rancangan_uu_nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

Upload: reza-saputra

Post on 07-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    1/17

    RANCANGAN

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR… TAHUN…

     TENTANG

    KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang:a.bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang

    terjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang

    Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

    Manusia masih harus ditelusuri kembali untukmengungkapkan kebenaran, menegakkan keadilan, dan

    membentuk budaya menghargai hak asasi manusia sehingga

    dapat diwujudkan rekonsiliasi untuk terciptanya perdamaian

    dan persatuan bangsa;

     b. bahwa pengungkapan kebenaran juga diperlukan untuk

    kepentingan para korban dan/atau keluarga korban yang

    merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan kompensasi

    dan/atau rehabilitasi;

    c. bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang

    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi berdasarkan Putusan

    Mahkamah Konstitusi dinyatakan tidak mempunyai

    kekuatan hukum mengikat, karena bertentangan dengan

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945, sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang

     baru;

    d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

    dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk

    Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi;

    Mengingat: 1.Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945;

    2.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

    Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia

     Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 4026);

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    dan

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    2/17

    Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN

    REKONSILIASI.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Kebenaran adalah keadaan yang sesuai dengan peristiwa yang

    sesungguhnya terjadi dan dapat diungkap yang berkenaan dengan

    pelanggaran hak asasi manusia yang berat, baik mengenai korban, pelaku,

    tempat, waktu, pola maupun latar belakang terjadinya peristiwa tersebut.

    2. Rekonsiliasi adalah hasil dari proses pengungkapan Kebenaran,pengakuan, dan pemberian maaf, melalui komisi Kebenaran dan

    rekonsiliasi dalam rangka menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia

     yang berat untuk terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa.

    3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang selanjutnya disebut Komisi

    adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengungkapkan

    Kebenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan

    mengupayakan adanya Rekonsiliasi.

    4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat adalah pelanggaran hak asasi

    manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

    2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

    5. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami

    penderitaan baik fisik maupun mental, kerugian ekonomi, atau mengalami

    pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak dasarnya, sebagai akibat

    langsung dari Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

    6. Keluarga Korban adalah janda, duda, anak, atau orang tua dari Korban,

    atau saudara kandung jika orang tua, anak, atau janda/duda dari Korban

    tidak ada.

    7. Kompensasi adalah pemberian negara kepada Korban atau Keluarga

    Korban untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk perawatankesehatan fisik dan mental.

    8. Rehabilitasi adalah pemulihan harkat dan martabat seseorang yang

    menyangkut kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak lain yang

    ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

    9. Pengaduan adalah pemberian informasi kepada Komisi tentang adanya

    Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

    Pasal 2

    Komisi dibentuk berdasarkan asas:

    a.kemandirian;

     b.nondiskriminasi dan tidak memihak;

    c.keadilan;

    d.kesetaraan;

    e.kejujuran;

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    3/17

    f.keterbukaan; dan

    g.persatuan bangsa.

    Pasal 3

    Komisi dibentuk dengan tujuan:

    a. mengungkapkan Kebenaran terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia

     yang Berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26

     Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan

     b. mewujudkan Rekonsiliasi bagi seluruh bangsa Indonesia atau

    menciptakan persatuan dan Rekonsiliasi nasional.

    Catatan:

    Penentuan jangkauan waktu pemberlakuan surut atas pelanggaran Ham

    Pasal 4Hasil kerja Komisi dalam mengungkapkan Kebenaran atas Pelanggaran Hak

     Asasi Manusia yang Berat dipergunakan untuk proses Rekonsiliasi.

    BAB II

     TEMPAT KEDUDUKAN

    Pasal 5(1) Komisi berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dengan

     wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

    (2) Dalam hal diperlukan, dapat dibentuk:

    a. Komisi di Provinsi Aceh yang diatur dengan Qanun dan mengacu

    pada Undang-Undang ini; dan

     b. perwakilan Komisi diProvinsi Papua yang ditetapkan dengan

    Keputusan Presiden setelah mendapatkan usulan dari Gubernur

    Provinsi Papua.

    (3) Ketentuan mengenai pedoman, tata cara pelaksanaan pemilihan,

    penetapan anggota, organisasi dan tata kerja, masa tugas, dan biayapenyelenggaraan komisi di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    diatur dengan Peraturan Daerah masing-masing dengan mengacu pada

    asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

    BAB III

    FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, DAN KERJA SAMA

    Pasal 6

    Komisi mempunyai fungsi kelembagaan yang bersifat publik untuk

    mengungkapkan Kebenaran atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat

    dan mewujudkan Rekonsiliasi.

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    4/17

    Pasal 7

    (1) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    6, Komisi mempunyai tugas:

    a. menerima, menelaah, mengungkap Kebenaran Pengaduan dari

    Korban, Keluarga Korban, pelaku, pelapor, atau saksi;

     b. melakukan pengungkapan Kebenaran melalui proses pemanggilan,

    permintaan keterangan baik dari Korban, Keluarga Korban, pelaku,

    pelapor maupun saksi;

    c. menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai langkah

     yang perlu dilakukan, baik mengenai pemberian Kompensasi

    dan/atau Rehabilitasi maupun penataan kelembagaan untuk

    mencegah terulangnya Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di

    masa depan;

    d. menyampaikan laporan tahunan dan laporan akhir tentang seluruh

    proses dan hasil pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya untukdisampaikan kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan

    Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung; dan

    e. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rekomendasi

    sebagaimana dimaksud pada huruf c.

    (2) Rekomendasi Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

     wajib ditindaklanjuti dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak

    rekomendasi diterima.

    (3) Dalam hal masa tugas Komisi telah berakhir, pengawasan

    pelaksanaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,

     beralih menjadi tanggung jawab kementerian yang membidangi urusan

    politik, hukum, dan keamanan.

    Pasal 8

    (1) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Komisi

    mempunyai wewenang:

    a. memanggil setiap orang yang terkait untuk memberikan keterangan

    dan pernyataan;

     b. meminta keterangan dan pernyataan kepada Korban, Keluarga

    Korban, pelaku, pelapor, saksi, dan/atau pihak lain, baik di dalammaupun di luar negeri; dan

    c. meminta dan mendapatkan dokumen dari instansi sipil dan/atau

    militer serta badan lain, baik yang ada di dalam maupun di luar

    negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (2) Dalam hal diperlukan, untuk melaksanakan wewenang sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1), Komisi dapat meminta penetapan pengadilan

    dalam rangka upaya paksa.

    (3) Dalam pelaksanaan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (2), Komisi dapat meminta pengamanan dari Kepolisian Negara

    Republik Indonesia.

    (4) Tata cara mengenai pengamanan pelaksanaan penetapan pengadilan

    diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Pasal 9

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    5/17

    Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 7 dan Pasal 8, Komisi melakukan kerja sama dengan instansi terkait,

     baik di dalam maupun di luar negeri untuk:

    a. mendapatkan dokumen; dan

     b. memberikan perlindungan kepada Korban, Keluarga

    Korban, pelapor, saksi, dan barang bukti sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

    BAB IV

     ALAT KELENGKAPAN

    Pasal 10

    Komisi mempunyai alat kelengkapan berupa:

    a. sidang Komisi; dan

     b. subkomisi.

    Pasal 11

    (1) Sidang Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a

    merupakan pemegang kekuasaan tertinggi Komisi.

    (2) Sidang Komisi terdiri atas seluruh anggota Komisi.

    (3) Sidang Komisi sah jika dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari

    seluruh anggota Komisi.

    (4) Keputusan sidang Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sah jika

    disetujui paling sedikit 1/2 (satu per dua) ditambah 1 (satu) dari anggota

    sidang Komisi yang hadir.

    (5) Keputusan sidang Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat

    final dan mengikat serta bukan merupakan objek peradilan.

    Pasal 12

    Sidang Komisi berwenang:

    a.memilih dan menetapkan pimpinan Komisi;

     b.membuat kode etik Komisi;

    c.menyusun mekanisme kerja, tata tertib, dan prosedur operasional bakuKomisi;

    d.mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi;

    e.menetapkan program kerja Komisi; dan

    f. menetapkan rekomendasi.

    Pasal 13

    Subkomisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b membidangi:

    a.pengungkapan Kebenaran dan klarifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia

     yang Berat; dan

     b.Kompensasi dan Rehabilitasi.

    Pasal 14

    Subkomisi pengungkapan Kebenaran dan klarifikasi Pelanggaran Hak Asasi

    Manusia yang Berat mempunyai tugas:

    a. menerima Pengaduan;

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    6/17

     b. mengumpulkan informasi dan data awal mengenai dugaan Pelanggaran

    Hak Asasi Manusia yang Berat dari Korban atau pihak lain;

    c. melakukan pencarian fakta dan bukti Pelanggaran Hak Asasi Manusia

     yang Berat;

    d. mendapatkan dokumen resmi milik instansi sipil atau militer serta badan

    swasta, baik yang ada di dalam maupun luar negeri;

    e. memanggil setiap orang yang terkait untuk memberikan keterangan dan

    pernyataan;

    f. mengklarifikasi seseorang sebagai pelaku atau sebagai Korban;

    g. menentukan kategori dan jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

    Berat; dan

    h. membentuk unit pengungkapan Kebenaran dan klarifikasi.

    Pasal 15Subkomisi Kompensasi dan Rehabilitasi mempunyai tugas:

    a.membuat pedoman pemberian Kompensasi dan/atau Rehabilitasi;

     b.melakukan klarifikasi kepada Korban dan memeriksa kelengkapan syarat

    permohonan dalam rangka pemberian Kompensasi dan/atau Rehabilitasi;

    dan

    c.mengusulkan kepada Komisi mengenai bentuk pemberian Kompensasi

    dan/atau Rehabilitasi.

    Pasal 16

    (1) Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,

    Komisi menetapkan prosedur operasional baku yang mengatur tata cara

    penerimaan Pengaduan, pengungkapan dari Korban, Keluarga Korban,

    pelaku, pelapor, dan saksi.

    (2) Ketentuan mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi

    dan Rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 17

    (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi dibantu oleh Sekretariat Komisi.(2) Sekretariat Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas

    melaksanakan urusan administrasi Komisi.

    (3) Selain Sekretariat, Komisi dibantu oleh tenaga ahli yang memiliki

    kompetensi dalam bidang yang diperlukan. 

    Pasal 18

    (1) Sekretariat Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) secara

    ex-officio dilaksanakan oleh unit organisasi yang ada di lingkungan

    kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

    hukum dan hak asasi manusia.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab Sekretariat

    Komisi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan

    pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    7/17

    BAB V

    KEANGGOTAAN

    Pasal 19

    Susunan Keanggotaan Komisi terdiri atas:

    a. pimpinan; dan

     b. anggota.

    Pasal 20

    Pimpinan Komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua

     yang merangkap anggota.

    Pasal 21

    Untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Komisi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 huruf b didasarkan pada kualifikasi keahlian dan

    integritas moral yang tinggi serta memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. warga negara Indonesia;

     b. sehat jasmani dan rohani;

    c. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

    d. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60

    (enam puluh) tahun;

    e. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945;

    f. memiliki pengetahuan atau kepedulian di bidang hak asasi manusia;

    g. tidak berstatus sebagai pejabat negara, anggota Tentara Nasional

    Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    h. bersedia melepaskan diri dari keanggotaan partai politik, organisasi

    kemasyarakatan, organisasi profesi, atau lembaga swadaya masyarakat;

    dan

    i. tidak pernah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.

    Pasal 22(1) Anggota Komisi berjumlah 9 (sembilan) orang.

    (2) Paling sedikit 2 (dua) orang di antara anggota Komisi sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) adalah perempuan.

    (3) Anggota Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dan diangkat

    oleh Presiden dari calon yang telah diseleksi berdasarkan Keputusan

    Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penetapan Panitia Seleksi Komisi

    Kebenaran dan Rekonsiliasi.

    (4) Dalam hal jumlah calon anggota Komisi sebagaimana dimaksud pada

    ayat (3) kurang dari 9 (sembilan) orang karena tidak memenuhi

    persyaratan atau tidak bersedia diangkat, Presiden dapat memilih dan

    mengangkat calon baru.

    Pasal 23

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    8/17

    Sebelum memangku jabatan, pimpinan dan anggota Komisi bersumpah

    menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Presiden

    sebagai berikut:

    Sumpah pimpinan/anggota Komisi:

    “Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban

    pimpinan/anggota Komisi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

    memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945 dan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-

    lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.

     Janji pimpinan/anggota Komisi:

    “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban

    pimpinan/anggota Komisi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945 dan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-

    lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.

    Pasal 24

    (1) Anggota Komisi diberhentikan oleh Presiden.

    (2) Anggota Komisi berhenti karena:

    a. meninggal dunia;

     b. masa tugas telah berakhir; atau

    c. atas permintaan sendiri.

    (3) Anggota Komisi diberhentikan karena:

    a. sakit jasmani atau rohani yang

    mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugas selama 30 (tiga

    puluh) hari kerja berturut-turut;

     b. melanggar sumpah atau janji jabatan;

    c. melalaikan kewajiban dalam

    menjalankan tugas pekerjaannya;

    d. melakukan perbuatan tercela,mencemarkan martabat dan reputasi, dan/atau mengurangi

    kemandirian dan kredibilitas Komisi; dan/atau

    e. dipidana berdasarkan putusan

    pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

    melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4

    (empat) tahun atau lebih.

    Pasal 25

    Dalam hal anggota Komisi berhenti dan diberhentikan, anggota pengganti

    dipilih oleh Presiden dari calon anggota Komisi yang telah dipilih oleh panitia

    seleksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3).

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    9/17

    Pasal 26

    (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 7 dan Pasal 8, anggota Komisi mempunyai hak keuangan.

    (2) Hak keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

    Keputusan Presiden.

    BAB VI

    PENDANAAN

    Pasal 27

    Pendanaan bagi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi bersumber dari:

    a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan

     b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

    BAB VII

    KETENTUAN LAIN-LAIN

    Pasal 28

    Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang telah diungkapkan

    dan diselesaikan oleh Komisi tidak dapat diajukan lagi kepada Pengadilan Hak

     Asasi Manusia Ad Hoc, termasuk bantuan, Rehabilitasi, dan Kompensasi yang

    diterima oleh Korban dari lembaga atau instansi yang dibiayai oleh anggaran

    pendapatan dan belanja negara.

    BAB VIII

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 29

    Komisi melaksanakan tugas selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggalpengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

    Pasal 30

    Pembentukan Komisi dilaksanakan dalam waktu paling lambat 12 (dua belas)

     bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.

    Pasal 31

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 27 Tahun

    2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2004 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 4429) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 32

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    10/17

    (1) Peraturan Komisi, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

    Indonesia, Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan

    pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sebagai

    pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 6

    (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

    (2) Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus

    ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini

    diundangkan.

    Pasal 33

    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

    Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.

      Disahkan di Jakarta

    pada tanggal ...

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

      JOKO WIDODO

    Diundangkan di Jakarta

    pada tanggal ...

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    REPUBLIK INDONESIA,

      YASONNA H. LAOLY

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    11/17

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ...

    RANCANGAN

    PENJELASAN

     ATAS

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR... TAHUN...

     TENTANG

    KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

    I. UMUM

    Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada

    diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus

    dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,

    atau dirampas oleh siapa pun.

    Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, yang terjadi pada masa sebelum

     berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

     Asasi Manusia harus ditelusuri kembali untuk mengungkapkan Kebenaranserta menegakkan keadilan dan membentuk budaya menghargai hak asasi

    manusia sehingga dapat diwujudkan Rekonsiliasi untuk terciptanya

    perdamaian dan persatuan bangsa. Pengungkapan Kebenaran juga demi

    kepentingan para Korban dan Keluarga Korban yang merupakan ahli

     warisnya untuk mendapatkan Kompensasi dan/atau Rehabilitasi. Namun

    demikian, harus dipahami bahwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

    Berat yang terjadi pada masa lalu pada umumnya didasarkan pada

    perbedaan politik.

    Untuk mengungkap Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, perlu

    dilakukan langkah nyata dengan membentuk Undang-Undang yang baru

    sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang

    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berdasarkan Putusan Mahkamah

    Konstitusi Nomor: 006/PUU-IV/2006 tanggal 7 Desember 2006 dinyatakan

    tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    12/17

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-

    Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini tetap diperlukan karena

    sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang

    Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

    Undang-Undang ini juga mengatur mengenai pembentukan Komisi

    Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

    di Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Penggantian Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

    didasarkan pada pertimbangan:

    1. adanya tuntutan masyarakat terhadap penyelesaian

    akibat terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang

    terjadi pada masa lalu.

    2. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yangterjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun

    2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sampai saat ini belum

    dipertanggungjawabkan secara tuntas, sehingga Korban atau Keluarga

    Korban yang merupakan ahli warisnya masih belum mendapatkan

    kepastian mengenai latar belakang terjadinya Pelanggaran Hak Asasi

    Manusia yang Berat terhadap Korban. Selain belum mendapatkan

    Kompensasi dan/atau Rehabilitasi atas penderitaan yang mereka alami,

    pengabaian atas tanggung jawab ini telah menimbulkan ketidakpuasan,

    sinisme, apatisme, dan ketidakpercayaan yang besar terhadap institusi

    hukum karena negara dianggap memberikan pembebasan dari hukuman

    kepada para pelaku.

    3. penyelesaian menyeluruh terhadap Pelanggaran Hak

     Asasi Manusia yang Berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya

    Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

    Manusia sangat urgen untuk segera dilakukan karena ketidakpuasan

    dan ketegangan politik tidak boleh dibiarkan terus berlarut-larut tanpa

    kepastian penyelesaiannya.

    4. dengan diungkapkannya Kebenaran tentang

    Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang terjadi pada masasebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang

    Pengadilan Hak Asasi Manusia, melalui Komisi Kebenaran dan

    Rekonsiliasi diharapkan dapat diwujudkan Rekonsiliasi nasional.

    Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi dapat memanggil atau mendatangi

    Korban, Keluarga Korban, pelaku, pelapor, dan saksi untuk mengungkapkan

    Kebenaran. Keterangan Korban, Keluarga Korban, pelaku, pelapor, dan saksi

    untuk menyelesaikan permasalahan dimaksud sangat diperlukan dan

    dipersyaratkan dalam mekanisme Komisi, karena proses ini tidak

    mempergunakan mekanisme hukum. Komisi ini juga bertugas dan

    melaksanakan Rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama bangsa

    Indonesia. Langkah yang ditempuh mencakup pengungkapan Kebenaran,

    pengakuan kesalahan, pemberian maaf, perdamaian atau langkah lain yang

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    13/17

     bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan

    tetap memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat.

     

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Cukup jelas.

    Pasal 2

    Huruf a

     Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah suatu asas

     yang digunakan Komisi dalam melaksanakan tugasnya bebas

    dari pengaruh pihak manapun.

    Huruf b

     Yang dimaksud dengan "asas nondiskriminasi dan tidakmemihak" adalah suatu asas yang digunakan Komisi dalam

    melaksanakan tugas pengungkapan Pelanggaran Hak Asasi

    Manusia yang Berat berdasarkan fakta yang ada dan tidak

    diskriminatif.

    Huruf c

     Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah suatu asas yang

    digunakan Komisi dalam membuat keputusan yang diputuskan

     berdasarkan informasi yang didapat dari Korban dan pelaku

    serta dokumen yang diperoleh dari berbagai pihak.

    Huruf d

     Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan” adalah asas yang

    digunakan Komisi berdasarkan persamaan perlakuan tanpa

    membedakan agama, suku, jenis kelamin, golongan, ras, dan

    etnis.

    Huruf e

     Yang dimaksud dengan "asas kejujuran" adalah asas yang

    digunakan Komisi berdasarkan pengungkapan tanpamelakukan kebohongan atau kecurangan.

    Huruf f

     Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang

    memberikan hak kepada masyarakat yang diberikan oleh

    Komisi untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan

    tidak diskriminatif tentang segala sesuatu yang berkaitan

    dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dengan

    tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi,

    golongan, dan rahasia negara.

    Huruf g

     Yang dimaksud dengan "asas persatuan bangsa" adalah asas

     yang digunakan Komisi dalam rangka menciptakan

    persatuan dan kesatuan bangsa.

    Pasal 3

    Cukup jelas.

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    14/17

    Pasal 4

    Cukup jelas.

    Pasal 5

     Ayat (1)

    Cukup jelas.

     Ayat (2)

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempermudah

    penanganan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat oleh

    Komisi di Aceh dan Papua dengan tetap memperhatikan

    kearifan lokal, misalnya sayam di Aceh yang diartikan

    sebagai usaha mempersaudarakan kembali pihak-pihak yang

     bertikai.

     Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Pasal 6 Yang dimaksud dengan “fungsi kelembagaan yang bersifat publik"

    adalah fungsi pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat

    dengan diberikan wewenang untuk pengungkapan dan pencarian

    Kebenaran atas terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

    Berat, yang didasarkan kepada kepentingan nasional demi

    keutuhan dan persatuan bangsa serta tetap utuhnya negara

    kesatuan Republik Indonesia.

    Pasal 7

     Ayat (1)

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

     Yang dimaksud dengan “pengungkapan Kebenaran”

    adalah tindakan mencari, mengumpulkan

    dokumen/bukti lain yang diperlukan, mendapatkan

    pernyataan dan mengecek kebenaran pernyataan yang

    diungkapkan baik oleh Korban, Keluarga Korban,

    pelaku, pelapor, maupun saksi tanpa mengacu pada

    ketentuan hukum acara pidana.

    Huruf c

    Dalam ketentuan ini, pemberian Kompensasi dan/atau

    Rehabilitasi juga melibatkan instansi terkait atau

    masyarakat untuk memberikan penyembuhan melalui

    terapi kejiwaan.

    Huruf d

    Cukup jelas.

    Huruf e

    Cukup jelas.

     Ayat (2)

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    15/17

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang

    cukup pada pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya.

     Ayat (3)

      Cukup jelas.

    Pasal 8

     Ayat (1)

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

     Yang dimaksud dengan “meminta keterangan dan

    pernyataan” adalah melakukan dengar pendapat

    dengan Korban, Keluarga Korban, pelaku, pelapor,

    saksi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan

    Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

    Huruf c Yang dimaksud dengan "badan lain” adalah badan

    swasta atau organisasi internasional.

     Ayat (2)

     Yang dimaksud dengan “dalam hal diperlukan” adalah agar

    Komisi selalu memperhatikan terciptanya perdamaian dan

    persatuan bangsa.

     Ayat (3)

    Cukup jelas.

     Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 9

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

    Untuk memberikan perlindungan kepada Korban, Keluarga

    Korban, pelapor, dan saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia

     yang Berat, Komisi melakukan koordinasi dengan Lembaga

    Perlindungan Saksi dan Korban.

    Pasal 10Cukup jelas.

    Pasal 11

    Cukup jelas.

    Pasal 12

      Cukup jelas.

    Pasal 13

      Cukup jelas.

    Pasal 14

      Cukup jelas.

    Pasal 15

      Cukup jelas.

    Pasal 16

     Ayat (1)

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    16/17

    Dalam menetapkan prosedur operasional baku perlu

    memperhatikan juga prosedur khusus bagi kelompok rentan

    misalnya penyandang disabilitas, perempuan, orang lanjut

    usia, dan anak-anak.

     Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Pasal 17

    Cukup jelas.

    Pasal 18

    Cukup jelas.

    Pasal 19

    Cukup jelas.

    Pasal 20

    Cukup jelas.

    Pasal 21Cukup jelas.

    Pasal 22

     Ayat (1)

     Anggota Komisi dalam ketentuan ini termasuk ketua dan

     wakil ketua.

     Ayat (2)

    Cukup jelas.

     Ayat (3)

     Yang dimaksud di luar dari 42 (empat puluh dua) orang

    calon yang telah diseleksi oleh panitia seleksi berdasarkan

    Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penetapan

    Panitia Seleksi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Presiden

    dapat memilih dan mengangkat anggota Komisi berdasarkan

    kriteria yang telah ditetapkan.

     Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 23

      Cukup jelas.

    Pasal 24 Ayat (1)

    Cukup jelas.

     Ayat (2)

    Cukup jelas.

     Ayat (3)

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

    Cukup jelas.

    Huruf c

     Yang dimaksud dengan “melalaikan kewajiban”

    misalnya tidak menjalankan tugas dan fungsi sesuai

    dengan asas yang ditentukan dalam Undang-Undang

    ini atau menjalankan tugas dan fungsinya tidak sesuai

    dengan prosedur operasional baku.

  • 8/18/2019 Rancangan_UU_Nomor__11e4d2b4e139971c9838313330353034

    17/17

    Huruf d

    Cukup jelas.

    Huruf e

    Cukup jelas.

    Pasal 25

    Cukup jelas.

    Pasal 26

    Cukup jelas.

    Pasal 27

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

     Yang dimaksud dengan “sumber lain yang sah dan tidakmengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan” misalnya hibah atau sumbangan dari

    masyarakat.

    Pasal 28

    Cukup jelas.

    Pasal 29

    Cukup jelas.

    Pasal 30

    Cukup jelas.

    Pasal 31

    Cukup jelas.

    Pasal 32

    Cukup jelas.

    Pasal 33

    Cukup jelas.

     TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...