rabies

14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dibandingkan dengan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangan efektif menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta kecacatan pada bayi dan balita. Vaksin merupakan komponen utama dalam program imunisasi dimana ketersediannya harus terjamin sampai ke sasaran. Sesuai dengan PP 38 tahun 2007 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575 tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Depkes, antara lain menyebutkan bahwa kewenangan pemerintah pusat menyediakan obat esensial tertentu dan obat sangat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar. Di dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) vaksin ada dibagian sistem imun, ada 8 jenis vaksin, yakni vaksin B.C.G, vaksin campak, vaksin hepatitis B rekombinan, vaksin jerap difteri tetanus (DT), vaksin jerap difteri tetanus pertusis (DPTHB), vaksin jerap tetanus (tetanus adsorbed toxoid), vaksin polio, vaksin rabies untuk manusia. Rabies (penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut pada susuanan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan ,seperti anjing, kera, dan kucing. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan takut pada orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan masyarakat pada umumnya. 1

Upload: dedi-haswan

Post on 28-May-2015

3.615 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: RABIES

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dibandingkan dengan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangan efektif menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta kecacatan pada bayi dan balita.

Vaksin merupakan komponen utama dalam program imunisasi dimana ketersediannya harus terjamin sampai ke sasaran. Sesuai dengan PP 38 tahun 2007 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575 tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Depkes, antara lain menyebutkan bahwa kewenangan pemerintah pusat menyediakan obat esensial tertentu dan obat sangat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar. Di dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) vaksin ada dibagian sistem imun, ada 8 jenis vaksin, yakni vaksin B.C.G, vaksin campak, vaksin hepatitis B rekombinan, vaksin jerap difteri tetanus (DT), vaksin jerap difteri tetanus pertusis (DPTHB), vaksin jerap tetanus (tetanus adsorbed toxoid), vaksin polio, vaksin rabies untuk manusia.

Rabies (penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut pada susuanan saraf pusat (SSP)

yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan ,seperti anjing, kera, dan

kucing. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu

diakhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan takut pada orang-orang yang

terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan masyarakat pada umumnya.

Pada hewan yang menderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi

tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui suatu luka gigitan. Infeksi

rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dna

menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisa dan mati.Virus rabies bergerak

ke otak melalui saraf perifer, masa inkubasi penyakit ini tergantung pada seberapa jauh jarak

perjalanan virus untuk mencapai susunan saraf pusat (SSP). Setelah mencapai sistem saraf pusat,

orang yang terineksi rabies akan mulai menunjukkan gejala yang dikenal sebagai fase prodromal.

Tahap awal gejala rabies adalah malaise (lelah/lesu), sakit kepala, demam, kemudian

berkembang menjadi lebih serius, termasuk nyeri akut, gerakan dan sikap yang tidak terkendali,

1

Page 2: RABIES

depresi dan ketidakmampuan untuk minum air (hydrophobia). Akhirnya dapat mengalami

periode mania dan lesu, diikuti oelh koma. Penyebab utama kematian adalah gangguan

pernapasan.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi sebenarnya dari rabies itu sendiri ?

2. Bagaimanakah penularan dan gejala-gejala dari rabies ?

3. Bagaimana cara pengobatan dan penanganan rabies ?

4. Berapa macam jenis vaksin rabies ?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan dari makalah ini, antara lain

1. Sebagai pengetahuan bagi para pembaca mengenai rabies

2. Memberikan informasi cara pengobatan dan penanganan rabies

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Rabies

Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno, yaitu rabhas yang artinya melakukan

kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut lyssa atau lytaa yang artinya kegilaan.

Rhadovirus merupakan virus yang mempunyai bentuk seperti batang. Rabies merupakan infeksi

akut dari susunan saraf pusat yang berakibat fatal. Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan

dan kadang melalui jilatan (air liur) hewan yang terinfeksi rabies. Hewan yang dapat

menularkan penyakit rabies, antara lain anjing, kera, kucing dan kelelawar.

2

Page 3: RABIES

Klasifikasi

Ordo : Mononegavirales

Famili : Rhabdoviridae

Genom : Lyssavirus

Spesies : Rhabdovirus (Virus Rabies)

Rabies pertama kali ditemukan pada tahun 2000 SM, yaitu ketiak Ariestoteles

menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan.

Lalu pada tahun 1885, ketika seorang anak laki-laki 9 tahun digigit oleh anjing yang terinveksi

virus rabies, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut.

Hal ini menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak

menderita rabies.

Virus rabies atau Rhabdovirus merupakan salah satu virus yang mempunyai sifat

morfologik dan biokimiawi yang lazim dengan virus somatic vesikuler sapi dan beberapa virus

hewan, tanaman, dan serangga. Virus rabies dan virus lainnya terdiri dari dua komponen dasar,

yaitu sebuah inti dari asam nukleat yang disebut genom dan yang mengelilingi protein disebut

protein.

Gambar : struktur virus

3

Page 4: RABIES

Rhabdovirus merupakan partikel berbentuk batang atau peluru berdiameter 75 nm x

panjang 180 nm. Partikel dikelilingi oleh selubung selaput dengan duri yang menonjol yang

panjangnya 10 nm, dan terdiri dari glikoprotein tunggal. Genom beruntai tunggal, RNA

negative-sense (12 kb; BM 4,6 x 106) yang berbentuk linear dan tidak bersegmen. Sebuah virus

rabies yang lengkap diluar inang (virion) mengandung polimerase RNA. Komposisi dari virus

rabies ini adalah RNA sebanyak 4%, protein sebanyak 67%, lipid sebanyak 26%, dan

karbohidrat sebanyak 3%. Rhabdovirus melakukan replikasi dalam sitoplasma dan virion

bertunas dari selaput plasma. Karakter yang menonjol dari Rhabdovirus ini merupakan virus

yang bersusun luas dengan rentang inang yang lebar. Virus ini merupakan jenis virus uang

mematikan. Kapsid melindungi genom dan juga memberikan bentuk pada virus.

Siklus Hidup

Virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies

melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya. Reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak

dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus

dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk ke dalam sel inang dan

melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan

translasi. Genom RNA unttai tunggal direkam oleh polymerase RNA terkait, virion menjadi lima

spesies mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan

pembentukan RNA keturuanan. RNA genomic berhubungan dengan transcriptase virus,

fosfoprotein, dan nucleoprotein. Setelah enkapsidase, pertikel berbentuk peluru mendapatkan

selubung melalui pertunasan yang melewati selaput plasma. Protein matriks virus membentuk

lapisan pada sisi dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan

membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan

membentuk virus yang baru. Setelah itu, virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang

yang lainnya. Keseluruhan proses dalam siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam sitoplasma.

Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian

memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf

pusat. Virus membelah diri disini dan kemudian menyebar melalui saraf tepi ke kelenjar ludah

dan jaringan lain.

4

Page 5: RABIES

B. Penularan dan Gejala Rabies

Penularan

Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8

minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada jumlah

virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak, dan

dekat atau tidaknya luka dengan susunan saraf pusat. Virus ditularkan terutama melalui luka

gigitan, oleh karena itu bangsa carnivore adalah hewana yang paling utama (efektif) sebagai

penyebar rabies antara hewan atau manusia. Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan

di tempat suntikan selama 14 hari. Virus menuju ke susunan saraf pusat melalui saraf perifer

dengan kecepatan 3 mm/jam, kemudian virus berkembang biak di sel-sel saraf.

Gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa

inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dara satu tahun. Masa inkubasi yang biasa pada

anjing berkisar antara 2 minggu sampai 8 minggu, tetapi dapat pendek sampai 10 hari. Secara

klinik, penyakit pada anjing dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :

1. Fase prodormal

Ditandai oleh demam dan suatu perubahan tempramen binatang yang tiba-tiba, binatang

yang tadinya penurut dapat menjadi galak dan mudah terangsang, sedangkan binatang yang

agresif muengkin menjadi penurut.

2. Fase eksitatif

Fase ini berlangsung selama 3-7 hari, pada fase ini anjing menunjukkan gejala-gejala mudah

tersinggung, tidak tenang, gelisah, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan. Pada

tahap ini binatang tersebut paling berbahaya karena kecenderungannya untuk menggigit.

Binatang tersebut mengalami kesulitan untuk menelan dan menderita serangan kerjang-

kejang.

5

Page 6: RABIES

3. Fase paralitik

Hewan yang terserang virus rabies mengalami kelumpuhan pada seluruh tubuh, koma, dan

kematian. Kadang-kadang binatang tersebut memasuki stadium paralitik tanpa stadium

eksitatif.

Masa inkubasi pada manusia biasanya bervariasi antara 2-16 minggu atau lebih, tetapi

dalam banyak kasus hanya 2-3 minggu. Gambaran klinik data terjadi dalam 4 fase, antara lain :

1. Fase prodormal, fase ini berlangsung selama 2 hari. Penderita memperlihatkan gejala-

gejala seperti kelesuan, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, muntah, sakit tenggorokan

dan demam.

2. Fase sensoris, biasanya penderita mengalami perasaan abnormal disekitar tempat

masuknya infeksi. Penderita memperlihatkan ketakutan yang bertambah.

3. Fase perangsangan, umumnya terlihat aktivitas simpatetikyang berlebihan, termasuk air

mata, dilatasi pupil, salivasi dan prespirasi yang berlebihan.

4. Fase paraltik, jika penderita ingin menelan, didahului kejang otot-otot tenggorokan.

Seorang penderita akan membiarkan saliva meleleh dari mulutnya untuk menghindari

menelan dan kejang otot tenggorokan, serta pita suara yang dapat menyebabkan rasa sakit

luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses

menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa

menyebabkan kekejangan ini. Oleh Karena itu, penderita rabies tidak dapat minum, dan

sering disebut dengan hidrofobia (takut air). Fase ini diikuti oleh serangan kejang atau

koma dan kematian, biasanya 3-5 hari setelah timbulnya penyakit. Gejala kelumpuhan

progresif dapat ditimbulkan sebelum kematian.

C. Pengobatan dan Penanganan rabies

Jika segera dilakukan tindakan pencegahana yang tepat, maka seseorang yang digigit

hewean yang menderita rabies kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit

kelinci dah hewan pengerat tidak memerlukan lebih lanjut, karena hewan-hewan tersebut jarang

terinfeksi rabies, tetapi bila digigit binatang buas (rakun, rubah, kelelawar) diperlukan

pengobatan lebih lanjut, karena hewan tersebut lebih sering terkena rabies.

6

Page 7: RABIES

Tindakan penccegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera

mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, jika luka telah bersihkan, kepada

penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan

imunoglibulin rabies. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies

pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan pembengkakandi

tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi alergi yang serius, kurang dari 1% yang

mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

Pemeriksaan laboratorium

Penyakit ini sering berjalan dengan capat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan

kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat

dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama,

misalnya gejala paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis, maka pemeriksaan

laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal, dan urin penderita.

Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak dan

bahan tersebut setelah 1-4 hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.

Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FTA) dapat menunjukkan antigen virus di otak,

sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah tekhnik isolasi tidak

berhasil.

Penanganan luka gigitan heewan menular rabies

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera

mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang

paling efektif adalah mencuci gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau

detergent. Kemudian diberi antiseptic (alcohol 70%, betadine, dan lain-lain). Luka gigitan tidak

dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sesekali untuk dijahit

(jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang

disuntikkan dengan infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan secara

intra muscular. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin

antitetanus, antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

7

Page 8: RABIES

Pemberian vaksin dan serum anti rabies

Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus

didasarkan pada tindakan tajam dengan memperitmbangkan :

a. Anamnesis

- Kontak/jilatan/gigitan

- Kejadian di daerah tertular/terancam/bebas

- Didahului tindakan provokatif atau tidak

- Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies

- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat ditangkap atau dibunuh dan dibuat

- Hewan yang mengigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies

- Penderita luka gigitan pernah di VAR/tidak

- Hewan yang menggigit pernah di VAR/tidak

b. Pemeriksaan fisik

- Identifikasi luka gigitan

Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja,

yang termasuk luka berbahaya adapah jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu (muka,

kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak

(multiple). Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan rabies atau penderita rabies), tetapi

tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberi pengobatan VAR

maupun SAR. Sedangkan, kontak air liur pada kulit yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR

atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

Cara pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) :

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

a. Cara pemberian sesudah digigit : disuntikkan secara intra muscular di daerah

deltoideus (di daerah paha)

b. Cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit : disuntikkan secara

intramuscular di daerah deltoideus.

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)

a. Cara pemberian sesudah digigit : untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara intra cutan

dibagian fleksor lengan bawah.

8

Page 9: RABIES

b. Cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit : disuntikkan secara intra

cutan dibagian fleksor lengah bawah

Cara pemberian Serum Anti Rabies (SAR) :

1. Serum hetorolog

- Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,

sisanya disuntikkan intramuscular.

2. Serum momolog

- Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,

sisanya disuntikkan dengan im

Cara pemberian VAR untuk pengebalan sebelum digigt

1. PVRV

- Disuntikkan secara im di daerah deltoideus

- Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleskor lengan bawah)

2. SMBV

- Disuntikkan secara intra cutan (dibagian fleskor lengan bawah)

Perawatan rabies pada manusia :

1. Penderita dirujuk ke rumah sakit

2. Sebelum dirujuk ke rumah sakit, penderita diinfus dengna cairan ringer laktat

3. Di rumah sakit, penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi

4. Tindakan medik dan pemberian obat-obatan dan supportif termasuk anti biotic bila

diperlukan

5. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka pada waktu

menangani kasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedic memakai sarung

tangan, kaca mata , dan masker, serta dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya.

9

Page 10: RABIES

Daftar Pustaka

Departeman Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Ditjen Yanfar dan Alkes,

Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksaan Kasus Gigitan

Hewan Tersangka Rabies di Indoneis. Direktorat Jendral PPM & PL, Jakarta

Hiswani, Drh Mkes. 2003. Artikel : Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. From : http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

hiswani10.pdf . diakses pada tanggal 22 November 2012

Wijaya, septiana. 2008. Artikel : Rhadovirus (Virus Rabies). From :

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/septiana-wijaya-078114146.pdf. diakses pada

tanggal 22 November 2012.

10