rational use antibiotics for respiratory tract …
TRANSCRIPT
RATIONAL USE ANTIBIOTICS FOR RESPIRATORY
TRACT INFECTION
Gede Agung Dhimasena Widyananda
(1702511202)
dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked
198806252015041002
PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEDOKTERAN
DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
berkat dan rahmatnya kami dapat menyusun karya ilmiah ini dengan lancar tanpa
hambatan.
Kami selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada beliau yang telah
membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain:
1. dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked selaku pembimbing karya ilmiah ini
2. Orang tua tim penulis atas segala jenis dukungan yang diberikan
3. Teman-teman Program Studi Sarjana Pendidikan Kedokteran dan Profesi
Dokter yang sudah memberikan dukungan moral.
Karya ilmiah ini kami harapkan dapat membuka wawasan pembaca agar
dapat lebih memahami secara lebih dalam mengenai Rational Use Antibiotics
For Respiratory Tract Infection. Terlepas dari semua itu, karya ilmiah ini masih
jauh dari kata sempurna. Untuk itu segala jenis kritik dan saran kami harapkan
dari semua pihak demi makin sempurnanya penyusunan karya ilmiah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat-Nya bagi kita semua sehingga
apa yang akan diperbuat dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Denpasar,
Februari 2019
Penulis
ii
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat rahmat-Nyalah maka Student Project yang berjudul Rational Use
Antibiotics For Respiratory Tract Infection dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Student project ini dibuat untuk memenuhi tugas Blok
Biomedik II Semester I Program Studi Pendidikan Dokter.
Dalam membuat Student Project ini penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak yang berkontribusi dalam penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih banyak kepada:
1. Dosen di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang
telah memberikan izin kepada kami untuk membuat Student Project
dalam rangka pemenuhan tugas Blok Biomedik II Semester I Program
Studi Pendidikan Dokter.
2. Teman-teman Fakultas Kedokteran angkatan 2017 yang telah
membantu dalam proses pembuatan Student Project.
Penulis menyadari akan kekurangan Student Project ini. Untuk itu penulis
mohon kritik dan saran demi kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini. Sebagai
akhir kata semoga tulisan ini dapat dimanfaatkan bagi kita semua.
”Om Shanti, Shanti, Shanti Om”
Denpasar, 18 Januari 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Studi ..................................................................... 2
1.2.1.Tujuan ........................................................................................... 2
1.2.2. Manfaat ....................................................................................... 2
BAB II ISI ..................................................................................................... 3
2.1 Defenisi dan jenis-jenis Antibiotika.........................................................3
2.2 Penggunaan Antibiotika dalam penyakit infeksi saluran pernasan……..5
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi pada saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum
terjadi di dunia khususnya di Indonesia. WHO mengemukakan bahwa infeksi
saluran pernapasan merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak1.
Infeksi terbanyak terutama pada anak-anak di bawah usia lima tahun (balita)2.
Tingginya penyakit infeksi tidak bisa terlepas dengan penggunaan antibiotik
sebagai salah satu penanganan penyakit infeksi. Khusus untuk kawasan Asia
Tenggara, penggunaan antibiotik sangat tinggi bahkan lebih dari 80% di
banyak provinsi di Indonesia2. Berbagai studi menemukan, sekitar 40%-62%
antibiotik digunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak memerlukannya3.
Infeksi saluran pernapasan berdasarkan wilayah infeksinya dibagi
menjadi dua yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran
pernapasan bawah. Infeksi saluran pernapasan atas bila tidak diatasi dengan
baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah4.
Dalam kenyataannya antibiotika banyak diresepkan untuk mengatasi infeksi
ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi
saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut, meskipun sebagian
besar penyebab dari penyakit ini adalah ekspektasi yang berlebihan para
klinisi terhadap antibiotika terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang
disebabkan oleh bakteri, yang sebetulnya tidak bisa dicegah.
Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik mendorong terjadinya resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Dengan kemajuan teknologi, jumlah dan jenis
antibiotik yang bermanfaat secara klinis semakin meningkat, sehingga
diperlukan ketepatan yang tinggi dalam memilih antibiotik. Pemilihan
antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif yaitu
timbulnya resistensi bakteri dan efektifitas5.
2
1.2. Tujuan dan Manfaat Studi
1.2.1. Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan penulis terkait penulisan Student
Project ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai penggunaan antibiotika
dalam penyakit infeksi saluran pernapasan.
2. Untuk mengetahui penggunaan antibiotika yang baik dan benar
dalam mengatasi penyakit infeksi saluran pernapasan
1.2.2. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari Student Project ini
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat bagi Dosen Pengajar
Dosen pengajar dapat mengetahui sejauh mana pemahaman
mahasiswa terkait penggunaan antibiotik yang baik dan benar dalam
menangani penyakit infeksi saluran pernapasan.
2. Manfaat bagi Mahasiswa
Student Project ini dapat menjadi sarana pembelajaran terkait terkait
penggunaan antibiotik yang baik dan benar dalam menangani
penyakit infeksi saluran pernapasan.
3
BAB II
ISI
2.1 Defenisi dan jenis-jenis Antibiotika
Rational use antibiotics for respiratory tract infection dalam bahasa
Indonesia artinya penggunaan antibiotik secara rasional (menurut pikiran dan
pertimbangan yang logis; menurut pikiran yang sehat; cocok dengan akal) untuk
infeksi saluran pernafasan6.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit7. Secara
anatomi, infeksi saluran pernapasan mencakup saluran pernapasan bagian atas/
Upper Respiratory Tract Infections (URTI) dan saluran pernafasan bagian bawah/
Lower Respiratory Tract Infections (LRTI). Infeksi saluran pernapasan atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laryngitis, epiglotitis, tonsillitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran pernapasan bawah meliputi infeksi pada bronkus,
alveolus seperti bronkitis, bronkiolitis, pneumonia8.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran pernapasan adalah disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak juga bisa terjadi akibat
infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
atau virus ke dalam tubuh manusia melalui hidung hingga alveolus dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi penyebab dan penyebaran infeksi saluran
pernapasan diantaranya adalah :
1. Lingkungan
Faktor lingkungan biasanya meliputi belum terpenuhinya air dan
jamban yang bersih, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat
hingga pencemaran air dan udara
2. Perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri
maupun publik
3. Rendahnya gizi9
Antibiotik adalah zat yang memiliki kemampuan untuk menghambat
kehidupan mikroorganisme. Tapi tidak semua mikroorganisme dapat dihambat
4
dan dimatikan menggunakan antibiotik. Karena antibiotik hanya bisa digunakan
untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri saja. Mikroorganisme
seperti virus tidak dapat dihambat dengan antibiotik, karena virus mempunyai
ketahanan diri yang kuat dan dapat beradaptasi dengan zat-zat yang ada di
sekitarnya. Bakteri dan virus memiliki perbedaan dari segi struktur, inang, jenis ,
dan kegunaan10.
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasakan struktur kimia antibiotik,
toksisitas selektif, mekanisme kerja antibiotik, aktivitas antibiotik, pola bunuh
antibiotik, dan indikasi penggunaan antibiotik.
Dalam menangani infeksi pernapasan yang disebabkan oleh bakteri maupun
organisme lain menggunakan beberapa jenis antibiotika antara lain :
1. Penicillin
Penicillin digunakan untuk membunuh bakteri gram-positif.
Penicillin bekerja dengan cara menghancurkan dinding sel dari bakteri
tersebut. Adapun perkembangan dari penicillin untuk pengobatan infeksi
pernapasan adalah :
a. Amoxicillin (Amoxil, Moxatag, Trimox) : Digunakan untuk
menangani bakteri yang menyebabkan rhinosinusitis, dan juga
infeksi tonsillopharynx yang disebabkan bakteri Streptococcus.
b. Penicillin VK (Penicillin V) : Digunakan untuk mengobati
Streptococcus pharyngitis.
2. Cephalosphorins, Generasi ketiga
Generasi ketiga dari Cephalosphorins ini digunakan untuk
menangani Enterobactericeae, Neisseria, dan Influenza.
a. Cefadroxil (Uldricef,Ultracef) : Digunakan untuk menangani infeksi
yang disebabkan oleh A beta-hemolytic Streptococcus.
3. Macrolides
Macrolides digunakan untuk menangani pasien yang terkena infeksi
karena bakteri streptokokus, namun alergi terhadap penicillin.
Macrolides juga digunakan untuk menangani rhinosinusitis,pertussis,
dan diphtheria. Macrolides bekerja dengan menghambat sintesis yang
dilakukan oleh 50S ribosome, dan juga sintesis protein oleh RNA.
5
a. Erythromycin : Digunakan untuk mengobati rhinosinusitis, namun
tidak dapat untuk melawan Influenza. Antibiotik ini bekerja dengan
menghambat transfer dari tRNA.
b. Azithromycin ( Zithromax) : Digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh grup A Streptococcus dan juga pertussis.
Azithromycin bekerja dengan cara menghambat sintesis yang
dilakukan oleh 50S ribosome dan menghambat sintesis protein
RNA11.
2.2 Penggunaan Antibiotika dalam penyakit infeksi saluran pernasan
Terapi infeksi saluran napas memang tidak hanya tergantung pada
antibiotika. Beberapa kasus infeksi saluran napas atas akut disebabkan oleh virus
yang tidak memerlukan terapi antibiotika, cukup dengan terapi suportif. Terapi
suportif berperan besar dalam mendukung sukses terapi antibiotika, karena
berdampak mengurangi gejala, meningkatkan performa pasien12. Berikut adalah
contoh penyakit saluran pernapasan yang umum terjadi serta penggunaan
antibiotik yang cocok dan standar untuk digunakan :
1. Otitis media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi
menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik.
Infeksi ini banyak menjadi masalah pada bayi dan anak-anak 6 bulan sampai 3
tahun. Diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab
sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak.
Disfungsi tuba
Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas dan alergi. Pada
kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit dibedakan
etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun
pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah
oleh infeksi pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan
oedema pada tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan
mukus yang kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum
menginfeksi pada anak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis. Pola resistensi terhadap H. influenzae dan
M. catarrhalis dijumpai di berbagai belahan dunia. Organisme ini
6
memproduksi enzim β-laktamase yang menginaktifasi antibiotika β-laktam,
sehingga terapi menggunakan amoksisilin seringkali gagal. Namun dengan
penambahan inhibitor β-laktamase ke dalam formula amoksisilin dapat
mengatasi permasalahan ini.
Maka dari itu terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral
dan tetes bila disertai pengeluaran secret, beri antibioka oral yaitu Amoksilin,
tetapi jika terapi antibiotika lini pertama tidak berhasil maka beri antibiotika
lini ke dua yaitu Amoksilin Klavulanat, Kotrimoksazol, Cefuroksim,
Ceftriaxone, Cefprozil dan Cefixime. Jika infeksi mengeluarkan secret di
telinga maka berikan antibiotika tetes yaitu ciprofloxacin atau ofloxacin13.
Tabel 2.2.1 Antibiotika pada Terapi pokok Otitis Media
Lini Kedua
Amoksisilin-
klavulanat
Anak:25-45mg/kg/hari
terbagi dlm 2 dosis
Dewasa:2x875mg
Kotrimoksazol
Anak: 6-12mg TMP/30-
60mg SMX/kg/hari terbagi
dlm 2 dosisDewasa: 2 x 1-2
Antibiotika Dosis Keterangan
Lini Pertama
Amoksisilin
Anak: 20-40mg/kg/hari
terbagi dalam 3 dosis
Dewasa:40mg/kg/hari terbagi
dalam 3 dosis
Anak 80mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosis
Dewasa:80mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosis
Untuk pasien risiko rendah
yaitu: Usia>2th, tidak
mendapat antibiotika selama
3 bulan terakhir
Untuk pasien risiko tinggi
7
tab
Cefuroksim
Anak: 40mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosisDewasa:2 x 250-
500 mg
Ceftriaxone Anak: 50mg/kg; max 1 g; i.m.
1 dosis untuk otitis media
yang baru3 hari terapi untuk
otitis yang resisten
Cefprozil
Anak: 30mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosisDewasa: 2 x
250-500mg
Cefixime
Anak:8mg/kg/hari terbagi
dlm 1-2 dosisDewasa: 2 x
200mg
2. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan
ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh
infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu
infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala
yang menetap maupun berat. Sinusitis disebabkan oleh virus, tetapi selain itu
adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi
gigi juga dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis bakteri akut umumnya
berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus saluran napas atas. Bakteri
yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang
menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan
ditambah adanya keterlibatan bakteri anaerob dan S. aureus.
Resistensi yang terjadi pada sinusitis umumnya disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae yang menghasilkan enzim beta-laktamase, sehingga
resisten terhadap penicillin, amoksisilin, maupun kotrimoksazol. Hal ini diatasi
dengan memilih preparat amoksisilin-klavulanat atau fluoroquinolon. Terapi
8
penyakit sinusitis salah satunya adalah pemberian antibiotika yaitu
Amoksilin/Amoksilin-Clav, Kotrimoxazol, Eritromisin, Doksisiklin. Jika terapi
lini pertama tidak berhasil maka beri terapi antibiotika lini kedua yaitu
Amoksi-clavulanat, Cefuroksim, Klaritromisin, Levofloxacin. Jika sinusitis
sudah memasuki tahap kronik maka beri Amoksi-clavulanat, Azitromisin,
Levofloxacin.
Tabel 2.2.2Antibiotika yang dapat dipilih pada terapi sinusitis
Agen Antibiotika
Dosis
SINUSITIS AKUT
Lini pertama
Amoksisilin/Amoksisilin
-clav
Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis /25-
45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosisDewasa: 3 x 500mg/
2 x 875 mg
Kotrimoxazol Anak: 6-12mg TMP/30-60mg SMX/kg/hari terbagi dlm
2 dosis Dewasa: 2 x 2tab dewasa
Eritromisin Anak: 30—50mg/kg/hari terbagi setiap 6 jamDewasa:
4 x 250-500mg
Doksisiklin Dewasa: 2 x 100mg
Lini kedua
Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosisDewasa:2 x
875mg
Cefuroksim 2 x 500mg
Klaritromisin Anak:15mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa: 2 x
250mg
Azitromisin 1 x 500mg, kemudian 1x250mg selama 4 hari
berikutnya.
Levofloxacin Dewasa:1 x 250-500mg
SINUSITIS KRONIK
Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosisDewasa:2 x
875mg
9
Azitromisin
Anak: 10mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg selama 4 hari
berikutnya Dewasa: 1x500mg, kemudian 1x250mg
selama 4 hari
Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500mg
3. Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis,
rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di
daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada orang dewasa yang
masih memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes
yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin
terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria
Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30%
dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa.
Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus
saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan
respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi
menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus
(HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali menjadi penyebab faringitis akut
yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh karena virus dapat
merupakan bagian dari influenza. Resistensi terhadap Streptococcus Grup A
dijumpai di beberapa negara terhadap golongan makrolida dan azalida, namun
tidak terhadap Penicillin.
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasakan struktur kimia antibiotik,
toksisitas selektif, mekanisme kerja antibiotik, aktivitas antibiotik, pola bunuh
antibiotik, dan indikasi penggunaan antibiotik.
Dalam menangani infeksi pernapasan yang disebabkan oleh bakteri maupun
organisme lain menggunakan beberapa jenis antibiotika antara lain :
3. Penicillin
10
Penicillin digunakan untuk membunuh bakteri gram-positif.
Penicillin bekerja dengan cara menghancurkan dinding sel dari bakteri
tersebut. Adapun perkembangan dari penicillin untuk pengobatan infeksi
pernapasan adalah :
c. Amoxicillin (Amoxil, Moxatag, Trimox) : Digunakan untuk
menangani bakteri yang menyebabkan rhinosinusitis, dan juga
infeksi tonsillopharynx yang disebabkan bakteri Streptococcus.
d. Penicillin VK (Penicillin V) : Digunakan untuk mengobati
Streptococcus pharyngitis.
4. Cephalosphorins, Generasi ketiga
Generasi ketiga dari Cephalosphorins ini digunakan untuk
menangani Enterobactericeae, Neisseria, dan Influenza.
b. Cefadroxil (Uldricef,Ultracef) : Digunakan untuk menangani infeksi
yang disebabkan oleh A beta-hemolytic Streptococcus.
3. Macrolides
Macrolides digunakan untuk menangani pasien yang terkena infeksi
karena bakteri streptokokus, namun alergi terhadap penicillin.
Macrolides juga digunakan untuk menangani rhinosinusitis,pertussis,
dan diphtheria. Macrolides bekerja dengan menghambat sintesis yang
dilakukan oleh 50S ribosome, dan juga sintesis protein oleh RNA.
c. Erythromycin : Digunakan untuk mengobati rhinosinusitis, namun
tidak dapat untuk melawan Influenza. Antibiotik ini bekerja dengan
menghambat transfer dari tRNA.
d. Azithromycin ( Zithromax) : Digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh grup A Streptococcus dan juga pertussis.
Azithromycin bekerja dengan cara menghambat sintesis yang
dilakukan oleh 50S ribosome dan menghambat sintesis protein
RNA11.
2.2 Penggunaan Antibiotika dalam penyakit infeksi saluran pernasan
Terapi infeksi saluran napas memang tidak hanya tergantung pada
antibiotika. Beberapa kasus infeksi saluran napas atas akut disebabkan oleh virus
yang tidak memerlukan terapi antibiotika, cukup dengan terapi suportif. Terapi
11
suportif berperan besar dalam mendukung sukses terapi antibiotika, karena
berdampak mengurangi gejala, meningkatkan performa pasien12. Berikut adalah
contoh penyakit saluran pernapasan yang umum terjadi serta penggunaan
antibiotik yang cocok dan standar untuk digunakan :
1. Otitis media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi
menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik.
Infeksi ini banyak menjadi masalah pada bayi dan anak-anak 6 bulan sampai 3
tahun. Diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab
sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak.
Disfungsi tuba
Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas dan alergi. Pada
kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit dibedakan
etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun
pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah
oleh infeksi pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan
oedema pada tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan
mukus yang kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum
menginfeksi pada anak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis. Pola resistensi terhadap H. influenzae dan
M. catarrhalis dijumpai di berbagai belahan dunia. Organisme ini
memproduksi enzim β-laktamase yang menginaktifasi antibiotika β-laktam,
sehingga terapi menggunakan amoksisilin seringkali gagal. Namun dengan
penambahan inhibitor β-laktamase ke dalam formula amoksisilin dapat
mengatasi permasalahan ini.
Maka dari itu terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral
dan tetes bila disertai pengeluaran secret, beri antibioka oral yaitu Amoksilin,
tetapi jika terapi antibiotika lini pertama tidak berhasil maka beri antibiotika
lini ke dua yaitu Amoksilin Klavulanat, Kotrimoksazol, Cefuroksim,
Ceftriaxone, Cefprozil dan Cefixime. Jika infeksi mengeluarkan secret di
telinga maka berikan antibiotika tetes yaitu ciprofloxacin atau ofloxacin13.
Antibiotika Dosis Keterangan
12
Tabel 2.2.1 Antibiotika pada Terapi pokok Otitis Media
Lini Kedua
Amoksisilin-
klavulanat
Anak:25-45mg/kg/hari
terbagi dlm 2 dosis
Dewasa:2x875mg
Kotrimoksazol
Anak: 6-12mg TMP/30-
60mg SMX/kg/hari terbagi
dlm 2 dosisDewasa: 2 x 1-2
tab
Sejumlah antibiotika terbukti efektif pada terapi faringitis oleh
Streptococcus grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, cefalosporin
maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan
keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau.
Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada
anak dan menunjukkan efektivitas yang setara. Lama terapi dengan antibiotika
oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali
pada azitromisin hanya 5 hari.
Tabel 2.2.3 Antibiotika pada terapi Faringitis oleh karena Streptococcus
Grup A
Lini Pertama
Amoksisilin
Anak: 20-40mg/kg/hari
terbagi dalam 3 dosis
Dewasa:40mg/kg/hari terbagi
dalam 3 dosis
Anak 80mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosis
Dewasa:80mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosis
Untuk pasien risiko rendah
yaitu: Usia>2th, tidak
mendapat antibiotika selama
3 bulan terakhir
Untuk pasien risiko tinggi
13
Lini
pertama :
Penicilin G (untuk pasien yang tidak
dapatmenyelesaikan terapi oral selama
10 hari)
1 x 1,2 juta U i.m. 1 dosis
Penicilin VK
Anak: 2-3 x 250mg
Dewasa 2-3 x
500mg
10 hari
Amoksisilin (Klavulanat) 3 x 500mg
selama 10 hari
Anak: 3 x 250mg
Dewasa:3x 500mg 10 hari
Lini
kedua :
Eritromisin (untuk pasien alergi
Penicilin)
Anak: 4 x 250mg
Dewasa:4x 500mg 10 hari
Azitromisin atau Klaritromisin (lihat
dosis pada Sinusitis) 5 hari
Cefalosporin generasi satu atau dua Bervariasi sesuai
agen 10 hari
Levofloksasin (hindari untuk anak
maupun wanita hamil)
4. Bronkitis
Bronkitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkitis seringkali diklasifikasikan
sebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia,
namun bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi
penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut umumnya
terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti
polusi udara, dan rokok. Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti
rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza, dan respiratory
synctial virus (RSV). Ada pula bakteri atypical yang menjadi penyebab
bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumoniae
yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa. Bakteri atypical sulit
terdiagnosis, tetapi mungkin menginvasi pada sindroma yang lama yaitu lebih
dari 10 hari. Penyebab bronkhitis kronik berkaitan dengan penyakit paru
obstruktif, merokok, paparan terhadap debu,polusi udara, infeksi bakteri.
14
Resistensi dijumpai pada bakteri-bakteri yang terlibat infeksi nosokomial yaitu
dengan dimilikinya enzim β-laktamase. Hal ini dijumpai pada H.influenzae, M.
catarrhalis, serta S. Pneumoniae. Untuk mengatasi hal ini, maka hendaknya
antibiotika dialihkan kepada amoksisilin-klavulanat, golongan makrolida atau
fluoroquinolon.
Tabel 2.2.4 Terapi awal pada Bronkhitis
Kondisi Klinik Patogen
Terapi Awal
Bronkhitis akut Biasanya virus
Lini I: Tanpa antibiotikaLini
II:Amoksisilin,amoksi-klav,
makrolida
Bronkhitis Kronik
H.influenzae,
Moraxella catarrhalis,
S. pneumoniae
Lini I: Amoksisilin, quinolonLini II:
Quinolon, amoksi-klav, azitromisin,
kotrimoksazol
Bronkhitis Kronik
dg komplikasi
s.d.a,K. Pneumoniae,
P. aeruginosa, Gram
(-) batang lain
Lini I: QuinolonLini II: Ceftazidime,
Cefepime
Bronkhitis Kronik
dg infeksi bakteri s.d.a.
Lini I: Quinolon oral atau parenteral,
Meropenem atau
Ceftazidime/Cefepime+Ciprofloks
asin oral.
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkiolus dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi
sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi
sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien
dengan kondisi kritis. Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi: bakteri,
virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak
dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang
15
menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A,
parainfluenza, adenovirus. Resistensi dijumpai pada pneumococcal semakin
meningkat sepuluh tahun terakhir, khususnya terhadap penicillin.
Meningkatnya resistensi terhadap penicillin juga diramalkan akan berdampak
terhadap meningkatnya resistensi terhadap beberapa kelas antibiotika seperti
cefalosporin, makrolida, tetrasiklin serta kotrimoksazol. Antibiotika yang
kurang terpengaruh terhadap resistensi tersebut adalah vankomisin,
fluoroquinolon, klindamisin, kloramfenikol dan rifampisin. Penatalaksanaan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya
yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan
antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri
pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum
sempit sesuai patogen.
Tabel 2.2.5 Antibiotika pada terapi Pneumonia
Kondisi Klinik Patogen Terapi Dosis Ped
(mg/kg/hari)
Dosis Dws
(dosis
total/hari)
Sebelumnya sehat
Pneumococcus,
Mycoplasma
Pneumoniae
Eritromisin
Klaritromisin
Azitromisin
30-501510
pada hari
1,diikuti 5mg
selama 4 hari
1-2g 0,5-
1g
Komorbiditas
(manula, DM, gagal
ginjal, gagal
S. pneumoniae,
Hemophilus
influenzae,
Moraxella
Cefuroksim
Cefotaksim
Ceftriakson
50-75 1-2g
jantung, keganasan)
catarrhalis,
Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi
Community
Anaerob mulut
Anaerob mulut,
Ampi/Amox
Klindamisin
100-200 8-20
s.d.a.
2-6g 1,2-
1,8g s.d.a.
16
Hospital S. aureus,
gram(-) enterik
Klindamisin
+aminoglikos
ida
Nosokomial
Pneumonia Ringan,
Onset <5 hari,
Risiko rendah
K. pneumoniae,
P. aeruginosa,
Enterobacter
spp. S. aureus,
Cefuroksim
Cefotaksim
Ceftriakson
Ampicilin-
Sulbaktam
Tikarcilin-
klav
Gatifloksasin
Levofloksasi
n
Klinda+azitro
s.d.a. s.d.a.
s.d.a. 100-
200 200-300
-
-
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a. 4-8g
12g0,4g
0,5-0,75g
Pneumonia berat**,
Onset > 5 hari,
Risiko Tinggi
K. pneumoniae,
P. aeruginosa,
Enterobacter
spp. S. aureus,
(Gentamicin/
Tobramicin
atau
Ciprofloksasi
n )* +
Ceftazidime
atau
Cefepime
atau
Tikarcilin-
klav/Merone
m/Aztreona
m
7,5-150
100-150
4-6 mg/kg
0,5-1,5g
2-6g 2-4g
Ket :*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu
antibiotika yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis
berat, gagal ginjal14.
17
4. Bronkitis
Bronkitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkitis seringkali diklasifikasikan
sebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia,
namun bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi
penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut umumnya
terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti
polusi udara, dan rokok. Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti
rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza, dan respiratory
synctial virus (RSV). Ada pula bakteri atypical yang menjadi penyebab
bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumoniae
yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa. Bakteri atypical sulit
terdiagnosis, tetapi mungkin menginvasi pada sindroma yang lama yaitu lebih
dari 10 hari. Penyebab bronkhitis kronik berkaitan dengan penyakit paru
obstruktif, merokok, paparan terhadap debu,polusi udara, infeksi bakteri.
Resistensi dijumpai pada bakteri-bakteri yang terlibat infeksi nosokomial yaitu
dengan dimilikinya enzim β-laktamase. Hal ini dijumpai pada H.influenzae, M.
catarrhalis, serta S. Pneumoniae. Untuk mengatasi hal ini, maka hendaknya
antibiotika dialihkan kepada amoksisilin-klavulanat, golongan makrolida atau
fluoroquinolon.
Tabel 2.2.4 Terapi awal pada Bronkhitis
Kondisi Klinik Patogen
Terapi Awal
Bronkhitis akut Biasanya virus
Lini I: Tanpa antibiotikaLini
II:Amoksisilin,amoksi-klav,
makrolida
Bronkhitis Kronik
H.influenzae,
Moraxella catarrhalis,
S. pneumoniae
Lini I: Amoksisilin, quinolonLini II:
Quinolon, amoksi-klav, azitromisin,
kotrimoksazol
Bronkhitis Kronik
dg komplikasi
s.d.a,K. Pneumoniae,
P. aeruginosa, Gram
(-) batang lain
Lini I: QuinolonLini II: Ceftazidime,
Cefepime
18
Bronkhitis Kronik
dg infeksi bakteri s.d.a.
Lini I: Quinolon oral atau parenteral,
Meropenem atau
Ceftazidime/Cefepime+Ciprofloks
asin oral.
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkiolus dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi
sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi
sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien
dengan kondisi kritis. Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi: bakteri,
virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak
dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang
menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A,
parainfluenza, adenovirus. Resistensi dijumpai pada pneumococcal semakin
meningkat sepuluh tahun terakhir, khususnya terhadap penicillin.
Meningkatnya resistensi terhadap penicillin juga diramalkan akan berdampak
terhadap meningkatnya resistensi terhadap beberapa kelas antibiotika seperti
cefalosporin, makrolida, tetrasiklin serta kotrimoksazol. Antibiotika yang
kurang terpengaruh terhadap resistensi tersebut adalah vankomisin,
fluoroquinolon, klindamisin, kloramfenikol dan rifampisin. Penatalaksanaan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya
yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan
antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri
pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum
sempit sesuai patogen.
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Tingginya penyakit infeksi tidak bisa terlepas dengan penggunaan
antibiotik sebagai salah satu penanganan penyakit infeksi.
2. Dengan kemajuan teknologi, jumlah dan jenis antibiotik yang
bermanfaat secara klinis semakin meningkat, sehingga diperlukan
ketepatan yang tinggi dalam memilih antibiotik.
3. Pemilihan antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak
negatif yaitu timbulnya resistensi bakteri dan efektifitas antibiotik
yang rendah terhadap bakteri tertentu.
4. Dalam menangani infeksi pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
maupun organisme lain menggunakan beberapa jenis antibiotika
antara lain : Penicillin, Cephalosphorins, Generasi ketiga, Macrolides.
5. Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik mendorong terjadinya
resistensi bakteri terhadap antibiotik.
6. Resistensi bakteri terhadap antibiotik mempunyai arti klinis yang
amat penting. Suatu bakteri yang awalnya peka terhadap suatu
antibiotik, setelah beberapa tahun kemudian dapat resisten, dan
berakibat pada sulitnya proses pengobatan karena sulitnya
memperoleh antibiotik yang dapat membasmi bakteri tersebut.
3.2. Saran
Berdasarkan hasil Student Project ini maka dapat disarankan kepada
pembaca sebagai berikut.
1. Kepada mahasiswa/i lainnya, disarankan untuk dapat mengembangkan
pembahasan terkait penggunaan antibiotika dalam menangani infeksi
saluran pernapasan.
2. Kepada dosen atau pengajar, disarankan untuk memasukkan materi
penggunaan antibiotika dalam menangani infeksi saluran pernapasan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Selkon HRI and JB. Antibiotics in respiratory infections. 2010;13:455.
2. Ann-Christine Nyquist, MD, MSPH; Ralph Gonzales, MD, MSPH; John F.
Steiner, MD M et al. Antibiotic Prescribing for Children With Colds, Upper
Respiratory Tract Infections, and Bronchitis. 2008;11:875–7.
3. Thomas M. File, Jr, MD; and James A. Hadley M. Rational Use of
Antibiotics to Treat Respiratory Tract Infections. 2015;8:713–24.
4. Malin André ÅS& IO. Upper Respiratory Tract Infections in General
Practice: Diagnosis, Antibiotic Prescribing, Duration of Symptoms and Use
of Diagnostic Tests. 2009;34(12):880–6.
5. Dra. Fatimah Umar, Apt, MM Dra. Elly Zardania, Apt, Msi Dra. Ratna
Nirwani, Apt, MM Dra. Nur Ratih Purnama, Apt, Msi Dra. Siti Nurul
Istiqomah, Apt et all. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan. 2005;13:34–50.
6. NM Yasin MB dan HI. Antibiotic usage in pediatric respiratory tract
infection. 2005;16:1–3.
7. RASMALIAH. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Dan
Penanggulangannya. 2004;1:2–4.
8. Gunawan. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 2004;1:6–20.
9. C.C B. Antibiotik. 2011;3:22–9.
10. Suwandi WE. Penggolongan antibiotik. 2014;11:2–3.
11. Fauziyah S. Antibiotika. 2010;11:7–11.
12. Sherman. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi
multi obat pada penyakit tuberkulosis (MDR TB). 2010;20:3–7.
13. Suryawati Ep. Gambaran Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Di Instalasi Rawat Jalan Rsud
Kabupaten Cilacap Periode Januari – Juni 2006. 2006;2:1–12.
14. Dinkes. ISPA. 2014;12:4–10.
21