rapat dewan gubernur bank indonesia · 2018-07-18 · langkah the fed untuk menaikkan suku bunga...

2
Highlights BI memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan bulan ini setelah menaikkan 100 bps selama 3 bulan terakhir Inflasi Juni menunjukkan konsumsi yang masih relatif lemah, meskipun beberapa indikator sektor riil menunjukkan perbaikan Risiko pelemahan Rupiah lebih lanjut sangat tergantung pada kondisi eksternal, terutama risiko perang dagang yang lebih besar Kajian Makroekonomi dan Kebijakan Pasar Keuangan Febrio N. Kacaribu, PhD (Head of Research) [email protected] Alvin U. Lumbanraja [email protected] Syahda Sabrina [email protected] SERI ANALISIS MAKROEKONOMI Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Juli 2018 angkah Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 100 bps selama 3 bulan terakhir terlihat mulai menunjukkan hasil dengan mulai relatif stabilnya nilai tukar Rupiah selama dua minggu terakhir. Sinyal yang kuat dari Bank Indonesia bahwa mereka mengutamakan kestabilan nilai tukar meredam ketidakpastian yang muncul di pasar akibat langkah the Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Kami melihat bahwa dengan mulai meredanya gejolak di pasar keuangan global dan tidak adanya tambahan faktor negatif lebih lanjut, Bank Indonesia dapat mempertahankan suku bunga acuan saat ini, terutama mengingat inflasi dalam negeri yang masih sangat rendah. Ke depannya, Bank Indonesia masih perlu terus mengawasi potensi sumber ketidakstabilan bagi Rupiah, seperti perang dagang antara Amerika Serikat dengan RRT dan Uni Eropa serta harga gejolak komoditas ekspor utama. Inflasi Masih Rendah Meskipun Beberapa Indikator Sektor Riil Membaik Kondisi domestik di bulan Juni masih belum menunjukkan perubahan berarti dari sejak 2017, di mana pertumbuhan permintaan dalam negeri masih relatif stagnan. Tren ini terlihat dari inflasi year-on-year di bulan Juni, di mana inflasi umum dan inflasi inti yang sedikit turun ke level 3,12% dan 2,72% y.o.y (dibanding 3,23% dan 2,75% pada bulan Mei) meskipun inflasi umum di bulan Juni naik ke level 0,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya akibat konsumsi musiman yang meningkat selama periode Ramadan dan Idul Fitri. Inflasi juga masih relatif rendah di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat keputusan pemerintah untuk secara de facto menaikkan subsidi BBM dengan menahan harga BBM jenis Premium, Solar, dan Pertalite. Grafik 1: Pertumbuhan PDB (y.o.y) Sumber: CEIC Grafik 2: Tingkat Inflasi (%, mtm) Sumber: CEIC Inflasi inti yang masih rendah juga terjadi di tengah membaiknya beberapa indikator sektor riil dan keuangan yang mengindikasikan adanya kenaikan daya beli. Indikator utama sektor riil, seperti pengangguran terbuka yang turun menjadi 5,13% pada Februari 2018, tingkat kemiskinan yang turun menjadi 9,82% di Maret 2018, dan rasio Gini yang turun menjadi 0,389, mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat secara agregat telah meningkat. Hal ini didukung oleh kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen bulan Juni menjadi 128,1 (122,4 di Juni 2017) serta indeks PMI (Purchasing Manager Indeks) manufaktur menjadi 50,3 di bulan Juni (49,5 di Juni 2017) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa aktivitas konsumsi dan manufaktur seharusnya menunjukkan peningkatan berarti di triwulan-II. Walaupun data yang ada masih belum cukup untuk mengambil kesimpulan, terdapat dua faktor yang mungkin menjelaskan mengapa inflasi inti relatif stagnan di tengah indikasi daya beli dan keyakinan konsumen yang meningkat. Pertama, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi saat ini masih berada di bawah ekuilibrium jangka panjang; masih terdapat kapasitas produksi yang berlebih sehingga kenaikan konsumsi tidak langsung direspons dengan kenaikan harga. -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2015 2016 2017 2018 % p.a. Government Investment Household GDP L

Upload: tranbao

Post on 28-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia · 2018-07-18 · langkah the Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Kami melihat bahwa dengan mulai ... yang mungkin menjelaskan mengapa

Highlights • BI memiliki ruang untuk

mempertahankan suku bunga acuan bulan ini setelah menaikkan 100 bps selama 3 bulan terakhir

• Inflasi Juni menunjukkan konsumsi yang masih relatif lemah, meskipun beberapa indikator sektor riil menunjukkan perbaikan

• Risiko pelemahan Rupiah lebih lanjut sangat tergantung pada kondisi eksternal, terutama risiko perang dagang yang lebih besar

Kajian Makroekonomi dan Kebijakan Pasar Keuangan Febrio N. Kacaribu, PhD (Head of Research) [email protected] Alvin U. Lumbanraja [email protected] Syahda Sabrina [email protected]

SERI ANALISIS MAKROEKONOMI

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Juli 2018

angkah Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 100 bps selama 3 bulan terakhir terlihat mulai menunjukkan hasil dengan mulai relatif stabilnya nilai tukar

Rupiah selama dua minggu terakhir. Sinyal yang kuat dari Bank Indonesia bahwa mereka mengutamakan kestabilan nilai tukar meredam ketidakpastian yang muncul di pasar akibat langkah the Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Kami melihat bahwa dengan mulai meredanya gejolak di pasar keuangan global dan tidak adanya tambahan faktor negatif lebih lanjut, Bank Indonesia dapat mempertahankan suku bunga acuan saat ini, terutama mengingat inflasi dalam negeri yang masih sangat rendah. Ke depannya, Bank Indonesia masih perlu terus mengawasi potensi sumber ketidakstabilan bagi Rupiah, seperti perang dagang antara Amerika Serikat dengan RRT dan Uni Eropa serta harga gejolak komoditas ekspor utama.

Inflasi Masih Rendah Meskipun Beberapa Indikator Sektor Riil Membaik

Kondisi domestik di bulan Juni masih belum menunjukkan perubahan berarti dari sejak 2017, di mana pertumbuhan permintaan dalam negeri masih relatif stagnan. Tren ini terlihat dari inflasi year-on-year di bulan Juni, di mana inflasi umum dan inflasi inti yang sedikit turun ke level 3,12% dan 2,72% y.o.y (dibanding 3,23% dan 2,75% pada bulan Mei) meskipun inflasi umum di bulan Juni naik ke level 0,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya akibat konsumsi musiman yang meningkat selama periode Ramadan dan Idul Fitri. Inflasi juga masih relatif rendah di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat keputusan pemerintah untuk secara de facto menaikkan subsidi BBM dengan menahan harga BBM jenis Premium, Solar, dan Pertalite.

Grafik 1: Pertumbuhan PDB (y.o.y)

Sumber: CEIC

Grafik 2: Tingkat Inflasi (%, mtm)

Sumber: CEIC

Inflasi inti yang masih rendah juga terjadi di tengah membaiknya beberapa indikator sektor riil dan keuangan yang mengindikasikan adanya kenaikan daya beli. Indikator utama sektor riil, seperti pengangguran terbuka yang turun menjadi 5,13% pada Februari 2018, tingkat kemiskinan yang turun menjadi 9,82% di Maret 2018, dan rasio Gini yang turun menjadi 0,389, mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat secara agregat telah meningkat. Hal ini didukung oleh kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen bulan Juni menjadi 128,1 (122,4 di Juni 2017) serta indeks PMI (Purchasing Manager Indeks) manufaktur menjadi 50,3 di bulan Juni (49,5 di Juni 2017) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa aktivitas konsumsi dan manufaktur seharusnya menunjukkan peningkatan berarti di triwulan-II.

Walaupun data yang ada masih belum cukup untuk mengambil kesimpulan, terdapat dua faktor yang mungkin menjelaskan mengapa inflasi inti relatif stagnan di tengah indikasi daya beli dan keyakinan konsumen yang meningkat. Pertama, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi saat ini masih berada di bawah ekuilibrium jangka panjang; masih terdapat kapasitas produksi yang berlebih sehingga kenaikan konsumsi tidak langsung direspons dengan kenaikan harga.

-6-4-202468

10

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2015 2016 2017 2018

% p.a.

Government Investment Household GDP

L

Page 2: Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia · 2018-07-18 · langkah the Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Kami melihat bahwa dengan mulai ... yang mungkin menjelaskan mengapa

Angka-angka Penting • BI Repo Rate (7-day, Juni ‘18)

5,25% • Pertumbuhan PDB (Q1 ‘18)

5,06% • Inflasi (y.o.y, Juni ‘18)

3,12% • Inflasi Inti (y.o.y, Juni ‘18)

2,72% • Inflasi (mtm, Juni ‘18)

0,59% • Inflasi Inti (mtm, Juni ‘18)

0,24% • Cadangan Devisa (Juni ‘18)

USD119,8 milyar

SERI ANALISIS MAKROEKONOMI

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Juli 2018

Berikutnya, tekanan inflasi telah turun secara permanen dibanding 5 atau 10 tahun yang lalu akibat penyesuaian ekspektasi inflasi di masyarakat, yang membuat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06% di triwulan-I 2018 tidak diiringi oleh inflasi sebesar 8,36% seperti di triwulan-IV 2014 (ketika ekonomi tumbuh 5,03%). Kedua faktor ini membuat Bank Indonesia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan faktor domestik dalam pengambilan keputusan suku bunga acuan di jangka pendek.

Tekanan Rupiah Telah Mereda Untuk Saat Ini

Setelah sempat terdepresiasi hingga melewati level 14.400, pergerakan Rupiah selama dua minggu terakhir mulai lebih stabil dan berada di kisaran 14.300-14.400. Relatif stabilnya pergerakan Rupiah saat ini terutama didorong oleh tindakan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 100 basis points (bps) selama 3 bulan terakhir dan intervensi langsung Bank Indonesia di pasar valas. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia membuat perbedaan imbal hasil antara aset berdenominasi mata uang negara berkembang dan aset USD meningkat secara relatif serta menghadang arus modal keluar. Hal ini terlihat dari tren akumulasi arus modal masuk dari bulan Juni ke Juli (Grafik 4), yang mulai memperlihatkan bahwa arus modal keluar mulai mereda dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Grafik 3: Imbal Hasil Surat Utang Pemerintah (% pa)

Sumber: CEIC

Grafik 4: IDR/USD dan Akumulasi Arus Modal Masuk ke Portofolio, (12 bulan terakhir)

Sumber: CEIC

Selain menaikkan perbedaan imbal hasil antara aset di Indonesia dan yang berbasis USD, kenaikan suku bunga acuan yang lebih tinggi dibanding perkiraan pasar juga berdampak tidak langsung pada Rupiah. Kenaikan yang lebih tinggi dari perkiraan mengirimkan sinyal ke pasar keuangan bahwa janji BI untuk memprioritaskan stabilitas Rupiah adalah kredibel dan dapat dipercaya. Hal ini meredakan kekhawatiran investor, terutama investor asing, terhadap pelemahan Rupiah lebih lanjut, yang dapat mengurangi keuntungan investasi di Indonesia. Dengan fundamental makroekonomi yang masih kuat dan keyakinan bahwa BI akan menjaga stabilitas Rupiah, arus modal masuk ke depannya akan cenderung positif serta mengurangi tekanan terhadap Rupiah.

Kami melihat bahwa harga aset di pasar keuangan saat ini telah mencerminkan ekspektasi kenaikan Fed Fund rate yang lebih cepat, yang membuat tekanan terhadap Rupiah di jangka pendek relatif rendah dan memungkinkan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga untuk bulan ini. Meskipun demikian, Bank Indonesia perlu tetap mengawasi dinamika eksternal yang dapat berdampak negatif terhadap Rupiah, terutama risiko perang dagang antara AS, Tiongkok, dan Uni Eropa, yang berpotensi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan.