rancangan askep injuri kepala

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian besar, apalagi cedera kepala ini sering menimpa golongan usia produktif. Dan kebanyakan menimbulkan kematian pada manusia salah satunya adalah Head Injuri Great III ( Soemarno Markam 1992 ). Head Injuri Great III juga disebut comusio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan. ( Soemarno Markam 1992 ). Statistik neagara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapittis mencakup 26 % dari jumlah segala macam kecelakaan 33 % kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Diluar medan perperangan lebih dari 50 % trauma kapitis yaitu terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya karena pukulan atau jatuh. Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 maret 2005 1 | Page

Upload: octa-nurmayanti

Post on 27-Dec-2015

75 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Rancangan Askep Injuri Kepala

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat

perhatian besar, apalagi cedera kepala ini sering menimpa golongan usia produktif. Dan

kebanyakan menimbulkan kematian pada manusia salah satunya adalah Head Injuri Great III

( Soemarno Markam 1992 ).

Head Injuri Great III juga disebut comusio cerebri adalah keadaan dimana penderita

setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih

dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita

dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan

retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan.

( Soemarno Markam 1992 ).

Statistik neagara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapittis

mencakup 26 % dari jumlah segala macam kecelakaan 33 % kecelakaan yang berakhir pada

kematian menyangkut trauma kapitis. Diluar medan perperangan lebih dari 50 % trauma kapitis

yaitu terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya karena pukulan atau jatuh.

Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang Rawat Penyakit

Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari

tanggal 21 maret 2005 sampai dengan 13 mei 2005, didapatkan jumlah penderita yang dirawat

inap sebanyak 80 orang , dan yang menderita Head Injuri sebanyak 20 orang atau 25 % ( Buku

register Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr.

Zainoel Abidin Banada Aceh ).

Adapun kegawat daruratan penyakit / masalah yang berperngaruh terhadap semua

aspek pasien adalah : beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi

akibat kecelakaan yang serius misalanya mematuhi undang-undang lalu lintas, pemakaian seat

belt, helm dan sebagainya ( RSU. P 1995 ).

1 | P a g e

Adapun peran perawat yang dilakukan pada Head Injuri Gret III ialah : memberikan

asuhan keperawatan, memberi rasa aman, mengurangi rasa khawatir, mempertahankan

hubungan yang harmonis utntuk membantu penyembuhan, melayani kebutuhan pasien dan

keinginan pasien serta perawatan berperan sebagai penyuluh kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Injury Kepala?

2. Apa etiologi dari Injury Kepala?

3. Klasifikasi dari Injury Kepala?

4. Apa manifestasi klinik Injury Kepala?

5. Bagaimana patofisiologi Injury Kepala?

6. Apa komplikasi Injury Kepala?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Injury Kepala?

8. Bagaiamana penatalaksanaan Injury Kepala?

9. Bagaiamna asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Injury Kepala?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada klien

dengan Injury Kepala

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan pengertian injury kepala.

b. Menjelaskan etiologi injury kepala.

c. Menjelaskan klasifikasi injury kepala.

d. Menjelaskan manifestasi klinis injury kepala.

e. Menjelaskan patofisiologi injury kepala.

f. Menjelaskan penatalaksanaan injury kepala.

2 | P a g e

D. METODE PENULISAN

Penulisan makalah ini menggunakan berdasarkan literatur yag diperoleh dari buku

ataupun sumber dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini terdiri dari 3 bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai

berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Isi yang terdiri dari pengertian, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi,

dan penatalaksanaan Injury Kepala

BAB III : Asuhan Keperawatan pada klien Injury Kepala

BAB IV : Penutup terdiri dari Kesimpulan

3 | P a g e

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam

(Batica,2011)

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi

terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Borley, 2006)

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya

(Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)

Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif

,dkk ,2000)

B. Etiologi

Kecelakaan lalu lintas

Jatuh

Trauma benda tumpul

Kecelakaan kerja

Kecelakaan olahraga

Trauma Tembak

Pecahan Bom

Pukulan Langsung

Tabrakan

Peluru

4 | P a g e

C. Klasifikasi

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul

setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera

kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan :

1) Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera

kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-

motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru

atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

2) Berat nya Cedera

Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.

a) Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13–15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau

mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral

maupun hematoma.

b) Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9–12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c) Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma

intracranial.

5 | P a g e

Glascow Coma Scale (GCS)

No Respon Nilai

1.

2.

3.

Membuka Mata :

Spontan

Terhadap rangsangan suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

Verbal :

Orientasi baik

Orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara tidak jelas

Tidak ada respon

Motorik :

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak ada respon

4

3

2

1

5

4

3

2

1

6

5

3) Tipe Cedera Kepala

Tipe dari cedera kepala dapat meliputi :

1. Fraktur Tengkorak

Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf dari otak,

meorbek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan serebrospina,

6 | P a g e

dimana dapat membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi intracranial. Adapun

macam-macam dari fraktur tengkorak adalah:

a. Linear Fraktur adalah retak biasa pada bagian hubungan tulang dan tidak

merubah hubungan dari kedua fragmen.

b. Comminuted Fraktur adalah patah tulang dengan multiple fragmen dengan

fraktur yang multilinear

c. Depressed Fraktur . Fragmen tulang melekuk ke dalam.

d. Coumpound Fraktur. Fraktu tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit

kepala, membrane mukosa, sinus paranasal, mata dan telinga atau

membrane timpani.

e. Fraktur dasar tengkorak. Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak,

khususnya pada fossa anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah

satu : linear, comminuted atau depressed. Sering menyebabkan rhinorrhea

atau otorrhea.

2. Cidera Serebral.

Cidera serebral dapat meliputi :

a. Komosio serebri. Adalah suatu kerusakan sementara fungsi

neurologi yang disebabkan oleh benturan pada kepala. Biasanya

tidak merusak struktur tetapi menyebabkan hilangnya ingatan

sebelum dan sesudah cidera, lesu, mual dan muntah. Biasanya

dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah komosio akan

timbul sindroma berupa sakit kepala, pusing, ketidakmampuan

untuk konsentrasi berupa minggu setelah kejadian.

b. Kontusio serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari

struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan

dan kematian jaringan dengan/tanpa edema. Kontusio dapat

berupa copu atau contracoup injury. Defisit neurologi serius dapat

terjadi. Gejala-gejala tergantung pada luasnya kerusakan.

7 | P a g e

c. Hematoma epidural Adalah perdarahan yang menuju ke ruang

antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi karena

laserasi dari arteri meningea media. Gambaran klinik klasik yang

terlihat berupa: hilangnya kesadaran dengan diikuti perioe flaccid,

tingkat kesadaran dengan cepat menurun confusion sampai

dengan koma. Jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian.

d. Hematoma subdural. Adalah perdarahan arteri atau vena

durameter dan arachnoid. Hematoma subdural akut dapat timbul

dalam waktu 48 jam, dengan gejala-gejala berupa sakit kepala,

mengantuk, agitasi, bingung dan dilatasi dan fiksasi pupil

ipsilateral. Untuk hematoma subakut subdural gejala-gejalanya

sama dengan yang akut, tetapi berkembang lebih lambat yaitu 2

hari sampai 2 minggu. Hematoma subdural kronik akibat trauma

kecil dapat berkembang lebih lama lagi

e. Hematoma Intracerebral. Adalah perdarahan yang menuju ke

jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cidera langsung dan

sering didapat pada lobus frontal atau temporal. Gejala-gejalanya

meliputi: sakit kepala, menurunnya kesadaran, hemiplegia

kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral.

f. Hematoma subarachnoid. Hematoma yang terjadi akibat trauma,

meskipun pembentukan hematoma jarang. Tanda dan gejala-

gejalanya meliputi: kaku kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkat

kesadaran, hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.

D. Manifestasi Klinis

1. Komosio Serebri

Muntah tanpa nausea

Nyeri pada lokasi cidera

Mudah marah

Pusing dan mata berkunang-kunang, ingatan sementara hilang

8 | P a g e

2. Kontusio Serebri

Perubahan tingkat kesadaran

Lemah dan paralisis tungkai

Kesulitan berbicara

Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma, sakit kepala

Perubahan dalam penglihatan

Tidak berespon baik rangsang verbal dan denyut nadi

Kelumpuhan saraf cranial Glasglow coma scale dibawah

3. Hematoma epidural

Luka benturan/penetrasi pada lobus temporal, dasar tengkorak.

Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat mengikuti beberapa menit

sampai beberapa jam periode flasia, kemudian secara progresif turun

kesadarannya

Gangguan penglihatan

Perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang menujukkan adanya

hematoma epidural fossa posterior

Kontraleral hemiparesis/paralisis

Kontralateral aktivitas kejang jacksonia

4. Hematoma subdural

Berubah-ubah hilang kesadaran

Sakit kepala

Otot wajah melemah

Tanda-tanda babinsky positif

Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

Kronik

Gangguan Mental

Sakit kepala yang hilang timbul

Perubahan tingkah laku

Kelemahan yang hilang timbul pada satu tungkai pada sisi tubuh

9 | P a g e

Meningkat gangguan penglihatan

Penurunan tingkat kesadaran yang hilang timbul

Peningkatan Tekanan Intrakranial

E. Patofisiologi

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses

sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan

suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar

daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,

terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan

tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus

pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran

berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang

merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal

(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap

awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan

tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam,

percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur

tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian

langsung pada daerah yang terkena.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan

primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai

gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.

Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi

dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor

seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak,

gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas.

10 | P a g e

Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis

yang tergantung lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat

dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain.

Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar.

Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang

berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada

epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya

kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi

hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi

sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah

trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang

hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium

dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga

keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga

disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme

karbohidrat didalam batang otak. Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung

karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks

medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi

unkus. Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi

tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi

tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan

kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan

korteks serebri terputus.

11 | P a g e

F. Pathway

G. Komplikasi

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus

frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.

2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini,

minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

12 | P a g e

3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis

meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

H. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala, meliputi hal-

hal di bawah ini.

CT- scan , Mengidentifikasi adanya Hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak.

MRI

Angiografi serebral, menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat oedema, perdarahan atau trauma.

EEG , untuk memperlihatkan berkembangnya gelombang patologis

Foto Rontgen, mendekteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan

struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang

PET (Positron Emission Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas

metabolism otak.

Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subaraknoid

Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

tekanan intracranial.

Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

Analisis Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostik untuk menetukan

status respirasi, status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan

AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.

I. Penatalaksanaan Medis

1. Non Pembedahan

13 | P a g e

Angkat Tangan klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi

kepala dan leher sejajar

Traksi ringan pada kepala

Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan

otak sekunder sperti stabilitas system kardiovaskular dan fungsi

pernapasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat

Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melalukan pemantauan TIK.

Bila terjadi peningkatan TIK,pertahankan oksigenisasi yang

adekuat:Pemberian manitol untuk menguragi edema kepala dengan

dehidrasi osmotic, hiperventilasi, meninggikan posisi kepala di tempat

tidur;kolaborasi bedah neuro untuk meningkatkan bekuan dan jahitan

terhadap laserasi di kepala. Pasang alat pemantau TIK selama pembedahan

atau dengan tekhnik aseptic di tempat tidur. Rawat klien Di ICU

Tindakan perawatan Pendukung yang lain, yaitu pemantauan ventilasi dan

pencegahan kejang serta pemantauan cairan, elektrolit, dan keseimbangan

nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik bila klien koma berat untuk

mengontrol jalan napas, penurunan volume darah serebral, dan

penurunan TIK , Pasang NGT bila terjadi penururnan motilitas lambung dan

peristaltic terbalik akibat cedera kepala.

2. Pembedahan

Kraniotomi diindikasikan utnuk:

Mengatasi subdural atau epidural hematoma

Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak tekontrol

Mengobati Hidrosefalus

3. Farmakologi

Glukokortikoroid (dexamethazone) untuk mengurangi edema

Diureik Osmotic (manitol) di berikan melalui jarum dengan filter untuk

mengeluarkan Kristal-kristal mikroskopis

14 | P a g e

Diuretik loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan

tekanan Intrakranial

Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi

mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat

menibgkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial

Pemberian terapi Antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah

trauma kepala yang menyebabkan kerusakan otak sekunder karena

hipoksia .

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Anamnesis

1) Pengumpulan data klien baik subjketif maupun objektif pada gangguan system

persarafan sehubugan dengan cedera kepala bergantung pada bentuk, lokasi,

jenis cedera, dan adanya komplikasi pada organ vital lainya. Anamnesis pada

cedera kepala meliputi keluhan utama,riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial

2) Keluhan Utama

Sering menjadi alas an klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung

seberapa jauh dampak dari trauma kepala diserati penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat Penyakit sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,

jauh dari ketinggian, traumalangsung ke kepala. Pengkajian yang didapat,

meliputi tingkat esdaran menurun (GCS < 15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit

kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi

sekret pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta

kejang. Adanya penurunanatau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan

dengan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga

umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak

responsive , dan koma.

15 | P a g e

4) Riwayat Penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat

cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,

penggunaan obat-obatan antikoagulan,aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif

dan konsumsi alkohol berlebihan.

5) Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan

diabetes mellitus.

6) Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian mekanisme kping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi

klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada

dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,

rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan akivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah .

Adanya perubahan hubungan dan peran klien mengalami kesulitan untuk

berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan

klien measa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak

kooperatif.

Oleh karena klien harus menalani rawat inap, keadaan ini mungkin

member dampak pada status ekonomi klien, akibat biaya perawatan dan

pengoatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan

biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan

keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi

dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap

pada gaya hidup indivisu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas

dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam

hubungannya dengan peran social dan rencana pelayanan yang akan

16 | P a g e

mendukung adapatasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan

individu.

b. Pemeriksaan Fisik

Setelah Melakukan Anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system (B1 – B6)

dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3(Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.

1) Keadaan Umum

Pada keadaan cedera kepala umunya mengalami penurunan kesadaran (cedera

kepala ringan, GCS:13 – 15; cedera kepala sedang GCS: 9 – 12; cedera kepala

berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda-

tanda vital.

2) B1 (Breathing)

Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi dari perubahan

jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari

pemeriksaan fisik system ini akan didapatkan hasil seperti di bawah ini:

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunann otot bantu napas, dan peningatan frekuensi pernapasan. Ekspansi

dada: dinilai penuh/ tidak penh dan kesimetrisannya. Pada Observasi ekspansi

dada juga perlu dinilai: Retraksi dari otot-otot interkostal, substernal,

pernapasan abdomen., dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).

Pola napas paradoksal dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu

menggerakkan dinding dada.

Pada Palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan

didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga torak.

17 | P a g e

Pada perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan

trauma pada torak/hematoraks

Pada Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi

pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang

menurun yang sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan

tingkat kesadaran koma.

Pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernapasan,

klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat

diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien

cedera kepala berat dengan pemasangan ventilator secara komprehensif

merupakan jalur keperawatan kritis.

Pada Klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian pada Inspeksi

pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus

seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

18 | P a g e

TIK meningkat

Hipoksemia

Hiperkapnia

Rangsang Simpatis

Me tahanan vaskuler sistemik dan tekanan darah

Peningkatan hambatan difusi O2 – CO2

Sistem pembuluh darah pulomonal tekanan darah

Edema Paru

Meningkatkan tekanan hidrostatik

3) B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)

yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil pemeriksaan

kardiovaskuler klien kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan

darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia, dan aritmia. Frekuensi

nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya

menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia merupakan tanda

dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan oucat menunjukkan adanya

penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya

perubahan perfusi janringan dan tanda-tanda awal dari syok. Pada beberapa

keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang tubuh untuk

melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini

akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga memberikan resiko terjadinya

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.

4) B3 (Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama akibat

pengaruh peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan adanya perdarahan

baik bersifat hematom intraserbal, subdural, dan epidural. Pengkajian B3 (Brain)

merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada

system lainnya.

19 | P a g e

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap

lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.

Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam

kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar

pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa sampai koma.

Pengkajian Fungi Serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi

intelektual, lobus frontal, dan hemisfer.

Status Mental, Observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai gaya bicara,

ekspansi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien cedera kepala tahap

lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

Fungsi Intelektual. Pada beberapa keadaan klien cedera kepala

didapatkan penurunan dalam memori, baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

Lobus Frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan

jika trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal

kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi.

Disfungsi ini dapat Ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan

dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini

menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah

psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,

bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama .

Hemisfer . Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah

kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral

sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera

kepala yang hemisfer kiri, mengalami hemiparasee kanan, perilaku lambat dan

sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia

dan mudah frustasi.

20 | P a g e

Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf cranial I-

XXII

Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak

anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi

penciuman/anosmia unilateral atau bilateral.

Saraf II. Hematom palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan

lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus. Perdarahan di ruang

intracranial,, terutama hemoragia subaraknoid, dapat disertai dengan

perdarahan di retina. Anomali pembuluh darah di dalam otak dapat

bermanifestasi juga di fundus. Akan tetapi dari segala macam kelainan di

dalam ruang intracranial, tekanan intracranial dapat dicerminkan pada

fundus.

Saraf III,IV, dan VI . Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada

klien dengan trauma yang merusak rongga orbita. Pada kasus-kasus trauma

kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda

serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini herniasi

tentorium adalah midriasis yang tidak berekasi pada penyinaran. Paralisis

otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala

terdapat anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan

dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka pupil yang miotik adalah

abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang

mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal

menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkontraksi.

Saraf V. Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis

saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah.

Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan

21 | P a g e

Saraf VIII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan

biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf

vestibulokoklearis.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup

baik serta tidak ada artofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

Pengkajian Sistem Motorik. Pada inspeksi umum, didapatkan hemiplegia

(Paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otakk yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.

Tonus Otot. Didapatkan menurun sampai hilang.

Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan

otot didapatkan tingkat 0.

Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena

hemiparese dan hemiplegia.

Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon,

ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal.

Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi yang lumpuh

akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan mencul kembali

didahului dengan reflex patologis.

Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi

terjadi ketidakmamuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi

persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan

korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan

dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan

hemiplegia kiri.

22 | P a g e

Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan

ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi

(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta

kesulitan dalam mneginterprestasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

5) B4(Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk

berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat

terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Setelah cedera kepala, klien

mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan

system perkemihan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-

kadang control sfingter urinarius eksrternal hilang atau berkurang. Selama

periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan tekhnik steril. Inkontinensia

urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah

pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi

asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya

inkontinensia alvi yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada

mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya Dehdrasi.

Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus

harus di kaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau

hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan Observasi bising

usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya

udara yang berasal dari sekitar slang endoktrakeal dan nasotrakeal.

23 | P a g e

7) B6(Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstermitas. Kaji

warna kulit, suhu, kelemahan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit;

warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga,

hidung, bibir, dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane

mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau syok.

Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat

adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya

demam, dan infeksi. Integrasi kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus.

Adanya kesulitan untik beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau

paralise/hemiplegic, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan

istirahat.

Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Penatalksanaan saat awal terutama pada cedera kepala selain mempertahankan

fungsi ABCD (airway, breathing, dan circulation) dan menilai stataus neurologi

(disabilitas dan pajanan), penurunan risiko iskemi juga harus dilakukan. Keadaan

ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak

yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih

rendah.

Selain itu, perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang

meningkat disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan

tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat

dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang

menunjukkan acidosis intraserebral dan meningkatkan metabolism intraserebral.

a.

24 | P a g e

b. Asuhan keperawatan

1. Risiko Tinggi Peningkatan TIK Berhubungan dengan desak ruang sekunder dari

kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan, baik berdifat

intraserebral,hematom, subdural hematom,maupun epidural hematom.

2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak,

hematoma,penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia.

3. Ketidakefektifan pola napas b.d difusi O2 terhambat

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan

pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi

karena faktor biologis.

No Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi

1 Risiko Tinggi

Peningkatan TIK

Berhubungan dengan

desak ruang

sekunder dari

kompresi korteks

serebri dari adanya

perdarahan, baik

bersifat

intraserebral,hemato

m, subdural

hematom,maupun

epidural hematom.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

dalam waktu 2 x 24 jam

tidak terjadi peningkatan

TIK pada klien

Kriteria:

1. Klien tidak gelisah,

klien tidak mengeluh

nyeri kepala, mual –

mual dan muntah,

2. 2. GCS: 4,5,6,

tidak terdapat

papiledema. TTV dalam

batas normal.

1. Kaji faktor penyebab

dari situasi/keadaan

individu/penyebab

koma/penurunan

perfusi jaringan dan

kemungkinan

penyebab

peningkatan TIK

2. Memonitor tanda –

tanda vital tiap 24 jam

3. Evaluasi pupil, amati

ukuran,ketajaman,dan

reaksi terhadap

cahaya

4. Bantu klien jika

25 | P a g e

batuk,muntah

5. Observasi tingkat

kesadaran dengan GCS

6. Kolaborasi untuk

tindaka operatif

evakuasi darah dari

dalam intracranial

7. Berikan analgesik

narkotik, contohnya

kodein :

2 Gangguan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

edema otak,

hematoma,penuruna

n tekanan darah

sistemik/hipoksia.

dalam waktu 3 x 24 klien

dapat mempetahankan:

1. tingkat kesadaran

biasa/perbaikan,

kognisi adanya

fungsi motorik

dan sensorik.

2. Mendemonstrasik

an TTV Stabil dan

tak ada

peningkatan TIK

1. Kaji tingkat kesadaran

dengan GCS

2. Kaji pupil, ukuran,

respon terhadap

cahaya, gerakan mata

3. Evaluasi keadaan

motorik dan sensori

pasien

4. Monitor tanda vital

setiap 1 jam

5. Observasi adanya

edema periorbita

ekimosis diatas

osmatoid,rhinorrhea,

otorrhea

6. Pertahan kan kepala

tempat tidur 30-45

derajat dengan posisi

leher menekuk

26 | P a g e

7. Anjurkan pasien untuk

tidak menekuk

lututnya / fleksi,

batuk, bersin, feses

yang keras

8. Pertahankaan suhu

normal.

9. Monitor kejang dan

berikan obat

antikejang.

10. Lakukan aktivitas

keperawatan dan

aktivitas pasien

seminimal mungkin.

11. Pertahankan

kepatenan jalan

napas, suction jika

perlu, berikan oksigen

100 % sebelum

suction dan suction

tidak lebih dari 15

detik.

12. Berikan obat sesuai

program dan monitor

efek samping.

3 Ketidakefektifan pola

napas b.d difusi O2

terhambat

1. kaji frekwensi napas,

kedalaman, irama

setiap 1-2 jam.

2. Auskultasi bunyi napas

27 | P a g e

setiap 1-2 jam

3. Pertahankan

kebersihan jalan

napas, suction jika

perlu, berikan oksigen

sebelum suction.

4. Berikan posisi

semifowler.

5. Berikan oksigen sesuai

program.

4 Tidak efektifnya pola

napas berhubungan

dengan kerusakan

neuromuskular,

kontrol mekanisme

ventilasi, komplikasi

pada paru-paru.

1. Kaji frekwensi napas,

kedalaman, irama

setiap 1-2 jam.

2. Auskultasi bunyi napas

setiap 1-2 jam

3. Pertahankan

kebersihan jalan

napas, suction jika

perlu, berikan oksigen

sebelum suction.

4. Berikan posisi

semifowler.

5. Berikan oksigen sesuai

program.

5 Ketidak seimbangan

nutrisi kurang

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

1. Kaji kebiasaan makan

klien

28 | P a g e

kebutuhan tubuh b. d

ketidakmampuan

pemasukan makanan

atau mencerna

makanan dan atau

mengabsorbsi zat-zat

gizi karena faktor

biologis.

dalam waktu 3 x 24 jam

nutrisi terpenuhi sesuai

kebutuhan tubuh, dengan

criteria:

1. Klien mengatakan

keinginan untuk

makan

2. Makanan yang

disediakan sesuai

kebutuhan nutrisi

dapat dihabiskan

3. Berat badan

dalam batas

maksimal

2. Catat jumlah makanan

yang di makan

3. Kolaborasi dengan Tim

gizi dan dokter untuk

penentuan kalori diet

sesuai dengan

penyebab stroke

seperti hipertensi,

DM,dan penyakit

lainnya.

BAB IV

PENUTUP

29 | P a g e

Kesimpulan

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah

trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau

kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)

Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu

lintas. (Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

30 | P a g e

Daftar Pustaka

31 | P a g e