refarat abses paru lady

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru 2.1.1 Anatomi Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40m2 untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai kerucut, memiliki puncak yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari costa pertama, memiliki dasar cekung yang mengikuti bentuk otot diafragma, memiliki permukaan costovertebra yang luas dan mengikuti bentuk dari dinding thoraks, serta permukaan mediastinal cekung yang menyokong perikardium. Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang mengelilingi paru-paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melekat pada paru sedangkan pleura parietalis membatasi aspek terdalam dalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Di antara kedua membran ini terdapat rongga yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi cairan pleura. Cairan pleura berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara kedua pleura. Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblikus dan fisura horizontal. Sedangkan paru-paru kiri hanyamemiliki

Upload: lady-manga-patanduk

Post on 13-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka mengenai Abses Paru

TRANSCRIPT

Page 1: Refarat Abses Paru Lady

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paru

2.1.1 Anatomi

Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40m2 untuk

pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai kerucut, memiliki puncak

yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari costa pertama, memiliki dasar cekung

yang mengikuti bentuk otot diafragma, memiliki permukaan costovertebra yang luas

dan mengikuti bentuk dari dinding thoraks, serta permukaan mediastinal cekung yang

menyokong perikardium.

Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang mengelilingi paru-

paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis.

Pleura viseralis melekat pada paru sedangkan pleura parietalis membatasi aspek terdalam

dalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Di antara

kedua membran ini terdapat rongga yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi cairan

pleura. Cairan pleura berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara kedua

pleura. Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri.

Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu atas, tengah, dan bawah, oleh fisura

oblikus dan fisura horizontal. Sedangkan paru-paru kiri hanyamemiliki fisura oblikus

yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan bawah.

2.1.2 Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat

antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,

dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar

karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu

sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan

interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada

turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume

Page 2: Refarat Abses Paru Lady

toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun

tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,

sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi

sama kembali pada akhir ekspirasi.

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas melintasi membrane

alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk

pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial

oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu

oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami

penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan

fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran

udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang

jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida

ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994) Dalam keadaan beristirahat normal, difusi

dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25

detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru

normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,

udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap,

terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang.

2.2 Abses Paru

2.2.1 Definisi

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang

terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada

satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan kavitas pada pasien tuberkulosis

paru. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibnading perempuan dan umumnya

terjadi pada umur tua karena terdapat peningkata insidens penyakit periodontal dan

peningkatan prevalensi aspirasi.

Page 3: Refarat Abses Paru Lady

2.2.2 Etiologi

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu :

a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi.

- Bacteriodes melaninogenus

- Bacteriodes fragilis

- Peptostreptococcus species

- Bacillus intermedius

- Fusobacterium nucleatum

b. Kelompok bakteri aerob

- Gram positif : staphylococcus aureus, streptococcus microaerophilic,

streptococcus pyogenes, streptococcus pneumonia.

- Gram negatif : klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa, escherichia coli,

haemophilus influenza, actinomyces species, nocardia species, gram negati

fbacilli

c. Jamur : mucoraceae, aspergillus species

Studi yang dilakukan Barlett et al mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh

bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.

2.2.3 Epidemiologi

Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan antibiotik,

dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%. Faktor host yang menyebabkan

prognosis memburuk antara lain usia lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi

HIV atau bentuk lain imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu.

Tingkat kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau

obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%. Organisme

aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat menghasilkan prognosa yang

buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan tingkat kematian abses paru yang disebabkan

oleh bakteri gram positif dan gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.

a. Jenis kelamin

Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang

dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.

a. Umur

Page 4: Refarat Abses Paru Lady

Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan meningkatnya

penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan aspirasi pada usia ini.

Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal dipusat perkotaan dengan

prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang mengalami abses paru

adalah 41 tahun. Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise,

malnutrisi, debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah

mendapatkan antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki

prognosis yang paling buruk.

2.2.4 Patofisiologi

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen.

Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk

akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial. Keadaan ini

menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan

menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini

banyak terjadi pada pasien bronchitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran

napas bawahnya yang merupakan kultur medis ysng sangat baik bagi organisme yang

teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar

untuk terjadinya abses paru.

Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau

sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuh.

Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya

disebabkan oleh staphylococcus. Penanganan abses multipel adalah lebih sulit

daripada abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru

bervariasi dari beberapa milimeter sampai dengan 5cm atau lebih.

Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang

terjadi pada orang normal sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang

yang sebelumnya sudah mempunyai kondisis seperti obstruksi, bronchiektasis, dan

gangguan imunitas.

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang

menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami

konsolidasi, dengan organisme penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus

Aureus, Klebsiella Pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya

multipel dan berukuran kecil-kecil (<2 cm).

Page 5: Refarat Abses Paru Lady

Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista

bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur

untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh

mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.

Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus

diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan

rongga pleura.

Abses paru biasanya satu (single), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral

pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien

yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan

imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan

sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus

atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena

bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.

Abses bisa mengalami ruptur kedalam bronkus, dengan isinya

diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara.

Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa

diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/akut. Disebut abses akut bila

terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan

penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu

makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa

disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4 derajat celcius atau lebih. Tidak

ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bisa

menjadi purulen dan bisa mengandung darah.

Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses

tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam

sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami

gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan

penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak

didapatkannya sputum dengan ciri diatas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi

anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah bisa

dijumpai, biasanya ringan tapi ada yang masif.

Page 6: Refarat Abses Paru Lady

Pada beberapa kasus penyakit berjalan sangat akut dengan mengeluarkan

sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apikal lobus

atas. Seringkali ditemukan adanya faktor predisposisi seperti disebutkan diatas.

Sedangkan abses paru sekunder seperti yang disebabkan oleh septic emboli paru

dengan infark, abses sudah bisa timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.

Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40

derajat celcius, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan lokal, pada daerah

terbatas perkusi terdengar redup dengan suara nafas bronchial. Bila abses luas dan

letaknya dekat dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara

napas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih

tetap dalam keadaan terbuka disertai dengan adanya konsolidasi sekitar abses dan

drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengan suara ronchi.

Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks

(empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding

dada tertinggal pada tempat lesi, vocal fremitus menghilang, perkusi redup atau

pekak, bunyi nafas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum

terutama pendorongan jantung ke arah kontralateral tempat lesi.

2.2.6 Gambaran Laboratoris

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis

bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama neutrofil yang

immatur. Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya anemia. Pemeriksaan

dahak dapat membantu dalam menemukan organisme penyebab abses, namun dahak

tersebut hendaknya diperoleh dari aspirasi trantracheal, transtorakal atau

bilasan/sikatan bronkus, karena dahak yang dibatukkan akan terkontaminasi dengan

organisme anaerobik normal pada rongga mulut dan saluran napas atas. Prosedur

invasif ini tidak biasa dilakukan, kecuali bila respons terhadap antibiotik tidak

adekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak adalah pewarnaan langsung

dengan teknik gram, biakan mikroorganisme aerob, anaerob, jamur, basil

mikobakterium tuberkulosis dan mikobakterium lain. Dahak bisa mengandung

spirochaeta, fusiform bacilli atau sejumlah besar bakteri baik yang patogen maupun

flora manusia seperti Streptococcus viridans. Clostridium dapat ditemukan dari

aspirasi transtrakeal. Kultur darah dapat membantu menemukan etiologi, sedangkan

pemeriksaan serologi juga dapat dilakukan untuk jamur dan parasit.

2.2.7 Gambaran Radiologi

Page 7: Refarat Abses Paru Lady

Foto dada PA dan lateral sangat membantu dalam melihat lokasi lesi dan

bentuk abses paru. Pada hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan

gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran

densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran

radiolusence dalam bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila abses tersebut

mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna kedalam

bronkus, maka baru akan tampak kavitas ireguler dengan batas cairan dan permukaan

udara didalamnya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan

foto dada PA dengan posisi berdiri.

Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya single (soliter) yang biasanya

ditemukan pada infeksi baru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik,

nokomial atau hematogen) lesinya bisa multipel. Sepertiga kasus abses paru bisa

disertai empiema. Empiema yang terlokalisir dan disertai fistula bronkopleura akan

sulit dibedakan dengan gambaran abses paru. Untuk suatu gambaran abses paru

simple, noduler dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan sebabnya

adalah suatu keganasan paru.

CT-scan bisa menunjukkan tempat lesi yang menyebabkan obstruksi

endobronkial, dan gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru dengan

kavitasi sentral. CT scan juga bisa menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim

paru yang membedakannya dari empiema.

Lesi-lesi yang bisa menyebabkan abses paru bakterial meliputi karsinoma

bronkigenik dengan kavitas, bronkiektasis, empiema sekunder dari fistula

bronkopleura, tuberkulosis paru, bulla yang mengalami infeksi, nodul silikat dengan

sianosis sentral, abses hepar akibat amuba. Pemeriksaan diagnostik secara seksama

seperti yang disebutkan diatas harus dilakukan untuk membedakannya dari abses

biasa.

2.2.8 Diagnosis

Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis

banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.

- Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan sampai demam

tinggi, batuk purulen dan penurunan berat badan.

Page 8: Refarat Abses Paru Lady

- Pemeriksaan laboratorium dimana terdapat peningkatan jumlah leukosit yang

umumnya mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat ditemukan pada abses

lama.

2.2.9 Komplikasi

Komplikasi lokal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus

atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya

kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan

penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan yang ruptur ke rongga pleura menjadi

piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif,

ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan fistula bronkopleura.

Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan selama 6

minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan

menyisakan suatu bronkiektasis dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa

menyebabkan anemia, malnutrisi, ganggguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung

terutama pada manula.

2.2.10 Pengobatan

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya

dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari

empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.

Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada

foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien dirawat inap.

Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada

diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang

terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh pasien/kepala berada di bagian terbawah.

Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein. Bila abses telah

mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.

Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan antibiotik

yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak dan darah

diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan kasus abses paru yang

disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga

pengobatan diberikan secara empirik. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan hanya

dengan antibiotik dan postural drainage, sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan

tindakan operatif.

Page 9: Refarat Abses Paru Lady

Antibiotik yang paling baik adalah clindamicyn karena mempunyai

spektrum yang lebih baik pada bakteri anaerob. Clindamicyn diberikan mula-mula

dengan dosis 3 x 600 mg intravena, kemudian 4 x 300 mg oral/hari, regimen alternatif

adalah penisilin G 2-10 juta unit/hari, ada yang memberikan sampai dengan 25 juta

unit atau lebih/hari dikombinasikan dengan streptomisin, kemudian dilanjutkan

dengan penisilin oral 4 x 500-750 mg/hari. Antibitik parenteral diganti ke oral bila

pasien tidak panas lagi dan sudah merasa baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta

unit/hari dan metronidazol 2 gram/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri

anaerob) yang diberikan selama 10 hari dikatakan sama efektifnya dengan

klindamisin, walaupun begitu harus diingat bahwa bakteri anaerob seperti Pretovella,

Bakterioides Spp dan Fusobacterium karena memproduksi beta-laktamase, resisten

terhadap penisilin. Kombinasi beta-laktam dan beta-laktamase inhibitor seperti

tikarkilin klavulanat, amoksisilin + asam klavulanat atau piperasilin + tazobaktam

juga aktif terhadap kebanyakan bakteri anaerob dan pada kebanyakan strain basil

gram negatif.

Dosis pengobatan tunggal metronidazol diberikan dengan dosis 15

mg/kgBB intravena dalam waktu lebih dari 1 jam, kemudian diikuti 6 jam kemudian

dengan infus 7,5 mg/kgBB 3-4 kali/hari, tetapi pengobatan tunggal dengan

metronidazole ini tidak dianjurkan tidak dianjurkan karena beberapa anaerobic cocci

dan kebanyakan microaerophilic streptococci sudah resisten. Pengobatan terhadap

penyebab patogen aerobik kebanyakan dipakai klindamisin + penisilin atau

klindamisin + sefalosporin.

Kemudian antibiotik diberikan sesuai dengan hasil tes sensivitas. Abses

paru yang disebabkan staphylococcus harus diobati dengan penicillinase-resistant

penicilin atau cefalosporin generasi pertama, sedangkan untuk staphylococcus aureus

seperti yang disebabkan oleh emboli paru septik nosokomial pilihannya adalah

vankomisin. Abses paru yang disebabkan nocardia pilihannya adalah sulfonamid 3 x

1 gram oral. Abses paru amubik diberikan metronidazol 3 x 750 mg, sedangkan bila

penyakitnya serius seperti terjadi ruptur dari abses harus ditambahkan emetin

parenteral pada 5 hari pertama.

Antibiotik diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami

resolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi yang kecil dan stabil dalam waktu

lebih dari 2-3 minggu. Resolusi sempurna biasanya membutuhkan waktu pengobatan

6-10 minggu dengan pemberian antibiotik oral sebagai pasien rawat jalan. Pemberian

Page 10: Refarat Abses Paru Lady

antibiotik yang kurang dari waktu ini sering menyebabkan kekambuhan dengan

melibatkan organisme yang resisten terhadap antibiotik yang diberikan sebelumnya.

Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi

operasi adalah :

- Abses paru yang tidak mengalami perbaikan

- Komplikasi : empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura

- Pengobatan penyakit yang mendasari : karsinoma obstruksi primer/metastasis,

pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan mutulitas gastroesofageal,

malformasi atau kelainan kongenital.

Lobektomi merupakan prosedur paling sering, sedangkan reseksi

segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil.pneumoektomi diperlukan

terhadap abses miltipel atau gangren paru yang refrakter terhadap penanganan

dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah pneumoektomi mencapai 5-10%.

Pasien dengan resiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat

dilakukan drainase per kutan via kateteer secara hati-hati untuk mencegah

kebocoran isi abses kedalam rongga pleura.

2.2.11 Prognosis

Prognosis abses paru simple terutama tergantung dari keadaan umum

pasien, letak abses serta luasnya kerusakan paru yang terjadi, dan respons pengobatan

yang kita berikan.

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang

besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status imunocompromised, umur

yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi yang obstruktif, abses

yang disebabkan bakteri aerobik (termasuk Staphylococcus Aureus dan basil gram

negatif), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang

lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh

maka angka kekambuhannya tinggi.