ras mayor minor

25
RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS NAMA KELAINAN Recurrent aphthous stomatitis (RAS) atau nama lain Cankers sores, Recurrent aphthous ulcers, periadenitis mucosa necrotica recurrens. DEFINISI Recurrent aphthous stomatitis adalah suatu kelainan dalam rongga mulut yang berupa ulser bersifat kambuhan, disertai peradangan, tidak diketahui penyebabnya dengan pasti dan tanpa disertai adanya gejala penyakit lain atau manifestasi suatu penyakit infeksi (Woo & Greenberg 2008). Recurrent aphthous stomatitis dikarakteristikan sebagai ulser tunggal maupun lebih yang dangkal dan nyeri serta dapat sembuh dalam jangka waktu antara beberapa hari hingga beberapa bulan (Scully, 2013). ETIOLOGI Penyebab recurrent aphthous stomatitis belum dikatahui dengan pasti, tetapi tingkat kekambuhan recurrent aphthous stomatitis sering dihubungkan dengan dua hal, yaitu riwayat keluarga (genetika) dan imonopatpagenesa (Boras, 2007). Pada referensi lain juga mengatakan bahwa sampai saat ini etiologi RAS masih belum diketahui dengan 1

Upload: choiumam

Post on 15-Sep-2015

80 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

kedokteran gigi

TRANSCRIPT

RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS

Nama KelainanRecurrent aphthous stomatitis (RAS) atau nama lain Cankers sores, Recurrent aphthous ulcers, periadenitis mucosa necrotica recurrens.

DefinisiRecurrent aphthous stomatitis adalah suatu kelainan dalam rongga mulut yang berupa ulser bersifat kambuhan, disertai peradangan, tidak diketahui penyebabnya dengan pasti dan tanpa disertai adanya gejala penyakit lain atau manifestasi suatu penyakit infeksi (Woo & Greenberg 2008).Recurrent aphthous stomatitis dikarakteristikan sebagai ulser tunggal maupun lebih yang dangkal dan nyeri serta dapat sembuh dalam jangka waktu antara beberapa hari hingga beberapa bulan (Scully, 2013).

EtiologiPenyebab recurrent aphthous stomatitis belum dikatahui dengan pasti, tetapi tingkat kekambuhan recurrent aphthous stomatitis sering dihubungkan dengan dua hal, yaitu riwayat keluarga (genetika) dan imonopatpagenesa (Boras, 2007).Pada referensi lain juga mengatakan bahwa sampai saat ini etiologi RAS masih belum diketahui dengan pasti, namun meskipun beberapa faktor dikaitkan seperti faktor stress, trauma, alergi makanan, genetik, defisiensi nutrisi, fluktuasi hormonal, respon autoimun, dan bahan kimia (Delong and Burkhart, 2008).

Faktor PredisposisiTraumaTrauma merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya ulser pada rongga mulut. Beberapa hal yang termasuk dalam trauma, di antaranya adalah tergigit saat berbicara, saat makan, saat mengunyah, makanan atau minuman yang terlalu panas, kebiasaan buruk, menyikat gigi. Pada sebagian pasien RAS, kecenderungan munculnya lesi pada mukosa rongga mulut terjadi tidak lama setelah adanya iritasi mekanik di dalamnya. Walaupun banyak peneliti menyatakan demikian, namun mekanisme reaksi masih tetap belum sepenuhnya dipahami. Selain itu, didapatkan peran neutrofil elastase dalam proses pembentukan lesi pasca-trauma ulkus aphthous (Polanska et al, 2006). GenetikFaktor genetik memiliki peranan yang cukup penting pada pasien yang menderita RAS. Apabila seseorang memiliki riwayat orangtua yang menderita RAS, maka akan besar kemungkinan akan timbul RAS dalam dirinya dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat RAS dari orang tuanya, bahkan sejak usia muda sekalipun (Farmaki et al 2008).Gangguan ImmunologiFaktor gangguan imunologi banyak dikaitkan sebagai salah satu faktor yang memiliki peran penting sebagai faktor predisposisi RAS. Imunopatogenesis RAS dapat melibatkan semua komponen sistem imun baik seluler maupun humoral. Pada sistem imun seluler yaitu Sel T dan sitokin, sedangkan pada sistem imun humoral yaitu IgA, IgM dan IgG (Lewkowicz et al, 2011).Defisiensi NutrisiPada sebuah penelitian dijelaskan bahwa sekitar 20% penderita RAS memiliki defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi yang dimaksud, antara lain zat besi, asam folat, vitamin B1, B2, B6, B12 dan zinc. Ketika pada penderita RAS yang mengalami defisiensi vitamin B12 diberikan tambahan suplemen B12, ternyata menunjukkan adanya penurunan gejala dan penyembuhan lebih cepat pada penderita tersebut. StresStres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini (Gallo et al, 2009).Alergi dan SensitifitasRAS dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi RAS.Penyakit SistemikKelainan sistemik yang paling sering sebagai faktor predisposisi recurrent aphthous stomatitis adalah kelainan hematinic deficiency, celiac disease dan inflammatory bowel disease. Defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat merupakan penyebab kelainan hematologi yang sering dihubungkan dengan terjadinya recurrent aphthous stomatitis. Malnutrisi yang banyak menyertai penyakit celiac disease, gastritis dan inflammatory bowel disease sering dihubungkan dengan terjadinya recurrent aphthous stomatitis.

Pasta Gigi dan Obat Kumur SLSProduk yang mengandung sodium lauryl sulphate (SLS) dapat meningkatkan terjadinya ulser. Bahan SLS banyak ditemukan pada produk obat kumur dan pasta gigi yang diformulasikan di dalamnya. SLS diduga dapat menyebabkan keringnya epitel di dalam rongga mulut, sehingga akan mudah terjadi iritasi. Pada sebuah penelitian yang dilakukan antara pengguna pasta gigi yag mengandung SLS dan pengguna pasta gigi yang tidak mengandung SLS ditemukan bahwa pengguna pasta gigi yang tidak mengandung SLS lebih sedikit mengalami RAS.MerokokAdanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. Di sisi lain, berdasarkan pengamatan epidemiologi, sebagian besar peneliti menunjukkan insiden yang lebih rendah dari RAS pada perokok dibandingkan dengan mata pelajaran non-merokok, dengan korelasi dengan durasi kebiasaan dan keparahan. Pada perokok memiliki kemampuan yang lebih baik dalam keratinisasi pada oral mukosa. Hal ini menyebabkan para perokok memiliki kemampuan kerentanan yang berbeda daripada orang pada umumnya. Hal ini terjadi karena nikotin dan metabolitnya juga dapat menurunkan tingkat sitokin pro-inflamasi (TNF-, IL-1 dan IL-6) dan meningkatkan tingkat anti-inflamasi IL-10 (Subramanyam, 2011).

PatogenesisPada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear juga mengelilingi pembuluh darah (perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara keseluruhan terlihat tidak spesifik. Perjalananstomatitis aphtousdimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.Lesi RAS dibagi dalam beberapa tahapan menurut Boras (2007). Tahapan-tahapan lesi tersebut adalah: 1. Prodromal, adanya gejala tetapi belum terlihat tanda-tanda klinis. Tahap ini terjadi pada 2-48 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada saat prodromal ini, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.2. Preulserative, merupakan gambaran awal dari lesi. Pada tahapan ini, biasanya akan terlihat adanya gambaran eritematous dan sedikit udema. Dalam waktu beberapa jam, sebuah papula putih yang kecil akan terbentuk, mengalami ulserasi dan secara berangsur-angsur membesar dalam waktu 48-72 jam berikutnya.3. Ulseratif, terjadinya defek pada epitel. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.4. Penyembuhan, gejala mereda dan terjadi proses penyembuhan yang berlangsung cepat. Dimulai dari fase hemostasis, inflamasi, proliferatif (proliferasi, granulasi dan kontraksi) dan maturasi (remodeling). Tahap penyembuhan ini terjadi pada hari ke 4 hingga 35.5. Remisi, menghilangnya tanda-tanda lesi.

Mekanisme Respon Imun RASSalah satu faktor penting yang dapat memicu dan menentukan jenis respon imun tubuh manusia adalah sitokin. Terdapat beberapa komponen yang berperan pada respon imun seluler. Beberapa di antaranya adalah sitokin tipe Th1, yang meliputi IL-2, IL-12, IFN- dan TNF-. Komponen sitokin tersebut dapat menjadi pemicu reaksi autoimun, dengan menginduksi respon imun seluler dan merangsang sekresi IgG. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sitokin Th1 adalah salah satu faktor yang memainkan peran penting dalam perkembangan RAS (Lewkowicz et al, 2011).Komponen lain yang bisa berperan dalam reaksi imun seluler adapah sitokin tipe Th2 yang meliputi IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13. Komponen tersebut memiliki kemampuan anti-inflamasi dengan merangsang respon imun humoral dan sekresi IgE.Disamping itu juga dikenal transforming growth factor (TGF)-, yang memiliki efek anti-inflamasi yang cukup bagus yang kemudian memberi kontribusi kepada sitokin lain. Sotikin ini disekresi terutama oleh limfosit T-regulator. Komponen-komponen tersebut di atas ditemukan pada penderita RAS dan berkembang sebagai bentuk reaksi imunologi yang ditingkatkan pada daerah tertentu di dalam mukosa mulut (Lewkowicz et al 2004). Kedua jenis respon imun humoral dan seluler dapat menjadi terganggu pada seseorang yang menderita RAS, yang antara lain dapat bermanifestasi melalui reaktivasi dan hiper-reaktivitas, peningkatan jumlah neutrofil yang cukup tinggi, peningkatan jumlah NK sel dan limfosit B, rasio CD4 + / CD8 + yang tidak sesuai dan peningkatan jumlah CD25 + serta jumlah reseptor sel T (TCR) dalam darah perifer. Oleh karena itu, untuk menentukan mekanisme respon kekebalan pada RAS, perlu ditentukan profil sitokin pada pasien yang menderita RAS.

GambarMekanisme Respon Imun pada Recurrent Aphthous StomatitisSumber : http://link.springer.com/article/10.1007/s00005-013-0261-y (Zuzanna, 2013)

Peran TNF- sebagai sitokin pro-inflamasi tampak terjadi peningkatan pada mukosa mulut penderita RAS. Selain itu, juga terdapat peningkatan yang signifikan pada sel TCR dalam mukosa mulut dengan lesi aphthous. Limfosit dengan reseptor sel T / menghasilkan IL-2, sifat sitotoksiknya mampu menghancurkan beberapa sel yang terinfeksi virus tertentu. Komponen ini juga berperan dalam proses pengendalian pertumbuhan epitel. Namun, peran biologis sel-sel dalam proses pembentukan ulkus aphthous dan penyembuhan masih belum dipahami dengan jelas (Natah et al, 2004).Dalam terjadinya ulser TNF- memegang peranan penting, dimana banyak penelitian menunjukkan jumlah TNF- meningkat pada recurrent aphthous stomatitis. Sel mononuklear disini adalah limfosit berinfiltrasi ke dalam epitelium pada tahap preulserasi diikuti pembentukan vesikula lokal berikut terjadinya vacuolation keratinosit di sekeliling lesi sehingga terjadi halo eritematus yang menyebabkan adanya vaskulitis. Vesikula yang akut pecah dan terjadi ulserasi yang tertutup oleh membran fibrous yang terdapat infiltrasi neutrofil, limfosit dan sel plasma. Akhirnya proses penyembuhan berlangsung dengan regenerasi ephitel (Woo & Greenberg 2008).

GenetikFaktor risiko genetik yang menyebabkan seseorang rentan terhadap RAS meliputi berbagai polimorfisme DNA yang tampak dalam susunan gen manusia, terutama yang berkaitan dengan perubahan dalam metabolisme interleukin (IL-1, IL-2, IL-4, IL-5, IL -6, IL-10, IL-12), interferon (IFN-) dan tumor necrosis factor (TNF-) (Pekiner et al, 2012).Referensi lain mengatakan bahwa faktor genetik dalam patologi terjadinya recurrent aphthous stomatitis dihubungkan dengan meningkatnya HLA (human leucocyte antigen) type HLA-A2, A11, B12 and DR2 yang tampak pada penderita dengan riwayat keluarga dengan recurrent aphthous stomatitis (Scully, 2013). Beberapa peneliti menyatakan terdapat korelasi antara HLA tertentu dan peningkatan risiko RAS. Pada pasien dengan RAS, insiden yang lebih tinggi adalah yang memiliki HLA-A33, HLA-B35 dan HLA-B81, HLA-B12, HLA-B51, HLA-DR7 dan HLA-DR5. Sedangkan insiden RAS yang lebih rendah terjadi pada HLA-B5 dan HLA-DR4 (Farmaki et al 2008).

Gambaran KlinisRecurrent aphthous stomatitis (RAS) biasanya dapat berupa ulser putih kekuningan, dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. RAS dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring. Kelainan ini merupakan suatu penyakit yang ditandai adanya ulserasi dengan adanya defek pada lamina propia, bersifat rekuren dan terbatas pada mukosa mulut, tidak merupakan manifestasi suatu infeksi atau penyakit yang lain (Woo and Greenberg, 2008).Gambaran klinis RAS penting untuk diketahui karena tidak ada metode diagnosa laboratorium spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa RAS. RAS diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini menyakitkan, berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.RAS merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular, tetapi bagi orang-orang yang menderita RAS dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa RAS bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. RAS dapat membuat frustasi pasien dan dokter gigi dalam merawatnya karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah yang lebih banyak.Klasifikasi recurrent aphthous stomatitis didasarkan pada tiga parameter yaitu: ukuran lesi, durasi dan terbentuknya jaringan sikatrik. Recurrent aphthous stomatitis mempunyai 3 gambaran klinis yaitu aphthous minor, aphthous mayor dan herpetik form. Tiga bentuk ulser aftosa yang dikenal: minor, mayor, dan herpetiform. Semua diyakini menjadi bagian spektrum penyakit yang sama, dan diyakini memiliki etiologi umum. Perbedaannya pada klinis dan derajat keparahan. Semua tampak sebagai ulser rekuren yang nyeri. Pasien kadang memiliki gejala prodromal kesemutan atau terbakar sebelum muncul lesi. Ulser tidak didahului oleh vesikel dan cirinya tampak pada mukosa vestibular dan bukal, lidah, palatum mole, tenggorokan, dan dasar mulut. Jarang terjadi pada attached gingiva dan palatum durum, sehingga membedakannya dari ulser herpetik sekunder. Pada pasien dengan AIDS, ulser mirip aftosa dapat terjadi pada lokasi mukosa.a.RAS Tipe MinorTipe minor mengenai sebagian besar pasien RAS yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan penderita RAS, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut. Ulser aftosa minor paling banyak ditemukan. Tipe ini biasanya tampak sebagai ulser tunggal, nyeri, oval yang berdiamater < 5 mm, dikelilingi oleh membran fibrinosa kuning dan dikelilingi oleh halo eritem. Bisa juga multiple. Jika permukaan lateral atau ventral lidah terkena, nyeri cenderung lebih besar. Ulser aftosa minor umumnya bertahan selama 7-10 hari dan sembuh tanpa pembentukan scar. Rekurensi bervariasi pada satu orang dengan yang lain. Periode bebas penyakit berkisar selama beberapa pekan sampai tahun.

b.RAS Tipe MayorTipe mayor diderita 10%-15% dari penderita RAS dan lebih parah dari tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan lamanya ulser.

Ulser aftosa mayor dianggap sebagai stomatitis aftosa dengan ekspresi paling parah. Lesi lebih besar (> 5 mm) dan lebih nyeri dan bertahan lebih lama dibandingkan aftosa minor. Karena kedalaman inflamasi, ulser aftosa mayor berbentuk seperti kawah dan sembuh dengan pembentukan scar. Lesi perlu waktu 6 pekan untuk sembuh, dan segera setelah satu ulser hilang, muncul satu lagi. Pasien dapat mengalami nyeri dan ketidaknyamanan sehingga kesehatan sistemik terganggu karena kesulitan makan dan stress psikologis.c.RAS Tipe HerpetiformisIstilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada RAS tipe herpetiformis. RAS tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari kasus RAS. Setiap ulser berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama satu hingga dua minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan parut ketika sembuh.Ulser aftosa herpetiform tampak sebagai recurrent crop ulser kecil. Meskipun lebih sering terjadi pada mukosa bergerak, mukosa palatal dan gingiva juga terlibat. Bisa merasakan nyeri dan penyembuhan terjadi dalam 1-2 pekan. Tidak seperti infeksi herpes, ulser ini tidak didahului oleh vesikel dan tidak menunjukkan terinfeksi virus.

DiagnosisDiagnosis RAS didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Operator harus dmenanyakan sejak dari umur berapa terjadi, durasi, serta frekuensi ulser. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang bersifat khusus untuk membantu dalam menegakkan diagnosis RAS. Diagnosis biasanya dibuat dari gambaran klinis dan riwayat kesehatan. Biopsi hampir tidak pernah diperlukan. Penelitian laboratorium ditunjukkan ketika pasien memiliki RAS yang tidak terkontrol. Pada kondisi inilah perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, termasuk di dalamnya pemeriksaan sel darah lengkap, tes hematologi untuk mengevaluasi kekurangan vitamin, titer antibodi anti-nuclear untuk mengetahui penyakit sistemik, atau skrining tiroid untuk melihat kinerja darah.

DiferensialDiagnosisDiagnosis ulser RAS umumnya berdasarkan riwayat dan gambaran klinis. Beberapa diagnosa banding terhadap RAS adalah herpes lesions, pemphigus vulgaris, mucous membrane pemhigoid, hand foot mouth disease, dan tuberculosis lesions.Prinsip TerapiDalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien RAS, tahapannya adalah: 1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang dialami yaitu RAS agar mereka mengetahui dan menyadarinya.2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya RAS.3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan.4. Tindakan pencegahan timbulnya RAS dapat dilakukan diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. RAS juga dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.

PengobatanPada prinsipnya ulser pada RAS akan sembuh secara spontan, namun pasien akan merasakan rasa nyeri yang sedang hingga berat selama menderita RAS. Sampai saat ini etiologi pasti dari RAS belum diketahui, oleh karena itu pilihan pengobatan RAS masih bersifat paliatif.Tujuan utama untuk terapi RAS adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan mengurangi durasi ulser dan durasi kekambuhan. Sebagian besar para klinisi fokus pada perawatan lokal dan topikal sebagai terapi awal yang utama dari pada pengobatan sistemik.Pengobatan sistemik dapat memberikan efek samping yang lebih besar untuk pasien dan hanya boleh digunakan apabila pengobatan secara lokal sudah tidak bisa memberikan hasil yang maksimal. Penggunaannya pun juga perlu dipertimbangkan lamanya intensitas pengobatan disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.

Topikal KortikosteroidKortikosteroid topikal akan membantu menghilangkan rasa sakit secara langsung, tetapi efek sampingnya perlu menjadi perhatian bagi dokter karena potensi perubahan adrenal yang dapat dilihat secara sistemik. Ada dua obat kortikosteroid topikal di pasaran yang memiliki resiko rendah untuk supresi adrenal, yaitu hemisuccinate hydrocortisone dan triamsinolon.Pilihan lainnya adalah deksametason elixir (0.5mg per 5 ml) atau betametason natrium fosfat yang dilarutkan dalam air untuk membuat obat kumur. Betametason, fluocinonide, fluocinolone, fluticasone, dan clobetasol efektif dalam menghilangkan rasa sakit RAS namun memiliki efek samping terhadap supresi adrenal dan kecenderungan terjadinya kandidiasis.

AntibakteriAntibakteri dosis rendah dalam bentuk gel atau obat kumur juga akan mengurangi rasa sakit RAS dan mengurangi durasi penyembuhan. Mekanisme yang diyakini saat ini adalah pada kemampuan obat ini untuk menghambat kolagenase secara lokal dan efek imunomodulator yang dimiliki. Namun masih ditemukan beberapa efek samping pada obat ini, yaitu kecenderungan untuk terjadi kandidiasis dan resistensi bakteri. Tetracyclin adalah salah satu pilihan obat namun tidak untuk digunakan pada anak-anak dibawah 12 tahun karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada pewarnaan gigi. Tetrasiklin (500mg) ditambah nicotinamide (500mg), dan juga suspensi tetrasiklin (250mg per 5 ml) cukup sering diresepkan.Doxycycline dalam bentuk topikal gel telah terbukti cukup efektif. Begitu juga dengan Minocycline (100mg) tablet dilarutkan dalam air 180 ml juga merupakan pilihan yang sering digunakan karena aman dan efektif. Selain tetrasiklin, penisilin topikal troches G potassium, digunakan 4x sehari selama empat hari.

Anti-Inflammatory/NonSteroidSebagian besar klinisi menyarankan untuk mengindari penggunaan steroid, terutama ketika pasien memiliki kontraindikasi penggunaan steroid pada riwayat medisnya. Pada keadaan ini, dapat digunakan anti inflamasi sebagai pengobatan dan pada beberapa kasus terbukti cukup efektif dalam penatalaksanaan nyeri dan penanggunalan gejala pada RAS.Amlexanox 5% merupakan pilihan yang paling sering digunakan oleh para klinisi. Terdapat dalam bentuk pasta topikal yang diaplikasikan 4 kali dalam sehari langsung pada ulser. Menurut beberapa penelitian, pengobatan ini merupakan satu di antara beberapa pengobatan lain yang sangat efektif dalam penatalaksanaan RAS. Diduga memiliki beberapa bentuk mekanisme di dalamnya, yaitu mencegah rekurensi, meminimalkan waktu penyembuhan, dan mengurangi durasi rasa nyeri.Pada referensi lain, pengobatan ini dapat mengurangi waktu penyembuhan rata-rata dan waktu rata-rata dalam mengatasi rasa nyeri, dan ini sangat membantu pasien pada saat makan, minum, tidur atau berbicara. Namun, mekanisme kerja secara pasti terkait efek anti inflamasi dari amlexanox belum banyak diketahui. Pilihan lain dari anti inflamasi adalah viscous lidocaine 2%, zinc lozenges, dan benzydamine hydrochloride kumur (Baccaglini et al, 2011).Pengobatan secara sistemik tidak disarankan untuk menjadi pengobatan pertama ketika menemui pasien RAS. Hal ini dipertimbangkan oleh karena pengobatan sistemik memiliki efek samping yang lebih besar. Pengobatan sistemik ditentukan hanya pada kasus RAS yang parah, ketika pengobatan topikal sudah dilakukan dan tidak memberikan hasil yang maksimal. Pada keadaan tertentu, seorang klinisi harus melakukan tes penunjang terlebih dahulu sebelum merencanakan untuk melakukan terapi secara sistemik. Pentoxifylline adalah jenis pengobatan sistemik yang didalamnya terdapat komponen methylcanthine. Obat ini digunakan untuk pengobatan peripheral vascular diseases melalui peningkatan aliran darah, meningkatkan kemotaksis netrofil dan penurunan produksi sitokin, dengan demikian akan mengurangi efek sitokin pada leukosit. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan obat ini dapat membantu mencegah pembentukan ulser.Colchicine merupakan pengobatan sistemik jenis lain yang masih berfungsi sebagai anti inflamasi. Mekanisme kerjanya adalah dengan membatasi aktivitas leukosit dengan mengikat tubulin, yang kemudian akan menghambat polimerisasi protein. Obat ini menghambat degranulasi lisosom dan meningkatkan level cAMP, yang kemudian akan menurunkan aktivitas kemotaksis dan aktivitas fagosit dari netrofil. Colchicine menghambat respon imun seluler sehingga bisa berfungsi dalam terapi RAS. Obat ini sangat umum digunakan untuk terapi arthritis, psoriasis, dan dermatitis herpetiform. Namun bagaimanapun, masih terdapat efek samping seperti teratogenisitas, GIT tract dan myopathy.

Imunomodulator SistemikThalidomide 50-100mg adalah obat sistemik yang memiliki beberapa efek samping yang merugikan seperti teratogenitas atau neuropati pada tangan dan kaki. Obat ini biasanya digunakan sebagai pilihan terakhir untuk pengobatan RAS, dan umumnya digunakan pada pasien HIV-positif setelah dengan pemberian terapi dalam bentuk topikal masih belum memberikan hasil yang maksimal. Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan sintesis monocytic TNF- dan mempercepat proses degradasi dari transkripsi TNF- RNA messenger. Selain itu, thalidomide memiliki kemampuan anti-inflamasi serta anti-angiogenik.

Daftar PustakaAlbanidou-Farmaki E, Deligiannidis A, Markopoulos AK. 2008. HLA haplotypes in recurrent aphthous stomatitis: a mode of inheritance. Int J Immunogenet 35:427432Boras, V.S. 2007. Recurrent aphthous ulcerative disease: presentation andManagement. Australian Dental Journal. 52(1):10-15Delong, L.,Burkhart,N.W. 2008. General and Oral Patology. Philidelphia: Wolters Kluwer.Gallo CB, Borra RC, Rodini CO et al. 2012. CC chemokine ligand 3 and receptors 1 and 5 gene expression in recurrent aphthous stomatitis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol 114:9398Lewkowicz N, Kur B, Kurnatowska A. 2011. Expression of Th1/Th2/Th3/Th17-related genes in recurrent aphthous ulcers. Arch Immunol Ther Exp 59:399406Natah SS, Konttinen YT, Enattah NS et al. 2004. Recurrent aphthous ulcers today: a review of growing knowledge. Int J Oral Maxillofac Surg 33:221234Pekiner FN, Aytugar E, Demirel GY et al (2012) Interleukin-2, interleukin-6 and T regulatory cells in peripheral blood of patients with Behets disease and recurrent aphthous ulcerations. J Oral Pathol Med 41:7379Polaska B, Niemczuk M, Augustyniak D et al (2006) Plasma neutrophil elastase in children with recurrent aphthous stomatitis. Centr Eur J Immunol 31:1517Scully, C., Felix, H. 2005. Oral medicine Update for the dental practitioner Aphthous and other common ulcers. Britisth Dental Journal. 199: (5). p:259-264.Subramanyam RV. 2011. Occurrence of recurrent aphthous stomatitis only on lining mucosa and its relationship to smokinga possible hypothesis. Med Hypotheses 77:185187Woo, SB & Greenberg, MS 2008, Ulcerative, vesicular, and bullous lesion, in Greenberg, MS, Glick, M, & Ship, JA (eds) Burkets oral medicine, 11th ed, BC Decker Inc, Hamilton Zuzanna lebioda, Elbieta Szponar, Anna Kowalska. 2013. Etiopathogenesis of Recurrent Aphthous Stomatitis and the Role of Immunologic Aspects: Literature Review. Archivum Immunologiae et Therapiae Experimentalis 62 (3): 205-2151