market focus 15 november 2019 - aia-financial.co.id · bank sentral amerika serikat (as), the fed,...

2
MARKET FOCUS INVESTMENT MARKETING PT AIA FINANCIAL 2 MARCH 2020 1/2 2 MARCH 2020 Bursa saham global, termasuk Indonesia, serentak melemah seiring merebaknya virus Corona ke beberapa negara di luar Tiongkok, yang menimbulkan ketakutan akan sebuah epidemik virus global yang dapat berakibat pada perlambatan ekonomi dunia yang cukup drastis. Namun menilik kasus SARS terdahulu, aksi jual diperkirakan akan segera berhenti dan bursa akan pulih dalam beberapa bulan kedepan. Wabah Virus Corona (Covid-19) telah menyebar ke banyak negara, dengan pertumbuhan kasus di luar Tiongkok meningkat sehingga memberikan kekuatiran baru akan semakin meluasnya wabah. Hingga 1 Maret 2020, jumlah kasus secara global mencapai 88,983 pasien, dengan total 67 negara melaporkan adanya kasus di negaranya dan total korban jiwa mencapai 3000 jiwa. Jumlah kasus terbesar di luar Tiongkok adalah Korea Selatan sebesar 4212 jiwa, dan Italia sebanyak 1694 pasien. Sumber: Reuters cenderung tinggi terutama dengan perkembangan penyebaran maupun perkembangan kesediaan obat dari corona virus ini. Di sisi lain, berbagai data perekonomian dan laporan keuangan kuartal pertama 2020 akan segera dirilis di bulan Maret 2020, yang dapat menjadi faktor katalis maupun risiko bagi pasar. Sumber: Bloomberg Gambar 1: Persebaran Wabah Covid-19 Gambar 2: Penurunan IHSG dari awal tahun adalah yang terendah kedua dibanding bursa regional Bursa saham dunia melemah. Indeks Dow Jones di Amerika Serikat (AS) tercatat telah turun -10,96% dan MSCI Asia ex Japan telah melemah -7,25% sepanjang tahun ini, sementara di Indonesia IHSG telah menurun lebih dalam lagi yaitu -13,44%. Meskipun IHSG telah melemah lebih dalam dibanding bursa saham regional dan valuasi sudah terlihat menarik (dengan P/E 12,87, di bawah -2 standar deviasi rata-rata historis lima tahun), volatilitas pasar masih akan Perbandingan kinerja IHSG kali ini dibandingkan ketika wabah SARS di 2002-03. Ketika SARS pertama kali terjadi di November 2002, IHSG nampak tidak terlalu terpengaruh, berkebalikan dengan kinerja MSCI Asia ex-Japan (MSCI AxJ). IHSG kala itu menguat 15% sejak kasus SARS pertama hingga akhir tahun, sedangkan MSCI AxJ melemah -3,5% di periode yang sama. Setelah badan kesehatan dunia WHO mendapatkan laporan SARS di Februari 2003, barulah dunia menyadari bahaya wabah tersebut dan melemahkan berbagai bursa dunia, termasuk IHSG. Pada 2003 ketika SARS sedang mewabah, IHSG sempat turun hingga -4,1% sejak WHO menerima laporan kasus. Sementara itu MSCI AxJ sempat turun hingga -6,3 sejak wabah dilaporkan ke WHO. Penurunan terdalam IHSG dan MSCI AxJ tersebut terjadi di bulan Maret 2003, -15.1% -13.4% -13.1% -8.2% -6.7% -6.6% -5.9% -5.1% -16.0% -14.0% -12.0% -10.0% -8.0% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0% Thailand Indonesia Phillipines Vietnam Malaysia Singapore Taiwan MSCI Asia Ex Japan

Upload: others

Post on 30-May-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Market Focus 15 November 2019 - aia-financial.co.id · Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan AS sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Ini

MARKET FOCUS

INVESTMENT DIVISION PT AIA FINANCIAL DECEMBER 2018 1/1

Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan AS sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Ini merupakan kenaikan yang keempat di tahun 2018. Sementara itu, Bank Indonesia (BI), mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 6,0%. Kedua keputusan Bank Sentral ini sejalan dengan ekspektasi investor.

Tidak ada kejutan dari keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan AS yang keempat kalinya tahun ini, namun disisi lain terbuka kemungkinan jalur kebijakan moneter yang lebih akomodatif di 2019. Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, mengabaikan peringatan Presiden Donald Trump dan kekhawatiran investor akan ekonomi AS dengan menaikkan suku bunga acuan untuk kali keempat di tahun ini sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Keputusan ini bukan merupakan kejutan, karena investor sudah mengantisipasi besaran probabilitas 64% untuk hal ini. Dan, dari hasil pertemuan ini terdapat beberapa sinyal kebijakan moneter yang lebih akomodatif dari The Fed untuk tahun 2019.

Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyoroti ketidakpastian yang meningkat akhir-akhir ini mengenai arah dan besaran kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019. Pertama, The Fed mulai mengisyaratkan mereka mungkin akan mulai merubah arah kebijakan moneter AS. The Fed memangkas perkiraan jumlah kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019, menjadi 2 kali dari sebelumnya 3 kali.

Kedua, perkiraan median The Fed untuk tingkat suku bunga acuan netral AS jangka panjang turun menjadi 2,75% dari 3% dalam perkiraan sebelumnya. Proyeksi median untuk tingkat suku bunga acuan AS di akhir tahun 2021 berada di 3,1%, turun dari 3,4% dalam perkiraan sebelumnya.

Ketiga, The Fed juga menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) AS untuk tahun 2019, dari +2,5% menjadi +2,3%. Sementara untuk tahun 2020 dan 2021 tetap tidak berubah pada level +2% dan +1,8%.

Figur 1: Probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019 yang diproyeksikan pasar, per tanggal 20 Desember 2018

Sumber: Bloomberg, AIA Investment Research

MARKET FOCUSINVESTMENT DIVISIONPT AIA FINANCIAL

1 FEBRUARI 2019

Disclaimer: Dokumen ini hanya digunakan sebagai sumber informasi dan tidak diperbolehkan untuk diterbitkan, diedarkan, dicetak ulang, atau didistribusikan baik sebagian atau pun secara keseluruhan kepada pihak lain mana pun tanpa persetujuan tertulis dari PT AIA FINANCIAL. Isi dari dokumen ini tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu bentuk penawaran atau permintaan untuk pembayaran, pembelian, atau penjualan dari setiap jenis Efek yang disebutkan di dalam dokumen ini. Meskipun kami telah melakukan segala tindakan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam dokumen ini adalah tidak keliru ataupun tidak salah pada saat penerbitannya, kami tidak bisa menjamin keakuratan dan kelengkapan informasi dalam dokumen ini. Perubahan terhadap setiap pendapat dan perkiraan yang terdapat dalam dokumen ini dapat dilakukan kapan pun tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu. Para nasabah disarankan untuk meminta nasehat terlebih dahulu dari penasehat keuangannya sebelum berkomitmen melakukan investasi pada unit penyertaan kami. Laporan ini disiapkan oleh PT AIA FINANCIAL dan hanya digunakan sebagai informasi saja. Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya, risiko perubahan tingkat suku bunga, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko perubahan nilai ekuitas dan risiko perubahan nilai tukar mata uang. Kinerja investasi tidak dijamin, nilai unit dan hasil investasi dapat bertambah atau berkurang. Kinerja masa lalu bukan merupakan jaminan untuk kinerja masa depan.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan Indonesia (7-Day Reverse Repo Rate) di 6,0% dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang terakhir di tahun ini. Tidak berubahnya tingkat suku bunga acuan Indonesia di bulan Desember 2018 ini juga sesuai dengan ekspektasi pasar, setelah kenaikan yang sudah cukup tinggi sebesar +175 bps di tahun 2018 ini. Keputusan ini menandakan bahwa BI memiliki pandangan bahwa kebijakan moneter AS akan lebih akomodatif di tahun 2019 dan tingkat inflasi Indonesia masih cukup rendah dan terkendali.

Meski demikian, melebarnya defisit neraca perdagangan Indonesia masih menjadi risiko dan tantangan bagi BI maupun Pemerintah Indonesia yang perlu dicermati saat ini. Terlebih setelah defisit neraca perdagangan bulan November 2018 sebesar USD 2,05 miliar yang jauh lebih besar dari perkiraan dan merupakan defisit neraca perdagangan Indonesia yang terbesar sejak bulan Juli 2013.

MARKET FOCUS

INVESTMENT MARKETING PT AIA FINANCIAL 2 MARCH 2020 1/2

2 MARCH 2020

Bursa saham global, termasuk Indonesia, serentak

melemah seiring merebaknya virus Corona ke beberapa

negara di luar Tiongkok, yang menimbulkan ketakutan

akan sebuah epidemik virus global yang dapat berakibat

pada perlambatan ekonomi dunia yang cukup drastis.

Namun menilik kasus SARS terdahulu, aksi jual

diperkirakan akan segera berhenti dan bursa akan pulih

dalam beberapa bulan kedepan.

Wabah Virus Corona (Covid-19) telah menyebar ke banyak

negara, dengan pertumbuhan kasus di luar Tiongkok

meningkat sehingga memberikan kekuatiran baru akan

semakin meluasnya wabah. Hingga 1 Maret 2020, jumlah

kasus secara global mencapai 88,983 pasien, dengan total 67

negara melaporkan adanya kasus di negaranya dan total

korban jiwa mencapai 3000 jiwa. Jumlah kasus terbesar di

luar Tiongkok adalah Korea Selatan sebesar 4212 jiwa, dan

Italia sebanyak 1694 pasien.

Sumber: Reuters

cenderung tinggi terutama dengan perkembangan

penyebaran maupun perkembangan kesediaan obat dari

corona virus ini. Di sisi lain, berbagai data perekonomian dan

laporan keuangan kuartal pertama 2020 akan segera dirilis

di bulan Maret 2020, yang dapat menjadi faktor katalis

maupun risiko bagi pasar.

Sumber: BloombergGambar 1: Persebaran Wabah Covid-19

Gambar 2: Penurunan IHSG dari awal tahun adalah yang terendah kedua dibanding bursa regional

Bursa saham dunia melemah. Indeks Dow Jones di Amerika

Serikat (AS) tercatat telah turun -10,96% dan MSCI Asia ex

Japan telah melemah -7,25% sepanjang tahun ini, sementara

di Indonesia IHSG telah menurun lebih dalam lagi yaitu

-13,44%. Meskipun IHSG telah melemah lebih dalam

dibanding bursa saham regional dan valuasi sudah terlihat

menarik (dengan P/E 12,87, di bawah -2 standar deviasi

rata-rata historis lima tahun), volatilitas pasar masih akan

Perbandingan kinerja IHSG kali ini dibandingkan ketika

wabah SARS di 2002-03. Ketika SARS pertama kali terjadi

di November 2002, IHSG nampak tidak terlalu terpengaruh,

berkebalikan dengan kinerja MSCI Asia ex-Japan (MSCI AxJ).

IHSG kala itu menguat 15% sejak kasus SARS pertama

hingga akhir tahun, sedangkan MSCI AxJ melemah -3,5% di

periode yang sama.

Setelah badan kesehatan dunia WHO mendapatkan laporan

SARS di Februari 2003, barulah dunia menyadari bahaya

wabah tersebut dan melemahkan berbagai bursa dunia,

termasuk IHSG. Pada 2003 ketika SARS sedang mewabah,

IHSG sempat turun hingga -4,1% sejak WHO menerima

laporan kasus. Sementara itu MSCI AxJ sempat turun hingga

-6,3 sejak wabah dilaporkan ke WHO. Penurunan terdalam

IHSG dan MSCI AxJ tersebut terjadi di bulan Maret 2003,

-15.1%

-13.4%

-13.1%

-8.2%

-6.7%

-6.6%

-5.9%

-5.1%

-16.0% -14.0% -12.0% -10.0% -8.0% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0%

Thailand

Indonesia

Phillipines

Vietnam

Malaysia

Singapore

Taiwan

MSCI Asia Ex Japan

Page 2: Market Focus 15 November 2019 - aia-financial.co.id · Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan AS sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Ini

MARKET FOCUS

INVESTMENT DIVISION PT AIA FINANCIAL DECEMBER 2018 1/1

Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan AS sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Ini merupakan kenaikan yang keempat di tahun 2018. Sementara itu, Bank Indonesia (BI), mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 6,0%. Kedua keputusan Bank Sentral ini sejalan dengan ekspektasi investor.

Tidak ada kejutan dari keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan AS yang keempat kalinya tahun ini, namun disisi lain terbuka kemungkinan jalur kebijakan moneter yang

Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, mengabaikan peringatan Presiden Donald Trump dan kekhawatiran investor akan ekonomi AS dengan menaikkan suku bunga acuan untuk kali keempat di tahun ini sebanyak +25bps menjadi 2,5%. Keputusan ini bukan merupakan kejutan, karena investor sudah mengantisipasi besaran probabilitas 64% untuk hal ini. Dan, dari hasil pertemuan ini terdapat beberapa sinyal kebijakan moneter yang lebih akomodatif dari The Fed

Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyoroti ketidakpastian yang meningkat akhir-akhir ini mengenai arah dan besaran kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019. Pertama, The Fed mulai mengisyaratkan mereka mungkin akan mulai merubah arah kebijakan moneter AS. The Fed memangkas perkiraan jumlah kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019, menjadi 2 kali dari sebelumnya 3 kali.

Kedua, perkiraan median The Fed untuk tingkat suku bunga acuan netral AS jangka panjang turun menjadi 2,75% dari 3% dalam perkiraan sebelumnya. Proyeksi median untuk tingkat suku bunga acuan AS di akhir tahun 2021 berada di 3,1%, turun dari 3,4% dalam perkiraan sebelumnya.

Ketiga, The Fed juga menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) AS untuk tahun 2019, dari +2,5% menjadi +2,3%. Sementara untuk tahun 2020 dan 2021 tetap tidak berubah pada level +2% dan +1,8%.

Figur 1: Probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS di tahun 2019 yang diproyeksikan pasar, per tanggal 20 Desember 2018

Sumber: Bloomberg, AIA Investment Research

MARKET FOCUSINVESTMENT DIVISION

Dokumen ini hanya digunakan sebagai sumber informasi dan tidak diperbolehkan untuk diterbitkan, diedarkan, dicetak ulang, atau didistribusikan baik sebagian atau pun secara keseluruhan kepada pihak lain mana pun tanpa persetujuan tertulis dari PT AIA FINANCIAL. Isi dari dokumen ini tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu bentuk penawaran atau permintaan untuk pembayaran, pembelian, atau penjualan dari setiap jenis Efek yang disebutkan di dalam dokumen ini. Meskipun kami telah melakukan segala tindakan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam dokumen ini adalah tidak keliru ataupun tidak salah pada saat penerbitannya, kami tidak bisa menjamin keakuratan dan kelengkapan informasi dalam dokumen ini. Perubahan terhadap setiap pendapat dan perkiraan yang terdapat dalam dokumen ini dapat dilakukan kapan pun tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu. Para nasabah disarankan untuk meminta nasehat terlebih dahulu dari penasehat keuangannya sebelum berkomitmen melakukan investasi pada unit penyertaan kami. Laporan ini disiapkan oleh PT AIA FINANCIAL dan hanya digunakan sebagai informasi saja. Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya, risiko perubahan tingkat suku bunga, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko perubahan nilai ekuitas dan risiko perubahan nilai tukar mata uang. Kinerja investasi tidak dijamin, nilai unit dan hasil investasi dapat bertambah atau berkurang. Kinerja masa lalu bukan merupakan jaminan untuk kinerja masa depan.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan Indonesia (7-Day Reverse Repo Rate) di 6,0% dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang terakhir di tahun ini. Tidak berubahnya tingkat suku bunga acuan Indonesia di bulan Desember 2018 ini juga sesuai dengan ekspektasi pasar, setelah kenaikan yang sudah cukup tinggi sebesar +175 bps di tahun 2018 ini. Keputusan ini menandakan bahwa BI memiliki pandangan bahwa kebijakan moneter AS akan lebih akomodatif di tahun 2019 dan tingkat inflasi Indonesia masih cukup rendah dan terkendali.

Meski demikian, melebarnya defisit neraca perdagangan Indonesia masih menjadi risiko dan tantangan bagi BI maupun Pemerintah Indonesia yang perlu dicermati saat ini. Terlebih setelah defisit neraca perdagangan bulan November 2018 sebesar USD 2,05 miliar yang jauh lebih besar dari perkiraan dan merupakan defisit neraca perdagangan Indonesia yang terbesar sejak bulan Juli 2013.

Disclaimer: Dokumen ini hanya digunakan sebagai sumber informasi dan tidak diperbolehkan untuk diterbitkan, diedarkan, dicetak ulang, atau didistribusikan baik sebagian ataupun secara keseluruhan kepada pihak lain mana pun tanpa persetujuan tertulis dari PT AIA FINANCIAL (AIA). Isi dari dokumen ini tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu bentuk penawaran atau permintaan untuk pembayaran, pembelian, atau penjualan produk asuransi yang disebutkan di dalam dokumen ini. Meskipun kami telah melakukan segala tindakan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam dokumen ini adalah tidak keliru ataupun tidak salah pada saat penerbitannya, kami tidak bisa menjamin keakuratan dan kelengkapan informasi dalam dokumen ini. Perubahan terhadap setiap pendapat dan perkiraan yang terdapat dalam dokumen ini dapat dilakukan kapan pun tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu. Para nasabah disarankan untuk meminta nasehat terlebih dahulu dari penasehat keuangannya sebelum berkomitmen melakukan investasi pada Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi kami. Dokumen ini disiapkan oleh PT AIA FINANCIAL dan hanya digunakan sebagai informasi saja. Investasi pada Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya, risiko perubahan tingkat suku bunga, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko perubahan nilai ekuitas dan risiko perubahan nilai tukar mata uang. Kinerja investasi tidak dijamin, nilai unit dan hasil investasi dapat bertambah atau berkurang. Kinerja masa lalu bukan merupakan jaminan untuk kinerja masa depan.

MARKET FOCUS

INVESTMENT MARKETING PT AIA FINANCIAL 2 MARCH 2020 2/2

sekitar satu bulan setelah WHO menerima laporan dan

sekitar tiga bulan sejak kasus pertama muncul. Pemulihan

bursa regional baru nampak setelah WHO menyatakan

penyebaran virus dapat dikendalikan, membuat MSCI AxJ

menguat hingga 37,8% YoY di akhir 2003, sementara IHSG

juga naik 88,1% di periode yang sama.

Meskipun perekonomian Indonesia terlihat lebih kebal

dampak Covid-19 daripada negara lain, namun terjadi aksi

jual yang lebih besar yang membuat IHSG turun lebih dalam

dibandingkan bursa regional. Tercatat IHSG telah melemah

-13,4% dari awal tahun, atau sejak WHO mendapat laporan

kasus Covid-19. Di periode yang sama, MSCI AxJ turun

sebesar -5,1%. Melihat kejadian saat SARS di 2003, maka

tren pelemahan IHSG dan bursa regional diperkirakan akan

segera berhenti, dan di bulan Maret ini bursa berpotensi

mengalami pemulihan.

Gambar 3: Perbandingan Kinerja IHSG vs MSCI Asia ex Japan ketika Wabah SARS

Sumber: Bloomberg

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105

113

121

129

137

145

153

161

169

177

185

193

201

209

217

225

233

241

249

257

265

273

281

289

Hari Setelah Kasus Pertama

IHSG (SARS) MSCI AxJ (SARS) IHSG (COVID-19) MSCI AxJ (COVID-19)

WHO No�fied (SARS) Virus Contained (SARS)

WHO No�fied (Covid-19)

Kebijakan Pemerintah Indonesia & Bank Indonesia

untuk menahan dampak virus Corona. Pada 20 Februari

lalu, BI memangkas tingkat suku bunga acuan BI7DRR

sebesar 25bps menjadi 4,75%. Selain itu perkiraan

pertumbuhan ekonomi 2020 juga diturunkan, dari semula

+5,1-5,5% yoy menjadi +5,0-5,4% yoy. Revisi ini akibat

pengaruh jangka pendek tertahannya prospek pemulihan

ekonomi dunia akibat virus corona di bidang pariwisata,

perdagangan, dan investasi.

Untuk menghadapi dampak virus corona ini, pemerintah

juga akan menggelontorkan dana sebesar Rp 10,3 triliun

untuk insentif pariwisata, BUMN, dan pemerintah daerah.

Insentif diantaranya adalah anggaran sebesar Rp 298,5

miliar untuk menarik turis asing, diskon avtur dari Pertamina,

subsidi tiket pesawat sebesar Rp 265,6 miliar, dan tambahan

Rp 4,56 triliun untuk bantuan sembako. Diharapkan dengan

adanya stimulus ini bisa membantu pertumbuhan konsumsi

domestik untuk menahan dampak Covid-19.

Gambar 4: Stimulus Pemerintah Menghadapi Covid-19

Kebijakan Anggaran De�lRp 298,5 miliar Mendorong kunjungan wisatawan asingRp 443,49 miliar Subsidi penerbangan wisatawan domes�k

Tarif Pesawat Rp 265,6 miliar Subsidi tarif pelayanan jasa penumpang udara

Harga Avtur Rp 265,5 miliar Subsidi harga avtur dari Pertamina

Pembebasan pajak Rp 3,3 triliun Pembebasan pajak hotel dan restoran di 10 des�nasi wisata prioritas

Mempercepat kartu pra kerja Maret 2020 di Bali, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau

Insen�f Kartu Sembako Rp 4,56 triliun Tambahan insen�f Rp 50.000 per bulan per penerima. Mar-Sep 2020Subsisi perumahan Rp 1,5 triliun Subsidi bunga perumahan dan tambahan 175.000 rumah baru

Insen�f Pariwisata

Sumber: Kontan

Outlook Perekonomian. Kami masih melihat bahwa

diversifikasi asset menjadi sangat penting di saat

ketidakpastian yang meningkat. Investasi ke unit link

Balanced Fund menjadi pilihan bagi nasabah dengan

preferensi risiko moderat, terutama di tengah situasi

ekonomi yang belum stabil. Selain itu, stabilitas imbal hasil

investasi Fixed Income dapat menjadi alternatif, terutama

bagi nasabah yang lebih konservatif, ditengah volatilitas

pasar saham yang tinggi. Namun demikian, bagi nasabah

dengan profil risiko agresif, penurunan tajam di IHSG ini

dapat menjadi peluang emas untuk kembali masuk ke pasar

saham, terutama melihat valuasi pasar saham saat ini yang

sudah sangat menarik.