rancangan undang-undang tentang perlindungan...

65
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

Upload: vantruc

Post on 19-Aug-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

Draf Final, 30 Desember 2010

RANCANGAN UNDAifG-UJIDAliG RBPUBLIK llfDOIIESIA

J.lfOMOR ••••• •• ••• T .AHUJ.If ••••••••

TBBTAIIG

PERLIIIDUIIGAII DAB PBMBERDAYAAN PETANI

DENGAN RAIDIAT TUJIAN YANG MARA ESA

Menimbang

PRBSmEII RBPUBLIK llfDOIIBSIA,

a.. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

b. bahwa untuk mewujudkan m.asyarakat adil dan makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara. negara menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;

c. bahwa kecenderungan meningkatnya perubahan iklim, globalisasi dan gejolak ekonomi global serta kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang saat lD1 masih berlaku belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

-2-

Mengingat: Pasal 20, Pasal 20A ayat (1}, Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal27 ayat (1) dan (2), Pasal28, Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28F, Pasal 28H, Pasal 281 ayat (4), Pasal 28J ayat (1) dan (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN

DAN PEMBERDAYAAN PETANI.

BABI KBTENTUAN UMUM

Pasal1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan. dengan:

1. Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu petani dalam menghadapi pennasalahan baik pengaruh intemal, ekstemal maupun bencana alam dan perubahan ik1im global sehingga petani dapat hidup mandiri, berdaulat dalam rangka kebutuhan bidupnya secara layak.

2. Pemberdayaan Petani adalab segala upaya untuk mengubah pola pikir para petani, peningkatan usabatani, penumbuhan dan penguatan kelembagaantani dalam meningkatkan kesejahteraannya.

3. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian yang meliputi usaha hulu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang.

-3-

4. Petani kecil adalah petani yang mengusahakan lahan pertanian dengan luas maksimal2 (dua) hektar.

5. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha perkebunan.

6. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha petemakan.

7. Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan petemakan yang selanjutnya disebut pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

8. Usahatani adalah usaha dalam bidang pertanian mulai dari sarana produksi, produksi/budidaya, pascapanen, pengolahan, pemasaran basil, dan jasa penunjang.

9. Pelaku Usaha adalah petani, organisasi petani, · orang­perseorangan lainnya, atau perusahaan yang melakukan usaha pertanian, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.

10. Setiap orang adalah orang perorangan warga negara Indonesia, korporasi baik yang berbadan hukum Indonesia maupun yang tidak berbadan hukum.

11. Kelompoktani adalah kelembagaan petani, pekebun, peternak yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani yang berkelanjutan.

12. Gabungan Kelompoktani adalab gabungan lebih dari satu kelompok tani yang bekeljasama untuk mendukung usaha pertanian berkedudukan di desa atau beberapa desa dalam kecamatan yang sama.

13. Badan Usaha Milik Petani yang selanjutnya disebut BUMP adalah badan usaha yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

-4-

14. Asosiasi adalah gabungan beberapa petani dan pelaku usaha yang memiliki kesamaan jenis komoditas yang diusahakan.

15. Dewan komoditas pertanian nasional adalah gabungan dari berbagai asosiasi dalam. memperjuangkan kepentingan anggotanya.

16. Kelembagaan Petani ditumbuhkembangkan dari, memperkuat kerjasama kepentingan petani.

adalah lembaga yang oleh, dan untuk petani guna

dalam memperjuangkan

17. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah organisasi yang melaksanak~ kegiatan usahatani dari hulu sampai hilir yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

18. Bank Pertanian adalah badan usaha berbentuk lembaga keuangan yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah, pemerintah daerah, petani, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya, yang permodalannya digunakan untuk usahatani.

19. Asuransi Pertanian adalah salah satu upaya perlindungan petani atas risiko sosial ekonomi, kesehatan, dan keam.anan yang menimpa petani dan/ ata.u anggota. keluarganya, yang pengumpulan dananya berasal dari iuran bersifat wajib dan/ atau subsidi anggaran Pemerintah dan pemerintah daerah.

20. Bencana adalah peristiwa ata.u rangkaian peristiwa yang menimpa dan mengganggu. kehidupan dan penghidupan petani yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya kegagalan usahatani.

21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

22. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

-5-

23. Menteri adalah menteriyang membidangi urusan pertanian.

BABD ASAS, TUJUAll, DAN RU.Ali'G LDIGKUP PBIIGATURAN

Pasal2

Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan berdasarkan asas:

a. keadilan;

b. kepastian hukum;

c. demokrasi;

d.· keterpaduan;

e. keterbukaan;

f. ke:rjasama;

g. kemandirian;

h. kedaulatan; dan

i. keberlanju tan.

Pasal3

Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani bertujuan:

a. meningkatkan kemandirian, kedaulatan petani dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup yang lebih baik;

b. meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha pertanian yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan;

c. melindungi petani dari berbagai masalah usahatani yang diakibatkan oleh faktor internal, eksternal, dan bencana alam serta perubahan ik1im global;

-6-

d. menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usahatani;

e. menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usahatani; dan

f. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya usahatani yang produktif, efektif, efisien, partisipatif, modern, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian.

Pasal4

Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani meliputi:

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

1.

J.

perencanaan;

kebijakan dan strategi;

perlindungan petani;

pemberdayaan petani;

kelembagaan petani;

lembaga pembiayaan;

prasarana dan sarana;

jaminan risiko usahatani;

sistem informasi; dan

pengawasan.

BABm PBREKCARAAN

PasalS

(1) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan petani secara terpadu, terencana, terarah, dan berkelanjutan.

-7-

(2) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan dan mengintegrasikan:

a. rencana pembangunan nasional dan daerah;

b. rencana pembangunan pertanian;

c. rencana anggaran belanja nasional dan daerah;

d. kebutuhan petam dan usahatani;

e. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan;

f. rencana tata ruang wilayah;

g. pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani;

h. kebutuhan sarana dan prasarana;

· i. kebutuhan teknis, ekonomis, dan kelembagaan; dan

j. perkembangan ilmu pengetahuan dan telmologi.

Pasal6

(1) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sekurang­kurangnya memuat tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, dan program.

(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang utuh serta memiliki keterkaitan antar sektor dan antar wilayah.

Pasal 7

(1) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan satu kesatuan perencanaan pembangunan nasional, pembangunan pertanian, dan pembangunan wilayah.

(2) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani disusun oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah bersama masyarakat sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

(3) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani ditetapkan oleh Pemerintah danfatau pemerintah daerah menjadi rencana perlindungan dan pemberdayaan petani.

-8-

Pasal8

Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) terdiri atas rencana perlindungan dan pemberdayaan petani nasional, rencana perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi, dan rencana perlindungan dan pemberdayaan petani kabupatenfkota.

Pasal9

( 1) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi.

(2) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani kabupaten/kota.

(3) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani kabupatenfkota menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan ·petani setempat.

(4) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi, dan rencana perlindungan dan pemberdayaan petani kabupaten/kota menjadi pedoman bagi pelaku usaha untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani setempat.

PasallO

Rencana anggaran dari pembiayaan perlindungan dan pemberdayaan petani tingkat nasional dan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai Pasal 9 ditetapkan dalam rencana anggaran belanja nasional, provinsi, dan kabupatenfkota.

-9-

BABIV KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN SASARAN

Pasal11

(1) Kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani.

(2) Dalam menetapkan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. perlindungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan selaras dengan program pem.berdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kementerian/lembaga non kementerian terkait lainnya;

b. perlindungan dan pemberdayaan petani dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan/ atau pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasall2

(1) Strategi · perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2}, dengan melibatkan pemangku kepentingan di bidang pertanian.

(2) Strategi perlindungan petani dilakukan melalui jaminan:

a. harga komoditas yang menguntungkan petani;

b. memperoleh sarana produksi;

c. prasarana pertanian;

-10-

d. pemasaran hasil pertanian;

e. pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional;

f. kepastian usaha;

g. penghasilan karena program pemerintah;

h. penghapusan praktik-praktik ekonomi biaya tinggi;

1. ganti rugi akibat gagal panen;

j. asuransi pertanian; dan

k. jaminan sosial nasional.

(3) Strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, penguatan kelembagaan petani, pemberian fasilitas sumber pembiayaan/ permodalan, pemberian bantuan kredit kepemffikan laban, pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, dan pembentukan bank pertanian/lembaga keuangan pertanian bukan bank.

(4} Pembentukan bank pertanian/lembaga keuangan pertanian bukan bank, dan asuransi merupakan strategi untuk perlindungan dan pemberdayaan petani.

Pasal13

(1) Sasaran perlindungan petani yaitu:

a. petani kecil;

b. petemak yang tidak memerlukan izin usaha;

c. pekebun yang tidak memerlukan izin usaha.

(2) Sasaran pemberdayaan petani yaitu semua petani, petemak, pekebun dan pelaku usaha pertanian.

- 11-

BABV PERLINDUNGAN PETANI

Bagian Kesatu Umum

Pasal14

(1) Penyelenggaraan perlindungan petani menjadi tanggung jawab:

a. Pemerintah dan pemerintah daerah;

b. Masyarakat dan pelaku usaha.

(2) Dalam pelaksanaannya penyelenggaiaan perlindungan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupatifwalikota.

{3) Masyarakat dan pelaku usaha dapat berperan serta dalam penyelenggaraan perlindungan petani.

Baglan Kedua Pemeriatah dan Pemeriatah Daerah

Pasal15

(1) Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah da1am menyelenggarakan perlindungan petani meliputi :

a. menyediakan dan mengelola sarana produksi yang memadai;

b. membangun, mengelola, dan mengembangkan prasarana pertanian;

c. membangun, mengelola, dan mengembangkan sarana pemasaran hasil pertanian;

d. memprioritaskan untuk mengkonsumsi hasil pertanian dalam negeri;

e. memberikan kepastian usaha pertanian;

f. memberikan jaminan penghasilan petani yang dirugikan akibat melaksanakan usahatani sebagai program pemerintah;

- 12-

g. menghapuskan praktik-praktik ekonom.i biaya tinggi;

h. memberikan jaminan ganti rugi akibat gagal panen; dan

1. membangun dan mengembangkan asuransi pertanian.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan perlindungan bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 ayat (1), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jam.inan sosial nasional yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah menetapkan harga komoditas yang menguntungkan petani.

Pasal16

(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), berwenang untuk menetapkan kebijakan perlindungan petani yang selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

(2) Penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi unsur-unsur perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasa115 ayat (1).

Pasal17

Wewenang Pemerintah dalam memberikan perlindungan harga komoditas yang menguntungkan petani sebagaim.ana dimaksud dalam Pasal15 ayat (3) meliputi:

a. penetapan harga dasar dan harga referensi;

b. penetapan tarif bea masuk;

c. penetapan ketentuan keselamatan dan keamanan manusia, hewan, dan Iingkungan (Sanitary and Phyto Sanitary Measures);

d. penetapan Standar Nasional Indonesia bagi produk pertanian; dan

e. penetapan pintu masuk barang impor.

- 13-

Pasall8

(1) untuk melindungi petani melalui penetapan harga dasar dan harga referensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, Pemerintah menetapkan jenis komoditas hasil pertanian.

(2) Harga dasar dan harga referensi serta jenis komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan biaya produksi, inflasi, dan keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani.

(3) Setiap orang wajib mematuhi ketentuan harga dasar dan harga referensi untuk komoditas pertanian yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

(4) Apabila harga pasar komoditas hasil pertanian lebih tinggi dari harga dasar dan harga referensi yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka setiap orang be bas menjual dan/ atau membeli komoditas basil pertanian.

(5) Apabila harga dasar dan harga referensi komoditas hasil pertanian belum ditetapkan oleh Pemerintah, maka harga dasar dan harga referensi dihitung berdasarkan formula dan kesepakatan pemangku kepentingan.

(6) Apabila harga komoditas pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawah harga dasar dan harga referensi, Pemerintah berkewajiban untuk membeli komoditas tersebut dengan harga yang ditetapkan pada ayat (2).

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jenis komoditas, serta penetapan harga dasar dan harga referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.

Pasal19

(1) Untuk melindungi petani melalui penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, Pemerintah menetapkan besaran tarif bea masuk dan jenis komoditas hasil pertanian.

- 14-

(2) Penetapan besaran tarif dan jenis komoditas didasarkan pada harga pasar intemasional, harga pasar dornestik, posisi komoditas dalam kebutuhan masyarakat, dan penguasaan teknologi.

(3) Penetapan tarif bea masuk dan jenis komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Menteri, setelah mendapat saran dan pertimbangan Menteri Koordinator yang membidangi urusan perekonomian.

(4) Setiap orang wajib mem.atuhi ketentuan besaran tarif bea masuk dan jenis komoditas pertanian yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal20

(1) Dalam rangka melindungi petani melalui ketentuan keselamatan dan keamanan manusia, hewan, dan lingkungan (Sanitary and Phyto Sanitary Measures) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, Pemerintah menetapkan standar mutu, gizi, dan keamanan P,angan dengan mempertimbangkan kepentingan petani dan kaidah intemasional.

(2) Setiap orang yang memasukkan produk pertanian wajib mematuhi ketentuan keselamatan dan keamanan manusia, hewan, dan lingkungan (Sanitary and Phyto Sanitary Measures) yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Penetapan ketentuan kese]amatan dan keamanan man.usia, hewan, dan lingkungan (Sanitary and Phyto Sanitary Measures) sebagaim.ana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal21

(1) Untuk melindungi petani melalui penetapan Standar Nasional Indonesia bagi produk pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, Pemerintah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk setiap jenis komoditas hasil pertanian.

-15-

(2) Pemerintah menerapkan Standar Nasional Indonesia secara wajib atau sukarela terhadap jenis komoditas produk pertanjan sesuai dengan kesiapan pelaku usaha.

(3) Pemerintah wajib melakukan pembinaan kepada petani untuk dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia melalui penetapan Standar Kompetensi Keija Nasional Indonesia, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

(4) Produk pertanian dari luar negeri hanya dapat dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila telah memenuhi Standar Nasional Indonesia atau telah dilakukan Petjanjian Pengakuan Timbal Balik antara Negara Indonesia dengan Negara Pemasok Hasil Pertanian.

Pasal22

(1) Untuk melindungi petani melalui penetapan pintu masuk barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e, Pemerintah menetapkan pintu masuk jenis komoditas basil pertanian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penetapan pintu masuk barang impor dilakukan untuk melindungi sumberdaya dan budidaya pertanian yang merupakan daerah produsen komoditas pertanian yang diusahakan petani dari masuk dan tersebam.ya organisme pengganggu tanaman dan penyakit hewan. menular.

Pasal23

(1) Untuk melindungi petani, Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan ketersediaan sarana produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penyediaan benih, pupuk, dan pestisida sesuai dengan standar mutu; dan

b. penyediaan alat dan mesin pertanian sesuai standar mutu dan kondisi spesifik lokasi.

- 16-

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaaan benih, pupuk, pestisida, serta alat dan mesin pertanian, yang memenuhi standar mutu diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Pasal24

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan subsidi benihfbibit tanaman, benih/bibit temak danfatau pupuk, baik langsung maupun tidak langsung dengan memperhatikan kemampuan anggaran Pemerintah dan pemerintah daerah serta kebutuhan petani.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal25

(1) Untuk melindungi petani, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan jaminan ketersediaan prasarana pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b meliputi:

a. penyediaan laban, jalan usaha~ danjalan desa;

b. jaminan prasarana pertanian, seperti: bendungan, dam, jaringan irigasi, embung dan pra.sarana lainnya; dan

c. jaminan prasarana pendukung, seperti: jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan, pasar, dan fasilitas um.um lainnya.

(2) Untuk melindungi petani, Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan reforma agraria yang meliputi pengembangan lahan; pengendalian alih fungsi lahan; pembatasan pengusahaan lahan maksimal oleh pelaku usaha skala besar kecuali koperasi, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah; pencegahan fragmentasi laban menjadi skala usaha yang tidak menguntungkan; dan pemanfaatan laban terlantar.

(3) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan pemturan perundang-undangan.

- 17-

Pasal26

Untuk melindungi petani, Pemerintah dan pemerintah daerah membangun, mengelola, dan mengembangkan sarana pemasaran hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, dengan:

a. mewujudkan pasar tradisional basil pertanian yang lebih baik;

b. mewujudkan fasilitas sarana pendukung pasar tradisional;

c. memfasilitasi pengembangan pasar swalayan yang dimi1iki oleh petani, koperasi, dan/ atau BUMP;

d. membatasi pasar swalayan yang dimiliki selain yang disebut pada huruf c.

e. mengembangkan pola kemitraan usahatani;

f. mengembangkan sistem pemasaran dan promosi basil pertanian;

g. mengembangkan pasar lelang;

h. menyediakan informasi pasar; dan

1. memanfaatkan lindung nilai.

Pasal27

(1) Pembatasan pasar swalayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, untuk menghindari persaingan tidak sehat antara pasar tradisional dengan pasar modem.

(2) Pasar swalayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk memasarkan basil pertanian dari para petani dengan pola pembayaran yang menguntungkan kedua belah pihak.

- 18-

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan pasar sw8layan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan pasar tradisional.

Pasal28

( 1) Selain pasai- tradisional dan pasar swalayan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah ·dan pemerintah daerah berkewajiban membangun pasar induk, terminal agribisnis, dan sub terminal agribisnis.

(2) Transaksi jual beli komoditas pertanian di pasar induk, terminal agribisnis, dan sub terminal agribisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dilakukan melalui mekanisme pelelangan.

(3) Dalam mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ·ayat (2), penyelenggara pelelangan wajib menetapkan harga patokan yang menguntungkan petani.

(4) Penyelenggara pasar induk, terminal agribisnis, dan sub terminal agribisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban membangun gudang dan bangsal untuk melakukan kegiatan sortasi, pemilahan, dan pengemasan.

Pasal29

(1) Untuk melindungi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d, Pemerintah wajib:

a mengatur pemasukan komoditas basil pertanian dari luar negeri sesuai dengan musim panen di dalam negeri;

b. mengatur bea masuk komoditas hasil pertanian dari luar negeri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan produksi dalam negeri.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sosialisasi pentingnya mengonsumsi komoditas hasil pertanian dalam negeri.

- 19-

Pasal30

Untuk melindungi petani dalam memberikan kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib:

a. menetapkan kawasan usahatani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan;

b. mengawasi dan mencegah alih fungsi kawasan usahatani yang telah ditetapkan.

Pasal31

(1) Untuk melindungi petani atas .hilangnya kebebasan dalam memilih komoditas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f, Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan jaminan penghasilan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian jaminan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden.

Pasal32

(1) Untuk memberikan jaminan ganti rugi akibat gaga! panen karena bencana, baik bencana a1am maupun eksplosi Organisme Pengganggu Tumbuhan atau wabah penyakit hewan menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) hurufh, Pemerintah dan pemerintah daerah:

a. menghitung luas dan jenis tanaman yang rusak;

b. menghitung jenis dan jumlah ternak yang musnah;

c. menetapkan prakiraan nilai ganti rugi lahan dan tanaman yang rusak serta ternak yang musnah; dan

d. membayar ganti rugi sesuai dengan nilai kerugi.an gagal pan en.

(2) Untuk mengantisipasi teJjadinya gagal· panen karena bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah:

-20-

a. melakukan prakiraan iklim;

b. melakukan peramalan eksplosi Organisme Penggangu Tumbuhan dan/ atau wabah penyakit hewan menular;

c. menyiapkan anggaran ganti rugi akibat gagal panen.

Pasal33

Untuk melindungi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf i, Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban mendorong petani untuk melindungi usahataninya daJam bentuk asuransi pertanian.

Pasa134

Tanggung jawab pemerintah provinsi dalam rangka perlindungan petani meliputi:

a. menyu.sun program perlindungan petani di tingkat provinsi;

b. mengalokasikan anggaran yang penyelenggaraan perlindungan petani Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal35

memadai untuk dalam Anggaran

Wewenang pemerintah provinsi daJam penyelenggaraan perlindungan petani meliputi:

a. penetapan kebijakan penyelenggaraan perlindungan petani yang bersifat lintas kabupatenjkota selaras dengan kebijakan pembangunan nasional di bidang pertanian;

b. penetapan kebijakan kerja sama dalam penyelenggaraan perlindungan petani;

c. koordinasi pelaksanaan program perlindungan petani; dan

d. penghapusan pembebanan petani melalui pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah.

-21-

Pasal36

Tanggung jawab pemerintah kabupatenfkota dalam penyelenggaraan perlindungan petani meliputi:

a. penyusunan program perlindungan petani di tingkat kabupaten/kota;

b. pengalokasian anggaran yang memadai untuk penyelenggaraan perlindungan petani dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. pelaksanaan perlindungan petani di wilayah kerjanya; dan

d. penghapusan pembebanan petani melalui pengaturan pajak. daerah dan retribusi daerah.

Pasal37

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan perlindungan petani.

Baglan Ketiga. Masyarakat

Pasal38

( 1) Masyarakat dapat berperan aktif dalam perlindungan petani.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan;

b. keluarga;

c. kelembagaan petani;

d. organisasi sosial kemasyarakatan; dan

e. lembaga swadaya masyarakat;

(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilak.ukan melalui koordinasi mulai dari proses perencanaan, pelak.sanaan, pengembangan, dan pengawasan.

-22-

Bagian Keempat Pelaku Usaha

Pasal39

(1) Kewajiban pelaku usaha yang berbentuk badan hukum dalam perlindungan petani meliputi:

a. melaksanakan harga dasar komoditas yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;

b. menyediakan sarana produksi dan prasarana pertanian yang dibutuhkan petani;

c. memberikan jaminan pendapatan melalui kemitraan; dan

d. memprioritaskan pembelian dan penjualan produk pertanian dalam negeri.

(2) Pelaku usaha berbentuk badan hukum dilarang:

a. melakukan kemitraan yang merugikan petani;

b. menguasai usahatani dari hulu sampai hilir;

c. menelantarkan lahan usaha produktif yang dikuasai selama 3 (tiga) tahun atau lebih;

d. memasarkan produk pertanian yang tidak memenuhi standar danfatau tidak memenuhi persyaratan mutu, gizi, dan keamanan pangan; dan

e. membangun pasar swalayan di kecamatan dan/ atau desa.

(3) Selain petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), pelaku usaha lain dilarang menerima jaminan ganti rugi akibat gagal panen.

(4) Selain pelaku usahatani skala kecil dilarang menenma jaminan penghasilan karena menerapkan program pemerintah.

(5) Pelaku usahatani yang w~ib memperoleh izin atau petani yang memiliki usaha dengan luas laban lebih dari 2 (dua) hektar dilarang memanfaatkan kredit bersubsidi.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaku usahatani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) ditetapkan oleh peraturan menteri.

-23-

BABVI PEMBERDAYAAN PETANI

Bagian Kesatu Umum

Pasa140

(1) Penyelenggaraan pemberdayaan petani menjadi tanggung jawab:

a. Pemerintah; dan

b. Pemerintah daerah.

(2) Penyelenggaraan pem.berdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Menteri.

(3) Tanggung jawab penyelenggaraan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb dilaksanakan:

a. untuk tingkat provinsi oleh gubernur;

b. untuk tingkat kabupaten/kota oleh bupat:i.Jwalikota.

(4) Masyarakat dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan pemberdayaan petani.

(5) Pelaku usaha wajib menyelenggarakan pem.berdayaan petani.

(6) Penyelenggaraan pemberdayaan petani dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baglan Kedua Pemeriatah dan Pemerintah Daerah

Pasa141

Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pem.berdayaan petani meliputi : a. merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan

pemberdayaan petani;

b. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan;

-24-

c. memfasilitasi tumbuhkembangnya kelembagaan ekonomi petani;

d. menyediakan fasilitas bantuan modal dan pembiayaan usahatani; dan

e. menyediakan fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.

Pasal42

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah dalam. menyelenggarakan pemberdayaan petani mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan pemberdayaan petani yang selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

(2) Pemerintah dan pemerintah ·daerah mempunyai kewenangan mengintegrasikan unsur-unsur pemberdayaan petani dalam perencanaan pembangunan.

Pasal43

Penyelengg;jrraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada Pasal41 huruf b meliputi:

a. pemberian beasiswa bagi. anak petani untuk melanjutkan pendidikan kejuruan dan vokasi di bidang pertanian;

b. pengembangan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan agribisnis;

c. pengembangan program pelatihan dan permagangan;

d. penetapan Standar Kompetensi Ketja Nasionallndonesia;

e. pengembangan kapasitas penyuluh sebagai fasilitator pembiayaan pertanian;

f. fasilitasi penyuluhan pertanian dari petani untuk petani; dan

g. fasilitasi penyuluhan pertanian oleh swasta untuk petani.

-25-

Pasal44

(1) Penetapan Standar Kompetensi Keija Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 43 huruf d, dilakukan dengan memperhatikan kemampuan petani, Standar Nasional Indonesia, dan kemajuan teknologi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Standar Kompetensi Keija Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

Pasal45

Penguatan kelembagaan ekonomi petani sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 huruf c meliputi:

a. fasilitasi penumbuhan kelembagaan petani sebagai unit usaha agribisnis; dan

b. fasilitasi penumbuhan dan pengembangan lembaga keuangan mikro agribisnis.

Pasal46

Penyediaan fasilitas sumber pembiayaan/ permodalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 huruf d meliputi:

a. fasilitasi subsidi kredit program pertanian;

b. fasilitasi pemanfaatan Corpomte Social Responsibility, serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan;

c. fasilitasi kredit kepemilikan laban; dan

d. fasilitasi bantuan penguatan modal bagi petani kecil.

Pasal47

Dalam rangka pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud Pasal41 huruf e, Pemerintah berkewajiban:

-26-

a. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan petani;

b. menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada petani melalui berbagai metoda, media, dan saluran informasi; dan

c. menyediakan fasilitas bagi petani untuk mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal48

Tanggung jawab pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan pemberdayaan petani meliputi:

a. mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan pemberdayaan petani dalam anggaran pendap~tan dan belanja daerah;

b. melaksanakan penyelenggaraan. pemberdayaan petani lintas kabupaten/kota, termasuk dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pasal49

Wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan pemberdayaan petani meliputi:

a. penetapan kebijakan penyelenggaraan pemberdayaan petani yang bersifat lintas kabupaten/kota selaras dengan kebijakan pembangunan nasional di bidang pertanian;

b. penetapan kebijakan kerja sama dalam penyelenggaraan pemberdayaan petani; dan

c. koordinasi penyelenggaraan program pemberdayaan petani.

PasalSO

Tanggung jawab pemerintah kabupatenfkota dalam menyelenggarakan pemberdayaan petani meliputi:

-27-

a. mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan pemberdayaan petani dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan

b. melaksanakan penyelenggaraan pemberdayaan petani di wilayahnya, termasuk tugas pembantuan.

Pasal51

Pemerintah dan pemerintah daerab melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan pemberdayaan petani.

Bagian Ketiga Masyarakat

Pasal52

(1) Masyarakat dapat berperan aktif dalam pemberdayaan petani.

(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan;

b. keluarga;

c. kelembagaan petani;

d. organisasi sosial kemasyarakatan; dan

e. lembaga swadaya masyarakat.

(3) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam tahapan:

a. perencanaan;

b.pengembangan;dan

c. pengawasan.

Pasal53

Peran masyarakat dalam pemberdayaan petani dilakukan melalui:

-28-

a. pendidikan non formal;

b. pelatihan dan permagangan;

c. penyulu:tlan dari, oleh, dan untuk petani;

d. partisipasi dalam. penguatan kelembagaan ekonomi; dan

e. partisipasi dalam perencanaan, pengerp.bangan, dan pengawasan terhadap pemberian fasilitas sumber pembiayaan atau permodalan.

Baglan Keempat Pelaku Usaba

Pasal54

(1) Pelaku usaha mempunyai peran dalam. pemberdayaan petani melalui:

a. pendidikan formal dan non formal

b. pelatihan dan permagangan;

c. penyuluhan oleh swasta untuk petani; dan

d. partisipasi dalam. pengu.atan kelembagaan ekonomi dengan pola kemitraan.

(2) Pelaksanaan penyuluhan oleh swasta untuk petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

BABVU LltMBAGA PltMBIAYAAN

Baglan Kesatu Bank Pertaaian

Pasal55

(1) Dalam. rangka mendukung program perlindungan dan pemberdayaan petani pemerintah berkewajiban membentuk bank pertanian.

-29-

(2) Bank pertanian sebagaimana d.imaksud pada ayat (1) diarahkan untuk secara penuh melayani kebutuhan modal bagi petani.

(3) Kepemilikan saham bank pertanian berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.

(4) Bank pertanian dapat memobilisasi dana Corporate Social Responsibility, serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai modal kerja

(5) Bank pertanian dapat memobilisasi dana masyarakat melalui lembaga keuangan pertanian bukan bank dan/ atau jejaring lembaga keuangan mikro agribisnis sebagai sumber modal keJja. ·

(6) Bank pertanian menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan melalui lembaga keuangan pertanian bukan bank dan/ atau jejaring lembaga keuangan mikro agribisnis.

(7) Pengurus bank pertanian dilarang menyalurkan kredit dan/ atau pembiayaan portofolio kredit bersubsidi kepada usahatani besar dan menengah.

Pasa156

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memfasilitasi pem:bentukan bank pertanian.

(2) Bank pertanian melaksanakan kegiatan penyaluran kredit bagi petani dengan persyaratan sederhana dan prosedur cepat.

(3) Dalam membentuk bank pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan bank pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

-30-

Bagian Kedua Lembaga Keuangan Pertanian Bukan Bank

Pasal57

(1) Lembaga keuangan pertanian bukan bank dikelola oleh, untuk, dan dari petani.

(2) Lembaga keuangan pertanian bukan bank melakukan pelayanan pembiayaan, penguatan modal, asuransi, dan pelayanan pembiayaan lainnya, serta mendorong pengembangan lembaga keuangan mikro agribisnis.

(3) Sumber pembiayaan lembaga keuangan pertanian bukan bank berasal dari:

a. dana Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai stimulan;

b. dana masyarakat; dan

c. dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(4) Penyaluran kredit danfatau pembiayaan usahatani dilakukan oleh lembaga keuangan pertanian bukan bank dengan menggunakan prosedur sederhana, cepat, dan mudah d.iakses oleh petani.

(5) Lembaga keuangan pertanian bukan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Asurallsl Pertanian

Pasal58

(1) Dalam rangka memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani, Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah berkewajiban membentuk asuransi pertanian sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

-31-

(2) Asuransi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk melindungi usahatani dari kegagalan panen, keselamatan dan keamanan petani.

(3) Kepemilikan saham asuransi pertanian berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.

Pasal59

( 1) Peserta asuransi pertanian yaitu petani yang telah membayar iuran dan memenuhi semua ketentuan yang dipersyaratkan.

(2) Peserta asuransi pertanian yang mengalami gagal panen berhak mendapatkan manfaat berupa ganti rugi sesuai dengan yang dipeijanjikan.

(3) Pada tahap awal pengembangan, premi asuransi dapat dibayarkan oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah.

Pasal60

Ketentuan lebih lanjut mengenai asuransi pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BABVID JAMINAN PERLINDUNGAN RISIKO USABATANI

Pasal61

( 1) Penyelenggaraan jaminan perlindungan risiko usahatani menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah, meliputi penetapan jenis program, pemberian bantuan sosial, jaminan ganti rugi gagal panen, dan jam.inan penghasilan.

(2) Jaminan perlindungan risiko usahatani diselenggarakan untuk melindungi petani dari kerugian yang diderita akibat bencana alam dan perubahan iklim global.

-32-

Pasal62

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menyediakan bantuan sosial bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasall3 ayat (1) yang tertimpa bencana.

(2) Penyediaan bantuan sosial bagi petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan untuk menumbuhkan kembali usahatani yang mengalami kegagalan akibat bencana.

(3) Sumber dana bantuan sosial berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, pelakll usaha, dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal63

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan ganti rugi. gagal panen bagi petani.

(2) Penyediaan jaminan ganti rugi gagal panen bagi petani diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar petani memperoleh manfaat ganti rugi apabila petani mengalami gagal panen akibat bencana.

(3) Penyediaan jaminan ganti rugi gagal panen yang dilakukan oleh Pemerintah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(4) Penyediaan jaminan ganti rugi gagal panen yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(5) Jaminan ganti rugi. gagal panen yang dilakukan oleh pelaku usaha bersumber dari dana pelaku usaha, dana lembaga pembiayaan, dana masyarakat, dan dana lainnya yang sah.

Pasal64

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan jaminan pengbasilan petani.

-33-

(2) Penyediaan jaminan penghasilan petani diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar petani memperoleh manfaat pendapatan apabila petani mengalami kerugian akibat bencana.

(3) Penyediaan jaminan penghasilan petani yang dilakukan oleh Pemerintah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(4) Penyediaan jaminan penghasilan petani yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(5) Jaminan penghasilan petani yang dilakukan oleh pelaku usaha bers"Umber dari dana pelaku usaha, dana lembaga pembiayaan, dana masyarakat~ dan dana lainnya yang sah.

Pasa165

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan risiko usahatani sebagaimana dimaksud da)am Pasal61 sampai dengan Pasal 64 diatur dengan peraturan pemerintah.

BABJX KELEMBAGA.Alf PBTAIO DAll KBLBIIBAGAAR BKOROIII

PET.AlO

Bagiaa. Kesatu Umum

Pasal66

(1) Kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani memerlukan modal sosial masyarakat petani sebagai modal dasar terbentuknya kelembagaan dan organisasi petani yang kuat.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menumbuhkembangkan modal sosial masyarakat petani secara berkelanjutan untuk membangun ketahanan, kemampuan, keberdayaan, kemandirian, dan kedaulatan petani.

-34-

(3) Penumbuhkembangan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani dilaksanakan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c sampai dengan huruf i.

Pasal67

(1) Pemerintah danfatau pemerintah daerah memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani.

(2) Kelembagaan petani terdiri atas:

a. Kelompoktani;

b. Gabungan kelompoktani;

c. Asosiasi; dan

d. Dewan komoditas pertanian nasional.

(3) Kelembagaan ekonomi petani dapat berbentuk:

a. BUMP; dan

b. Koperasi.

Pasal68

( 1) Kelompoktani dibentuk oleh, dari, dan untuk petani.

(2) Kelompoktani dibentuk atas dasar kesam.aan kepentingan, kondisi lingkungan, dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

(3) Kelompoktani berfungsi sebagai wahana pembelajaran dalam aplikasi usah.atani dan keijasama dalam penyelesaian masalah.

Pasal69

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 68 ayat (3), kelompoktani bertugas:

-35-

a. meningkatkan kemampuan anggota dalam. mengembangkan usahatani yang berkelanjutan dan kelembagaan petani yang mandiri;

b. menampung dan menyalurkan aspirasi anggota; dan

c. membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul diantara anggota.

Pasal70

(l) Gabungan Kelompoktani merupakan gabungan dari beberapa kelompoktani sebagaimana di maksud pada Pasal 67 ayat (2) huruf b yang berkedudukan eli desa atau beberapa desa dalam kecamatan yang sama.

(2) Gabungan Kelompoktani berfungsi memberikan pelayanan usaha bagi anggotanya.

Pasal71

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 ayat (2), gabungan kelompoktani bertugas:

a. mempetjuangkan kepentingan anggota dalam mengembangkan kem.itraan usaha;

b. menampung dan menyalurkan aspirasi anggota; dan

c. membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul diantara anggota.

Pasal72

(1) Asosiasi sebagaimana di maksud pada Pasal 67 ayat (2) huruf c merupakan lembaga independen nirlaba yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani dan pelaku usaha.

(2) Petani dan pelaku usaha dalam mengembangkan asosiasinya dapat mengikutsertakan pakar dan/ atau tokoh masyarakat yang peduli pada kesejahteraan petani.

-36-.

(3) Asosiasi berfungsi mempetjuangkan kepentingan usaha anggotanya.

Pasal73

(1) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 72 ayat (3), Asosiasi bertugas:

a. mengadvokasi dan mengawasi pelaksanaan kem.itraaan usaha;

b. memberikan masukan kepada Pemerintah dalam perumusan kebijakan perlindungan, pemberdayaan, dan promosi usaha petani;

c. mempromosikan usaha anggota baik di dalam negeri maupun di luar negeri;

d. mendorong persaingan usaha yang adil;

e. memfasilitasi anggota dalam mengakses sarana produksi; dan

f. membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul diantara anggota.

(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi dan didorong untuk membentuk dewan komoditas pertanian nasional untuk melakukan promosi dan perlindungan terhadap usaha anggotanya baik skala nasional maupun intemasional.

Pasal74

(1) Dewan komoditas pertanian nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (2} bersifat nirlaba yang merupakan gabungan dari berbagai asosiasi komoditas pertanian.

(2) Dewan komoditas pertanian nasional berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan anggota dan menyelesaikan permasalahan yang timbul antar anggota dan antara anggota dengan pihak lain.

-37-

(3) Dewan komoditas pertanian nasional merupakan mitra pemerintah dalam perumusan kebijakan dan strategi perlindungan dan pemberdayaan petani.

Bagian.Ketiga Kelembagaan Ekonomi Petani

Pasal75

Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan memfasilitasi gabungan kelompoktani untuk memiliki BUMP guna meningkatkan skala ekonomi yang memiliki daya saing tinggi.

Pasal76

(1) BUMP dibentuk oleh, dari, dan untuk petani melalui penetapan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang disahkan dengan akta notaris.

(2) BUMP mempunyai fungsi melakukan kegiatan usaha di bidang sarana produksi, budidaya, pasca panen dan pengolahan, pemasaran basil, dan jasa penunjang lainnya.

Pasal77

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2), BUMP bertugas:

a. menyusun rencana usaha yang layak secara ekonomi dan perbankan;

b. mengembangkan usaha baik vertikal maupun horizontal yang menguntungkan bagi anggotanya; dan

c. mengembangkan kemitraan usaha.

Pasal 78

Ketentuan lebih lanjut mengenai BUMP diatur dengan peraturan menteri.

~ .

-38-

Pasal 79

Disamping BUMP, Gapoktan dapat membentuk koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang koperasi.

BABX SISTEM INFORMASI

Pasal80

( 1) Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi perlindungan dan pemberdayaan petani yang terintegrasi.

{2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian, penyebaran, dan penyimpanan data dan informasi.

{3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

(4) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pelaku usaha dan masyarakat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi diatur dengan peraturan menteri.

BABXI PENGAWASAN

Pasal81

(1) Untuk menJamm pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan pengawasan terha:dap kineija perencanaan, kebijakan dan strategi, perlindungan petani, pemberdayaan petani, kelembagaan petani, lembaga. pembiayaan, dan jaminan risiko usahatani.

-39-

(2) Pengawasan sebagaimana dimak.sud pada ayat (1) dilak.sanakan secara betjenjang oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupatenjkota sesuai kewenangannya.

(3) Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani.

Pasal82

Pengawasan sebagaimana dim.aksud dalam Pasal 78 ayat (1) meliputi:

a. pelaporan;

b. pemantauan; dan

c. evaluasi.

Pasal83

(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a dilakukan secara berjenjang oleh:

a. pemerintah daerah kabupatenjkota kepada pemerintah provinsi; dan

b. pemerintah provinsi kepada Pemerintah.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan perencanaan, kebijakan dan strategi, perlindungan petani, pemberdayaan petani, kelembagaan petani, lembaga pembiayaan, jaminan risiko usahatani, dan sistem informasi.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan informasi publik yang diumumkan dan dapat diak.ses secara terbuka oleh masyarak.at sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal84

(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimak.sud dalam Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan mengamati pelaksanaan di lapangan dan memeriksa laporan.

-40-

(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti teljadi penyimpangan, Menteri, gubemur, dan/atau bupati/walikota wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal bupatifwalikota tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubemur wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal gubemur tidak meJaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Dalam hal gubemur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melakukan penyimpangan dan tidak melakukan penyelesaian, Pemerintah memotong alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk provinsi dan kabupatenfkota bersangkutan sebesar biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan penyelesaian.

(6) Dalam hal bupatifwalikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penyimpangan dan tidak melakukan

. penyelesaian, gubemur memotong Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi yang dialokasi ke kabupaten/kota, serta Pemerintah memotong . Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diperuntukkan bagi kabupatenfkota bersangkutan sebesar biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan penyelesaian.

BABm SANKS! ADMIKISTRATIF

Pasal85

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasall8 ayat (3), Pasal19 ayat (4), Pasal27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30 huruf b, Pasal 39 ayat (1) huruf b, atau huruf c, atau huruf d dikenai sanksi administratif.

-41-

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat betupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan. izin;

f. pembatalan. izin;

g. pencabutan insentif; dan/ atau

h. denda administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi, besarnya denda, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pad.a ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.

BABXIII PBKYIDIKAR

Pasal86

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pemberdayaan petani diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang perlindungan dan pemberdayaan petani;

b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam. bidang perlindungan dan pemberdayaan petani;

-42-

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang perlindungan dan pemberdayaan petani;

d. melakukan pemeriksaan atas dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang perlindungan dan pemberdayaan petani;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang perlindungan dan pemberdayaan petani; dan

f. meminta bantuan tenaga ah1i dan/atau saksi ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang perlindungan dan pemberdayaan petani.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan _ tindakan penangkapan dan penahanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(6) Pengangkatan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

-43-

BABXIV KETENTUAN PIDANA

Pasal87

Setiap orang yang memasukkan produk pertanian yang dengan sengaja tidak mematuhi ketentuan keselamatan dan keamanan manusia, hewan, dan lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud da)am Pasal 20 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua} tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal88

Pelaku usaha yang dengan sengaja melakukan kemitraan yang merugikan bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal89

Setiap orang yang menguasai usahatani dari hulu sampai hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal39 ayat (2) hurufb, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal90

Setiap orang yang dengan sengaja menelantarkan laban usaha produktif yang dikuasai selama 3 (tiga) tahun atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

-44-

Pasal91

Setiap orang yang memasarkan produk pertanian yang tidak memenuhi standar dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, gizi, dan keamanan pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal92

Setiap pelaku usaha berbentuk badan hukum yang membangun pasar swalayan di kecamatan dan/ atau desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar ru~iah).

Pasa193

Setiap orang yang tanpa hak menerimajaminan ganti rugi akibat gagal panen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal94

Setiap orang yang tanpa hak menerima jaminan penghasilan karena menerapkan program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal95

Setiap orang yang memiliki izin atau memiliki usaha dengan luas lahan lebih dari 2 (dua) hektar yang tanpa hak memanfaatkan kredit bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

-45-

Pasal96

Pengurus bank pertanian yang dengan sengaja menyalurkan kredit atau pembiayaan portofolio kredit bersubsidi kepada usahatani besar dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal97

(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 97 dilakukan oleh korporasi, maka selain pengurusnya dipidana berdasarkan Pasal 87 sampai dengan Pasal 97, korporasinya dipidana dengan pidana denda maksimal ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda dari masing-masing tersebut.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 97 dilakukan oleh pejabat sebagai orang yang diperintahkan atau orang karena jabatannya memiliki kewenangan di bidang perlindungan dan pemberdayaan petani, dipidana dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3 (sepertiga).

BABXV KETBlVTUAll PBRALIHAN

Pasa198

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang m1, semua peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pemberdayaan pertanian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.

-46-

BABXVI KETENTUAN PENUTUP

Pasal99

Bank pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, dan asuransi pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 60 sudah harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

PasallOO

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang 1D1 harus telah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

PasallOl

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya., memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta, pada tan.ggal. ••••••••••••••••••

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYON

Diundangkan di Jakarta, pad a tan.ggal. •.•••..••.•••......•..•...•....•.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

Draf Final, 30 Desember 2010

PDJELASAll ATAS

UNDANG-UNDANG RBPDBLIK DIDORBSIA ROMOR: ••• TAJIUI( •••

TBIITARG PERLDIDUIIGAK DAll PBIIBDDAYAAN PETANI

I. UMUM

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan petani. Selama ini petani telah fllemberikan kontribusi yang nyata dala.m pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan.

Kerja keras petani telah berhasil membawa Indonesia meraih penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1984, karena telah mengubah status Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Pencapaian ini telah berhasil meningkatkan stabilitas politik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Namun demilrian, kerja keras petani ini belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petani, karena pembangunan pertanian masih berorientasi pada peningkatan produksi belum diikuti dengan pendekatan peningkatan kesejahteraan petani. Kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan petani telah membuat petani menghadapi ketidakpastian dalam berusaha, sehingga mempengaruhi kinerja ketahanan pangan dan stabilitas nasional. Stabilitas ini diperlukan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan nasional.

Sampai saat ini, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tetap tinggi dan sebagian besar berada di perdesaan, terutama di sektor pertanian. Sebagian besar petani Indonesia merupakan petani kecil dengan kecenderungan terus meningkat, yang

-2-

makin menurunkan tingkat kesejahteraan petani. Faktor penyebab utama belum tercapainya tingkat kesejahteraan petani sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dikelompokkan menjadi: faktor internal petani; faktor ekstemal petani termasuk pengaruh globalisasi ekonomi; serta faktor bencana alam dan perubahan iklim global.

Permasalahan yang berkaitan dengan faktor internal petani, meliputi: tingkat pendidikan, kompetensi, dan jiwa kewirausahaan petani relatif rendah; kepemilikan lahan/ skala usahatani relatif kecil; kemampuan petani dalam mengakses informasi pasar masih terbatas; teknologi yang digunakan dalam mengelola sum.berdaya alam relatif rendah; kualitas produk yang dihasilkan petani relatif rendah; kelembagaan petani belum kuat; dan mayoritas usahatani belum layak usaha dan perbankan.

Permasalahan yang berkaitan dengan faktor eksternal petani, meliputi: belum adanya jaminan harga bagi prOduk petani; struktur pasar komoditas pertanian kurang sempuma; dukungan lembaga keuangan terhadap sektor pertanian masih terbatas; biaya ekonomi tinggi; adanya fragmentasi dan alih fungsi laban pertanian ke non pertanian; dan infrastruktur pertanian yang belum memadai.

Permasalahan yang berkaitan dengan faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol yaitu ketidakberdayaan petani menghadapi perubahan iklim glo~ gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, dan eksplosi organisme pengganggu tumbuhan/ wabah penyakit hewan menular.

Sasaran perlindungan petani yaitu petani kecil tanaman pangan, hortikultura; pekebun; dan peternak; yang tidak memerlukan izin usaha. Sedangkan sasaran pemberdayaan petani yaitu semua petani, petemak, pekebun, dan pelaku usaha pertanian.

Perlindungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan dengan· memperhatikan dan memanfaatkan kondisi budaya, norma, sistem nilai masyarakat, dan kearifan lokal yang merupakan modal sosial masyarakat. Disamping itu, perlindungan dan pembedayaan petani dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepastian hukum, demokrasi, keterpaduan,

-3-

keterbukaan, ketjasama, kemandirian, kedaulatan, dan berkelanjutan.

Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga, semua unsur perlindungan dan pemberdayaan dimasukan dalam bentuk program dan kegiatan.

Upaya perlindungan dan pemberdayaan petani selam.a ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, holistik, dan sistemik, sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi petani dan pelaku usaha di bidang pertanian. Undang-Undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum mengatur upaya perlindungan dan pemberdayaan secara jelas, tegas, dan Jengkap. Hal tersebut dapat dilihat dalam undang-undang sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok­Pokok Agraria;

3. Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian:

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian;

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan, dan Tumbuhan;

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; 8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang

Perlindungan Varietas Tanaman; 9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan; 10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Sumberdaya Air; 11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan; 12. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional; 13. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang

Pengesahan Perjanjian Internasional Mengenai Sumberdaya Genetik untuk Pangan dan Pertanian;

-4-

14. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;

15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

17. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

18. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan dan Kesehatan Hewan;

20. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Laban Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan

21. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 ten tang Hortikultura.

Disamping itu, Indonesia mempertegas komitmennya untuk menjamin terselenggaranya hak asasi manusia, terutama hak atas kesejahteraan, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, dan hak mengembangkan diri sebagaimana telah diratifikasi kovenan internasional antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Intemasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang m1

mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, holistik, dan sistemik dalam suatu pengaturan yang terpadu dan serasi antara penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta.

-5-

Perlindungan dan pemberdayaan petani mengatur tentang perencanaan, kebijakan dan strategi, kelembagaan petani, lembaga keuangan bank dan non bank, jaminan perlindungan risiko usahatani, sistem informasi, dan pengawasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasall Cukup Jelas.

Pasal2 Yang dimaksud dengan •asas keadilan" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara· sesuai dengan kemampuannya.

Yang dimaksud dengan •asas kepastian hukum" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dapat mewujudkan ketertiban da]am masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Yang dimaksud dengan •asas demokrasi" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi hak-hak petani dan kesempatan yang sama dalam berbagai peran melalui mekanisme yang demokratis.

Yang dimaksud dengan •asas keterpaduan" ad.alah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus memadu-serasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

Yang dimaksud dengan •asas keterbukaan" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi petani dan pemangku kepentingan lainnya yang didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

-6-

Yang dimaksud dengan "asas kerjasama" · adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh . Pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.

Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan secara independen dengan mengutamakan kemampuan sumberdaya dalam negeri.

Yang dimaksud dengan •asas kedau]atan" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan petani yang memiliki hak-hak dan kebebasan dalam rangka mengembangkan diri.

Yang dimaksud dengan •asas keberlanjutan" adalah penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan untuk menjamin peningkatan kesejahteraan petani.

Pasal3 Cukup Jelas.

Pasa14 Cukup Jelas.

PasalS Cukup Jelas.

Pasal6 Ayat (1)

Perencanaan dimaksudkan sebagai acuan dalam penetapan upaya-upaya perlindungan dan pemberdayaan petani yang selaras dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah derah, pelak:u usaha, dan masyarakat.

Ayat (2) Cukup Jelas.

Pasal7 Cukup Jelas.

Pasal8 Cukup Jelas.

Pasal9 Cukup Jelas.

PasallO Cukup Jelas.

Pasalll Cukup Jelas.

Pasal12 Cukup Jelas.

Pasall3 Cukup Jelas.

Pasall4 Cukup Jelas.

Pasall5 Ayat (1)

Hurufa Cukup Jelas.

Hurufb Cukup Jela.S.

Hurufc Cukup Jelas.

Hurufd

-7-

Ketentuan memprioritaskan mengonsumsi produksi hasil pertanian negeri . dimaksudkan sebagai menumbuhkembangkan usahatani berbasis sumberdaya lokal.

Huruff Cukup Jelas.

Hurufg Cukup J elas.

Hurufh Cukup Jelas.

Hurufi Cukup Jelas.

Hurufj Cukup Jelas.

untuk dalam upaya

yang

Ayat (2) Cukup Jelas.

Ayat (3) Cukup Jelas.

Pasall6 Cukup Jelas.

Pasal17 Cukup Jelas.

Pasal18 Cukup Jelas.

Pasal19 Ayat (1)

Cukup Jelas. Ayat (2)

-8-

Yang dimaksud •posisi komoditas• yaitu kedudukan strategis suatu produk pertanian. Dari sisi aspek ekonom.i komoditas tersebut dihasilkan oleh skala usaha kecil, ~ari sisi sosial komoditas tersebut dihasilkan oleh sebagian besar masyarakat petani, dan dari sisi politik komoditas tersebut sangat mempengaruhi stabilitas ideologi dan keam.anan.

Ayat (3) Cukup Jelas.

Ayat (4) Cukup Jelas.

Pasal20 Ayat (1)

Kaidah intemasional yang diatur dalam Sanitary and Phyto Sanitary Measures, m.isalnya standar yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission mengenai term.inologi halal. Terminologi halal dalam penyembelihan temak yaitu penyembelihan secara islami dengan mengucapkan Bismillah setiap temak yang disembelih. Sedangkan kaidah yang diatur dalam. Hazzard Analysis Critical Control Point, misalnya pangan tidak mengandung cemaran kimia, biologi, dan/ atau fisik yang membahayakan bagi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Ayat (2) Cukup Jelas.

-9-

Ayat (3) Yang dimaksud peraturan perundang-undangan mengenai keselamatan dan keamanan manusia, hewan dan lingkungan, antara lain: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang­Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan, dan Tumbuhan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan dan Kesehatan Hewan.

Pasal21 Ayat (1)

Cukup Jelas. Ayat (2)

Cukup Jelas. Ayat (3)

Cukup Jelas. Ayat (4)

Pemasukan produk pertanian dari luar negeri yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau telah dilakukan Petjanjian Pengakuan Timbal Balik antara Negara Indonesia dengan Negara Pemasok Hasil Pertanian (Mutual Recognition Agreement/ MRA) dimaksudkan agar memenubi syarat halal, bermutu baik, aman, dan bergizi. untuk dikonsumsi serta te:rjamin kelancaran lalulintas distribusi produk pertanian.

Pasal22 Ayat (1)

Pemerintah menetapkan pintu masuk barang impor dimaksudkan agar Menteri dalam menetapkan tempat-tempat pemasukan tidak hanya didasarkan pada peta penyakit, tetapi juga mempertimbangkan perlindungan sumberdaya hayati, sumberdaya genetik, dan kawasan budidaya (sentra produksi pertanian sejenis).

Ayat (2) Cukup Jelas.

Pasal23 Cukup Jelas.

Pasal24 Cukup Jelas.

Pasal25 Ayat (1)

Cukup Jelas Ayat (2)

- 10-

Ketentuan mengenai pembatasan pengusahaan lahan pertanian dimaksudkan agar petani kecil, pekebun dan petemak yang tidak memerlukan ijin usaha dapat mengusahakan lahan lebih luas, sehingga memenuhi skala usaha ekonomi yang layak.

Ayat (3) Cukup Jelas.

Pasal26 Hurufa

Cukup Jelas, Hurufb

Cukup Jelas. Hurufc

CukupJelas Hurufd

Cukup Jelas. Hurufe

Cukup Jelas. Huruff

Ketentuan mengenai promosi dimaksudkan agar komoditas hasil pertanian dapat dikenal oleh konsumen, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Hurufg Cukup Jelas.

Hurufh Pemerintah lebih aktif melakukan analisis dan informasi pasar yang dihutuhkan oleh petani dan pelaku usaha lainnya.

Hurufi

Pasal27

Pemanfaatan lindung ni1ai dimaksudkan untuk melindungi petani dari gejolak harga yang merugikan, antara lain melalui pasar berjangka komoditas dan resi gudang.

Cukup Jelas.

Pasal28 Cukup Jelas.

- 11 -

Pasal29 Ayat (1)

Cukup Jelas. Ayat (2)

Pasal30

Sosialisasi dimaksudkan agar masyarakat mengetahui/ menyadari, dan berm.inat untuk mengonsumsi komoditas hasil pertanian dalam negeri yang memi1iki mutu sama bahkan lebih baik daripada komoditas hasil pertanian impor. Disamping itu, sosialisasi juga bertujuan untuk mempercepat program penganekaragaman konsumsi pangan.

Cukup Jelas.

Pasa131 Ayat (1)

Kewajiban Pemerintah memberikan jaminan penghasilan dimaksudkan agar program Pemerintah tidak mengorbankan kesejahteraan petani. Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan kompensasi penghasilan ketika komoditas yang dianjurkan oleh Pemerintah temyata menghasilkan pendapatan yang lebih rendah dari komoditas yang dipilih oleh petani. Kompensasi penghasilan yaitu selisih antara pendapatan yang seharusnya diterim.a petani karena memilih jenis tanaman tertentu dengan pendapatan dari jenis tanaman yang diprogramkan oleh Pemerintah.

Ayat (2) Cukup Jelas.

Pasal32 Cukup Jelas.

Pasal33 Cukup Jelas.

Pasal34 Cukup Jelas.

Pasal35 Cukup Jelas.

-12-

Pasal36 Cuk.up Jelas.

Pasal37 Cuk.up Jelas.

Pasal38 Cuk.up Jelas.

Pasal39 Ayat (1)

Cuk.up Jelas. Ayat (2)

Hurufa Ketentuan larangan melakukan kemitraan yang berakibat kerugian bagi petani dimaksudkan agar praktik kemitraan beJ.jalan dengan prinsip kesejajaran, keterbukaan, saling · ketergantungan, saling menguntungkan, dan saling memperk.uat/ membesarkan.

Hurufb Ketentuan larangan menguasai usahatani dari hulu sampai hilir dimaksudkan agar usahatani tidak dikuasai hanya oleh beberapa pelak.u usaha besar sehingga petani menjadi kehilangan kesempatan berusaha. Disamping itu juga dimaksudkan agar tidak teijadi konglomerasi dalam usahatani, sehingga petani tidak dieksploitasi

Hurufc Cuk.up J elas.

Hurufd Cuk.up Jelas.

Hurufe Cuk.up J elas.

Ayat (3) Cuk.up Jelas.

Ayat (4) Cuk.up Jelas.

Ayat (5) Cuk.up Jelas.

Ayat (6) Cuk.up Jelas.

- 13-

Pasal40 Cukup Jelas.

Pasal41 Cukup Jelas.

Pasal42 Cukup Jelas.

Pasal43 Cukup Jelas.

Pasal44 Cukup Jelas.

Pasal45 Cukup Jelas.

Pasal46 Cukup Jelas.

Pasal47 Cukup Jelas.

Pasal48 Cukup Jelas.

Pasal49 Cukup Jelas.

PasalSO Cukup Jelas.

Pasal51 Cukup Jelas.

Pasal52 Cukup Jelas.

Pasal53 Cukup Jelas.

Pasal54 Ayat (1)

Hurufa

- 14-

Peran pelaku usaha dalam menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal dimaksudkan untuk mendorong partisipasi pelaku usaha dalam mewujudkan wajib belajar dan pengembangan kompetensi petani dan keluarganya melalui pendidikan yang layak dengan memberikan, beasiswa.

Hurufb Cukup Jelas.

Hurufc Cukup Jelas.

Hurufd Cukup Jelas.

Ayat (2) Peraturan perundang-undangan yang terkait deng~ penyuluhan oleh swasta untuk petani yaitu Undang­Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

Pasal55 Cukup Jelas.

Pasal56 Cukup Jelas.

Pasal57 Cukup Jelas.

Pasal58 Cukup Jelas.

Pasal59 Cukup Jelas.

Pasal60 Cukup Jelas.

Pasal61 Cukup Jelas.

Pasal62 Cukup Jelas.

- 15-

Pasa163 Cukup Jelas.

Pasa164 Cukup Jelas.

Pasa165 Cukup Jelas.

Pasa166 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan •modal sosial" adalah perpaduan dari budaya, norma, sistem nilai, adat istiadat, pola pikir dan kearifan lokal yang menjiwai keberhasilan pembentukan kelembagaan dan organisasi petani.

Ayat (2) Cukup Jelas,

Ayat (3) Cukup Jelas.

Pasa167 Cukup Jelas.

Pasa168 Cukup Jelas.

Pasa169 Cukup Jelas.

Pasa170 Cukup Jelas.

Pasa171 Cukup Jelas.

Pasa172 Ayat (1)

Cukup Jelas. Ayat (2)

Cukup Jelas.

-16-

Ayat (3)

Pasal 73

Tugas asosiasi dalam memfasilitasi anggota dalam mengakses sarana produksi dimaksudkan agar asosiasi komoditas dapat menjadi avalis dan sekaligus sebagai penyedia informasi dan melakukan alih teknologi.

Cukup Jelas.

Pasal 74 Ayat (1)

Cukup Jelas. Ayat (2)

Fungsi dewan komoditas pertanian nasional dalam mempeJjuangkan kepentingan anggota dan menyelesaikan permasalahan dimaksudkan agar dewan komoditas pertanian nasional dapat berperan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul antar anggota dan an.tara anggota dengan pihak lain melalui berbagai kegiatan, misalnya mediasi, ajudikasi, advokasi, dan arbitrasi.

Ayat (3) Cukup Jelas.

Pasal75 Cukup Jelas.

Pasal76 Cukup Jelas.

Pasa177 Hurufa

Cukup Jelas. Hurufb

Tugas Badan Usaha Milik Petani dalam mengembangkan usaha baik vertikal maupun horizontal yang menguntungkan · bagi anggotanya dimaksudkan agar usah.atani dapat tumbuh dan berkembang memenuhi skala ekonomi sehingga mendapatkan penghasilan yang layak. Hal ini merupakan pengecualian dari larangan bagi pelaku usaha yang berbentuk badan hukum atau badan usaha.

- 17-

Hurufc Cukup Jelas.

Pasal 78 Cukup Jelas.

Pasal 79 Cukup Jelas.

Pasal80 Cukup Jelas.

Pasal81 Cukup Jelas.

Pasal82 Cukup Jelas.

Pasal83 Cukup Jelas.

Pasal84 Cukup Jelas.

Pasal85 Cukup Jelas.

Pasal86 Cukup Jelas.

Pasal87 Cukup Jelas.

Pasal88 Cukup Jelas.

Pasal89 Cukup Jelas.

Pasal90 Cukup Jelas.

Pasal91 Cukup Jelas.

-18-

Pasal92 Cukup Jelas.

Pasal93 Cukup Jelas.

Pasal94 Cukup Jelas.

Pasal95 Cukup Jelas.

Pasal96 Cukup Jelas.

Pasal97 Cukup Jelas.

Pasal98 Cukup Jelas.

Pasal99 Cukup Jelas.

PasallOO Cukup Jelas.

PasallOl Cukup Jelas.