rancangan pengembangan sapi potong

17
Rancangan Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan 1. Pendahuluan Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub-sektor penting untuk mendukung ekonomi rakyat. Komoditas ternak prospectful untuk dikembangkan, contoh akan menjadi industri sapi potong yang adalah salah satu produsen daging yang kaya protein. Hal ini karena keuntungan dari sumber daya lokal yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Dwiyanto dan Priyanti (2006) mencatat beberapa masalah dalam pengembangan sapi potong di Indonesia yaitu: 1. Produktivitas ternak rendah, 2. Terbatasnya ketersediaan sapi lokal, 3. Kurangnya manusia produktif sumber daya dan tingkat yang lebih rendah dari pengetahuan, 4. Ketersediaan non-kontinyu pakan, terutama di kering musim, 5. Sistem pertanian kurang optimal, dan 6. Pemasaran tidak efisien. Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Peternakan akan meluncurkan program bertajuk A Gerakan untuk Target 1 Juta Populasi Ternak Sapi hingga 2013 dalam mendukung program nasional untuk swasembada daging sapi 2014. Hal ini

Upload: junaidikun

Post on 08-Feb-2016

98 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

potong sapi

TRANSCRIPT

Page 1: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

Rancangan Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

1. Pendahuluan

Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub-

sektor penting untuk mendukung ekonomi rakyat. Komoditas ternak prospectful

untuk dikembangkan, contoh akan menjadi industri sapi potong yang adalah salah

satu produsen daging yang kaya protein. Hal ini karena keuntungan dari sumber

daya lokal yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Dwiyanto dan Priyanti

(2006) mencatat beberapa masalah dalam pengembangan sapi potong di Indonesia

yaitu:

1. Produktivitas ternak rendah,

2. Terbatasnya ketersediaan sapi lokal,

3. Kurangnya manusia produktif sumber daya dan tingkat yang lebih rendah dari

pengetahuan,

4. Ketersediaan non-kontinyu pakan, terutama di kering musim,

5. Sistem pertanian kurang optimal, dan

6. Pemasaran tidak efisien.

Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Peternakan akan meluncurkan

program bertajuk A Gerakan untuk Target 1 Juta Populasi Ternak Sapi hingga

2013 dalam mendukung program nasional untuk swasembada daging sapi

2014. Hal ini konsisten dengan Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Dinas

Peternakan, sebagai yurisdiksi visi untuk pemasok utama sapi potong dan sapi. Itu

visi menyiratkan bahwa sektor peternakan dapat meningkatkan populasi dan mutu

genetik ternak. Selain itu, sapi diharapkan memiliki kualitas yang sama sebagai

sumber daya lokal. Sapi Bali, yang telah dikembangkan di Sulawesi Selatan telah

terbukti baik disesuaikan dengan lokal agroklimat kondisi. Selanjutnya, Brahman

dan Limousin ternak juga dikumpulkan untuk mendukung peningkatan jumlah

sapi potong dan populasi sapi.

Sapi potong pertanian di Indonesia melayani fungsi yang sangat strategis,

terutama dalam memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan, sebagai

penghasil daging untuk kesejahteraan manusia dan memenuhi kebutuhan

Page 2: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

pelanggan, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat dan intelektual. Oleh karena itu, memberdayakan masyarakat

pedesaan melalui sapi potong berbasis masyarakat peternakan adalah diperlukan,

khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Pencapaian Percepatan Program

Kecukupan Daging Sapi (P2SDS) 2014 membutuhkan lebih banyak dukungan

untuk membangun langkah-langkah dalam rangka untuk melaksanakan

program. Ini adalah alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian.

Usaha sapi potong di Indonesia umumnya berupa peternakan tradisional

dan servis hanya sebagai sampingan, yang dengan demikian dilakukan secara

kurang optimal. Hal ini memberikan kontribusi relatif kecil pendapatan rumah

tangga petani. Non-optimal pertanian sapi tersebut juga berkaitan, kurangnya

tenaga kerja dipekerjakan, pakan ternak hijau, modal, dan pemasaran. Sehingga

menempatkan petani pada posisi non-tawar dan menjelaskan pendapatan kurang

optimal dari pemasaran. Kebijakan pengembangan ternak sapi telah lama

diberlakukan oleh pemerintah. Sebuah studi oleh Nasution (1983) menunjukkan

bahwa untuk usaha pengembangan ternak dua kebijakan telah dilaksanakan;

ekstensifikasi dan intensifikasi. Mantan put menekankan pada peningkatan jumlah

ternak didukung oleh pengadaan sapi peningkatan kualitas, pencegahan penyakit,

konsultasi bisnis dan pembinaan, bantuan kredit, pengadaan dan peningkatan

kualitas pakan, pemasaran dan kemitraan membangun dengan para pemangku

kepentingan. Yang terakhir ini dilakukan dengan meningkatkan ekonomis

produksi, didukung oleh kombinasi tertentu melalui penggunaan sapi unggul dan

pakan, serta manajemen baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik yang ada dari para

petani, yaitu sosial dan karakteristik ekonomi dalam kaitannya dengan

pengembangan peternakan sapi potong, untuk menentukan faktor mempengaruhi

kebijakan pertanian sapi potong, dan merancang kebijakan pertanian sapi potong

pembangunan di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bermaksud untuk berkontribusi

pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam manajemen disiplin dan

sapi potong bisnis, untuk memberikan kontribusi data dan informasi dan ide-ide

dalam kaitannya dengan perencanaan pengelolaan sumber daya pertanian yang

Page 3: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

berkelanjutan, untuk memberikan masukan bagi kebijakan pembuat, baik di

pemerintah pusat dan daerah, dan untuk mengembangkan rencana manajemen

untuk sapi potong pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan ketahanan

pangan nasional.

Pengembangan sapi potong itu bersama-sama dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat (Petani kecil), dan sektor swasta. Pemerintah menetapkan aturan,

memfasilitasi dan mengawasi pasokan dan ketersediaan produk, kuantitas dan

kualitas, untuk memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, dan masalah

kesehatan. Swasta dan publik memainkan peran mereka dalam mewujudkan

kecukupan produk ternak melalui produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan

distribusi sapi potong.

2. Data dan Metodologi

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yang adalah data primer dan

sekunder. Data primer yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner,

wawancara dan diskusi kelompok terfokus. Data sekunder dikumpulkan dengan

melakukan tinjauan pustaka untuk dukungan, melengkapi, dan meningkatkan data

primer. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mendalam

tentang objek penelitian. Untuk membantu menjelaskan hasil analisis ini,

informasi yang akan disajikan dalam bentuk label, gambar, atau matriks, sesuai

dengan hasil yang diperoleh. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan

untuk menggambarkan hasil wawancara dan kuesioner pada kebijakan

pembangunan sapi potong. Analisis data di atas adalah diolah dengan

menggunakan software SPSS.

Page 4: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

Gambar 1. Penelitian Pelaksanaan Flowchart

2.1. External Factor Evaluation (EFE) Matrix

External Factor Evaluation (EFE) Matrix digunakan untuk mengevaluasi

faktor-faktor eksternal yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam

persaingan. Data eksternal yang relevan dikumpulkan untuk analisis. Faktor-

faktor ini terkait dengan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,

pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan di pasar industri di mana

perusahaan tersebut berlokasi, dan data eksternal yang relevan lainnya. Hal ini

penting karena faktor eksternal memiliki langsung atau tidak langsung pengaruh

terhadap perusahaan.

2.2. Intern Factor Evaluation (IFE)

Intern Factor Evaluation (IFE) Matrix digunakan untuk menentukan

faktor-faktor internal yang mempengaruhi daya saing perusahaan, yang berkaitan

dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.

Page 5: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat diperoleh dari

perusahaan fungsi, seperti aspek manajemen, keuangan, sumber daya manusia

(SDM), pemasaran, informasi sistem, produksi dan operasi.

2.3. Matrix IE

Internal-Eksternal (IE) matrix digunakan untuk mengevaluasi faktor-

faktor eksternal (peluang dan tantangan) dan faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) yang menghasilkan bentuk matriks yang terdiri dari 9 sel yang pada

prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu:

1. Strategi pertumbuhan adalah pertumbuhan perusahaan (sel 1, 2 dan 3) atau

diversifikasi (sel 7 dan 8).

2. Strategi stabilitas adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah yang

telah ditentukanstrategi.

3. Strategi PHK merupakan upaya untuk meminimalkan atau mengurangi kerja

yang dilakukan oleh perusahaan (sel3, 6, dan 9).

Internal-Eksternal (IE) Matrix diilustrasikan pada Gambar 2 di bawah ini

Gambar 2. Internal-Eksternal (IE) Matrix

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci: EFI total skor tertimbang

adalah pada sumbu horisontal dan EFE total skor tertimbang adalah pada sumbu

vertikal. Dari total skor tertimbang, masing-masing divisi IE Matrix di tingkat

korporasi dapat disusun, pada sumbu horisontal IE Matrix, total EFI skor

tertimbang 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, skor 2,0-2, 99

adalah dianggap moderat, dan skor 3,0-4,0 dianggap sebagai yang kuat. Hal ini

berlaku untuk sumbu vertikal, dimana EFE total skor tertimbang 1,0-1,99

dianggap rendah; 2,0-2,99 sebagai moderat, dan 3,0 sampai 4,0 tinggi.

Page 6: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

2.4. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah alat analisis yang kuat jika digunakan

sesuai. "SWOT" singkatan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan

Ancaman. Kekuatan dan kelemahan dapat ditemukan dalam tubuh organisasi,

termasuk unit bisnis tertentu, sedangkan peluang dan ancaman yang faktor

lingkungan yang dihadapi organisasi, perusahaan atau unit bisnis yang

bersangkutan.

Instrument analisis yang digunakan dalam fase ini adalah matriks SWOT

(Strengths-Weaknesses- Peluang Ancaman). Matrix menggabungkan peluang dan

ancaman yang sedang dihadapi dapat selanjutnya disesuaikan sesuai dengan

kekuatan dan kelemahan yang ada untuk menghasilkan strategi SO alternatif,

strategi dan WO, WT, dan ST. SWOT skema matriks terdiri dari sembilan sel, di

mana ada empat sel faktor utama (Eksternal dan internal), empat sel strategi, dan

satu sel yang selalu dibiarkan kosong (Gambar 3)

Gambar 3. Skema Ilustrasi SWOT Matrix

Matriks SWOT langkah-langkah persiapan dijelaskan sebagai berikut

a) Masing-masing faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dari EFE dan IFE matrix termasuk dalam matriks

SWOT.

b) Menggunakan diskusi mendalam dengan para ahli, penyesuaian kemudian

dilakukan antara eksternal dan faktor internal untuk memproduksi dan

Page 7: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

merumuskan beberapa draft alternatif kebijakan di peternakan sapi

pengembangan ternak di Sulawesi Selatan. Ini dimaksudkan untuk:

mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal (SO strategi);

mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal (WO strategi);

mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal (strategi ST) dan

untuk mencocokkan intern kelemahan dengan ancaman eksternal (strategi WT)

2.5. QSPM (Kualitatif Matriks Perencanaan Strategis) Analisis

QSPM (Kualitatif Matriks Perencanaan Strategis) analisis menunjukkan

alternatif terbaik obyektif strategi yang diawali dengan menentukan faktor kunci

keberhasilan lingkungan eksternal dengan External Factor Evaluation (EFE)

Matrix dan menemukan faktor-faktor internal kunci sukses perusahaan dengan

Matrix internal Factor Evaluation (IFE) sebagai masukan tahap I. Langkah

selanjutnya adalah penyesuaian atau Tahap II, yang menganalisis kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dengan menggunakan matriks SWOT, analisis

internal dan eksternal dengan Internal-Eksternal (IE) Matrix dan posisi perusahaan

di bawah penyelidikan di salah satu kuadran yang ada. QSPM menggunakan input

dari analisis tahap I dan Hasil dari tahap I dan tahap II penyesuaian analisis untuk

menentukan obyektif antara alternatif strategi ada atau disebut sebagai fase III.

Selain itu, David (2009) mencatat bahwa QSPM merupakan alat yang

memungkinkan strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif,

berdasarkan faktor-faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal yang telah

diidentifikasi. Seperti instrumen lain dari formulasi strategi, perumusan strategi

menggunakan Metode QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik.

Tahap keputusan adalah tahap untuk menentukan strategi mana yang layak

dan alternatif terbaik strategi, dengan menggunakan Quantitative Strategic

Planning Matrix (QSPM). 

QSPM menggunakan hasil analisis input dan pencocokan fase. Komponen

utama QSPM adalah:

a) faktor kunci

b) strategi alternatif

Page 8: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

c) beban, tarik Score (AS)

e) jumlah

Skor tarik diperoleh dengan menentukan nilai numerik yang menunjukkan

daya tarik relatif dari setiap strategi khususnya set alternatif. Skor tarik ditugaskan

untuk setiap strategi untuk menentukan relatif tarik salah satu strategi atas yang

lain. Sebaliknya lain, skor total daya tarik adalah skor menunjukkan daya tarik

relatif dari masing-masing alternatif strategi yang mempertimbangkan dampak

dari faktor eksternal dan internal di baris tersebut. Semakin tinggi skor total daya

tarik, semakin menarik strategi alternatif akan.

3. Hasil Dan Diskusi

3.1. External Factor Evaluation (EFE Matrix)

The External Factor Evaluation (EFE) menggunakan sistem pembobotan

scoring untuk mengidentifikasi berat peluang nilai dan ancaman bagi produsen

sapi potong di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan

dan program pemerintah memiliki nilai bobot nilai tertinggi 0.082, dibandingkan

dengan faktor-faktor eksternal lainnya, yang berarti bahwa pemerintah memegang

peranan penting dalam mendukung pengembangan program sapi potong di

Sulawesi Selatan. Skor total berat 3,487 yang lebih tinggi

Rata-rata dari strategi yang efektif dari 2,5, menunjukkan bahwa strategi yang

digunakan sudah efektif dengan menggunakan peluang yang ada dan

meminimalkan ancaman. Hal ini konsisten dengan Nugroho (2006) temuan yang

menyatakan bahwa pengembangan peternakan sebagai bagian dari pembangunan

pertanian akan terkait dengan reorientasi kebijakan pembangunan

pertanian. Peternakan pengembangan memiliki paradigma baru, yaitu keselarasan

kepada orang-orang pada umumnya, delegasi tanggung jawab, perubahan

struktural, dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dirumuskan

strategi dan kebijakan yang komprehensif, sistematis, terpadu-baik secara vertikal

dan horizontal kompetitif, berkelanjutan dan terdesentralisasi.

Page 9: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

3.2. Intern Factor Evaluation (IFE matrix)

Faktor internal Evaluasi (IFE) matriks digunakan untuk menentukan nilai

bobot untuk kekuatan dan kelemahan untuk faktor internal yang mempengaruhi

pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan. Nilai bobot tertinggi adalah 0,666

yang berarti bahwa faktor-faktor yang efektif adalah inovasi, teknologi,

pemeliharaan dan fasilitas. Faktor-faktor ini penting intern Faktor-faktor yang

efektif untuk mengembangkan sapi potong di Sulawesi Selatan untuk mendukung

food estate Program. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah skor total

berat 2,603. Oleh karena itu, dapat menyimpulkan bahwa strategi pengembangan

sapi potong di Sulawesi Selatan telah efektif dalam menggunakan kekuatan dan

meminimalkan faktor kelemahan yang telah memberikan kontribusi terhadap

dampak negatif.

Suryana dalam studinya juga menyatakan bahwa dalam rangka

meningkatkan peran sapi potong sebagai pemasok daging dan sumber pendapatan

ternak, disarankan untuk menerapkan sistem perawatan intensif dengan

manajemen pakan perbaikan dan peningkatan kualitas ternak dengan

pengendalian penyakit. Perbaikan reproduksi dilakukan oleh IB dan penyapihan

dini anak sapi untuk memperpendek calving interval. Sebagai untuk peningkatan

mutu genetik betis perempuan, disarankan untuk menjaga mereka dalam daerah

peternakan untuk penggunaan selanjutnya sebagai grading sampai ternak.

Peningkatan minat dan motivasi sapi peternak untuk memperluas bisnis mereka

dapat difasilitasi melalui insentif dalam produksi.

3.3. Pemetaan Matrix internal eksternal (matriks IE)

The EFE dan IFE matrix matix yang telah selesai menggunakan scoring

pembobotan sistem, kemudian diintegrasikan ke dalam matriks eksternal dan

internal. Matriks ini menunjukkan bahwa pemetaan atau posisi untuk

pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan, mengingat kekuatan dan faktor

kelemahan yang terlibat. Berdasarkan nilai tertimbang dan evaluasi faktor internal

dan eksternal, posisi untuk pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan

Page 10: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

terletak di posisi tumbuh dan membangun. Posisi 2,603 dan 3,457 adalah daerah

didasarkan pada eksternal dan faktor internal, kebijakan pemerintah harus

ditujukan untuk program intensif, seperti pasar penetrasi, pengembangan pasar

dan pengembangan produk. Kebijakan pemerintah lainnya juga harus ditujukan

untuk program integrasi seperti integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan

produk integrasi (David, 2009). Dalam kebijakan itu ditujukan untuk

pengembangan ternak sapi di Sulawesi Selatan untuk Program ketahanan pangan

sangat diperlukan

3.4. Merumuskan Strategi Alternatif

Dalam rangka untuk merumuskan strategi alternatif yang didasarkan pada

faktor eksternal dan internal, ini strategi alternatif sedang dirumuskan dengan

menggunakan metode SWOT. Pendapat ahli yang digunakan untuk merumuskan

strategi tersebut, yang kemudian dianalisis berdasarkan faktor-faktor kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman di Sulawesi Selatan yang dihadapi oleh sapi

pengembangan ternak.

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) dibuat dalam rangka

untuk memilih dan menentukan strategi mana yang terbaik untuk

merekomendasikan kepada ternak sapi pembangunan di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan SWOT Matrix analisis, hasil, strategi ini kemudian yang dipilih

untuk diimplementasikan untuk nyata kondisi sapi potong. Perumusan strategi ini

didasarkan pada wawancara ahli. Nilai yang diberikan oleh ahli kemudian

menjadi, untuk menemukan seluruh skor kriteria. Nilai tertinggi akan menjadi

prioritas Strategi. Dari keempat strategi, berdasarkan hasil matriks QSPM

menunjukkan bahwa prioritas akan Strategi 1. Nilai dari QSPM, berdasarkan

Jumlah Strategi Alternatif adalah 6.901 strategi prioritas ini meningkatkan dan

mengembangkan model antara sapi potong dan tanaman (padi dan jagung),

berdasarkan ketersediaan potensi pakan. Model ini juga harus didukung oleh

pemerintah (pusat, daerah, lokal) menggunakan maju teknologi yang ditujukan

untuk inovasi pengolahan pakan. Temuan ini konsisten dengan hasil dari Ananto

(2011) yang menunjukkan bahwa strategi harus diintegrasikan untuk berhasil.

Page 11: Rancangan Pengembangan Sapi Potong

Selain itu dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa prasyarat untuk pemenuhan

rencana terpadu untuk swasembada dalam produksi daging meliputi: (1) sistem

perdagangan yang kondusif bagi penciptaan industri peternakan nilai tambah, (2)

ditetapkan kebijakan program pertanian sektoral, dan (3) ketersediaan anggaran

untuk sapi-sapi operasi, pemuliaan dan pengembangan bidang peternakan.

Adapun tahap implementasi, lembaga-lembaga yang memainkan kebanyakan

peran yang signifikan Koordinasi Kementerian Perekonomian,bersama-sama

dengan Departemen Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

4. Penutup

Studi ini menunjukkan bahwa kondisi pengembangan sapi potong di

Sulawesi Selatan adalah menjanjikan. IFE dan EFE matriks, menyimpulkan

bahwa berdasarkan nilai tertimbang dan evaluasi faktor internal dan eksternal,

posisi untuk pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan terletak di posisi

tumbuh dan membangun. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus fokus pada

meningkatkan dan mengembangkan program sapi potong, insentif dan kebijakan

pendukung. Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan para ahli tentang

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman faktor, empat strategi kemudian

dirumuskan dalam rangka untuk mengembangkan sapi potong di Selatan

Sulawesi. Jadi dari empat strategi ini disediakan, hasil matriks QSPM

menunjukkan bahwa prioritas akan Strategi 1. Strategi ini memiliki nilai tertinggi

dibandingkan dengan strategi lain, berdasarkan total Strategi Alternatif strategi

prioritas ini meliputi, meningkatkan dan mengembangkan model antara sapi

potong dan tanaman (padi dan jagung), berdasarkan ketersediaan potensi pakan.

Model ini juga harus didukung oleh pemerintah (pusat, daerah, lokal)

menggunakan maju teknologi yang ditujukan untuk inovasi pengolahan pakan.

Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah harus memainkan peran yang

lebih aktif, khususnya lembaga yang terlibat langsung dengan program sapi

potong. Harus ada yang terintegrasi, terkoordinasi dan konsistensi dalam program

ini. Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan sapi potong peternak harus lebih

agresif dalam merekrut dan mempertahankan peternak.