pusat pengembangan kurikulum, media pendidikan, …kimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/bahan ajar...
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 1dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
BAHAN AJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 18U00001
2 SKS
PUSAT PENGEMBANGAN KURIKULUM, MEDIA PENDIDIKAN, MKU, DAN MKDK.
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 2dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
VERIFIKASI BAHAN AJAR
Pada hari ini Senin tanggal 19 bulan Februari tahun 2019 Bahan Ajar Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam, telah diverifikasi oleh Kepala Pusat
Pengembangan Kurikulum, Inovasi Pembelajaran, MKU, dan MKDK.
Semarang, 19 Februari 219
Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum, Tim Penulis
Inovasi Pembelajaran, MKU dan MKDK
Dr. Eko Handoyo, M.Si. Tim Dosen
NIP. 196406081988031001
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 3dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., karena rahmat, nikmat, taufik dan hidayahnya-Nyalah buku “ISLAM: Rahmatan Lil’alamin” dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Rosul Muhammas Saw., para keluarga, para sahabar, pera pengikut, serta umatnya yang setia dengan ajarannya.
Maksud dan tujuan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi adalah untuk memperkuat iman dan takwa kepada Allah Swt., serta memperluas wawasan hidup beragama mahasiswa dengan mengedepankan budi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas, ikut serta dalam kerja sama antarumat beragama dalam mengembangkan dan memanfaatkan ilmu dan teknilogi serta seni untuk kepentingan manusia. Selain itu, maksud tujuan tersebut diarahkan pada peningkatan kualitas SDM melalui rumah ilmu yaitu Universitas Negeri Semarang.
Atas dasar itulah buku ini disusun sebagai sarana menggapai maksud dan tujuan tersebut. Tentunya buku ini bukanlah satu-satunya buku referensi atau rujukan, akan tetapi mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran.
Pada buku ini disajikan materi-materi dalam BAB, meliputi: (1) Aqidah, (2) Konsep Manusia, (3) Hukum Islam, (4) Akhlah dalam Islam, (5) Islam dan Globalisasi, (6) Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni, (7) Islam Rahmatan Lil’alamin, dan (8) Munakahat.
Kepada para pembeca kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan buku ini, karena kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semarang, Februari 2019
Tim Penulis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 4dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
DESKRIPSI MATAKULIAH
Mata kuliah ini menyajikan bahasan tentang konsep aqidah Islam, konsep
manusia, hukum, konsep akhlak, IPTEKS, masyarakat, politik, globalisasi,
radikalisme atas nama Agama, perlindungan anak, dan pernikahan dalam
perspektif Islam.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 5dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
BAB I
AQIDAH
A. KONSEPSI AQIDAH
1. Pengertian Aqidah
Secara etimologis, aqidah berarti berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata '‘aqdan dan '‘aqidah berarti keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Secara terminologis, terdapat beberapa definisi ‘aqidah antara lain : Menurut Hassan al-Banna dalam kitab Majmu’ al-Rasail : “Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.
Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab Aqidah al-Mukmin :
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesalihan dan keberadannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Dari dua definisi di atas terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan secara seksama agar mendapat pemahaman yang proporsional.
Pertama, setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-masing instrumen tersebut pada posisi yang sebenarnya.
Kedua, keyakinan yang kokoh itu mengandaikan terbebas dari segala pecampuradukan dengan keragu-raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya bulat dan penuh, tiada berbaur dengan syak dan kesamaran. Oleh karena itu untuk sampai kepada keyakinan itu manusia harus memiliki ilmu; yakni sikap menerima suatu kebenaran dengan sepenuh hati setelah meyakini dalil-dalil kebenarannya.
Ketiga, aqidah tidak boleh tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya keselarasan dan kesejajaran antara keyakinan yang bersifat lahiriyah dan keyakinan yang bersifat bathiniyah. Sehingga tidak didapatkan padanya suatu pertentangan antara sikap lahiriah dan bathiniyah.
Keempat, apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekwensinya ia harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya itu.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 6dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu : iman dan tauhid. Sedang kan yang semakna dengan ilmu aqidah adalah ushuluddin, ilmu kalam dan fikih akbar.
2. Ruang Lingkup Aqidah
Hassan al-Banna pernah membuat sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah, yaitu : 1) Ilahiyat: Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan ilah (Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah,
perbuatan-perbuatan (Af’al) Allah dan lain-lain.
2) Nubuwat: Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai Kitab-Kitab Allah,
Mukjizat, Keramat dan sebagainya.
3) Rukhaniyat: Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik seperti malaikat, jin iblis, setan, roh dan lain
sebagainya.
4) Sam’iyat: Yaitu pembahasan tentang segal sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam’i, yakni dalil naqli berupa al-Qur’an dan al-Sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka
dan seterusnya.
Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistematika arkanul iman yaitu: iman kepada Allah SWT., iman kepada malaikat,
iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada nabi dan rasul Allah, iman kepada
hari akhir dan iman kepada qadha dan qadar Allah.
a. Iman Kepada Allah Swt.
Iman kepada Allah adalah suatu keniscayaan. Inti dari iman kepada Allah
Swt. Adalah tauhid : mengesakan Allah baik dalam zat, sifat dan af’al-Nya.
Disamping itu Allah memiliki al-asma’ al-husna dan ash-shifah, nama-nama dan
sifat-sifat-Nya sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) macam, dan semua ini
menunjukkan kemaha sempurnaan-Nya. Oleh karena itu, di sini kita mengenal
ada dua metode untuk mengimani asma’ al-husna dan ash-shifah Allah yaitu 1)
metode itsbat; mengimani bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat yang
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 7dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
menunjukkan kemahasempurnaan-Nya, misalnya Allah maha mendengar, maha
melihat, maha mengetahui, maha bijkasana dll, dan 2) metode nafy; menafikan
atau menolak segala nama-nama dan sifat yang menunjukkan
ketidaksempurnaan-Nya, misal menafikan adanya makhluk yang menyerupai
Allah, menolak anggapan bahwa Allah memiliki anak atau orang tua dan lain-lain.
Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya agar
berdoa dan memohon kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang
agung (Q.S. al-A’raf:18). Dalam masalah ini pula kita mengetahui adanya
larangan untuk mentamsilkan atau mentasybihkan (menyerupakan) Allah dengan
sesuatu (Q.S. asy-Syura: 11). Dengan usaha ini maka ummat Islam akan
beriman kepada Allah dengan semurni-murninya dan sutuh-utuhnya iman.
b. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah.
Makhluk Allah dapat dikelompokkan menjadi dua macam; makhluk ghaib
dan makhluk syahadah (nyata). Yang membedakan keduanya adalah dapat dan
tak dapat dijangkau oleh panca indera manusia.
Iman kepada malaikat termasuk salah satu perkara beriman kepada yang
ghaib. Untuk mengetahui dan mengimani makhluk yang ghaib ini ditempuh dua
cara: 1) melalui berita atau akhbar dari Rasulullah baik berupa wahyu al-Qur’an
maupun sunnah dan 2) melalui bukti-bukti nyata di alam semesta, seperti
kematian adalah bukti nyata bahwa malaikat maut itu ada.
Malaikat merupakan makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari
cahaya (nur) dengan wujud dan sifat-sifat tertentu. Malaikat sangat taat kepada
Allah, tak pernah membangkang dan selalu melaksanakan apa yang
diperintahkan-Nya (Q.S. at-Tahrim : 6). Adapun beberapa malaikat yang patut
diketahui dna diimani beserta tugasnya antara lain :
1) Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul
(Q.S. al-Baqoroh : 97)
2) Malaikat Mikail bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam
(Q.S. al-Baqoroh :98)
3) Malaikat Israfil bertugas meniup terompet di hari kiamat dan kebangkitan
(Q.S. al-An’am :73)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 8dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
4) Malaikat Maut bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup (as-
Sajada :11)
5) Malaikat Raqib dan ‘Atid bertugas mencatat amal perbuatan manusia (Q.S.
al-Infithar : 10-12)
6) Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menayai mayat dalam kubur (Q.S.
Ibrahim : 27)
7) Malaikat Ridwan bertugas menjaga syurga (Q.S. az-Zumar : 73)
8) Malaikat Malik bertuga menjaga neraka (Q.S. az-Zumar : 71)
9) Malaikat pemikul Arasy (Q.S. al-Mukminun : 7)
10) Malaikat penggerak hati manusia untuk berbuat kebaikan dan kebenaran;
Malaikat yang bertugas mendoakan orang-orang mukmin (Q.S. al-Mukminun
: 7 – 9)
c. Iman Kepada Kitab-kitab Allah.
Al-Kitab atau kitab Allah adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah
kepada para nabi dan rasul, meliputi kitab yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw. Maupun kitab-kitab yang diturunkan pada para nabi dan rasul
sebelumnya. Kitab-kitab yang patut diimani keberadaannya adalah kitab al-
Qur’an sendiri (Q.S. al-Baqoroh : 2), Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa
as, (Q.S. al-Maidah : 27), Kitab Taurat yang diturunkan yang diturunkan kepada
Nabi Musa as. (Q.S. al-Maidah: 44) dan kitab Zabur yang turun kepada Nabi
Daud as. (Q.S. an-Nisa : 163). Di samping kitab-kitab di atas, dikenal juga dua
buah shuhuf, yaitu shuhuf Nabi Ibrahim as., dan shuhuf Nabi Musa as. (Q.S. al-
A’la : 18-19). Shuhuf ini hany berbentuk lembaran-lembaran.
Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir memiliki beberapa
keistimewaan yang tidak dipunyai kitab-kitab atau shuhuf-shuhuf lainnya, antara
lain; Kitab al-Qur’an berlaku secara universal untuk seluruh umat manusia hingga
akhir zaman (Q.S. al-Furqon:1) Kitab al-Qur’an masih terpelihara secara utuh
dan murni hingga sekarang (Q.S. al-Hijr : 9). Ajaran al-Qur’an mencakup segala
permasalahan dan aspek kehidupan (Q.S. al-An’am : 38). Al-Qur’an mudah untuk
dipahami, dihapal dan diamalkan (Q.S. al-Qomar: 17). Al- Qur’an berfungsi
sebagai nasikh (penghapus) lafadz dan hukum dalam kitab-kitab sebelumnya,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 9dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
muhaimin (batu ujian) terhadap kebenaran kitab-kitab sebelumnya dan
mushaddiq (pembenar) atas kitab-kitab terdahulu (Q.S. al-Maidah : 48) dan al-
Qur’an menjadi mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
Dalam al-Qur’an secara eksplisit memang hanya disebutkan 4 nama kitab
suci dan 2 shuhuf. Namun demikian al-Qur’an juga menerangkan bahwa seorang
muslim hendaknya tetap beriman kepada seluruh kitab suci Allah, baik yang
disebutkan nama dan penerimanya maupun yang tidak disebutkan (Q.S. an-Nisa
: 136)
Dalam masalah mengimani kitab-kitab Allah ini tentunya ada perbedaan
cara dan konsekuensi. Kepada kitab-kitab Allah sebelum al-Qur’an seorang
muslim hanya diwajibkan mengimani keberadaan dan kebenarannya semata.
Sedangkan kepada al-Qur’an disamping mengimani keberadaan dan
kebenarannya juga diwajibkan mempelajari, menghayati, mengamalkan serta
mendakwahkan atau mengajarkannya.
d. Iman Kepada Nabi dan Rasul
Pada hakekatnya nabi dan rasul adalah manusia biasa seperti umumnya.
Yang membedaknnya adalah karena ia menerima wahyu dari Allah (Q.S. al-
Kahfi: 110). Apabila ia tidak dibebani kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu
maka disebut Nabi. Jika ia diikuti dengan tanggung jawab menyampaikan wahyu
maka ia disebut Rasul. Jadi Nabi belum tentu rasul, sedangkan rasul sudah pasti
nabi.
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah nabi dan rasul secara
keseluruhan. Yang jelas setiap umat manusia dalam kurun waktu tertentu diutus
seorang nabi dan atau rasul (Q.S. Yunus : 47). Al-Quran hanya menyebutkan
sejumlah 25 orang saja dalam ayat-ayatnya. Nabi dan rasul itu tersebar di
beberapa surat seperti : al-An’am : 83-86 sebanyak 18 orang, 7 orang lagi
disebutkan di ayat yang terpisah; Hud : 50, Hud : 84, Ali Imran : 33, al-Anbiya’ :
85, dan al-Fath : 29. Sekalipun secara pasti hanya tersebut 25 orang saja di
dalam al-Qur’an, umat Islam tetap diwajibkan meyakini semua keberadaan nabi
dan rasul yang diterangkan di dalamnya, dan sebagian lagi dan ini yang
terbanyak tidak diceritakan di dalamnya (Q.S. al-mukmin : 78)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 10dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Seluruh rasul yang diutus pada tiap zaman dan tempat pada dasarnya
mengemban tugas berat yang sama, yakni menegakkan kalimah tauhid la ilaha
illa Allah (Q.S. al-Anbiya : 25). Dalam mengemban tugas ini ternyata tidak semua
rasul memiliki kesabaran yang sangat tinggi, kecuali mereka yang diberi gelar
ulul azmi; para rasul yang sangat sabar, teguh hati dan tabah dalam menjalankan
misinya (Q.S. al-Ahqof : 35). Mereka itu adalah Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa
dan Isa (Q.S. al-Ahzab : 7)
Umat Islam yang hidup di zaman ini tentu wajib mengimani Rasulullah
Muhammad Saw. sebagai rasul terakhir. Dia adalah utusan Allah untuk
menyempurnakan risalah-risalah yang pernah disampaikan oleh rasul-rasul
terdahulu. Risalah penyempurna itu adalah Islam (Q.S. al-Maidah : 3). Maka
hanya Islamlah yang akan diterima sebagai agama yang diridhai di sisi Allah
(Q.S. ali-Imran : 19). Oleh karena itu kecintaan dan ketaatan kepadanya harus
ditunjukkan bagi siapa saja yang ingin selamat di dunia dan akhirat (Q.S. ali-
Imran : 31, al-Ahzab : 21).
e. Iman Kepada Hari Akhir.
Hari akhir adalah kehidupan kekal dan abadi setelah kehidupan dunia
yang fana ini. Al-Quran menyebut hari akhir dengan berbagai sebutan; yaumul
qiyamah, berakhirnya seluruh kehidupan; Yaumul Ba’ats, kebangkitan seluruh
umat manusia dari alam kubur; Yaumul Hasyr, hari dikumpulkannya umat
manusia dipadang Mahsyar; Yaumul Hisab atau Yaumul Mizan, hari perhitungan
seluruh amal manusia selama hidup didunia; Yaumud din, hari pembalasan bagi
seluruh amal manusia dengan syurga dan neraka dan masih banyak lagi sebutan
untuk hari akhir ini.
Proses kehancuran dunia dan digantikan dengan alam akherat tentu saja
melalui masa transisi, yakni alam kubur. Alam kubur dikenal juga dengan
sebutan alam barzakh. Di alam inilah manusia akan menyaksikan kebenaran
adanya malaikat Munkar dan Nakir yang bertugas menanyai manusia. Di alam ini
juga manusia akan melihat bagaimana Allah kuasa untuk membangkitkan
kembali tubuh yang telah mati dan hancur sekalipun. Kenikmatan dan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 11dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
kesengsaraan di alam kubur akan menjadi kenyataan (Q.S. Ibrahim : 27, al-
Mukmin : 45-46).
Lalu kapan kiamat itu akan terjadi ? Al-Qur’an menegaskan tak ada
seorang pun yang mengetahuinya, termasuk para nabi dan rasul, kecuali Allah
semata (Q.S. al-A’raf : 187). Allah hanya memberikan tanda-tanda kiamat, baik
kecil maupun besar.
Ketika kiamat datang maka terjadilah kebinasaan total, kemudian dengan
tiupan kedua terompet Malaikat Israfil terjadilah kebangkitan (Q.S. az-Zumar :
68). Setelah itu manusia dikumpulkan di Mahsyar untuk dihisab amalnya melalui
perhitungan dan penimbangan yang akan menentukan nasib manusia di akhirat
(Q.S. al-Insyiqaq : 7-12), (Q.S. al-Haaqah : 19-26). Di sini mereka akan
menemukan pembalasan yang setimpal atas perbuatannya sendiri (Q.S. al-
Qoriah : 6-9) (Q.S. al-Bayyinah : 6-8).
Beriman kepada hari akhir merupakan keimanan yang pokok, setelah
beriman kepada Allah Swt. (Q.S. al-Baqarah : 62 dan 177). Sebab bila Allah
adalah tempat asal muasal segala makhluk, maka harus ada suatu masa tempat
perjumpaan dan kembali semua makhluk itu kepada asalnya. Dengan demikian
hari akhir merupakan bukti bagi kenyataan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Awal
dan Yang Akhir. Hari akhir merupakan konsekuenis logis dari perintah moral
yang dibebankan kepada manusia di dunia, agar mereka melihat bagaimana
hasil pekerjaan mereka.
f. Iman Kepada Qadha dan Qadar Allah
Iman kepada qhada dan qadar Allah berarti meyakini akah kehendak,
ketetapan dan ketentuan Allah terhadap segala sesuatu. Allah Swt. berkuasa
untuk menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala
sesuatu, termasuk hukum kausalitas yang berlaku bagi segala yang ada baik
yang hidup maupun yang mati (Q.S. al-Ra’du :8) (Q.S. al-Hijr : 21) (Q.S. al-
Qamar : 49) (Q.S. al-Hasyr : 3) Iman kepada qhada dan qadar meliputi empat hal
:
1) al-Ilmu; Keyakinan bahwa Allah Swt. Maha Mengatahui atas segala sesuatu.
Dia mengetahui segala hal yang telah, sedang dan akan terjadi. Tak ada
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 12dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
sesuatupun yang luput dari ilmu-Nya (Q.S. al-Hajj: 70) (Q.S. al-Hasyr : 22)
(Q.S. al-An’am : 59).
2) Al-Kitabah ; keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menuliskan segala sesuatu di
Lauh Mahfudz tentang apa saja yang terjadi di masa lalu, sekarang dan
akan datang (Q.S. al-Hajj : 70) (Q.S. al-Hadid : 22)
3) Al-Masyi’ah ; keyakinan bahwa Allah Swt. Memiliki kehendak penuh atas
segala sesuatu yang ada di alam semsta. Kehendak-Nya bersifat mutlak
(Q.S. al-Insaan : 30) (Q.S.at-Takwir : 28-29)
4) Al-Khalq ; Keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menciptakan segala sesuatu.
Di luar Allah Yang Maha Pencipta adalah makhluk (Q.S. az-Zumar : 62)
(Q.S. al-Furqan : 2) (Q.S. ash-Shaffat : 96)
Ada dua hal yang harus dipahami kaitannya dengan keberadaan manusia
dalam masalah ini. Manusia adalah makhluk musayyar dan mukhayyar. Sebagai
makhluk musayyar manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menolak atau
menerima ketentuan Allah, seperti tidak dapat menolak mengapa ia dilahirkan
sebagai perempuan atau laki-laki, warna kulit, kelahiran dan kematiannya. Dan
sebagai makhluk mukhayyar manusia mempunyai kebebasan untuk menolak dan
menerima. Ia memiliki kekuatan untuk berbuat baik atau buruk (Q.S. al-Baqarah :
222) (Q.S. at-Taubah : 46).
Kemudian bagaimanakah dengan perbuatan baik dan buruk yang
dilakukan manusia? Apakah semua itu juga karena qhada dan qadar Allah?
untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus memahaminya dari keberadaan
manusia sebagai makhluk musayyar dan mukhayyar-nya sekaligus. Allah Swt.
hanyalah menciptakan kecendrungan yang baik dan buruk pada manusia (Q.S.
asy-Syam : 8) dan sama sekali tidak menciptakan perbuatan baik atau buruk
tersebut. Adapun kecenderungan baik atau buruk itu akan terwujud sangat
tergantung pada kebebasan manusia untuk memilih melakukannya. Dengan
demikian manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah
dilakukannya karena semua berdasarkan pilihannya. Dengan kata lain
pertanggung jawaban yang diminta oleh Allah adalah keberadannya sebagai
makhluk mukhayyar. Dan Allah tidak meminta pertanggung jawaban tentang
keberadaannya sebagai makhluk musayyar.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 13dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
B. KONSEPSI TAUHID
1. Tauhid sebagai Poros Aqidah Islam
Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman kepada wujud Allah sebagai
suatu keharusan fitrah manusia, namun lebih dari itu memfokuskan aqidah tauhid
yang merupakan dasar aqidah dan jiwa keberadaan Islam. Islam datang di saat
kemusyrikan sedang merajalela di segala penjuru dunia. Tak ada seorangpun
yang menyembah Allah kecuali segelintir manusia dari golongan hunafa’
(pengikut nabi Ibrahim as.) dan sisa-sisa penganut ahli kitab yang selamat dari
pengaruh tahayul animisme dan paganisme yang telah menodai agama Allah.
Sebagai contoh bangsa Arab jahiliyah telah tenggelam jauh ke dalam
paganisme, sehingga Ka’bah yang semula dibangun untuk menyembah Allah
telah dikelilingi oleh 360 berhala. Dan bahkan setiap rumah penduduk Makkah
ditemukan berhala sesembahan penghuninya.
Imam Bukhari sempat merekam suatu peristiwa yang ditelusurinya lewat
Abu Raja’ al-Atharidy :
“Kami pernah menyembah batu, bila kami menemukan batu yang lebih
baik daripadanya, kami buang batu itu dan mengambil batu yang lain. Bila kami
tidak menemukan batu maka kami menumpukan debu kemudian mengambil
seekor kambing untuk diperas susunya di atas (tumpukan debu itu) kemudian
kami thawaf mengelilinginya”.
Oleh karena itu, al-Qur’an mencela paganisme maupun politheisme yang
merupakan simbol dari segmentasi masyarakat. Bahkan secara keseluruhan
risalah-risalah yang diturunkan Allah Swt. pada para nabi dan rasul pada
dasarnya memiliki kesatuan hidayah atau misi, the unity of guidance, yakni
menyeru umat manusia agar mengesakan Allah. Karenanya tauhid merupakan
tugas utama para nabi dan rasul untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
paham monotheisme. Hal ini sudah tercermin dalam beberapa ayat yang
merekam inti tugas para nabi tersebut. Berikut adalah gambaran inti dakwah para
nabidan rasul :
a. Inti dakwah nabi Nuh as :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 14dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia
berkata) : “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu,
agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu
akan ditimpa azab yang sangat menyedihkan. (Q.S. Hud : 25-26)
b. Inti dakwah nabi Hud as :
“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum ‘Ad saudara mereka Hud. Ia berkata :
“hai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (Q.S. al-A’raf : 65)
c. Inti dakwah nabi Yusuf as. :
“kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah)
nama-nama kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”. (Q.S. Yusuf : 40)
d. Inti dakwah nabi Shaleh as :
“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka,
Shaleh. Ia berkata : “hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari
Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia
makan dibumi dan janganlah kamu menganggunya dengan gangguan apapun,
(yang karenanya) kamu ditimpa siksaan yang pedih. Q.S. al-A’raf : 73)
e. Inti dakwah nabi Syu’aib as :
“Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka
Syu’aib. Ia berkata : hai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada tuhan
selain-nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhanmu memperbaikinya. Yang
demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu betul-betul orang yang beriman”.
Q.S. Al-A’raf : 85)
f. Inti dakwah nabi Ibrahim as :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 15dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sembahlah
olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui” (Q.S. al-Ankabut : 16)
g. Inti dakwah nabi Isa as :
Sesungguhnya telah kafir orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah
ialah al-Masih putera Maryam”, padahal al-Masih sendiri berkata: “hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya prang yang
mempersekutukan Allah , maka pasti Allah mengharamkan kepadanya syurga,
dan tempatnya ialah neraka tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolong pun. (Q.S. al-Maidah : 72
h. Inti dakwah nabi Muhammad SAW :
Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (Q.S.
ali Imran : 64)
Dari kedelapan ayat diatas semuanya mengarah pada penegakan poros
tauhid sebagai acuan utama kehidupan. Allah menciptakan manusia agar
mereka menyembah-Nya semata (Q.S. adz-Dzariyat : 56) dan menghindarkan
diri dari thagut (Q.S. an-Nahl : 36). Hanya Allah yang patut disembah dan jangan
sampai kita menyekutukan Allah dengan sesuatu (Q.S. an-Nisa’ : 36), karena
menyekutukan Allah adalah sesuatu yang diharamkan bagi manusia (Q.S. al-
An’am: 151. Inilah tauhid, merupakan perintah Allah yang tertinggi dan terpenting
dibuktikan oleh kenyataan adanya janji Allah untuk mengampuni dosa kecuali
pelanggaran terhadap tauhid, karena pelanggaran ini merupakan dosa besar
(Q.S. an-Nisa’ : 48). Oleh karena itu tauhid menjadi pranata yang tertinggi dan
menjadi penyebab kebaikan dan pahala terbesar (Q.S. al-An’am : 82).
2. Makna Kalimat Syahadat
Secara tradisional dan dalam ungkapan yang sederhana, tauhid adalah
keyakinan dan kesaksian bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah“, la ilaha illa
Allah. Kalimat ini merupakan lambang tauhid. Kalimah ini biasa disebut kalimah
tauhid. Kalimat yang agung ini terdiri dari dua makna yakni :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 16dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
a. la ilah atau makna nafi (negasi) yang berarti peniadaan semua ketuhanan
lain selain Allah.
b. illa Allah atau makna itsbat (afirmasi) yang berarti pernyataan bahwa
ketuhanan itu semata-mata hanya untuk Allah. Dia-lah satu-satunya Tuhan
yang sebenarnya sedangkan tuhan-tuhan lain yang disembah manusia
adalah tuhan-tuhan palsu dan batil, yang diciptakan oleh kejahilan dan
takhayul.
Kalimat ini dimulai dengan pengingkaran la ilaha (tiada tuhan) dan disusul
oleh illa Allah (kecuali Allah). Pencari kebenaran akan menemui kebenaran itu
apabila ia berusaha menyingkirkan terlebih dahulu segala macam ide, teori dan
data yang tidak benar dari benaknya, persis seperti yang dilakukan oleh
pengucap syahadah tersebut.
Kalimah tauhid disebut juga kalimah thayyibah atau kalimah ikhlas.
Kalimah la ilah illa Allah ini mencakup pengertian komprehensif sebagai berikut :
a. La Khaliqa illa Allah (tiada pencipta selain Allah).
b. La Raziqa illa Allah (tiada pemberi rizki selain Allah).
c. La Khafidza illa Allah (tiada pemelihara selain Allah).
d. La Mudabbira illa Allah (tiada pengatur selain Allah).
e. La Malika illa Allah (tiada penguasa selain Allah).
f. La Waliya illa Allah (tiada pemimpin kecuali Allah).
g. La Hakima illah Allah (tiada Hakim selain Allah)
h. La Ghayata illa Allah (tiada yang maha menjadi tujuan selain Allah).
i. La Ma’buda illa Allah (tiada yang maha disembah selain Allah)
Tauhid menjadi landasan dasar dan inti ajaran Islam, yang membedakan
manusia menjadi muslim atau kafir, musrik atau dahriyyin (orang yang tidak
percaya adanya tuhan). Tetapi perbedaan antara yang percaya dan yang tidak
percaya bukan hanya terletak pada kalimah syahadah. Kekuatan sesungguhnya
terletak pada penerimaan secara sadar dan mutlak terhadap ajaran Islam dan
penerapannya di dalam kehidupan nyata. Tanpa itu manusia tidak akan dapat
menyadari pentingnya ajaran Islam. Jika manusia mengerti makna tauhid, maka
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 17dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
akan membuat manusia dapat menghindari setiap bentuk keingkaran, atheisme
dan polytheisme.
Maka tauhid adalah merupakan pengetahuan, kesaksian, keyakinan dan
keimanan manusia terhadap ke-esaan tuhan dengan segala sifat kesempurnaan
dan ke-Esaan, diikuti dengan keyakinan bahwa ia tidak berpasangan, sempurna
tiada tara, penyandang atribut ke-Tuhanan dan kekuasaan mutlak atas seluruh
makhluk.
3. Tingkatan Tauhid
Tauhid menurut Islam ialah tauhid I’tiqad-‘ilmi (keyakinan teoritis) dan
tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis). Dengan kata lain ketauhidan antara
yang teoritis dan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid
dan bentuk makrifat (pengetahuan). Itsbat (pernyataan), I’tiqad (keyakinan), qasd
(tujuan) dan iradah (kehendak). Dan ini semua tercermin dalam empat tingkatan
atau tahapan tauhid.
a. Tauhid Rububiyah.
Secara etimologis kata rububiyah berasal dari akar kata rabb. Kata rabb
ini sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan,
mengembangkan, mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola, memiliki dna
lain-lain. Maka secara terminologis Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa
Allah Swt. adalah Tuhan pencipta semua makhluk dan alam semesta. Dialah
yang memelihara makhluk-Nya dan memberikan serta mengendalikan segala
urusan. Dialah yang memberikan manfaat dan mafsadat, penganugerah
kemuliaan dan kehinaan. Tauhid Rububiyah ini tergambar dalam ayat-ayat al-
Qur’an antara lain:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air
(hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 18dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu
bagi Allah padahal kamu mengetahui” (Q.S. al-Baqoroh :21-22)
“katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb manusia” (Q.S. an-Naas : 1)
coba perhatikan juga urat Luqman : 25 dan Fathir : 3 dan masih banyak
yang lainnya.
b. Tauhid Mulkiyah.
Kata mulkiyah berasal dari akar kata malaka. Isim failnya dapat dibaca
dengan dua macam cara 1) Malik dengan huruf mim dibaca panjang ; berarti
yang memiliki. 2) Malik dengan huruf mim dibaca pendek; yang menguasai.
Syekh Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata
malik dengan huruf mim panjang berati yang memiliki adalah lebih sempit
maknanya dari pada kata malik dengan huruf mim pendek, berarti yang
menguasai. Karena memiliki belum tentu mengasai, sedangkan menguasai
sudah barang tentu juga memiliki.
Maka secara terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan
bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuahn yang memliki dan menguasai
seluruh makhluk dan alam semesta. Oleh karena itu Allah disebut sebagai Raja
alam semesta. Ia berhak dan bebas melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya
terhadap alam semsta tersebut. Keyakinan Tauhid Mulkiyah terekam dalam ayat-
ayat al-Qur’an seperti berikut ini :
“Yang mengauasai hari pembalasan” (Q.S. al-Fatihah : 4)
“Tidaklah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah
kepunyaan Allah ? Dan bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang
penolong” (Q.S. al-Baqarah : 107).
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu “ (Q.S. al-Maidah: 120).
Dan apabila manusia meyakini bahwa Allah sebagai pemilik dan
Penguasa alam semesta ini maka konsekuensinya ia harus menjadikan Allah
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 19dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
sebagai Pemimpin yang memiliki wewenang untuk menentukan sesuatu. Firman
Allah :
“ Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka
dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir
pemimpinya adalah taghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada
kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.
(Q.S. al-Baqarah : 257).
At-Taghut dalam ayat di atas adalah segala sesuatu yang dipertuhan
selain Allah Swt. dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Sayyid
Quthub dalam tafsir Fi Dzilal al-Qur’an menerangkan bahwa yang dimaksud
dengan at-Taghut adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan
melanggar batas yang telah digariskan oleh Allah Swt. untuk hamba-Nya. At-
Taghut itu bisa berbentuk pandangan hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak
berlandaskan ajaran Allah.
c. Tauhid Uluhiya
Kata uluhiyah adalah mashdar dari kata alaha yang mempunyai arti
tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Namun makna yang paling
mendasar adalah ‘abada, yang hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk
(‘ibadah), yang mulia dan agung (al-ma’bad), selalu mengikutinya (‘abada bih).
Jadi seseorang yang menghambankan diri kepada Allah maka ia harus
mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk kepada-Nya serta
bersedia untuk mengorbankan kemerdekaannya. Dengan demikian Tauhid
Uluhiyah merupakan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuhan
yang patut dijadikan ilah yang harus dipatuhi, ditaati, diagungkan dan dimuliakan.
Hal ini tersurat dalam ayat-ayat berikut ini :
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu” (Q.S. at-Thaha : 14).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 20dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin, laki-
laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat
tinggalmu’ (Q.S. Muhammad : 19)
d. Tauhid Ubudiyah.
Kata ubudiyah berasal dari akar kata ‘abada yang berarti menyembah,
mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat, patuh, memuja, yang diagungkan (al-
ma’bud). Dari akar kata di atas maka diketahui bahwa Tauhid ubudiyah adalah
suatu keyakinan bahwasannya Allah Swt. merupakan Tuhan yang patut
disembah, ditaati, dipatuhi, dipuja manusia melainkan Allah semata. Dia adalah
tempat semua makhluk menghambakan diri dan beribadah kepada-Nya. Tauhid
Ubudiyah ini tercermin dalam ayat-ayat di bawah ini :
“hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau
(pula) kami mohon pertolongan” (Q.S. al-Fatihah : 5).
“dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah dan jauhilah taghut itu, maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antara
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(Rasul-rasul)’. (Q.S. an-Nahl : 36)
Kemudian untuk memahami keterkaitan keempat tingkatan tauhid di atas,
maka berlaku dua teori atau dalil : 1) Dalil at-Talazum; kemestian. Artinya bahwa
seseorang yang meyakini Tauhid Rububiyah semestinya ia meyakini Tauhid
Mulkiyah, dan meyakini Tauhid Mulkiyah sudah semestinya meyakini Tauhid
Uluhiyah, dan meyakini Tauhid Uluhiyah juga semestinya meyakini Tauhid
Ubudiyah. Dengan kata lain Tauhid Ubudiyah adalah konsekuensi dari Tauhid
Uluhiyah, Tauhid Uluhiyah adalah konsekuensi dari Tauhid Mulkiyah, dan Tauhid
Mulkiyah adalah konsekuensi dari Tauhid Rububiyah. 2) Dalil at-Tadhamun;
ketercakupan. Maksudnya setiap orang yang sudah sampai ke tingkat Tauhid
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 21dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Ubudiyah tentunya sudah melalui tiga tingkatan sebelumnya. Mengapa ia
beribadah kepada Allah semata ? Karena Dia adalah ilah yang patut diagungkan.
Mengapa Dia adalah ilah yang patut diagungkan ? Sebab Dia adalah pemilik dan
penguasa alam semesta yang harus ditaati dan dijadikan pimpinan ? Tiada lain
karena Dia adalah Tuhan yang menciptakan dan memelihara alam semesta
beserta segala isinya..
Apabila kita menyimak ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan
tauhid selalu bergandengan dengan syirik yang merupakan kontradiksi dari
tauhid. Hal ini menandakan bahwa al-Qur’an sendiri langsung turun tangan untuk
membimbing umat manusia agar menjauhi syirik ini sejauh-jauhnya. Jika
daikatakan bahwa tauhid adalah sumbu dalam menggapai ridha Allah, maka
syirik merupakan pemicu keengganan Allah meridhai hambanya. Hal lain yang
dapat dipetik dari permasalahan tersebut adalah bahwa jika kita membicarakan
masalah tauhid maka kita secara reflek harus menjauhkan dari sikap syirik ini.
Itulah makanya gandengan itu menjadi sangat penting dimunculkan.
4. Tauhid dan Pembebasan Diri
Huston Smith pernah menyinggung permasalahan bahwa keengganan
manusia untuk menerima kebenaran ialah antara lain karena sikap menutup diri
yang timbul dari refleks agnostik atau keengganan untuk tahu tentang kebenaran
yang diperkirakan justeru akan lebih tinggi nilainya daripada apa yang sudah ada
pada kita. Padahal kalau saja kita membuka diri untuk kebenaran itu maka
mungkin kita akan memperoleh kebaikan dan energi yang kita perlukan.
Halangan kita menerima kebenaran ialah keangkuhan kita sendiri dan belenggu
yang kita ciptakan untuk diri kita sendiri.
Belenggu itu ialah apa yang kita kenal dengan sebutan “hawa nafsu” yang
berarti ‘keinginan diri sendiri’. Inilah sumber pribadi untuk penolakan kebenaran,
kesombongan dan kecongkakan. Kita menghadapi hal-hal dari luar yang kita
rasakan tidak sejalan dengan kemauan atau pandangan kita sendiri, betapapun
benarnya hal dari luar itu. Hawa nafsu juga menjadi sumber pandangan-
pandangan subyektif dan biased, yang juga menghalangi kita dari kemungkinan
melihat kebenaran. Gambaran ini terlihat jelas pada redaksi ayat al-Qur’an :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 22dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
“Pernahkah engkau (Muahammad) saksikan orang yang menjadikan keinginan
(hawa nafsu) nya sendiri sebagai Tuhannya, kemudian Allah membuat mereka
sesat secara sadar, lalu Dia tutup pendengaran dan hatinya, dan dikenakan oleh-
Nya penutup pada pandangannya ?! Maka siapa yang sanggup memberi
petunjuk selain Allah ? Apakah kamu tidak merenungkan hal itu ?. (Q.S. al-
Jatsiyah : 23).
Seorang disebut menuhankan dirinya sendiri jika dia memutlakkan diri
dan pandangan atau pikirannya sendiri. Biasanya orang seperti itu mudah
terseret kepada sikap-sikap tertutup dan fanatik, yang amat cepat bereaksi
negatif kepada sesuatu yang datang dari luar, tanpa sempat bertanya atau
mempertanyakan kemungkinan segi kebenarannya dalam apa yang datang dari
luar itu. Inilah salah satu bentuk kungkungan atau perbudakan oleh tiranivested
interest. Gambaran tentang ini dari masa lalu dapatkan dalam firman
Allah:“….Apakah setiap kali datang kepadamu sekalian seorang rasul (pembawa
kebenaran) dengan sesuatu yang tidak disukai oleh dirimu sendiri, kamu menjadi
congkak, sehingga sebagian (dari para rasul itu) kamu dustakan, dan sebagian
lagi kamu bunuh ?! Mereka (yang menolak kebenaran) itu bertanya, “hati kami
telah tertutup (dengan ilmu) !. Sebaliknya, Allah telah mengutuk mereka karena
penolakan mereka (terhadap kebenaran), maka sedikit saja mereka percaya”.
(Q.S. al-Baqarah: 87).
Meskipun ayat suci itu menggambarkan kelakuan kalangan tertentu dari
Bani Israil (bangsa Yahudi), namun “the moral behind the story” jelas berlaku
untuk semua golongan. Pelajaran moral itu berada disekitar bahaya penolakan
kebenaran (kufr) karena kecongkakan (istikbar) dan sikap tertutup karena
merasa telah penuh berilmu (ghulf). Hanya dengan melawan itu semua melalui
proses pembebasan diri (self liberation) seseorang akan mampu menangkap
kebenaran itu seseorang akan dapat berproses untuk pembebasan dirinya. Inilah
sesungguhnya salah satu makna esensial kalimat syahadat yang bersusunan
negasi-konfirmasi “la ilah illa Allah” itu dipandang dari sudut efeknya kepada
peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan pribadi seseorang.
Pembebasan pribadi yang diperolehnya yang membuat seorang manusia
merdeka sejati, akan menghilangkan dari dirinya sendiri setiap halangan untuk
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 23dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
melihat yang benar adalah benar dan yang salah sebagai salah. Bentuk-bentuk
subyektifisme, baik yang positif ataupun negatif, yaitu perasaan senang ataupun
benci kepada kepada sesuatu atau seseorang, tidak akan menjadikan
pandangannya kabur dan kehilangan wawasan tentang apa yang sungguh-
sungguh benar atau salah, dan yang baik atau buruk. Orang yang serupa itu
mampu mengalahkan kekuatan tiranik (taghut), terutama kecenderungan tiranik
diri sendiri pada saat ia menjadi sombong karena merasa tidak perlu kepada
orang lain (Q.S. al-Alaq : 7). Orang yang terbebas itu juga selalu sanggup
kembali kepada yang benar, tanpa terlalu peduli dari mana datangnya kebenaran
itu. Maka ia termasuk yang mendapatkan “kabar gembira” (kebahagiaan) dan
dinamakan ‘Ulul Albab”, ‘mereka yang berakal pikiran’ atau kaum terpelajar
Konsep keesaan tuhan atau tauhid di dalam Islam mempunyai kedudukan
tersendiri yang sangat penting. Ia mempunyai implikasi yang sangat luas
terhadap konsep dan ajaran Islam yang lain. Untuk dapat memahami hak ini, kita
harus memahami kedudukan tuhan dalam Agama Islam, berdasarkan pada
keterangan dari kitab al-Qur’an.
Paling tidak terdapat tiga pokok pikiran yang mendasar, sebagai landasan
pijak dalam memahami sentralisasi posisi tuhan dalam ajaran al-Qur’an.
Pertama bahwa segala sesuatu selain tuhan, termasuk keseluruhan alam
semesta dengan segala aspek metafisis dan moral adalah tergantung kepada
tuhan. Tuhan adalah pangkal yang sekaligus ujung dari keberadaan alam raya
ini. Yang mencipta alam ini dengan firman-Nya : “jadilah” (Q.S. 2 : 117; 3 : 47, 59;
6 : 73; 16 : 40; 19 : 35; 36 : 82; 40 : 68). Dalam menciptakan alam, tuhan sudah
menetapkan ukuran, qadar, dari masing-masing ciptaannya. Yang dengan itu
alam berjalan mengikuti aturan main tertentu yang sangat rapi. Sehingga
seringkali al-Qur’an mengatakan bahwa alam semesta itu bersifat tunduk, muslim
kepada tuhan (Q.S. 7 : 206; 13 : 15; 18 : 55; 15 : 16; 21 : 19; 49 : 22; 57 : 1; 59 :
1; 61 : 1). Keterangan alam yang seakan cacat itu juga tergantung kepada daya
dan kekuasaan tuhan, tanpa pemeliharaan dari tuhan alam semesta itu akan
hancur berantakan (13 : 22; 34 : 9; 50 : 6; 51 : 47, dan lain-lain).
Kedua, bahwa tuhan Yang maha Kuasa dan Maha Pencipta tadi adalah
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ia memelihara alam
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 24dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
ciptaannya dengan belas kasihnya, sebab alam ini diciptakan dengan tujuan
yang tertentu dan bukan sekedar iseng atau main-main (Q.S. 3 : 191; 38 : 27),
sebab : “Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada
diantaranya sebagai permainan; jika kami menginginkan permainan maka kami
dapat melakukannya sendiri (tanpa memalui penciptaan kami)- jika kami
menghendaki (Q.S. 21 : 16 – 17).
Ketiga , bahwa aspek-aspek tersebut tentu saja mensyaratkan hubungan
yang tepat diantara tuhan dan manusia, hubungan antara yang diper-Tuhan
dengan hamba-Nya dan sebagai konsekuensinya juga memerlukan
hubungan yang tepat antara manusia dengan sesamanya. Karena tuhan yang
menciptakan alam semesta sekaligus tempat kembali, sedangkan alam semesta
ini tunduk mutlak kepada tuhan dan hanya manusia yang mampu melawan
hukum tuhan –hukum alam bagi manusia bersifat imperatif—maka manusia juga
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan
tuhan.”Apakah kalian berpikir bahwa kalian kami ciptakan dengan sia-sia dan
bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada kami ? Maha Tinggi Allah” (Q.S.
25 : 115), juga “Apakah manusia mengira bahwa ia dibiarkan begitu saja (dengan
sekehendak hatinya)” (Q.S. 75 : 36).
Konsep tentang keesaan tuhan ini, selanjutnya menurunkan konsep
tentang kesatuan ummat manusia sebagai sebuah komunitas yang tunggal.
Berulang kali al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia seluruhnya adalah
berasal dari satu keturunan, yang tentu saja mengisyaratkan bahwa seantero
umat manusia sebenarnya adalah saudara. Umat manusia itu pada hakekatnya
adalah satu (Q.S. 2 : 213), meskipun secara lahiriah kondisi manusia sangat
beragam. Perbedaan yang terdapat bukan saja antar individu, melainkan juga
antar suku, ras dan antar bangsa-bangsa. Namun segala macam perbedaan
tersebut bukanlah menjadi halangan bagi kesatuan umat manusia , justeru,
menurut al-Qur’an sendiri, merupakan salah satu tanda kekuasaan tuhan yang
harus dijadikan sebagai jalan menuju persatuan (Q.S. 30 : 22). Sebab ,
bagaimanapun juga perbedaan yang ada hanyalah faktor luas, yang
perkembangannya lebih banyak disebabkan karena lingkungan yang ditempati.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 25dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Kesatuan dan persaudaraan ini kemudian mensyratkan adanya kesatuan
hukum moral. Karena manusia itu secara keseluruhan adalah satu, dan punya
kedudukan primordial yang sejajar di hadapan tuhan maka ukuran-ukuran moral
yang diberlakukan di kalangan umat manusia, seharusnya adalah sama. Itulah
sebabnya mengapa Islam sangat menekankan kesamaan derajad antar umat
manusia. Tidak ada orang yang mempunyai derajad lebih tinggi dibanding yang
lain di sisi Allah karena tingkat ketaqwaannya. Kelebihan-kelebihan berupa
wajah, harta, keturunan, kekuasaan dan lain sebagainya tidak menjadikan
hakekat kemanusiaan seseorang menjadi lebih baik.
Demikianlah, karena kedudukan tuhan dalam Agama Islam adalah
sentral, maka doktrin tentang keesaan tuhan menjadi makna yang sangat
mendasar. Keseluruhan bangunan ajaran Islam menjadi ‘Tuhan sentris’, sebab
tuhanlah yang menjadi tempat asal segala sesuatu dan tempat kembalinya.
Konsekuensi logis dari ajaran Islam tersebut adalah segala bentuk
penyimpangan terhadap prinsip dasar ini adalah sebuah kesalahan yang
mendasar. Islam menyebut penyimpangan terhadap prinsip keesaaan keesaan
tuhan itu sebagai syirik, yaitu menduakan terhadap tuhan. Syirik bisa berbentuk
tindakan langsung, yaitu dengan mengakui adanya sesuatu yang mempunyai
kedudukan, kekuasaan ataupun peran sejajar dengan tuhan. Namun bisa juga
dalam wujud tindakan yang tidak langsung, berupa segala macam
penyimpangan terhadap aturan-aturan, prinsi-prinsip dan tatanan nilai yang
merupakan rumus turunan konsep dasar tentang keesaan tuhan. Dan al-Qur’an
menyatakan bahwa syirik adalah ‘unvorgiven sin’ (dosa yang tak termaafkan).
5. Bentuk-Bentuk Syirik kepada Allah dalam al-Qur’an
kalau dikaji ayat-ayat al-Qur’an maka perbuatan syirik merupakan
kontradiksi dari ajaran tauhid (ke-Esaan Tuhan). Dalam al-Qur’an kata syirik
digunakan dalam arti persekutuan Tuhan lain dari Allah, baik dalam dzat-Nya,
sifat-Nya dan af’al-Nya, maupun seluruh aspek kehidupan dan aktifitas yang
dirujukkan selain daripada-Nya. Al-Qur’an menerangkan bahwa syirik merupakan
perbuatan dosa besar yang paling berat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an
berikut ini :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 26dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
“Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada putranya, dikala dia
mengajarinya : Hai anakku ! janganlah mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah sebesar-besar aniaya”. (Q.S. Luqman : 13)
Dalam surat Luqman ayat 13 tersebut diterangkan bahwa dia telah diberi
kemuliaan oleh Tuhan berupa hikmah sehingga ia terlepas dari bahwa
kesesatan. Bahwa ini hikmah yang diberikan kepadanya disampaikan kepada
anaknya sebagai pedoman utama dalam kehidupan yaitu : ajaran tauhid
(mengesakan Allah karena tidak ada tuhan selain Allah), karena selain Allah
yang ada dalam alam ini semua ciptaan, dan dalam penciptaan tersebut tuhan
tidak bekerjasama dengan apapun juga.
Diakhir ayat 13 Allah menerangkan, “sesungguhnya mempersekutukan itu
adalah aniaya yang sangat besar”. Memang aniaya yang sangat besar atas diri
manusia, sebab tuhan mengajak manusia agar membebaskan dirinya dari segala
sesuatu selain Allah. Jiwa manusia adalah mulia. Manusia dijadikan Allah
sebagai khalifa-Nya di muka bumi, sebab itu hubungan manusia dengan Allah
hendaklah langsung. Apabila jiwa yang dipenuhi tauhid adalah jiwa merdeka.
Apabila manusia mempertuhankan selain Allah, maka manusia sendirilah yang
menjadikan jiwanya sebagai budak. Di dalam surat as-Sajadah : 9. Allah
menerangkan bahwa roh/jiwa adalah Tuhan sendiri yang punya, mengapa roh
begitu mulia dapat ditundukan oleh selain Allah. Firman Allah :“Kemudian Dia
(Allah) menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan-
Nya) dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi
sedikit sekali dari kamu yang bersyukur”. (Q.S. as-Sajadah : 9)
Juga lihat firman Allah :
“Sesungguhnya Allah tidak memberi ampun bagi orang yang
mempersekutukan-Nya. Dan Dia akan memberi ampun selain yang demikian
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang mempersekutukan
Allah, sesungguhnya dia telah berbuat dusta dan dosa yang besar”. (Q.S. an-
Nisa’ : 48)
Dosa-dosa yang bukan syirik dalam pernyataan Allah tersebut masih
bisa diampuni bagi yang dikehendaki-Nya. Biasanya seseorang mengerjakan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 27dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
dosa besar, karena syirik telah bersarang dalam jiwanya. Nabi Muhammad SAW.
pernah mengisyaratakan dalam sabdanya : “Tidaklah mencuri seorang pencuri,
melainkan karena musyrik. Tidaklah berzina seorang penzina, melainkan karena
dia syirik”. Kenapa pencuri mencuri penzina berzina, karena ingatannya tidak
satu lagi kepada Allah, telah diduakannya keinginannya yang jahat, sehingga
hawa nafsunyalah yang memerintah dan larangan Allah tiada berarti bagi dirinya,
karena azab Tuhan tidak lagi berpengaruh lagi bagi dirinya.
Walaupun demikian kalau benar-benar bertaubat, dosa syirik sekalipun
dapat diampuni oleh Allah, seperti yang terjadi pada para sahabat. Maka ayat ini
memberi pengertian bahwa perbuatan syirik terlebih dahulu harus disingkirkan,
sebab apabila dosa syirik telah hilang dan jiwa raga sepenuhnya tertuju kepada
Allah, kebaikan, perintah-perintah Allah akan terlaksana dan larangan-
larangannya akan ditinggalkan dengan sendirinya.
Apabila tauhid telah dipegang teguh maka terbukalah hati untuk
menerima wahyu tuhan. Karena tauhid merupakan jalan kelepasan jiwa dari
segala ikatan dan bebas dari pengaruh alam, juga perhambaan secara total
kepada sang pencipta Rabbul ‘Alamin. Sedangkan syirik merupakan pandangan
yang mengakui adanya kekuasaan selain tuhan, jiwa budak. Maka setiap masa
diutus para rasul untuk meluruskan tauhid umat manusia agar terbebas dari dosa
besar seperti Ibrahim menghadapi Namrudz, Musa mengahdapi Fir’aun dan
sebagainya.
Berbagai macam bentuk syirik yang diungkap oleh al-Qur’an, bentuk
penyembahan berhala adalah yang paling dicela, disebabkan adanya kenyataan
bahwa penyembahan terhadap berhala adalah bentuk syirik yang paling
mengerikan dan paling merajalela pada waktu datangnya Islam. Berhala bukan
hanya disembah juga dianggap bisa mendatangkan kemalangan dan
keuntungan. Firman Allah :
“Ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik), dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak
menyembah mereka melainkan mereka supaya mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya”, “sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 28dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada pendusta dan sangat ingkar”. (Q.S. az-Zumar : 3)
Pada zaman sekarang, sebagian kaum menyembah berhala modern juga
mengemukakan dalih seperti di atas, mereka berkata patung itu hanya digunakan
untuk memusatkan perhatian (konsentrasi). Artinya dengan menghadap patung
itu ia dapat memusatkan pikiran dalam tafakurnya kepada Tuhan. Di samping
penyembahan kepada berhala, al-Qur’an juga melarang memberikan sesaji
dengan anggapan bahwa sesaji itu akan sampai kepada Tuhan, padahal
sebenarnya tidak sampai, melainkan hanya kepada berhala-berhala itu. Firman
Allah :
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah diciptakan Alla, lalu mereka berkata sesuai dengan perkiraan
mereka : “ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian yang
diperuntukkan berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah dan sesajen
yang disampaikan kepada Allah, maka sajian itu hanya sampai kepada berhala-
berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka”. (Q.S. al-An’am : 136).
Bentuk syirik yang lain juga diungkapkan dalam al-Qur’an, ialah
penyembahan terhadap benda-benda alam. Firman Allah :
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah ialah malam, siang,
matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan bulan, tetapi
bersujudlah kepada Allah yang menciptakan-Nya, jika kamu hanya kepada-Nya
saja menyembah”. (Q.S. Fushilat : 37)
al-Qur’an melarang penyembahan terhadap matahari dan bulan, ini bukan
saja berlaku bagi benda-benda langit, melainkan bagi semua kekuatan alam
yang sebenarnya sering diungkapkan oleh al-Qur’an untuk melayani kembutuhan
manusia, sebagai khalifah di bumi.
Bentuk syirik yang lain dikecam oleh al-Qur’an ialah bahwa Allah
mempunyai anak laki-laki atau perempuan. Kaum Arab Jahiliyah mengaku
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 29dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
bahwa Allah mempunyai anak perempuan, sedang agama Nasrani mengajarkan
bahwa Allah mempunyai anak laki-laki . Seperti firman Allah :
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci
Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai
(yaitu anak laki-laki)’. (Q.S. an-Nahl : 57).
Itulah sebabnya al-Qur’an pada awalnya tidak memperkenalkan Tuhan
kepada nabi Muhammad Saw. bukan sebagai Allah., tetapi sebagai Rabbuka.
Hal ini untuk menggaris bawahi wujud Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat
dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya. Lebih jauh lagi, tidak
digunakannya kata “Allah” pada pada wahyu-wahyu pertama itu adalah dalam
rangka meluruskan keyakinan kaum musyrik, karena mereka juga menggunakan
kata “Allah” untuk menunjuk kepada Tuhan, namun keyakinan mereka tentang
Allah berbeda dengan keyakinan yang diajarkan oleh Islam.
Mereka misalnya beranggapan bahwa ada hubungan antara “Allah”
dengan jin (Q.S. ash-Shafaat : 158), dan bahwa Allah memiliki anak-anak wanita
(Q.S.al-Isra’ : 40) serta manusia tidak mampu berhubungan dan berdialog
dengan Allah, karena Dia demikian tinggi dan suci, sehingga para malaikat dan
berhala-berhala perlu disembah sebagi perantara-perantara mereka dengan
Allah (Q.S. az-Zumar : 3)
6. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Al-Qur’an memiliki konsep dalam rangka untuk mencapai masyarakat,
bangsa, manusia dan dunia sejahtera menuru versi Islam adalah sejahtera
lahiriyah bathiniyah, materiil dan spirituil, manusia yang utuh secara totalitas,
sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’’ ada tanda (kekuasaan tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri (kepada mereka dikatakan) : “Makanlah olehmu dari rizki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 30dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah tuhan Yang Maha Pengampun”
(Q.S. as-Saba’ : 15)
Pada surat al-Baqarah : 201 lebih ditegaskan lagi,
Dan diantara mereka ada yang berdo’a : Ya tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Dapat hidup damai, santai dan bebas dari rasa takut dan cemas,
termasuk disinggung oleh al-Qur’an sebagai unsur sejahtera yang harus
diusahakan, sebagaimana firman Allah :
……Berjalanlah kamu dalam negara itu baik malam maupun siang dalam
keadaan aman, sentosa, bebas dari rasa takut dan dengan aman (Q.S. Saba’ :
18).
Bila kita kumpulkan unsur-unsur sejahtera menurut versi al-Qur’an
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan rohani karena cukup kesempatan (waktu, tempat, kebebasan)
untuk bakti kepada Allah (hablum Minallah) di jelaskan dalam surat az-
Zumar : 23.
b. Adanya kemampuan dan fasilitas untuk mengerjakan ibadah kepada tuhan
termasuk menunaikan ibadah haji dan zakat.
c. Keserasian hubungan antar individu, antar keluarga, masyarakat dan
bangsa. Firman Allah, “Ya Allah jadikanlah kehidupanku dengan
isteriku/suamiku dan anak-anakku qurrata a’yun (ketentraman mata,
kesejukan pandangan dan suasana)”.
d. Sehat jasmani dan rohani.
e. Cukup sandang dan pangan. “Sungguh Allah melimpahkan rizkinya (pangan)
yang melimpah ruah (Q.S. Nuh: 11)
f. Adanya jaminan hukum dan hak asasi, “Allah akan memantapkan landasan
hukum dalam kamu beragama dan hendaknya dibebaskan tiap-tiap manusia
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 31dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
dari rasa takut dan jaminan hukum sebebas-bebasnya dalam ibadah
kepada-Ku”. (Q.S. an-Nur : 55)
g. Keleluasaan tersedianya fasilitas pendidikan dan adanya kesempatan kerja
yang seuai dengan bakatnya tanpa diskriminasi. “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kepadamu memberikan amanat (kesempatan kerja kepada
orang-orang yang berhak (mampu) melaksanakannya) (Q.S. an-Nisa' :’58).
Norma-norma di atas bukanlah konseptual utopis, bukan khayalan, bukan juga
barang yang diharapkan jatuh dari langit, tetapi al-Qur’an memberikan syarat
dalam usaha mencapai target konsepsi masyarakat sejahtera tersebut melalui
cara-cara ilmiah rasional.
7. Hubungan Manusia dengan Manusia.
Islam dengan ajaran yang dibawanya, bertujuan menwujudkan
kesejahteraan (kemashlahatan) hidup dan kehidupan manusia. Kesejahteraan
yang dikehendakinya itu, adalah kesejahteraan yang utuh, material dan spiritual,
duniawi dan ukhrawi baik bagi individu maupun kehidupan kolektif masyarakat.
Oleh karena itu, keadailan sebagai sentral terwujudnya kesejahteraan
merupakan salah satu tema yang berulangkali diserukan dalam al-Qur’an.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah menjadi saksi dengan adil,
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Maidah : 8)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila hendak menetapkan
suatu hukum diantara manusia suapaya kamu menetapkan dengan adil .
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. an-Nisa’
: 58).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 32dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Memang, keadilan merupakan permasalahan yang mendasar dan
langsung menyentuh status, eksistensi, harkat dan hak-hak sosial bagi hidup dan
kehidupan manusia. Karena itu, seberapa jauh keadilan itu dapat ditegakkan
atau justeru diacuhkan, maka sejauh itu pula kesejahteraan atau penderitaan
sosial akan dirasakan. Nabi Muhammad SAW yang oleh Allah dinyatakan
sebagai rahmat bagi seluruh alam (Q.S. al-Anbiya” : 107), meletakkan
kesejahteraan yang memperoleh perhatian cukup intents di dalam al-Qur’an
sebagai sesuatu yang sangat diutamakan. Realitas kehidupan yang diluputi
ketidakadilan pada masyarakat Mekkah jahiliyah, jelas telah meruntuhkan nilai-
nilai kemanusiaan, kesejahteraan dan keadilan sosial mereka. Muhammad SAW
dengan kemampuan intelektual, kebersihan jiwa, keluhuran budi pekerti, selalu
berfikir dan berusaha untuk menemukan jalan keluarnya. Sejarah mencatat,
bahwa pada periode tersebut beliau banyak sekali mencurahkan waktu, pikiran
dan upaya untuk kepentingan tersebut.
Di dalam menghadapi kultur sosial kehidupan jahiliyah yang sudah
merasuk ke seluruh aspek dan jaringan kehidupan masyarakat Makkah ketika itu,
Islam yang menjadikan kesejahteraan umat manusia sebagai tujuan
kehadirannya, mengangkat pertama kali sebagai fokus permasalahannya yang
serius ialah, masalah keberagamaan dan sistem sosial (khususnya di bidang
ekonomi). Kedua aspek tersebut merupakan kunci-kunci penentu dan sentral
bagi terwujudnya atau tidaknya kesejahteraan hidup manusia. Karena itu periode
awal kenabian Muahmmad SAW, al-Qur’an mencela dua macam aspek yang
saling berhubungan erat di dalam masyarakat tersebut : 1. polyteisme yang
merupakan gejala segmentasi masyarakat dan 2. ketimpangan perekonomian
yang ditimbulkan oleh serta yang menyuburkan perpecahan yang sangat tidak
diinginkan diantara sesama manusia. Memang terhadap permasalahan yang
menyangkut harta benda (ekonomi), al-Qur’an memberi perhatian khusus. Dalam
masalah harta warisan misalnya, al-Qur’an menyajikan sedemikian rinci seperti
dalam surat an-Nisa’ : 10-12 dan 176 bila dibandingkan dengan dan
memperhatikan keseluruhan ajaran (ayat-ayat) yang dibawanya lebih banyak
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 33dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
bersifat global. Di dalam surat al-Fajr yang tergolong dalam kelompok Makkiyah,
dikatakan :
“Manusia, apabila tuhan memujinya dengan dimuliakan dan dengan
kesenangan, maka dia berkata:”Tuhanku telah memuliakan aku.”Sedang apabila
tuhan mengujinya dengan membatasi rizkinya maka dia berkata: ‘Tuhanku
menghinakan aku.”sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak
memuliakan anak yatim ; dan kamu memakan harta pusaka dengan cara
mencampuradukkan (yang hak dan yang bathil); dan kamu mencintai harta
benda dengan kecintaan yang berlebih-lebihan”. (Q.S. al-Fajr : 15-20).
Kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda yang dikecam d
dalam surah tersebut di atas, karena selain bisa menimbulkan keserakahan dan
ketidak pedulian sosial, terutama akan menempatkan posisi harta benda tersebut
sebagai yang dicntai, setidaknya-tidaknya sejajar dengan bahkan bisa melebihi
dibandingkan dengan keharusan kecintannya kepada tuhan. Bila demikian, maka
permasalahan persoalan sosial ekonomi yang dengan adanya atau tidak adanya
kesejahteraan hidup manusia, bukan sekedar permasalahan sosial atau moral,
tetapi langsung terkait dan sangat erat mengacu pada permasalahan teologis. Di
situlah terdapat hubungan erat antara sikap beragama dan masalah sosial.
Karena itu al-Qur’an dengan tegas mencela polyteisme dan ketimpangan
perekonomian, sebagaimana diungkapkan di atas. Lebih dari itu terdapat
keserakahan dan ketidakpedulian sosial, al-Qur’an memandangnya sebagai
sikap mendustakan agama sekalipun terhadap-orang-orang yang tekun dan
konstan melaksanakan shlat (Q.S. 107: 1-7). Namun sebagaimana kita ketahui
Islam sama sekali tidak melarang untuk berusaha dan mencari kekayaan.
Bahkan Islam mendorong umatnya agar giat bekerja dan memandang kekayaan
sebagai karunia dan kebaikan dari Allah (Q.S. 62: 10; 22 : 11)
Kesejahteraan umat Islam sebagai yang dituju oleh Islam, yang akan
terealisisr dengan adanya sikap dan prilaku adil dan keadilan, adalah
kesejahteraan dalam arti seluruhnya dan bukan dalam keadilan, adalah
kesejahteraan dalam arti seluruhnya dan bukan dalam keadilan ekonomi saja.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 34dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Jadi, kalau di atas dibicarakan masalah keadilan sosial ekonomi, hal itu hanya
merupakan salah satu aspek saja dan al-Qur'an memang berulangkali
menyorotinya secara tajam. Permasalahan ekonomi merupakan permasalahan
sensitif serta menimbulkan sikap keserakahan dan ketidakpedulian sosial.
Karena itu al-Qur’an menganjurkan menempatkan status, peranan dan fungsi
harta benda ke tempat yang sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan kecintaan
yang berlebihan dibandingkan dengan kecintaannya kepada tuhan.
Keadilan memang mencakup seluruh aspek kehidupan dan keberadaan
manusia. Dengan tegaknya keadilan, manusia baik sebagai individu maupun
bersama-sama akan memperoleh hak dan kebebasan, selain kewajiban-
kewajibannya tentunya sebagai potensi diri yang dianugerahkan tuhan
kepadanya. Karena itu, perbudakan, tindakan mengeksploitasi orang-orang
lemah, ketidakpedulian terhadap anak yatim dan orang-orang miskin serta yang
senafas dengan itu, sama sekali tidak dibenarkan oleh Islam. Dengan kata lain,
keadilan menghendakinya adanya persamaan antara sesama manusia. Karena
itu, di dalam upaya mengadakan pengkajian nilai-nilai teologis terhadap
hubungan manusia dengan sesamanya, barangkali harus berangkat dari suatu
postulat, bahwa manusia adalah umat yang satu dan berada dalam kesatuan
atau keesaan (ummatan wahidah). Yakni, manusia berada dalam keesaan
kemanusiaan, keesaan penciptaan, keesaan dalam memperoleh petunjuk
(agama) dan keesaan tujuan (dalam memperoleh kesejahteraan yang diridhai
Allah). Bila demikian, maka keadilan merupakan syarat mutlak dan modal utama
bagi keberhasilan pembangunan manusia seutuhnya.
Tuhan, manusia dan alam semesta, merupakan kesatuan konsepsi
teologis. Manusia sebagai abdi-Nya harus hidup utuh tauhidi. Karena itu,
manusia sebagai abdi sekaligus dinyatakan sebagai khalifah-Nya (Q.S. al-
Baqarah: 30) dan (Q.S. al-An’am : 165) dan sebagainya. Manusia harus tetap
konsisten berkeimanan di dalam seluruh aktivitasnya agar harta benda dan anak
keturunan tidak menjadikan manusia lupa untuk berzikir kepada-Nya (Q.S. al-
Munafiqun: 9). Lebih dari itu manusia di dalam giat mencari kekayaan harta
benda serta menikmatinya, jangan sampai melebihi daripada keharusan
kecintannnya kepada tuhan (Q.S. al-Baqarah : 165). Dari beberapa pokok
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 35dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
pembicarann ayat-ayat di atas dapat diambil pengertian, bahwa aktivitas manusia
tidak terlepas dari nilai ke-Tuhanan, baik dalam proses, pengelolaan maupun
penggunaannya.
Selanjutnya, manusia dalam hubungan dengan antar sesamanya
dinyatakan, bahwa manusia itu sama, kecuali karena sikap ketaqwaannya (Q.S.
al-Hujurat : 13). Memang, manusia adalah sama dan satu serta berada dalam
kesatuan (keesaan) yaitu keesaan penciptaan, keesaan kemanusiaan, keesaan
dalam memperoleh petunjuk (agama) dan keesaan tujuan (tujuan memperoleh
kesejahteraan yang diridhoi Allah). Dengan demikian berarti, bahwa manusia
tidak beradu otoritas sesamanya, kecuali hanya tunduk dan taat kepada tuhan.
Kalau dikatakan manusia yang satu berbeda dengan manusia lainnya, bukan
berarti karena kemanusiaannya, melainkan karena kelebihan yang satu daripada
yang lain, dengan ketaqwaan dan ilmu pengetahuannya. Di atas dasar-dasar
inilah, agama menekankan adanya keadilan, sebagai modal utama bagi
terwujudnya kesejahteraan ummat manusia. Karena itu, pembangunan yang
tetap berlandaskan nilai ke-Tuahanan, adalah pembangunan yang berkeadilan,
baik dalam proses, pengelolaan maupun pemerataan hasil-hasilnya.
Jadi kalau di atas diungkapkan mengenai keesaan aqidah, keesaan
ibadah dan keesaan mu’amalah, adalah segala aktifitas manusia, baik dengan
sesamanya maupun dengan lingkungannya, yang di dalamnya selalu
berlandaskan kepada ajaran dan diyakini adanya hubungan dengan tuhan.
Dengan keesaan mu’amalah dalam beraktivitas sosial itulah tentunya segala
sesuatu yang dihasilkan tidak menghilangkan (mengaburkan) tujuan dan hikmah
tuhan menciptakan ciptaan-ciptaan-Nya. Selain itu, kalau diakui manusia bebas
dari otoritas sesamanya dan berada dalam keadilan dan kebaikan, maka
keterbelakangan, kebodohan dan kemelaratan yang terdapat di sementara umat,
hal itu bukan kehendak (yang dikehendaki) dan perbuatan tuhan, melainkan
karena manusia itu sendiri, serta penyebabnyapun dicari di dalam kehidupan
antar sesamnya. Oleh karena itu, pembangunan adalah pembangunan yang
berkeadilan dengan segala perwujudannya.
Akhirnya, kalau manusia dikatakan sebagai khalifah di atas bumi, dengan
tugas sebagai pemakmuran dan dalam hubungannya dengan keesaan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 36dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
mu’amalat, maka berarti manusia adalah tuan yang menguasai, bukan budak
yang dikuasai materi. Disitu manusia berada dalam keterlibatannya sosial
budaya yang meminta perhatiannya, agar proses, pengelolaan dan penggunaan
hasil-hasilnya selain bermakna duniawi sekaligus ukhrawi. Dengan demikian, ia
adalah tuan dan terangkat derajatnya melebihi malaikat sekalipun. Hal ini tidak
lain karena di dalam segala aktifitas pengelolaannya itu tidak lepas dari benturan
nilai-nilai. Karena itu semua, maka pengeloaan yang bernilai berke-Tuhanan
itupun harus mampu menempatkan manusia pada posisi semula, yaitu sebagai
khalifah, yaitu tuan di atas dunianya. “Maka tatkala Sulaiman melihat singasana
itu terletak di hadapannya, iapun berkata, ini termasuk karunia tuhanku untuk
mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)….”
(Q.S. an-Naml : 40).
8. Hubungan Manusia dengan Alam
Keinginan manusia yang tidak pernah puas terhadap apa yang sudah
dimiliki, mendorong manusia untuk selalu berupaya dan berusaha untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun kadang-kadang melebihi apa yang
sebenarnya diperlukan. Upaya dan usaha manusia tersebut disadari apa tidak,
sering menimbulkan pengaruh yang saling kait mengait yang tidak pernah
berhenti itulah, yang kini disebut masalah lingkungan hidup yaitu lingkungan
manusia dengan alam di sekitarnya maupun secara global.
Peminat masalah lingkungan selalu dalam keadaan senang sekaligus
cemas. Hati senang melihat hasil pembangunan yang membawa kesejahteraan,
tetapi di saat yang sama hatinyapun risau dan cemas melihat tlingkungan hidup
yang tergannggu. Sungai, gunung, burung, gajah, harimau dan lain-lain sudah
lama hidup secara turun temurun tanpa gangguan. Namun setelah tangan dan
ulah mansuia muncul, mengolah dan merubah sumber alam untuk keperluan
hidupnya tanpa mempertimbangkan akibat sampingan dan pengaruh negatifnya
terhadap lingkungan, maka alam menjadi rusak, dan hilanglah keindahannya dan
hilang pula kegunaannya bagi manusia.
Manusia memang makhluk yang paling banyak cerita kesulitannya.
Keluar dari kesulitan, memasuki kesulitan yang lain, namun demikian, manusia
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 37dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
adalah makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap dirinya, terhadap alam
atau lingkungan hidupnya, kepada Allah yang menitahnya.
Agama yang berfungsi agar manusia menjadi bermakna dan bertujuan,
mempunyai peranan penting dalam mencapai kebahagiaan hidup abadi. Setiap
orang tanpa kecuali selalu ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.
Banyak teori yang mengemukakan tentang kebahagiaan, mulai dari pemenuhan
kebutuhan materi sampai pemenuhan kebutuhan seksual. Tetapi semua itu
menunjukkan kenyataan jalan buntu. Untuk itu seorang yang sudah sampai
waktunya menyadari bahwa kebahagiaan abadi itu dapat dicapai dengan
memalui agama. Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia. Agama
juga memberikan motivasi dan tujuan hidup manusia.
Agama yang berdimensi dunia akherat, tentu saja mempunyai pedoman
dasar yang fundamental yang bersifat universal. Tetapi disamping itu peraturan-
peraturan agama mempunyai ide perkembangan yang evaluatif. Jadi akan
selaras dengan keadaan seluruh tempat dan masa. Kaitannya dengan
permasalahan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan hidupnya,
agama mempunyai konsep-konsep pemecahannya sesuai dengan ajaran yang
ada dalam kitab suci.
Daftar Pustaka
Abd. Muin Salim (1994) Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al- Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abdul Qadim Zallum. (2001) Pemikiran Politik Islam: Mengemukakan Ketinggian Politik Islam,Terj. Abu Faiz, Bangil: Al-Izzah
Abdurrahman Mas’ud, (2003), Islam dan Peradaban (pengantar), dalam Samsul Munir Amin.
Abu al-Husein ibn Faris Ibn Zakaria (1972) Mu'jam Maqayis al-Lughat, Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi
Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, (2003), As-Sirah An-Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar.
---------------------------------------------, (2008), Madza Khasrul Alam bil Khittathil Muslimin, Dar al-Fakr, Beirut, Libanon.
Achmad Mubarok, (2000), Solusi Kritis Keruhanian Manusia Modern: Jhra dalam Al-Qurart, , Jakarta: Paramadina,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 38dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Ali Gharishah, (tt), Metode Pemikiran Islam, Bandung: Gema Insani Pres. Amin Noersyam,( tt), Keajaiban Hati, Gresik: Bintang Pelajar, Amin, Samsul Munir, (2009), Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1,
cet.1, Jakarta: Amzah. Amir Mualim dan Yusdani, (2001) Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam.
Yogyakarta: UII Press,. Ansary, Abdou Filali, (2009), Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke
mana?, terj. Machasin, Bandung : Mizan. Anwar, Syamsul, (2006), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Artani Hasbi, (2001) Musyawarah dan Demokrasi, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
Asy-Syahrastani, (2003), Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, Beirut, Libanon. Azhar, Muhammad, (2003), Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY,
Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi. Bahtiar Effendy, (2001) Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama. Negara,
dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press, ---------------------. (1999) (Re)polilisasi Islam: Pernahkan Islam Behemi Berpolitik?
dalam Abu Zahra (ed), Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religius di Indonesia, (Bandung: Pustaka Hidayah.
Dawam Raharjo, (1987) Insan Kami/, Konsep Manusia Menurut Islam, Jakarta: Temprit,
Deliar Noer.(1982) Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta: Rajawali, DEPAG, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam
sPada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, 2002 Departemen Agama RI, (1996), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial Dan
Politik. Jakarta -----------------------------, (2000), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta ------------------------------, (1998) Suplemen Buku Daras pendidikan Agama Islam
Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta Endang Saifuddin Anshary, (1980), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Fachruddin M. Mangunjaya, (2006), Hidup Harmonis dengan Alam, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesi, Fata, A. K. (2014). Teologi lingkungan hidup dalam perspektif Islam. Ulul Albab,
15(2), 131-147. Fawa’id, Ahmad,dkk, (2006), NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih,
Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Fuad Kauma, (2003), Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, Bandung: Hikmah
H. Abdoer Raoef, (1970) .Alqur,an Dan Ilmu Hukum. Jakarta: Bulan Bintang, Hamdan Mansoer, Uswatun Hasanah, Mujilan, Djaelani Husnan, Syahidin, dan
Cecep Alba, (2004), Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 39dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Hamzah Ya’qub, (1996), Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung : CV. Diponegoro
Hanafi, Hassan, (2000) Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Jakarta : Paramadina.
Hodgson, Marshal G.S, (2002), The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.
Husain Mazhahiri, (tt) Pintar Mendidik Anak, Jakarta: Lentera Basritama Iberani; Mengenal Islam, (2003) .jakarta: Elkahfi, Ibn Mandzur. (1968) Lis an al-'Arab, Beirut: Dar Shadr, vol. IV. Imam Ahmad bin Hanbal, (tt.),, Musnad Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Beirut:
Darul Fikri. Imam al-Ghazali, (1992), Ihya ‘Ulumiddin, Jil. 5, Semarang: Asy-Syifa’ Irawati Istadi, (2003), Mendidik Dengan Cinta, Jakarta: Pustaka Inti Jujun Suriasumantri, (1998), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Kaelany H. D. (2005). Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi
Aksara. Karim, M. Abdul, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2
Yogyakarta : Pustaka Book Publisher. Kasmiran Wuryo Sanadji, (1985), Filsafat Manusia, Jakarta: Erlangga,
Komaruddin Hidayat,"Agama dan Kegalauan Masyarakat Moden dalam Nurcholish Madjid et.al (2000)., Kehampaan Spiritual Masyarakat Moder Jakarta: Media Cita, , Komisi Pemberantasan Korupsi, (2006), Memahami Untuk Membasmi; Buku
Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lili Rasyid dan Arief Sidharta, (1989) Filsafat hukum Mazhab Dan Refleksinya. Bandung: Remaja karya,.
M. Abdul Karim, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.
M. Alaika Salamulloh, (2003) Menyempurnakan Akhlak : Etika Hidup sehari-hari Pribadii Muslim, Yogyakarta : Penerbit Cahaya Hikmah,
M. Deden Ridwan, (1999) Perubahan Politik dan Kebangkitan Peran Umat Islam dalam Nurcholish Madjid et.al.
M. Quraish Shihab, (1999) Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung : Mizan,
-----------------------------, (1999) Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Dalam Ouran dan Sunnah, Jakarta: Lentera Hati, ,
----------------------------, (1999), Tafsir Al Misbah, Jakarta: Republika M. Yatimin Abdullah, (2007) Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta :
AMZAH, Mahmud Syalthut dan Ali As-Sayis, (2000) .Fiqih Tujuh Madzhab, edisi Bahasa
Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, Mansur, (2004), Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Global
Pustaka Utama.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 40dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Marshal G.S Hodgson, (2002) The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.
Maulana Muhammad Ali, (1996) Islamologi. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah,. Maurice Bucaille, (1989), Asal-Usul Manusia, Menurut Bibel, Al-Ouran dan
Sains,, Bandung: Mizan. Mehdi Nakosteen, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,
Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.
Mohamed A. Khalfan, (2004), Anakku Bahagia Anakku Sukses, Jakarta: Pustaka Zahra.
Mohammad Daud Ali, hukum Islam; (1999) Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,.
--------------------------, Pendidikan Agama Islam. (2000) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,.
Mohammad Tahir Azhary, (1992) Negara Hukum: Suatu studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari segi hukum Islam, implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Jakarta: Bulan Bintang,.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, (1969) Ruh al-lslam, Kairo- Isa al-Babi al Halabi.
Muhammad iqbal, (1981). The Reconstruction of Religios Thought in Islam, India: Labqi Fine Art Press,
Muhammad, A. S., Muhammad, H., Mabrur, R., Abbas, A. S., Firman, A., Mangunwijaya, F. J., Pasha, K. I. B., & Andriana, M. (2006). Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Jakarta: Conservation International Indonesia.
Mustafa Zahri, (1976), Kunci Memahami Tasawwuf, Surabaya: Bina Ilmu, Nabiel Fuad Almusawa, (2005) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi,
Bandung, Syaamil Cipta Media,. Nakosteen, Mehdi, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,
Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.
Nasir, Ridwan, (2006), Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.
Nasr, Seyyed Hossein, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.
Nurcholis Madjid. (1999). Menuju Masyarakat Madani ”dalam Sudarno Shobron” dan Mutohharun Jiran (Ed) Islam, Masyarakat Madani, dan demukrasi hal. 153-165. Surakarta: Muhammadiyah Univ. Press.
Nurul Zuriah, MSi, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta : Bumi Aksara
Pope, Jeremy, (2003), Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional, (terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Qamarul Hadi.S, (1981) Membangun Insan Seutuhnya: Sebuah Tinjauan Antropologi, Bandung: Al-Ma'arif, ,.
Rohiman Notowidagdo, (1996), Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Ouran dan Hadits, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 41dari 41
Tanggal Terbit 27 Februari 2017
Saefuddin, AM, (1998), Epistemologi Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Said Ramadlan al-Buthi, (2003), Fiqhus-Sirah, Dar al-Hadits, Damaskus Saifuddin. AM., (1990) Desekuralisasi: Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung:
Mizan, , Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1
(Jakarta: Amzah. Sayyid Abdullah Husain. (1994), Menembus Dinding Rahasia Jin, Surabaya:
PT.Bungkul Indah, Sayyid Quthb (1975).. Fi Zhilal Al-Quran. Beirut: Darul Syuruq, Jilid VI, Juz 27,
Seyyed Hossein Nasr, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.
Shahih Bukhari, (1993), Terj., Jil. 8, Semarang: Asy-Syifa’, 1993 Sulaiman Rasjid, (1976) Fiqh Islam, Jakarta, Attahiriyah,. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, (1975) Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan
Bintang,. -------------------------------, (1980) Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang,. Tim Dosen PAI UNY (2002). Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press. Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Malang. (2009).
Aktualisasi Pendidikan Islam; Respon Terhadap Problematika Kontemporer. Malang: Hilal Pustaka Surabaya.
Tobroni dan Svamsul Arifm, (1994) Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Rejleksi Untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan. Yogyakarta: Sipress.
Umari, Akram Dliya (1995). Madinah Society at the Time of the Prophet. Virginia: The Ienternatioal Institut of Islamic Thought.
Widiyanta, A. (2005). Sikap terhadap lingkungan dan religiusitas. Psikoogia. Yunahar Ilyas, (2005) Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yusuf Qardhawi (2000).. Merasakan Kehadiran Tuhan, Terj. Jazirotul Islamiyah.
Yogyakarta: Mitra Pustaka. Cet. II,