refarat depresi jiwa
DESCRIPTION
depresiTRANSCRIPT
ASPEK PSIKOBIOLOGIK DEPRESI
A. PENDAHULUAN
Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psikiatri dibawah naungan
gangguan mood. Sebelum membahas lebih lanjut tentang gangguan
depresi,lebih dahulu dipahami apa maksud dengan emosi dan mood dan
mengapa kedua tanda (sign) tersebut harus dipahami. Dalam pembahasan
emosi tercakup antara lain afek, mood, emosi yang lain, dan gangguan
psikologis yang berhubungan dengan mood. Oleh karena bagian ini membahas
gangguan depresi, maka pembahasan dibatasi pada emosi dan mood.(1)
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi
dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan,
berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan
dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif
(termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini
hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi
pekerjaan.(1)
Depresi adalah penyakit medis yang menyebabkan perasaan sedih yang
berkelanjutan dan kehilangan minat. Depresi dapat menyebabkan gejala fisik
juga.(6)
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang dimana afek pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energy dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi).(5)
Depresi bukan kelemahan, juga bukan sesuatu yang Anda hanya bisa
hilangkan dari pikiran. Depresi adalah penyakit kronis yang biasanya
membutuhkan pengobatan jangka panjang, seperti diabetes atau tekanan darah
tinggi. Kebanyakan orang dengan depresi merasa lebih baik dengan obat-
obatan, konseling psikologis atau perawatan lainnya.(6)
1
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari depresi tidak diketahui tapi factor keturunan dan
lingkungan dapat menajdi faktor predisposisi. Faktor keturunan terhitung
sekitar setengah dari etiologi. Faktor keturunan juga memungkinkan
memengaruhi perkembangan dari respon depresi ke arah yang lebih
merugikan.(2)
Teori lain fokus dalam tingkat perubahan neurotransmiter, termasuk
regulasi abnormal dari kolinergik, katekolaminergik (nonadrenergik atau
dopamine), dan serotoninergic (5-hidroksitriptamin). Disregulasi
neuroendokrin mungkin bisa menjadi faktor dengan particular empaksis pada
tiga aksis: hipotalamus-pituitari-adrenal, hipotalamus-pituitari-tiroid, dan
hormone pertumbuhan.(2)
C. EPIDEMIOLOGI
Insiden dan Prevalensi. Gangguan depresi berat, paling sering terjadi,
dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai
25%. Sekitar 10% diperawatan primer dan 15% dirawat dirumah sakit. Pada
anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan
prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresi berat.(1)
Jenis Kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki.
Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor
psikososial antar laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari
tentang ketidak berdayaan.
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% wanita diantara usia
20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut
usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi berat diusia kurang dari 20
tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alcohol dan
penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.(1)
Status Perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak
mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai
atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih
2
rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun
hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.(1)
Faktor Sosioekonomi dan Budaya. Tidak ditemukan korelasi antara
status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi
didaerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.(1)
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang mendasari penyakit depresi belum jelas. Saat ini bukti
menunjuk ke sebuah interaksi yang kompleks antara ketersediaan
neurotransmitter dan regulasi reseptor dan sensitivitas yang mendasari gejala
afektif.(4)
Uji klinis dan praklinis menunjukkan adanya gangguan pada aktivitas
sistem saraf pusat serotonin (5-HT) sebagai faktor penting. Neurotransmiter
lain yang terlibat termasuk norepinefrin (NE), dopamin (DA), glutamat, dan
diturunkan dari faktor neurotropik otak (BDNF). Namun, obat yang hanya
menghasilkan peningkatan ketersediaan neurotransmitter, seperti kokain atau
amfetamin, tidak memiliki khasiat dari waktu ke waktu bahwa antidepresan
lakukan.(4)
Peran SSP 5-HT dalam aktivitas patofisiologi gangguan depresi ditentukan
oleh kemanjuran terapi serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Selain itu,
penelitian telah menunjukkan bahwa sementara gejala akut depresi dapat
diproduksi dalam remisi menggunakan deplesi triptofan, yang menyebabkan
penurunan sementara dalam SSP 5-HT. Namun, efek SSRI pada 5HT reuptake
adalah segera, tetapi efek antidepresan memerlukan paparan durasi beberapa
minggu. Beberapa antidepresan tidak berpengaruh pada 5HT (misalnya,
desipramine), dan tianeptine antidepresan meningkatkan serapan 5HT. Semua
ini, ditemukan dalam penelitian praklinis secara bersamaan, menyiratkan
peran regulasi reseptor saraf, sinyal intraseluler, dan ekspresi gen dari waktu
ke waktu, di samping ketersediaan neurotransmitter ditingkatkan.(4)
3
E. GAMBARAN KLINIS
Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, berat):
1. Afek Depresif,
2. Kehilanagan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.(5)
Gejala Lainnya:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang,
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tak berguna,
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
6. Tidur terganggu,
7. Nafsu makan berkurang.(5)
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.(5)
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat hanya
digunakan untuk episode depresif tunggal (pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang.(5)
Episode Depresif Ringan
Pada episode depresif ringan sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama depresi lalu ditambah dengan sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
Tidak boleh ada gejala berat diantaranya dan lama dari seluruh episode
berlangsung kurang dari 2 minggu. Ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan
4
kegiatan sosial. Jika tidak terdapat gejala somatik maka digolongkan dalam
episode depresif ringan tanpa gejala somatik dan begitu pula sebaliknya jika
disertai dengan gejala somatic maka digolongkan dalam episode depresif
ringan dengan gejala somatik.(5)
Episode Depresif Sedang
Pada episode depresif sedang sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3
gejala utama depresi lalu ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari
gejala lainnya. Lama dari seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu.
Ada sedikit kesulitan menghadapi urusan rumah tangga, dan kegiatan sosial.
Jika tidak terdapat gejala somatik maka digolongkan dalam episode depresif
sedang tanpa gejala somatik dan begitu pula sebaliknya jika disertai dengan
gejala somatik maka digolongkan dalam episode depresif sedang dengan
gejala somatik.(5)
Episode Depresif Berat
Pada episode depresif berat semua gejala utama depresi harus ada dan
ditambah dengan sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya berintensitas berat. Lama dari seluruh episode berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien menghadapi
urusan rumah tangga, pekerjaan, dan kegiatan sosial. Jika tidak terdapat
waham, halusinasi atau stupor depresif maka digolongkan dalam episode
depresif berat tanpa gejala psikotik dan begitu pula sebaliknya jika disertai
dengan waham, halusinasi atau stupor depresif maka digolongkan dalam
episode depresif berat dengan gejala psikotik.(5)
F. PENYEBAB
1. Faktor Psikobiologik
Kebanyakan obat antidepresan meningkatkan satu atau lebih dari
monoamina neurotransmitter serotonin, norepinefrin, dan dopamine dalam
celah sinaptik antara neuron di otak. Beberapa obat mempengaruhi
reseptor monoamine secara langsung.(3)
5
Serotonin dihipotesiskan untuk mengatur sistem neurotransmitter
lainnya. Aktivitas serotonin yang menurun memungkinkan sistem ini
untuk bertindak dengan cara yang tidak biasa dan tidak menentu. Menurut
"hipotesis permisif", depresi muncul ketika kadar serotonin yang rendah
mempromosikan rendahnya tingkat norepinefrin, neurotransmiter
monoamina lain. Beberapa antidepresan meningkatkan tingkat
norepinefrin secara langsung, sedangkan yang lain meningkatkan kadar
dopamin, sebuah neurotransmitter monoamine ketiga. Observasi ini
memunculkan hipotesis monoamina depresi. Dalam formulasi
kontemporer, hipotesis monoamina mendalilkan bahwa kekurangan
neurotransmiter tertentu bertanggung jawab untuk fitur yang sesuai
depresi: "Norepinefrin berhubungan dengan kewaspadaan dan energi serta
kecemasan, perhatian, dan minat dalam hidup; kurangnya serotonin
menyebabkan kecemasan, obsesi, dan dorongan, dan dopamin
menyebabkan perhatian, kesenangan motivasi, dan penghargaan, serta
minat dalam hidup". Para pendukung teori ini merekomendasikan pilihan
antidepresan dengan mekanisme kerja yang berdampak pada gejala yang
menonjol. Pasien cemas dan mudah tersinggung harus ditangani
dengan SSRI atau norepinefrin reuptake inhibitor , dan mereka mengalami
kehilangan energi dan kenikmatan hidup dengan norepinefrin dan
dopamin-meningkatkan-obat.(3)
Dilaporkan terdapat kelainan di metabolit amin biogenic, seperti
asam 5-hydroxyndoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA) dan 3-
methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) didalam darah, urin dan cairan
serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood. Paling konsisten
adalah hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi
heterogen pada amin biogenik.(3)
Amin Biogenik. Norepinephrine dan serotonin adalah dua
transmitter yang paling terlibat dalam patofisiologi dalam gangguan mood.(1)
6
Norepinefrin. Penurunan regulasi reseptor beta adregenik dan
respon klinik anti depresan mungkin merupakan perang langsung system
noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor β2-
presipnatik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan
pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor β2-presinaptik juga
terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan
serotonin.(1)
Dopamine. Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi.
Penemuan subtype baru pada reseptor dopamine dan meningkatnya
pengertian fungsi regulasi presipnatik dan pascasipnatik dopamine
memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Dua teori
terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine mesolimbik
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine D1
mungkin hipoaktif pada depresi.(1)
Serotonin. Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin
bertanggung jawab untuk control regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu
makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya
depresi.(1)
Serotonin adalah hormon/senyawa kimia yang berfungsi sebagai
penghantar pesan (neurotransmitter) dari satu bagian otak kebagian otak
yang lain. Serotonin yang memiliki nama kimia 5-hidroksitriptamina ini
diduga turut berperan aktif dalam pengiriman pesan emosi, hasrat dan
keinginan yang diwujudkan dalam beberapa sikap sosial.(7)
Serotonin dibentuk di dalam otak melalui proses biokimia yang
unik. Serotonin terbentuk dari tryptopthan yang berkombinasi dengan
trytopthan hidroxylase sebagai reaktor kimia. Meski proses pembentukan
serotonin terjadi di otak dan otak merupakan pengguna terbesar hormone
ini, 90% suplai serotonin ditemukan didalam saluran pencernaan dan
dalam sel darah. Berdasarkan riset yang digagas Crocket hal tersebut
7
terjadi berkaitan dengan produksi asam amino yang terjadi didalam
lambung. Asam amino merupakan senyawa kimia yang diperlukan tubuh
untuk membentuk serotonin.(7)
Peran penting serotonin dalam kehidupan manusia
Sebagai neurotransmitter, lebih dari 40 juta aktivitas sel otak baik
secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh serotonin. Serotonin
didistribusikan secara luas, sehingga mempengaruhi keadaan psikologis
dan mempengaruhi beberapa fungsi tubuh seseorang.(7)
Fungsi serotonin di dalam otak adalah mempengaruhi
mood/perasaan seseorang, mempengaruhi keinginan/hasrat seseorang
terhadap seksualitas, memunculkan rangsang lapar, mengantuk, mengatur
suhu tubuh dan berperan penting dalam aktivitas memory dan proses
pembelajaran. Serotonin juga mempengaruhi fungsi system
kardiovaskuler/jantung dan system endokrin. Peneliti juga menemukan
korelasi antara serotonin dan jumlah produksi air susu ibu. Menurut
penelitian tersebut dalam keadaan stress/penuh tekanan/depresi produksi
air susu ibu cenderung sedikit atau bahkan kelenjar air susu ibu tidak
berproduksi sama sekali. Fakta lain menyebutkan dampak kekurangan
serotonin juga menjadi penyebab kematian janin tiba-tiba.(7)
Serotonin dan stress
Jika beberapa hari ini, perasaan anda sering tidak nyaman/bad
mood atau amarah anda mudah tersulut, kemungkinan kadar serotonin
dalam otak anda berkurang. Rasa marah dan rasa tidak nyaman tersebut
biasanya akan bertambah parah jika perut anda berada dalam kondisi
kosong/lapar. Hal tersebut terjadi berkaitan dengan produksi asam amino
didalam lambung. Asupan makanan yang kurang akan menurunkan
produksi asam amino, produksi asam amino yang sedikit inilah yang
mempengaruhi persediaan serotonin di dalam otak.(7)
8
Rasa tidak nyaman ini jika dibiarkan terus menerus akan
berdampak buruk terhadap kesehatan mental. Seseorang akan menjadi
lebih mudah depresi, kondisi mental yang depresi meningkatkan angka
keinginan untuk bunuh diri. Menurut Barry Jacob PHD, tekanan dan stress
merupakan faktor pemicu utama timbulnya depresi.(7)
Sayangnya belum ditemukan secara pasti hubungan kausatif antara
serotonin dan depresi. Para peneliti masih sulit membuktikan apakah
ketidakseimbangan serotonin menjadi penyebab depresi atau keadaan
depresilah yang menyebabkan ketidakseimbangan serotonin di dalam otak.(7)
Untuk itu, masih menurut Barry Jacob PHD, diperlukan obat-obat
antidepresan seperti celexa, paxil, Zoloft, lexapro dan Prozac untuk
membantu meningkatkan produksi serotonin yang pada akhirnya efek
obat-obatan ini diharapkan dapat menurunkan/menghilangkan keluhan
depresi seseorang.(7)
Jika jumlah Serotonin yang terlalu sedikit dapat menyebabkan
depresi, jumlah serotonin yang terlalu banyak ternyata juga dapat
membahayakan kesehatan. Kelebihan jumlah serotonin ini sering disebut
sindrom serotonin. Penyebab paling banyak terjadinya sindrom ini adalah
akibat over dosis obat antidepresan. Berikut adalah tanda dan gejala
sindrom serotonin: pingsan, pupil mata melebar, agitasi, sakit kepala,
peningkatan/penurunan suhu tubuh dan tekanan darah, muntah-muntah,
diare, denyut nadi cepat, lemas dan tubuh mengigil. Pada kondisi yang
parah penderita sindrom serotonin dapat jatuh pada keadaan koma atau
mengalami penurunan kesadaran.(7)
Jika terjadi keadaan di atas, maka hentikan pengunaan obat-obatan
antidepresan untuk sementara, Hentikan obat-obatan yang berefek
antagonis dan segera bawa penderita kerumah sakit untuk memperoleh
pertolongan pertama.(8)
2. Faktor Genetik9
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan
mood,tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk
mengabaikan efek psikososial,tetapi juga faktor non genetik kemungkinan
juga berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidak-
tidaknya pada beberapa orang.(1)
3. Faktor Psikososial
Faktor Kepribadian. Semua orang,apapun pola kepribadiannya,
dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan
gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionic dan ambang, beresiko
tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan
kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan
siklotimik beresiko menjadi gangguan depresi berat.(1)
Peristiwa stressful merupakan prediktor terkuat untuk kejadian
episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang mengalami
stressor akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami
depresi.(1)
Faktor Psikodinamik pada depresi. Pemahaman psikodinamik
depresi yang ditemukan oleh Sigmon Freud dan dilanjutkan dengan Karl
Abraham dikenal sebagai pandangan klasik dari depresi. Teori tersebut
termasuk empat hal utama: (1) Gangguan hubungan ibu-anak selama fase
oral (10-18 bulan) menjadi factor predisposisi untuk rentan terhadap
episode depresi berulang. (2) depresi dapat dihubungkan dengan
kenyataan atau bayangan kehilangan objek. (3) introjeksi merupakan
terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang
berkaitan dengan kehilangan objek. (4) Akibat kehilangan objek cinta,
diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan
marah yang dirahkan pada diri sendiri.(1)
G. PROGNOSIS
10
Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan.
Biasanya cenderung menjadi kronik dan kambuh. Episode pertama gangguan
depresi berat yang dirawat di rumah sakit sekitar 50% angka kesembuhan
pada tahun pertama. Persentasi pasian untuk sembuh setelah perawatan
berulang-ulang berkurang seiring berjalannya waktu. Banyak pasien yang
tidak pulih akan menderita gangguan distimik.(1)
Kambuhan depresi depresi berat juga sering terjadi. Sekitar 25% pada 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit, sekitar 30% sampai 50% dalam 2 tahun
pertama, dan sekitar 50 persen sampai 75% dalam periode 5 tahun. Insiden
relaps berkurang pada pasien yang melanjutkan terapi psikofarma profilaksis
dan pasien yang hanya mempunyai satu atau dua episode depresi. Secara
umum, semakin sering pasien mengalami episode depresi, semakin
memperburuk keadaannya.(1)
Indikator prognosis. Identifikasi indicator prognosis baik dan buruk pada
kemungkinan prognosis baik: episode ringan, tidak ada gejala
psikotik,singkatnya waktu rawat inap, indicator psikososial meliputi
mempunyai teman akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil, lima
tahun sebelum sakit secara umum fungsi social baik. Sebagai tambahan, tidak
ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain, tidak lebih dari sekali rawat
inap dengan depresi berat, onsetnya awal pada usia lanjut.(1)
Kemungkinan prognosis buruk : depresi berat bersamaan dengan distimik,
penyalahgunaan alcohol dan zat lain, ditemukan gejala gangguan cemas, ada
riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.(1)
H. KESIMPULAN
Pengaruh depresi seseorang dapat sangat bergantung pada kadar
neurotransmitter seperti norepinefrin, dopamin, dan serotonin.
11
Norepinefrin. Penurunan regulasi reseptor beta adregenik dan respon klinik
anti depresan mungkin merupakan perang langsung system noradrenergik
dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor β2-presipnatik pada
depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah
pelepasan norepinefrin. Reseptor β2-presinaptik juga terletak pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.(1)
Dopamine. Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtype baru pada reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presipnatik dan pascasipnatik dopamine memperkaya hubungan
antara dopamine dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamine dan
depresi adalah jalur dopamine mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada
depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresi.(1)
Serotonin. Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung
jawab untuk control regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada
beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap
dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.(1)
DAFTAR PUSTAKA
12
1. D. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Balai Penerbit FKUI
Jakarta, 2010
2. Porter RS, Kaplan JL. The Merck Manual of Diagnostic and Therapy.
Merck Sharp and Dohme Corp. 2011
3. Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Major_depressive_disorder
4. Dikutip dari http://emedicine.medscape.com/article/286759-
overview#aw2aab6b2b3
5. Maslim R. Diagnosis gangguan Jiwa PPDGJ-III. PT.Nuh Jaya Jakarta,
2003
6. Dikutip dari http://www.mayoclinic.com/health/depression/DS00175
7. Dikutip dari http://informasitips.com/peranan-penting-serotonin-dan-
kaitannya-dengan-stress
13