bagi kolelitiasis. Karena USG tidak cukup akurat seperti kolesistografi, maka kolesistogram oral tetap merupakan standar terbaik dalam diagnosis batu empedu. Tetapi USG cepat, tidak invasif dan tanpa radilologic exposure; lebih lanjut, U SG dapat digunakan pada pasien ikterus dan mencegah ketidakpatuhan pasien dan ab sorpsi zat kontras oral. Sehingga USG merupakan tes penyaring yang lebih baik. K riteria untuk diagnosis kolelitiasi mencakup terdapatnya gambaran hiperechoid ya ng merupakan batunya dan gambaran accoustic shadow yang berada di bawah batu ter sebut, dapat juga terlihat adanya gambaran penebalan dari dinding kandung empedu yang bila lebih dari 5mm merupakan indikasi adanya cholecystitis (penebalan dar i dinding kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari kandung empedu tapi pada kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut berkurang). USG dapat juga mende teksi batu yang berada pada duktus dengan terlihat adanya gambaran dilatasi dukt us Bila USG ada, maka ketepatan mendekati 90 persen. Positif palsu jarang terjad i (1 44Cholelithiasis sampai 3 persen) tetapi negatif palsu timbul sekitar 10 persen pada kesempatan s ekunder terhadap ketidakmampuan USG mendeteksi 1. Batu dalam vesika biliaris yan g dipadati batu, 2. Batu yang sangat kecil 3. Batu tersangkut dalam duktus sisti kus. Pada keadaan tertentu, kolesistogram oral diperlukan untuk mengkonfirmasi a da atai tidak adanya penyakit vesika biliaris. Penemuan koledokolitiasis tidak d apat diandalkan dengan USG. USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai t eknik penyaring, tidak hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa d iketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan dalam parenkim hati atau pankreas (s eperti mass atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal untuk memulai diagnostk bagi ikteru s. Bila telah diketahui duktus intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan di agnosis kolestasis ekstrahepatik. Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka in i menggambarkan kolestasis intrahepatik. Ketepatan USG dalam membedakan antara k olestasis intra atau ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi jelas melebihi 90 persen. Sumber gambar: meddean.luc.edu ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatogra phy) Tes invasif ini melibatkan opasifikasi langsung saluran empedu dengan kanul asi endoskopik ampulla vateri dan suntikan retrograd zat kontras. Didaptkan radi ografi yang memuaskan dari anatomi duktus biliaris (dan pankreatikus). Lebih lan jut, ahli endoskopi akan Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 45memvisualisasi mukosa periampulla dan duodenum. Di samping kelainan pankreas, ER CP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau bila lesi tidak menyumbat seperti batu duktus koledokus, kolangitisi sklerotikan atau anomali kongenital. Ahli end oskopik berpengalaman dapat mengkanulasi duktus biliaris dan berhasil pada 90 pe rsen kesempata. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam batang saluran empedu yang tersumbat sebagi an. Harus diakui dengan adanya obstruksi saluran empedu lengkap, hanya luas obst ruksi distal yang akan divisualisasi; anatomi batang saluran empedu proksimal bi asanya lebih dikhawatirkan dalam merencanakan terapi bedah, sehingga sering lebi h disukai kolangiografi ekstrahepatik perkutis. Satu keuntungan ERCP bahwa kadan g-kadang terapi sfingterotomi endoskpoi dapat dilakukan serentak untuk memungkin kan lewatnya batu duktus koledokus secara spontan atau untuk memungkinkan pembua ngan batu dengan instrumentasi retrograd duktus biliaris. Pemasangan stent bilia ris retrograd atau endprotesa melintasi striktura biliaris dapat juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan endoskopi ini. Sumber gambar: ask.com 46Cholelithiasis PTC (Percutaneos Transhepatic Cholangiograph) Merupakan tindakan invasif yang me libatkan pungsi transhepatik perkutis pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chibakurus (ukuran 21) dan suntikan prograd zat kontras. Di peroleh uraian memuaskan dari anatomi saluran empedu. Penggunaan primernya adala h dalam menentukan tempat dan etiologi ikterus obstruktif dalam persiapan bagi i ntervesi bedah. Dengan adanya dilatasi duktus, PTC sebenrnya berhasil pada 100 p ersen kesempatan; tanpa dilatasi (seperti pada kolangitis sklerotikan atau koled okolitiasis non obstruksi), maka radiograf adekuat dapat diperoleh hanya pada 60 persen kesempatan. Resiko PTC mencakup perdarahan intraperitoneum atau kebocora n empedu dari tempat tusukan (1 sampai 3 persen), kolangitis ringan (5 sampai 10 persen), hemobilia (,1 persen) dan tusukan sengaja viskus lokal (vesika biliari s, kavitas pleuralis). Ahli radiologi intervensional telah memperluas konsep PTC dengan mengembangkan teknik terapi kateterisasi saluran empedu transhepatik per kutis. Teknik ini memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada psien ko langitis akut toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat darurat. Drainas empedu perkutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruktif untuk pembe dahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati. Lebih lanjut, kateter empedu perkutis ini dapat dimajuka melalui striktura saluran empedu gan as ke dalam duodenum dan ditinggalkan ditempat secara permanen sebagai cara pere daan non bedah pada pasien berisiko buruk. Stase Ilmu Bedah RSU. Prof. DR. Boloni Page 47Sumber gambar: http://www.ajronline.org Pemeriksaan radionuklida Asama dimetil i minodiasetat ditandai teknetium 99m (99mTc-HIDA) dan asama parisopropil iminodia setat (Tc-PIPIDA) merupakan zat pemanc