mengapa perlu olahraga

21
Mengapa perlu Olahraga. Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup. Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis- anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992). Olahraga Kesehatan meningkatkan derajat Sehat Dinamis (Sehat dalam gerak), pasti juga Sehat Statis (Sehat dikala diam), tetapi tidak pasti sebaliknya. Gemar berolahraga : mencegah penyakit, hidup sehat dan nikmat ! Malas berolah-raga : mengundang penyakit. Tidak berolahraga : menelantarkan diri ! Kesibukan dalam kehidupan “Duniawi” sering menyebabkan orang menjadi kurang gerak, disertai stress yang dapat mengundang berbagai penyakit non-infeksi di antaranya yang terpenting adalah penyakit kardio-vaskular (penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke). Hal ini banyak dijumpai pada kelompok usia pertengahan, tua dan lanjut, khususnya yang tidak melakukan Olahraga. Olahraga (Kesehatan): Banyak gerak dan bebas stress, mencegah penyakit dan menyehatkan ! Olahraga adalah kebutuhan hidup bagi orang yang mau

Upload: bagas-chafid

Post on 14-Dec-2014

39 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengapa perlu Olahraga

Mengapa perlu Olahraga.

Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.

Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).

Olahraga Kesehatan meningkatkan derajat Sehat Dinamis (Sehat dalam gerak), pasti juga Sehat Statis (Sehat dikala diam), tetapi tidak pasti sebaliknya. Gemar berolahraga : mencegah penyakit, hidup sehat dan nikmat ! Malas berolah-raga : mengundang penyakit.Tidak berolahraga : menelantarkan diri !

Kesibukan dalam kehidupan “Duniawi” sering menyebabkan orang menjadi kurang gerak, disertai stress yang dapat mengundang berbagai penyakit non-infeksi di antaranya yang terpenting adalah penyakit kardio-vaskular (penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke). Hal ini banyak dijumpai pada kelompok usia pertengahan, tua dan lanjut, khususnya yang tidak melakukan Olahraga. Olahraga (Kesehatan): Banyak gerak dan bebas stress, mencegah penyakit dan menyehatkan ! Olahraga adalah kebutuhan hidup bagi orang yang mau berpikir. Bukan Allah menganiaya manusia, tetapi manusia menganiaya dirinya sendiri ! Pemahaman dan perilaku ini sudah harus ditanamkan sejak usia dini, yaitu semenjak mereka masih di tingkat Pendidikan Dasar, baik di Sekolah Umum maupun di Pondok Pesantren! Cara penyajian Penjas-Or di Sekolah maupun di Pondok Pesantren harus dapat menjadikan siswa/santri menjadi butuh akan Penjas-Or khususnya demi kesehatannya serta dukungan bagi kemampuan belajarnya, sehingga siswa/santri akan selalu menyambut gembira setiap datang mata pelajaran Penjas-Or. Oleh karena sudah menjadi kebutuhan, maka mereka akan merasa dirugikan manakala mata pelajaran Penjas-Or ditiadakan seperti yang terjadi selama ini bila mereka akan menghadapi ujian akhir. Untuk ini diperlukan guru-guru Penjas-Or yang faham benar akan makna Penjas-Or di Sekolah maupun di Pondok Pesantren.

Konsep Olahraga Kesehatan adalah: Padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-30 menit tanpa henti), adekuat, massaal, mudah, murah, meriah dan fisiologis (bermanfaat dan aman) ! Massaal : Ajang silaturahim, ajang pencerahan stress, ajang komunikasi

Page 2: Mengapa perlu Olahraga

sosial ! Jadi Olahraga Kesehatan membuat manusia menjadi sehat Jasmani, Rohani dan Sosial yaitu Sehat seutuhnya sesuai konsep Sehat WHO ! Adekuat artinya cukup, yaitu cukup dalam waktu (10-30 menit tanpa henti) dan cukup dalam intensitasnya. Menurut Cooper (1994), intensitas Olahraga Kesehatan yang cukup yaitu apabila denyut nadi latihan mencapai 65-80% DNM (Denyut nadi maximal: 220-umur dalam tahun). Masalah intensitas yang adekuat ini harus menjadi perhatian bila Olahraga Kesehatan telah mencapai Sasaran–3 (lihat Sasaran Olahraga Kesehatan).

Sehat Dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri khususnya melalui kegiatan Olahraga (Kesehatan). Hukumnya adalah : Siapa yang makan, dialah yang kenyang ! Siapa yang mengolah-raganya, dialah yang sehat ! Tidak diolah berarti siap dibungkus ! Klub Olahraga Kesehatan adalah Lembaga Pelayanan Kesehatan (Dinamis) di lapangan. Dalam kaitan dengan ini maka setiap lembaga Pendidikan Umum maupun Pondok-pondok Pesantren harus juga berfungsi sebagai Lembaga Pelayanan Kesehatan lapangan, dalam rangka program pokok yaitu

Contoh Olahraga Kesehatan berbentuk senam yang dapat mencapai Sasaran-3 (Aerobiks) ialah Senam Pagi Indonesia seri D (SPI-D). Satu seri SPI-D memerlukan waktu 1’45”, sehingga untuk memenuhi kriteria waktu yang adekuat maka SPI-D harus dilakukan minimal 6x berturut-turut tanpa henti, yang akan mencapai waktu 10.5 menit. Menurut penelitian, bila SPI-D dilakukan dengan sungguh-sungguh maka intensitasnya dapat mencapai tingkat adekuat sesuai kriteria Cooper. SPI-D ini macam gerak dan tata-urutannya sudah berpola tetap sehingga lama-kelamaan Peserta dapat menjadi hafal akan macam gerakan dan tata-urutannya. Bila Peserta sudah hafal, maka rangsangan terhadap proses berpikir menjadi berkurang. Oleh karena itu senam aerobik pada umumnya yang tidak berpola tetap, adalah lebih baik dalam hal rangsangannya terhadap proses berpikir.

Ciri Olahraga Kesehatan.

Pesantai adalah orang yang tidak melakukan olahraga sehingga cenderung kekurangan gerak. Sebaliknya Pelaku olahraga berat melakukan olahraga lebih dari keperluannya untuk pemeliharaan kesehatan. Maka Pelaku Olahraga Kesehatan adalah orang yang tidak kekurangan gerak tetapi bukan pula Pelaku olahraga berat. Olahraga yang dianjurkan untuk keperluan kesehatan adalah aktivitas gerak raga dengan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang biasa dilakukan untuk keperluan pelaksanaan tugas kehidupan sehari-hari (Blair, 1989 dalam Cooper, 1994). Dalam Olahraga Kesehatan, setiap Peserta harus berusaha mengikutinya sebaik mungkin gerak/ instruksi Pelatih, namun tentu harus sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Ciri Olahraga Kesehatan secara teknis-fisiologis adalah :- gerakannya mudah, sehingga dapat diikuti oleh orang kebanyakan dan seluruh siswa/santri pada umumnya (bersifat massaal), sehingga dapat memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar, gerak yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan hidup sehari-hari.- intensitasnya sub-maksimal dan homogen, bukan gerakan-gerakan maksimal atau gerakan eksplosif maksimal (faktor keamanan).

Page 3: Mengapa perlu Olahraga

- terdiri dari satuan-satuan gerak yang dapat (secara sengaja) dibuat untuk menjangkau seluruh sendi dan otot, serta dapat dirangkai untuk menjadi gerakan yang kontinu (tanpa henti) – faktor penting untuk dapat mengatur dosis dan intensitas olahraga kesehatan.- bebas stress (non kompetitif)- diselenggarakan 3-5x/minggu (minimal 2x/minggu).- dapat mencapai intensitas antara 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) sesuai umur. DNM sesuai umur = 220 – umur dalam tahun. Sebaiknya tiap Peserta mengetahui cara menetapkan dan menghitung denyut nadi latihan masing-masing.

Perlu pula dikemukakan bahwa sampai usia sekitar 14 tahun (usia pubertas) tidak perlu ada pemisahan siswa atas dasar jenis kelamin (Watson,1992), karena baru akan berdampak nyata di atas usia tersebut.

Sasaran Olahraga Kesehatan.

- Sasaran-1: Memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang masih ada, termasuk memelihara dan meningkatkan fleksibitas dan kemampuan koordinasi.- Sasaran-2 : Meningkatkan kemampuan otot untuk meningkatkan kemampuan geraknya lebih lanjut. Latihan dilakukan dengan menerapkan prinsip Pliometrik!.- Sasaran-3 : Memelihara kemampuan aerobik yang telah memadai atau me-ningkatkannya untuk mencapai sasaran minimal katagori “sedang”.

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa Olahraga Kesehatan adalah gerak olahraga dengan takaran sedang, bukan olahraga berat ! Jadi takarannya ibarat makan : berhentilah makan menjelang kenyang; jangan tidak makan oleh karena bila tidak makan dapat menjadi sakit, sebaliknya jangan pula kelebihan makan, karena kelebihan makan akan mengundang penyakit. Artinya berolahragalah secukupnya (adekuat), jangan tidak berolahraga karena kalau tidak berolahraga mudah menjadi sakit, sebaliknya kalau melakukan olahraga secara berlebihan dapat menyebabkan sakit !

Keterkaitan Kesehatan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga.Untuk lebih memudahkan bahasannya perlu lebih dahulu dikutip kembali hal-hal yang tersebut di bawah ini :

* Sehat dan Kesehatan.- Sehat merupakan dasar bagi segala kemampuan jasmani, rohani maupun sosial.- Memelihara dan meningkatkan kesehatan : cara yang terpenting, termurah dan fisiologis adalah melalui Olahraga.- Acuan Sehat adalah Sehat Paripurna dari Organisasi Kesehatan Dunia.* Pendidikan Jasmani dan Olahraga :- Pendidikan Jasmani adalah pendidikan dengan menggunakan media kegiatan Jasmani.- Olahraga adalah pelatihan Jasmani- Pendidikan Jasmani dan Olahraga adalah Pendidikan dan Pelatihan Jasmani, yang dalam lingkup persekolahan/pesantren berarti Pelatihan Jasmani, Rohani dan Sosial menuju kondisi yang lebih baik yaitu sejahtera paripurna (peningkatan mutu sumber daya manusia).

Page 4: Mengapa perlu Olahraga

* Olahraga – Gerak :- Gerak adalah ciri kehidupan.- Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup.- Meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup.- Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk meningkatkan kemampuan gerak yang berarti meningkatkan kualitas hidup.- Olahraga merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial menuju sejahtera paripurna.- Hanya orang yang mau bergerak-berolahraga yang akan mendapatkan manfaat dari Olahraga.

* Olahraga Kesehatan :- Intensitasnya sedang, setingkat di atas intensitas aktivitas fisik dalam menjalani kehidupan sehari-hari- Meningkatkan derajat kesehatan dinamis – sehat dengan kemampuan gerak yang dapat memenuhi kebutuhan gerak kehidupan sehari-hari.- Bersifat padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 30 menit tanpa henti), mudah, murah, meriah massaal, fisiologis (manfaat & aman). Sejahtera- Massaal : - Ajang silaturahim Rohani dan Sosial Sejahtera Rohani- Ajang pencerahan stress - Ajang Sejahtera Sosialkomunikasi sosial

Ketiga hal diatas merupakan pendukung untuk menuju Sehatnya WHO yaitu Sejahtera Paripurna.- Sehat dinamis adalah landasan bagi pelatihan Olahraga Prestasi.

* Kondisi Pendidikan Jasmani dan Olahraga saat ini.- Waktu yang tersedia = 2 x 45 menit/minggu- Sarana – prasarana sangat terbatas- Kurikulum Penjas-Or lebih berorientasi kepada Olahraga Kecabangan :1. Cenderung individual dan cenderung mengacu pencapaian prestasi2. Olahraga prestasi mahal dalam hal :o Sarana – prasaranao Waktu, perlu masa pelatihan yang panjango Tenaga dan biaya.

Kesimpulan

Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan harus ditekankan pada olahraga kesehatan dan latihan jasmani untuk meningkatkan derajat sehat dinamis dan kemampuan motorik dan koordinasi yang lebih baik, agar para siswa selama masa belajar memiliki kualitas hidup yang lebih baik, serta dapat diharapkan menjadi atlet berprestasi dan sumber daya manusia yang bermutu di masa depan.

Saran

Page 5: Mengapa perlu Olahraga

1. ReorientasiPenjas-Or sebagai program kurikuler perlu ditinjau kembali kaitannya dengan :- Relevansinya dengan kebutuhan siswa / santri- Manfaat yang diharapkan- Kondisi nyata persekolahan :i. Jatah waktu / jam pelajaran per mingguii. Sarana – prasarana yang tersedia.

2. ReposisiPenjas-Or perlu dikembalikan pada posisi dasar fungsinya yaitu :- Penggunaan Olahraga/Kegiatan Jasmani sebagai media Pendidikan- Penggunaan Olahraga sebagai alat pelatihan untuk memelihara dan meningkatkan derajat sehat dinamis menuju kondisi Sejahtera paripurna sesuai konsep Sehat WHO.

3. Revitalisasi dan ReaktualisasiPenjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren dengan orientasi dan posisinya yang baru perlu digalakkan kembali (revitalisasi) dengan menekankan konsep Olahraga Kesehatan (reaktualisasi) sebagai pokok bahasan dan penyajiannya. Oleh karena durasi pelaksanaan Olahraga Kesehatan cukup 10-30 menit, maka jatah pertemuan 2 x 45 menit/minggu, dapat disajikan sebagai materi untuk 2 x pertemuan/minggu @ 30 menit, sehingga memenuhi persyaratan minimal Olahraga Kesehatan.

4. Kualitas PetugasKeberhasilan misi di tingkat lapangan sangat ditentukan oleh kualitas Petugas serta pemahamannya mengenai makna Penjas-Or bagi Lembaga Pendidikan serta ketulusan dan kesungguhan dalam pengabdiannya.

5. KebutuhanPenjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh siswa/santri, sehingga mereka akan merasa dirugikan manakala mata pelajaran Penjas-Or ditiadakan.

6. Olahraga prestasiOlahraga kecabangan yang bersifat prestatif perlu pula dikembangkan namun sebaiknya ditempatkan sebagai materi ekstra kurikuler, sebagai tempat penyaluran bakat dan minat siswa/santri.

Kepustakaan

1. Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London-Vancouver.2. Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) : Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.3. Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.

Page 6: Mengapa perlu Olahraga

4. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.5. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma’had Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.6. Watson,A.S. (1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport Edited by J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell Scientific Publications.

catatan: post ini adalah bagian kedua dari dua tulisan, lihat bagian pertama

Ditulis dalam olahraga, pendidikan | 7 Komentar »Tags: olahraga, pendidikan

Pendidikan Jasmani dan Olahraga Di Lembaga Pendidikan (bag   1)

Oktober 15, 2007

Meningkatkan kualitas hidup siswa dan mutu sumber daya manusia di masa depan

Oleh :Drs (Physiol.) H.Y.Santosa Giriwijoyo, Dokter, Guru Besar (Pens.)danDra Lilis Komariyah, M.Pd.

Pendahuluan.

Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) merupakan bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosial Peserta didik tidak pernah diragukan. Sayangnya Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Pendidikan ini belum dapat memposisikan dirinya pada tempat yang terhormat, bahkan masih sering dilecehkan; misalnya pada masa-masa menjelang ujian akhir sesuatu jenjang Pendidikan maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga dihapuskan dengan alasan agar para siswa dalam belajarnya untuk menghadapi ujian akhir “tidak terganggu”.

Oleh karena itu Penjas-Or di Sekolah tidak saja memerlukan reposisi, tetapi juga perlu reorientasi, reaktualisasi dan revitalisasi dalam pemikiran dan pengelolaannya untuk mendapatkan tempatnya yang terhormat. Untuk memahami hal ini perlu lebih dahulu difahami apa yang menjadi dasar bagi perlunya diselenggarakan Penjas-Or di Sekolah.

Makna dan Misi Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan.Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal yang terpenting untuk pembinaan mutu sumber daya manusia. Dalam Lembaga Pendidikan, siswa dibina untuk menjadi sumber daya manusia yang unggul dalam aspek jasmani, rohani dan sosial melalui berbagai bentuk media pendidikan dan keilmuan yang sesuai.

Page 7: Mengapa perlu Olahraga

Acuan tertinggi mutu sumber daya manusia adalah SEHAT WHO yaitu sumber daya manusia yang Sejahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun kelemahan. Sehat WHO adalah konsep sehat yang menjadi cita-cita, tujuan atau acuan pembinaan mutu sumber daya manusia yaitu sehat sempurna, sehat ideal atau sehat/ sejahtera paripurna, yang merupakan hal yang hampir mustahil untuk dapat dicapai.

Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya ia memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai.Olahraga massaal adalah bentuk kegiatan olahraga yang dapat dilakukan oleh sejumlah besar orang secara bersamaan atau yang biasa disebut sebagai olahraga masyarakat yang hakekatnya adalah olahraga kesehatan, sebab dalam melakukan kegiatan olahraga tersebut hanya satu tujuannya yaitu memelihara atau meningkatkan derajat sehat (dinamis)nya. Olahraga masyarakat atau olahraga kesehatan dengan demikian merupakan bentuk olahraga yang dapat mewujudkan kebersamaan dan kesetaraan dalam berolahraga, oleh karena pada olahraga itu tidak ada tuntutan ketrampilan olahraga tertentu. Dengan demikian maka olahraga kesehatan (Or-Kes) atau olahraga masyarakat (Or-Masy) merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera sosial (sehat sosial = kebugaran sosial).

Demikianlah maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan mempunyai tujuan membina mutu sumber daya manusia seutuhnya yaitu manusia yang sehat/ bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, rohani dan sosial sesuai rumusan sehat WHO.

Sehat dan Kesehatan.

Sehat adalah kebutuhan dasar bagi segala aktivitas kehidupan. Jadi sehat harus dipelihara dan bahkan ditingkatkan. Cara terpenting, termurah dan fisiologis adalah melalui Olahraga Kesehatan. Dalam hubungan dengan nikmatnya kebutuhan dasar ini maka seluruh Siswa/Peserta didik memerlukan Olahraga baik sebagai konsumsi yaitu mendapatkan manfaatnya langsung dari melakukan kegiatan Olahraga, maupun kegiatan Olahraga sebagai media bagi Pendidikannya.Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal terpenting yang membina mutu sumber daya manusia. Pembinaan mutu sumber daya manusia selalu harus mengacu kepada konsep Sejahtera Paripurna yaitu konsep Sehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengemukakan bahwa Sehat adalah : Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya

Page 8: Mengapa perlu Olahraga

bebas dari Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan. Dalam kaitan dengan hal ini maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga khususnya di lingkungan Lembaga Pendidikan, harus diselaraskan untuk mencapai tujuan sehat termaksud di atas, yang merupakan sehat seutuhnya yaitu Sejahtera Paripurna ! Pendidikan Jasmani dan Olahraga membina mutu sumber daya manusia melalui pendekatan kepada aspek Jasmani. Namun demikian Olahraga mempunyai potensi besar untuk juga mengembangkan aspek rohani dan aspek sosial.Pada dasarnya tujuan pembinaan-pemeliharaan Kesehatan adalah memelihara dan/atau meningkatkan kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologisnya, yaitu secara biologis menjadi (lebih) mampu menjalani kehidupan pribadinya secara mandiri, tidak tergantung pada bantuan orang lain; secara psikologis menjadi (lebih) mampu memposisikan diri dalam hubungannya dengan Tuhan semesta alam beserta seluruh ciptaanya berupa flora maaupun fauna (termasuk manusia); dan secara sosiologis menjadi (lebih) mampu bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya. Meningkatnya kemampuan mandiri dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologis ini berarti meningkatnya kemampuan dan kualitas hidup yang berarti juga meningkatnya kesejahteraan hidup, yang senantiasa harus mencapai ketiga aspek Sehatnya WHO Masa pertumbuhan dan perkembangan anak adalah masa pembentukan pola perilaku dan masa terjadinya internalisasi nilai-nilai sosial dan kultural. Oleh karena itu wujud kegiatan Pembinaan-pemeliharaan Kesehatan bagi Peserta Didik harus ditujukan untuk mendapatkan ketiga aspek Sehatnya WHO tersebut di atas.

Kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rohaniah dilakukan dengan upaya menunjukkan dan menyadarkan posisi dirinya dalam hubungannya dengan Tuhan semesta alam beserta seluruh ciptaanNya, serta dengan menanamkan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhaddap pelestarian lingkungan sebaik-baiknya dan percaya diri yang tinggi namun rendah hati. Perlu juga ditanamkan kesadaran untuk mau melakukan upaya-upaya untuk menyegarkan suasana kehidupan, mencerdaskan kemampuan intelektual dan menghilangkan sebanyak mungkin stress, serta dengan meningkatkan volume dan kualitas pemahaman dalam peri kehidupan beragama beserta peningkatan kualitas pelaksanaan ibadahnya. Olahraga baik sebagai kegiatan maupun sebagai media Pendidikan mempunyai potensi yang besar untuk menyumbangkan kontribusinya dalam masalah ini. Melalui Olahraga dapat dengan mudah ditunjukkan betapa terbatasnya kemampuan manusia, betapa perlu kita memelihara lingkungan hidup kita, betapa banyak hal yang di luar kemampuan akal manusia dan betapa perlu kita mencegah kerusakan dan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi.

Kesejahteraan jasmaniah ditingkatkan dengan Olahraga Kesehatan, untuk meningkatkan derajat Kesehatan dinamis, sehingga orang bukan saja sehat dikala diam (Sehat statis) tetapi juga sehat serta mempunyai kemampuan gerak yang dapat mendukung setiap aktivitas dalam peri kehidupannya sehari-hari (Sehat dinamis). Olahraga Kesehatan umumnya bersifat massaal sehingga lebih menarik, semarak serta menggembirakan (aspek Rohaniah), seperti yang terjadi pada pelaksanaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Pendidikan. Berkelompok merupakan sarana dan rangsangan untuk meningkatkan kesejahteraan Sosial, oleh karena masing-masing individu akan bertemu dengan sesamanya, sedangkan suasana lapangan pada Olahraga

Page 9: Mengapa perlu Olahraga

(Kesehatan) akan sangat mencairkan kekakuan yang disebabkan oleh adanya perbedaan status intektual dan sosial-ekonomi para Pelakunya. Oleh karena itu Olahraga Kesehatan hendaknya dijadikan materi pokok dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah maupun Pesantren. Dampak psikologis yang sangat positif dengan diterapkannya Olahraga Kesehatan sebagai materi pokok Penjas-Or di Sekolah adalah rasa kebersamaan dan kesetaraan di antara sesama siswa oleh karena mereka semua merasa mampu melakukan Olahraga Kesehatan dengan baik. Sebaliknya, bila Olahraga kecabangan yang diterapkan di Sekolah, yang sering menjadi sesat ke arah Olahraga Prestasi, dapat menyebabkan sebagian siswa merasa terpinggirkan dari kegiatan olahraga karena merasa tidak mampu untuk berprestasi.

Perlu diketahui bahwa pada kelompok anak dengan usia kronologik yang sama terdapat perbedaan yang cukup luas dalam tingkat kematangan psikologiknya, demikian pula terdapat perbedaan yang cukup luas pada umur biologiknya (Watson,1992). Umur kronologik adalah bilangan yang menunjukkan berapa kali seorang anak telah berulang-tahun, sedangkan umur biologik adalah tingkat kemampuan biologik (jasmaniah) anak yang sesuai dengan kemampuan yang ditunjukkan oleh sesuatu tingkat umur kronologik terntetu. Pada anak-anak, rentangan kemampuan biologik mereka berkisar sekitar 6 (enam) tahun. Misalnya, anak umur 10 tahun, kemampuan biologiknya berkisar antara kemampuan biologik anak umur 7 (tujuh) tahun sampai dengan kemampuan biologik anak umur 13 tahun (Watson 1992).

Dampak lebih lanjut dari rasa terpinggirkan ialah timbulnya kebencian terhadap olahraga ! Kondisi demikian merupakan kondisi psikologis yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dan penyebar-luasan olahraga di masyara-kat ! Dengan pengelolaan yang baik maka suasana lapangan dikala melakukan olahraga kesehatan, akan sangat meningkatkan gairah dan semangat hidup para Pelakunya ! Demikianlah maka potensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Kesehatan) sangat perlu difahami oleh semua fihak yang berkepentingan dalam pembinaan Peserta didik. Oleh karena itu pula maka tanpa Pendidikan Jasmani dan Olahraga, maka sesungguhnya Pendidikan menjadi tidak lengkap!

Olahraga kesehatan yang disajikan haruslah yang bersifat massaal dan memenuhi ciri olahraga kesehatan misalnya : jalan cepat atau lari lambat (jogging), senam aerobik, pencak-silat, karate dan sejenisnya. Tiga yang terakhir lebih baik dari pada yang pertama oleh karena dapat menjangkau semua sendi dan otot serta dapat merangsang proses berpikir Pelakunya. Kalaupun olahraga yang akan disajikan adalah bentuk permainan, maka permainan itu harus dapat melibatkan seluruh siswa. Tidak boleh ada seorangpun siswa yang hanya menjadi penonton, kecuali yang sakit.

note: berlanjut ke bagian kedua

Ditulis dalam olahraga, pendidikan | 1 Komentar »Tags: olahraga, pendidikan

Sewaktu di Kolong Mobil Gelar Saya   Montir

Page 10: Mengapa perlu Olahraga

Oktober 11, 2007

Agak risi juga saya membaca tulisan di H.U.Pikiran Rakyat Sabtu 25 Januari 1992 halaman 3 yang berjudul : “ Pensiunan Guru Besar harus mencopot gelar”. Terutama risi oleh judulnya !

Pada waktu itu, saya sendiri tidak termasuk orang yang bergelar seperti tersebut dalam pokok bahasan itu. Itulah yang menyebabkan saya merasa bebas karena memang tidak termasuk ke dalam kelompok yang dibicarakan itu. “ Lalu, kalau demikian halnya, apa yang menyebabkan Anda menjadi risi terhadap tulisan dengan pokok bahasan seperti tersebut di atas?” demikian tentu Pembaca akan bertanya-tanya. Nah yang menyebabkan saya menjadi risi terhadap tulisan tersebut ialah masalah “harus mencopot gelar” itulah! Lalu, apa pula masalahnya? Masalahnya ialah karena saya sudah biasa mencopoti gelar saya sendiri, tetapi sering juga gelar itu tidak mau copot karena ulah orang lain! “Kok mencopoti, memangnya apa sih gelar Anda dan ada berapa macam gelar?” begitu tentu Pembaca bertanya sambil sebagian tentu ada yang mencibir !

Nah rupanya “apa sih gelar” dan “ada berapa macam gelar” merupakan masalah yang dapat dibahas dengan cukup panjang lebar. Tetapi saya ingin membuka acara santai bukan acara Ilmiah, jadi tidak perlu saya membuat definisi. Jadi lebih baik saya teruskan saja acara santai ini!

Berbagai macam gelar telah saya miliki atau pernah saya miliki dan bahkan sampai sekarangpun masih beberapa gelar saya miliki. Sewaktu kecil yaitu sewaktu TK dan SD saya lebih banyak bergelar Cu (cucu), Nak atau Dik; kemudian semasa di SMP, SMA dan Mahasiswa, gelar saya bertambah dengan Mas atau Kang, tetapi gelar Cu, Nak dan Dik masih saja melelkat walaupun saya sudah mencopotnya, saya tidak suka lagi digelari Cu, Nak atau Dik! Kemudian selama awal-awal bekerja gelar saya bertambah lagi dengan Bapak atau Pak. Tetapi gelar Cu dan Nak itu tidak juga mau segera copot walaupun saya sudah mencopotnya sejak masih di SMP, terutama itu orang-orang yang sudah Kakek-kakek dan Nenek-nenek tetap saja memberi saya gelar Cu atau Nak ! Barangkali di mata beliau-beliau itu saya masih ingusan waktu itu! Tetapi apa boleh buat, adat Ketimuran mengatakan bahwa Kakek-kakek dan Nenek-nenek adalah mahluk yang harus kita hormati, jadi biarlah, saya terima saja gelar-gelar itu sehingga waktu itu yaitu waktu awal-awal saya bekerja saya mempunyai banyak gelar ialah : Cu, Nak, Dik, Mas dan Pak. Kalau saya memaksa hendak membuang gelar Cu atau Nak itu, maka hal itu terpaksa harus saya umumkan setiap kali saya bertemu dengan Kakek-kakek atau Nenek-nenek, tetapi keberhasilan usaha ini tidak dapat dijamin 100%, bahkan saya bisa mendapat gelar tambahan yaitu si Gila atau si Gelo atau si Besar Kepala! Yah dari pada mendapat gelar tambahan demikian, gelar Cu dan Nak rasanya masih lebih bagus, jadi akhirnya saya terima saja gelar-gelar itu beramai-ramai seorang diiri !

Sekarang ini, setelah berpuluh tahun saya bekerja, tiba-tiba saja ada yang menambah gelar lagi kepada saya ! Dan apa gelar itu ? Masya Allah, tiba-tiba saja saya telah diberi gelar Kakek! Saya yang masih merasa muda belia, lagi pula masih gagah perkasa, masa sudah diberi gelar Kakek?! Apakah saya ini emangnya sudah TOPP (Tua, Ompong, Pelupa dan Pikun) seperti diistilahkan oleh Bapak Presiden (Suharto, waktu itu)?! Ini

Page 11: Mengapa perlu Olahraga

semua gara-gara keponakan-keponakan saya yang pada beranak maka sayalah yang kena getahnya mendapat gelar Kakek! Tetapi sekali lagi apa boleh buat, keadaan sudah terlanjur. Seharusnya, sebelum keadaan menjadi terlanjur begini saya harus membuat edaran untuk semua keponakan-keponakan saya: “Hai Keponakan-keponakan saya, barang siapa di antara kamu menyebabkan saya mendapat gelar Kakek, akan saya tuntut di muka Pengadilan!” Tetapi untunglah hal itu tidak saya lakukan, karena ternyata memang tidak ada Peraturan Pemerintah ataupun undang-undang yang dapat memberikan sanksi kepada keponakan yang beranak, kecuali kalau ia berbuat kejahatan dengan anaknya atau terhadap anaknya! Seandainya maksud tersebut di atas jadi saya laksanakan, maka gelar Kakek tidak dapat saya hindari, sedangkan gelar tambahan bahkan saya peroleh; yaitu bukan cukup dengan gelar Kakek saja tetapi bahkan menjadi “Kakek Gelo (Gila)”!

Jadi demikianlah Pembaca yang budiman mengenai masalah gelar, walaupun di sini dicontohkan dari gelar informal atau non-formal atau apapun istilahnya yang lebih tepat, masalah gelar ini sering tidak mau copot atau bahkan bertambah karena ulah orang lain, sedangkan yang bersangkutan sendiri sudah ingin mencopotnya sejak pagi hari dan bahkan setiap pagi !

Jadi apa sesungguhnya gelar itu? Yah gelar itu tiada lain hanyalah “sebutan” seperti juga ditulis pada alinea 4 tulisan dalam HU Pikiran Rakyat Sabtu 25 Jan ’92 halaman 3 yang menyebutkan bahwasanya “Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi pasal 102 hanya menentukan, sebutan guru besar atau Profesor …….”, jadi guru besar atau Profesor tidak disebut gelar, tetapi sebutan. Nah gelar atau sebutan ini ternyata sangat bermacam-macam; salah satu di antaranya ialah seperti yang telah diuraikan di atas yaitu gelar informal dalam lingkup kehidupan keluarga dan masyarakat, lalu salah dua di antaranya lagi ialah gelar formal yaitu gelar akademis dan gelar professional yang sesungguhnya juga tidak mungkin lepas dari lingkup kehidupan di masyarakat. Gelar professional misalnya Advokat atau Pengacara, gelar akademisnya SH (sarjana Hukum); gelar professional Akuntan, gelar akademisnya SE (sarjana Ekonomi); gelar professional Guru, gelar akademisnya Drs IKIP (sekarang SPd); gelar professional Dokter, gelar akademisnya Drs Medicus; gelar professional Tukang batu (tembok), gelar akademisnya BSd (Bachelor of Sekolah Dasar). Nah untuk yang terakhir ini tentu tentu akan ada yang menyangkal: “SD bukan akademi, sehingga tamatan SD tidak dapat disebut akademikus”! Nah jadi ada masalah baru yaitu apa yang disebut akademisi dan dimana letak batas antara akademikus dan bukan akademikus; saya tidak akan membahasnya lebih lanjut, karena rasanya tidak cukup pengetahuan saya untuk dapat membahasnya. Tetapi hal itu sudah cukup untuk mengungkapkan bahwasanya orang memang cenderung membuat batas untuk mengkhususkan kelompoknya sendiri. Padahal di dunia ini, batas itu sesungguhnya tidak pernah jelas. Contohnya: Walaupun susah untuk didefinisikan, tetapi kita dengan mudah dapat membedakan orang kaya dengan orang miskin, tetapi di mana batas kaya dan miskin? Inilah yang tidak pernah bisa kita tunjukkan dengan tegas! Demikian pula kita dengan mudah dapat menunjukkan utara dan selatan. Tetapi kalau ditanyakan di mana batasnya, kita tidak dapat segera menunjukkannya dengan tegas! Mungkin ada di antara Pembaca yang lalu mengatakan: “Batas utara dan selatan itu sudah jelas yaitu garis Katulistiwa”! Nah kalau demikian pendapatnya, maka kita yang tinggal

Page 12: Mengapa perlu Olahraga

di pulau Jawa ini, yang letaknya di sebelah selatan katulistiwa, tidak punya utara dan hanya punya selatan ! Nah bagaimana ini ?! Apakah benar ada orang yang hanya mempunyai selatan tetapi tidak mempunyai utara ?! Tentu semua orang akan menyangkal : “Ah tidak, saya mempunyai utara, selatan, barat maupun timur” ! Jadi dimana letak batas-batas utara-selatan dan barat-timur, serta apa pula artinya?! Nah jadi sesungguhnya: Batas utara-selatan dan barat-timur itu terletak tepat di mana kita berpijak ! Dan, artinya lebih lanjut ialah bahwasanya segala permasalahan itu sesungguhnya terpulang kepada pribadinya masing-masing, terpulang kepada kapan, di mana dan bagaimana ia menempatkan dirinya terhadap sesuatu masalah itu. Lalu apa hubungannya segala omong-kosong ini dengan judul pada tulisan ini? Nah Pembaca yang budiman, dari semula saya memang hendak membuat acara santai, jadi akan saya uraikan secara santai pula rentetan gelar-gelar saya. Saya mempunyai gelar professional dokter dan dengan sendirinya mempunyai gelar akademis Drs Medicus dan ciri adanya gelar professional antara lain ialah bahwa yang bersangkutan mendapat upah dari profesinya, dan memang dari gelar professional saya sebagai dokter saya mendapat upah dari rumah sakit dan/ atau orang sakit; selain itu saya juga mempunyai gelar professional Guru dan mempunyai gelar akademis untuk bidang kajian ilmu yang sesuai dengan tugas keguruan saya, dan untuk ini saya mendapat upah dari Pemerintah melalui Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK)-IKIP Bandung (sekarang FPOK-UPI); saya juga mempunyai gelar professional sopir dan untuk ini saya mendapat upah dari diri saya sendiri; saya juga mempunyai gelar professional Montir, walaupun mungkin bukan montir yang pandai, yaitu kalau saya sedang asyik di kolong mobil dengan pekerjaan saya, dan untuk ini saya juga mendapat upah dari diri saya sendiri; saya juga mempunyai gelar profesional Olahragawan karena di kala itu secara teratur saya melakukan olahraga jantung sehat dan Olahraga Satria Nusantara, dan untuk ini saya juga mendapat upah dari diri saya sendiri; saya juga mempunyai gelar professional Penulis Artikel dan untuk ini saya mendapat upah dari Harian Umum Pikiran Rakyat untuk setiap artikel yang dimuatnya, dan sebagainya, dan sebagainya yang akan membosankan bila semuanya harus ditulis ! Bila saya sedang di rumah dan terutama kalau mau tidur, semua gelar-gelar saya ini saya copoti semuanya. Setiap kali bangun tidur saya segera pasang kuda-kuda untuk menentukan gelar professional apa yang akan saya pakai waktu itu. Kalau saya mau ke FPOK maka saya pasang gelar profesional Guru. Teman-teman seprofesi saya lebih banyak yang memakai gelar professional Dosen, mungkin sebutan Dosen itu diirasanya lebih gagah. Tetapi bagi saya gelar professional Guru atau Dosen sama saja, sebab kegagahan saya tidak ditentukan oleh gelar apa yang saya pasang! Kalau saya mau ke Pasar atau ke Toko, saya tidak pasang gelar apapun, semua saya copoti, yah pasang gelar calon Pembeli sajalah, sebab belum tentu jadi beli sesuatu. Tetapi ulah orang lain sering membuat saya tidak dapat mencopot gelar professional khusunya gelar dokter yang saya miliki. Contohnya: Di tempat-tempat latihan Satria Nusantara kala itu, sahabat saya Bapak H. Endang S Anshari (Alm.) selalu saja lupa kepada nama saya, beliau selalu saja memanggil saya dengan “Pak Dokter”, padahal seingat saya dan alhamdulilah sampai saat ini saya masih selalu ingat, tidak pernah pingsan ataupun lupa diri, saya belum pernah mengganti nama saya, masih tetap saja Santosa. Celakanya lagi hal itu diikuti oleh teman-teman yang lain! Salah-salah bisa saya yang dituduh tidak mau mencopot gelar professional dokter itu, padahal di tempat latihan kan di luar rumah sakit dan di lingkungan orang yang semuanya sehat. Bisa-bisa saya disebut sok dokter atau gila

Page 13: Mengapa perlu Olahraga

dokter atau bahkan dokter gila! Tetapi memang kadang-kadang pula saya “terpaksa” memasang gelar professional saya itu yaitu kalau kebetulan teman selatihan ada yang memerlukannya.

Nah, kemudian kalau kita kembali ke Pasal 102 sebagaimana yang disebutkan dalam HU PR tersebut di atas, yaitu bahwa “sebutan guru besar atau professor hanya dapat digunakan selama yang bersangkutan bekerja di perguruan tinggi”. Nah kalimat atau istilah “selama yang bersangkutan bekerja di perguruan tinggi” dapat dibuat menjadi tajam dan terang atau sebaliknya juga dapat dibuat menjadi kabur dan tumpul, sekali lagi masalahnya “terpulang kepada pribadinya masing-masing”. Kalau dibuat menjadi kabur dan tumpul maka istilah tersebut di atas menjadi berarti “selama Surat Keputusan pengangkatan menjadi guru besar belum berubah menjadi Surat Keputusan Pensiun”. Kalau istilah itu dibuat menjadi tajam dan terang, maka istilah tersebut akan menjadi berarti “selama melakukan tugas kajian ilmiah bidang keahliannya” sebab gelar guru besar adalah pengakuan dari pemerintah untuk keahlian ilmiah (yang di HU PR diistilahkan sebagai “wibawa akademik”) di bidangnya. “ Melakukan tugas kajian ilmiah di bidangnya” dapat berupa : Memberi kuliah, melakukan penelitian, membimbing mahasiswa (S1-S3), membimbing penelitian dan keahlian staf pengajar di bidangnya, melakukan penyuluhan/ pengabdian kepada masyarakat yang sesuai dengan bidang keahliannya. Jadi apa artinya ini semua? Artinya ialah kalau kita ingin membuat masalahnya menjadi tajam dan terang, maka semua guru besar harus mencopot gelarnya bila tidak “sedang melakukan kajian ilmiah di bidang keahliannya”. Lalu bagaimana dengan beliau-beliau yang memasang gelar Profesornya di depan namanya pada papan nama di tempat prakteknya; entah itu pengacara, entah itu akuntan, entah itu dokter atau entah itu siapapun?! Apakah pada jam-jam sebagaimana tercantum pada papan nama di tempat praktek itu beliau-beliau memang sedang melakukan kajian ilmiah di bidang keahliannya?! Wallahu ‘alam, semuanya memang “terpulang kepada pribadinya masing-masing”.

Ada satu hal yang mengusik hati saya yang mungkin karena saya sendiri yang salah membuat istilah ialah seandainya – yah inilah sekedar andai-andai dari orang yang ingin bersantai – istilah saya itu tidak salah yaitu bahwa “gelar guru besar adalah pengakuan dari pemerintah untuk keahlian ilmiah (wibawa akademik) di bidangnya” lalu apakah keahlian ilmiah di bidangnya itu tiba-tiba saja akan juga hilang bertepatan dengan datangnya SK pensiun? Artinya si mantan guru besar itu secara tiba-tiba lalu menjadi pikun dalam bidang keahliannya bertepatan dengan datangnya SK pensiun?! Artinya pengakuan itu memang lalu menjadi perlu dibatalkan sejak saat itu?! Ah, mudah-mudahan saja tidak demikian halnya, mudah-mudahan saja semua mantan guru besar tetap sehat sejahtera dan tidak segera pikun dalam bidang keahliannya sekalipun sesuai undang-undang gelar guru besar beliau-beliau itu telah dicopot! Saya secara pribadi mengagumi guru besar saya dalam Ilmu Faal sewaktu masih belajar di Jakarta dulu; dengan terlebih dahulu memohon maaf karena harus menambah gelar agar sesuai dengan undang-undang yaitu “mantan” Profesor Sutarman (Alm.), yang walaupun saat itu usianya telah hampir 80 tahun tetapi masih tetap sehat jasmani dan bahkan masih tetap cemerlang pemikiran ilmiahnya, serta masih selalu aktif berpartisipasi pada setiap kegiatan ilmiah Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia.

Page 14: Mengapa perlu Olahraga

Sebagai penutup perlu saya kemukakan bahwa tulisan ini jelas bukan tulisan ilmiah yang sesuai dengan bidang keahlian saya, sehingga pencopotan gelar memang perlu dilakukan. Yah, inilah sekedar bacaan bagi orang yang juga ingin bersantai !

Dimuat di HU Pikiran Rakyat Penulis : Y.S.Santosa G. Tgl 29 Januari 1992Tulisan ini menanggapi artikel di harian tersebut diatas yang berjudul “Pensiunan Guru Besar Enggan Mencopot