pusat pengembangan karir, konseling, mku dan …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/bahan ajar...

46
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 1dari 46 Tanggal Terbit 27 Februari 2016 BAHAN AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 15U00001/15U00001 2 SKS PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN MKDK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018

Upload: phammien

Post on 14-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 1dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

BAHAN AJAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 15U00001/15U00001

2 SKS

PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN MKDK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018

Page 2: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 2dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

VERIFIKASI BAHAN AJAR

Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar Mata Kuliah

Pendidikan Agama Islam, telah diverifikasi oleh Kepala Pusat Pengembangan

Karir, Konseling, MKU dan MKDK.

Semarang, 13 Februari 2018

Kepala Tim Penulis

Dr. H. Eko Supraptono, M.Pd. Tim Dosen

NIP. 196109021987021001

Page 3: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 3dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., karena rahmat, nikmat, taufik dan hidayahnya-Nyalah buku “ISLAM: Rahmatan Lil’alamin” dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Rosul Muhammas Saw., para keluarga, para sahabar, pera pengikut, serta umatnya yang setia dengan ajarannya.

Maksud dan tujuan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi adalah untuk memperkuat iman dan takwa kepada Allah Swt., serta memperluas wawasan hidup beragama mahasiswa dengan mengedepankan budi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas, ikut serta dalam kerja sama antarumat beragama dalam mengembangkan dan memanfaatkan ilmu dan teknilogi serta seni untuk kepentingan manusia. Selain itu, maksud tujuan tersebut diarahkan pada peningkatan kualitas SDM melalui rumah ilmu yaitu Universitas Negeri Semarang.

Atas dasar itulah buku ini disusun sebagai sarana menggapai maksud dan tujuan tersebut. Tentunya buku ini bukanlah satu-satunya buku referensi atau rujukan, akan tetapi mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran.

Pada buku ini disajikan materi-materi dalam BAB, meliputi: (1) Agama Islam , (2) Hakikat Manusia Dalam Islam, (3) Aqidah, (4) Syari’ah, Ibadah, dan Muamalah, (5) Islam dan Ilmu Pengetahuan, (6) Akhlak dalam Islam, (7) Wawasan Islam Moderat, dan (8) Pergaulan dalam Islam.

Kepada para pembeca kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan buku ini, karena kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan.

Semarang, Agustus 2018

Tim Penulis

Page 4: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 4dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

DESKRIPSI MATAKULIAH

Mata kuliah ini menyajikan bahasan tentang konsep aqidah Islam, konsep

manusia, hukum, konsep akhlak, IPTEKS, masyarakat, politik, globalisasi,

radikalisme atas nama Agama, perlindungan anak, dan pernikahan dalam

perspektif Islam.

Page 5: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 5dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

BAB I

AGAMA ISLAM

1. Makna dan Ruang Lingkup Agama Islam

Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya

kepada kehendak Allah swt. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah swt.

tersebut melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada

sesama manusia dan lingkungannya.

Firman Allah Swt.

“( Tidak demikian ) bahwa barang siapa yang menyerahkan diri kepada

Allah sedang ia berbuat kebajikan maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan

tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.

( Q.S. 2 : 112 ).

Secara terminologis, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya

diberikan oleh Allah Swt. kepada masyarakat manusia melalui para utusan-Nya.

Jadi Islam adalah agama yang dibawa oleh para nabi pada setiap zamannya

yang berakhir dengan kenabian Muhammad Saw.

Secara garis besar ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal

pokok, yaitu :

Aspek keyakinan yang disebut aqidah, aspek credial atau keimanan

terhadap Allah swt. dan semua ayat-ayat-Nya untuk diimani.

Aspek norma atau hukum yang disebut syari’ah, yaitu aturan-aturan Allah

yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt., hubungan dengan sesama

manusia maupun hubungannya dengan alam semesta.

Aspek perilaku yang disebut akhlaq, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang

nampak dari pengejawantahan aqidah dan syari’ah.

Islam adalah sebuah agama suci dari Allah swt. untuk seluruh ummat

manusia yang memiliki tugas sebagai berikut :

Mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan

diantara sekian agama di dunia,

Page 6: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 6dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama-agama

sebelumnya,

Membetulkan kesalahan-kesalahan dalam agama, menyaring mana yang

benar dan mana yang palsu,

Mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tidak pernah diajarkan,

berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam tahap

permulaan dari tingkat perkembangan mereka dan

Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang

selalu bergerak maju.

Peranan Agama Islam dalam Kehidupan

a. Menentramkan batin

Sesuai dengan asal katanya ( salima ), Islam berarti sejahtera. Dengan

demikian orang yang menjalankan Islam dengan sebenarnya akan dapat

menikmati kesejahteraan, akan mendapatkan ketentraman batin serta jauh dari

ketakutan dan kekhawatiran dalam menjalani kehidupan.

b. Sebagai landasan peradaban abadi

Islam datang memberikan landasan bagi terbentuknya sebuah peradaban

dengan semangat persatuan dan penghargaan kepada orang lain yang dilandasi

dengan keimanan sepenuhnya kepada Allah swt. Dengan landasan inilah

sebuah peradaban bisa ditegakkan dan bisa berdiri kokoh di tengah perubahan

zaman yang selalu bergerak maju.

c. Sebagai kekuatan pemersatu.

Islam sebagai agama ‘rahmatan lil‘alamin’ bukan saja menciptaka

kesatuan antar bangsa-bangsa dalam batas wilayah tertentu saja melainkan

merupakan sebuah kekuatan yang mempersatukan seluruh bangsa tanpa

adanya batasan wilayah.

d. Sebagai kekuatan rohani

Islam adalah kekuatan rohani yang amat besar, karena telah mampu

membebaskan manusia dari kekuatan dirinya yang bersumber dari hawa

nafsunya.

e. Menjawab segala problem kehidupan

Page 7: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 7dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Islam menjadi pusat perhatian kaum ahli fikir, karena Islam bukan saja

merupakan kekuatan rohani terbesar dan yang memperadabkan manusia di

dunia, melainkan pula Islam memecahkan banyak persoalan yang rumit-rumit

yang pada dewasa ini dihadapi oleh manusia.

SUMBER AJARAN ISLAM

Pada hakikatnya, ajaran Islam itu hanya mempunyai satu sumber hukum,

yakni wahyu Ilahi. Selanjutnya wahyu Ilahi itu dikelompokkan menjadi dua

macam, yaitu : pertama, wahyu yang berupa Al-Qur’an, dan kedua, berupa

sunnah. Kedua sumber itu disebut sumber pokok.

Seiring dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam serta

kompleksitasnya persoalan yang dihadapi umat mengakibatkan banyak

persoalan baru yang secara eksplisit belum ditetapkan oleh Al-Qur’an dan As-

Sunnah, maka lahirlah sumber hukum tambahan berupa hasil Ijtihad.

Al-Qur’an

A. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an berarti kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw. dengan bahasa Arab melalui malaikat Jibril, sebagai mu’jizat dan

argumentasi dalam mendakwahkan kerasulannya dan sebagai pedoman hidup

untuk mencapai kedamaian dunia akhirat.. Definisi di atas mengandung

beberapa kekhususan sebagai berikut :

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah

wahyu Allah, tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran

Nabi Muhammad saw.

Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf, artinya Al-Qur’an tidak mencakup

wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang

kemudian disampaikan dalam bahasa nabi sendiri.

Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada

orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin

bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-

bedanya tempat tinggal mereka.

B. Nama-nama Al-Qur’an

Page 8: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 8dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Selain disebut Al-Qur’an, wahyu Allah ini juga diberi nama-nama lain oleh

Allah swt. sebagai berikut :

1). Alkitab, berarti sesuatu yang ditulis yaitu kitab yang ditulis dalam

mushaf. Hal ini sebagaimana firman Allah swt.

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-

Kitab ( Al- Qur’an ) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya” ( Q.S.

Al-Kahfi : 1 )

2). Al-Furqon, artinya sebagai pemisah ( Al-Furqon : 1 ). Sebagai

pedoman hihup dan kehidupan manusia, Al-Qur’an menyajikan norma dan etika

secara jelas, tegas dan tuntas terutama dalam masalah kebaikan dan keburukan,

yang hak dengan yang batil.

3). Ar-Rahmah, yang berarti karunia ( An-Naml : 77 ). Segala pemberian

dari Tuhan akan menjadi rahmat di dunia dan akhirat, ketika pemberian itu

diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-Qur’an.

4). An-Nur, yang artinya cahaya ( An-Nisa’ : 174 ). Al-Qur’an

memantulkan cahaya Tuhan dan karenanya ia mampu menembus bungkus

jasad manusia dan menyinari rongga dadanya sehingga kegelapan menjadi

sirna. Pantulan cahaya Al-Qur’an ini terjadi jika manusia itu sendiri sanggup

merespons Al-Qur’an dengan baik.

5). Al-Huda, berarti petunjuk. ( At-Taubah : 33 ). Nama ini menunjukkan

fungsi Al-Quran sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat

memperoleh keridloannya.

6). Adz-Dzikra, artinya peringatan ( Al-Hijr : 9 ). Yaitu kitab yang berisi

peringata Allah kepada manusia.

C. Cara Al-Qur’an diturunkan

Al-Qur’an itu diturunkan sedikit demi sedikit, berangsur-angsur, bukan

sekaligus dalam satu`keseluruhannya.

Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah

sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt. “Sedemikianlah (Kami

menurunkan dia berangsur-angsur) untuk Kami kuatkan dengan dia hati engkau”

(Q.S. 25 : 32). Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa yang demikian itu akan

Page 9: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 9dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

meneguhkan hati bagi si penerima (Nabi saw.) karena diturunkan sesuai dengan

kejadian tertentu. Di samping itu agar Muhammad dapat menghafalnya.

D. Periode Turunnya Al-Qur’an

Pertama, Masa Nabi bermukim di Makkah, (Makiyah). Ayat-ayat yang

diturunkan di Makkah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

ayatnya pendek-pendek

mengandung soal tauhid, soal kepercayaan, adanya Allah, hal-hal ‘adzab

dan nikmat dihari kemudian serta urusan-urusan kebaikan.

Kedua, Yang diturunkan sesudah di Madinah. Semua yang turun di

Madinah dinamai surat Madaniyyah. Ayat-ayat Madaniyyah memiliki ciri

diantaranya :

ayat-ayatnya panjang-panjang

berisi mengenai hukum yang jelas dan tegas kandungannya

kebanyakan permulaan firman Allah dimulai dengan :

“Wahai orang yang beriman”

E. Pokok-pokok Kandungan Al-Qur’an

Prinsip-prinsip keimanan,

Prinsip-prinsip syari’ah.

Janji dan ancaman.

Sejarah atau kisah-kisah masa lalu.

Ilmu pengetahuan.

F. Fungsi dan Peran Al-Qur’an

a. Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia

b. Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap segala sesuatu

c. Al-Qur’an Sebagai Penawar Jiwa yang Haus ( Syifa )

Menurut Quraisy Shihab tujuan diturunkannya Al-Qur’an bisa disarikan

antara lain sebagai berikut :

Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik

serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru

Page 10: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 10dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep

teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan manusia.

Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa

umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama

dalam pengabdian kepada Allah swt. dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.

Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan dan

penderitaan hidup serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial,

ekonomi, politik dan juga agama.

Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu

peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan

nur Ilahi. Demikianlah kehadiran Al-Qur’an suci yang kalau kandungannya

diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, dijamin oleh Allah swt. kedamaian dunia

akan terwujud dan kebahagiaan akhirat akan tercapai.

Penulisan Mushaf Al-Qur’an

Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat turun, Nabi saw. lalu

memanggil para sahabat yang dikenal pandai menulis untuk menulis ayat-ayat

yang baru saja diterimanya sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat

dalam suratnya.

Setelah Rasulullah saw., wafat maka amanat pembukuan al-Quran

diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.

Penafsiran Al-Qur’an

Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Rasul saw. yang berfungsi sebagai

mubayyin ( pemberi penjelasan ), mengenai kandungan ayat-ayat al-Qur’an,

terutama tentang ayat-ayat yang samar artinya. Turunnya Al-Qur’an secara

berangsur-angsur menunjukkan bukti bahwa ayat-ayatnya begitu komunikatif

dengan sasarannya, dan kalaupun para sahabat menemukan kesulitan biasanya

langsung bertanya kepada Rasul saw. Keadaan demikian berlangsung sampai

dengan wafatnya Rasul saw. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua

penjelasan tersebut kita ketahui, karena dua kemungkinan, yaitu akibat tidak

Page 11: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 11dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

sampainya riwayat-riwayat tentangnya, atau karena Rasul saw. sendiri tidak

menjelaskan semua kandungan Al-Qur'’an.

Metode-metode dalam penafsiran Al-Qur’an

Tafsir bil ma’tsur

Metode ini menafsirkan ayat-ayat berdasarkan ayat Al-Qur’an dan

riwayat, baik hadis nabi maupun atsar sahabat. Penafsiran semacam ini

dilakukan oleh para ahli tafsir pada masa-masa awal penafsiran Al-Qur’an.

Tafsir bil ma’qul

Metode ini disebut juga tafsir bil-ra’yi, yaitu menafsirkan ayat

berdasarkan akal (rasio) atau dengan cara ijtihad.

Tafsir ijdiwad (campuran)

Yaitu sebuag metode penafsiran Al-Qur’an dengan memadukan antara

tafsir bil ma’tsur dengan tafsir bil ma’qul.

Tafsir Tahlili

Metode ini adalah menafsirkan ayat secara berurutan dari surat pertama,

ayat pertama sampai surat terakhir, ayat yang terakhir. Pesan dan kandungan

ayat dijelaskan secara rinci dan luas mencakup aneka macam persoalan yang

muncul dalam pemikiran penafsir, baik yang berhubungan secara langsung

maupun tidak langsung dengan ayat yang ditafsirkannya.

Tafsir maudlu’i

Yaitu menafsirkan ayat berdasarkan tema yang telah ditetapkan. Tafsir

ini juga disebut tafsir tematik atau tauhidi. Dalam metode ini ayat Al-Qur’an tidak

ditafsirkan secara berurutan dari ayat ke ayat, melainkan dicari ayat-ayat yang

berkaitan dengan tema yang sedang dibahas.

Tafsir bil ilmi

Yaitu menafsirkan ayat dengan menggunakan pendekatan ilmu

pengetahuan. Ilmu dijadikan sudut pandang dalam menafsirkan Al-Qur’an dan

biasanya bersifat tematik. Misalnya menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan

dengan proses kejadian manusia di dalam rahim (Q.S. Al-Mukminun : 21-22)

dengan sudut pandang ilmu kedokteran.

B. SUNNAH DAN HADIS

Page 12: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 12dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Dalam makna aslinya , sunnah berarti perbuatan nabi, sedangkan hadis

berarti laporan atau reportase dari kegiatan sunnah tersebut.

Kedudukan Hadis

Al-Quran menjelaskan pada diri nabi Muhammad terdapat uswah

hasanah (suri tauladan yang baik) yang berlaku sepanjang masa (Q.S al-

Ahzab : 31). Pernyataan Quran ini jelas-jelas menyiratkan arti bahwa kaum

muslimin sejak awal telah memandang perilaku nabi sebagai suatu konsep

prilaku. Dengan demikian maka hadis menjadi prioritas kedua dalam

pengambilan hukum dan prilaku setelah al-Quran

Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an

Menjelaskan Al-Qur’an

Memberikan rincian, yakni as-sunnah memberikan rincian terhadap ayat

Al-Qur’an yang masih bersifat global, seperti rincian tentang pelaksanaan ibadah

shalat, yang meliputi cara, sarat rukunnya, waktunya, jumlahnya dan sebagainya.

Membatasi kemutlakan, yakni sunnah memberi penjelasan dengan

membatasi kemutlakan pengertian yang terkandung dalam redaksi ayat,

misalnya ketetapan Al-Qur’an mengenai wasiat :

“Diwajibkan kepada kamu apabila seorang diantara kamu telah

kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,

berwasiatlah kepada bapak, ibu dan karib kerabatnya secara ma’ruf, sebagai

suatu hak atas orang yang bertaqwa” ( Qs. 2 : 180 ). Dalam ayat tersebut wasiat

itu diungkapkan secara mutlak ( tanpa ada batasan jumlahnya ). As-sunnah

membatasi banyaknya wasiat agar tidak melampaui sepertiga dari harta yang

ditinggalkan. Hal ini terdapat dalam sebuah hadis, ketika Sa’ad bin Abi Waqas

ingin berwasiat dengan 2/3 dari kekayaannya, oleh Rasulullah dilarang,

kemudian mengajukanlagi ½-nya, tapi rasul juga menolak dan akhirnya

dibolehkan 1/3-nya saja ( Bukhari dan Muslim ).

3). Memberikan pengecualian terhadap pernyataan Qu’an yang masih

umum, misalnya Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah dengan firman-

Nya :

“Diharamkan bagimu ( memakan ) bangkai, darah, daging babi, binatang

yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh,

Page 13: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 13dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

yang ditanduk,yang dimakan binatang buas, kecuali kamu sempat

menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula

bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai bentuk

kefasikan” ( QS. 5 : 3 ). As-Sunnah memberikan pengecualian dengan

membolehkan memakan jenis bangkai tertentu, bangkai ikan, belalang dan darah

tertentu ( hati dan limpa ) sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, As-Syafi’I,

Ibnu Majah, Baihaqi dan Daruquthni ).

4). As-sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-

Qur’an, misalnya :

“Rasulullah saw. melarang semua yang mempunyai taring dari binatang

dan dari semua burung yang bercakar” ( HR. Muslim dari Ibnu Abbas ).

Macam-macam hadis

1). Hadis Mutawatir

Hadis mutwatir adalah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang yang

secara terus menerus tanpa putus dan secara adat para perawinya tidak

mungkin berbohong.

2). Hadis masyhur

Hadis masyhur adalah sebuah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang

tetapi tidak mencapai derajat mutawatir

3). Hadis ahad

Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih, tetapi

tidak mencapai syarat masyhur dan mutawatir

Dari segi kualitasnya hadis terbagi menjadi :

Hadis Shahih, yaitu hadis yang sanadnya tidak terputus, diriwayatkan

oleh orang-orang yang adil, sempurna ingatannya, kuat hafalannya, tidak

cacad, dan tidak betentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.

2). Hadis hasan, yaitu hadis yang memenuhi sarat hadis shahih tetapi

perawinya tidak kuat ingatannya atau kurang baik hafalannya.

3). Hadis dhaif, yaitu hadis yang tidak lengkap syaratnya, atau tidak

memenuhi persaratan sebagai hadis shshih dan hasan.

Kehujjahan Hadis

Page 14: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 14dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Para ulama sepakat bahwa hadis dha’if tidak boleh digunakan sebagai

dalil dalam menentukan hukum. Imam Bukhari dan Muslim sependapat untuk

tidak menggunakan hadis dha’if dalam bidang apapun: Nabi bersabda “Barang

siapa menceritakan sesuatu hal dari aku, padahal ia tahu bahwa itu bukan

hadisku, maka orang itu termasuk golongan pendusta ( HR. Bukhari Muslim ).

Kriteria hadis palsu :

Jika hadis itu bertentangan dengan fakta sejarah

Jika sifat hadis itu mewajibkan kepada semua orang untuk

mengetahuinya dan mengamalkannya dan hadis itu diriwayatkan oleh satu orang

Jika saat dan keadaan diriwayatkannya hadis itu membuktikan bahwa

hadis itu dibikin-bikin

Jika hadis itu bertentangan dengan akal, atau bertentangan dengan

ajaran-ajaran Islam yang terang

Jika hadis itu menguraikan sebuah peristiwa, yang jika peristiwa itu

sungguh-sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh

orang banyak, padahal nyatanya, peristiwa itu tak diriwayatkan oleh satu orang

pun selain orang yang meriwayatkan hadis itu.

Jika masalahnya atau kata-katanya rakik ( artinya, tak sehat atau tak

benar); misalnya kata-katanya tak cocok dengan idiom bahasa Arab, atau

masalah yang dibicarakan tak pantas bagi martabat rasulullah.

Jika hadis itu berisi ancaman hukuman berat bagi perbuatan dosa biasa,

atau menjanjikan pahala besar bagi perbuatan baik yang tak seberapa.

Jika hadis itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi saw. dan

Rasul kepada orang yang berbuat baik.

Jika yang meriwayatkan hadis itu mengaku bahwa ia membuat-buat

hadis.

C. IJTIHAD

A. Pengertian

Ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal dalam

mengungkapkan kejelasan hukum Islam atau untuk menjawab dan

menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.

Page 15: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 15dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Obyek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam

Al-Qur’an dan As-sunnah. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah

karena itu bersifat relatif. Relatifitas ijtihad ini menjadikannya sebagai sumber

nilai yang bersifat dinamis. Pemutlakan terhadap produk ijtihad pada haikatnya

merupakanpengingkaran terhadap kemutlakan Allah, karena yang sesungguhnya

mutlak hanyalah Allah swt.

Satu hal yang telah disepakati para ulama adalah bahwa ijtihad tidak

boleh merambah dimensi ibadah mahdlah,

Posisi Ijtihad dalam Syari’at Islam

Ijtihad menggunakan pertimbangan akal secara jelas diundangkan dalam

sebuah hadis, sebagai alat untuk mencapai keputusan, apabila tidak ada

petunjuk dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Hadis berikut dianggap sebagai

basis ijtihad dalam Islam. “Pada waktu Mu’adz bi Jabal ditetapkan sebagai

gubernur di Yaman,beliau ditanya oleh Nabi saw. : ‘Bagaimana engkasu akan

mengadili, jika suatu perkara diajukan kepadamu, Mu’adz bin Jabal menjawab : “

Aku akan mengadili dengan undang-undang Qur’an”, tetapi jika engkau tidak

mnemukan suatu petunjuk dalam Al-Qur’an ? tanya Nabi saw. “maka aku akan

mengadili menurut sunnah Nabi, jawabnya. Tetapi jika engkau tidak menemukan

petunjuk dalam sunnah nabi ? tanya nabi, “maka aku akan menggunakan

pertimbangan akalku ( ajtahidu ) dan mengadili menurut itu”, jawabnya. Nabi

saw. lalu menepuk lengan beliau sambil berkata, “Maha suci kepunyaan Allah,

yang telah memberi petunjuk kepada utusannya, seperti yang Ia kehendaki” (

HR. Abu Dawud dan Tirmidzi ).

Syarat-syarat mujtahid

Memiliki integritas keimanan yang kuat terhadap syariah Ilahiyah,

berkeyakinan teguh kepada kebenaran Islam dan mempunyai ketulusan hati

untuk merealisasikan tanpa mencampurasdukkan dengan sumber yang selain

Qur’an dan sunnah.

Mengetahui isi Al-Qur’an dan Hadis yang berkenaan dengan hukum.

Mengetahui bahasa Arab dengan berbagai keilmuannya

Mengetahui kaidah-kaidah ushuliyah yang luas, karena ilmu ini menjadi

dasar berijtihad

Page 16: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 16dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Mengetahui produk-produk ijtihad ( hukum ) yang diwariskan oleh para

ahli terdahulu untuk melihat kesinambungan hukum, sebab munculnya ijtihad

baru bukan saja dimaksudkan untuk menghapus produk hukum lama untuk

diganti dengan yang baru.

Mengetahui ilmu riwayah yang berkenaan dengan kaedah-kedah

kesahihan hadis

Mengetahui rahasia-rahasia tasyri’, yaitu kaedah yang menerangkan

tujuan syara’ dalam meletakkan beban taklif kepada mukallaf.

Ijtihad pada masa sekarang tidak hanya dilakukan oleh ahli-ahli agama

yang memiliki syarat-syarat di atas melainkan melibatkan juga pakar yang ahli

dalam masalah yang sednag dibahas, sehingga persoalannya ( produk

hukumnya ) menjadi utuh dan menyeluruh baik dari aspek Qur’ani maupun

kauninya.

Page 17: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 17dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

BAB II HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM

A. Konsep Manusia

Manusia adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, kedudukan dan

tingkatannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah

yang lain, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan malaikat. Keistimewaan

manusia dari makhluk Allah yang lain terletak pada hal-hal berikut:

1 Manusia memiliki bentuk atau postur dan struktur tubuh yang lebih baik

dan lebih cantik atau lebih tampan dari hewan. Dengan postur dan

struktur tubuh yang baik tersebut memungkinkan manusia mempunyai

kesanggupan dan kemampuan untuk mencapai dan memperoleh

berbagai kemajuan dalam hidupnya. Keunggulan postur dan struktur

tubuh ini telah difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Tin ayat 4 yang

berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Kami(Allah) telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya(QS 95: 4).

2. Manusia memiliki rohani atau jiwa yang sempurna. Jiwa manusia menurut

ahli ilmu jiwa mempunyai tiga daya yaitu daya cipta yang berpusat di akal

pikiran, daya rasa yang berpusat di hati, dan daya karsa atau kemauan

yang berpusat di hawa nafsu. Masing-masing daya mempunyai fungsi

yang berbeda-beda. Dengan daya cipta atau akal pikiran, manusia dapat

mengetahui benar dan salah, dapat menggali dan mempelajari ilmu

pengetahuan dan menghasilkan teknologi. Dengan daya rasa, manusia

bisa memilih dan menimbang baik dan buruk, indah dan tidak indah, patut

dan tidak patut dan sebagainya, sehingga lahir karya-karya manusia di

bidang kesenian. Dengan daya karsa atau hawa nafsu, manusia didorong

atau dimotifasi agar selalu berbuat sesuatu yang bersifat dinamis dan

kreatif. Prestasi manusia dalam berbagai bidang, seperti bidang keilmuan,

teknologi, kesenian, keolahragaan, dan sebagainya disebabkan adanya

peranan dari daya karsa atau kemauan. Ketiga daya atau potensi (cipta,

Page 18: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 18dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

rasa, dan karsa) tersebut bekerja secara kolektif sebagai satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Manusia tidak akan mampu menghasilkan

suatu karya ilmiah, tanpa peran perasaan dan kemauan. Demikian juga,

manusia mustahil bisa melahirkan karya-karya kesenian yang berkualitas

tinggi tanpa aktifnya fungsi akal dan kemauan.

Apabila dibandingkan dengan unsure jasmani, maka unsure rohani

atau jiwa lebih penting bagi manusia, sebab ia merupakan motor

penggerak lahirnya segala kreatifitas dan aktifitas hidup, kalau tidak,

manusia akan statis, beku dan tidak ada kemajuan. Oleh karena itu

hewan yang tidak mempunyai unsur rohani hidupnya statis.

Kedua unsur tersebut di atas, yakni postur dan struktur tubuh yang

baik, rohani atau jiwa yang sehat merupakan amanat atau titipan Allah

dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Bagaimana

penerapan amanat dalam kehidupan sehari-hari? Kedua unsur itu harus

kita salurkan, arahkan dan kendalikan sesuai dengan kehendak yang

memberi amanat yakni sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Sebagai ilustrasi, misalnya mata(bagian dari unsur jasmani)

merupakan amanat atau titipan Allah, kita salurkan mata itu sesuai

dengan fungsinya yakni melihat; namun tidak semua yang ada di dunia ini

kita lihat, kita arahkan mata itu yakni melihat sesuatu yang dibenarkan

oleh agama; walaupun demikian mata masih harus kita kendalikan yakni

tidak terus menerus kita fungsikan mata tersebut karena ia mempunyai

hak untuk istirahat. Demikian pula unsur tubuh atau jasmani yang lain kita

salurkan sesuai fungsinya, kita arahkan, dan kita kendalikan.

Begitu pula unsur rohani atau jiwa (cipta, rasa, dan karsa)yang ada

pada diri kita merupakan amanat atau titipan Allah. Misalnya daya cipta,

kita salurkan sesuai dengan fungsinya yakni berfikir, namun tidak

semuanya kita fikirkan, kita arahkan daya cipta itu untuk berfikir yang

positif dan dibenarkan oleh agama, walaupun demikian, kita masih butuh

mengendalikan daya cipta itu yakni tidak semua yang ada itu kita pikirkan.

Kita hanya diperbolehkan untuk memikirkan sesuatu yang ada (semua

ciptaan Allah) dan yang konkrit saja sedangkan yang abstrak atau ghaib

Page 19: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 19dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

bukan lapangan daya cipta melainkan langan dari daya rasa yakni hati

nurani. Demikian pula unsur daya rasa, dan daya karsa kita salurkan,

arahkan dan kendalikan.

3. Manusia diberi beban atau amanat(tugas dan tanggung jawab) oleh Allah

sebagai khalifah di bumi yakni sebagai penguasa yang mengatur,

memakmurkan dan melestarikan bumi dan segala isinya dengan sebaik-

baiknya.

Sebagai pedoman dalam menjalankan tugas kekhalifahan, manusia

di samping diberi dan dibekali dengan potensi dasar sebagaimana

tersebut di atas Allah menurunkan wahyu atau agama melalui para Nabi

dan Rasul agar manusia dapat menjalankan pengabdiannya dengan

sebaik-baiknya.

1. Penyebutan Nama manusia dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an menyebut dan mengundang manusia dengan tiga sebutan

atau nama yaitu:

1. Menggunakan kata al-Insan, atau al-Nas. Kata insan disebut dalam Al-

Qur’an sebanyak 65 kali, satu di antaranya surat Al-‘Alaq ayat 5 yang

berbunyi: Allamal insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia

apa yang tidak diketahuinya). Konsep insan selalu dihubungkan pada

sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berfikir,

diberi ilm, kreatif, dinamis, dan terus bergerak menuju ke arah

kesempurnaan. Kata al-Nas disebut dalam Al-Quran sebanyak 240 kali,

satu di antaranya surat Al-Zumar ayat 27 yang berbunyi: walaqad

dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (Sesungguhnya

Kami(Allah) buatkan bagi manusia dalam Al-Qur’an ini setiap macam

perumpamaan). Konsep al-Nas dipergunakan oleh Al-Qur’an untuk

menunjuk kepada semua manusia sebagai makhluk pribadi dan sekaligus

sebagai makhluk sosial.

2. Menggunakan kata basyar. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada

mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar

kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai

Page 20: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 20dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang

yang lain.

Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 37 kali, satu di

antaranya dalam surat al-Kahfi ayat 110 yang berbunyi: innamaa ana

basyarun mitslukum yuuhaa ilayya (Aku adalah basyar(manusia) seperti

kamu yang diberi wahyu). Kata ini untuk menunjuk manusia dari sudut

lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Di sisi lain,

banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang

mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui

tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Hal ini sebagaimana

dalam surat Al-Rum ayat 20 yang berbunyi:

Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya(Allah) menciptakan

kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar kamu

bertebaran (QS 30: 20)

Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan

seks atau bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh

manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung

jawab. Karena itu pula Maryam as mengungkapkan keheranannya dapat

memperoleh anak padahal dia belum pernah disentuh oleh

basyar(manusia dewasa yang mampu berhubungan seks).

Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam

kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung

jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada

basyar(perhatikan QS 15: 28 dan QS 2: 30).

3. Menggunakan kata Bani Adam dan Zurriyat Adam

Kata Bani Adam terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 6 kali, yakni

dal;am surat Al-A’raf ayat 26, 27, 31, 35, 172, dan surat Al-Isra’ ayat 70.

Sedangkan kata zurriyati Adam terulang dalam Al-Qur’an sebanyak dua

kali, yakni dalam surat Maryam ayat 58, dan surat Al-A’raf ayat 172.

Penggunaan kedua kata ini dapat disimpulkan bahwa manusia

secara historisnya adalah keturunan Adam. Hal ini sebagaimana firman

Allah dalam surat Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi:

Page 21: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 21dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Artinya: Hai anak Adam(manusia) pakailah pakaianmu yang indah

disetiap memasuki masjid, makan minumlah kamu, dan jangan

berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berlebih-lebihan (QS 7: 31)

Dan dari kedua kata ini pula dapat dipahami bahwa manusia secara

fitrahnya senang dan cinta kepada anak dan cucunya.

2. Asal-Usul Kejadian Manusia(Produksi dan Reproduksi)

Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama(Adam as) Al-

Qur’an menunjuk kepada sang Mahapencipta dengan menggunakan kata

pengganti nama berbentuk tunggal, seperti firman Allah dalam surat Shad

ayat 71 berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Aku(Allah) akan menciptakan manusia dari

tanah (QS 38: 71)

Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum (anak

keturunan Adam), Al-Qur’an menggunakan kata pengganti nama berbentuk

jamak(naa), seperti firman Allah dalam surat Al-Tin ayat 4 berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Kami(Allah) telah menjadikan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya(QS 95: 4).

Perbedaan penggunaan kata pengganti nama yakni berbentuk

tunggal(nii), dan jamak(naa) menunjukkan perbedaan proses antara kejadian

manusia secara umum dan proses kejadian Adam as. Penciptaan manusia

secara umum terjadi adalah atas kerjasama antara Allah dan kedua orang

tua yakni ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh

menyangkut bentuk fisik dan psikhis anak. Sedangkan dalam penciptaan

Adam as, tidak terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah Swt, termasuk

keterlibatan ibu dan bapak.

Al-Qur’an tidak menguraikan secara rinci proseskejadian Adam as,

yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Dalam konteks proses

kejadian Adam as, Al-Qur’an hanya menginformasikan tentang: bahan awal

Adam as berasal dari tanah, bahan tersebut disempurnakan; setelah proses

Page 22: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 22dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

penyempurnaan selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi. Perhatikan firman

Allah dalam surat Al-Hijr ayat 28 – 29 yang berbunyi:

Artinya: Dan ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

“sesungguhnya Aku(Allah) akan menciptakan seorang

manusia dari tanah liat kering(yang berasal) dari Lumpur hitam

yang diberi bentuk. Maka apabila Aku(Allah) telah

menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan

kedalamnya ruh(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kepadanya

dengan bersujud(QS 15: 28 – 29).

Adapun asal usul kejadian Siti Hawa yang oleh kebanyakan ulama

sebagai isteri dari Adam as, para ulama merujuk pada firman Allah surat Al-

Nisak ayat 1 yang berbunyi:

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang

telah menciptakan kamu dari nafs yang satu(sama), dan

darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya

Allah memperkembang-biakkan lelaki dan perempuan yang

banyak (QS 4: 1).

Banyak sekali pakar tafsir yang memahami kata nafs dengan Adam as,

seperti Jalaludin Al-Sayuthi, Ibnu Katsir, Al-Qyurthubi, Al-Biqa’i. dan

sebagainya. Sebagai konsekwensi dari pendapatnya itu maka kata zaujahaa

yang arti harfiahnya adalah “pasangannya”, mengacu kepada isteri Adam,

yaitu Siti Hawa.

Agaknya karena ayat di atas menerangkan bahwa pasangan tersebut

diciptakan dari nafs yang berarti Adam, maka isteri Adam diciptakan dari

Adam sendiri. Para mufassir seperti Imam Qurthubi berpendapat bahwa Siti

Hawa diciptakan oleh Allah berasal dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang

bengkok. Pandangannya ini agaknya disandarkan kepada sebuah Hadis Nabi

yan berbunyi:

Artinya: Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada

perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang

bengkok(Hadis Riwayat Thurmudzi dari Abu Hurairah).

Page 23: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 23dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Hadis di atas dipahami oleh kebanyakan ulama secara arti harfiahnya.

Namun ada pula para ulama yang memahami hadis di atas dengan arti

secara metaphor. Mereka berpendapat bahwa hadis di atas sebagai

peringatan bagi lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana,

karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama

dengan lelaki, jika tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum lelaki

bersikap tidak wajar. Mereka tidak mampu mengubah karekter dan sifat

bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal,

sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.

Adapun asal usul kejadian manusia setelah Adam dan Hawa(anak-cucu

keturunannya), Al-Qur’an menginformasikan, bahwa manusia diciptakan oleh

Allah berasal dari sari-pati tanah yakni sari makanan yang dimakan kedua

orang tua. Makanan apabila dimakan oleh bapak sari-patinya bernama

sperma, dan apabila dimakan oleh ibu bernama ovum. Apabila sperma dan

ovum bertemu dan disimpan di rahim ibu, maka ketika itulah berubah

namanya menjadi nuthfah(bibit). Kemudian proses selanjutnya setelah

berumur 40 hari nuthfah akan berubah menjadi ‘alaqah(segumpal darah);

kemudian setelah berumur 80 hari berubah menjadi mudhghah(segumpal

daging); kemudian setelah berumur 120 hari(4 bulan)berubah menjadi janin

yang berwujud manusia sempurna(terdiri dari jasad dan ruh); dan setelah

berumur 9 bulan 10 hari (kehamilan normal) maka akan terjadi proses

kelahirannya. Perhatikan kedua ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi berikut ini:

Artinya:Dan sesungguhnya Kami(Allah) telah menciptakan manusia dari

saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari-pati itu

mrnjadi nuthfah yang disimpan di tempat yang kokoh(rahim).

Kemudian Kami jadikan nuthfah itu menjadi ‘alaqah(segumpal

darah); lalu Kami jadikan segumpal darah itu menjadi

mudhghah(segumpal daging); kemudian Kami jadikan segumpal

daging itu menjadi janin yang sempurna(jiwa dan raga/tulang yang

dibungkus dengan daging). Kemudian Kami jadikan dia makhluk

yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang

paling baik (QS 23: 12 – 14)

Page 24: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 24dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Pada ayat lain Allah menjelaskan kelanjutan proses penciptaan

manusia melalui rahim seorang ibu. Sebagaimana firman-Nya yang

berbunyi:

Artinya:Yang membuat segala sesuatu dengan sebaik-baiknya

dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah;

kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air

yang hina (sperma), kemudian Ia menyempurnakan dan

meniupkan ke dalam tubuhnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia

menganugerahkan kepadamu pendengaran, penglihatan

dan hati, tetapi sedikit sekali kamu yang bersyukur(QS

32: 7 – 9).

Proses reproduksi manusia sebagaimana tersebut di atas

diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Bukhari

dan Muslim yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya setiap kamu dikumpulkan kejadiannya

dalam perut ibunya selama 40 hari sebagai nuthfah,

kemudian selama 40 hari dari lagi nuthfah berubah

menjadi ‘alaqah(segumpal darah); lalu dari ‘alaqah

berubah menjadi mudhghah(segumpal daging) juga

selama 40 hari; kemudian diutus Malaikat kepadanya,

lalu Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya(HR

Mutafaqqun ‘alaihi).

B. Hal-hal Yang Berhubungan dengan Manusia

1. Potensi Manusia

Al-Qur’an ketika membicarakan manusia, yang banyak dijelaskan

adalah sifat-sifat dan potensi yang melekat padanya. Dalam hal ini

ditemukan banyak ayat Al-Qur’an yang memuji dan memuliakan manusia,

seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan

keadaan yang sebaik-baiknya(QS 95: 4); dan penegasan tentang

dimuliakannya manusia di bandingkan dengan makhluk-makhluk

lainnya(Qs 17: 70). Di lain pihak Al-Qur’an memberi celaan kepada

Page 25: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 25dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

manusia karena ia amat aniaya(dhalim) kepada dirinya dan kepada orang

lain, dan mengingkari nikmat (QS 14: 34), banyak membantah(QS 18:

54), dan bersifat keluh kesah lagi kikir(QS 70: 19), dan sebagainya.

Hal ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu

dengan lainnya, aka tetapi ayat-ayat tersebut menginformasikan

beberapa kelemahan manusia yang harus dihindarinya. Di samping

menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi/kecenderungan pada

hal-hal yang baik dan buruk, manusia juga bisa mencapai tempat yang

terpuji manakala mereka mampu mendaya-gunakan seluruh potensi yang

ada dalam jiwanya, seperti daya cipta, rasa, dan karsa(akal, hati, dan

nafsu)nya. Sebaliknya manusia bisa mencapai tempat yang tercela(hina),

manakala mereka tidak mampu mendaya-gunakan potensi yang ada

dalam jiwanya tersebut. Sebagaimana kita maklumi bahwa manusia

terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Oleh karena itu manusia merupakan

satu kesatuan dari dua unsure pokok yang tidak dapat dipisah-pisahkan,

karena bila dipisah-pisah, maka mereka bukan manusia lagi.

Potensi manusia dijelaskan oleh Al-Qur’an antara lain melalui kisah

Adam dan Hawa dalam surat Al-Baqarah ayat 30 – 32 yang

terjemahannya berbunyi: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para

Malaikat: “sesungguhnya Aku(Allah) hendak menjadikan seorang khalifah

di muka bumi”. Mereka(para Malaikat) berkata: “Mengapa Engkau hendak

menjadikan (khalifah) di bumi orang yang membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:

“Sesungguhnya Aku(Allah) mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama(benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu

memang orang-orang yang benar!”. Mereka menjawab: “Mahasuci

Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau

ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui

lagi Maha Bijaksana”(QS 2 : 30 -32).

Page 26: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 26dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sebelum kejadian

Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab

kekhalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut di samping jasmani dan ruh

Ilahi, manusia juga dianugerahi pula:

a. Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam.

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk

ciptaan Allah yang berkemampuan untuk menyusun konsep-

konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan

gagasan, serta melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang

membungkamkan malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk

dijadikan khalifah di bumi, dan karenanya mereka bersedia sujud

kepada Adam.

b. Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan

kecukupan dan kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akibat

buruknya. Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju

dalam membangun dunia ini, kecukupan sandang, pangan, dan

papan, serta rasa aman terpenuhi(QS 20: 116 – 119), sekaligus

arah terakhir bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan

godaan Iblis, dengan akibat yang sangat fata itu, adalah

pengalaman yang amat berharga dalam menghadapi rayuan Iblis

di dunia, sekaligus peringatan bahwa jangankan yan belum masuk

surga, yang sudah masuk ke surga pun, bila mengikuti rayuannya

akan terusir.

c. Petunjuk-petunjuk keagamaan. Walaupun manusia telah dibekali

oleh Allah dengan panca-indera yang sehat, daya cipta, rasa, dan

karsa yang kuat dan hebat, namun kesemuanya itu masih ada

keterbatasan dan kelemahan, serta kekurangannya. Kebenaran

yang dihasilkan bagaimanapun akuratnya masih bersifat nisbi dan

relatif. Untuk mencapai kebenaran yang hakiki, manusia masih

memerlukan petunjuk dan bimbingan agama. Hal ini sebagaimana

firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 147 yang berbunyi:

Page 27: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 27dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Artinya: Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, oleh karena itu

janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang

bimbang dan ragu (QS 2: 147).

2. Fitrah Manusia

Secara etimologi, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathar yang

berarti belahan. Dari kata al-fathar memunculkan beberapa makna antara

lain: “penciptaan atau kejadian”. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak

awal penciptaan atau bawaan sejak lahirnya.

Dalam Al-Qur’an kata al-fathar ini terulang sebanyak 28 kali. Namun

yang berhubungan dengan fitrah manusia sebanyak 14 kali, yakni dalam

konteks penciptaan manusia baik dari segi pengakuan bahwa

penciptanya adalah Allah; maupun dari segi uraian tentang fitrah

manusia. Pengertian yang terakhir ini ditemukan satu ayat yaitu pada

surat Al-Rum ayat 30 yang berbunyi:

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, fitrah

Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak

ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS 30:

30).

Merujuk kepada kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya membawa potensi

beragama yang lurus, yang dipahami oleh para ulama sebagai agama

tauhid.

Fitrah dapat juga dipahami sebagai bagian dari penciptaan Allah.

Kalau kita memahami kata laa/ pada ayat tersebut yang berarti “tidak”,

maka hal ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari

fitrahnya. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan

melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi

tidak diakui atau diabaikannya.

Tetapi apakah fitrah manusia hanya terbatas pada fitrah keagamaan?

Jelas tidak. Bukan saja karena redaksi ayat ini tidak dalam bentuk

pembatasan tetapi juga karena masih ada ayat-ayat lain yang

Page 28: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 28dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

membicarakan tentang penciptaan potensi manusia, seperti firman Allah

dalam surat Ali Imran ayat 14 yang berbunyi:

Artinya: Telah dihiasi kepada manusia kecenderungan hati kepada

perempuan, (atau lelaki), anak laki-laki (dan perempuan),

serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan,

binatang ternak, dan sawah ladang (QS 3: 14)

Dari pemahaman ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fitrah

adalah bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk.

Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah

pada manusia yang berkaitan dengan jasmani , akal dan ruhnya.

Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiahnya,

sememntara menarik kesimpulan melalui priemis-premis adalah fitrah

akliahnya. Senang menerima nikmat dan sedih bila ditimpa musibah juga

adalah fitrahnya.

3. Nafs Manusia

Kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai banyak makna, di antaranya

bermakna sebagai totalitas manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi:

Artinya: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan

karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan kerena

membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia

telah membunuh manusia seluruhnya (QS 5: 32).

Juga dapat bermakna sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang

menghasilkan tingkah laku. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat

Al-Ra’d ayat 11 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan satu

masyarakat, sehingga mereka mengubah apa yang terdapat

dalam diri mereka (QS 13: 11)

Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks

pembicaraan tentang manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia

yang berpotensi baik dan buruk.

Page 29: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 29dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan

sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia

berbuat kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itulah sisi dalam manusia

ini harus mendapatkan perhatian yang lebih besar di banding sisi fisiknya.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Syams ayat 7 – 8 yang

berbunyi:

Artnya: Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan

kepadanya kefasikan dan ketakwaan (QS 91: 7 – 8).

Walaupun Al-Qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan

negative, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi

positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik

keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Oleh kaena itulah manusia

dituntut agar memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya. Hal ini

sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Syams ayat 9 – 10 yang

berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang

mensucikannya an merugilah orang-orang yang

mengotorinya (QS 91: 9 – 10).

Al-Qur’an juga menginformasikan tentang keanekaragaman nafs serta

peringkat-peringkatnya, secara eksplisit disebutkan tentang nafs al-

lawwaamah, ammaarah, dan al-muthmainnah.

Di sisi lain ditemukan pula isyarat bahwa nafs merupakan wadah yang

dapat menampung paling tidak gagasan dan kemauan. Suatu kaum tidak

dapat berubah keadaan lahiriahnya, sebelum mereka mengubah lebih

dahulu apa yang ada dalam wadah nafs-nya. Yang ada di dalam nafs

antara lain adalah gagasan, dan kemauan atau tekad untuk berubah.

4. Qalb Manusia

Kata qalb terambil dari akar kata qalaba yang bermakna membalik,

karena seringkali ia berbolak-balik, terkadang senang, dan terkadang

susah, terkadang setuju, dan terkadang menolak. Qalb amat berpotensi

untuk tidak konsisten. Al-Qur’an pun menggambarkan makna demikian

Page 30: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 30dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

yakni ada qalb yang baik dan ada pula qalb yang buruk. Hal ini

sebagaimana firman Allah dalam surat Qaf ayat 37 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat

peringatan bagi orang-orang yang memiliki qalbu, atau

yang mencurahkan pendengaran lagi menjadi saksi (QS

50: 37).

Dari ayat di atas, dan juga ayat-ayat lain tentang qalb terlihat bahwa

qalb adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan

keimanan, serta kekufuran. Dari isi qalb sebagaimana dijelaskan di atas

dapat disimpyulkan bahwa qalb menampung hal-hal yang disadari oleh

pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara qalb dengan

nafs, yakni nafs menampung apa yang ada di bawah sadar, dan atau

sesuatu yang tidak diingat lagi.

Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk

dipertanggungjawabkan hanya isi qalb bukan isi nafs. Hal ini sebagimana

firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 225 yang berbunyi:

Artinya: Allah menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa

yang dilakukan oleh qalbu kamu (QS 2: 225).

Di sisi lain sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa nafs

adalah sisi dalam manusia, qalbu pun demikian, hanya saja qalb berada

dalam satu kotak tersendiri yang berada dalam kotak besar nafs. Dalam

keadaannya sebagai kotak, maka ia dapat diisi dan atau diambil isinya.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 47 yang

berbunyi:

Artinya: Kami(Allah) cabut apa yang terdapat dalam qalb mereka

rasa iri, sehingga mereka semua merasa bersaudara

duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS 15: 47).

Bahkan Al-Qur’an menggambarkan ada qalb yang disegel: Allah

telah mengunci mati qalb mereka(QS 2: 7), sehingga wajar jika Al-Qur’an

menyatakan bahwa ada kunci-kunci penutup qalb(QS 47: 24). Wadah

qalb dapat diperbesar, diperkecil, atau dipersempit. Ia diperbesar dengan

Page 31: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 31dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

amal-amal kebaikan serta olah-jiwa. Al-Qur’an menyatakan: mereka itulah

yang diperluas qalbunya untuk menampung takwa(QS 49: 3).

Membersihkan qalb, adalah salah satu cara untuk memperoleh

pengetahuan. Imam Al-Ghazali memberi contoh mengenai qalb sebagai

wadah pengetahuan serta cara mengisinya. “Kalau kita membayangkan

satu kolam yang digali di tanah, maka untuk mengisinya dapat dilakukan

dengan mengalirkan air sungai dari atas ke dalam kolam itu. Tetapi bisa

juga dengan menggali dan menyisihkan tanah yang menutupi mata air.

Jika itu dilakukan, maka air akan mengalir dari bawah ke atas untuk

memenuhi kolam, dan air itu, jauh lebih jernih dari air sungai yang

mengalir dari atas. Kolam adalah qalb, air adalah pengetahuan, sungai

adalah panca indera dan eksperimen. Sungai(pancaindera) dapat

dibendung atau ditutup, selama tanah yang berada di kolam(qalb)

dibersihkan agar air(pengetahuan) dari mata air memancar ke

atas(kolam).

5. Ruh Manusia

Berbicara tentang ruh, Allah mengingatkan kita akan firman-Nya

dalam surat Al-Isra’ ayat 85 yang berbunyi:

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah,

“Ruh adalah urusan Tuhan-ku, kamu tidak diberi ilmu

kecuali sedikit” (QS 17: 85).

Apa yang dimaksud dengan pertanyaan tentang ruh di sini? Apakah

substansinya? Kekekalan atau kefanaannya, kebahagiaan atau

kesengsaraannya? Tidak jelas. Selain itu, apa yang dimaksud dengan

“Kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”? Yang dimaksud dengan sedikit

itu apa? Apakah yang berkaitan dengan ruh?; Apakah yang sedikit itu

adalah ilmu pengetahuan kita dsb.

Yang menambah sulitnya persoalan adalah bahwa kata ruh terulang

di dalam Al-Qur’an sebanyak 24 kali dengan berbagai konteks dan

berbagai makna. Kata ruh yang berkaitan dengan manusia juga dalam

konteks yang bermacam-macam, ada yang hanya dianugerahkan Allah

kepada manusia pilihan-Nya(Qs 40: 15) yang dipahami sebagai wahyu

Page 32: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 32dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

yang dibawa malaikat Jibril, ada juga yang dianugerahkan kepada orang-

orang mukmin(QS 58: 22) yang dipahami sebagai dukungan dan

peneguhan hati atau kekuatan batin, dan ada juga yang dianugerahkan

kepada seluruh manusia, seperti firman Allah yang terjemahnya berbunyi:

“Kemudian Kuhembuskan kepadanya dari ruh-Ku”.

Apakah ruh itu sama dengan nyawa? Ada pendapat yang

mengatakan bahwa ruh dengan nyawa itu sama. Namun ada pula yang

berpendapat sebaliknya, karena dalam surat Al-Mukminun ayat 14

djelaskan bahwa dengan ditiupkannya ruh maka menjadilah makhluk ini

khalqan aakhar(makhluk unik) yang berbeda dengan makhluk lain.

Sedangkan nawa juga dimiliki oleh orang utan, hewan dsb. Kalau

demikian nyawa bukan unsure yang menjadikan manusia makhluk yang

unik.

Demikianlah terlihat bahwa Al-Qur’an berbicara tentang ruh dalam

makna yang beraneka raga, sehingga sungguh sulit untuk menetapkan

maknanya apalagi berbicara tentang substansinya. Untuk sekedar

mengenal ruh ada baiknya mencermati sebuah hadis nabi yang

diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut:

Artinya: Ruh-ruh adalah himpunan yang terorganisir, yang saling

mengenal akan bergabung, dan yang tidak saling

mengenal akan berselisih(HR Bukhari).

Hadis di atas tidak membicarakan apa yang disebut ru itu. Ia hanya

mengisyaratkan tentang keanekaragamannya, bahwa manusia

mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda. Oleh karena itu untuk

menjawab berbagai bentuk pertanyaan tentang ruh sebagaimana tersebut

di atas, maka jawaban yang paling aman adalah mengembalikan masalah

itu kepada pemilik-Nya, bahwa urusan ruh adalah urusan Allah.

6. Akal Manusia

Kata akal secara bahasa berarti tali pengikat, atau penghalang. Al-

Qur’an memaknai akal sebagai “sesuatu yang mengikat atau

menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan, atau dosa”. Dari

Page 33: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 33dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

konteks ayat-ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata akal dapat dipahami

antara lain:

a. Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut

ayat 43 berbunyi:

Artinya: Demikian itulah perumpamaan-perumpamaan yang

Kami(Allah) berikan kepada manusia , tetapi tidak ada

yang memahaminya kecuali orang-orang

alim(berpengetahuan) (QS 29: 43).

Daya manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratkan oleh

Al-Quran dengan menggunakan kata-kata sinonimnya di antaranya ulil

albab, nazhara, tafakur, tadabbur yang semuanya mengandung makna

mengantar kepada pengertian dan kemampuan pemahaman.

b. Dorongan moral. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam

surat Al-An’am ayat 151 yan berbunyi:

Artinya: dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji,

baik yang nampak atau tersembunyi, dan jangan kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan

sebab yang benar. Demikian itu diwasiatkan Allah

kepadamu, semoga kamu memiliki dorongan moral untuk

meninggalkannya (QS 6: 151).

c. Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah.

Daya ini menggabungkan kedua daya di atas, sehingga ia mengandung

daya memahami, daya menganalisis, dan menyimpulkan, serta dorongan

moral yang disertai dengan kematangan berpikir. Seseorang yang

memiliki dorongan moral boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat,

dan boleh jadi juga seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak

memiliki dorongan moral. Untuk maksud ini Al-Qur’an biasanya

menggunakan kata rusyd. Seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah

menggabungkan kedua keistimewaan tersebut.

Page 34: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 34dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

C Eksistensi dan Martabat Manusia

1. Tujuan Penciptaan Manusia

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah, mengabdi,

dan bersujud kepada Allah SWT. Pengertian menyembah, mengabdi,

dan bersujud kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit,

dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercemin dalam

pelaksanaan shalat, puasa, haji, zakat saja; tetapi juga menyangkut

aspek sosial, seperti menolong orang lain yang dalam sesusahan dsb.

Menyembah dan mengabdi kepada Allah berarti kepatuhan dan

ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan

kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertikal

atau hablun minallah(hubungan manusia dengan Allah) maupun

horizontal atau hablun minannas (hubungan manusia dengan

manusia lain dan alam semesta).

Penyembahan dan pengabdian manusia pada Allah lebih

mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah

kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu

penyembahan dan pengabdian harus dilakukan secara

sukarela(ikhlash), karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada

manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya. Hal ini sebagaimana

firman Allah dalam surat Al-Zariyat ayat 56 – 58 yang berbunyi:

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan

supaya mereka menyembah-Ku.Aku tidak menghendaki

rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki

supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya

Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai

kekuatan lagi sangat kokoh (QS 51: 56 – 58).

Dan juga fieman Allah dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 berbunyi:

Artinya: Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya

menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-

Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus dan supaya

Page 35: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 35dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang

demikian itulah agama yang lurus (QS 98: 5).

Penyembahan dan pengabdian yang sempurna dan tulus dari

seorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai khalifah Allah di muka

bumi yang bertugas untuk mengelola, memakmurkan, dan melestarikan

bumi beserta segala isinya, termasuk alam semesta. Keseimbangan alam

semesta dapat terjaga dan terpelihara dengan hukum-hukum

alam(sunnatullah) yang kokokh. Keseimbangan pada kehidupan manusia

dapat terjaga dan terpelihara dengan tegaknya hukum-hukum

kemanusiaan yang telah Allah tetapkan. Kekacauan kehidupan manusia,

tidak hanya sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan manusia,

tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.

2. Fungsi dan Peranan Manusia

Masalah fungsi dan peranan manusia harus bertolak dari firman

Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30 – 33 yang berbunyi:

“Ingatlah ketika Allah berfirman kapada para Malaikat:

“Sesungguhnya Aku(Allah) hendak menjadikan seorang

khalifah di muka bumi”. Mereka(para malaikat) berkata:

“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi

itu orang yang akan membuat kerusakan, dan suka

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa

bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan

Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku

Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia

mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para

Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama

benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang

benar”. Mereka(Malaikat) menjawab: “Maha Suci

Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa

yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya

Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Page 36: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 36dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada

mereka nama-nama benda ini”, Maka setelah

diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,

Allah berfirman: “Bukankah sudah Aku katakan

kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui

rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu

tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan”.

Bertitik tolak dari firman Allah sebagaimana tersebut di atas, maka

peranan dan fungsi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah. Jaka

khalifah diartikan sebagai makhluk penerus ajaran Allah, maka peran

yang dilakukan manusia adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan

sekaligus menjadi pelopor dalam membumikan dan membudayakan

ajaran Allah.

Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor

pembumian dan pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut untuk

memulai dari dirinya sendiri, sebagaimana sabda Nabi yang berbunyi:

ibda’ binafsika(mulailah dari dirimu sendiri); kemudian ditularkan kepada

keluarganya. Setelah dirinya dan keluarganya memahami dan mau

melaksanakan dan membudayakan ajaran Allah, kemudian ia

menyampaikannya kepada orang lain yakni kepada masyarakat

sekitarnya. Adapun peran yang harus dilakukan seorang khalifah

sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah, di antaranya ialah:

a) Belajar; yakni mempelajari segala sesuatu yang tersurat di dalam

ayat-ayat Al-Qur’an dan segala sesuatu yang tercipta pada semesta

alam. Hal ini sebagimana firman Allah dalam surat Al-‘Alaq ayat 1 – 5

yang berbunyi:

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang

menciptakan; Dia menciptakan manusia dari segumpal

darah; Bacalah, dan Tuhanmu yang paling pemurah; Yang

mengajar(manusia) dengan perantaraan pena; Dia

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

(QS 96: 1 – 5).

Page 37: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 37dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Dari ayat Al-Qur’an sebagaimana tersebut di atas dapat dipahami

bahwa obyek belajar adalah ilmu Allah yang berwujud Al-Qur’an, dan

segala ciptaan-Nya yang ada di alam semesta ini.

b) Mengajarkan ilmu. Ilmu yang diajarkan oleh khalifatullah ialah

ilmu hasil analisa dan penelitian manusia dan juga ilmu yang terdapat

dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain obyek pengajaran adalah alam

semesta yakni yang tercipta atau al-Kaun, dan juga ilmu yang tersurat

yakni firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah

aturan hidup dan kehidupan manusia serta segala sesuatu yang

berhubungan dengan manusia.

c) Membudayakan ilmu. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam

surat Al-Mukmin ayat 35 yang terjemahannya berbunyi: “Amat besar

murka Allah bagi mereka yang mengetahui sesuatu tetapi mereka tidak

mau melaksanakan”(QS 40 : 35). Dari ayat Al-Qur’an sebagaimana

tersebut di atas dapat dipahami bahwa ilmu Allah yang telah diketahui

bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain, tetapi yang utama

adalah untuk diamalkan oleh diri sendiri terlebih dahulu sehingga

membudaya. Kemudian setelah diri sendiri mengamalkan lalu ilmu itu

disampaikan atau diajarkan kepada keluarganya, kemudian kepada

teman dekatnya, dan baru kepada khalayak ramai atau orang lain. Proses

pembudayaan ilmu Allah berjalan seperti proses pembentukan

kepribadian dan proses iman. Mengetahui, mau, dan melaksanakan apa

yang diketahui. Mengetahui berawal dari perkenalan, mau bermula dari

studi, dan melaksanakan bermula dari latihan. Wujud pembudayaan ilmu

Allah adalah tercapainya situasi dan kondisi pola hidup dan kehidupan

yang ideal yakni pola hidup sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi

Muhammad saw. Dengan demikian, sunnah rasul merupakan contoh

perwujudan pembudayaan ilmu Allah.

Memperhatikan prinsip-prinsip di atas, maka sebagai seorang

khalifah, apa yang diketahui dan diyakini kebenarannya tidak boleh hanya

untuk kepentingan diri pribadi, dan dipertanggungjawabkan pada dirinya

Page 38: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 38dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

sendiri saja, tetapi juga harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan

kepada masyarakat.

Bertanggungjawab pada dirinya sendiri berarti tanggung jawab

manusia terhadap pengambangan kapasitas potensial dan riil manusia

yakni mempelajari fitrah manusia dan kekuatannya serta manfaat bagi

manusia lain dan lingkungannya.

Bertanggungjawab kepada Allah berarti bahwa cipta, rasa, dan

karsa yang terdapat pada dirinya itu merupakan amanat yang harus

ditunaikan sesuai dengan kehendak yang memberi amanat, yakni seluruh

potensi manusia itu harus disalurkan, diarahkan dan dikendalikan.

Bertanggungjawab kepada masyarakat berarti bahwa dirinya tidak

lepas dari keberadaannya sebagai anggota masyarakat, yakni saling

bantu-membantu, tolong-menolong terhadap hal-hal yang baik, dan saling

asah, saling asih, dan saling asuh agar masing-masing menyadari akan

keberadaan dirinya sebagai anggota masyarakat.

Dengan menyadari adanya pertanggungjawaban kepada ketiga hal

tersebut(tanggungjawab kepada dirinya, Allah, dan masyarakatnya),

maka fungsi dan peran manusia sebagai khalifatullah dapat berjalan

dengan baik.

D. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah Allah

1. Tanggungjawab Manusia sebagai ‘Abdullah (Hamba Allah)

Makna kata ‘abd(hamba) dari segi kebahasaan berarti: ketaatan,

kepatuhan, ketundukan. Ketiga makna itu hanya layak diberikan kepada

Allah Swt Yang Maha Pencipta. Dalam hubungannya dengan Tuhan,

manusia menempati posisi sebagai ciptaan dan Tuhan sebagai

Pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia

menghambakan diri pada Allah dan dilarang menghamba pada dirinya,

serta menghamba pada hawa nafsunya. Kesediaan manusia untuk

menghamba hanya pada Allah dengan sepenuh hatinya, akan

mencegah penghambaan manusia terhadap manusia, baik terhadap

dirina, maupun terhadap sesamanya.

Page 39: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 39dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Tanggungjawab ‘abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman

yang telah bersemi di dalam jiwanya; karena iman yang bersemi di

dalam dadanya bersifat fluktuatif(pasang-surut/naik-turun). Ia bisa

bertambah kuat/menebal, dan juga bisa berkurang/menipis. Iman

semakin bertambah jika amal salehnya juga bertambah, dan iman

berkurang, apabila amal salehnya menurun.

Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggungjawab terhadap

keluarganya. Tanggungjawab terhadap keluarga merupakan lanjutan

dari tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, karena memelihara iman

keluarga berkaitan erat dengan memelihara iman terhadap dirinya

sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang

terjemahannya berbunyi: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka”. Sebagai realisasi memelhara iman keluarga yakni menyuruh

mereka berbuat kebaikan, dan mencegah mereka agar tidak melakukan

kejahatan.

Seorang hamba Allah juga diperintah untuk berlaku adil dan berbuat

ihsan baik terhadap dirinya, keluarganya, maupun terhadap orang lain.

Oleh karena itu, tanggungjawab hamba Allah adalah menegakkan

keadilan, baik terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, maupun

terhadap orang lain. Dengan berpegang dan berpedoman kepada

ajaran Allah, seorang hamba Allah berupaya sekuat tenaga mencegah

kekejian moral dan kemunkaran yang mengancam dirinya, keluarganya,

dan orang lain. Oleh karena itu, hamba Allah harus senantiasa

melaksanakan dan menegakkan shalat dalam rangka menghindarkan

diri dari kekejiandan kemunkaran. Hal ini sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yang berbunyi:

Artinya: Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah

pelakunya dari perbuatan keji dan munkar…(QS 29 : 45).

Di samping itu, sebagian dari hanba Allah ada yang menyediakan diri

untuk senantiasa mengajak orang lain untuk berbuat makruf dan

mencegah kemunkaran. Hal ini sebagaimana firman llah dalam surat Ali

imran ayat 104 yang berbunyi:

Page 40: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 40dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf

dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang

yang beruntung (QS 3: 104).

Demikianlah tanggungjawab hamba Allah yang senantiasa taat, patuh,

dan tunduk terhadap ajaran Allah yang digariskan oleh sunnah Nabi

Muhammad saw.

2. Tanggungjawab Manusia sebagai Khalifah Allah

Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dari Allah Swt

dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-ya. Tugas hidup yang

diemban manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yakni tugas

kepemimpinan, wakil Allah di muka bum, serta pengelolaan,

pemakmuran, pemeliharaan, dan pelestarian alam semesta.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.

Manusia menjadi khalifah memegang mandate Tuhan untuk

mewujudkan kemakmuran di muka bumi serta melestarikannya agar

tetap makmur. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat

kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah dan mendayagunakan

apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.

Sebagai wakil Allah, Allah mengajarkan kepada manusia kebenaran

dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan

terhadap hukum-hukum alam yang terkandung dalam ciptaan-Nya,

manusia dapat menyusun konsep baru, serta melakukan rekayasa

membentuk wujud baru dalam kebudayaan.

Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih

dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang

dinamis. Adanya kebebasan manusia di muka bumi adalah karena

kedudukannya sebagai pemimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk

kepada siapa pun, kecuali kepada yang di atas yang memberikan

kepemimpinan yakni Allah Swt. Oleh karena itu, kebebasan manusia

sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga

kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak

Page 41: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 41dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

sewenang-wenang. Kebebasan manusia dengan kekhalifahannya

merupakan implementasi dari ketaatan, kepatuhan, dan

ketundukannya. Ia tidak tunduk kepada siapa pun, kecuali kepada

Allah, karena ia hamba Allah yang hanya tunduk dan taat serta patuh

kepada Allah dan kebenaran.

Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan

ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu

hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an

maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta. Seorang wakil

yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang

mengingkari kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta

pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di

hadapan yang diwakilinya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam

surat Fathir ayat 39 yang berbunyi:

Artinya: Dialah(Allah) yan menjadikan kamu khalifah di muka bumi.

Barang siapa yang kafir, maka akibat kekafirannya menimpa

dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak

lain hanalah akan menambah kemurkaan pada sisi

Tuhannya, dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain

hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka (QS 35:

39).

Page 42: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 42dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Daftar Pustaka

Abd. Muin Salim (1994) Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al- Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Abdul Qadim Zallum. (2001) Pemikiran Politik Islam: Mengemukakan Ketinggian Politik Islam,Terj. Abu Faiz, Bangil: Al-Izzah

Abdurrahman Mas’ud, (2003), Islam dan Peradaban (pengantar), dalam Samsul Munir Amin.

Abu al-Husein ibn Faris Ibn Zakaria (1972) Mu'jam Maqayis al-Lughat, Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi

Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, (2003), As-Sirah An-Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar.

---------------------------------------------, (2008), Madza Khasrul Alam bil Khittathil Muslimin, Dar al-Fakr, Beirut, Libanon.

Achmad Mubarok, (2000), Solusi Kritis Keruhanian Manusia Modern: Jhra dalam Al-Qurart, , Jakarta: Paramadina,

Ali Gharishah, (tt), Metode Pemikiran Islam, Bandung: Gema Insani Pres. Amin Noersyam,( tt), Keajaiban Hati, Gresik: Bintang Pelajar, Amin, Samsul Munir, (2009), Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1,

cet.1, Jakarta: Amzah. Amir Mualim dan Yusdani, (2001) Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam.

Yogyakarta: UII Press,. Ansary, Abdou Filali, (2009), Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke

mana?, terj. Machasin, Bandung : Mizan. Anwar, Syamsul, (2006), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).

Artani Hasbi, (2001) Musyawarah dan Demokrasi, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

Asy-Syahrastani, (2003), Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, Beirut, Libanon. Azhar, Muhammad, (2003), Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY,

Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi. Bahtiar Effendy, (2001) Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama. Negara,

dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press, ---------------------. (1999) (Re)polilisasi Islam: Pernahkan Islam Behemi Berpolitik?

dalam Abu Zahra (ed), Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religius di Indonesia, (Bandung: Pustaka Hidayah.

Dawam Raharjo, (1987) Insan Kami/, Konsep Manusia Menurut Islam, Jakarta: Temprit,

Deliar Noer.(1982) Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta: Rajawali, DEPAG, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam

sPada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, 2002

Page 43: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 43dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Departemen Agama RI, (1996), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial Dan Politik. Jakarta

-----------------------------, (2000), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta ------------------------------, (1998) Suplemen Buku Daras pendidikan Agama Islam

Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta Endang Saifuddin Anshary, (1980), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Fachruddin M. Mangunjaya, (2006), Hidup Harmonis dengan Alam, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesi, Fata, A. K. (2014). Teologi lingkungan hidup dalam perspektif Islam. Ulul Albab,

15(2), 131-147. Fawa’id, Ahmad,dkk, (2006), NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih,

Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Fuad Kauma, (2003), Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, Bandung: Hikmah

H. Abdoer Raoef, (1970) .Alqur,an Dan Ilmu Hukum. Jakarta: Bulan Bintang, Hamdan Mansoer, Uswatun Hasanah, Mujilan, Djaelani Husnan, Syahidin, dan

Cecep Alba, (2004), Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI

Hamzah Ya’qub, (1996), Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung : CV. Diponegoro

Hanafi, Hassan, (2000) Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Jakarta : Paramadina.

Hodgson, Marshal G.S, (2002), The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.

Husain Mazhahiri, (tt) Pintar Mendidik Anak, Jakarta: Lentera Basritama Iberani; Mengenal Islam, (2003) .jakarta: Elkahfi, Ibn Mandzur. (1968) Lis an al-'Arab, Beirut: Dar Shadr, vol. IV. Imam Ahmad bin Hanbal, (tt.),, Musnad Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Beirut:

Darul Fikri. Imam al-Ghazali, (1992), Ihya ‘Ulumiddin, Jil. 5, Semarang: Asy-Syifa’ Irawati Istadi, (2003), Mendidik Dengan Cinta, Jakarta: Pustaka Inti Jujun Suriasumantri, (1998), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Kaelany H. D. (2005). Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi

Aksara. Karim, M. Abdul, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2

Yogyakarta : Pustaka Book Publisher. Kasmiran Wuryo Sanadji, (1985), Filsafat Manusia, Jakarta: Erlangga,

Komaruddin Hidayat,"Agama dan Kegalauan Masyarakat Moden dalam Nurcholish Madjid et.al (2000)., Kehampaan Spiritual Masyarakat Moder Jakarta: Media Cita, , Komisi Pemberantasan Korupsi, (2006), Memahami Untuk Membasmi; Buku

Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Page 44: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 44dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Lili Rasyid dan Arief Sidharta, (1989) Filsafat hukum Mazhab Dan Refleksinya. Bandung: Remaja karya,.

M. Abdul Karim, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.

M. Alaika Salamulloh, (2003) Menyempurnakan Akhlak : Etika Hidup sehari-hari Pribadii Muslim, Yogyakarta : Penerbit Cahaya Hikmah,

M. Deden Ridwan, (1999) Perubahan Politik dan Kebangkitan Peran Umat Islam dalam Nurcholish Madjid et.al.

M. Quraish Shihab, (1999) Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung : Mizan,

-----------------------------, (1999) Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Dalam Ouran dan Sunnah, Jakarta: Lentera Hati, ,

----------------------------, (1999), Tafsir Al Misbah, Jakarta: Republika M. Yatimin Abdullah, (2007) Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta :

AMZAH, Mahmud Syalthut dan Ali As-Sayis, (2000) .Fiqih Tujuh Madzhab, edisi Bahasa

Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, Mansur, (2004), Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Global

Pustaka Utama. Marshal G.S Hodgson, (2002) The Venture of Islam, Iman dan Sejarah

Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.

Maulana Muhammad Ali, (1996) Islamologi. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah,. Maurice Bucaille, (1989), Asal-Usul Manusia, Menurut Bibel, Al-Ouran dan

Sains,, Bandung: Mizan. Mehdi Nakosteen, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,

Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.

Mohamed A. Khalfan, (2004), Anakku Bahagia Anakku Sukses, Jakarta: Pustaka Zahra.

Mohammad Daud Ali, hukum Islam; (1999) Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,.

--------------------------, Pendidikan Agama Islam. (2000) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,.

Mohammad Tahir Azhary, (1992) Negara Hukum: Suatu studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari segi hukum Islam, implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Jakarta: Bulan Bintang,.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, (1969) Ruh al-lslam, Kairo- Isa al-Babi al Halabi.

Muhammad iqbal, (1981). The Reconstruction of Religios Thought in Islam, India: Labqi Fine Art Press,

Muhammad, A. S., Muhammad, H., Mabrur, R., Abbas, A. S., Firman, A., Mangunwijaya, F. J., Pasha, K. I. B., & Andriana, M. (2006). Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Jakarta: Conservation International Indonesia.

Mustafa Zahri, (1976), Kunci Memahami Tasawwuf, Surabaya: Bina Ilmu,

Page 45: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 45dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Nabiel Fuad Almusawa, (2005) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung, Syaamil Cipta Media,.

Nakosteen, Mehdi, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.

Nasir, Ridwan, (2006), Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.

Nasr, Seyyed Hossein, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.

Nurcholis Madjid. (1999). Menuju Masyarakat Madani ”dalam Sudarno Shobron” dan Mutohharun Jiran (Ed) Islam, Masyarakat Madani, dan demukrasi hal. 153-165. Surakarta: Muhammadiyah Univ. Press.

Nurul Zuriah, MSi, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta : Bumi Aksara

Pope, Jeremy, (2003), Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional, (terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Qamarul Hadi.S, (1981) Membangun Insan Seutuhnya: Sebuah Tinjauan Antropologi, Bandung: Al-Ma'arif, ,.

Rohiman Notowidagdo, (1996), Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Ouran dan Hadits, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Saefuddin, AM, (1998), Epistemologi Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Said Ramadlan al-Buthi, (2003), Fiqhus-Sirah, Dar al-Hadits, Damaskus Saifuddin. AM., (1990) Desekuralisasi: Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung:

Mizan, , Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1

(Jakarta: Amzah. Sayyid Abdullah Husain. (1994), Menembus Dinding Rahasia Jin, Surabaya:

PT.Bungkul Indah, Sayyid Quthb (1975).. Fi Zhilal Al-Quran. Beirut: Darul Syuruq, Jilid VI, Juz 27,

Seyyed Hossein Nasr, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.

Shahih Bukhari, (1993), Terj., Jil. 8, Semarang: Asy-Syifa’, 1993 Sulaiman Rasjid, (1976) Fiqh Islam, Jakarta, Attahiriyah,. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, (1975) Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan

Bintang,. -------------------------------, (1980) Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang,. Tim Dosen PAI UNY (2002). Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press. Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Malang. (2009).

Aktualisasi Pendidikan Islam; Respon Terhadap Problematika Kontemporer. Malang: Hilal Pustaka Surabaya.

Tobroni dan Svamsul Arifm, (1994) Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Rejleksi Untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan. Yogyakarta: Sipress.

Umari, Akram Dliya (1995). Madinah Society at the Time of the Prophet. Virginia: The Ienternatioal Institut of Islamic Thought.

Widiyanta, A. (2005). Sikap terhadap lingkungan dan religiusitas. Psikoogia. Yunahar Ilyas, (2005) Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta,

Page 46: PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam...Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001

Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]

FORMULIR MUTU

BAHAN AJAR/DIKTAT

No. Dokumen FM-01-AKD-07

No. Revisi 02

Hal 46dari 46

Tanggal Terbit 27 Februari 2016

Yusuf Qardhawi (2000).. Merasakan Kehadiran Tuhan, Terj. Jazirotul Islamiyah. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Cet. II,