aqidah ُةﺪَْﻘِﻌَْﻟَا - kimia.unnes.ac.idkimia.unnes.ac.id/kasmui/pai/book/1....

11
Aqidah Akidah (Bahasa Arab: ُ ةَ ْ ِ َ ْ َ ا; transliterasi: al-'Aqiydah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Menurut Zaid Bin Aslam berpendapat yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, bahwa aufu bil uqud ada enam. 1. Aqdullah (perintah dan larangan Allah) 2. Aqdul hilf (perjanjian persekutuan suku) 3. Aqdul bai (perjanjian jual beli) 4. Aqdun nikah (perjanjian perkawinan atau aqad perkawinan) 5. Aqdul yamin (perjanjian sumpah). Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, akad (perjanjian) ada empat: 1. Perjanjian dengan Allah. SWT; 2. Perjanjian dengan sesama manusia; 3. Perjanjian dengan diri sendiri; 4. Perjanjian yang halal. Kata “al-uqud” adalah jamak dari kata “aqad” yang pada mulanya berarti mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi baginya dan tidak terpisah dengannya.

Upload: tranlien

Post on 27-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Aqidah

Akidah (Bahasa Arab: العق�دة; transliterasi: al-'Aqiydah)

dalam istilah Islam yang berarti iman.

Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah.

Menurut Zaid Bin Aslam berpendapat yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, bahwa aufu bil uqud ada enam. 1. Aqdullah (perintah dan larangan Allah) 2. Aqdul hilf (perjanjian persekutuan suku) 3. Aqdul bai (perjanjian jual beli) 4. Aqdun nikah (perjanjian perkawinan atau aqad perkawinan) 5. Aqdul yamin (perjanjian sumpah). Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, akad (perjanjian) ada empat: 1. Perjanjian dengan Allah. SWT; 2. Perjanjian dengan sesama manusia; 3. Perjanjian dengan diri sendiri; 4. Perjanjian yang halal.

Kata “al-uqud” adalah jamak dari kata “aqad” yang pada mulanya berarti mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi baginya dan tidak terpisah dengannya.

Pondasi akidah Islam didasarkan pada hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, ihsan dan peristiwa hari akhir.

'Umar bin al-Khaththab berkata, 'Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam, kemudian ia berkata, 'Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam? ' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam

menjawab: "Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata, 'Kamu benar.'

Umar berkata, 'Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.'

Dia bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ' Beliau menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk." Dia berkata, 'Kamu benar.'

Dia bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu? ' Beliau menjawab: "Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Dia bertanya lagi, 'Kapankah hari akhir itu? ' Beliau menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya."

Dia bertanya, 'Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? ' Beliau menjawab: "Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan." Kemudian dia bertolak pergi.

Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata; "Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?" Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau bersabda: "Itulah jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian'."

Etimologi

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata

1) al-'aqdu ( العقد) yang berarti ikatan,

2) at-tautsiiqu ( الت�وثیق) yang berarti kepercayaan atau keyakinan

yang kuat,

3) al-ihkaamu ( حاكم� yang artinya mengokohkan (اال

(menetapkan), dan

4) ar-rabthu biquw-wah ( ة بط بقو� yang berarti mengikat dengan (الر�

kuat.

Menurut istilah (terminologi):

Akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah

1) keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepadaNya,

2) beriman kepada para malaikatNya, 3) rasul-rasulNya, 4) kitab-kitabNya, 5) hari Akhir, 6) takdir baik dan buruk dan 7) mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang

prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), 8) perkara-perkara yang ghaib, 9) beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus)

dari salafush shalih,

10) serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.[3]

Pembagian akidah tauhid

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat.

Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

Tauhid Al-Uluhiyyah, (al-Fatihah ayat 5 dan an-Nas ayat 3) mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.

(Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku)

(Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.)

Tauhid Ar-Rububiyyah, (al-Fatihah ayat 2, dan an-Nas ayat 1)

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Rabb manusia) Yang menciptakan dan Yang memiliki mereka; di sini manusia disebutkan secara khusus sebagai penghormatan buat mereka; dan sekaligus untuk menyesuaikan dengan pengertian Isti'adzah dari kejahatan yang menggoda hati mereka.

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (Al-Baqarah:21)

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (Al-Baqarah:22)

Jadi, tauhid rububiyyah adalah mengesakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.

Tauhid Al-Asma' was-Sifat, mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan

kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah.

Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[5]

("Kamu berdua tidak menyembah yang selain-Nya) selain Allah (melainkan hanya menyembah nama-nama yang dibuat-buat) yaitu kalian namakan mereka berhala-berhala (oleh kalian dan nenek moyang kalian sendiri, Allah tidak menurunkan tentang nama-nama itu) untuk disembah (suatu keterangan pun) hujah dan argumentasi. (Tiada lain) tiadalah (keputusan itu) kepastian itu (hanya kepunyaan Allah) semata (Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah) yakni agama tauhid itulah (agama yang lurus) agama yang mustaqim (tetapi

kebanyakan manusia) orang-orang kafir (tidak mengetahui.") apa yang bakal menimpa mereka, yaitu berupa azab; mereka benar-benar orang-orang yang menyekutukan-Nya.

Tauhid adalah inti dakwah semua Nabi dan Rasul, perhatikan ayat-ayat berikut:

(Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu,

agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan". Hud: 25-26)

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"

Surat 3:18 Surat 22:72-73 Surat 39:67

Catatan kaki

1. ^ Lisaanul 'Arab (IX/311:ــد .karya Ibnu Manzhur (wafat th (عق711 H) t dan Mu'jamul Wasiith(II/614:ــد .(عق

2. ^ Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah. 3. ^ Lihat Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal.

11-12) oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql, cet. II/ Daarul 'Ashimah/ th. 1419 H, Aqiidah Ahlis Sunnah wal

Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil 'Aqiidah oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql.

4. ^ Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah A. Masykur Mz, Penerbit Darul Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420H/Juni 1999M

5. ^ Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M.

Referensi

Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Kitab Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql, 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil 'Aqiidah oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql.