rabies
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dibandingkan dengan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangan efektif menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta kecacatan pada bayi dan balita.
Vaksin merupakan komponen utama dalam program imunisasi dimana ketersediannya harus terjamin sampai ke sasaran. Sesuai dengan PP 38 tahun 2007 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575 tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Depkes, antara lain menyebutkan bahwa kewenangan pemerintah pusat menyediakan obat esensial tertentu dan obat sangat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar. Di dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) vaksin ada dibagian sistem imun, ada 8 jenis vaksin, yakni vaksin B.C.G, vaksin campak, vaksin hepatitis B rekombinan, vaksin jerap difteri tetanus (DT), vaksin jerap difteri tetanus pertusis (DPTHB), vaksin jerap tetanus (tetanus adsorbed toxoid), vaksin polio, vaksin rabies untuk manusia.
Rabies (penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut pada susuanan saraf pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan ,seperti anjing, kera, dan
kucing. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu
diakhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan takut pada orang-orang yang
terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan masyarakat pada umumnya.
Pada hewan yang menderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi
tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui suatu luka gigitan. Infeksi
rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dna
menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisa dan mati.Virus rabies bergerak
ke otak melalui saraf perifer, masa inkubasi penyakit ini tergantung pada seberapa jauh jarak
perjalanan virus untuk mencapai susunan saraf pusat (SSP). Setelah mencapai sistem saraf pusat,
orang yang terineksi rabies akan mulai menunjukkan gejala yang dikenal sebagai fase prodromal.
Tahap awal gejala rabies adalah malaise (lelah/lesu), sakit kepala, demam, kemudian
berkembang menjadi lebih serius, termasuk nyeri akut, gerakan dan sikap yang tidak terkendali,
1
depresi dan ketidakmampuan untuk minum air (hydrophobia). Akhirnya dapat mengalami
periode mania dan lesu, diikuti oelh koma. Penyebab utama kematian adalah gangguan
pernapasan.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi sebenarnya dari rabies itu sendiri ?
2. Bagaimanakah penularan dan gejala-gejala dari rabies ?
3. Bagaimana cara pengobatan dan penanganan rabies ?
4. Berapa macam jenis vaksin rabies ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan dari makalah ini, antara lain
1. Sebagai pengetahuan bagi para pembaca mengenai rabies
2. Memberikan informasi cara pengobatan dan penanganan rabies
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Rabies
Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno, yaitu rabhas yang artinya melakukan
kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut lyssa atau lytaa yang artinya kegilaan.
Rhadovirus merupakan virus yang mempunyai bentuk seperti batang. Rabies merupakan infeksi
akut dari susunan saraf pusat yang berakibat fatal. Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan
dan kadang melalui jilatan (air liur) hewan yang terinfeksi rabies. Hewan yang dapat
menularkan penyakit rabies, antara lain anjing, kera, kucing dan kelelawar.
2
Klasifikasi
Ordo : Mononegavirales
Famili : Rhabdoviridae
Genom : Lyssavirus
Spesies : Rhabdovirus (Virus Rabies)
Rabies pertama kali ditemukan pada tahun 2000 SM, yaitu ketiak Ariestoteles
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan.
Lalu pada tahun 1885, ketika seorang anak laki-laki 9 tahun digigit oleh anjing yang terinveksi
virus rabies, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut.
Hal ini menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak
menderita rabies.
Virus rabies atau Rhabdovirus merupakan salah satu virus yang mempunyai sifat
morfologik dan biokimiawi yang lazim dengan virus somatic vesikuler sapi dan beberapa virus
hewan, tanaman, dan serangga. Virus rabies dan virus lainnya terdiri dari dua komponen dasar,
yaitu sebuah inti dari asam nukleat yang disebut genom dan yang mengelilingi protein disebut
protein.
Gambar : struktur virus
3
Rhabdovirus merupakan partikel berbentuk batang atau peluru berdiameter 75 nm x
panjang 180 nm. Partikel dikelilingi oleh selubung selaput dengan duri yang menonjol yang
panjangnya 10 nm, dan terdiri dari glikoprotein tunggal. Genom beruntai tunggal, RNA
negative-sense (12 kb; BM 4,6 x 106) yang berbentuk linear dan tidak bersegmen. Sebuah virus
rabies yang lengkap diluar inang (virion) mengandung polimerase RNA. Komposisi dari virus
rabies ini adalah RNA sebanyak 4%, protein sebanyak 67%, lipid sebanyak 26%, dan
karbohidrat sebanyak 3%. Rhabdovirus melakukan replikasi dalam sitoplasma dan virion
bertunas dari selaput plasma. Karakter yang menonjol dari Rhabdovirus ini merupakan virus
yang bersusun luas dengan rentang inang yang lebar. Virus ini merupakan jenis virus uang
mematikan. Kapsid melindungi genom dan juga memberikan bentuk pada virus.
Siklus Hidup
Virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies
melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya. Reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak
dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk ke dalam sel inang dan
melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan
translasi. Genom RNA unttai tunggal direkam oleh polymerase RNA terkait, virion menjadi lima
spesies mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan
pembentukan RNA keturuanan. RNA genomic berhubungan dengan transcriptase virus,
fosfoprotein, dan nucleoprotein. Setelah enkapsidase, pertikel berbentuk peluru mendapatkan
selubung melalui pertunasan yang melewati selaput plasma. Protein matriks virus membentuk
lapisan pada sisi dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan
membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan
membentuk virus yang baru. Setelah itu, virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang
yang lainnya. Keseluruhan proses dalam siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam sitoplasma.
Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian
memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf
pusat. Virus membelah diri disini dan kemudian menyebar melalui saraf tepi ke kelenjar ludah
dan jaringan lain.
4
B. Penularan dan Gejala Rabies
Penularan
Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8
minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada jumlah
virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak, dan
dekat atau tidaknya luka dengan susunan saraf pusat. Virus ditularkan terutama melalui luka
gigitan, oleh karena itu bangsa carnivore adalah hewana yang paling utama (efektif) sebagai
penyebar rabies antara hewan atau manusia. Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan
di tempat suntikan selama 14 hari. Virus menuju ke susunan saraf pusat melalui saraf perifer
dengan kecepatan 3 mm/jam, kemudian virus berkembang biak di sel-sel saraf.
Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa
inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dara satu tahun. Masa inkubasi yang biasa pada
anjing berkisar antara 2 minggu sampai 8 minggu, tetapi dapat pendek sampai 10 hari. Secara
klinik, penyakit pada anjing dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
1. Fase prodormal
Ditandai oleh demam dan suatu perubahan tempramen binatang yang tiba-tiba, binatang
yang tadinya penurut dapat menjadi galak dan mudah terangsang, sedangkan binatang yang
agresif muengkin menjadi penurut.
2. Fase eksitatif
Fase ini berlangsung selama 3-7 hari, pada fase ini anjing menunjukkan gejala-gejala mudah
tersinggung, tidak tenang, gelisah, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan. Pada
tahap ini binatang tersebut paling berbahaya karena kecenderungannya untuk menggigit.
Binatang tersebut mengalami kesulitan untuk menelan dan menderita serangan kerjang-
kejang.
5
3. Fase paralitik
Hewan yang terserang virus rabies mengalami kelumpuhan pada seluruh tubuh, koma, dan
kematian. Kadang-kadang binatang tersebut memasuki stadium paralitik tanpa stadium
eksitatif.
Masa inkubasi pada manusia biasanya bervariasi antara 2-16 minggu atau lebih, tetapi
dalam banyak kasus hanya 2-3 minggu. Gambaran klinik data terjadi dalam 4 fase, antara lain :
1. Fase prodormal, fase ini berlangsung selama 2 hari. Penderita memperlihatkan gejala-
gejala seperti kelesuan, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, muntah, sakit tenggorokan
dan demam.
2. Fase sensoris, biasanya penderita mengalami perasaan abnormal disekitar tempat
masuknya infeksi. Penderita memperlihatkan ketakutan yang bertambah.
3. Fase perangsangan, umumnya terlihat aktivitas simpatetikyang berlebihan, termasuk air
mata, dilatasi pupil, salivasi dan prespirasi yang berlebihan.
4. Fase paraltik, jika penderita ingin menelan, didahului kejang otot-otot tenggorokan.
Seorang penderita akan membiarkan saliva meleleh dari mulutnya untuk menghindari
menelan dan kejang otot tenggorokan, serta pita suara yang dapat menyebabkan rasa sakit
luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh Karena itu, penderita rabies tidak dapat minum, dan
sering disebut dengan hidrofobia (takut air). Fase ini diikuti oleh serangan kejang atau
koma dan kematian, biasanya 3-5 hari setelah timbulnya penyakit. Gejala kelumpuhan
progresif dapat ditimbulkan sebelum kematian.
C. Pengobatan dan Penanganan rabies
Jika segera dilakukan tindakan pencegahana yang tepat, maka seseorang yang digigit
hewean yang menderita rabies kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit
kelinci dah hewan pengerat tidak memerlukan lebih lanjut, karena hewan-hewan tersebut jarang
terinfeksi rabies, tetapi bila digigit binatang buas (rakun, rubah, kelelawar) diperlukan
pengobatan lebih lanjut, karena hewan tersebut lebih sering terkena rabies.
6
Tindakan penccegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera
mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, jika luka telah bersihkan, kepada
penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan
imunoglibulin rabies. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies
pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan pembengkakandi
tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi alergi yang serius, kurang dari 1% yang
mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
Pemeriksaan laboratorium
Penyakit ini sering berjalan dengan capat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan
kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat
dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama,
misalnya gejala paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis, maka pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal, dan urin penderita.
Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak dan
bahan tersebut setelah 1-4 hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.
Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FTA) dapat menunjukkan antigen virus di otak,
sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah tekhnik isolasi tidak
berhasil.
Penanganan luka gigitan heewan menular rabies
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera
mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang
paling efektif adalah mencuci gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
detergent. Kemudian diberi antiseptic (alcohol 70%, betadine, dan lain-lain). Luka gigitan tidak
dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sesekali untuk dijahit
(jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang
disuntikkan dengan infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan secara
intra muscular. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin
antitetanus, antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.
7
Pemberian vaksin dan serum anti rabies
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus
didasarkan pada tindakan tajam dengan memperitmbangkan :
a. Anamnesis
- Kontak/jilatan/gigitan
- Kejadian di daerah tertular/terancam/bebas
- Didahului tindakan provokatif atau tidak
- Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies
- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat ditangkap atau dibunuh dan dibuat
- Hewan yang mengigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies
- Penderita luka gigitan pernah di VAR/tidak
- Hewan yang menggigit pernah di VAR/tidak
b. Pemeriksaan fisik
- Identifikasi luka gigitan
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja,
yang termasuk luka berbahaya adapah jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu (muka,
kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak
(multiple). Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan rabies atau penderita rabies), tetapi
tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberi pengobatan VAR
maupun SAR. Sedangkan, kontak air liur pada kulit yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR
atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
Cara pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) :
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
a. Cara pemberian sesudah digigit : disuntikkan secara intra muscular di daerah
deltoideus (di daerah paha)
b. Cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit : disuntikkan secara
intramuscular di daerah deltoideus.
2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
a. Cara pemberian sesudah digigit : untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara intra cutan
dibagian fleksor lengan bawah.
8
b. Cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit : disuntikkan secara intra
cutan dibagian fleksor lengah bawah
Cara pemberian Serum Anti Rabies (SAR) :
1. Serum hetorolog
- Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,
sisanya disuntikkan intramuscular.
2. Serum momolog
- Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,
sisanya disuntikkan dengan im
Cara pemberian VAR untuk pengebalan sebelum digigt
1. PVRV
- Disuntikkan secara im di daerah deltoideus
- Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleskor lengan bawah)
2. SMBV
- Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleskor lengan bawah)
Perawatan rabies pada manusia :
1. Penderita dirujuk ke rumah sakit
2. Sebelum dirujuk ke rumah sakit, penderita diinfus dengna cairan ringer laktat
3. Di rumah sakit, penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi
4. Tindakan medik dan pemberian obat-obatan dan supportif termasuk anti biotic bila
diperlukan
5. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka pada waktu
menangani kasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedic memakai sarung
tangan, kaca mata , dan masker, serta dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya.
9
Daftar Pustaka
Departeman Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Ditjen Yanfar dan Alkes,
Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2000. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksaan Kasus Gigitan
Hewan Tersangka Rabies di Indoneis. Direktorat Jendral PPM & PL, Jakarta
Hiswani, Drh Mkes. 2003. Artikel : Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. From : http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani10.pdf . diakses pada tanggal 22 November 2012
Wijaya, septiana. 2008. Artikel : Rhadovirus (Virus Rabies). From :
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/septiana-wijaya-078114146.pdf. diakses pada
tanggal 22 November 2012.
10