refarat gangguan konversi

43
BAGIAN ILMU PSIKIATRI FEBRUARI 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT: GANGGUAN KONVERSI LAPSUS: GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI OLEH: Ris Ryani Syahputri C11111271 Pembimbing: dr. Yazzit Mahri Supervisor: dr. Agus Japari, M.Kes., SpKJ

Upload: ris-ryani-syahputri-maruf

Post on 18-Dec-2015

199 views

Category:

Documents


62 download

DESCRIPTION

Gangguan ini disebut gangguan konversi atau disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori, dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU PSIKIATRI FEBRUARI 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT:GANGGUAN KONVERSILAPSUS:GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI

OLEH:Ris Ryani Syahputri C11111271

Pembimbing:dr. Yazzit Mahri

Supervisor:dr. Agus Japari, M.Kes., SpKJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PSIKIATRIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN2015LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:Nama / NIM: Ris Ryani SyahputriC11111271

Judul Referat: GANGGUAN KONVERSIJudul Laporan Kasus: GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2015

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Agus Japari, M.Kes., SpKJ dr. Yazzit Mahri

BAB IPENDAHULUAN

Gangguan ini disebut gangguan konversi atau disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori, dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis.(1)Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan manjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer; primary gain) dimana memungkinkan pasien untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan dan mengumpulkan perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder; secondary gain).(1,2)Gejala konversi menunjukkan gangguan fisik tetapi merupakan hasil dari faktor psikologis. Menurut model psikodinamik, gejala akibat konflik emosional, dengan represi konflik ke alam bawah sadar. Pada akhir 1880-an, Freud dan Breuer menyarankan bahwa gelaja histeris akibat intrusi kenangan yang terhubung ke trauma psikis ke persarafan somatik. Proses pikiran-untuk-tubuh disebut sebagai konversi.(2)Gangguan konversi, seperti yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edidi Keempat, Revisi Teks (DSM-V-TR), melibatkan gejala atau deficit mempengaruhi motorik sukarela atau fungsi sensorik yang menyarankan neurologis atau kondisi medis umum lainnya. Namun, setelah evaluasi menyeluruh, yang mencakup pemeriksaan neurologis rinci dan laboratorium yang sesuai dan tes diagnostik radiografi, tidak ada penjelasan neurologis ada untuk gejala, atau temuan pemeriksaan tidak sesuai dengan keluhan. Dengan kata lain, gejala gangguan medis organic atau gangguan dalam fungsi neurologis yang normal tidak berkaitan dengan penyebab medis atau neurologis organic.(2)

1.1.DefinisiGangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh. (3,6)

1.2.EpidemiologiGangguan konversi bukan merupakan gangguan psikiatri yang umum, namun tidak jarang ditemukan. Suatu komunits melaporkan bahwa insiden tahunan gangguan konversi adalah 22 per 100.000. Di antara populasi khusus, keberadaan gangguan konversi bahkan dapat lebih tinggi dari itu bahkan mungkin membuat gangguan konversi menjadi gangguan somatoform yang paling lazim ditemukan pada beberapa populasi.(3)Rasio perempuan banding laki-laki di antara pasien dewasa adalah sedikitnya 2:1 dan paling tinggi 10:1 pada anak bahkan terdapat predominasi yang lebih tinggi pada anak perempuan. Laki-laki dengan penggunaan konversi biasanya pernah mengalami kecelakaan kerja atau militer. Gangguan konversi dapat memiliki awitan kapanpun dari masa kanak hingga usia tua, tetapi lazim pada masa remaja dan dewasa muda. Data menunjukkan bahwa gangguan konversi adalah gangguan yang paling lazim di antara populasi pedesaan, orang dengan sedikit edukasi, orang dengan IQ rendah, orang dalam kelompok sosioekonomi rendah, dan anggota militer yang telah terpajang situasi perang. Gangguan konversi lazim dikaitkan dengan diagnosis komorbid gangguan depresi berat, gangguan anxietas, dan skizofrenia.(3,4)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Etiologi Faktor Psikoanalitik. Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intrapsikis yang tidak disadari dan konversi anxietas menjadi suatu gejala fisik. Konflik tersebut adalah antara impuls berdasarkan insting (contohnya agresi atau seksualitas) dan larangan pengungkapan ekspresi. Gejalanya memungkinkan ekspresi parsial keinginan atau dorongan terlarang, tetapi menyamarkannya sehingga pasien dapat menghindari secara sadar untuk menghadapi impuls yang tidak dapat diterima tersebut yaitu gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik yang tidak disadari. Gejala gangguan konversi juga memungkinkn pasien menyampaikan bahwa mereka membutuhkan perhatian atau perlakuan khusus. Gejala tersebut dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi orang lain.(3) Faktor Biologis. Semakin banyak data yang mengaitkan fakor biologis dan neuropsikologis di dalam timbulnya gejala gangguan konversi. Studi pencitraan otak sebelumnya menemukan adanya hipometabolisme hemisfer dominan dan hipermetabolisme hemisfer nondominan dan mengaitkan hubungan hemisfer yang terganggu sebagai penyebab gangguan konversi. Gejalanya dapat disebabkan oleh bangkitan korteks berlebihan yang mematikan lengkung umpan balik negative antara korteks serebri dengan formasio retikularis batang otak. Selanjutnya, peningkatan kadar keluaran kortikofugal menghambat kesadaran pasien akan sensasi yang berkaitan dengan tubuh, yang pada sebagian pasien dengan gangguan konversi dapat menjelaskan adanya defisit sensorik yang dapat diamati.(3)

2.2.Gejala KlinisGejala konvesi menunjukkan gangguan neurologi dari system sensorik atau motorik yang paling umum : paresis, kelumpuhan, aphonia, kejang, kebutaan, dan anestesi. Gangguan konversi mungkin paling sering disertai gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, anti social, dan histrionic. Gejala gangguan depresif dan anxietas sering dapat meneyrtai gejala gangguan konversi, dan pasien ini memiliki rasio bunuh diri.(3,5)Gejala sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan paresthesia adalah gejala yang lazim ditemukan, terutama pada ekstremitas. Semua modalitas sensorik dapat terlibat dan distribusi gangguan biasanya tidak konsisten dengan distribusi gangguan pada penyakit neurologis perifer maupun pusat. Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ indera khusus dan dapat menimbulkan tuli, buta, serta penglihatan trowongan (tunnel vision). Gejala ini dapat unilateral atau bilateral, tetapi evaluasi neurologis menunjukkan jaras sensorik yang intak.(3,5)Gejala motorik. Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan berjalan, kelemahan, dan paralisis. Tremor ritmis yang kasar, gerakan koreiform, tic, dan sentakan dapat ada. Gerakan tersebut umumnya memburuk ketika orang memperhatikan mereka. Satu gangguan berjalan yang terlihat pada gangguan konversi adalah astasia-abasia. Selain itu yang lazim ditemukan juga adalah paralisis dan paresis yang mengenai satu, dua, atau keempat ekstremitas, walaupun distribusi otot terkena yang tidak sesuai dengan jaras saraf. Reflex tetap normal yaitu pasien tidak mengalami fasikulasi atau atrofi otot (kecuali setelah paralisis konversi yang berlangsung lama), temuan elektromiografi normal.(3,5)Gejala kejang. Dimana kejang semu adalah gejala lain gangguan konversi. Selama serangan, ditandai dengan keterlibatan otot-otot truncal dengan opistotonus dan kepala atau badan berputar ke arah lateral. Semua ekstremitas mungkin menunjukkan gerakan meronta-ronta, yang mungkin akan meningkatkan intensitas jika pengekangan diterapkan. Sianosis jarang terjadi kecuali pasien dengan sengaja menahan napas mereka. Klinisi dapat merasa sulit membedakan kejang semu dengan kejang yang sesungguhnya hanya dengan pengamatan klinis saja. Lebih jauh lagi, kira-kira sepertiga kejang semua pasien memiliki gangguan epileptic. Menggigit lidah, inkontinensia urin, dan cedera stelah jatuh dapat terjadi jika pasien memiliki pengetahuan medis tentang penyakit. Gejala ini berbeda dengan kejang yang sebenarnya, dimana pseudoseizure terutama terjadi di hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau tidur. Reflex pupil dan muntah tetap ada setelah kejang semu dan konsentrasi prolactin pasien tidak mengalami peningkatan setelah kejang.(3,5)Menurut PPDGJ-III, gejala utama dari gangguan konversi adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integritas normal (dibawah kendali kesadaran) antara : (6)

Ingatan masa lalu Kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan Kontrol terhadap gerakan tubuhPada gangguan konversi kemampuan kendali di bawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai ke taraf yang dapat berlangsung dari hari ke hari atau bahkan jam ke jam.(6)Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya (la belle indifference). Penampilan acuh tak acuh ini mungkin juga terjadi pada gangguan organic dan tidak spesifik untuk penyakit ini. (1,3)

2.3. KRITERIA DIAGNOSTIK Mungkin agak sulit menemukan diagnosis dan penatalaksanaan pada gangguan ini. Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang ekstensif.(1)Hal lain yang perlun dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala tersebut. Disini ada dua kemungkinan, gangguan buatan (factitious disorder) atau berpura-pura (malingering).(1)Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja yang bertujuan untuk mendapatkan perawatan medis (secondary gain) dimana prevalensi sering pada perempuan umur 20-40 taun dan orang yang bekerja di bidang kesehatan dengan gejala tidak konsisten, gejala yang dimiliki berbagai jenis penyakit, gejala sering yang tidak biasa dan susah untuk dipercaya dengan kesadaran yang baik (volunteer).Gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi seksual atau agresif yang diekspresikan ke gejala fisik seperti adanya gangguan neurologis.Untuk diagnosis pasti maka hal-hal dibawah ini harus ada :(6)(a). Gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada F44-; (misalnya F44.0 Amnesia disosiatif).(b) Tidak ada bukti adanya gangguam fisik yang dapat menjelaskan gejala tersebut;(c) Bukti adanya penyebab psikologis , dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dngan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal penderita).

Tabel Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Konversi(3,8)A. Satu atau lebih gejala atau deficit yang mempengaruhi fungsi sensorik atau motorik volunter yang mengesankan adanya keadaan neurologis atau keadaan medis lainnya.B. Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun deficit didahului konflik atau stressor lain.C. Gejala atau deficit ditimbulkan tanpa sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau malingering).D. Setelah pemerikaan yang sesuai, gejala atau deficit tidak dapat benar-benar dijelaskan oleh keadaan medis umum atau oleh efek langsung suatu zat, maupun sebagai perilaku atatu pengalaman yang disetujui budaya.E. Gejala atau deficit menyebabkan distress yang bermakna secara klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lain, atau memerlukan evaluasi medis.F. Gejala atau deficit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan somatisasi, dan sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain.Tentukan tipe gejala atau defisit :Dengan gejala atau deficit motorikDengan gejala atau deficit sensorikDengan bangkitan atau kejangDengan tampilan campuranDari American Pychiatric Association. Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorder. 4th ed. Text rev. Washington DC : American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin.

2.4.DIAGNOSIS BANDINGSalah satu masalah utama didalam mendiagnosis gangguan konversi adalah kesulitan untuk benar-benar menyingkirkan gangguan medis. Pemeriksaan neurologis dan medis yang menyeluruh penting dilakukan pada semua kasus.(1,3,4)Diagnosis banding untuk gangguan konversi seperti: gangguan neurologis seperti demensia atau penyakit degenerative lainnya, tumor otak, dan penyakit ganglia basalis. Contohnya kelemahan pada gangguan konversi dapat juga di diagnosis banding dengan miastenia gravis, polimiositis, miopati yang didapat, dan bahkan multiple sklerosis. Kebutan pada gangguan konversi dapat di diagnosis banding dengan neuritis optic.Gejala gangguan konversi terdapat pada skizofrenia, gangguan depresif, dan gangguan anxietas, tetapi gangguan ini disertai gejala khas yang akhirnya membuat diagnosis menjadi mungkin.(3)Memasukkan differensial diagnosis terutama gangguan somatisasi sangat sulit ketika yang mendasari karakteristik penyakit ini dapat dengan gejala neurologi yang tidak khas. Mendiagnosis gangguan konversi disarankan ketika gejala somatik tidak sesuai dengan gangguan somatik sebenarnya. Dimana gangguan somatisasi adalah penyakit kronis yang dimulai pada masa kehidupan awal dan mencakup gejala pada banyak system organ lain dan tidak terbatas pada gejala neurologis saja.(2,5,7)Pada hipokondriasis, pasien tidak mengalami distorsi atau kehilangan fungsi yang sebenarnya, melainkan terdapat perilaku serta keyakinan yang khas. Pada gangguan buatan atau malingering, gejala di dalam kendali kesadaran dan volunteer. Riwayat seorang yang melakukan malingering biasanya lebih tidak konsisten dan kontradiktif dari pada pasien dengan gangguan konversi, perilaku menipu seorang yang melakukan melingering jelas memiliki tujuan.(3)Sedangkan pada berpura-pura (malingering) untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya. Namun umumnya gejala bervariasi tetapi paling sering gangguan jiwa yang ringan.(1)DSM-IV-TR mencakup pernyataan berikut mengenai malingering. Gambaran penting malingering adalah pembentukan disengaja gejala psikologis atau fisik yang berlebih-lebihan, yang didorong dengan dengan keuntungan internal seperti wajib militer, menghindari pekerjaan, mendapatkan kompensasi, keuangan, menghindari tuduhan kriminal, atau mendapatkan obat. Pada beberapa keadaan, malingering dapat menujukkan perilaku adaptif. Contohnya memalsukan penyakit saat tertangkap musuh di waktu perang.(3)

2.5.Penatalaksanaan Penting dalam penatalaksanaan adalah menerima gejala pasien sebagai hal yang nyata, tetapi menjelaskan bahwa itu reversible. Di upayakan untuk kembali ke fungsi semula dengan bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal ini harus diobati dengan baik. Psikoterapi dapat bermanfaat untuk gangguan disosiatif dan dalam beberapa kasus kronis yang mengenai fungsi motorik mungkin diperlukan rehabilitasi medis.(1)Perbaikan gejala gangguan konversi biasanya terjadi spontan, walaupun mungkin dipermudah oleh terapi perilaku atau terapi suportif berorientasi tilikan. Ciri terapi yang paling penting adalah hubungan dengan terapis yang penuh perhatian dan dapat dipercaya. Terhadap pasien yang resisten terhadap gagasan psikoterapi, dokter dapat memberi usul bahwa psikoterapi akan berfokus pada stress dan koping. Mengatakan pada pasien bahwa gejala mereka adalah khayalan sering membuat mereka bertambah buruk.(3)Hypnosis, ansiolitik, dan latihan relaksasi perilaku efektif pada beberapa kasus. Lorazepam parenteral dapat membantu memperoleh informasi historik tambahan, terutama ketika seorang pasien baru-baru ini mengalami peristiwa traumatik.(3)Pedekatan psikoterapeutik mencakup psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan. Pada terapi ini pasien menggali konflik intrapsikis dan simbolisme gejala gangguan konversi. Bentuk singkat dan langsung psikoterapi jangka pendek juga digunakan untuk menatalaksana gangguan konversi. Semakin lama durasi penyakit pasien dan semakin banyak mereka mengalami regresi, semakin sulit terapinya.(3)

2.6.PrognosisGejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi, mungkin 90 hingga 100 persen membaik dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Prognosis baik jika awitan mendadak, stressor, sudah diidentifikasi, penyesuaian premorbid baik, tidak ada gangguan medis atau psikiatri komorbid, dan tidak sedang menjalani proses hukum. Sedangkan semakin lama gangguan konversi ada, prognosisnya lebih buruk.(3)

BAB IIIPENUTUP

Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. DAFTAR PUSTAKA1. Maramis, W.F. Gangguan Disosiatif (Konversi). Ilmu Kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press2. Marshall SA, Bienenfeid D., et all. Conversion Disorder. Medscape Reference. http:/emedicine.medscape.com/article/287464-overview#showall. Updated at Jun 26, 2013.3. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York. Lippincot William&Wilkins4. Jerald Kay, Tasman Allan. Convertion Disorder. Essential of Psychiatry. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. New York; 20065. Loewenstein, Richard J. Share, Mackay MD. Convertion Disorder. Review of General Psychiatry, 5th edition by Vishal6. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta; 20017. Rubin, Eugene H. Zorumski, Charles F. Convertion Disorder, Adult Psychiatry, second edition. Blackwell Publishing; 20058. Tasman, Allan. First, B Michael. Convertion Disorder, Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental Disorder. New York. Wiley; 2006

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDINUJUNG PANDANGKhusus Kepaniteraan Klinik

STATUS PASIEN

Nama Dokter Muda : RIS RYANI SYAHPUTRI

Nama Pasien : Tn. RH(untuk wanita ditambah nama kecil, ditulis dengan huruf besar)No. Status/No Reg :......................................................................................................Masuk RS :............................................................................................................................................................................................................................................Nama: Tn. RHJenis Kelamin: Laki-laki Tempat/Tgl lahir: Makassar, 13 Juni 1970Status Perkawinan: Sudah menikahAgama: IslamWarga Negara: Indonesia/WNISuku Bangsa: MakassarPekerjaan: WiraswastaAlamat/No.Telpon: JL. Perintis Kemerdekaan, MakassarNama,alamat, dan No.Telp. keluarga terdekat: ...........................................................Dikirim Oleh: ...................(dokter atau instansi dengan alamat dan telepon)Dokter yang mengobati :...................................................................................................................................................................................................................................Diagnosa sementara: Gangguan Campuran Anxietas dan DepresiGejala-gejala utama: Rasa khawatir/cemas......................................................................................................................................LAPORAN PSIKIATRIKI. RIWAYAT PENYAKIT :A. Keluhan utama dan alasan MRSJ/Terapi : CemasB. Riwayat gangguan sekarang, perhatikan : Keluhan dan gejala : Seorang pasien umur 44 tahun datang ke poli jiwa RSKD Dadi untuk ke-3 kalinya dengan keluhan cemas. Keluhan dirasakan sejak 9 tahun yang lalu. Pasien mengaku jantung berdebar-debar, merasa kepalanya berat, dan takut akan mengalami stroke karena yang ia pahami orang stress akan berlanjut menjadi depresi dan akhinya stroke. Terakhir kali pasien berobat 1 bulan yang lalu. Pada awalnya, pasien merasa tangan dan kakinya sering gemetaran, badan terasa dingin, dan merasa ingin jatuh ketika ia shalat. Hal ini dikarenakan ia tiba-tiba mengingat masalah utang-piutang yang harus dilunasinya. Rasa khawatirnya kadang hilang jika ia shalat, baca surat yaasin dan bertemu udztad untuk meminta nasehat mengenai masalah hidupnya. Selain stroke, pasien juga takut mengidap penyakit gangguan jiwa. Saat melamun, pasien suka merokok dan minum kopi. Pasien juga mengaku tidak mengalami kesuksesan dalam usaha yang ia jalankan sehingga dia beranggapan bahwa nasib tidak memihak kepadanya. Pasien juga cepat tersinggung dan lebih sensitive namun tidak marah-marah atau mengamuk.

Hendaya / disfungsi : Hendaya sosial: (-) Hendaya pekerjaan: (+) Hendaya penggunaan waktu senggang : (+)

Faktor Stressor psikososial : Hutang-piutang yang dimiliki oleh pasien dan usahanya yang kurang sukses.

Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya : Pasien pertama kali mengalami rasa cemas pada tahun 2005 dengan pemicu yaitu hutang-piutangnya. Namun, pada saat itu bisa diatasi karena hutangnya tidak sebanyak sekarang. Pasien menghilangkan stressnya dengan ibadah maupun bertemu dengan pemuka agama (udztad). Tidak didapatkan hubungan antara penyakit fisik terhadap kelainan yang dirasakan pasien.

C. Riwayat gangguan sebelumnhya : Pasien sudah pernah masuk ke RSKD dengan keluhan yang sama pada tahun 2005

D. Riwayat kehidupan pribadi : Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)Lahir pada 13 Juni 1970, lahir normal tidak ada cacat lahir/kelainan bawaan. Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)Pertumbuhan dan perkembangan baik dan sesuai anak seusianya Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)Pasien tinggal bersama orang tua dan cukup mendapat perhatian Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)Pasien melanjutkan pendidikannya di SMP, prestasi biasa saja dan pasien dapat bergaul dengan teman-temanya Riwayat Masa Dewasa Riwayat PekerjaanPasien bekerja sebagai wiraswasta dan tidak cukup berhasil dalam menjalankan usahanya. Riwayat PernikahanPasien telah menikah pada tahun 2000 dan telah dikaruniai 3 orang anak (,,), kini ia tinggal bersama istri dan ketiga anaknya dirumah pribadinya. Riwayat Kehidupan SosialPasien merupakan orang yang terbuka. Riwayat Kehidupan SekarangPasien sekarang tinggal di Makassar bersama anak dan istrinya di rumah pribadinya.

E. Riwayat kehidupan keluarga : Pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara (,,,) Pasien telah menikah pada tahun 2000 dan telah dikaruniai 3 orang anak (,,) F. Situasi sekarang : Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anaknya dirumah pribadinya.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya : Pasien merasa sadar dirinya mengalami stress dan berpotensi menjadi depresi kemudian menjadi stroke sehingga hal itulah yang mebuat pasien takut bahwa suatu saat ia akan mengalami stroke. Pasien juga terkadang menangis karena menganggap dirinya mengalami penyakit gangguan jiwa.

II. STATUS MENTAL :A. Deskripsi Umum :1. Penampilan : Seorang pria berpenampilan sesuai umur, berkulit sawo matang, rambut pendek hitam. Pasien memakai kemeja abu-abu, celana panjang berwarna cokelat, dan menggunakan sandal.2. Kesadaran : Baik.3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Cemas.4. Pembicaraan : Pasien berbicara spontan, lancar, dan intonasi biasa.5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif.

B. Keadaan afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatikan :1. Mood : Cemas.2. Afek : Cemas.3. Empati : Dapat dirabarasakan.

C. Fungsi Intelektual (kognitif) :1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : Sesuai dengan taraf pendidikan.2. Daya konsentrasi : Baik.3. Orientasi (waktu, tempat dan orang) : Waktu: Baik Tempat : Baik Orang : Baik4. Daya ingat : Panjang: Baik Pendek : Baik Sedang : Baik Segera : Baik.5. Pikiran abstrak : Baik.6. Bakat kreatif : Tidak ada.7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik.

D. Gangguan Persepsi 1. Halusinasi : Tidak ada.2. Ilusi : Tidak ada.3. Depersonalisasi : Tidak ada. 4. Derbalisasi : Tidak ada.

E. Proses Berpikir 1. Arus pikirana. Produktivitas : Cukup.b. Kontinuitas : Relevan dan Koheren.c. Hendaya berbahasa : Tidak ada.2. Isi pikiran a. Preokupasi : Khawatir tentang hutang-piutang ditambah dengan usahanya yang tidak berkembang. Pasien juga takut terkena stroke dan khawatir akan mengalami gangguan jiwa.b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada.F. Pengendalian Impuls : BaikG. Daya Nilai 1. Norma Sosial : Baik.2. Uji Daya Nilai : Baik.3. Penilaian Realitas : BaikH. Tilikan (insight) : Tilikan 6.I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT : Pemeriksaan Fisik : Status Internus : T = 130/80 mmHg N = 85X/Menit S= 37,4 C P= 20X/Menit. Tuliskan pula hal-hal bermakna lainnya yang anda temukan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan penunjang lainnya.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA : (Tuliskan hanya yang ada gangguan secara singkat) : Seorang pasien umur 44 tahun datang ke poli jiwa RSKD Dadi untuk ke-3 kalinya dengan keluhan cemas yang dirasakan sejak 9 tahun yang lalu. Pasien mengaku jantung berdebar-debar, merasa kepalanya berat, dan takut akan mengalami stroke karena yang ia pahami orang stress akan berlanjut menjadi depresi dan akhinya stroke. Terakhir kali pasien berobat 1 bulan yang lalu. Pada awalnya, pasien merasa tangan dan kakinya sering gemetaran, badan terasa dingin, dan merasa ingin jatuh ketika ia shalat dikarenakan ia tiba-tiba mengingat masalah utang-piutang yang harus dilunasinya. Selain stroke, pasien juga takut mengidap penyakit gangguan jiwa. Pasien juga mengaku tidak mengalami kesuksesan dalam usaha yang ia jalankan. Pasien cepat tersinggung dan lebih sensitive namun tidak marah-marah atau mengamuk.Dari status mental didapatkan seorang pria berpenampilan sesuai umur, berkulit sawo matang, rambut pendek hitam. Pasien kooperatif dalam menjawab pertanyaan, kesadaran baik, perilaku aktivitas psikomotor cemas, pembicaraan spontan dan lancer, keadaan mood cemas, afek cemas, empati dapat dirabarasakan. Pada fungsi intelektual taraf pendidikan dan daya konsentrasi baik. Arus pikiran produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan koheren. Hendaya berbahasa tidak ditemukan. Isi pikir: preokupasi khawatir tentang hutang piutang ditambah dengan usahanya yang tidak berkembang. Gangguan isi pikiran tidak ada. Tilikan 6. Taraf dapat dipercaya.

AUTOANAMNESIS ( 20 Februari 2015)Dokter Muda (DM), Pasien (P)DM: Assalamualaikum pak, saya dokter muda yang bertugas di UGD hari ini. Saya mau bertanya beberapa pertanyaan, boleh pak?P: boleh dok.DM: bapak namanya siapa?P: R.. H. dokDM: bapak kabarnya bagaimana hari ini? P: Alhamdulillah baik ji dokDM: kalau boleh tau, apa keluhan bapak sehingga bapak berkunjung kesini?P: ini dok, selalu ka khawatir, terus itu kalau khawatir ka biasanya berdebar-debar jantungku, baru kepalaku juga pusing.DM: keluhan bapak itu terjadi sejak kapan?P: sebenarnya sudah lama mi dok, kira-kira 9 tahun yang lalu. Tapi akhir akhir ini makin parah kurasa jadi berobat meka kembali.DM: bapak sudah pernah berobat sebelumnya? Sudah berapa kali?P: 3 kalimi dengan ini dok. Bulan lalu juga kesini kaDM: kalau boleh tau ketika cemasnya kambuh, bagaimana yang bapak rasakan?P: biasanya kaki sama tanganku gemetar, badanku juga dingin. Apalagi kalau shalat ka selalu ka mau jatuh dok sampai sampai tidak khusyuk mi shalatku.DM: kira-kira apa yang menyebabkan sampai timbul rasa khawatir dari dalam diri bapak?P: begini dok, selama ini saya punya banyak utang, terus itu utangku bertumpuk-tumpuk terus karena tidak mampu ka bayar ki semua. Itu mi terus yang kasih teringat ka. Apalagi ada anak sama istriku yang harus ku hidupi. Takut ka kena stroke juga dokDM: apa yang menyebabkan bapak takut terkena penyakit stroke?P: karena pernah ada kudengar orang bilang kalau stress ki bias jadi depresi, depresi itumi yang bias kena orang strokeDM: kalau boleh tau, keluhan yang bapak rasakan tersebut terus menerus atau kadang muncul kadang tidak?P: itupi muncul dok kalau kuingat lagi itu masalahku atau penyakitku. Tapi sering ji membaik kalau sudah ka shalat, baca surat yasin, dengan ketemu udztad dok.DM: kalau boleh tau bapak bekerja apa?P: wiraswasta dok, ada usaha kubikin tapi tidak berhasil-berhasil. Itumi juga kasi sering ka berpikir. Mungkin nasib tidak berpihak kesaya di dok.DM: apa bapak pernah mengamuk atau sering marah-marah dirumah?P: kalau mengamuk tidak ji dok, tapi itu ji kalau ada kesalahannya orang atau ada na bilang orang cepat ka tersinggung, cepat kumasukkan dalam hati.DM: oh iya kalau begitu pak, terima kasih sudah menjawab pertanyaan sayaP: iya sama-sama dok.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL : (Sesuai PPDGJ-III) Aksis I : Dari autoanamnesis didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu rasa cemas, merasa lelah, kepala terasa berat dan seperti terikat, kadang merenung terutama saat sedang sendiri. Kepercayaan diri untuk memulai usaha berkurang, tidur terganggu, khawatir akan terkena penyakit stroke sehingga tidak dapat bekerja dan menghidupi keluarganya. Keadaan ini menimbulkan penderitaan, terdapat hendaya pekerjaan dan disabilitas ringan sehinga dapat disimpulkan sebagai gangguan jiwa.Pada pemeriksaan status mental didapatkan adanya hendaya ringan dalam menilai realita sehingga digolongkan gangguan jiwa non psikotik.Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak ditemukan adanya kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organic dapat di singkirkan dan di diagnosis gangguan mental non organik.Dari Alloananmnesis dan status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna sehingga berdasarkan PPDGJ gejala tersebut tidak menunjukkan rangkaian gejala yang tidak cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri sehingga digolongkan dalam gangguan campuran anxietas dan depresi (F4l.2). Aksis II : Dari informasi yang didapatkan, pasien belum cukup mengarah ke salah satu kepribadian, sehingga belum bisa dimasukkan kedalam ciri kepribadian yang khas. Aksis III : Tidak ada diagnosis. Aksis IV : Stress psikososial yakni masalah ekonomi yang berhubungan dengan kesulitan pasien dalam melunasi hutang-hutangnya. Aksis V : GAF Scale 60-51 = gejala sedang (moderate). Disabilitas sedang.

VI. DAFTAR PROBLEM :1. Organobiologik : ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien memerlukan psikoterapi.2. Psikologik : perilaku dan aktivitas psikomotor normoaktif, afek cemas, ekspresi afektif cemas, empati dapat dirabarasakan, daya ingat jangka panjang tidak terganggu, intelegensi dan pengetahuan umum sesuai dengan penidikan dan usia.3. Sosiologi : adanya hendaya dalam penggunaan waktu senggang dan hendaya dalam pekerjaan sehingga perlu dilakukan terapi lanjut.

VII. PROGNOSIS : Dubia et Bonam Faktor pendukung : Adanya dukungan dari keluarga. Tidak ada gejala klinis yang bermakna. Stressor jelas.Faktor penghambat : Ditemukan adanya hendaya dalam pekerjaan dan penggunaan waktu senggang.

VIII. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA :Sesuai dengan gejala yang dialami pasien menurut PPDGJ-III diagnosis yang sesuai dengan pasien ini adalah gangguan campuran anxietas dan depresi :1. Terdapat gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis sendiri.2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya.3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk meneakkan diagnosis tersebut harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan.Dari riwayat psikososial dan lingkungan, pasien memiliki masalah ekonomi. Pasien mengalami kendala dalam melunasi seluruh utangnya sehingga ia sering melamunkan masa depan anak istrinya.Penderita ini dianjurkan mendapatkan terapi psikofarmako dengan Alprazolam 0,5 mg ( tablet di waktu pagi, tablet siang dan 1 tablet malam) yaitu obat anti anxietas golongan benzodiazepine yang berekasi dengan reseptornya akan menghambat inhibisi dan aktivasi GABA sehingga hiperaktivitas dari neurotransmitter dapat mereda. Dan diberi Fluoxetin 20 mg (1x1 pagi hari) yang menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidae sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut dan meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

IX. RENCANA TERAPI :1. Farmakoterapi : - Alprazolam 0,5 mg ( tablet di waktu pagi, tablet siang dan 1 tablet malam) - Fluoxetin 20 mg (1x1 pagi hari) 2. Psikoterapi : - Ventilasi : Memberi pasien kesempatan untuk menceritakan masalahnya dan meyakinkan pasien untuk dapat mengatasi masalahnya.- Konseling : Memotivasi pasien agar selalu berpikir psitif agar pasien memahami kondisi dirinya dan memahami cara menghadapinya. - Sosioterapi : Memberi pengertian kepada keluarga pasien agar memahami kondisi pasien saat ini dan mampu mengerti kebutuhan pasien.

X. FOLLOW UP :Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta efektivitas terap dan efek samping obat.