$r2gfox8

46
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA RUMAH SAKIT PAMBALAH BATUNG AMUNTAI Nama : SHELVY TUCUNAN Dokter Pembimbing : dr. Satti Raja Sitanggang Sp.KJ Dokter Pembimbing : dr. Badrus, dr.Anggy L I. IDENTITAS PASIEN Nama (inisial) : Tn. B Usia : 25 tahun Jenis kelamin : Laki - laki Agama : Islam Pendidikan : Tidak ditanyakan Pekerjaan : Tidak ditanyakan Status perkawinan : Menikah Alamat : Desa Pakapuran, Kec. Amuntai Utara II. RIWAYAT PSIKIATRIK Alloanamnesis: Dilakukan terhadap teman dan keluarga pasien pada tanggal 15 Juni 2015, pukul 08.00 WITA di UGD RSPB A. KELUHAN UTAMA Pasien tidak sadarkan diri.

Upload: shelvy-tucunan

Post on 12-Feb-2016

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

CASE

TRANSCRIPT

Page 1: $R2GFOX8

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

RUMAH SAKIT PAMBALAH BATUNG

AMUNTAI

Nama : SHELVY TUCUNAN

Dokter Pembimbing : dr. Satti Raja Sitanggang Sp.KJ

Dokter Pembimbing : dr. Badrus, dr.Anggy L

I. IDENTITAS PASIEN

Nama (inisial) : Tn. B

Usia : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak ditanyakan

Pekerjaan : Tidak ditanyakan

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Desa Pakapuran, Kec. Amuntai Utara

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Alloanamnesis : Dilakukan terhadap teman dan keluarga pasien pada tanggal 15

Juni 2015, pukul 08.00 WITA di UGD RSPB

A. KELUHAN UTAMA

Pasien tidak sadarkan diri.

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG

Pasien laki-laki berusia 25 tahun, dibawa ke ugd Pambalah Batung pukul

08.00 WITA, 15 juni 2015 oleh keluarga dan teman pasien karena pasien tidak

sadarkan diri sejak pukul 20.00 WITA. Pada waktu di UGD RSPB pasien

mengalami penurunan kesadaran. Pasien tampak gelisah dengan kedua tangan dan

Page 2: $R2GFOX8

kaki bergerak secara terus menerus. Kedua mata pasien menutup sebatas setengah

kelopak mata atas. Pasien membuka mata jika diberikan rangsang nyeri yang

kuat. Pasien mengeluarkan suara-suara seperti mengerang. Pasien mengompol

ditandai dengan celana pasien yang basah dan bau pesing tetapi tidak ada BAB.

Tidak ditemukan adanya buih dan benda asing pada mulut pasien serta tidak ada

muntah selama di UGD. Pernapasan pasien cepat dan dangkal tanpa ada nya

pernapasan cuping hidung dan juga tidak ada suara mendengkur. Bibir, kuku-

kuku, telapak tangan masih tampak kemerahan.

Berdasarkan penjelasan teman pasien, sebelum tidak sadarkan diri pasien

meminum tablet Z (carisoprodol) sebanyak 40 butir dirumah pasien bersama

dengan dirinya dan beberapa teman lainnya. Selain tablet Z pasien juga meminum

tramadol tetapi teman pasien tidak mengetahui ketahui jumlah tramadol yang

diminum pasien. Pasien meminum obat-obatan tersebut sekitar jam 6 sehabis

magrib. Pada awal nya pasien meminum tablet Z sebanyak 10 butir lalu setiap

selang beberapa menit pasien meminum 10 lagi sampai jumlah nya mencapai 40

butir. Setelah pasien meminum obat-obatan tersebut kira-kita setengah jam

pasien merasa sakit kepala. Tidak ada batuk, bicara melantur, mengamuk, muntah

atau pun kejang. Setelah meminum obat-obatan tersebut pasien mulai tidak

sadarkan diri kira-kira 1 jam kemudian dan keluarga pasien pun memberikan susu

dan minyak yang tujuannya untuk menetralisir.

Sekitar pukul 20.00 WITA atau setelah memberikan susu kepada pasien,

keluarga pasien membaringkan pasien di ranjang dan membiarkan pasien

beristirahat. Pada keesokan paginya sekitar pukul 05.00 WITA, menurut keluarga

pasien, pasien masih dalam keadaan tidak sadar dan mulai gelisah sehingga

keluarga memutuskan membawa pasien ke rumah sakit. Selama di perjalanan

keluarga pasien memberi pasien minuman kemasan sebanyak 1 gelas.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Gangguan Psikiatrik

Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya tidak ada

2. Riwayat Gangguan Medik

Page 3: $R2GFOX8

Riwayat gangguan medik sebelumnya tidak ada

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Sebelumnya pasien memang seringkali menggunakan zat-zat tersebut.

Menurut cerita dari teman pasien, pasien dalam 1 minggu mengkonsumsi

tablet Z 1-2 kali. Teman pasien tidak tahu pasti sejak kapan pasien

mengkonsumsi tablet Z tersebut. Selain tablet Z tersebut pasien juga sering

mengkonsumsi beberapa zat lain. Pada awalnya dosis yang digunakan tidak

mencapai 40 kurang lebih hanya 5 tablet dalam sekali konsumsi. Selain

dengan teman-temannya pasien juga sering mengkonsumsi zat-zat terlarang

bersama istrinya. Pasien juga sering merokok dan mengkonsumsi minuman-

minuman keras sejak duduk di bangku SMP. Dalam segari pasien dapat

mengkonsumsi rokok sebanyka 1-2 pack. Riwayat penggunaan zat-zat yang

disuntikan tidak ada.

4. SIfat Kepribadian Sebelumnya

Pasein memiliki sifat yang keras dan sedikit temperamental. Pasien sering

melawan kedua orang tuanya. Pasien memiliki banyak teman beberapa kali

teman-teman dekatnya datang ke rumahnya. Pasien lebih sering

menghabiskan waktu diluar rumah dari pada di rumah.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

Riwayat kehidupan pribadi tidak ditanyakan

E. RIWAYAT KELUARGA

Riwayat keluarga tidak ditanyakan

F. STATUS KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG

Pasien sudah memiliki seorang istri dan tinggal di rumah pemberian orang tua

pasien tidak jauh dari rumah orang tua pasien. Pasien menikah pada usia 23 tahun

dan istrinya 2 tahun lebih muda dari pasien. Pasien juga memiliki beberapa teman

pengguna zat terlarang.

Page 4: $R2GFOX8

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

a. Penampilan : Pasien laki-laki dewasa, perawakan sedang, rambut hitam pendek

tidak disisir, memakai kaos lengan pendek dan celana jeans selutut, dan tidak

memakai sandal. Pasien tidak memiliki tato,tindikan dan bekas luka di tubuhnya.

b. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Pasien gelisah dan tidak sadarkan diri.

Terdapat respon non verbal berupa erangan.

B. Mood dan afek

Mood : tidak dapat dinilai

Afek : tidak dapat dinilai

Keserasian : tidak dapat dinilai

Empati : tidak dapat dinilai

Persepsi : tidak dapat dinilai

C. Pikiran

Proses berpikir : tidak dapat dinilai

Gangguan isi pikir : tidak dapat dinilai

D. Sensorium dan kognitif

a. Taraf Kesadaran dan Kesigapan: Sopor

b. Orientasi Waktu/Tempat/Orang : tidak dapat dinilai

c. Daya ingat : tidak dapat dinilai

d. Konsentrasi : tidak dapat dinilai

e. Perhatian : tidak dapat dinilai

f. Kemampuan membaca dan menulis : tidak dapat dinilai

g. Kemampuan visuospasial : tidak dapat dinilai

h. Pikiran abstrak : tidak dapat dinilai

i. Intelegensi dan informasi : tidak dapat dinilai

j. Bakat kreatif : tidak dapat dinilai

k. Kemampuan menolong diri sendiri : tidak dapat dinilai

E. Kemampuan mengendalikan impuls : tidak dapat dinilai

F. Daya nilai dan tilikan: tidak dapat dinilai

G. Taraf dapat dipercaya : tidak dapat dinilai

Page 5: $R2GFOX8

IV. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Internus

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Sopor

Tensi : 110/90 mmHg

Nadi : 90 kali/menit

Suhu badan : 36,7⁰ cFrekuensi pernafasan : 32 kali/menit

Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Leher : struma (-), tekanan vena jugularis normal

System kardiovaskular : Auskultasi: BJ I-II regular murni, murmur ( - ),

gallop ( - )

System respiratorius : Auskultasi: kiri: Rhonki + , wheezing: - , kanan:

rhonki + , wheezing: -

System gastro-intestinas : Bising usus ( + ) normal, supel, tidak teraba

pembesaran organ dan masa.

Ekstremitas : tangan hangat +/+ , kaki hangat -/-, sianosis -/-

B. STATUS NEUROLOGIK

Glasgow coma scale : E2 M3 V3

Meningeal sign (-)

N. cranialis II : Pupil bulat isokor, miosis dengan diameter 2/2 mm, refleks cahaya

+/+

Nervi cranialis lainnya : tidak dilakukan

Motorik : sulit dinilai

Sensorik : sulit dinilai

Refleks fisiologis : tidak dilakukan

Refleks patologis : Babinski -/-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal pemeriksaan 15 Juni 2015

Page 6: $R2GFOX8

Hematologi

Hemoglobin : 15,4 g/dL

Leukosit : 3.600 mm3

Eritrosit : 5,51 juta/mm3

Trombosit : 371.000/mm3

Hematokrit : 44%

Kimia Darah

GDS : 201mg/dl

Ureum : 38 mg/dl

Bun : 17,7 mg/dl

Creatinin : 1,01mg/dl

Urinalisa

Warna : kuning

Kejernihan : agak keruh

Leukosit : negative

Nitrit : negative

Urobiloinogen : negative

Protein : +1

pH : 5,5

Darah : ±

Berat jenis : 1.020

Keton : negative

Bilirubin : negative

Glukosa : negative

Sedimen Epitel : +1

Leukosit :0-1/lpl

Eritrosit : 10-15/lpl

Tes Narkoba Urin

Benzodiazepines : non reaktif

Methampethamine: non reaktif

Morphine : non reaktif

Page 7: $R2GFOX8

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien dibawa oleh keluarga dan temannya dalam keadaan tidak sadarkan sejak

pukul 20.00 WITA. Pasien dibawa ke UGD pukul 08.00 WITA. Di UGD pasien tidak

sadarkan diri dan gelisah. Tidak ada buih yang keluar dari mulut pasien, tidak ada

muntah, dan tidak ada kejang selama di UGD. Dari heteroanamnesa dari teman pasien

didapatkan bahwa pasien mengkonsumsi 40 butir tablet Z dan tramadol yang

jumlahnya tidak diketahui. Pasien mulai tidak sadarkan diri pada pukul 20.00 WITA

dan sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pasien diberikan susu beruang dan

minyak untuk menetralisir oleh keluarga pasien dan di biarkan beristirahat. Pada

pukul 05.00 WITA pasien masih tidak sadarkan diri dan juga mulai gelisah. Menurut

keluarga pasien tidak ada buih pada mulut pasien, tidak ada muntah, tidak ada kejang,

dan tidak ada batuk. Selain susu dan minyak, dalam perjalanan menuju rumah sakit

pasien juga diberikan minuman kemasan 1 gelas.

Menurut teman pasien, pasien memiliki riwayat menggunakan tablet Z

sebelumnya dan zat yang digunakan biasanya adalah tablet Z dan beberapa zat

lainnya. Pasien juga memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol.

Tidak ada riwayat penggunaan zat melalui jarum suntik atau cara lain selain oral.

Pasien juga mempunyai riwayat penggunaan zat bersama dengan istri pasien dan juga

beberapa teman pasien. Riwayat penggunaan zat-zat tidak diketahui sejak kapan.

Status mental pasien memiliki perawakan seperti orang normal lainnya. Tidak ada

tato, tidak ada tindikan pada tubuh dan tidak ada bekas luka pada tubuh pasien.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor, TD 110/90, Nadi 90

kali/menit, Nafas 32 kali/menit, suhu 36,7oC, Rhonki seluruh lapang paru, ektremitas

hangat. Tidak ditemukan sumbatan jalan nafas atas, pernapasan dangkal dan cepat

tanpa pernafasan cuping hidung, kuku-kuku dan telapak tangan tidak tampak tanda

sianosis. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan GCS dengan E2M3V3 (sopor),

pupil miosis 2mm/2mm, reflex cahaya +/+.

Pada pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan urinalisis tidak ada kelainan.

Pada tes narkoba terhadap benzodiazephines, methampethamine, dan morphine tidak

ditemukan adanya ketiga zat tersebut dalam urin pasien.

Page 8: $R2GFOX8

Pada pemeriksaan neurologi didapatkan GCS dengan E2M3V3 (sopor), pupil

miosis 2mm/2mm, reflex cahaya +/+.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

Susunan diagnostik ini berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna dengan urutan untuk

evaluasi mulltiaksial, sebagai berikut:

Aksis I: Gangguan Klinis dan Kondisi Klinis yang Menjadi Fokus Perhatian Khusus

Berdasarkan iktisar penemuan bermakna, kasus ini dapat dinyatakan mengalami:

Intoksikasi akut akibat penggunaan zat multiple (F19.05)

Termasuk F19.05 karena :

Pasien datang ke rumah sakit dengan keadaan sopor, pupil miosis (2mm/2mm)

dan gelisah.

Riwayat mengkonsumsi zat aditif yaitu tablet Z (carisoprodol) dan tramadol 14

jam sebelum masuk rumah sakit sejumlah 40 butir dan pasien tidak sadarkan diri

1-1,5 jam setelahnya.

Carisoprodol memiliki efek samping sebagai sedative hipnotik sedangkan

tramadol merupakan golongan opiat.

Aksis II

Z 03.2 Tidak ditemukan gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis III

Pneumonia Aspirasi

Aksis IV

Pergaulan dengan sesama pengguna zat (istri dan teman-teman pasien)

Aksis V

0 : informasi tidak adekuat

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Page 9: $R2GFOX8

Aksis I : F 19.05 Intoksikasi akut akibat penggunaan zat multiple dengan koma

Aksis II : Z 03.2 Tidak ada gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis III : Pneumoni aspirasi

Aksis IV : Pergaulan dengan sesama pengguna zat (istri dan teman-teman pasien)

Aksis V : Informasi tidak adekuat

IX. PROGNOSIS

1. Faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:

Penggunaan zat yang telah berlangsung selama 14 jam

Kesadaran yang sudah menurun

Penggunaan zat yang multipel

Kesimpulan prognosis dari pasien ini adalah : Dubia ad malam

X. DAFTAR PROBLEM

Organobiologik : Pneumoni Aspirasi

Psikologik/psikiatri : Intoksikasi zat multiple

Sosial : Pergaulan dengan sesame pengguna zat terlarang

XI. PENATALAKSANAAN

Indikasi rawat inap

Penurunan Kesadaran (rawat ICU)

Air Way

Memastikan jalan nafas bersih atau tidak ada bahan-bahan sumbatan

Breating

Memastikan pasien masih dapat bernafas, jika terjadi gagal nafas dapat

diberikan bantuan nafas dengan amubag.

Circulation

Page 10: $R2GFOX8

Pemberian O2 2lpm

IVFD RL guyur 1 kolf

Psikofarmaka

Dexamethasone 125mg 1x

Furosemide 4mg 1x

Haloperidol 2,5mg 1x

Pasang kateter dan NGT

BAB I

Page 11: $R2GFOX8

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap orang tentu memerlukan obat-obatan dalam hidupnya, terlebih untuk

merawat dan menyembuhkan penyakit, bahkan penyakit yang ringan sekalipun terkadang perlu

disembuhkan secepatnya dengan obat.

Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan, selain dapat membahayakan kesehatan

juga pemborosan waktu dan biaya, karena harus melanjutkan upaya pengobatan ke pelayanan

kesehatan lain, seperti puskesmas atau dokter. Penyalahgunaan obat ini terkait dengan masalah

toleransi, adiksi atau ketagihan yang selanjutnya bisa berkembang menjadi ketagihan obat.

Somadril (carisoprodol) adalah obat untuk relaksasi otot dengan indikasi untuk nyeri otot,

rheumatoid arthritis, dan hipertensi. Carisoprodol sering disalahgunakan dengan dosis yang

berlebihan sehingga memberikan efek euforia, rasa tenang, halusinasi penglihatan dan

pendengaran. Intoksikasi atau overdosis carisoprodol dapat menyebabkan insomnia, bicara

kacau, muntah, tremor, serta dapat menyebabkan halusinasi dan delusi. (South Med J, 1993).

Seiring dengan berjalannya waktu, carisoprodol semakin marak diberitakan di media

massa, baik cetak maupun elektronik, karena telah banyak menelan korban akibat semakin

meningkatnya penyalahgunaan carisoprodol dikalangan remaja (Balai Penelitian Obat dan

Makanan, selanjutnya disingkat BPOM, 2012).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (selanjutnya

disingkat BNN) bekerja sama dengan Universitas Indonesia pada tahun 2010 di lima belas (15)

provinsi di Indonesia, penyalahgunaan carisoprodol banyak dilakukan oleh anak pada rentang

usia 20 - 34 tahun sebanyak 184 orang, usia 17 - 20 tahun sebanyak 7 orang dan usia 40 - 50

tahun sebanyak 125 orang. (BPOM, 2012).

Page 12: $R2GFOX8

Bila dilihat sejarahnya, status penggolongan carisoprodol pada surat keputusan Direktorat

Jendral Kefarmasian Nomor. 269/Dir.Jen/SK/68 tahun 1968, carisoprodol digolongkan sebagai

obat keras. Kemudian pada surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 9548/A/SK/71 tahun

1971 disebutkan bahwa, sediaan yang mengandung carisoprodol berisi 250-350mg setiap

takaran, digolongkan sebagai obat bebas terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor. 2500/MenKes/SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional

tahun 2011 menyebutkan bahwa, carisoprodol tablet 250mg merupakan obat yang termasuk

DOEN 2011 (BPOM, 2012).

Di negara lain legal status carisoprodol juga bervariasi, ada yang menggolongkannya

sebagai produk over the counter (OTC) atau obat bebas, seperti di Norwegia. Ada juga yang

memasukan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep (Presiption Only Medicine) atau

obat keras, seperti di Alabama (South Med J, 1993).

Page 13: $R2GFOX8

BAB II

PENYALAHGUNAAN CARISOPRODOL

II.1. Carisoprodol

II.1.1. Definisi

Carisoprodol adalah salah satu obat muscle relaxan yang biasa digunakan dan di

indikasiakan untuk pasien yang menderita nyeri otot, rheumatoid athiritis dan juga untuk

melmaskan otot yang tegang pada olah ragawan. Nama dagang carisoprodol di Indonesia

saat ini adalah somadril. Dalam jurnal kedokteran Eur J Clin pharmacol tahun 2012 di

jelaskan bahwa carisoprodol mempengaruhi sitokrom P450 2C19 (CYP2C19) dan mutasi

dari enzyme ini bisa memiliki efek yang signifikan pada kosentrasi. carisoprodol yang

memiliki nama kimia 2-methyl-2-propylpropane-1,3-diol menurut aturan International Union

of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) tersedia dalam bentuk sediaan tablet berwarna

putih suspense dalam bentuk carbamic acid ester. Secara kimia, carisoprodol adalah suatu

dekstro isomer dari meprobamate, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya

mirip narkotik, carisoprodol tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe-μ (seperti halnya

morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe Σ, sehingga efek

ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi carisoprodol

menyerupai PCP (phencyclidine) atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor N-

methyl d–aspartat (selanjutnya disingkat NMDA).

II.1.2. Epidemiologi

Carisoprodol telah digunakan untuk kepentingan klinis di Norwegia sejak tahun

1995 sebagai relaksasi otot yang dapat diperoleh secara bebas. Peningkatan yang luar biasa

dari penyalahgunaan carisoprodol telah dilaporkan akhir-akhir ini. Data dari Toxic

Page 14: $R2GFOX8

Exposure Surveillance System di Amerika menyebutkan usia terbanyak antara 17-28 tahun

telah meningkat menjadi 300% selama 3 tahun. Dari data tersebut usia 17 tahun (23,1%),

20 tahun (21,8%), 25 tahun (15,4%) dan 28 tahun (10,3%) dan saat ini dilakukan

pengawasan ketat dibawah usia 17 tahun. Dari sekian banyak penyalahgunaan carisoprodol

87% diantaranya menggunakan produk somadril dan 13% produk lainnya. carisoprodol

memiliki posisi yang istimewa di kalangan pengguna, antara lain mereka menganggap

produk dijual bebas dan lebih aman sebagai bahan eksperimen bagi para anak muda. Selain

itu, memiliki dan mengkonsumsi obat-obatan psikotropika memiliki risiko kriminal.

II.1.3. Farmakokinetik

carisoprodol diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral di saluran pencernaan

dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2 – 2,5 jam. carisoprodol diabsorpsi di aliran

darah kemudian melintasi otak dan menuju cairan serebrospinal sekitar 33 – 83%.

(Hollander et al,1994) Efek antitusif carisoprodol berlangsung selama kurang lebih 5-6

jam dengan waktu paruh 2 – 4 jam. (Pender et all, 1991) Metabolisme carisoprodol telah

diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik

carisoprodol ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu meprobomate. carisoprodol

mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan di ekskresi di gijal selama

kurang lebih 8 jam yang mempunyai derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis

NMDA.

II.1.4. Farmakodinamik

Carisoprodol memiliki mekanisme aksi tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan

efek seperti takikardia dan pusing. Carisoprodol dimetabolisme hampir semata-mata

melalui genetik polimorfik enzim sitokrom P450 2 c 19 (CYP2C19) untuk meprobamate

Page 15: $R2GFOX8

metabolit aktif, yang memiliki sifat barbiturate. Peningkatan enzyme ini meberikan

intoksikasi yang tinggi dan mempengaruhi system saraf pusat sehingga bisa timbul efek

samping muntah , kejang, dan insomnia. Carisoprodol juga dapat menghambat aktivitas

serotonin.

II.1.5. Dosis

Usia 17 - 35 Tahun : 250 - 350 mg pertablet setiap 8 jam

Usia 35 - 45Tahun : 250 – 350 mg setiap 12 jam

II.1.6. Efek samping

a. Mual

b. Insomnia

c. Tremor

d. Cemas

e. Ataxia

f. Halusinasi

II.2. Penggolongan Obat

II.2.1. Definisi

Menurut pengertian umum, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalamrangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. (Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009).

Penggolongan obat itu dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan

serta pengamanan distribusi

Page 16: $R2GFOX8

II.2.2. Penggolongan

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

917/MenKes/PER/X/1993 yang kini telah di perbaiki dengan Permenkes Republik

Indonesia Nomor 949/MenKes/PER/VI/2000 penggolongan obat yang terdiri dari :

1. Obat bebas

2. Obat bebas terbatas

3. Obat keras : - keras

- keras tertentu (OKT)

- obat wajib apotek

4. Obat psikotropika

5. Obat Narkotika

II.2.2.1. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa

resep dokter, tidak termasuk daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas

terbatas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 2380/SK/ VI/1983 tentang Tanda Khusus Untuk Obat Bebas dan Terbatas.

Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi

warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

Contoh : Paracetamol

Penandaan obat bebas

Page 17: $R2GFOX8

II.2.2.2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras

tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan

tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

adalah\ lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh : CTM

Penandaan obat bebas terbatas

Obat bebas dan bebas terbatas dipasarkan tanpa resep dokter atau dikenal

dengan nama OTC (Over The Counter) dimaksudkan untuk menangani penyakit-

penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang

penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Praktik seperti ini dikenal

dengan nama self medication (penanganan sendiri).

II.2.2.3. Obat Keras

Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari

“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika

pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.

Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 02396/A/SK/VIII/ 1986 tentang Tanda Khusus Obat

Keras daftar G adalah“ lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna

hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

Page 18: $R2GFOX8

Penandaan obat keras

II.2.2.3.1. Obat Keras Tertentu

Menurut Permenkes Nomor 124/MenKes/PER/II/1993 obat keras

tertentu adalah zat atau obat psikotropika baik alamiah maupun sintetis yang dapat

menimbulkan ketergantungan psikis dan fisik serta dapat disalahgunakan. Obat

keras tertentu meliputi bahan, sediaan-sediaan dan campuran sediaan yang

mengandung bahan-bahan dan atau garamnya. Pabrik yang memproduksi atau

Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mendistribusikan obat keras tertentu harus

mendapat izin khusus dari Direktorat Jendral Kefarmasian.

Contoh : Alprazolam, amytriptilin, diazepam.

II.2.2.3.2. Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh

apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

347/MenKes/SK/VIII/1990 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 924/Menkes/Per/X/ 1993 dengan

pertimbangan sebagai berikut :

1) Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan

pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya

sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan

pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.

Page 19: $R2GFOX8

2) Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkan peran apoteker di

apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta

pelayanan obat kepada masyarakat.

3) Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang

dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Contoh : Ranitidin,

clindamysin, dexsamethason.

II.2.2.4. Obat Psikotropika

Obat psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas

otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku,

disertai dengan timbulnya halusinasi, gangguan cara berpikir,

perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai

efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Contoh : Golongan Methylene Dioxy Methamphetamine (MDMA) seperti

Ecstassy, sabu-sabu.

II.2.2.5. Obat Narkotika

Obat narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penandaan narkotika berdasarkan

peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu "Palang Medali Merah“.

Penandaan Obat Narkotika

Page 20: $R2GFOX8

II.3. Penyalahgunaan Carisoprodol

II.3.1. Definisi

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan juga memberikan pengaruh terhadap

bidang obat-obatan. Dengan adanya obat-obatan baru yang telah ditemukan, penyakit-

penyakit yang timbulpun dapat diatasi.

Tentunya para dokter sangat terbantu untuk mengobatikan pasiennya. Namun,

selain memberikan dampak positif penemuan obat-obat baru juga memberikan dampak

negatif. Beberapa dampak negatif yang timbul antara lain adalah penyalahgunaan obat-

obatan. Istilah penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan saat obat digunakan secara

berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu. Penyalahgunaan obat terjadi secara

luas di berbagai belahan dunia. Obat yang disalahgunakan bukan saja semacam cocain dan

heroin, namun juga obat-obat yang biasa diresepkan. Pengguna umumnya sadar bahwa

mereka melakukan kesalahan, namun mereka sudah tidak dapat menghindarkan diri lagi.

II.3.2. Jenis Obat Yang Disalahgunakan

Ada tiga golongan obat yang paling sering disalahgunakan, yaitu :

1. Golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon,

morfine.

2. Golongan depresan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan

gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin

(diazepam/valium, chlordiazepoxid, clonazepam, alprazolam).

Page 21: $R2GFOX8

3. Golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dextromethorphan,

amphetamine. Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya dapat

menyebabkan ketergantungan atau kecanduan.

Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek

sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh

diantaranya adalah :

1. Misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak

peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan

karena bersifat memicu kontraksi rahim.

2. Profilas (cetotyphen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis

asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak.

3. Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk

mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant,

yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot.

II.3.3. Alasan Umum Penyalahgunaan Obat

Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat :

1. Seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis, kecemasan, insomnia,

dan lain-lain, yang memang membutuhkan obat.

Pasien mendapatkan obat secara legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya,

obat-obat tersebut menimbulkan toleransi, sehingga pasien memerlukan dosis

yang semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Merekapun

kemudian akan meningkatkan penggunaannya, mungkin tanpa berkonsultasi

Page 22: $R2GFOX8

dengan dokter lagi. Selanjutnya, pasien akan mengalami gejala putus obat jika

pengobatan dihentikan, sehingga mereka akan menjadi kecanduan atau

ketergantungan terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha untuk

memperoleh obat-obat tersebut dengan segala cara.

2. Seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuan rekreasional.

Artinya, sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan medis yang jelas,

hanya untuk memperoleh efek-efek menyenangkan yang mungkin dapat

diperoleh dari obat tersebut. Kejadian ini umumnya erat kaitannya dengan

penyalahgunaan substansi yang lain, termasuk yang bukan obat diresepkan,

seperti cocain, heroin, ecstassy, alkohol.

3. Seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping seperti

yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri tidak tahu, hanya

mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan tergolong obat-obat

yang dapat menyebabkan toleransi dan ketagihan. Penggunaannya juga

mungkin tidak dalam jangka waktu lama yang menyebabkan ketergantungan.

II.3.4. Alasan Carisoprodol Disalahgunakan

Ada beberapa alasan mengapa carisoprodol banyak disalahgunakan, diantaranya

adalah :

1. Mudah didapat.

Carisoprodol merupakan yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek

maupun di warung-warung. Carisoprodol yang disalahgunakan umumnya

dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis

yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.

Page 23: $R2GFOX8

2. Harga relatif murah.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun

2012, harga eceran tertinggi di sekitar pantai Losari somadril ini bebas dibeli

dengan harga 35-40 ribu/strip/10 pills. Sedangkan di sekitar Pantai Bira

somadril bisa dibeli dengan harga 60 ribu/strip/10 pills.

3. Persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena carisoprodol dapat

dibeli secara bebas sebagai obat relaksasi otot, dan di pantau oleh pemerintah

local. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa penyalahgunaan

carisoprodol relatif lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika

atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat. (BPOM, 2012)

Anggapan masyarakat bahwa carisoprodol aman karena saat ini di Indonesia

statusnya sebagai obat bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status carisoprodol

sebenarnya di negara UNI Eropa tidak demikian.

Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan carisoprodol pada Surat Keputusan

Direktorat Jenderal Kefarmasian Nomor 2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, carisoprodol

digolongkan sebagai obat keras. Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 9548/A/SK/71 tahun 1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung

carisoprodol tidak lebih dari 16 mg tiap takaran digolongkan sebagai obat bebas terbatas.

Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2500/MenKes/SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011 menyebutkan

bahwa carisoprodol tablet 15 mg, merupakan obat yang termasuk dalam DOEN (Daftar

Obat Esensial Nasional) 2011.

Page 24: $R2GFOX8

Dapat disimpulkan bahwa walaupun carisoprodol banyak dijual di berbagai

tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan

melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai obat keras, maka

tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal

status carisoprodol juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the

Counter (OTC) atau obat bebas, seperti Norwegia, ada juga yang memasukkan sebagai obat

yang hanya bisa diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau obat keras, ada

juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di

apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau obat bebas terbatas. Di Amerika

Serikat misalnya, carisoprodol hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. (BPOM, 2012)

II.3.5. Mekanisme Toleransi

Penyalahgunaan obat ini terkait erat dengan masalah toleransi, adiksi atau

ketagihan, yang selanjutnya bisa berkembang menjadi ketergantungan obat (drug

dependence). Pada orang-orang yang memulai penggunaan obat karena ada gangguan

medis/psikis sebelumnya, penyalahgunaan obat terutama untuk obat-obat psikotropika,

dapat berangkat dari terjadinya toleransi, dan akhirnya ketergantungan. Menurut konsep

neurobiologi, istilah ketergantungan (dependence) lebih mengacu kepada ketergantungan

fisik, sedangkan untuk ketergantungan secara psikis istilahnya adalah ketagihan (addiction).

Toleransi obat sendiri dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Toleransi Farmakokinetik :

Adalah perubahan distribusi atau metabolisme suatu obat setelah pemberian

berulang, yang membuat dosis obat yang diberikan menghasilkan kadar dalam

darah yang semakin berkurang dibandingkan dengan dosis yang sama pada

Page 25: $R2GFOX8

pemberian pertama kali. Mekanisme yang paling umum adalah peningkatan

kecepatan metabolisme obat tersebut.

2. Toleransi Farmakodinamik :

Toleransi farmakodinamika merujuk pada perubahan adaptif yang terjadi di

dalam sistem tubuh yang dipengaruhi oleh obat, sehingga respons tubuh

terhadap obat berkurang pada pemberian berulang. Hal ini misalnya terjadi

pada penggunaan obat golongan benzodiazepine, dimana reseptor obat dalam

tubuh mengalami desensitisasi, sehingga memerlukan dosis yang makin

meningkat pada pemberian berulang untuk mencapai efek terapetik yang sama.

3. Toleransi yang dipelajari (learned tolerance) :

Artinya pengurangan efek obat dengan mekanisme yang diperoleh karena

adanya pengalaman terakhir.

II.3.6. Mekanisme adiksi

Kebutuhan dosis obat yang makin meningkat dapat menyebabkan ketergantungan

fisik karena tubuh telah beradaptasi dengan adanya obat, dan akan menunjukkan gejala

putus obat (withdrawal symptom) jika penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan obat

tidak selalu berkaitan dengan obat-obat psikotropika. Di sisi lain, adiksi atau ketagihan obat

ditandai dengan adanya dorongan, keinginan untuk menggunakan obat walaupun tahu

konsekuensi negatifnya. Obat-obat yang bersifat adiktif umumnya menghasilkan perasaan

euphoria yang kuat dan reward, yang membuat orang ingin menggunakan dan

menggunakan obat lagi.

Manusia, pada umumnya akan mengulangi perilaku yang menghasilkan sesuatu

pengalaman/perasaan yang menyenangkan. Sesuatu yang menyebabkan rasa menyenangkan

Page 26: $R2GFOX8

tadi dikatakan memiliki efek reinforcement positif. Reward bisa berasal secara alami,

seperti makanan, air, seks, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika

makan, minum, disayang, dan lain-lain. Bisa juga berasal dari obat-obatan. Pengaturan

perasaan dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebut reward pathway.

Perilaku-perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh mahluk hidup

untuk survived (mempertahankan kehidupan).

Bagian penting dari reward pathway adalah bagian otak yang disebut : Ventral

Tegmental Area (selanjutnya disingkat VTA), nucleus accumbens, dan prefrontal cortex.

VTA terhubung dengan nucleus accumbens dan prefrontal cortex melalui jalur reward ini

yang akan mengirim informasi melalui saraf. Saraf di VTA mengandung neurotransmitter

dopamine, yang akan dilepaskan menuju nucleus accumbens dan prefrontal cortex. Jalur

reward ini akan teraktivasi jika ada stimulus yang memicu pelepasan dopamine, yang

kemudian akan bekerja pada system reward.

Obat-obat yang dikenal menyebabkan adiksi/ketagihan seperti cocain misalnya,

bekerja menghambat re-uptake dopamine, sedangkan amphetamine, bekerja meningkatkan

pelepasan dopamine dari saraf dan menghambat re-uptake-nya, sehingga menyebabkan

kadar dopamine meningkat. Untuk obat golongan opiat, reseptor opiat terdapat sekitar

reward pathway (VTA, nucleus accumbens dan cortex), dan juga pada pain pathway (jalur

nyeri) yang meliputi thalamus, brainstem, dan spinal cord. Ketika seseorang menggunakan

obat-obat golongan opiat seperti morfine, heroin, codein, dan lain-lain, maka obat ini akan

mengikat reseptornya di jalur reward, dan juga jalur nyeri. Pada jalur nyeri, obat-obat opiat

akan memberikan efek analgesia, sedangkan pada jalur reward akan memberikan

reinforcement positif (rasa senang, euphoria), yang menyebabkan orang ingin

Page 27: $R2GFOX8

menggunakan lagi. Hal ini karena ikatan obat opiat dengan reseptornya di nucleus

accumbens akan menyebabkan pelepasan dopamine yang terlibat dalam system reward.

II.3.7. Mekanisme Penyalahgunaan Carisoprodol

Carisoprodol diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral di saluran pencernaan

dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2 – 2,5 jam. carisoprodol diabsorpsi di aliran

darah kemudian melintasi otak dan menuju cairan serebrospinal sekitar 33 – 83%.

(Hollander et al,1994) Efek antitusif carisoprodol berlangsung selama kurang lebih 5-6

jam dengan waktu paruh 2 – 4 jam. (Pender et all, 1991) Metabolisme carisoprodol telah

diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik

carisoprodol ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu meprobomate. carisoprodol

mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan di ekskresi di gijal selama

kurang lebih 8 jam yang mempunyai derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis

NMDA.

Carisoprodol dimetabolisme hampir semata-mata melalui genetik polimorfik enzim

sitokrom P450 2 c 19 (CYP2C19) untuk meprobamate metabolit aktif, yang memiliki sifat

barbiturate. Peningkatan enzyme ini meberikan intoksikasi yang tinggi dan mempengaruhi

system saraf pusat sehingga bisa timbul efek samping muntah , kejang, dan insomnia.

Akumulasi carisoprodol dapat mengakibatkan efek sikotropik. Efek yang muncul

dibagi dalam 4 (empat) tingkatan :

1. Dosis 100 - 200 mg, timbul efek stimulasi ringan

2. Dosis 200 - 400 mg, timbul efek euphoria dan halusinasi

3. Dosis 300 - 600 mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan

koordinasi motorik

Page 28: $R2GFOX8

4. Dosis 500 - 1500 mg, timbul efek sedasi disosiatif. (BPOM, 2012)

II.3.8. Efek Penyalahgunaan Carisoprodol

Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan biasanya jauh lebih besar dari

pada dosis lazim. Pada dosis 5 - 10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping

yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamine atau

phencyclidine (PCP, dan efeknya adalah : kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa

kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan

pingsan, mual). (Schwartz, 2005 ; Siu et all, 2007)

Pemberian obat yang secara berlebih dan setelah itu pemutusan obat secara paksa,

akan menimbulkan gejala putus obat (withdrawal symptom). Sehingga akan memberikan

efek samping seperti sakit di tengkuk/pundak, sakit kepala, gelisah, menangis dan kurang

bersemangat. Dengan tingkat ketergantungan tersebut maka para pengguna obat tersebut

membeli obat dan terkadang menggunakan dengan dosis yang berlebih. (BPOM, 2012)

II.3.9. Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan intoksikasi carisoprodol adalah menilai vital sign

dan supportif dengan memperbaiki airway, breathing dan circulation terlebih dahulu.

Cairan yang direkomendasikan adalah cairan saline, jika terjadi agitasi dapat diberikan

benzodiazepine.

Adanya hipertensi dan takikardia dapat diberikan obat sedatif misalnya diazepam.

Hipertermia harus segera diatasi, jika benzodiazepine dan obat penurun panas gagal dalam

mengatasi masalah tersebut dapat dipertimbangkan pemasaangan orotracheal tube. Pasien

dengan kondisi depresi napas membutuhkan perawatan di ICU. Sedangkan pasien lain

Page 29: $R2GFOX8

perlu observasi di ruangan emergensi setiap 4 - 6 jam sekali dan pasien dengan gejala minor

(seperti ataxia dan keadaan gaduh gelisah) dapat di rawat di rumah.

II.3.9.1. Dekontaminasi

a. Bilas lambung :

Direkomendasikan untuk over dose dengan dosis lebih dari 10

mg/kgBB . Kejang dan depresi susunan syaraf pusat dapat terjadi

dalam waktu 30 menit setelah pasien minum carisoprodol. Bilas

lambung yang mempergunakan activated charcoal dalam waktu 1 - 2

jam, dilakukan pada pasien dengan gangguan kesadaran atau pasien

dengan resiko terjadi kejang. Bilas lambung dengan pasien gangguan

kesadaran harus menggunakan metode intubasi.

b. Activated charcoal/Cathartic :

Pemberian activated charcoal diindikasikan pada kasus akut

(kurang dari 1 jam), tapi keuntungan sepenuhnya masih belum jelas.

Activated charcoal dapat diberikan sendiri atau bersama dengan obat

cathartic seperti sorbitol atau magnesium sitrat. Walaupun sampai

dengan sekarang belum ada data yang menyatakan kemampuan

absorpsi charcoal terhadap carisoprodol. Dosis optimal dari

penggunaan activated charcoal belum ditetapkan, tetapi pedoman

yang direkomendasikan adalah 1 - 2 g/KgBB, terutama dosis ini untuk

bayi.

Page 30: $R2GFOX8

Dosis dewasa adalah 30 -100 g, dosis pada anak 15 - 30 g. Bila pasien

memuntahkan sebagian dosis, maka dosis yang hilang harus diulang

kembali.

II.3.9.2. Antidotum

Naloxone berperan untuk melancarkan efek depresi susunan saraf pusat

dan sistem pernapasan akibat efek dari carisoprodol. Walaupun belum ada laporan

yang berkaitan dengan respon tubuh terhadap naloxone, tetapi pada banyak kasus

banyak bukti menunjukkan bahwa proses resolusi pada gejala neorologis timbul

pada 3 - 8 jam setelah pemberian naloxone, tetapi belum ada bukti yang cukup

tentang efikasi dari naloxone. Naloxone merupakan antagonis kompetitif pada

reseptor mu, kappa, dan delta dengan afinitas reseptor mu 10 kali lipat lebih tinggi

daripada afinitas reseptor kappa. Hal ini menerangkan mengapa naloxone mudah

membalikkan depresi pernafasan dengan hanya pembalikan minimal analgesia

sebagai akibat dari rangsangan agonis reseptor kappa pada medulla spinalis.

Naloxone tidak menimbulkan efek farmakologi pada individu normal.

Naloxone dapat diberikan secara intravena, intramuscular, subkutan, intralingual

atau melalui endotracheal tube. Dosis yang dipakai adalah 0,4 - 2.0 mg, jika

diberikan secara intravena diberikan secara perlahan. Naloxone mempunyai waktu

paruh 60 - 100 menit.

Page 31: $R2GFOX8

DAFTAR PUSTAKA

1. Carisoprodol Withdrawl Syndrom. Roy R. Reeves D.O., Ph.D., John J. Beddingfield

M.D. and James E. Mack Ph.D. Shout Med Journal Vol. 24. 2012.

2. Dirjen Kesehatan Jiwa Depkes RI; 1993; PPDGJ III; Depkes RI

3. Dirjen Yanmed Depkes RI; 2000; Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika

dan Zat Adiktif Lainnya

4. Maramis WF dan Maramis AA; 2009; Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa; Ed 2; Airlangga

University Press

5. Sadock BJ and Sadock VA; 2007; Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry; 10th ed;

Lippincott Williams & Wilkins

6. Laporan Tahun 2012. http://www.pom.go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/28-

08-2005/28-08-2015/1.