Download - Rancangan Pengembangan Sapi Potong
Rancangan Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan
1. Pendahuluan
Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub-
sektor penting untuk mendukung ekonomi rakyat. Komoditas ternak prospectful
untuk dikembangkan, contoh akan menjadi industri sapi potong yang adalah salah
satu produsen daging yang kaya protein. Hal ini karena keuntungan dari sumber
daya lokal yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Dwiyanto dan Priyanti
(2006) mencatat beberapa masalah dalam pengembangan sapi potong di Indonesia
yaitu:
1. Produktivitas ternak rendah,
2. Terbatasnya ketersediaan sapi lokal,
3. Kurangnya manusia produktif sumber daya dan tingkat yang lebih rendah dari
pengetahuan,
4. Ketersediaan non-kontinyu pakan, terutama di kering musim,
5. Sistem pertanian kurang optimal, dan
6. Pemasaran tidak efisien.
Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Dinas Peternakan akan meluncurkan
program bertajuk A Gerakan untuk Target 1 Juta Populasi Ternak Sapi hingga
2013 dalam mendukung program nasional untuk swasembada daging sapi
2014. Hal ini konsisten dengan Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Dinas
Peternakan, sebagai yurisdiksi visi untuk pemasok utama sapi potong dan sapi. Itu
visi menyiratkan bahwa sektor peternakan dapat meningkatkan populasi dan mutu
genetik ternak. Selain itu, sapi diharapkan memiliki kualitas yang sama sebagai
sumber daya lokal. Sapi Bali, yang telah dikembangkan di Sulawesi Selatan telah
terbukti baik disesuaikan dengan lokal agroklimat kondisi. Selanjutnya, Brahman
dan Limousin ternak juga dikumpulkan untuk mendukung peningkatan jumlah
sapi potong dan populasi sapi.
Sapi potong pertanian di Indonesia melayani fungsi yang sangat strategis,
terutama dalam memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan, sebagai
penghasil daging untuk kesejahteraan manusia dan memenuhi kebutuhan
pelanggan, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan intelektual. Oleh karena itu, memberdayakan masyarakat
pedesaan melalui sapi potong berbasis masyarakat peternakan adalah diperlukan,
khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Pencapaian Percepatan Program
Kecukupan Daging Sapi (P2SDS) 2014 membutuhkan lebih banyak dukungan
untuk membangun langkah-langkah dalam rangka untuk melaksanakan
program. Ini adalah alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian.
Usaha sapi potong di Indonesia umumnya berupa peternakan tradisional
dan servis hanya sebagai sampingan, yang dengan demikian dilakukan secara
kurang optimal. Hal ini memberikan kontribusi relatif kecil pendapatan rumah
tangga petani. Non-optimal pertanian sapi tersebut juga berkaitan, kurangnya
tenaga kerja dipekerjakan, pakan ternak hijau, modal, dan pemasaran. Sehingga
menempatkan petani pada posisi non-tawar dan menjelaskan pendapatan kurang
optimal dari pemasaran. Kebijakan pengembangan ternak sapi telah lama
diberlakukan oleh pemerintah. Sebuah studi oleh Nasution (1983) menunjukkan
bahwa untuk usaha pengembangan ternak dua kebijakan telah dilaksanakan;
ekstensifikasi dan intensifikasi. Mantan put menekankan pada peningkatan jumlah
ternak didukung oleh pengadaan sapi peningkatan kualitas, pencegahan penyakit,
konsultasi bisnis dan pembinaan, bantuan kredit, pengadaan dan peningkatan
kualitas pakan, pemasaran dan kemitraan membangun dengan para pemangku
kepentingan. Yang terakhir ini dilakukan dengan meningkatkan ekonomis
produksi, didukung oleh kombinasi tertentu melalui penggunaan sapi unggul dan
pakan, serta manajemen baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik yang ada dari para
petani, yaitu sosial dan karakteristik ekonomi dalam kaitannya dengan
pengembangan peternakan sapi potong, untuk menentukan faktor mempengaruhi
kebijakan pertanian sapi potong, dan merancang kebijakan pertanian sapi potong
pembangunan di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bermaksud untuk berkontribusi
pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam manajemen disiplin dan
sapi potong bisnis, untuk memberikan kontribusi data dan informasi dan ide-ide
dalam kaitannya dengan perencanaan pengelolaan sumber daya pertanian yang
berkelanjutan, untuk memberikan masukan bagi kebijakan pembuat, baik di
pemerintah pusat dan daerah, dan untuk mengembangkan rencana manajemen
untuk sapi potong pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan ketahanan
pangan nasional.
Pengembangan sapi potong itu bersama-sama dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat (Petani kecil), dan sektor swasta. Pemerintah menetapkan aturan,
memfasilitasi dan mengawasi pasokan dan ketersediaan produk, kuantitas dan
kualitas, untuk memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, dan masalah
kesehatan. Swasta dan publik memainkan peran mereka dalam mewujudkan
kecukupan produk ternak melalui produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan
distribusi sapi potong.
2. Data dan Metodologi
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yang adalah data primer dan
sekunder. Data primer yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner,
wawancara dan diskusi kelompok terfokus. Data sekunder dikumpulkan dengan
melakukan tinjauan pustaka untuk dukungan, melengkapi, dan meningkatkan data
primer. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mendalam
tentang objek penelitian. Untuk membantu menjelaskan hasil analisis ini,
informasi yang akan disajikan dalam bentuk label, gambar, atau matriks, sesuai
dengan hasil yang diperoleh. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan
untuk menggambarkan hasil wawancara dan kuesioner pada kebijakan
pembangunan sapi potong. Analisis data di atas adalah diolah dengan
menggunakan software SPSS.
Gambar 1. Penelitian Pelaksanaan Flowchart
2.1. External Factor Evaluation (EFE) Matrix
External Factor Evaluation (EFE) Matrix digunakan untuk mengevaluasi
faktor-faktor eksternal yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam
persaingan. Data eksternal yang relevan dikumpulkan untuk analisis. Faktor-
faktor ini terkait dengan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,
pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan di pasar industri di mana
perusahaan tersebut berlokasi, dan data eksternal yang relevan lainnya. Hal ini
penting karena faktor eksternal memiliki langsung atau tidak langsung pengaruh
terhadap perusahaan.
2.2. Intern Factor Evaluation (IFE)
Intern Factor Evaluation (IFE) Matrix digunakan untuk menentukan
faktor-faktor internal yang mempengaruhi daya saing perusahaan, yang berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.
Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat diperoleh dari
perusahaan fungsi, seperti aspek manajemen, keuangan, sumber daya manusia
(SDM), pemasaran, informasi sistem, produksi dan operasi.
2.3. Matrix IE
Internal-Eksternal (IE) matrix digunakan untuk mengevaluasi faktor-
faktor eksternal (peluang dan tantangan) dan faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) yang menghasilkan bentuk matriks yang terdiri dari 9 sel yang pada
prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu:
1. Strategi pertumbuhan adalah pertumbuhan perusahaan (sel 1, 2 dan 3) atau
diversifikasi (sel 7 dan 8).
2. Strategi stabilitas adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah yang
telah ditentukanstrategi.
3. Strategi PHK merupakan upaya untuk meminimalkan atau mengurangi kerja
yang dilakukan oleh perusahaan (sel3, 6, dan 9).
Internal-Eksternal (IE) Matrix diilustrasikan pada Gambar 2 di bawah ini
Gambar 2. Internal-Eksternal (IE) Matrix
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci: EFI total skor tertimbang
adalah pada sumbu horisontal dan EFE total skor tertimbang adalah pada sumbu
vertikal. Dari total skor tertimbang, masing-masing divisi IE Matrix di tingkat
korporasi dapat disusun, pada sumbu horisontal IE Matrix, total EFI skor
tertimbang 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, skor 2,0-2, 99
adalah dianggap moderat, dan skor 3,0-4,0 dianggap sebagai yang kuat. Hal ini
berlaku untuk sumbu vertikal, dimana EFE total skor tertimbang 1,0-1,99
dianggap rendah; 2,0-2,99 sebagai moderat, dan 3,0 sampai 4,0 tinggi.
2.4. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah alat analisis yang kuat jika digunakan
sesuai. "SWOT" singkatan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan
Ancaman. Kekuatan dan kelemahan dapat ditemukan dalam tubuh organisasi,
termasuk unit bisnis tertentu, sedangkan peluang dan ancaman yang faktor
lingkungan yang dihadapi organisasi, perusahaan atau unit bisnis yang
bersangkutan.
Instrument analisis yang digunakan dalam fase ini adalah matriks SWOT
(Strengths-Weaknesses- Peluang Ancaman). Matrix menggabungkan peluang dan
ancaman yang sedang dihadapi dapat selanjutnya disesuaikan sesuai dengan
kekuatan dan kelemahan yang ada untuk menghasilkan strategi SO alternatif,
strategi dan WO, WT, dan ST. SWOT skema matriks terdiri dari sembilan sel, di
mana ada empat sel faktor utama (Eksternal dan internal), empat sel strategi, dan
satu sel yang selalu dibiarkan kosong (Gambar 3)
Gambar 3. Skema Ilustrasi SWOT Matrix
Matriks SWOT langkah-langkah persiapan dijelaskan sebagai berikut
a) Masing-masing faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dari EFE dan IFE matrix termasuk dalam matriks
SWOT.
b) Menggunakan diskusi mendalam dengan para ahli, penyesuaian kemudian
dilakukan antara eksternal dan faktor internal untuk memproduksi dan
merumuskan beberapa draft alternatif kebijakan di peternakan sapi
pengembangan ternak di Sulawesi Selatan. Ini dimaksudkan untuk:
mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal (SO strategi);
mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal (WO strategi);
mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal (strategi ST) dan
untuk mencocokkan intern kelemahan dengan ancaman eksternal (strategi WT)
2.5. QSPM (Kualitatif Matriks Perencanaan Strategis) Analisis
QSPM (Kualitatif Matriks Perencanaan Strategis) analisis menunjukkan
alternatif terbaik obyektif strategi yang diawali dengan menentukan faktor kunci
keberhasilan lingkungan eksternal dengan External Factor Evaluation (EFE)
Matrix dan menemukan faktor-faktor internal kunci sukses perusahaan dengan
Matrix internal Factor Evaluation (IFE) sebagai masukan tahap I. Langkah
selanjutnya adalah penyesuaian atau Tahap II, yang menganalisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dengan menggunakan matriks SWOT, analisis
internal dan eksternal dengan Internal-Eksternal (IE) Matrix dan posisi perusahaan
di bawah penyelidikan di salah satu kuadran yang ada. QSPM menggunakan input
dari analisis tahap I dan Hasil dari tahap I dan tahap II penyesuaian analisis untuk
menentukan obyektif antara alternatif strategi ada atau disebut sebagai fase III.
Selain itu, David (2009) mencatat bahwa QSPM merupakan alat yang
memungkinkan strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif,
berdasarkan faktor-faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal yang telah
diidentifikasi. Seperti instrumen lain dari formulasi strategi, perumusan strategi
menggunakan Metode QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik.
Tahap keputusan adalah tahap untuk menentukan strategi mana yang layak
dan alternatif terbaik strategi, dengan menggunakan Quantitative Strategic
Planning Matrix (QSPM).
QSPM menggunakan hasil analisis input dan pencocokan fase. Komponen
utama QSPM adalah:
a) faktor kunci
b) strategi alternatif
c) beban, tarik Score (AS)
e) jumlah
Skor tarik diperoleh dengan menentukan nilai numerik yang menunjukkan
daya tarik relatif dari setiap strategi khususnya set alternatif. Skor tarik ditugaskan
untuk setiap strategi untuk menentukan relatif tarik salah satu strategi atas yang
lain. Sebaliknya lain, skor total daya tarik adalah skor menunjukkan daya tarik
relatif dari masing-masing alternatif strategi yang mempertimbangkan dampak
dari faktor eksternal dan internal di baris tersebut. Semakin tinggi skor total daya
tarik, semakin menarik strategi alternatif akan.
3. Hasil Dan Diskusi
3.1. External Factor Evaluation (EFE Matrix)
The External Factor Evaluation (EFE) menggunakan sistem pembobotan
scoring untuk mengidentifikasi berat peluang nilai dan ancaman bagi produsen
sapi potong di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
dan program pemerintah memiliki nilai bobot nilai tertinggi 0.082, dibandingkan
dengan faktor-faktor eksternal lainnya, yang berarti bahwa pemerintah memegang
peranan penting dalam mendukung pengembangan program sapi potong di
Sulawesi Selatan. Skor total berat 3,487 yang lebih tinggi
Rata-rata dari strategi yang efektif dari 2,5, menunjukkan bahwa strategi yang
digunakan sudah efektif dengan menggunakan peluang yang ada dan
meminimalkan ancaman. Hal ini konsisten dengan Nugroho (2006) temuan yang
menyatakan bahwa pengembangan peternakan sebagai bagian dari pembangunan
pertanian akan terkait dengan reorientasi kebijakan pembangunan
pertanian. Peternakan pengembangan memiliki paradigma baru, yaitu keselarasan
kepada orang-orang pada umumnya, delegasi tanggung jawab, perubahan
struktural, dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dirumuskan
strategi dan kebijakan yang komprehensif, sistematis, terpadu-baik secara vertikal
dan horizontal kompetitif, berkelanjutan dan terdesentralisasi.
3.2. Intern Factor Evaluation (IFE matrix)
Faktor internal Evaluasi (IFE) matriks digunakan untuk menentukan nilai
bobot untuk kekuatan dan kelemahan untuk faktor internal yang mempengaruhi
pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan. Nilai bobot tertinggi adalah 0,666
yang berarti bahwa faktor-faktor yang efektif adalah inovasi, teknologi,
pemeliharaan dan fasilitas. Faktor-faktor ini penting intern Faktor-faktor yang
efektif untuk mengembangkan sapi potong di Sulawesi Selatan untuk mendukung
food estate Program. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah skor total
berat 2,603. Oleh karena itu, dapat menyimpulkan bahwa strategi pengembangan
sapi potong di Sulawesi Selatan telah efektif dalam menggunakan kekuatan dan
meminimalkan faktor kelemahan yang telah memberikan kontribusi terhadap
dampak negatif.
Suryana dalam studinya juga menyatakan bahwa dalam rangka
meningkatkan peran sapi potong sebagai pemasok daging dan sumber pendapatan
ternak, disarankan untuk menerapkan sistem perawatan intensif dengan
manajemen pakan perbaikan dan peningkatan kualitas ternak dengan
pengendalian penyakit. Perbaikan reproduksi dilakukan oleh IB dan penyapihan
dini anak sapi untuk memperpendek calving interval. Sebagai untuk peningkatan
mutu genetik betis perempuan, disarankan untuk menjaga mereka dalam daerah
peternakan untuk penggunaan selanjutnya sebagai grading sampai ternak.
Peningkatan minat dan motivasi sapi peternak untuk memperluas bisnis mereka
dapat difasilitasi melalui insentif dalam produksi.
3.3. Pemetaan Matrix internal eksternal (matriks IE)
The EFE dan IFE matrix matix yang telah selesai menggunakan scoring
pembobotan sistem, kemudian diintegrasikan ke dalam matriks eksternal dan
internal. Matriks ini menunjukkan bahwa pemetaan atau posisi untuk
pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan, mengingat kekuatan dan faktor
kelemahan yang terlibat. Berdasarkan nilai tertimbang dan evaluasi faktor internal
dan eksternal, posisi untuk pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan
terletak di posisi tumbuh dan membangun. Posisi 2,603 dan 3,457 adalah daerah
didasarkan pada eksternal dan faktor internal, kebijakan pemerintah harus
ditujukan untuk program intensif, seperti pasar penetrasi, pengembangan pasar
dan pengembangan produk. Kebijakan pemerintah lainnya juga harus ditujukan
untuk program integrasi seperti integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan
produk integrasi (David, 2009). Dalam kebijakan itu ditujukan untuk
pengembangan ternak sapi di Sulawesi Selatan untuk Program ketahanan pangan
sangat diperlukan
3.4. Merumuskan Strategi Alternatif
Dalam rangka untuk merumuskan strategi alternatif yang didasarkan pada
faktor eksternal dan internal, ini strategi alternatif sedang dirumuskan dengan
menggunakan metode SWOT. Pendapat ahli yang digunakan untuk merumuskan
strategi tersebut, yang kemudian dianalisis berdasarkan faktor-faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman di Sulawesi Selatan yang dihadapi oleh sapi
pengembangan ternak.
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) dibuat dalam rangka
untuk memilih dan menentukan strategi mana yang terbaik untuk
merekomendasikan kepada ternak sapi pembangunan di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan SWOT Matrix analisis, hasil, strategi ini kemudian yang dipilih
untuk diimplementasikan untuk nyata kondisi sapi potong. Perumusan strategi ini
didasarkan pada wawancara ahli. Nilai yang diberikan oleh ahli kemudian
menjadi, untuk menemukan seluruh skor kriteria. Nilai tertinggi akan menjadi
prioritas Strategi. Dari keempat strategi, berdasarkan hasil matriks QSPM
menunjukkan bahwa prioritas akan Strategi 1. Nilai dari QSPM, berdasarkan
Jumlah Strategi Alternatif adalah 6.901 strategi prioritas ini meningkatkan dan
mengembangkan model antara sapi potong dan tanaman (padi dan jagung),
berdasarkan ketersediaan potensi pakan. Model ini juga harus didukung oleh
pemerintah (pusat, daerah, lokal) menggunakan maju teknologi yang ditujukan
untuk inovasi pengolahan pakan. Temuan ini konsisten dengan hasil dari Ananto
(2011) yang menunjukkan bahwa strategi harus diintegrasikan untuk berhasil.
Selain itu dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa prasyarat untuk pemenuhan
rencana terpadu untuk swasembada dalam produksi daging meliputi: (1) sistem
perdagangan yang kondusif bagi penciptaan industri peternakan nilai tambah, (2)
ditetapkan kebijakan program pertanian sektoral, dan (3) ketersediaan anggaran
untuk sapi-sapi operasi, pemuliaan dan pengembangan bidang peternakan.
Adapun tahap implementasi, lembaga-lembaga yang memainkan kebanyakan
peran yang signifikan Koordinasi Kementerian Perekonomian,bersama-sama
dengan Departemen Pertanian dan Kementerian Perdagangan.
4. Penutup
Studi ini menunjukkan bahwa kondisi pengembangan sapi potong di
Sulawesi Selatan adalah menjanjikan. IFE dan EFE matriks, menyimpulkan
bahwa berdasarkan nilai tertimbang dan evaluasi faktor internal dan eksternal,
posisi untuk pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan terletak di posisi
tumbuh dan membangun. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus fokus pada
meningkatkan dan mengembangkan program sapi potong, insentif dan kebijakan
pendukung. Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan para ahli tentang
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman faktor, empat strategi kemudian
dirumuskan dalam rangka untuk mengembangkan sapi potong di Selatan
Sulawesi. Jadi dari empat strategi ini disediakan, hasil matriks QSPM
menunjukkan bahwa prioritas akan Strategi 1. Strategi ini memiliki nilai tertinggi
dibandingkan dengan strategi lain, berdasarkan total Strategi Alternatif strategi
prioritas ini meliputi, meningkatkan dan mengembangkan model antara sapi
potong dan tanaman (padi dan jagung), berdasarkan ketersediaan potensi pakan.
Model ini juga harus didukung oleh pemerintah (pusat, daerah, lokal)
menggunakan maju teknologi yang ditujukan untuk inovasi pengolahan pakan.
Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah harus memainkan peran yang
lebih aktif, khususnya lembaga yang terlibat langsung dengan program sapi
potong. Harus ada yang terintegrasi, terkoordinasi dan konsistensi dalam program
ini. Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan sapi potong peternak harus lebih
agresif dalam merekrut dan mempertahankan peternak.