purakasastra edisi 8

41
Purakasastra | JUNI 2016 1

Upload: purakasastra

Post on 02-Aug-2016

246 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Drama merupakan salah satu karya sastra. Ia sering dirilis dalam bentuk percakapan atau dialog. Dialog dalam drama merupakan unsur penting dalam pentas. Ia adalah pokok yang tak digugat lagi. Muatan isi dalam drama menampilkan tema yang khas. Para penikmat, (pembaca dan penonton) diajak untuk aktif terlibat. Terlibat dimengerti sebagai penonton yang aktif mendengarkan alur kisah, berusaha ikut merasakan pergulatan para pelakon, menerka ekspresi-mimik dan makna dari drama yang ditampilkan Berkenaan dengan itu, Majalah Purakasastra pada edisi ke VIII, mengambil tema, “DRAMA”. Pada edisi ini, pembaca dihadapkankan pada berbagai ulasan yang menarik, menohok dan menukik tajam. Ada berbagai gagasan, artikel, cerpen dan puisi, yang menyuguhkan refleksi tentang pergulatan realitas hidup manusia. Selamat Membaca !

TRANSCRIPT

Page 1: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 1

Page 2: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 2

Drama merupakan salah satu karya sastra. Ia sering dirilis

dalam bentuk percakapan atau dialog. Dialog dalam drama

merupakan unsur penting dalam pentas. Ia adalah pokok yang tak

digugat lagi. Muatan isi dalam drama menampilkan tema yang khas.

Para penikmat, (pembaca dan penonton) diajak untuk aktif terlibat.

Terlibat dimengerti sebagai penonton yang aktif mendengarkan alur

kisah, berusaha ikut merasakan pergulatan para pelakon, menerka

ekspresi-mimik dan makna dari drama yang ditampilkan

Berkenaan dengan itu, Majalah Purakasastra pada edisi ke VIII,

mengambil tema, “DRAMA”. Pada edisi ini, pembaca dihadapkankan

pada berbagai ulasan yang menarik, menohok dan menukik tajam. Ada

berbagai gagasan, artikel, cerpen dan puisi, yang menyuguhkan

refleksi tentang pergulatan realitas hidup manusia.

Selamat Membaca!

Kami menerima naskah berupa esai, proses kreatif, kritik sastra, cerpen,

puisi, cerita mini, tips menulis, info komunitas, biografi dan opini sastra

cyber.

Silakan kirim naskah anda dengan menyertakan biodata dan foto penulis

melalui email [email protected].

Kata Pengantar

‘Ricky’

Page 3: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 3

EDISI 8 TAHUN II – JUNI 2016

PEMIMPIN REDAKSI : Ricky Richard Sehajun

REDAKTUR PELAKSANA: Ade Junita

DEWAN RUBRIK : Dian Rusdi

Muhammad Ridwan Kholis Nurul Latifah

Alfa Anisa Ellyas Rawamaju

Adi Septa Suganda Zahara Putri

EDITOR : Nurul Latifah Zahara Putri

Ricky Richard Sehajun

DESAIN GRAFIS DAN TATA LETAK : Ade Junita

DESAIN SAMPUL : Ade Junita

Purakasastra adalah majalah sastra

independen yang turut serta dalam usaha

membangun dan mengembangkan dunia

kesusastraan nasional.

Untuk informasi pemasangan iklan, kritik

dan saran silakan layangkan melalui email

[email protected].

Temukan kami di:

Purakasastra @purakasastra Majalah Purakasastra

Majalahpurakasastra purakasastra.blogspot.com

Kontak person: 0852 3346 7893

#Beberapa foto ilustrasi dalam majalah ini diambil dari Google.

Keterangan sampul edisi 8: Judul: Menemukan Penjelmaan Oleh: Ade Junita Media: Photoshop CS5 Ukuran: 670 px X 728 px Resolusi: 72 pixels/inch

Page 4: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 4

CATATAN ANOMALI

Drama 7

KAJIAN SASTRA

Karakter Tokoh dan Alur “Lakon Dilarang

Menyanyi di Kamar Mandi” Karya

Gusmel Riyadh 10

Watak Tokoh Dalam Naskah “Bila Malam

Bertambah Malam” Karya Putu Wijaya 14

PARASASTRA

Si Tangan Emas Dari Indonesia: Arifin C.

Noer 17

PURAKARYA

Cerpen:

Mencari Picolino: Anggita Akai 22

Puisi:

Drama di Kelas Kami Pada Pukul Tujuh

Pagi 24

Pertunjukkan Sayap-Sayap 25

Teater Musim Panas 26

Bukan Perempuan Murahan 27

SASTRA CYBER

Definisi Strukturalis Alur Dalam Drama 29

Perbedaan Drama Dalam Kancah Sastra 31

Mengenal Panggung Dalam Teater 34

Parasastra. Hal. 17

Purakarya. Hal. 22

Sastra Cyber. Hal. 29

Page 5: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 5

Page 6: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 6

Page 7: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 7

rama

merupakan

kristalisasi ide,

rasa, dan imajisinasi

pengarang. Ia tidak

termasuk karya

halusinatif.

Kepentinganya terletak pada aktivitas real

panggung. Aktivitas panggung itu, merupakan

jelmaan kerangka berpikir teks. Ada sebuah teks

yang dijelaskan melalui diaalog, bercampur tata

gerak yang didukung oleh kreativitas ko-

reografi yang menakjubkan. Situasi ketakjuban,

dihasilkan dari persentuhan realitas yang dilihat,

didengarkan, dirasakan dengan suguhan makna

yang diberikan teks atau naskah yang ditulis.

Apa yang ditulis bersumber dari gejolak

dan pampangan realitas. Ia menggugat,

mengeritik sekaligus memberi solusi atas wajah

buram anak -anak pertiwi. Gugatan, kritikan dan

solusi itu dilontarkan di atas panggung.

Lontaran di atas panggung, meluapkan karakter

pertanggungjawaban ilmiah-rasional dari

aplikasi ide, yang kemudian dipentaskan dengan

dialog, gerakan dan eksprasi-mimik.

Demikianlah,

panggung menjadi

tempat

menumpahkan ide

cemerlang dan refleksi rasional-kritis

atas realitas.

Drama mengeksplorasi realitas. Ia

mengemas problematika kehidupan.

Baik susah maupun senang. Bagi seorang

sutradara eksploitasi masalah senang dan susah,

membawa kesenangan tersendiri. Sutradara bisa

memberi inspirasi bagaimana cara mengerti

realitas dengan segala eksisistensinya. Mengerti

realitas, memang ditelusuri dengan berbagai

teknik. Seperti kita mengerti drama politik

manusia Indonesia. Cara mengerti politik

indonesia bukan dalam bingkai drama pentas

seni panggung real. Tetapi dimengerti dalam

kerangka pikir nada analitis bahasa khas drama.

Dalam alur bahasa analitik, terlebih dahulu

menetapkan negara Indonesia sebagai

panggung perrtunjukan drama. Para pelakonnya

adalah pejabat-politikus dan rakyat. Alur teks

dan keteraturan pentas panggung, dikaitkan

unsur hukum sebagai pembanding dalam narasi

drama politik Indonesia.

D

CATATAN ANOMALI

CATATAN ANOMALI

Ada A. Karya: Ade Junita

Buih dan Kenangan. Karya: Pea

Page 8: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 8

Panggung politik Indonesia sangat

dramatis. Ada suguhan drama silang sengketa

yang berakhir menyedihkan. Pun pula adu debat

kebijakan dengan akhir yang membinggungkan.

Konfusius benar, sewaktu dia memgatakan,

“politik itu drama yang sangat misteri“. Kita

tidak tahu persis, bagaimana spiritualitas

seorang politikus. Apa yang menggerakan dia

masuk dalam bingkai politik. Kita hanya bisa

menduga-duga saja. Inilah karakter misteri

drama politik. Dasar yang dipijak tak sepenuh

diketahui khalayak. adegan terakhit kerap kali

mengejutkan penonton (rakyat). Jika politik itu

didasarkan pada jejak uang dan gensi, maka

politik akan kehilangan kesucian. Jika politik

kehilangan kesucian maka politik bisa

memeroduksi banyak manusia berdosa. Lantas,

bicara kesucian, kerjasama, dan kebijaksanaan

hanya dalam tataran imajinasi. Realitas kerap

kali berperan antagonis. Proses kerja politik yg

menampilkan karakter antagonis, memberi cara

berpikir baru soal tata ruang dan tata kelola

negara. Tata ruang dan tata kelola, masing-

masing terarah pada tampilan sistematis menuju

keteraturan, keharmonisan dan kebaikan.

Socrates pernah berujar tentang

kebaikan. Begini dia bilang, “apapun yang

dilakukan oleh manusia, terarah untuk mengejar

kebaikan”. Kebaikan yang dirujuk oleh Socrates,

seolah olah tidak digubris. Apalagi dihayati.

Malah diburuk burakan. Ketidakikutsertaan nilai

kebaikan dalam panggung politik

menghilangkan karakter moralitas dan etika.

Akibatnya, politik menjadi pertunjukan drama

amoralitas dan kata- tindakan tanpa etika.

Drama ini memang dramatis. Ia bisa membawa

haru. Menyertakan tawa dan memberi rasa duka

cita. Para pelakon drama politik, tentu punya

teks sendiri yang menjadi konstruksi gerakan

dan logika panggung. Namun, pentas panggung

politik, kerap kali di luar kerangka teks. Sebab, ia

sekaligus sutradara dan pelakon drama. Berbeda

dengan pentas panggung real. Antara sutradara

dan pelakon, berbeda peran.Pelakon disiplin

dengan aturan teks. Kalaupun berimprovissasi,

ia tidak pernah menghilangkan faktual teks.

Jadi, drama Politik punya kerangka pikir

sendiri, drama panggung juga demikian. Kedua

drama ini, sama-sama memiliki karakter

misterium. ¤ (Ricky/red.)

CATATAN ANOMALI

Simpang. Karya: Pea

Page 9: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 9

ZC. Karya: Pea

Page 10: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 10

Oleh: Putri Bayu Pungkasari

1. Analisis Karakter Tokoh

Dalam Lakon Dilarang Menyanyi di

Kamar Mandi (LDMdKM) karya Gusmel

Riyadh ini di dalamnya terdapat lima

karakter tokoh, yaitu Pak. RT, Hansip, Ibu-

Ibu, Zus dan Lelaki.

Pengidentifikasian tokoh Pak. RT

dalam lakon ini dapat kita ketahui dari

jabatannya. Dilihat dari jabatannnya saja Pak.

RT ini pasti mempunyai sikap wibawa dan

menjadi penengah dalam setiap masalah di

desanya, hal tersebut dapat kita ketahui dari

penggalan percakapannya.

“lho, lho, lho, sabar dulu.

Semuanya harus dibicarakan baik-

baik. Dengan musyawarah,

dengan Mufakat, jangan main

hakim sendiri. Dia kan tidak

membuat kesalahan apa-apa?,...

Banyak penyanyi Jazz suaranya

serak-serak basah, tidak

menimbulkan masalah. Padahal

lagu-lagunya tersebar ke seluruh

dunia.“

Tidak hanya mempunyai sikap yang

berwibawa dan selalu menjadi penengah,

Pak. RT juga mempunyai sikap atau rasa

yang dia tidak mahu menyalahkan

KAJIAN SASTRA

Di Sana. Karya: Pea

Page 11: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 11

seseorang atas sesuatu yang sebenarnya itu

tidak salah, akan tetapi banyak orang yang

menganggap hal itu salah maka hal tersebut

menjadi salah.

“Terlalu! Pikiran sendiri kemana-

mana, orang lain disalahkan.”

“Bukan salah wanita itu dong!

Salahnya sendiri kenapa mesti

membayangkan yang tidak-tidak?

Apa tidak ada pekerjaan lain?”

“Pengalamannya yang panjang

sebagai ketua RT membuat saya

hafal, segala sesuatu bisa disebut

kebenaran hanya jika dianut orang

banyak..., karena dianggap

memang sudah seharusnya.”

“Tidak mungkin, wanita itu tidak

bersalah. Bahkan melarangnya

nyanyi saja sudah keterlaluan. “

Memang tidak mudah menjadi

seorang pemimpin yang harus mengatur

berratus-ratus, bahkan berribu-ribu juta

masyarakat atau warga dengan berbagai

macam tujuan dan berbagai macam fikiran

serta kemauan mereka. Pemimpin harus

tegas dan harus cepat mengambil keputusan

sebelum masalah yang ada tambah runyam.

“Aduh, terimakasih banyak Zus.

Harap maklum Zus, saya cuma

tidak ingin masyarakat menjadi

resah.”

“Begitulah Zus, saya harap Zus

berbesar hati menghadapi semua

ini. Maklumlah orang kampung

Zus, kalau sedang emosi

semaunya sendiri.”

Karakter yang kedua adalah “Zus”

Dia adalah seorang wanita yang

mempunyai kelapangan hati dan sabar

menerima segala sesuatu, serta mau

mengerti sebuah keadaan yang sebenarnya

bukan salahnya. Tapi kesalahan orang lain

saja yang terlalu berlebihan

mengimajinasikannya.

“Baiklah Pak RT, Saya usahakan

untuk tidak menyanyi di kamar

mandi. Akan saya usahakan agar

mulut saya tidak mengeluarkan

suara sedikit pun.”

“Wanita itu lagi-lagi tersenyum

penuh pengertian.”

“Sudahlah Pak, jangan dipikir, saya

mau pindah ke kondominium saja,

supaya tidak mengganggu orang

lain.”

Karakter yang ketiga adalah para lelaki

Dalam lakon ini para lelaki

mempunyai sifat yang negatif, dalam arti

fikirannya jorok dan kelakuannyapun juga

tidak baik. Itu terbukti dari kegemaran

mereka yang selalu di balik tembok ketika

Zus mandi dan fikirannya pun juga

melayang ke hal-hal negatif itu dapat

diketahui dari prolog sebagai berikut.

“Suara wanita itu serak-serak

basah, entah apa pula yang

dibayangkan orang-orang dibalik

tembok dengan suara yang

serak-serak basah itu. Wajah

mereka seperti orang

lupa,...mereka sungguh-sungguh

senang berada disana.”

“Kalau dia menyanyi suaranya sexy

sekali,... aku tidak bisa tidak

membayangkan tubuh yang

begitu penuh dan berisi.

Seandainya tubuh itu kupeluk dan

kubanting ke tempat tidur.

Seandainya ..”

Karakter keempat adalah Ibu-ibu

Cemburu itu memang wajar, tapi

kalau cemburu manjadi iri dan menimbulkan

masalah itu baru tidak wajar. Dalam lakon ini

para ibu-ibu memiliki sifat egois, menilai

seseorang sesukanya dan main hakim

sendiri. Sebenarnya masalah yang timbul itu

bukan dari Zus akan tetapi dari suaminya

KAJIAN SASTRA

Page 12: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 12

sendiri dan para istri yang tidak bisa

menjaga suaminya agar tidak berpaling ke

wanita lain dan juga karena rasa cemburu

yang berlebihan.

“Ya, sampai begitu! Bapak kan

tahu sendiri, suaranya yang serak-

serak basah itu disebabkan karena

apa!

“Karena sering dipakai dong!

“Kami ibu-ibu sepanjang gang ini

sudah sepakat, dia harus diusir!

“Apa Pak RT tidak tahu apa

yang dimaksud dengan adegan-

adegan erotis? Apa Pak RT tidak

tahu dampaknya bagi kehidupan

keluarga?...wanita yang indekost

di tempat ibu Saleha, kehidupan

seksual warga masyarakat harus

terganggu? Sampai kapan semua

ini berlangsung?.”

Karakter kelima adalah

“Hansip”

Dalam lakon ini

hansip juga mempunyai

karakter seperti para lelaki

di atas akantetapi hansip

ini masih mempunyai rasa

hormat terhadap

pekerjaannya. Bukti kalau

hansip masih

menghormati tugasnya

adalah sebagai berikut.

“Pak RT dan

ibu-ibu bentrok

lagi. Sampai

akhirnya, situasi

bisa diamankan

oleh hansip.

Hansip kembali

datang dengan

terengah-engah

setelah berhasil

mengusir ibu-

ibu.”

Sedangkan sifat seperti para lelaki di atas

dapat dilihat dari jawaban hansip atas

pertanyaan yang diajukan Pak. RT.

Pak. RT: Aku tahu, maksudku

kamu membayangkan adegan-

adegan erotis atau tidak kalu

mendengar dia mandi?

Hansip: Iya, Pak.

2. Analisis Alur

Dalam lakon “ Dilarang Menyayi Di

Kamar Mandi” karya Gusmel Riyadh

ceritanya tidak diawali dengan perkenalan

tokoh-tokohnya, melainkan langsung pada

peristiwa demi peristiwa, langsung diawali

dengan paparan situasi awal yang oleh

pengarang diangkat sebagai pendahuluan

untuk masuk ke dalam cerita. Setelah itu

pengarang mengembangkan isi ceritanya

kemudian pengarang mengembangkan

cerita tersebut menuju klimaks dan yang

KAJIAN SASTRA

Seperti. Karya: Pea

Page 13: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 13

terakhir peleraian yang sekaligus sebagai

penyelesaian.

Situasi awal yang oleh pengarang

sebagai pendahuluan untuk masuk ke dalam

cerita adalah adanya rasa ketidaknyamanan

para ibu-ibu kompleks terhadap Zus yang

setiap mandi sambil bernyanyi yang

kemudian mengakibatkan para suami ibu-

ibu tersebut menjadi dingin terhadap para

istri dan sering membayangkan sesuatu

adegan dengan Zus.

IBU-IBU

Bapak boleh tidak percaya, tapi

suara itu telah merugikan

warga di kampung ini

IBU-IBU

Betul Pak, terutama yang sudah

berkeluarga seperti kami.

IBU-IBU

Semenjak suara itu mulai

muncul, kebahagiaan rumah

tangga kami terganggu.

Pengembangan ceritanya adalah

para ibu-ibu menginginkan Zus diusir dari

kampung itu, sedangkan Pak.RT juga tidak

tega, karena itu bukan sepenuhnya salah

Zus. Itu salahnya para suami yang daya

khayalnya terlalu tinggi dan berlebihan.

“Kami ibu-ibu sepanjang gang ini

sudah sepakat, dia harus diusir!”

Sedangkan klimaksnya adalah para

lelaki masih saja terus menguping Zus

mandi, sambil membayangkan sesuatu yang

tidak-tidak. Padahal jelas-jelas para ibu-ibu

sudah seperti orang kebakaran jenggot.

“Dendang kecil itu segera

menjadi nyanyian yang

mungkin tidak teralu merdu

tapi ternyata merangsang

khayalan menggairahkan. Suara

wanita itu serak-serak basah,

entah apa pula yang

dibayangkan orang- orang

dibalik tembok dengan suara yang

serak-serak basah itu. Wajah

mereka seperti orang lupa

dengan keadaan sekelilingnya.

Agaknya nyanyian wanita itu

telah menciptakan sebuah dunia

di kepala mereka dan mereka

sungguh-sungguh senang berada

disana.”

Peleraian masalah ini adalah Pak. RT

meminta secara baik-baik kepada Zus untuk

meningglakan kampung itu dan kemudian

Pak.RT mendirikan. Fitness centre yang

mengajarkan Senam Kebahagiaan Rumah

Tangga. Dikarenakan para lelaki masih saja

membayangkan Zus yang sedang mandi dan

berlanjut ke adegan-adegan erotis

selanjutnya.

“Baiklah, Bapak-bapak Ibu-Ibu

saya sudah memutuskan, akan

mendirikan fitness centre di

kampung ini. Di fitness centre

itu akan diajarkan Senam

Kebahagiaan Rumah Tangga

yang wajib diikuti ibu-ibu, supaya

bisa membahagiakan suaminya.

pembukaan fitness center itu

kelak, kalau bisa dihadiri Jane

Fonda, Ade Rai, Viki Burki, dan

Miyabi.” ¤

Sumber:

http://esaisastrakita.blogspot.tw/2013/05/es

ai-kritik-drama-putri-bayu-pungkasari.html

KAJIAN SASTRA

“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin,

bukan ketakutannya akan sepi.” Dee Lestari, Rectoverso

Page 14: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 14

Oleh: Rizqa Era Fithriya

Dari teks drama yang berjudul “Bila Malam Bertambah Malam” kita bisa melihat jika

semua yang ada di dunia ini adalah takdir Tuhan yang memang telah digariskan untuk kita jalani.

Meskipun itu hal yang terburuk sekalipun. Kita tidak boleh membeda-bedakan antar sesama

manusia. Di hadapan Tuhan kita itu semua sama. Tidak ada manusia yang sempurna, semua pasti

mempunyai kekurangan. Di dalam teks drama ini terlihat sekali jika antara yang dianggap di

bawah dan di atas sebenarnya sama.

Tokoh-tokoh dalam naskah drama yang

berjudul “Bila Malam Bertambah Malam” ini

mempunyai watak/karakter yang berbeda-

beda.

1. Gusti Biang

Gusti biang adalah seorang Janda yang

begitu membanggakan ebangsawanannya.

Gusti biang mempunyai watak yang

pemarah, keras, angkuh dan egois. Dalam

kehidupan sehari-harinya dia selalu marah-

marah terhadap kedua abdi nya yang sangat

setia. Namun pada suatu malam dia telah

menuduh Nyoman ingin meracuninya

dengan maksud membunuh dan mengambil

hartanya. Seperti tampak pada teks berikut

NYOMAN : Obat-obat ini dikirimkan

dokter Gusti. Harus dihabiskan.

GUSTI BIANG : Tidak, tidak. Aku tahu

semuanya itu. Kalau aku menelan semua

obat-obatmu itu, aku akan tertidur

seumur hidupku, dan tidak akan bangun-

bangun lagi, lalu good bye. Lalu kau akan

menggelapkan beras ke warung cina. Kau

selamanya iri hati dan ingin

membencanaiku ... Kalau sampai aku mati

karena racunmu, Wayan akan menyeretmu

ke pengadilan.

Rasa tidak senang Gusti Biang

semakin memuncak ketika tahu bahwa

Ngurah anak satu-satunya mencintai

Nyoman. Dia tidak setuju karena perbedaan

kasta yang tidak sepadan. Sikap Gusti Biang

yang masih ingin mempertahankan tatanan

lama yang menjerat manusia berdasarkan

kasta,membuat ia sombong dan

memandang rendah orang lain. Keangkuhan

dan sifat semena-mena terhadap dua

abdinya juga di landasi oleh semangat

kebangsawanan yang ditinggal oleh mantan

suaminya. Apalagi dia selalu menganggap

KAJIAN SASTRA

Ada. Karya: Pea

Page 15: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 15

bahwa suaminya adalah seorang pahlawan

sejati.

2. Nyoman

Nyoman adalah seorang gadis desa

tinggal di puri tempat tinggal gusti biang.

Selama itu kebutuhan nyoman tercukupi

oleh gusti biang. Namun karena Sikap Gusti

Biang yang masih ingin mempertahankan

tatanan lama yang menjerat manusia

berdasarkan kasta,membuat ia sombong

dan memandang rendah orang lain. Begitu

pula terhadap Nyoman. Nyoman yang selalu

setia melayani Gusti Biang,harus rela

bersabar akibat sikap Gusti Biang yang

menginjak-injak harga dirinya.Telah lama

Nyoman ingin meninggalkan puri itu karena

ia sudah tidak sanggup menahan kemarahan

terhadap Gusti Biang. Nyoman tak kuasa lagi

menahan emosi yang bertahun-tahun ia

pendam manakala Gusti Biang benar-banar

menindasnya. Gusti Biang menuduh

Nyoman akan meracuninya dengan obat-

obatan yang Nyoman berikan. Bahkan Gusti

Biang tidak segan-segan memukul Nyoman

dengan tongkat. Akhirnya Nyoman

meninggalkan puri itu.

3. Wayan

Wayan adalah salah seorang abdi

gusti biang, wayang adalah seorang lelaki

tua yang dulu menjadi ajudan dan teman

seperjuangan almarhum suami gusti biang

yang telah meninggal pada saat

pertempuran melawan Belanda.

Wayan memiliki watak yang baik hati, setia,

dan lucu. Kesetiaannya terhadap orang yang

dicintainya tampak pada teks berikut.

WAYAN : Tiyang menghamba di sini

karena cinta tiyang kepadanya. Seperti

cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang

tidak pernah kawin seumur hidup dan

orang-orang selalu menganggap tiyang

gila, pikun, tuli, hidup. Cuma tiyang

sendiri yang tahu, semua itu tiyang

lakukan dengan sengaja untuk melupakan

kesedihan, kehilangan masa muda yang

tak bisa dibeli lagi.

(Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi

tiba-tiba ia teringat sesuatu dan

kemudian

berkata)

Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan

masa muda seperti bape hanya karena

perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu,

jangan-jangan dia mendapatkan halangan

di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang

malam-malam begini. Mungkin dia

bermalam di dauh pala di rumah

temannya. Bape akan mengurus ibumu.

Pergilah cepat, kejar dia sebelum

terlambat.

4. Ngurah

Ngurah adalah anak gusti biang yang

sedang menyelesaikan pendidikannya di

universitas di pulau jawa. Ngurah sangat

mencintai nyoman, namun seperti yang

dimaksudkan dalam lakon tersebut bahwa

cinta mereka terhalang oleh kasta. Karena

pada dasarnya sama dengan cinta gusti

biang terhadap wayan yang terhalang oleh

kasta. Sehingga cinta itu berubah menjadi

kemarah-marahan kesombongan dan

keegoisan Gusti Biang.

Ngurah mempunyai watak yang

berbeda dengan ibunya, ngurah mempunyai

watak yang sangat baik terhadap semua

orang, bahkan dia sangat bijaksana terlebih

ketika mengetahui cerita sebenarnya

tentang siapa ayah kandungnya sendiri yang

ternyata adalah wayan. Dia sama-sekali tidak

marah bahkan karena kejujuran itu cerita

dalam lakon itu menjadi lebih baik. Pada

akhirnya Gusti biang mengijinkan Ngurah

menikah dengan Nyoman. ¤

Sumber tulisan:

http://esaisastrakita.blogspot.tw/search/labe

l/Rizqa%20Era%20Fithrya

KAJIAN SASTRA

Page 16: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 16

I-S-T-I. Karya: Isiti Syarifah

Page 17: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 17

astra memiliki banyak jenis, di

antaranya adalah drama. Istilah drama

seringkali disandingkan dengan istilah

teater. Kedua istilah tersebut, memiliki

perbedaan. Drama berasal dari kata dran

(bahasa Yunani) yang berarti berbuat,

beraksi dan berlaku, sedangkan kata ‘teater’

berasal dari kata theatron (bahasa Yunani

kuno) yang artinya gedung atau tempat

pertunjukan. Drama memiliki

kecenderungan ke seni sastra, yang di

dalamnya terdapat puisi, esai ataupun prosa.

Sedangkan teater dapat tercipta karena

adanya drama. Tanpa adanya drama, teater

hanya diartikan sebagai tempat atau gedung

pertunjukan. Jadi, drama termasuk jenis

karya sastra, sedangkan teater menjadi

bagian dalam seni peran.

Indonesia memang kaya akan

sumber daya alam dan manusia. Sudah

banyak negara asing yang mengakui akan

kekayaan alam negeri ini dan sudah banyak

pula anak bangsa yang mengharumkan

nama Indonesia dari berbagai bidang. Salah

satunya ialah Arifin Chairin Noer, yang lebih

akrab disapa Arifin C. Noer. Dari tangan

emasnyalah banyak terlahir karya-karya

fantastis. Ia adalah seorang penulis

naskahlakon, skenario, sutradara, produser

handal dari negeri ini. Banyak penghargaan

yang diraihnya, mulai dari Piala Citra yang

diperolehnya berkali-kali, piala The Golden

Harvest dan memenangkan sayembara

Teater Muslim.

Naskah-naskahnya menarik minat

para teaterawan dari generasi yang lebih

muda, sehingga banyak dipentaskan di

mana-mana. Karyanya memberi sumbangan

besar bagi perkembangan seni peran di

Indonesia. Ia menunjukkan eksistensinya

sebagai salah satu pencetus bentuk teater

modern Indonesia.

Naskah lakon Kapai-Kapai yang

ditulis tahun 1970, terpilih sebagai salah

satu karya dalam antologi seratus tahun

drama Indonesia yang diterbitkan Yayasan

Lontar. Naskah itu telah diterjemahkan ke

dalam bahasa Inggris dengan judul Moths.

Kapai-Kapai dipilih karena merupakan karya

Arifin C Noer yang paling sering dipentaskan

serta menandai titik balik penting dalam

penulisan lakon di Indonesia, yakni dari teks

drama realistis menjadi penulisan puitis

yang menuntut agar dikonkretkan di atas

panggung. Kapai-Kapai berada di antara

drama absurd Barat dan drama rakyat

Indonesia. Menggambarkan dongeng masa

kecil Arifin di Cirebon, Jawa Barat, dengan

bahasa puitis yang kaya metafor, kata-kata

berirama dan struktur ritmik.

Arifin mulai bekerja dengan kamera

ketika Wim Umboh membuat film Kugapai

S

PARASASTRA

Sumber foto dalam halaman ini: http://pujies-pujies.blogspot.tw201001arifin-c-noer.html

Page 18: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 18

Cintamu, 1976. Berbekal pengalaman

sebagai sutradara teater, terjun ke dunia

film.

Indonesia pernah memiliki sebuah

karya film yang boleh dibilang cukup sukses

pada zamannya. Film itu berjudul

Pengkhianatan G 30 S/PKI yang digarap awal

tahun 80-an, dan menelan biaya sejumlah

Rp 800 juta. Sebanyak 120 tokoh dan lebih

dari 10 ribu figuran terlibat dalam produksi

film era orde baru tersebut. Film yang juga

dibintangi oleh Umar Kayam, Amoroso

Katamsi, dan juga Keke Tumbuan ini mampu

menyedot penonton yang jumlahnya tak

terhingga. Bukan itu saja, film ini menjadi

rujukan rezim orba untuk diputar rutin

setahun sekali. Film ini mampu membawa

para penontonnya “sangat percaya” dan

turut larut dalam kisah yang disajikannya.

Itulah hasil karya yang dahsyat dari tangan

terampil bernama Arifi n C. Noer.

Kerja Keras dan Profesional

Meski bukan film kolosal yang

pertama, namun tetap harus menghabiskan

waktu selama dua tahun dalam menggarap

film Pengkhianatan G 30 S/PKI. Pekerjaan ini

tidak gampang. Apalagi Arifin C. Noer

menjadi sutradara, yang harus mengurus

dan menata casting yang sangat detail dan

besar. Dan meski hanya mengisahkan

periode sejarah pada

enam hari masa genting

Indonesia saja, namun

sang sutradara harus

membaca sebanyak

mungkin sumber,

mewawancarai sebanyak

mungkin sosok saksi

sejarah, dan mencari

properti asli.

Langkah yang

dilakukan oleh Arifi dalam

membuat film tersebut,

menuai kontroversial

karena penuh dengan muatan politik dari

pihak penguasa. Namun demikian, banyak

yang menilai bahwa film ini cukup kaya

dengan detail. Latarnya juga berpindah-

pindah dari Istana Bogor menuju ke rapat-

rapat gelap PKI dan kemudian ganti adegan

di rumah para pahlawan revolusi, yang

selanjutnya menuju Lubang Buaya.

Selain cerita utama berwujud

pemberontakan, beberapa fakta mengenai

kerawanan ekonomi juga dilukiskan dalam

sketsa “antri”. Lukisan tersebut menunjukkan

rakyat telah dilanda kemiskinan. Sementara

mengenai kerawanan politik digambarkan

melalui serangan PKI pada sebuah masjid di

Jawa Timur, sisi penyiaran berita radio, dan

onggokan koran yang tergunting, serta

komentar-komentar tajam. Tak ketinggalan

gambar poster Bung Karno juga menyeruak

di sana-sini, dan latar lingkungan bertulisan

Manipol Usdek (Manifesto Politik/Undang-

Undang Dasar 1945) juga bertebaran di

sana-sini, di tembok, di pagar, serta pada

atap rumah.

Sebagai sarana propaganda, film

Pengkhianatan G 30 S/PKI garapan Arifin C.

Noer ini dinilai sangat berhasil, sebab

mayoritas yang pernah menontonnya benar-

benar percaya terhadap adegan dan cerita

yang tersaji.

PARASASTRA

Sumber foto dalam halaman ini: https://m.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432688/proses-arifin-c-noer-bikin-

pengkhianatan-g30s-pki

Page 19: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 19

Meski menuai sikap kontroversi dari

banyak pihak, film ini merupakan karya

terlaris dan dijuluki superinfra box-office.

Dan dari film Pengkhianatan G 30 S/PKI ini,

tahun 1985 Arifin berhasil meraih kembali

sebuah penghargaan Piala Citra sebagai

penulis skenario terbaik. Film ini diwajibkan

pemerintah Orde Baru untuk diputar rutin

oleh seluruh stasiun televisi nasional pada

tiap akhir bulan September, demi

memperingati insiden Gerakan 30

September 1965. Dan selanjutnya tahun

1990, Taksi adalah judul film hasil karya

Arifin yang juga tak kalah suksesnya karena

berhasil meraih 6 piala Citra.

Siapa Arifin C. Noer?

Sutradara film Pengkhianatan G 30

S/PKI bernama lengkap Arifin Chairin Noer

ini dikenal sebagai seniman multitalenta.

Seni teater dan baca puisi telah digelutinya

sejak menempuh pendidikan di Surakarta

dan juga Yogyakarta.

Ia menikah dengan Nurul

Aini(istrinya pertama) dikaruniai dua anak,

Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini

bercerai pada 1979. Kemudian Arifin

menikah lagi dengan Jajang Pamontjak(putri

tunggal dubes RI pertama di Prancis dan

Filipina) yang memberinya pula dua anak,

Nitta Nazyra dan Marah Laut. Lalu, ia

menderita sakit

kanker hati dan

lever. Ia sempat

menjalani operasi

kanker di Singapura,

sebelum kemudian

sejak 23 Mei 1995

dirawat di Rumah

Sakit Medistra

Jakarta. Namun

nyawanya tidak

tertolong. Ia

meninggal dunia

pada Minggu, 28

Mei 1995, pukul 06.25.

PENDIDIKAN

1. SD Taman Siswa, Cirebon

2. SMP Muhammadiyah, Cirebon

3. SMA Negeri Cirebon (tidak

selesai)

4. SMA Jurnalistik, Solo

5. Fakultas Sosial Politik

Universitas Cokroaminoto,

Yogyakarta (1967)

6. International Writing Program,

Universitas Iowa, AS (1972)

KARIR

1. Manajer Personalia Yayasan

Dana Bantuan Haji Indonesia

2. Wartawan Harian Pelopor Baru

3. Sutradara Teater Muslim (1962)

4. Anggota Studi Grup Drama

Yogyakarta (1962)

5. Pendiri dan pemimpin Teater

Kecil (1968-1995)

6. Kepala Humas Dewan Kesenian

Jakarta (1969-1972)

7. Penulis skenario film (1971-

1995)

8. Sutradara film (1977-1995)

Naskah Drama dan Film

1. Kapai-kapai (1970)

PARASASTRA

Sumber foto dalam halaman ini: http://citizen6.liputan6.com/read/2212346/mega-mega-dalam-persembahan-untuk-

arifin-c-noer

Page 20: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 20

“Orang-orang itu telah melupakan bahwa belajar tidaklah melulu untuk mengejar dan

membuktikan sesuatu, namun belajar itu sendiri, adalah perayaan dan penghargaan pada

diri sendiri." Andrea Hirata-Padang Bulan

2. Rio Anakku (1973)

3. Melawan Badai (1974)

4. Suci Sang Primadona (1977)

5. Petualang-Petualang (1978)

6. Harmonikaku (1979)

7. Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa

(1979)

8. Serangan Fajar (1981)

9. Djakarta 1966 (1982)

10. Pengkhianatan G-30-S/PKI

(1984)

11. Matahari-Matahari (1985)

12. Biarkan Bulan Itu (1986)

13. Cas Cis Cus (1989)

14. Taksi (1990)

15. Bibir Mer (1991)

16. Tasi Oh Tasi (1992)

BUKU

1. Mega, Mega: Sandiwara Tiga

Bagian(1966)

2. The Bottomless Well : a Play in

Four Acts(1992)

3. Good morning, Jajang.

Singapore: Dept. of Malay

Studies(1995)

4. Orkes Madun, Atawa, Madekur

dan Tarkeni; Umang-umang;

Sandek Pemuda Pekerja;

Ozone; Magma(2000)

5. Ideologi Teater Modern

Kita(2000)

PENGHARGAAN

1. Pemenang pertama sayembara

penulisan lakon Teater Muslim

Mega, Mega: Sandiwara Tiga

Bagian (1966)

2. Pemenang kedua sayembara

naskah drama Lampu Neon

dan juga Nenek Tercinta(1967)

3. Anugerah Seni dari pemerintah

RI(1971)

4. Pemenang pertama sayembara

penulisan lakon DKJ naskah

drama Kapai-kapai(1972)

5. Piala The Golden Harvest untuk

film Pemberang pada FFA, 1972

6. Piala Citra untuk film Rio

Anakku pada FFI, 1973

7. Piala Citra untuk film Melawan

Badai pada FFI, 1974

8. Piala Citra untuk film Serangan

Fajar pada FFI, 1982

9. Pengkhianatan G-30-S/ PKI

pada FFI, 1984

10. Piala Citra untuk film Taksipada

FFI, 1990

11. Sea Write Award dari Kerajaan

Thailand, 1990. (Fina/Red) ¤

Sumber:

http://ensiklo.com/2014/09/sekilas-profil-

arifin-c-noer-sutradara-film-kontroversial-g-

30-spki/

https://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer

http://perbedaanterbaru.blogspot.com/2015

/07inilah-perbedaan-drama-dan-

teater.html?m=1

http://www.tokohindonesia.com/biografi/art

icle/285-ensiklopedi/775-sutradara-film-g-

30-s-pki

PARASASTRA

Page 21: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 21

Hong Kong Flower Show. Karya: Isti Syarifah

Page 22: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 22

Oleh: Anggita Akai

Sering dikatakan bahwa

anjing adalah sahabat terbaik

manusia, bukan, Hortense?

Apakah karena kesetiaannya?

Kurasa tidak. Ada makhluk yang

lebih setia daripada anjing.

Mata kelam itu terbuka

untuk pertama kalinya pagi ini. Ia

mengerjap; merasakan

kekosongan di sisi kiri. Tangannya

meraba sepetak tempat yang

kosong di ranjangnya, lalu

melonjak; menyadari dirinya

ditinggal sendiri.

“Picolino!” Ia berteriak separuh

memaki. Tubuh kurusnya terisi penuh oleh

energi. Cahaya mentari menembus jendela

dan menerangi rambutnya yang sewarna

jerami.

Ia berdiri, kemudian berlari. Pintu

kamarnya terbuka lebar sejak tadi.

Dugaannya, Picolino sudah meluncur ke

dapur untuk mencari kudapan pagi.

Di ambang pintu, kakinya menginjak

tali leher berwarna merah tua. Milik Picolino,

anjingnya. Bertambah kesallah si gadis belia.

Ia meneriaki anjingnya tanpa nada. Tungkai

kecilnya tergesa-gesa menuruni tangga.

Antara dapur dan ruang keluarga; ia memilih

dapur sebagai tempat Picolino seharusnya

berada.

Sepi–hanya perabotan sederhana

yang catnya telah terkelupas dan jendela

terbuka yang menampilkan suasana pagi

buta. Ada es pada udara yang ia hela;

tubuhnya pun menggigil di bawah balutan

piyama.

Ia mencapai meja makan. Ada

sekeranjang roti dan buah-buahan. Selai

jeruk dan irisan daging panggang. Dan,

melengkapi kepenuhsesakan itu: berbotol-

botol obat-obatan. Setiap darinya dilengkapi

sticky notes warna-warni: ‘minum tiga pil’,

‘satu sendok tiga kali sehari’, ‘dua kapsul

sekali makan’. Gadis itu mengernyit, tidak

tahu mana yang harus diminum duluan.

Setelah dipikir-pikir, Hortense, apa

yang bisa dilakukan seekor anjing? Bisakah

ia membuatkanmu sarapan? Bisakah ia

mengingatkanmu obat apa yang harus kau

PURAKARYA CERPEN

Rindu dan Secangkir Teh. Karya: Isti Syarifah

Page 23: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 23

minum? Bisakah ia merawatmu dan

menjagamu tanpa membuat dirimu

‘berkurang’ setiap harinya?

Tetapi tetap saja kau kembali

memilih anjing. Dan hanya itu yang

membuatmu bahagia. Tak peduli setiap kali

kau mencari anjing itu–Picolino–umurmu

semakin berkurang sedangkan Picolino

semakin abadi.

Gadis itu, setelah puluhan kesah,

menyerah untuk menyayat roti ataupun

menyelipkan seiris daging ke dalamnya.

Pikirannya terlalu kusut dan hampa–ia

kerahkan seluruh tenaga untuk membalik

meja. Lengkingan nama Picolino menyayat

udara. Gadis itu memegangi kepala,

melangkahi apel dan anggur yang

menggelinding ke sini dan sana.

Semakin lama pekikannya semakin

histeris. Kerapuhannya tumbuh menjadi

bengis. Seluruh lemari penyimpanan dan

jendela tak berteralis; engsel-engsel berderit

gaduh, panel-panel kayu bertubrukan,

ruang-ruang gelap terbuka di depan

matanya, mengepulkan debu dan

menamparinya dengan rasa kehilangan.

“Picooo!!” Jejaknya berdebam-debam

di atas lantai kayu yang berkeriat.

Menggeratak seisi rumah bagai berburu

hewan pengerat. Dari ruangan besar di sisi

Selatan hingga lubang kecil tempat

pembuangan.

Jangan mengiraku jahat, Hortense.

Tetapi kau memang harus belajar bahwa

sewaktu-waktu anjing tidak akan datang

saat dipanggil. Bisa jadi karena dia telah

pergi jauh, atau menolak dipanggil dengan

nama itu.

Putus asa, gadis itu kembali ke

kamar, meringkuk di samping ranjang,

menangis sejadi-jadinya. Tungkainya

menendang-nendang, berharap rumah ini

akan mengeluarkan Picolino dari udara

kosong untuk menghiburnya.

Lalu, di sela tangis, terdengar

gemerasak dari bawah ranjang. Seorang

pemuda menyembulkan kepala dari balik

bed cover yang menjuntai. Tatapannya

menahan ratusan rasa letih dan ribuan kasih

sayang.

“Ciluk… ba…!” ucap pemuda itu,

tersenyum penuh derita.

Si gadis berhenti menangis seketika.

Diulurkannya tali leher berwarna merah tua.

“Pakai ini, Picolino,” katanya.

“Iya, iya, Dik,” pemuda itu

mengalungkannya di lehernya sendiri, lalu

memasang pengaitnya. “Hortense sudah

sarapan?”

Gadis itu menggeleng. Pemuda itu

bangkit di atas kedua kakinya, menepuk-

nepuk lutut yang bernoda debu. “Mau

digendong?”

Gadis itu menjawab, “Ya”.

Sering dikatakan bahwa anjing

adalah sahabat terbaik manusia, bukan,

Hortense? Apakah karena kesetiaannya?

Kurasa tidak. Ada makhluk yang lebih setia

daripada anjing.

Tetapi tetap saja kau kembali

memilih anjing. Dan hanya itu yang

membuatmu bahagia. Tak peduli setiap kali

kau mencari anjing itu–Picolino–umurmu

semakin berkurang sedangkan Picolino

semakin abadi. ¤

***

Catatan penulis:

Ide cerita ini sangat sederhana. Seorang

gadis dengan Gangguan Spektrum Autisme

(GSA) yang setiap bangun tidur mencari

anjingnya yang sudah mati. Sang kakak

pernah mencoba untuk memelihara anjing

baru, tetapi anjing itu sepertinya tidak mau

dinamai Picolino. Dan akhirnya sang

kakaklah yang menjadi sang Picolino demi

adiknya.

PURAKARYA CERPEN

Page 24: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 24

Drama di Kelas Kami Pada Pukul Tujuh Pagi Oleh: Real Teguh

Pukul tujuh pagi, di kelas kami

praktikum drama siap dipentaskan

seorang murid membeku pada bangku

memandangi wajah sang guru.

“Kamu tidak ingin lulus pelajaranku?” tanya Sang Guru.

“Maaf, Pak, saya tidak mau memerankan drama impor,

apabila nasib budaya Indonesia kalah pamor,

dan membuat wakil rakyat kerjanya molor,” cetus gadis itu.

“Betul, Guru. Kami setuju,” sahut murid lainnya.

Surabaya, 19 Maret 2016

PURAKARYA PUISI

Ada Kamu Pada Jingga di Kampung Nelayan Itu. Karya: Isti Syarifah

Page 25: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 25

Pertunjukan Sayap-Sayap

Oleh: Real Teguh

: kepada capung

seberat zarah pun kepak sayap transparanmu

akan dimintai pertanggungjawaban

dan cara terbangmu inspirasi bagi semua orang

terbang rendah mengitari pelataran Tuhan.

: kepada belalang

sembahan sujudmu tak akan sirna

terus mengisi hari-hari menuju mati

sesudah ruh lepas dari hayat

mayat-mayat merintih di akhirat.

: kepada kupu-kupu

menyerbuk madu bunga-bunga

di halaman kampung ibunda

angin piara susut di rumputan sawah

pasukan ulat memasuki rumah-rumah.

: kepada rama-rama

berputar-putar di atas kepala tua bangka

penunjuk jalan petang menuju gubuknya

“Antarkan aku pada rumah bercahaya,” katanya.

sedetik kemudian malaikat menusuk ruhnya.

Surabaya, 18 Maret 2016

PURAKARYA PUISI

Page 26: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 26

Teater Musim Panas Oleh: Real Teguh

Teater apa lagi ini

disuguhkan di tungku ibu pertiwi

terpanggang asap pembakaran

perampokan komoditas hutan

Teror apa lagi ini

masih pagi dengan kesegaran sulur mentari

diledakkan bom bunuh diri

mati, matilah minum darahmu sendiri.

Surabaya, 19 Maret 2016

PURAKARYA PUISI

Matahari Terawang. Karya: Pea

Page 27: Purakasastra edisi 8

Purakasastra | JUNI 2016 27

Bukan Perempuan Murahan Oleh: Real Teguh

Ditabuh bersungut-sungut, orkestra-orkestra

para perempuan gaib dalam wajahnya

jatilan tarian, selendang, dan kebaya

sekilas mimik khas nan tegas

menantang para penindas

instrumen digubah nada satiran

kepada pelaku kejahatan

sindiran dingin menembus kematian

Surabaya, 19 Maret 2016

Biodata:

Real Teguh adalah

nama pena dari Teguh

Wibowo. Tulisannya

pernah dimuat di

majalah Mimbar, tabloid

Warta Trenggalek,

jurnal sastra Aksara,

harian Malang Post,

Merah Putih Pos, Koran Madura, dan

terhimpun dalam 36 buku antologi

bersama. E-mail: [email protected].

Facebook: Real Teguh.

PURAKARYA PUISI

Page 28: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 28

Pagi II. Karya: Isti Syarifah

Page 29: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 29

Definisi Strukturalis

Alur Dalam Drama Bersama Agus Irawan Sami

Sebuah cerita baik cerpen, novel, novelet, maupun dongeng dapat

diubah menjadi drama. Cerita disusun dari berbagai peristiwa. Ada peristiwa

yang menyenangkan, menyedihkan, ataupun mengharukan. Begitu pula

drama, drama juga disusun dari beberapa peristiwa. Peristiwa yang

membentuk cerita dan drama memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan

sebab akibat itu akan membentuk alur cerita.

Struktur alur dalam drama secara

umun biasa disebut plot. Alur merupakan

urutan peristiwa yang menghasilkan cerita.

Urutan peristiwa ini menunjukkan hubungan

sebab akibat. Peristiwa yang menghasilkan

alur saling berhubungan. Hubungan antar

peristiwa menghasilkan tahapan-tahapan

alur.

Apa saja definisi Strukturalis alur

dalam drama? Di bawah ini beberapa ulasan

dari salah seorang pegiat drama yaitu Mas

Agus Irawan Sami. Ketua Forum Komunikasi

Pengkajian dan Pengembangan Teater

Mataram-NTB mengenai struktur alur dalam

drama:

Seperti lazimnya karya sastra lainnya

drama dibangun oleh unsur-unsur tertentu

yaitu unsur intrinsik. Hanya saja drama

memiliki unsur intrinsik yang khusus sperti

pada alur atau yang biasa disebut plot

meliputi:

1. Pemaparan atau eksposisi

Bagian yang mengenalkan situasi awal

cerita, sering disebut prolog dalam

pementasan drama.

2. Komplikasi

Teduh. Karya: Pea

SASTRA CYBER

Page 30: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 30

Bagian yang mempertahankan mulai

munculnya konflik atau pertikaian

(masalah).

3. Klimaks

Bagian yang memperlihatkan puncak

konflik/krisis. Biasanya di sinilah para

pemain secara total menampilkan watak

atau karakter para tokoh yang

diperankannya.

4. Peleraian atau anti klimaks

Bagian yang memperlihatkan mulai

menurunnya konflik dan menuju pada

peleraian.

5. Penyelesaian atau ending cerita

Bagian akhir sebuah cerita drama yang

dipentaskan dengan kemungkinan

happy ending, tragis, atau

mengambang. Sehingga, penonton

bebas berimajinasi untuk membuat

ending yang diinginkannya.

Tahapan-tahapan alur dalam drama

juga meliputi beberapa hal di antaranya:

1. Mengadakan

Observasi atau pengamatan.

Pengamatan

dilakukan untuk menentukan

latar/setting dan tokoh.

Dalam sebuah pengamatan

sseluruh indra harus bekerja.

Misalnya, sedang berada di

pantai. Bisa jadi ombak yang

terdengar dapat dipakai

untuk memperkuat latar

suasana.

2. Penciptaan latar

(Creating Setting)

Penulis dapat

menciptakan sebuah latar

dari hasil pengamatan yang

berupa apa yang terlihat,

terdengar, dan terasa, atau

tercium. Namun, penulis

harus tetap mengingat

bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu,

dan suasana.

Contoh:

Latar tempat: tepi pantai

Latar waktu: senja hari

Latar suasana: menyenangkan

3. Penciptaan tokoh hidup (Freshing

Out Character)

Penulis dapat menciptakan seorang

tokoh dari orang-orang yang dia lihat saat

mengadakan pengamatan. Misalnya, melihat

seorang anak kecil. Anak ini dapat dijadikan

sebagai tokoh dalam naskah drama.

4. Penciptaan Konflik

Sebuah konflik yang terlihat saat

mengadakan pengamatan dapat diubah

menjadi naskah drama. Misalnya, melihat

sebuah perkelahian. Penulis dapat

mengambil penyebab dari perkelahian itu

menjadi sebuah konflik dalam naskah

drama. Karena konflik dalam sebuah naskah

drama adalah pertentangan dan

ketegangan.

SASTRA CYBER

Musim Tak Pernah Berdusta. Karya: Isti Syarifah

Bersambung ke halaman 33

Page 31: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 31

Drama, bukan hanya peristiwa

seputar panggung dan auditorium saja.

Drama adalah pengembaraan kreatif yang

memiliki proses panjang. Perjalanan dari

sejak 'Yang Tak Nyata' seperti gagasan, ide,

ilham, inspirasi, dan konsep hingga

menjadi ada dan 'Nyata' seperti

pemanggungan, respon

masyarakat, dan kritik. Diperlukan berbagai

pendukung agar yang

mulanya 'Tak Nyata'

bisa terwujud di atas

pentas dengan baik, berbobot, dan

bermanfaat bagi kemanusiaan.

Drama butuh persiapan memadai

seperti sumber daya terlatih, multi

pengetahuan, keahlian khusus, totalitas,

tanggung jawab, dan disiplin jadi modal

utama, juga kesetiaan dan keyakinan.

Drama bukan pekerjaan main-main.

Perjalanan menuju panggung yang dilakoni

lewat proses kreatif berkesenian,

menyiratkannya. Masyarakat mungkin

menyerap pementasan lewat bermacam

persepsi. Ada yang senang memahami, lalu

menghargai. Tapi bukan tak mungkin, ada

pula yang berkeberatan, marah, dan protes.

Di titik ini, kebebasan berekspresi

mengalami ujian. Apalagi jika terjadi

perbenturan pro dan kontra.

Baiklah di sini akan saya sampaikan

beberapa ulasan dan pendapat beberapa

orang dari kalangan sastra mengenai

'Perbedaan Drama Dalam Kancah Sastra

SASTRA CYBER

Pelajaran. Karya: Isti Syarifah

Page 32: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 32

Perbedaan Drama Dalam Kancah Sastra

Drama, di zaman seperti sekarang ini

tampaknya kurang begitu diminati pembaca

dan bukunya jarang dibeli.

Penulis drama bahkan sering disebut

bukan sastrawan oleh sebagian kalangan

sastra sendiri. Ada juga sebagian kalangan

sastra telah mengupas perbandingan, juga

pembedaan, antara drama, puisi, esai, dan

novel. Intinya meraka menolak keras naskah

drama serupa skenario film, bukanlah sastra.

Karena, sering bisa berubah ketika naskah

dipentaskan atau difilmkan.

Celakanya, pandangan 'miring' itu

hanya terjadi di Indonesia. Di Negara-negara

maju rasanya lebih proporsional. Terbukti,

Dario Fo dan Harold Pinter, keduanya

penulis drama, berhasil meraih nobel.

Begitupun ketika saya menanyakan kepada

salah seorang tokoh yang memang mengerti

dan banyak perannya dalam pentas drama,

yaitu Bapak Yusman Nasution. Menurut

beliau waktu saya bertanya tentang

pendapatnya mengenai perbedaan drama

dalam kancah sastra adalah bahwa:

"Sangat berbeda drama dengan

cerpen atau novel. Khalayak

penikmat cerpen dan novel saat

membaca cerita tersebut, juga

mengimajinasikan suasana, tempat,

waktu dan karakter tokoh dalam

cerpen dan novel itu.

Sedangkan pada drama saat

dipentaskan khalayak tidak lagi

berimajinasi. Tapi telah bersentuhan

rasa dan fakta dengan para

pendukung drama yang justru

mengimajinasikan karakter tokoh dan

pesan moral yang ingin disampaikan

pada khalayak penikmatnya."

Jadi menurut ulasan di atas bahwa

drama adalah memang sebuah karya sastra.

Dialih formatkan menjadi sebuah skript

semacam skenario dengan dialog-dialog

para tokoh sehingga lebih mudah untuk

dilakonkan atau dipentaskan.

Namun, Benarkah drama nilainya tak

lebih dari karya tulis 'aplied'? Mari kita

simak pendapat dari seorang mantan

pemain drama tahun 1967. Beliau adalah

Bapak Drs, Achmad Madani seorang

pensiunan guru Sekolah Dasar:

"Beberapa hal yang menjadikan

drama terkesan berbeda di kancah sastra

adalah kisah di luar panggung, sebelum

drama digelar, mungkin malah menyimpan

lakon tak kalah seru, penuh liku-liku. Proses

menuju panggung. Terjalin dalam kisah suka

ataupun duka. Bahkan sesudah layar

panggung menutup, akan melengkapi

perjalanan drama.

Pada tahun 1990 ketika naskah

drama menyabet anugerah sastra ASEAN

adalah sudah selayaknya, jadi saat ada yang

mengatakan bahwa drama tak lebih dari

karya tulis 'aplied' adalah mereka yang

mengusung pandangan bodoh!"

Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa drama bukan hanya

sekedar 'Peristiwa Hiburan' sejak layar

SASTRA CYBER

Page 33: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 33

panggung dibuka. Pagelaran disimak hingga

usai. Semua terhibur dan layar menutup

kembali. Padahal, itu hanya sebagian dari

keseluruhan peristiwa drama. Meski tak bisa

dipungkiri saat yang paling ditunggu

memang peristiwa pementasannya. Lalu

bagaiman dengan pendapat sebagian

masyarakat bahwa drama adalah sekedar

'Peristiwa Hiburan' semata?

Mari sejenak kita simak lagi pendapat

dari Mas Agus Irawan ketua teater 'Bengkel

Aktor Mataram' NTB:

"Drama, memang tak bisa dipungkiri

adalah sebuah 'Peristiwa Hiburan'. Namun,

naskah drama yang bagus, dialog-dialog

yang ber-nas dan sarat dengan pesan moral

yang dapat mencerahkan kehidupan

masyarakat, tidak akan mampu melansir

pesan itu kepada khalayak. Jika lakon itu

cuma dimainkan oleh aktor dan aktris yang

tidak mampu mengungkapkan karakter

tokoh-tokohnya."

Dari beberapa ulasan dan pendapat

ini dapat disimpulkan bahwa drama adalah

sebuah 'Perjuangan Kreatifitas' yang

membuatnya berbeda di kancah sastra.

(Hany. J/Red) ¤

*Petikan wawancara : Drs, Achmad Madani : mantan pemain drama tahun 1967 Agus Irawan : ketua teater 'Bengkel Aktor Mataram' NTB.

Dari beberapa tahapan-tahapan alur

dalam drama di atas biasanya penulis drama

dapat langsung mengubahnya menjadi

sebuah adegan. Adegan adalah bagian dari

babak (bagian dari suatu drama) yang

terbentuk dari Latar tokoh hidup dan konflik

Contoh konflik : Berebut boneka

Hello Kitty

Rina : “Dewi! Boneka itu buat aku!

Aku yang menemukan lebih

dulu.”

Dewi : “Enak saja! Kamu yang lihat,

tapi aku yang ngambil! Jadi,

aku yang berhak

mendapatkan boneka itu!”

Rangkaian adegan demi adegan

dapat dibuat menjadi sebuah babak.

Kemudian babak demi babak yang dibuat

bisa dirangkaikan lagi menjadi sebuah

naskah drama. Ada beberapa aturan dalam

penulisan naskah drama, yaitu:

1. Kalimat dalam naskah drama

berupa kalimat langsung.

2. Sebelum kalimat langsung diawali

dengan penulisan tanda titik dua (:)

3. Keterangan cara memerankan atau

ekspresi tokoh ditulis diantara tanda kurung

dan ditulis dengan huruf kecil tanpa tanda

titik atau berawal huruf besar tanpa tanda

titik.

4. Deskripsi tempat dan suasana

ditulis seperti kalimat pada umumnya.

(Hany. J/Red) ¤

Sumber : Agus Irawan Sami (Ketua Forum

Komunikasi Pengkajian dan Pengembangan

Teater Mataram-NTB)

PARASASTRA

Terkadang kita memang harus berpisah dengan diri kita sendiri; dengan proyeksi.

Diri yang telah menjelma menjadi manusia yang kita cinta. Dee-Rectoverso

Lanjutan dari halaman 30

Page 34: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 34

Oleh : Imam Mudindi

TATA PANGGUNG

Tata panggung disebut juga dengan

istilah scenery (tata dekorasi). Gambaran

tempat kejadian lakon diwujudkan oleh tata

panggung dalam pementasan. Tidak hanya

sekedar dekorasi (hiasan) semata, tetapi

segala tata letak perabot atau piranti yang

akan digunakan oleh aktor disediakan oleh

penata panggung. Penataan panggung

disesuaikan dengan tuntutan cerita,

kehendak artistik sutradara, dan panggung

tempat pementasan dilaksanakan. Oleh

karena itu, sebelum

melaksanakan penataan

panggung seorang penata

panggung perlu mempelajari

panggung pertunjukan.

MEMPELAJARI PANGGUNG

Dalam sejarah

perkembangannya, seni teater

memiliki berbagai macam

jenis panggung yang

dijadikan tempat pementasan.

Perbedaan jenis panggung ini

dipengaruhi oleh tempat dan

zaman di mana teater itu

berada serta gaya

pementasan yang dilakukan.

Bentuk panggung yang

berbeda memiliki prinsip

artistik yang berbeda.

Misalnya, dalam panggung

yang penontonnya melingkar,

membutuhkan tata letak

perabot yang dapat enak

dilihat dari setiap sisi.

Berbeda dengan panggung

yang penontonnya hanya satu

arah dari depan. Untuk memperoleh hasil

terbaik, penata panggung diharuskan

SASTRA CYBER

Senja dan Star Ferry. Karya: Isti Syarifah

Page 35: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 35

memahami karakter jenis panggung yang

akan digunakan serta bagian-bagian

panggung tersebut.

JENIS–JENIS PANGGUNG

Panggung adalah tempat

berlangsungnya sebuah pertunjukan di

mana interaksi antara kerja penulis lakon,

sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan

penonton. Di atas panggung inilah semua

laku lakon disajikan dengan maksud agar

penonton menangkap maksud cerita yang

ditampilkan. Untuk menyampaikan maksud

tersebut pekerja teater mengolah dan

menata panggung sedemikian rupa untuk

mencapai maksud yang dinginkan. Seperti

telah disebutkan di atas bahwa banyak sekali

jenis panggung tetapi dewasa ini hanya tiga

jenis panggung yang sering digunakan.

Ketiganya adalah panggung arena,

panggung proscenium, dan panggung

thrust. Dengan memahami bentuk dari

masing-masing panggung inilah, penata

panggung dapat merancangkan karyanya

berdasar pada lakon yang akan disajikan

dengan baik.

1. Arena

Panggung arena adalah panggung

yang penontonnya melingkar atau duduk

mengelilingi panggung. Penonton sangat

dekat sekali dengan pemain. Agar semua

pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka

penggunaan set dekor berupa bangunan

tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena

dapat menghalangi pandangan penonton.

Karena bentuknya yang dikelilingi oleh

penonton, maka penata panggung dituntut

kreativitasnya untuk mewujudkan set dekor.

Segala perabot yang digunakan dalam

panggung arena harus benar-benar

dipertimbangkan dan dicermati secara hati-

hati baik bentuk, ukuran, dan

penempatannya. Semua ditata agar enak

dipandang dari berbagai sisi.

Panggung arena biasanya dibuat

secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti

dari pangung arena baik terbuka atau

tertutup adalah mendekatkan penonton

dengan pemain. Kedekatan jarak ini

membawa konsekuensi artistik tersendiri

baik bagi pemain dan (terutama) tata

panggung. Karena jaraknya yang dekat,

detail perabot yang diletakkan di atas

panggung harus benar-benar sempurna

sebab jika tidak maka cacat sedikit saja akan

nampak. Misalnya, di atas panggung

diletakkan kursi dan meja berukir. Jika

bentuk ukiran yang ditampilkan tidak

nampak sempurna - berbeda satu dengan

yang lain - maka penonton akan dengan

mudah melihatnya. Hal ini mempengaruhi

nilai artistik pementasan.

Lepas dari kesulitan yang dihadapi,

panggung arena sering menjadi pilihan

utama bagi teater tradisional. Kedekatan

jarak antara pemain dan penonton

dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi

langsung di tengah-tengah pementasan

yang menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek

kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk

menimbulkan daya tarik penonton.

Kemungkinan berkomunikasi secara

langsung atau bahkan bermain di tengah-

tengah penonton ini menjadi tantangan

kreatif bagi teater modern. Banyak usaha

yang dilakukan untuk mendekatkan

pertunjukan dengan penonton, salah

satunya adalah penggunaan panggung

arena. Beberapa pengembangan desain dari

teater arena melingkar dilakukan sehingga

bentuk teater arena menjadi bermacam-

macam.

2. Proscenium

Panggung proscenium bisa juga

disebut sebagai panggung bingkai karena

penonton menyaksikan aksi aktor dalam

lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung

proscenium (proscenium arch). Bingkai yang

dipasangi layar atau gorden inilah yang

PARASASTRA

Page 36: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 36

memisahkan wilayah akting pemain dengan

penonton yang menyaksikan pertunjukan

dari satu arah. Dengan pemisahan ini maka

pergantian tata panggung dapat dilakukan

tanpa sepengetahuan penonton.

Panggung proscenium sudah lama

digunakan dalam dunia teater. Jarak yang

sengaja diciptakan untuk memisahkan

pemain dan penonton ini dapat digunakan

untuk menyajikan cerita seperti apa adanya.

Aktor dapat bermain dengan leluasa seolah-

olah tidak ada penonton yang hadir

melihatnya. Pemisahan ini dapat membantu

efek artistik yang dinginkan terutama dalam

gaya realisme yang menghendaki lakon

seolah-olah benar-benar terjadi dalam

kehidupan nyata.

Tata panggung pun sangat

diuntungkan dengan adanya jarak dan

pandangan satu arah dari penonton.

Perspektif dapat ditampilkan dengan

memanfaatkan kedalaman panggung (luas

panggung ke belakang). Gambar dekorasi

dan perabot tidak begitu menuntut

kejelasan detil sampai hal-hal terkecil.

Bentangan jarak dapat menciptakan

bayangan arstistik tersendiri yang mampu

menghadirkan kesan. Kesan inilah yang

diolah penata panggung untuk mewujudkan

kreasinya di atas panggung proscenium.

Seperti sebuah lukisan, bingkai proscenium

menjadi batas tepinya. Penonton disuguhi

gambaran melalui bingkai tersebut.

Hampir semua sekolah teater

memiliki jenis panggung proscenium.

Pembelajaran tata panggung untuk

menciptakan ilusi (tipuan) imajinatif sangat

dimungkinkan dalam panggung proscenium.

Jarak antara penonton dan panggung

adalah jarak yang dapat dimanfaatkan untuk

menciptakan gambaran kreatif

pemanggungan. Semua yang ada di atas

panggung dapat disajikan secara sempurna

seolah-olah gambar nyata. Tata cahaya yang

memproduksi sinar dapat dihadirkan

dengan tanpa terlihat oleh penonton di

mana posisi lampu berada. Intinya semua

yang di atas panggung dapat diciptakan

untuk mengelabui pandangan penonton dan

mengarahkan mereka pada pemikiran

bahwa apa yang terjadi di atas pentas

adalah kenyataan. Pesona inilah yang

membuat penggunaan panggung

proscenium bertahan sampai sekarang.

3. Thrust

Panggung thrust seperti panggung

proscenium tetapi dua per tiga bagian

depannya menjorok ke arah penonton. Pada

bagian depan yang menjorok ini penonton

dapat duduk di sisi kanan dan kiri

panggung. Panggung thrust nampak seperti

gabungan antara panggung arena dan

proscenium.

Untuk penataan panggung, bagian

depan diperlakukan seolah panggung Arena

sehingga tidak ada bangunan tertutup

vertikal yang dipasang. Sedangkan

panggung belakang diperlakukan seolah

panggung proscenium yang dapat

menampilan kedalaman objek atau

pemandangan secara perspektif. Panggung

thrust telah digunakan sejak Abad

Pertengahan (Medieval) dalam bentuk

panggung berjalan (wagon stage) pada

suatu karnaval. Bentuk ini kemudian

diadopsi oleh sutradara teater modern yang

menghendaki lakon ditampilkan melalui

akting para pemain secara lebih artifisial

(dibuat-buat agar lebih menarik) kepada

penonton. Bagian panggung yang dekat

dengan penonton memungkinkan gaya

akting teater presentasional yang

mempersembahkan permainan kepada

penonton secara langsung, sementara

bagian belakang atau panggung atas dapat

digunakan untuk penataan panggung yang

memberikan gambaran lokasi kejadian.

SASTRA CYBER

Page 37: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 37

FUNGSI TATA PANGGUNG

Dalam perancangan tata panggung

selain mempertimbangkan jenis panggung

yang akan digunakan ada beberapa elemen

komposisi yang perlu diperhatikan. Sebelum

menjelaskan semua itu, fungsi tata

panggung perlu dibahas terlebih dahulu.

Selain merencanakan gambar dekor, penata

panggung juga bertanggungjawab terhadap

segala perabot yang digunakan. Karena

keseluruhan objek yang ada di atas

panggung dan digunakan oleh aktor

membentuk satu lukisan secara menyeluruh.

Perabot dan piranti sangat penting

dalam mencipta lukisan panggung, terutama

pada panggung Arena, dimana lukisan dekor

atau bentuk bangunan vertikal tertutup

seperti dinding atau kamar (karena akan

menghalangi pandangan sebagian

penonton) tidak memungkinkan diletakkan

di atas panggung. Tata perabot kemudian

menjadi unsur pokok pada tata panggung

Arena. Unsur-unsur ini ditata sedemikian

rupa sehingga bisa memberikan gambaran

lengkap yang berfungsi untuk menjelaskan

suasana dan semangat lakon, periode

sejarah lakon, lokasi kejadian, status karakter

peran, dan musim dalam tahun di mana

lakon dilangsungkan.

ELEMEN KOMPOSISI

Desain tata panggung sebaiknya

dibuat dengan mudah dan bebas. Artinya,

imajinasi dapat dituangkan sepenuhnya ke

dalam gambar desain tanpa lebih dulu

berpikir tentang kemungkinan visualisasinya.

Pemikiran lain di luar desain akan

menghambat imajinasi dan akhrinya

memberikan batasan. Penyuntingan atau

pengolahan bisa dilakukan setelah gagasan

tertuang. Dalam pembuatan desain gambar

tata panggung yang terpenting adalah cara

mengatur, menata, dan memanipulasi

elemen komposisi yang menjadi dasar dari

seluruh kerja desain.

HUKUM PERSFEKTIF

Hukum perspektif mengikuti garis

lengkung muka bumi, sehingga benda yang

terlihat jauh nampak kecil. Jika mata

dibiarkan menatap cakrawala–misalnya di

pantai–maka akan kita lihat garis pertemuan

antara laut dan pantai. Pada garis ini semua

benda terlihat seperti titik. Kemudian ketika

benda mendekat maka volumenya akan

semakin membesar. Demikian pula ketika

kita menatap puncak gedung bertingkat

maka lantai paling atas akan semakin kecil

karena berada di kejauhan. Demikianlah

perspektif.

DESAIN LANTAI

Desain lantai adalah gambar tata

letak piranti set tampak. Dengan demikian

gambar desain lantai seolah-olah

merupakan gambar komposisi bidang dan

atau bentuk dimana setiap bidang dan atau

bentuk tersebut mewakili piranti set. Desain

lantai dibuat sebagai panduan tata letak set

sehingga pada saat penataan yang

sesungguhnya kerja menjadi lebih mudah.

Pembuatan desain lantai, bisa dilakukan

sebelum membuat sketsa ataupun

setelahnya.

KERJA PENATA PANGGUNG

Kerja tata panggung adalah kerja

yang menyeluruh, artinya penata panggung

tidak hanya menggunakan kemampuannya

secara teori dan praktis tetapi juga harus

mampu mengembangkan imajinasinya.

Ketiga hal tersebut merupakan senjata

ampuh bagi sang penata panggung untuk

menciptakan kreasinya. Akan tetapi untuk

menjadi penata panggung handal

dibutuhkan proses yang tidak sebentar serta

kontinyuitas dan konsistensi dalam profesi

PARASASTRA

Page 38: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 38

STUDI NASKAH

Membaca naskah lakon adalah

proses wajib sebelum memutuskan segala

sesuatu baik itu berkaitan dengan akting

ataupun kerja artistik. Naskah lakon harus

dibaca dengan pemahaman sebagai sebuah

cerita sampai ditemukan apa maksudnya.

Kata kerja operatif di sini adalah “APA”.

Seorang pekerja artistik dalam hal ini penata

panggung tidak akan bisa mewujudkan

sebuah karya tata panggung sebelum ia

tahu betul “APA” yang akan dikerjakan.

Banyak penata panggung yang lebih

dahulu bertanya ‘bagaimana’ menciptakan

karya di atas pentas sementara ia belum

menangkap apa maksud naskah lakon yang

hendak digarap. Keadaan ini membuat ia

berada dalam kebingungan atau justru

menciptakan imajinasi-imajinasi yang

hasilnya

melenceng

jauh dari

apa yang

dikehendaki

oleh naskah

lakon.

Untuk itu

membaca

naskah

berulang-

ulang

sangat

diperlukan.

Bukan

dalam arti

kajian yang

mendalam tetapi dalam rangka menemukan

“APA” yang dimaksud oleh lakon tersebut.

Dengan menangkap maksud lakon maka

gambaran global laku lakon di atas pentas

akan didapatkan. Jadi, memang kerja tata

panggung bukan dalam wilayah memahami

makna teks ataupun sub teks, tetapi

memahami maksud lakon tersebut, bercerita

tentang apa lakon tersebut.

Setelah mengerti apa maksud lakon

maka perlu diketahui pula “DI MANA”

peristiwa itu berlangsung. “DI

MANA”menggambarkan latar

berlangsungnya cerita, menggambarkan

ruang berlangsungnya cerita,

menggambarkan keadaan/situasi cerita, dan

menggambarkan waktu berlangsungnya

cerita. Pemahaman tentang ruang dan waktu

sangat dibutuhkan untuk menciptakan

suasana peristiwa seperti yang dikehendaki

oleh lakon. Dalam sebuah kasus jual beli

misalnya, suasananya akan tampak sangat

berbeda antara yang terjadi di pasar dengan

yang terjadi di lingkungan pertokoan.

Dengan memahami “DI MANA” peristiwa

berlangsung maka penata panggung akan

memiliki gambaran komplit setting cerita

tersebut. Berikutnya adalah wilayah kreatif si

penata

panggung

untuk

mewujudkan

gambaran-

gambaran

tersebut

dalam

karyanya.

Pada tahap

ini barulah

kata

“bagaimana”

digunakan.

Jika sudah

sampai di

sini maka ini

adalah

medan merdeka untuk berekspresi

sepanjang tidak lepas dari konteks “APA”

maksud/makna cerita dan “DI MANA” cerita

tersebut berlangsung sehingga keutuhan

pesan cerita dapat disampaikan melalui

bahasa dan kode-kode artistik yang hadir

secara visual di atas pentas.

Satu Diduakan. Karya: Pea

SASTRA CYBER

Page 39: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 39

KONSEP

Setelah menemukan ‘Apa’ dan ‘Di

mana’ maka kerja berikutnya adalah

menentukan konsep garapan. Untuk hal

yang satu ini penata panggung

berkonsultasi dengan sutradara atau

produser karena merekalah yang memiliki

wewenang terhadap konsep dasar

pementasan. Selanjutnya, kreasi sang penata

panggung mengikuti alur konsep dasar yang

telah ditentukan tersebut. Tetapi dalam hal

ini pun penata panggung harus dapat

bekerjasama dengan penata rias dan

busana, serta penata cahaya semua

dimaksudkan agar terjadi satu kesatuan

SKETSA

Gambaran kasar tata panggung

secara sederhana tetapi jelas sehingga

maksud atau tujuan tata panggung yang

sebenarnya dapat dibaca secara visual. Pada

gambar sktesa ini, penata panggung

memiliki kebebasan menuangkan berbagai

ekspresi artsitik dalam desain karya tata

panggung. Sketsa yang dibuat jumlah dan

bentuknya bisa banyak untuk memberikan

ragam pilihan.

Kemudian

dengan

berbagai

pertimbangan

termasuk

konsep dasar

yang telah

ditentukan

maka sketsa

yang paling

cocok dipilih

untuk

selanjutnya

disempurnakan

dalam gambar

desain tata

panggung

secara perspektif.

GAMBAR DESAIN TATA PANGGUNG

Berdasar dari sketsa yang telah

dipilih, gambar desain tata panggung dibuat

secara perspektif. Untuk memberi gambaran

yang jelas, sebaiknya gambar dibuat

berwarna persis seperti apa yang nantinya

dituangkan dalam tata panggung. Jika

desain tata panggung menggunakan banyak

piranti atau banyak konstruksi, biasanya

desain dibuat dari berbagai sudut pandang.

Hal ini selain memudahkan kerja

berikutnya, juga dapat memberikan

gambaran sejelas-jelasnya rancangan yang

telah dibuat sehingga, gambaran tata

panggung asli dapat ditangkap.

MAKET

Maket atau miniatur tata panggung

dibuat untuk memberikan gambaran sejelas-

jelasnya kepada produser, sutaradara, serta

pemain. Biasanya maket dibuat untuk kerja

tata panggung dalam proyek yang besar

yang melibatkan berbagai unsur pendukung

sehingga semua orang yang terlibat dalam

proyek tersebut mengetahui maksud dan

SASTRA CYBER

Pagi I. Karya: Isti Syarifah

Page 40: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 40

“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali.” Dee-

Filosofi Kopi

tujuan dari tata panggung tersebut. Selain

itu, untuk kepentingan studi tata panggung,

maket merupakan satu bentuk kerja praktik

yang jauh lebih murah dibanding membuat

tata panggung yang sesungguhnya

pengerjaan.

Setelah semua tahap dilakukan,

sekarang tiba saatnya kerja yang

sesungguhnya. Sebelum memulai kerja,

tentukan dulu teknik yang akan digunakan

dalam pengerjaan. Tata panggung biasanya

dibuat dengan teknik knockdown (bongkar

pasang) jika nanti pada pementasan terjadi

penggeseran tata letak dari adegan satu ke

adegan yang lain. Selain itu teknik bongkar

pasang memudahkan pengangkatan piranti

set, terutama ketika pentas dikerjakan secara

keliling.

Teknik yang kedua adalah permanen,

dalam artian set tidak akan berpindah-

pindahdan pentas dikerjakan hanya dalam

satu tempat dalam waktu yang lama.

Pemilihan teknik ini mempengaruhi

kebutuhan alat dan bahan. Dalam teknik

bongkar-pasang bahan yang digunakan

biasanya bersifat ringan dan mudah

dibentuk serta ringkas dibawa. Sedangkan

setting permanen menggunakan bahan yang

lebih kuat dan solid serta biasanya berat.

Jadi, alat dan bahan pembuatan setting

bersifat relatif. Hal mendasar yang paling

penting untuk diketahui adalah karakter

bahan yang digunakan serta alat yang tepat.

Sebagai misal untuk merekatkan antara

papan yang satu dengan yang lain dapat

menggunakan paku atau baut, tetapi untuk

merekatkan kertas harus menggunakan lem.

Demikian juga dalam hal pengerjaan,

karakter bahan sangat menentukan

pembentukan objek yang dinginkan. Oleh

karena itu, kenalilah alat dan bahan dengan

baik.

Setelah semua dikerjakan maka

langkah berikutnya adalah finishing atau

penyelesaian. Untuk menyelesaikan

keseluruhan rangkaian kerja tata panggung,

penata panggung tidak bisa bekerja sendiri.

Pada saat ini peran penata artistik lain

terutama tata cahaya dan busana

dibutuhkan. Perbedaan karakter bahan tata

busana dan tata panggung menimbulkan

efek perbedaan warna, tekstur yang

signifikan. Biasanya yang paling rumit

adalah penggunaan warna, karena wana

yang dihasilkan dari kain (busana), dengan

warna yang ada pada set dan, warna cahaya

sangat berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan

waktu tersendiri untuk uji cobabusana, set

dekor, dan cahaya. Percobaan dilakukan

berulang hingga perpaduan tepat

ditemukan. Harmoni adalah kunci utama

dari tata artistik pementasan. (D. Rusdi/Red)

¤

Alam. Karya: Ade Junita

SASTRA CYBER

Page 41: Purakasastra edisi 8

PURAKASASTRA | APRIL 2016 41