$r80a4mp

23
TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Kejadian keracunan baik yang disebabkan karena obat, makanan, pestisida ataupun bakteri dan jamur, sering kali menjadi penyebab terjadinya kematian. Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab antara lain ketidaktahuan keluarga pasien bahwa telah terjadi kasus keracunan, keterlambatan pasien dibawa kerumah sakit, dan penatalaksanaan terapi keracunan yang kurang tepat. Penatalaksanaan terapi keracunan yang kurang tepat ini kemungkinan dapat terjadi karena : Tidak diketahuinya sumber racunnya informasi yang kurang tepat dari keluarga pasien diagnosis keracunan yang kurang tepat terapi antidot yang tidak sesuai Semua pasien yang menunjukkan tanda-tanda keracunan umumnya harus dirawat di rumah sakit, tidak terkecuali pasien yang terlihat sehat. Demikian juga pasien yang menelan racun yang kerjanya lambat, harus dirawat di rumah sakit. Sewaktu masuk rumah sakit, semua catatan tentang pasien yang telah diketahui dan pengobatan yang telah diberikan perlu disertakan. Pestisida sering menjadi penyebab keracunan baik tidak disengaja maupun disengaja, dalam hal ini untuk bunuh diri. Keracunan pestisida dapat berasal dari pestisida golongan organofosfat, organoklorin, karbamat, dan yang lainnya. Pada keracunan pestisida, misal karbamat biasanya menunjukkan gejala akibat dari asetilkolin karena hambatan asetilkolinesterase pada sinapsis saraf, yaitu efek

Upload: shelvy-tucunan

Post on 11-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

gramaxon

TRANSCRIPT

Page 1: $R80A4MP

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Kejadian keracunan baik yang disebabkan karena obat, makanan, pestisida ataupun

bakteri dan jamur, sering kali menjadi penyebab terjadinya kematian. Hal ini dapat terjadi

karena berbagai sebab antara lain ketidaktahuan keluarga pasien bahwa telah terjadi kasus

keracunan, keterlambatan pasien dibawa kerumah sakit, dan penatalaksanaan terapi

keracunan yang kurang tepat. Penatalaksanaan terapi keracunan yang kurang tepat ini

kemungkinan dapat terjadi karena :

Tidak diketahuinya sumber racunnya

informasi yang kurang tepat dari keluarga pasien

diagnosis keracunan yang kurang tepat

terapi antidot yang tidak sesuai

Semua pasien yang menunjukkan tanda-tanda keracunan umumnya harus dirawat di

rumah sakit, tidak terkecuali pasien yang terlihat sehat. Demikian juga pasien yang menelan

racun yang kerjanya lambat, harus dirawat di rumah sakit. Sewaktu masuk rumah sakit,

semua catatan tentang pasien yang telah diketahui dan pengobatan yang telah diberikan perlu

disertakan. Pestisida sering menjadi penyebab keracunan baik tidak disengaja maupun

disengaja, dalam hal ini untuk bunuh diri. Keracunan pestisida dapat berasal dari pestisida

golongan organofosfat, organoklorin, karbamat, dan yang lainnya. Pada keracunan pestisida,

misal karbamat biasanya menunjukkan gejala akibat dari asetilkolin karena hambatan

asetilkolinesterase pada sinapsis saraf, yaitu efek muskarinik, nikotinik dan gangguan pada

susunan saraf pusat (Flanagan et al., 1995). Keracunan pestisida kadang dapat menimbulkan

suatu kematian karena terjadinya dehidrasi, kejang bronki, paralisis otot pernafasan, ataupun

koma yang berkepanjangan (Goldfranket al., 1990; Olson et al., 1990). Kematian dapat

dihindari bila penatalaksanaan terapinya tidak terlambat dan tepat.1

Penatalaksanaan terapi keracunan pada umumnya disebut terapi antidot, yakni tatacara

yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat beracun atau untuk

menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat untuk mencegah

bahaya selanjutnya. Beberapa asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi

sasaran, strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah

menurunkan atau menghilangkan intensitas efek toksik zat beracun. Strategi dasar terapi

antidot meliputi penghambatan absorpsi, distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi dan

Page 2: $R80A4MP

atau meningkatkan ambang toksik zat beracun dalam tubuh. Kapan salah satu atau lebih

strategi terapi keracunan diterapkan, utamanya bergantung pada perkiraan rentang waktu dari

saat masuknya racun, gejala-gejala toksik timbul, sampai penderita siap menjalankan terapi.

Informasi rentang waktu di atas dapat diperoleh selama proses anamnesis pada penderita (bila

mungkin) atau orang yang membawanya. Selain informasi rentang waktu, pilihan strategi

terapi juga dipertimbangkan dari hasil pemeriksaan klinik maupun laboratorik yang

diperoleh.1

Pengenalan terhadap paraquat

Nama dagangnya Gramoxone plus, Gramoxone super, Gramoxone X, Gramoxone

max. Nama kimianya 1,1-dimethyl-4,4-bipyridium dichlorida (paraquat dichlorida), Methyl

viologen dichloride, N,N-dimethyl- , -dipyridylium, 1,1-dimethyl-4,4-dichlorida.2,3,4,7

Paraquat adalah produk sintesis yang pertama kali dibuat pada tahun 19882. Oleh

Weidel dan Russo. Pada tahun 1993, Michaellis dan Hill menemukan kandungan redoks yang

disebut senyawa metal viologen. Kandungan paraquat pertama kali dijelaskan pada tahun

1958 dan mulai menjadi produk komersil paada tahun 1962.2

Sifat dari paraquat.4

dalam bentuk konsentrat 20-24%.

Berat molekul 257,2 D.

pH 6.5-7.5 dalam bentuk larutan

titik didih pada 760 mmHg sekitar 1750-1800 0C

berwarna kuning keputihan dan berbau seperti ammonia.

Sangat larut di dalam air, kurang larut dalam alkohol dan tidak larut dalam senyawa

hidrokarbon.

Stabil dalam larutan asam atau netral dan tidak stabil dalam senyawa alkali

Tidak aktif pada paparan ultraviolet.

Page 3: $R80A4MP

Jenis paparan

Oral

Merupakan jalan masuk zat yang paling sering yang didasari adanya tujuan bunuh diri,

tertelan paraquat juga dapat terjadi secara kebetulan atau dari masuknya butiran semprotan ke

dalam faring, namun biasanya tidak menimbukan keracunan secara sistemik.6

Inhalasi

Belum ada kasus keracunan sistemik yang dilaporkan dari paraquat akibat inhalasi droplet

paraquat yang ada di udara walaupun pada penelitian hewan menunjukkan tingginya

keracuanan melalui inhalasi. Efek toksik melalui inhalasi melalui semprotan biasanya hanya

berupa iritasi pada saluran nafas atas akibat deposit paraquat pada daerah tersebut.

Kulit

Jika terjadi kontak yang lama dan lesi kulit yang luas, keracunan sistemik dapat terjadi

dan dapat menyebabkan keracunan yanng berat sampai kematian. Kontak yang lama dan

trauma dapat memperburuk kerusakan kulit, namun ini terbilang jarang.6

Mata

Konsentrat paraquat yang terpercik dapat menyebabkan iritasi mata yang berat yang jika

tidak diobati dapat menyebabkan erosi atau ulkus dari kornea dan epitel konjungtiva.

Inflamasi tersebut berkembang lebih dari 24 jam dan ulserasi yang terjadi menjadi faktor

resiko infeksi sekunder. Jika diberikan pengobatan yang adekuat, penyembuhan biasanya

sempurna walaupun memakan waktu yang lama.

Parenteral

Keracunan sistemik jarang terjadi pada kasus akibat injeksi subkutan, intraperitoneal dan

intravena dari paraquat.

Page 4: $R80A4MP

Farmakokinetik

Penelitian pada tikus dan anjing menunjukkan absorpsi paraquat yang cepat tetapi

tidak sempurna melalui traktus gastrointestinal khususnya lambung kira-kira kurang dari 5%

diabsorpsi. Informasi absorpsi paraquat melalui lambung pada manusia belum ada, tetapi bisa

diasumsikan hal itu dapat disamakan, namun masih perlu penelitian untuk mendukung hal

tersebut. Absorpsi melalui kulit yang tidak intak dapat terjadi, namun terbatas hanya sekitar

0,3% dari dosis terapan.

Paraquat yang terabsorpsi didistribusikan ke semua organ dan jaringan melalui aliran

darah. Paru-paru merupakan organ selektif tempat terkumpulnya paraquat dari plasma

melalui proses energi. Waktu paruh paraquat kira-kira 5-84 jam. Paraquat tidak

dimetabolisme tetapi direduksi menjadi radikal bebas yang tidak stabil, yang kemudian

mengalami reoksidasi untuk membentuk kation dan menghasilkan anion superoksid.

Penelitian pada hewan menunjukkan paraquat diekskresikan secara cepat oleh ginjal.

Sekitar 80-90% diekskresikan dalam waktu 6 jam dan hampir 100% dalam 24 jam. Paraquat

dapat menyebabkan nekrosis tubular akut yang dapat memperlambatkan ekskresi lebih dari

10-20 hari.

Patofisiologi

Ketika masuk ke dalam tubuh peroral dalam dosis yang adekuat, paraquat mempunyai

efek terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung dan organ lainnya. Paru-paru

merupakan target organ utama dari paraquat dan efek toksik yang dihasilkan dapat

menyebabkan kematian walaupun toksisitas melalui inhalasi terbilang jarang.1

Mekanisme utama yang terjadi adalah paraquat menimbulkan stres oksidatif melalui

siklus redoks (reduksi dan oksidasi) sehingga menimbulkan radikal bebas yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan.2,4 Radikal bebas merupakan suatu kelompok bahan kimia

baik berupa atom atau molekul dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih

elektron bebas. Atom atau molekul dengan elektron bebas ini dapat digunakan untuk

menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologis di dalam tubuh. Namun oleh karena

mempunyai tenaga yang sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak jaringan normal apabila

jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas yang terdiri atas unsur oksigen dikenal sebagai

kelompok oksigen reaktif. (reactive oxygen species/ROS), seperti anion superoksida.1

Page 5: $R80A4MP

Telah ditemukan bukti bahwa reaksi redoks merupakan reaksi utama yang

bertanggungjawab terhadap toksisitas paraquat. Kation paraquat dapat direduksikan oleh

NADPH-dependent mikrosomal flavoprotein reductase menjadi bentuk radikal tereduksi.

Kemudian bereaksi dengan molekul oksigen membentuk kation paraquat dan ion superoksida

(O2-). Paraquat berlanjut ke dalam siklus dari bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi dengan

elektron dan oksigen. Paraquat menyebabkan kematian sel melalui lipid peroksidase atau

deplesi NADPH, seperti yang terjadi pada paru-paru.2

Edema paru akut dan kerusakan paru-paru dini dapat terjadi dalam beberapa jam

akibat paparan akut yang erat. Kerusakan lanjut berupa fibrosis paru, penyebab kematian

yang kebanyakan terjadi 7-14 hari setelah paparan. Pada pasien yang terpapar dalam

konsentrasi yang tinggi, beberapa antaranya meninggal lebih cepat (sekitar 48 jam) akibat

kegagalan sirkulasi.2,3,6

Page 6: $R80A4MP

The Biochemical Pathway of Paraquat Toxicity 6

Di paru, pneumatosit tipe I maupun tipe II bergerak ke daerah akumulasi paraquat.6

Biotransformasi dari paraquat di dalam sel-sel tersebut menyebabkan produksi radikal bebas

sehingga terjadi peroksidase lipid dan kerusakan sel. Cairan protein hemoragik dan leukosit

menginfiltrasi alveolus setelah terjadi proliferasi fibroblast yang cepat. Terjadi penurunan

progresif pada tekanan partial oksigen arteri dan kapasitas difusi O2. Kerusakan berat pada

pertukaran gas tersebut menyebabkan proliferasi yang cepat dari jaringan ikat fibrous di

dalam alveolus dan akhirnya kematian dikarenakan asfiksia dan anoksia jaringan.

Kerusakan pada tubulus proksimal ginjal sering bersifat reversibel dibanding

kerusakan yang terjadi pada jaringan paru-paru. Namun, rusaknya fungsi ginjal menjadi

penting sebagai penentu pengeluaran racun dari paraquat. Sel tubulus normal secara aktif

Page 7: $R80A4MP

mengeksresikan paraquat melalui urin, secara efisien membersihkan racun dari dalam

darah.4,6

Nekrosis lokal dari miokardium dan otot rangka adalah kelainan akibat keracunan

dibandingkan jaringan otot lainnya. Secara khas terjadi pada fase kedua. Keracunan paraquat

yang lama memberi efek toksik pada otot lurik dan otot polos berupa miopati akibat

degenerasi fiber otot tipe I.

Toksisitas

Gejala klinis yang timbul bergantung pada dosis atau konsentrasi racun yang pada

akhirnya menjadi dasar prognosis dari kasus keracunan paraquat.

1. Dosis rendah ( < 20 mg/kgBB = 7,5 ml dalam konsentrasi 20%) tidak memberikan

gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul seperti muntah dan diare.

2. Dosis sedang ( 20 - 40 mg/kgBB = 7,5-15 ml dalam konsentrasi 20%) ) menyebabkan

fibrosis paru yang masif dan bermanifestasi sebagai sesak nafas yang progresif yang

dapat menyebabkan kematian antara 2-4 minggu setelah masuknya racun. Gangguan

ginjal dan hati dapat ditemukan. Sesak nafas dapat muncul setelah beberapa hari pada

beberapa kasus berat. Fungsi ginjal bisanya dapat kembali ke normal.

3. Dosis besar ( > 40 mg/kgBB = > 15 ml dalam konsentrasi 20%) akan menyebabkan

kerusakan multiorgan dan lebih progresif. Gejala gastrointestinal sama seperti pada

konsumsi racun dengan dosis yang lebih rendah namun gejalanya lebih berat akibat

dehidrasi. Gagal ginjal, aritmia jatung, koma, kejang, perforasi esofagus dan diakhiri

dengan kematian yang dapat terjadi dalam 24 - 48 jam akibat gagal multi organ.2,6

Tertelan paraquat dengan dosis yang sedang dapat menyebabkan kelainan morbiditas yang

terdiri dari 3 tingkat ;

Stage 1 : 1-5 hari. Efek korosif lokal seperti hemoptisis, ulserasi membran mukosa, mual,

diare dan oligouria.

Stage 2 : dalam 2 - 8 hari didapatkan tanda-tanda kerusakan hati, ginjal dan jantung berupa

ikterus, demam, takikardi, mikarditis, gangguan pernafasan, sianosis, peningkatan BUN,

kreatinin, alkali fosfatase, bilirubin dan rendahnya protrombin.

Page 8: $R80A4MP

Stage 3 : dalam 3 - 14 hari terjadi fibrosis paru. Batuk, dispnea, takipnea, edema, efusi pleura,

atelektasis, penurunan tekanan O2 arteri yang menunjukkan hipoksemia, peningkatan gradien

tekanan O2 alveoli dan kegagalan pernafasan.

Gejala klinis

Gambar 1 : How PARAQUAT affects humans 5

Page 9: $R80A4MP

Gejala yang timbul bergantung pada jalur masuknya paparan dan konsentrasi

paraquat. Pada kasus tertelan paraquat yang massif dapat bermanifestasi sebagai muntah,

nyeri abdomen, diare, gagal ginjal, hati dan jantung yang berkembang dalam 24 jam pertama.

Kadang-kadang diakhiri dengan kematian akibat gagal jantung akut.

Gejala dan tanda dini dari keracunan melalui pencernaan di antaranya rasa terbakar

pada mulut, kerongkongan, dada, perut atas akibat efek korosif paraquat terhaap mukosa.

Diare yang kadang-kadang dengan darah juga dapat terjadi. Muntah dan diare dapat berujung

hiovolemia. Pusing, sakit kepala, demam, mialgia, letargi dan koma adalah contoh lain dari

gejala sistemik dan susunan saraf pusat. Pankretitis dapat menyebabkan nyeri abdomen berat.

Proteinuria, hematuria, pyuria dan azitemia menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Oligouria

atau anuria menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Oligouria atau anuria mengindikasikan

adaanya nekrosis tubular akut.

Oleh karena ginjal merupakan organ yang mengeliminasi paraquat dari jaringan

tubuh, agar ginjal dapat terjadi akibat terbentuknya konsentrasi tinggi, termasuk paru-paru.

Kelainan patologik ini dapat terjadi dalam beberapa jam pertama setelah masuknya paraquat

yang melalui pencernaan. Asidosis metabolik dan hiperkalemia dapat terjadi akibat gagal

ginjal. Sebelum diberikan terapi untuk membatasi absorpsi dan efeknya, terjadi suatu reaksi

dari konsentrasi tersebut pada jaringan paru-paru. Hal ini menjadi alasan mengapa metode

terapi untuk mengeliminasi paraquat beberapa jam setelah tertelan dapat menurunkan angka

mortalitas.

Batuk, sesak nafas dan takipnea biasanya muncul 2-4 hari setelah tertelan paraquat,

tetapi dapat muncul setelah 14 hari. Sianosis secara progresif dan sesak nafas menunjukkan

adanya gangguan pertukaran oksigen pada paru yang rusak. Pada beberapa kasus, batuk

berdahak adalah awal manifestasi terpenting dari kerusakan paru-paru akibat paraquat.

Keracunan pada traktus gastrointestinal bermanifestasi sebagai nyeri akibat ulseratif

pada mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Pada derajat yang lebih tinggi, kerusakan

bisa terjadi pada sel-sel hati yang menyebabkan peningkatan bilirubin dan enzim-enzim hati

seperti AST, ALT dan LDH. Gejala pada kulit biasanya menyebabkan eritema, vesikel, erosi,

ulkus dan perubahan pada kuku. Walaupun absorpsi melalui kulit lambat, kulit yang erosif

akan meningkatkan tingkat absorpsinya. Pernah dilaoprkan keracunan fatal akibat

kontaminasi pada kulit yang tidak intak sehingga terjadi absorpsi ke sistemik.

Page 10: $R80A4MP

Paparan lewat inhalasi dapat bergejala perdarahan hidung akibat kerusakan lokal.

Namun paparan melalui inhalasi tidak meneyebabkan keracunan sistemik karena konsentrasi

yang rendah dari paraquat. Kontaminasi pada mata menyebabkan konjugtivitis berat dan

kadang-kadang berlanjut ke kelainan kornea.

DIAGNOSIS

            Diagnosis yang benar diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi

laboratorium rutin dan toksikologi serta karakteristik klinisnya. 4,6

Anamnesis

            Anamnesis harus mencakup waktu, rute, lamanya terpapar, dan ruang lingkup paparan

(lokasi, kejadian yang menyertai, tujuan); nama dan jumlah masing-masing obat, bahan kimia

atau bahan-bahan yang berada di dalamnya; onset, keadaan, dan beratnya gejala, jenis dan

waktu pertolongan pertama, dan riwayat medis serta psikiatri.

            Yang mencurigakan kejadian keracunan: timbulnya penyakit yang tidak dapat

dijelaskan pada seseorang yang sebelumnya sehat, adanya riwayat psikiatrik (khususnya

depresi), perubahan keadaan kesehatan baru-baru ini, status ekonomi, dan relasi sosial; juga

onset timbulnya penyakit sewaktu bekerja dengan bahan kimia atau sehabis makan

makanan/minuman/obat-obatan tertentu. Orang yang tiba-tiba menjadi sakit setelah datang

dari suatu negara asing atau ditangkap karena alasan kriminal harus dicurigai terhadap body

packing or body stuffing (memakan/menyembunyikan obat-obat illegal dalam badannya).

            Bila pada anamnesa tidak ditemukan riwayat paparan racun, karakteristik klinis dapat

menunjang ke arah keracunan. Keracunan khas terjadi secara cepat dan berubah dengan cepat

dibanding kelainan/penyakit lainnya. Gejala dan tanda-tanda keracunan akut secara

karakteristik timbul dalam hitungan jam setelah paparan, mencapai puncaknya dalam

beberapa jam, dan menghilang dalam beberapa jam berikutnya sampai beberapa hari. Namun

tidak adanya gejala-gejala dan tanda-tanda segera setelah kejadian overdosis, tidaklah begitu

saja menyingkirkan keracunan.

Pemeriksaan Fisik

            Pertama-tama pemeriksaan fisik harus ditekankan pada tanda vital, sistim

kardiopulmoner, dan status neurologis. Berdasarkan nadi, tensi, frekuensi nafas, dan suhu

serta status mental, status fisiologik penderita dapat digolongkan menjadi: excited,  depresi,

respon tidak sesuai, atau normal.

Page 11: $R80A4MP

Pemeriksaan mata (menilai adakah nistagmus, menilai ukuran dan reaksi pupil),

pemeriksaan abdomen (bising usus dan ukuran kandung empedu), dan pemeriksaan kulit

(untuk luka bakar, bula, warna, kehangatan, kelembaban, luka bekas tekanan dan tanda-tanda

tusukan) dapat mempersempit diagnosis.

Menentukan derajat keracunan adalah penting untuk menilai respon terapi. Penderita

juga harus diperiksa terhadap adanya riwayat trauma dan penyakit dasarnya.

Manifestasi neurologis keracunan biasanya berupa kejang nonfokal, kecuali:

keracunan yang disebabkan  CO, teofilin, dan obat-obat yang menyebabkan hipoglikemi atau

hipoksia. Karenanya, penemuan manifestasi fokal harus dapat menggambarkan dengan tepat

lesi struktural pada SSP.

            Bila riwayat keracunan tidak jelas, semua orifisium harus diperiksa untuk menilai

adanya luka bakar kimia dan bungkus obat. Bau nafas atau muntah dan warna kuku, kulit

atau urin dapat menunjang diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium

Kualitatif

Pada beberapa pelatihan, tes kolorimetri digunakan untuk mengidentifikasi paraquat

dalam urin dan untuk memberikan indikasi seberapa besar konsentrasi zat yang diabsorpsi.

Pada alat terdapat lubang tes untuk paraquat di dalam urin atau aspirat cairan lambung.

Biasanya tes ini digunakan pada kasus darurat untuk konfirmasi adanya keracunan paraquat

secara cepat. Metode tes ini berdasarkan pada reduksi kation paraquat menjadi ion radikal

stabil berwarna biru oleh natrium dithionite.4

Dalam satu volume urin, ditambahkan setengah volume dari urin preparat 1 % sodium

dithionite dalam 0,1 NaOH. Perubahan warna diperhatikan dalam waktu 1 menit. Warna biru

mengindikasikan adanya paraquat sekitar 0,5 mg/l. Baik positif atau negatif kontrol

sebaiknya dijamin bahwa senyawa dithionitnya tidak teroksidasi dalam kemasannya. Tes ini

bernilai jika 12 jam setelah masuknya paraquat dan dapat mendeteksi konsentrasi paraquat

dalam urin < 1mg/l. Ketika urin 24 jam diperiksa, tes dithionite terlihat mempunyai beberapa

nilai prognosis. Konsentrasi yang kurang dari 1 mg/l (tidak berwarna biru terang), pada

umumnya menunjukkan tingkat keselamatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 1 mg/l (biru

gelap) sering berakibat fatal.

Page 12: $R80A4MP

Kuantitatif

Paraquat dapat diukur dalam cairan biologis seperti darah dan urin dengan menggunakan

spektrofotometri, liquid kromatografi dan metode radioimmunoassay.4 Metode

radioimmunoassay yang digunakan untuk mendeteksi paraquat dalam konsentrasi rendah

dalam urin dan plasma. Prosedur ini berdasarkan antibodi yang meningkat terhadap paraquat.

Sensitivitas dari pemeriksaan ini 6 ng ion paraquat/ ml plasma.

High performance liquid chromatography yang ditemukan oleh Gill (1983) merupakan

pemeriksaan yang berdasarkan ekstraksi paraquat menggunakan sep-pak c18 cartridge,

dengan etilviologen sebagai standard. Kromatografi dapat mendeteksi paraquat dalam urin

sekitar 1 mg/l. Spektrofotometri yag telah ditemukan oleh Smith (1993) berguna pula untuk

menilai ekstrak dan reduksi natrium dithionite dalam cairan fisiologis.

Penanganan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk keracunan paraquat. Target dari terapi adalah

mengurangi gejala simptomatis dan mencegah dari terjadinya komplikasi. Prinsip umum pada

penatalaksanaan keracunan paraquat antara lain :

Manajemen pertama rumah sakit6

Pastikan airway, pernapasan dan sirkulasi intak

Atasi muntah dengan:

o 5HT3 antagonis misalnya Ondansetron 8mg (5mg/m2 pada anak) i.v.

Activated charcoal - 100g untuk orang dewasa atau 2 g / kg berat badan pada anak-

anak atau Fuller's Earth- larutan15%, 1 liter untuk orang dewasa atau 15ml/kg berat

badan pada anak .

Rehidrasi pasien untuk mengoptimalkan klirens ginjal. Juga harus diperhatikan

kemungkinan overload cairan dan ketidakseimbangan elektrolit.4

Diuresis paksa tidak dianjurkan

Pemberian oksigen merupakan kontraindikasi dari keracunan paraquat karena dapat

memperbesar pembentukan radikal bebas (superoksid) yang merupakan patogenesis

penyebab kerusakan paru-paru. Saat ini, pemberian oksigen bukan merupakan bagian

dari terapi karena terlalu banyak oksigen dapat menyebabkan kerusakan paru yang

cepat melalui proses oksidasi.2,4,6

Apabila terjadi asidosis sebaiknya dikoreksi dengan natrium bikarbonat intravena.

Page 13: $R80A4MP

Gagal ginjal akut dapat diterapi dengan hemodialisis.

Efek paparan pada mata dapat dilakukan irigasi dengan air yang mengalir sekitar 15

menit.

Algoritma penanganan pertama pada keracunan paraquat6

Page 14: $R80A4MP

Tatalaksana lain yang berpotensi dalam menangani intoksikasi paraquat

1. Hemoperfusi

Hemoperfusi Dini (HP) dianggap sebagai pengobatan lini pertama pada pasien dengan

intoksikasi paraquat akut (Kang et al., 2009). Hemoperfusi diindikasikan sebagai langkah

yang tepat untuk pengobatan karena paraquat diekskresikan terutama oleh ginjal (Suh dkk,

2008;. Kang et al, 2009;.. Lu et al, 2011). Hemoperfusi dianggap 4-6 kali lebih efektif

daripada hemodialisis (Hong dkk., 2003). Selain itu, diyakini bahwa hemoperfusi harus

dimulai sedini mungkin setelah keracunan paraquat, dan harus dilanjutkan selama > 10 jam

(Suh dkk., 2008). Hal yang sulit adalah mengingat bahawa biasanya pasien telah meminum

paraquat dalam dosis yang letal, dan penyebaran paraquat ke organ-organ vital lain termasuk

paru telah terjadi, dan hanya sejumlah kecil paraquat yang tetap dalam sirkulasi darah.

Purifikasi darah secara signifikan dapat menurunkan kadar sitokin dan radikal bebas oksigen.

Hemoperfusi dilanjutkan sekitar 4 jam sampai hasil deteksi paraquat pada urin menunjukkan

hasil negatif.2,6

2. Glukokortikoid dan siklofosfamid

Lin J.L. dkk. (2011) melaporkan bahwa metilprednisolon dan siklofosfamid dapat

menurunkankan kadar kematian pada pasien dengan keracunan paraquat berat. Aktivasi dari

makrofag dan leukosit menyebabkan cedera paru akut dan fibrosis paru (Yoon, 2009).

Glukokortikoid bekerja dengan cara menstabilkan membran sel dan melawan peroksidasi

lipid dan penekanan sistem kekebalan non spesifik, glukokortikoid akan menurunkan

pengumpulan leukosit di daerah yang rusak, menurunkan aktivitas kolagen dan meningkatkan

fungsi pernafasan (Zerin et al., 2012). Siklofosfamid dengan dosis (5 mg/kg/day to a

maximum total of 4 g) juga memainkan peran penting dalam respon imun seluler dan

humoral, dan mengurangi tingkat keparahan peradangan (Afzali dan Gholyaf, 2008).

Singkatnya, terapi kombinasi glukokortikoid dan siklofosfamid untuk keracunan paraquat

dapat mengurangi keparahan peradangan, menurunkan jumlah leukosit, dan memperlambat

proses fibrosis paru, sehingga dapat mengurangi angka kematian pada pasien dengan

keracunan paraquat sedang sampai berat (Addo dkk. , 1984; Lin JL et al, 1996;. Agarwal et

al, 2007). Selain itu, untuk memastikan terjadinya imunosupresif, sebaiknya meningkatkan

dosis dan pemberian obat ini dilakukan setelah hemoperfusi.2,4,6

Page 15: $R80A4MP

3. Antioksidan

Telah dilaporkan bahwa antioksidan dapat mencegah progesivitas dari fibrosis paru

(Suntres, 2002;. Jo dkk, 2008). Obat-obatan yang umum digunakan termasuk vitamin C,

vitamin E, ambroxol, glutathione, dan n-asetilsistein (Bulan dan Chun, 2011). Meskipun

banyak penelitian yang bertujuan untuk mengurangi cedera akibat radikal bebas oksigen

dengan menggunakan antioksidan, namun terapi ini tidak memiliki manfaat yang banyak dan

tidak mampu mengurangi angka kematian (Suntres, 2002; Lee et al, 2008;.. Yang et al,

2009).2,4,6

Prognosis

Hasil dari terapi tergantung dari berat. sebagian dari penderita akan mengalami

gangguan pernafasan ringan dan pulih sempurna sementara sebagian yang lain akan

mengalami kelainan di paru yang permanen. Jika sampai diminum oleh manusia sering fatal

dan tingkat kematiannya tinggi.4,6

Page 16: $R80A4MP

Daftar pustaka

1. Nurlaila, Imono Argo Donatus dan Edy Meiyanto. Evaluasi Penatalaksanaan terapi

keracunan pestisida pasien rawat inap di rumah sakit A Yogyakarta periode Januari

2001 sampai dengan Desember 2002. Diunduh dari

http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/4._16-3-2005-nurlaila.pdf

2. Case Report:Successful treatment of patients with paraquat intoxication: three case

reports and review of the literature. Diunduh dari

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22556181

3. Fock Kwong Ming, Chan Heng Chun, T Khoo. PARAQUAT POISONING IS NOT

ALWAYS FATAL. http://smj.sma.org.sg/2105/2105smj6.pdf

4. Czech Republic. Gramoxone – herbicide. Dinduh dari

http://archive.pic.int/INCS/CRC7/k11)add2/English/CRC-7-11-Add 2_Czech

%20Rep_SHPF%20info_Paraquat.pdf

5. THE PARAQUAT CASE: Every year, Syngenta’s herbicide poisons ten thousands of

people. Diunduh dari http://www.paraquat.ch/data/EvB_Paraquat_Dossier_en.pdf

6. Treatment of Paraquat Poisoning by Ingestion. Diunduh dari

http://www.syngenta.com/global/corporate/en/pqmedguide/Pages/ingestion.aspx

7. PARAQUAT. Diunduh dari:http://www.pom.go.id/katker/doc/Paraquat.htm