puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa
TRANSCRIPT
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume X /2018 Hal. i
KEPALA DINAS
DR. IKHSAN, S.PSI., MM
PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 19690809 199501 1 002
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayat-Nya dapat diterbitkan E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota
Surabaya Volume XI Edisi Desember 2018 – Mei 2019.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya merupakan sebuah bentuk
apresiasi kepada guru yang telah mendedikasikan ilmu pengetahuan kedalam
sebuah bentuk karya ilmiah.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya memiliki standar mutu dan kualitas
penulisan karya ilmiah guru secara umum yang nantinya dapat bermanfaat
dalam mengurus kenaikan pangkat.
Proses pengumpulan poin angka kredit yang didapat dari sebuah karya ilmiah
dimulai melalui tahapan pelatihan penulisan karya ilmiah, membuat karya tulis,
melakukan resume kegiatan pelatihan, hingga publikasi karya ilmiah.
Hambatan terbesar dari seorang guru adalah membuat karya ilmiah kemudian
mempublikasikannya. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebuah
alternatif jawaban ditengah-tengah kemajuan arus teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin modern.
Selamat dan sukses atas karya ilmiah yang telah dihasilkan semoga kedepan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya mampu sebagai inspirasi dalam
peningkatan mutu dan kualitas guru-guru di Indonesia.
SURABAYA, 26 DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR
SUSUNAN PENGURUS
E-JURNAL DINAS PENDIDIKAN KOTA
SURABAYA
Dr. Ikhsan, S. Psi, MM
Drs. Aston Tambunan, M. Si
Mamik Suparmi, M. Pd
Drs. Sudarminto, M. Pd
Dra. Agnes Warsiati, M. A. P
Sri Wulandari, ST, MT
Dedi Prasetiawan, S. Psi
Achmad Suharto, M. Pd
Yustinus Budi Setyanta, M. Pd
Budi Hartono, SH, S. Pd, MM, M. Sc
Ahmad Sya’roni, M. Pd
Chrisma Rachmadya Priyanto, SH, M. Pd
Dinas Pendidikan Kota Surabaya
Jl. Jagir Wonokromo 354-356
Website : dispendik.surabaya.go.id/sb/
Email : [email protected]
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Susunan Pengurus ................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii
Peningkatan Kemampuan Memahami “Operasi Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Desimal” melalui Permainan Bingo Siswa Kelas IV-B SD Negeri
Wonorejo 274 Surabaya
(Eriyanti Utami) ....................................................................................................... 1
Peningkatan Kemampuan Memahami Teks Negosiasi melalui Bermain Peran
(Yustinus Budi Setyanta) .......................................................................................... 14
Penerapan Metode Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan
Pemahaman Materi Sistem Ekresi pada Siswa Kelas IX-E SMP Negeri 35
Surabaya”
(Aslikah) ................................................................................................................... 28
Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa
Kelas IV SDN Kendangsari III/278 Tahun Pelajaran 2018/2019
(Deva Setiyawan) ..................................................................................................... 42
Peningkatan Pemahaman Hubungan Sumber Daya Alam dengan Teknologi melalui
Model NHT Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
(Arik Widiyaningsih) ................................................................................................ 56
Penggunaan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada
Materi Perkalian dan Pembagian Siswa Kelas II SDN Dukuh Kupang I/488
Surabaya
(Siti Romlah) ............................................................................................................ 67
Peningkatkan Kompetensi Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran melalui Bimbingan Berkelanjutan di SD Negeri Ketabang I / 288
Surabaya Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019
(Siti Rahayu) ............................................................................................................ 80
Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Membandingkan Banyak Benda melalui
Media Sedotan Siswa Kelas I SD Negeri Ngagel I/394 Surabaya
(Ida Handriyani) ....................................................................................................... 95
Upaya Meningkatkan Keterampilan Membuat Kalimat melalui Peraga Lingkaran
Kata pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SDN Gading VII Surabaya
(Marilowati) ............................................................................................................. 104
Peningkatan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada Materi Teks Tantangan
Melalui Jigsaw
(Restiasih) ................................................................................................................ 111
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 1
ISSN : 2337-3253
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI
“OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN DESIMAL”
MELALUI PERMAINAN BINGO
SISWA KELAS IV-B SD NEGERI WONOREJO 274 SURABAYA
(Eriyanti Utami)
ABSTRACT
The study, which was designed as a three-cycle classroom action research aims to
(1) describe the process of Improving Mathematics Learning Achievement in the
Material "Decimal Addition and Reduction Operations" through the Bingo Game Class
IV-B Students SDN Wonorejo 274 Surabaya Even Semester 2017/2018 Academic Year ;
(2) describe the results of the Improvement of Class IV-B Student Achievement in SDN
Wonorejo 274 Surabaya Even Semester 2017/2018 Academic Year in Mathematics
Learning in the Material "Decimal Summing and Reduction Operation" through Bingo
Games; (3) find out the response of class IV-B students at SDN Wonorejo 274 Surabaya
even in the year 2017/2018 for the application of the learning model of Bingo games to
improve learning achievement in Mathematics learning in the material "Decimal
Operation and Reduction of Decimal Numbers".
Data collection is done by observation and tests. Observation is used to collect
student response data in learning, while tests are used to collect data about student
learning outcomes.
The results showed that the Bingo game model had a positive impact on improving
student learning achievement. This can be seen from the more steady understanding of
students on the material delivered by the teacher (learning completeness increased from
cycles I, II, and III), namely 63.16%, 76.32%, and 89.47%, respectively. In the third
cycle the completeness of student learning has been achieved classically.
Student activities in the process of cooperative learning methods Bingo games in
each cycle have increased. This has a positive impact on the quality of student learning,
which can be shown by increasing the average value of students in each cycle which
continues to increase.
Teacher activities during learning have carried out the steps of the cooperative
learning method with the Bingo Game model well. This can be seen from the activities of
the teacher that emerged, including the activity of guiding and observing students in
working on LKS activities / finding concepts, explaining difficult material, giving
feedback / evaluation / question and answer where the percentage for these activities is
quite large.
Thus, it can be concluded that the application of the bingo game model can
increase student activity in learning so that student achievement also increases. For this
reason, it is recommended to the gutu, especially those who are Mathematics subjects to
apply the Bingo Game model as one of the creative and fun alternative learning.
Keywords: learning achievement, addition and subtraction of decimal numbers,
cooperatives, bingo games
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 2
Pendahuluan
Tujuan pembelajaran Matematika
belum dicapai secara maksimal oleh
siswa. Hal itu tampak dari hasil belajar
siswa yang masih sangat rendah. Nilai
rata-rata yang diperoleh siswa hanya 60,
padahal nilai KKM sebesar 75.
Setelah dilakukan penelusuran,
akar masalah terdapat pada monotonnya
guru dalam penyampaian materi
pembelajaran. Selain itu, ada faktor
ketidaktelitian dan keengganan siswa
untuk berlatih soal.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
ada alternatif tindakan yang diasumsikan
dapat mengatasi masalah tersebut, yakni
pembelajaran melalui model
pembelajaran Jigsaw atau permainan
Bingo. Oleh sebab itu, dipilihlah model
pembelajaran yang dirasa lebih cocok
diterapkan untuk mengatasi masalah
rendahnya kemampuan siswa kelas XI
IPA-1 SDN Wonorejo 274 Surabaya
pada materi Operasi Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Desimal. Salah
satu model pembelajaran menyenangkan
sehingga dapat membuat siswa mampu
mengingat kembali materi pelajaran yang
telah mereka terima adalah cara belajar
aktif melalui Permainan Bingo.
Bertitik tolak dari latar belakang
permasalahan tersebut, maka dalam
penelitian ini penulis mengambil judul
“Peningkatan Prestasi Belajar
Matematika pada Materi “Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Desimal ” melalui Permainan Bingo
Siswa Kelas IV-B SDN Wonorejo 274
Surabaya Semeter Genap Tahun
Pelajaran 2017/2018.
Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa
Belanda, yaitu prestatie. Dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti
hasil usaha (Arifin, 1990:2). Dengan
demikian, prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil usaha yang telah dicapai
dalam belajar.
Berdasarkan pengertian tersebut
dapat diasumsikan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai pada taraf
terakhir setelah melakukan kegiatan
belajar. Prestasi tersebut dapat dilihat dari
kemampuan mengingat dan kemampuan
intelektual siswa, perolehan nilai dan
sikap positif siswa dalam mengikuti
pelajaran dan terbentuknya keterampilan
siswa yang semakin meningkat dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.
Prestasi belajar semakin terasa
penting untuk dipermasalahkan, karena
memunyai beberapa fungsi utama, yaitu
sebagai berikut.
(1) Prestasi belajar sebagai indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik.
(2) Prestasi belajar sebagai pemuasan
hasrat ingin tahu.
(3) Prestasi belajar sebagai bahan
informasi dalam inovasi pendidikan.
(4) Prestasi belajar sebagai indikator
intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan.
(5) Prestasi belajar dapat dijadikan
indikator terhadap daya serap
(kecerdasan) anak didik.(Arifin,
1990:3).
Dalam proses pembelajaran,
terdapat beberapa faktor yang berkaitan
dengan kesulitan belajar yang dapat
berpengaruh bagi perstasi belajar siswa.
Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut.
(1) Faktor-faktor yang berasal dari
dalam (internal), yaitu sebagai
berikut.
(a) Siswa merasa sukar mencerna
materi karena menganggapnya
sulit.
(b) Siswa kehilangan gairah belajar
karena mendapatkan nilai yang
rendah.
(c) Siswa meyakini bahwa sulit
untuk menerapkan disiplin diri
dalam belajar.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 3
(d) Siswa mengeluh tidak bisa
berkonsentrasi.
(e) Siswa tidak cukup tekun untuk
mengerjakan sesuatu khususnya
belajar.
(f) Konsep diri yang rendah.
(g) Gangguan emosi.
(2) Faktor-faktor yang berasal dari luar
(eksternal), yaitu
(a) Kemampuan atau keadaan sosial
ekonomi.
(b) Kekurangmampuan guru dalam
materi dan strategi
pembelajaran.
(c) Tugas-tugas non akademik.
(d) Kurang adanya dukungan dari
orang-orang di sekitarnya.
(e) Lingkungan fisik (Suparno,
2001: 52–57).
Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif,
yang dikembangkan oleh John Dewey
dan Herbert Thelan, memungkinkan
siswa dapat belajar dengan cara bekerja
sama dengan temannya. Teman yang
lebih mampu dapat membantu teman
yang lemah. Setiap anggota kelompok
tetap memberikan sumbangan terhadap
prestasi kelompok. Selain itu, para siswa
juga mendapatkan kesempatan untuk
bersosialisasi (Suyatno, 2009:23).
Sejalan dengan Suyatno,
Ratumanan (2003:10) mengatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu model belajar
kelompok dengan tingkat kemampuan
yang heterogen. Belajar secara kooperatif
memupuk pembentukan kelompok kerja
yang saling membutuhkan secara positif
sehingga meminimalkan persaingan yang
tidak sehat antarsiswa.
Dalam pembelajaran kooperatif,
siswa tetap berada dalam kelompoknya
selama beberapa kali pertemuan.
Aktivitas siswa antara lain mengikuti
penjelasan guru secara aktif, bekerja
sama menyelesaikan tugas-tugas dalam
kelompok, memberikan penjelasan
kepada teman kelompoknya dan
mendorong anggota kelompok lainnya
untuk berpartisipasi secara aktif.
Berdasarkan hal tersebut, ciri-ciri
model pembelajaran kooperatif di
antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Siswa bekerja dalam kelompok
kooperatif untuk menuntaskan materi
pelajaran.
(2) Kelompok dibentuk secara bervariasi
dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
(3) Bila mungkin, anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin, dan ragam yang berbeda-
beda.
(4) Penghargaan lebih berorientasi
kepada kelompok daripada individu.
Terdapat lima komponen penting
dalam bekerja sama secara kooperatif,
yaitu
(1) ketergantungan positif;
(2) memajukan interaksi tatap muka;
(3) tanggung jawab individual dari
kelompoknya;
(4) kecakapan interpersonal dan
kecakapan kelompok kecil;
(5) pemrosesan kelompok.
Belajar dengan latar kooperatif
memberikan beberapa manfaat bagi
siswa, yaitu
(1) dapat saling membantu dalam
aktivitas belajar;
(2) pandai sekaligus dapat berfungsi
sebagai tutor sebaya;
(3) adanya interaksi secara berkelanjutan
dan teratur antarsiswa dalam
kelompok;
(4) dapat meningkatkan penguasaan
terhadap bahan ajar dan kemampuan
berkomunikasi.
Model pembelajaran kooperatif
memiliki sintaks tertentu yang
merupakan ciri khususnya, seperti
tampak pada tabel berikut.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 4
Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
TAHAPAN
PEMBELAJARAN
TINGKAH LAKU
GURU
Tahap 1
Penyampaian tujuan
dan memotivasi
siswa
Guru menyampaikan
semua tujuan
pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi
siswa untuk belajar.
Tahap 2
Penyajian informasi
Guru menyajikan
informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi
atau melalui bahan
bacaan.
Tahap 3
Pengorganisasian
siswa ke dalam
kelompok belajar
Guru menjelaskan
kepada siswa bagaimana
membentuk kelompok
belajar dan membantu
setiap kelompok agar
melakukan transisi
secara efisien.
Tahap 4
Pembimbingan
kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing
kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.
Tahap 5
Pemberian evaluasi
Guru mengevaluasi
prestasi belajar tentang
materi yang telah
dipelajari atau pada saat
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil
kerjanya.
Tahap 6
Pemberian
penghargaan
Guru memberikan
penghargaan atas upaya
dan prestasi belajar
individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif memunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan
model lain, di antaranya adalah sebagai
berikut.
(1) meningkatkan kemampuan siswa;
(2) meningkatkan rasa percaya diri;
(3) menumbuhkan keinginan untuk
menggunakan pengetahuan dan
keahlian;
(4) memperbaiki hubungan
antarkelompok.
Model pembelajaran kooperatif
juga memunyai beberapa kelemahan,
yakni
(1) memerlukan persiapan yang rumit
untuk melaksanakan;
(2) bila terjadi persaingan yang negatif,
hasilnya akan buruk;
(3) bila ada siswa yang malas atau ada
yang ingin berkuasa dalam
kelompok, mengakibatkan usaha
kelompok tidak berjalan
sebagaimana mestinya;
(4) adanya siswa yang tidak
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
dalam kelompok belajar (Slavin,
1995:2).
Melihat kelemahan-kelemahan
tersebut, dalam pelaksanaan metode
pembelajaran kooperatif diperlukan
seorang guru yang mampu menjadikan
kondisi kelas yang kondusif dan
sepenuhnya menguasai metode
pembelajaran kooperatif sehingga proses
pelaksanaannya akan menjadi lancar
sehingga siswa dapat berperan secara
aktif dalam proses pembelajaran, serta
siswa dapat bersaing secara positif.
Permainan Bingo
1. Uraian Singkat
Strategi ini membantu
mengingatkan kembali akan istilah-
istilah yang telah siswa pelajari selama
menempuh mata pelajaran. Strategi ini
menggunakan format permainan
Bingo.
2. Prosedur
(1) Susunlah sejumlah 24 atau 25
pertanyaan tentang materi
pelajaran
(2) Sortirlah pertanyaan menjadi lima
tumpukan. Labeli tiap tumpukan
dengan huruf B-I-N-G-O kartu
Bingo untuk tiap siswa. Kartu ini
mesti mirip betul dengan kartu
Bingo biasa, dengan nomor-
nomor dalam tiap 24 celah dalam
matrik 5 x 5 (celah tengah
“Kosong.”)
(3) Berikan sebuah pertanyaan. Jika
seorang siswa memiliki angkanya
dan dia dapat menuliskan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 5
jawabannya dengan benar, maka
dia dapat mengisi celah tersebut.
(4) Bila seorang siswa mencapai lima
jawaban benar dalam sebuah
deretan (baik vertical, horizontal
maupun diagonal), siswa tersebut
boleh meneriakkan “Bingo”.
Permainan dapat diteruskan
hingga ke 25 celah tersebut terisi.
3. Variasi
(1) Sediakan hadiah yang tidak
mahal, misalnya sebungkus
coklat, bila siswa mendapatkan
Bingo.
(2) Buatlah kartu yang memiliki sel-
sel yang sebelumnya diisi dengan
24 istilah utama (plus sel
“kosong” di tengahnya). Ketika
sebuah pertanyaan dibacakan, jika
siswa yakin bahwa salah satu dari
jawaban pada kartu itu cocok
dengan pertanyaan tersebut, dia
bisa menuliskan nomor
pertanyaanya di sampingnya.
Kerangka Berpikir
Penerapan penelitia tindakan kelas
dengan Bingo memberikan solusi
terhadap kekurangan atau kelemahan
siswa dalam memahami Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Desimal. Secara skematis, hal tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis,
penelitian yang relevan, dan kerangka
berpikir, dapat diajukan hipotesis
tindakan sebagai berikut.
(1) Penerapan tindakan dalam
pembelajaran pada materi Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Desimal melalui
permainan Bingo dapat membuat
suasana belajar aktif, kreatif, efektif,
produktif, dan menyenangkan.
Sangat dimungkinkan, pada siklus
terakhir, pencapaian persentase
KKM siswa pada materi Sel
mencapai angka lebih dari 80%.
(2) Penerapan tindakan kelas dengan
permainan Bingo dapat mengubah
sikap dan perilaku siswa dalam
pembelajaran Matematika,
khususnya pada materi Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Desimal.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian tindakan kelas (PTK). PTK
merupakan kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan, dilakukan untuk
meningkatkan kematangan rasional dari
tindakan-tindakan dalam melakukan
tugas, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi
tempat praktik pembelajaran tersebut
dilakukan. Dengan kata lain, PTK
merupakan bentuk kajian dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu
agar dapat memperbaiki dan/atau
meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas secara profesional.
Refleksi tindakan yang diperoleh
dapat berupa (1) praktik-praktik sosial
atau pendidikan yang dilakukan oleh
guru, (2) pemahaman terhadap praktik-
praktik tersebut, dan (3) situasi yang
melatarbelakangi praktik itu
dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas
KONDISI
AWAL
Siswa belum
menggunakan model pembelajaran
Bingo.
Prestasi Belajar
Siswa Rendah.
KONDIS
I
AKHIR
TINDAKAN
(ACTION)
Prestasi belajar siswa
meningkat, baik
individu maupun kelompok;
Ada perubahan
sikap dan perilaku
siswa.
SIKLUS I
Siswa
menggunakan model
pembelajaran
Bingo
SIKLUS II
Siswa
menggunakan
model
pembelajaran
Bingo
Siswa menggunakan tindakan berupa
penggunaan model
pembelajaran Bingo
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 6
dapat dilakukan secara kolaboratif, untuk
kemantapan rasional dalam pelaksanaan
tugas, serta memperbaiki kondisi tempat
praktik pembelajaran sendiri.
Prosedur yang dilaksanakan dalam
penelitian tindakan kelas ini berbentuk
siklus yang akan berlangsung lebih dari
satu siklus bergantung pada tingkat
keberhasilan target yang akan dicapai.
Setiap siklus dapat terdiri atas dua atau
lebih pertemuan. Prosedur penelitian
yang dipilih menggunakan model spiral
dari Kemmis dan Taggart. Siklus tersebut
dilakukan secara berulang dan
berkelanjutan, seperti tampak pada
gambar 3.1 berikut.
Gambar 2 Model PTK Kemmis & Mc Taggart (Arikunto,
2008:97)
Langkah-langkah pada siklus
tersebut, yaitu (1) perencanaan tindakan,
(2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi,
dan (4) refleksi. Langkah-langkah
tersebut dipaparkan berikut ini
Hasil Penelitian
1. Siklus I Tabel 2 Pengelolaan Pembelajaran (Siklus I)
NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN RT-
2 P1 P2
I
Pengamatan Pembelajaran
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan
pembelajaran
3. Menghubungkan dengan pelajaran
sebelumnya
4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok
belajar
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
B. Kegiatan inti
1. Mempresentasikan
langkah-langkah
metode pembelajaran kooperatif
2. Membimbing siswa
melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan
kooperatif
4. Mengawasi setiap kelompok secara
bergiliran
5. Memberikan bantuan kepada kelompok
yang mengalami
kesulitan
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa
membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
3 3
3 3
3 3
II Pengelolaan Waktu 2 2 2
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa antusias 2. Guru antisias
2 3
2 3
2 3
JUMLAH 38 38 38
Keterangan:
Nilai: Kriteria
1) : Tidak Baik
2) : Kurang Baik
3) : Cukup Baik
4) : Baik
Berdasarkan tabel tersebut, aspek-
aspek yang mendapatkan kriteria kurang
baik adalah memotivasi siswa,
menyampaikan tujuan pembelajaran,
pengelolaan waktu, dan siswa antusias.
Keempat aspek yang mendapat nilai
kurang baik tersebut, merupakan suatu
kelemahan yang terjadi pada siklus I dan
akan dijadikan bahan kajian untuk
refleksi dan revisi yang akan dilakukan
pada siklus II.
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Rencana
awal/rancang
an
Rencana yang
direvisi
Rencana yang
direvisi
Siklus I
Siklus II
Siklus III
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 7
Tabel 3 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus I) NO AKTIVITAS GURU PRESENTASE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa
Mengkaitkan dengan pelajaran
sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-
langkah/ strategi
Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa
dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik Membimbing siswa merangkum
pelajaran
5,0 8,3
8,3
6,7
13,3 21,7
10,0
18,3 8,3
NO AKTIVITAS SISWA PRESENTASE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru
Mempelajari materi dari buku buku
Bekerja dengan sesama anggota kelompok
Diskusi antarsiswa/ antara siswa
dengan guru Menyajikan hasil pembelajaran
Menyajikan/ menanggapi
pertanyaan/ ide Menulis yang relevan dengan
pembelajaran
Merangkum pembelajaran Mengerjakan tes evaluasi
22,5
11,5
18,7
14,4
2,9
5,2
8,9
6,9
8,9
Berdasarkan tabel tersebut
tampak bahwa aktivitas guru yang
paling dominan pada siklus I adalah
membimbing dan mengamati siswa
dalam menemukan konsep, yaitu 21,7
%. Aktivitas lain yang presentasinya
cukup besar adalah memberi umpan
balik/ evaluasi, tanya jawab dan
menjelaskan materi yang sulit yaitu
masing-masing sebesar 13,3 %.
Sedangkan aktivitas siswa yang paling
dominan adalah mengerjakan/
memperhatikan penjelasan guru yaitu
22,5 %. Aktivitas lain yang
presentasinya cukup besar adalah
bekerja dengan sesama anggota
kelompok, diskusi antara siswa/ antara
siswa dengan guru, dan mempelajari
materi dari buku buku yaitu masing-
masing 18,7 % 14,4 dan 11,5%.
Pada siklus I, secaraa garis besar
kegiatan belajar mengajar dengan
metode pembelajaran kooperatif
model Permainan Binggo sudah
dilaksanakan dengan baik, walaupun
peran guru masih cukup dominan
untuk memberikan penjelasan dan
arahan, karena model tersebut masih
dirasakan baru oleh siswa.
Tabel 4 Nilai Tes pada Siklus I
NO NAMA SISWA L
/
P
NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
1 72 √
2 50 √
3 72 √
...
38 72 √
RATA-RATA NILAI 72,7
JUMLAH 23 14
PERSENTASE 62,16 37,84
Tabel 5 Rekapitulasi UH Siklus I NO URAIAN NILAI
1
2
3
Nilai Rata-Rata Ulangan Harian
Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar Persentase Ketuntasan Belajar
72,7
23 62,16
Jika dibuat dalam bentuk grafik,
akan tampak seperti grafik berikut ini.
Grafik 1 Rekapitulasi Hasil UH Siklus I
Dari tabel dan grafik tersebut,
dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan metode belajar aktif
model tinjauan ala permainan Bingo
diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 72,7 dan
ketuntasan belajar mencapai 62,16%
atau ada 23 siswa dari 37 siswa sudah
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 8
tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus
pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar
62,16% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki, yaitu
sebesar 85%. Hal itu disebabkan siswa
banyak yang lupa dengan materi
pelajaran yang telah diajarkan selama
hampir satu semester ini.
2. Siklus II Tabel 6 Pengelolaan Pembelajaran (Siklus II)
NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN Rt-
2 P1 P2
I
Pengamatan Pembelajaran
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan
pembelajaran 3. Menghubungkan
dengan pelajaran
sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam
kelompok-kelompok
belajar
3 3
3
3
3 4
3
3
3 3.5
3
3
B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan
langkah-langkah
metode pembelajaran
kooperatif
2. Membimbing siswa
melakukan kegiatan 2. Melatih keterampilan
kooperatif
3. Mengawasi setiap kelompok secara
bergiliran
4. Memberikan bantuan kepada kelompok
yang mengalami
kesulitan
3
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3,5
4
4
4
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa
membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi
3
4
4
4
3,5
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 3
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa antusias 2. Guru antisias
4 4
3 4
3,5 4
JUMLAH 48 50 49
Keterangan: Nilai : Kriteria
1. : Tidak Baik
2. : Kurang Baik 3. : Cukup Baik
4. : Baik
Dari tabel tersebut, tampak
aspek-aspek yang diamati pada
kegiatan pembelajaran (siklus II) yang
dilaksanakan oleh guru dengan
menerapkan metode pembelajarn
kooperatif model permainan bingo
mendapatkan penilaian yang cukup
baik dari pengamat. Dari seluruh
penilaian tidak terdapat nilai kurang.
Namun demikian penilaian tesebut
belum merupakan hasil yang optimal,
untuk itu ada beberapa aspek yang
perlu mendapatkan perhatian untuk
penyempurnaan penerapan
pembelajaran selanjutnya. Aspek-
aspek tersebut adalah memotivasi
siswa, membimbing siswa
merumuskan simpulan/ menemukan
konsep, dan pengelolaan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-
aspek I atas penerapan metode
pembelajarn kooperatif model
permainan bingo diharapkan siswa
dapat menyimpulkan apa yang telah
mereka pelajari dan mengemukakan
pendapatnya sehingga mereka akan
lebih memahami tentang apa ynag
telah mereka lakukan.
Berikut disajikan hasil observasi
akivitas guru dan siswa.
Tabel 7 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus II)
NO
AKTIVITAS GURU YANG
DIAMATI PRESENTASE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa
Mengkaitkan dengan pelajaran
sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-
langkah/ strategi
Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa
dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
6,7 6,7
6,7
11,7
11,7 25,0
8,2
16,6
6,7
NO
AKTIVITAS SISWA YANG
DIAMATI PRESENTASE
1
2
3
4
Mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru Mempelajari materi dari buku buku
Bekerja dengan sesama anggota
kelompok Diskusi antarsiswa/ antara siswa
dengan guru
17,9
12,1
21,0
13,8
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 9
5
6
7
8
9
Menyajikan hasil pembelajaran
Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran Mengerjakan tes evaluasi
4,6
5,4
7,7
6,7 10,8
Berdasarkan tabel tersebut,
tampak bahwa aktivitas guru yang
paling dominan pada siklus II adalah
membimbing dan mengamati siswa
dalam menentukan konsep yaitu 25%.
Jika dibandingkan dengan siklus I,
aktivitas ini mengalami peningkatan.
Aktivitas guru yang mengalami
penurunan adalah memberi umpan
balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%),
menjelaskan materi yang sulit (11,7).
Meminta siswa mendiskusikan dan
menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan
membimbing siswa merangkum
pelajaran (6,7%).
Sementara itu, untuk aktivitas
siswa yang paling dominan pada
siklus II adalah bekerja dengan sesama
anggota kelompok yaitu (21%). Jika
dibandingkan dengan siklus I,
aktivitas ini mengalami peningkatan.
Aktivitas siswa yang mengalami
penurunan adalah
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru (17,9%). Diskusi
antarsiswa/ antara siswa dengan guru
(13,8%), menulis yang relevan dengan
KBM (7,7%) dan merangkum
pembelajaran (6,7%). Adapun
aktivitas siswa yang mengalami
peningkatan adalah mempelajari
materi dari buku buku (12,1%),
menyajikan hasil pembelajaran
(4,6%), menanggapi/mengajukan
Tabel 8 Nilai Tes pada Siklus II
NO NAMA SISWA L / P NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
1 75 √
2 72 √
3 80 √
NO NAMA SISWA L / P NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
...
37 75 √
RATA-RATA NILAI 78,2
JUMLAH 28 9
PERSENTASE 75,68 24,32
Tabel 9 Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian (Siklus II)
NO URAIAN NILAI
1
2
3
Nilai rata-rata Ulangan Harian Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
78,2 28
75,68
Jika dibuat dalam bentuk grafik,
akan tampak seperti grafik yang
berikut ini.
Grafik 2 Rekapitulasi Hasil UH Siklus II
Dari tabel tersebut, diperoleh
nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 78,2 dan ketuntasan belajar
mencapai 75,68% atau ada 28 siswa
dari 37 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah mengalami peningkatan
sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
peningkatan hasil belajar siswa ini
karena siswa-siswa telah mulai
mengulang pelajaran yang sudah
diterimanya selama ini sehingga para
siswa sebagian sudah mengingat
meteri yang telah diajarkan oleh guru.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 10
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Tabel 10 Pengelolaan Pembelajaran Siklus III
NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN RT-
2 P1 P2
I Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan
pembelajaran
3. Menghubungkan dengan pelajaran
sebelumnya
4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok
belajar
3 4
4
4
3 4
4
4
3 4
4
4
B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan
langkah-langkah
metode pembelajaran kooperatif
2. Membimbing siswa
melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan
kooperatif
4. Mengawasi setiap kelompok secara
bergiliran
5. Memberikan bantuan kepada kelompok
yang mengalami
kesulitan
4
4
4
\
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3,5
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa
membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
1.
4
4
4
4
4
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 3
III Antusiasme Kelas 2. Siswa antusias
3. Guru antisias
4
4
4
4
4
4
Jumlah 53 52 52,5
Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2.: Kurang Baik 3.: Cukup Baik
4.: Baik
Dari tabel tersebut, dapat dilihat
aspek-aspek yang diamati pada kegiatan
pembelajaran (siklus III) yang
dilaksanakan oleh guru dengan
menerapkan metode pembelajaran
kooperatif model permainan bingo
mendapatkan penilaian cukup baik dari
pengamat adalah memotivasi siswa,
memberikan bantuan pada kelompok
yang mengalami kesulitan, dan
pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek
tersebut dalam menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model
permainan bingo diharapkan dapat
berhasil semaksimal mungkin.
Tabel 11 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus III)
NO AKTIVITAS GURU YANG
DIAMATI %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa
Mengkaitkan dengan pelajaran
sebelumnya
Menyampaikan materi/ langkah-
langkah/ strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan
mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum
pelajaran
6,7
6,7
10,7
13,3
10,0
22,6
10,0
11,7
10,0
NO AKTIVITAS SISWA YANG
DIAMATI %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru
Mempelajari materi dari buku
buku
Bekerja dengan sesama anggota
kelompok
Diskusi antarsiswa/ antara siswa
dengan guru
Menyajikan hasil pembelajaran
Menyajikan/ menanggapi
pertanyaan/ ide
Menulis yang relevan dengan
KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi
20,8
13,1
22,1
15,0
2,9
4,2
6,1
7,3
8,5
Berdasarkan tabel tersebut tampak
bahwa aktivitas guru yang paling
dominan pada siklus III adalah
membimbing dan mengamati siswa
dalam menemukan konsep yaitu 22,6%,
sedangkan aktivitas menjelaskan materi
yang sulit dan memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab menurun
masing-masing sebesar (10%), dan
(11,7%). Aktivitas lain yang mengalami
peningkatan adalah mengkaitkan dengan
pelajaran sebelumnya (10%),
menyampiakan materi/strategi /langkah-
langkah (13,3%), meminta siswa
menyajikan dan mendiskusikan hasil
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 11
kegiatan (10%), dan membimbing siswa
merangkum pelajaran (10%). Adapun
aktivitas ynag tidak menglami perubahan
adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan
memotivasi siswa (6,7%).
Sementara itu untuk aktivitas siswa
yang paling dominan pada siklus III
adalah bekerja dengan sesama anggota
kelompok yaitu (22,1%) dan
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang
mengalami peningkatan adalah
mempelajari materi dari buku buku siswa
(13,1%) dan diskusi antarsiswa/antara
siswa dengan guru (15,0%), sedangkan
aktivitas yang lainnya mengalami
penurunan.
Tabel 12 Nilai Tes pada Siklus III
NO NAMA SISWA L
/
P
NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
1 80 √
2 75 √
3 85 √
...
37 80 √
RATA-RATA NILAI 82,6
JUMLAH 33 4
PERSENTASE 89,19 10,81
Tabel 12 Rekapitulasi Hasil UH Siklus III
No Uraian Hasil Siklus
III
1
2
3
Nilai Rata-Rata Ulangan
Harian
Jumlah Siswa yang Tuntas
Belajar
Persentase Ketuntasan
Belajar
82,6
33
89,19
Jika dibuat dalam bentuk grafik,
akan tampak seperti grafik yang berikut
ini.
Grafik 3 Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian
Siswa pada Siklus III
Berdasarkan tabel tersebut,
diperoleh nilai rata-rata Ulangan Harian
sebesar 82,6 dan dari 37 siswa yang telah
tuntas sebanyak 33 siswa dan 4 siswa
belum mencapai ketuntasan belajar.
Maka secara klasikal ketuntasan belajar
yang telah tercapai sebesar 89,19%
(termasuk kategori tuntas). Hasil pada
siklus III ini mengalami peningkatan
lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III
ini dipengaruhi oleh adanya usaha siswa
untuk mempelajari kembali materi ajar
yang telah disampaikan oleh guru.
Disamping itu siswa juga merasa belajar
mengulang ini adalah juga sebagai
persiapan untuk menghadapi ujian
kenaikan kelas yang sudah dekat
waktunya.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa metode belajar
aktif model tinjauan ala permainan
Bingo memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan
guru untuk menghadapi ujian
kenaikan kelas (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II, dan III)
yaitu masing-masing 62,16%, 75,68%,
dan 89,19%. Pada siklus III ketuntasan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 12
belajar siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam proses
metode pembelajaran kooperatif
model permainan bingo dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap kualitas
belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran dengan metode
pembelajaran kooperatif model
permainan bingo yang paling dominan
adalah bekerja dengan menggunakan
alat/media,
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi
antarsiswa/antara siswa dengan guru.
Jadi, dapat dikatakan bahwa aktivitas
isiswa dapat dikategorikan aktif.
Aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan
langkah-langkah metode pembelajaran
kooperatif model permainan bingo
dengan baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan
mengamati siswa dalam mengerjakan
kegiatan LKS/menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit,
memberi umpan balik/evaluasi/tanya
jawab dimana persentase untuk
aktivitas tersebut cukup besar.
Simpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan selama tiga siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan
serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
(1) Pembelajaran dengan metode belajar
aktif model tinjauan ala permainan
Bingo memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa
dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(62,16%), siklus II (75,68%), siklus
III (89,19%).
(2) Penerapan metode belajar aktif
model tinjauan ala permainan Bingo
mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa yang ditunjukan dengan rata-
rata jawaban siswa yang menyatakan
bahwa siswa tertarik dan berminat
dengan metode belajar aktif model
tinjauan ala permainan Bingo
sehingga mereka menjadi termotivasi
untuk belajar.
(3) Penerapan metode belajar aktif
model tinjauan ala permainan Bingo
efektif untuk mengingatkan kembali
materi ajar yang telah diterima siswa
selama ini sehingga siwa merasa siap
untuk menghadapi ulangan kenaikan
kelas yang segera akan dilaksanakan.
Daftar Rujukan
Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi
Instruksional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsini dkk. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Degeng, I Nyoman Sudana, 1997.
“Strategi Pembelajaran:
Mengorganisasi Isi
Pembelajaran dengan Model
Elaborasi” Disertasi Bahasan
tentang Temuan Penelitian.
Malang: IKIP Malang..
Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru
Berdasar Pendekatan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 13
Kompetensi. Jakarta : Bumi
Aksara.
KBBI. 2008. Edisi Keempat. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988.
The Action Research Planner.
Victoria Dearcin University
Press.
Nurhadi. dkk. 2004. Teori-Teori
Pembelajaran Kognitif.
Universitas Negeri
Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.
“Pengembangan Model
Interaktif dengan Setting
Kooperatif”. Desertasi yang
tidak dipublikasikan. Surabaya:
Unesa.
Rohani. Ahmad. 2004. Pengelolaan
Pengajaran. Jakarta. PT
Rineka Cipta.
Samana A. 1992. Sistem Pengajaran.
Yogyakarta: Kanisius.
Soeparwoto dkk. 2003. Psikologi
Pendidikan. Surabaya: UPT
MKK Unnes Press.
Sudjana, N. 1997, Teknologi Pengajaran,
Sinar Baru, Bandung.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Suparno, A. Suhaenah. 2001.
Membangun Kompetensi
Belajar. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan
Nasional.
Suyatno. 2009. ”Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Efektif, dan
Menyenangkan”. Modul Guru
SMP. PLPG 2009.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remadja
Rosda Karya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Wardhani, Wihardit Kuswaya. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Universitas Terbuka.
www.puskur.net/naskahak
ademik/naskahakademikbasing/
doc). Diakses pada 1 Januari
2015.
Yamin. Martinis. 2006. Pembelajaran
Berbasis Kompetensi. Jakart.
PT Gaung Persada Press.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 14
ISSN : 2337-3253
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI TEKS NEGOSIASI
MELALUI BERMAIN PERAN
(Yustinus Budi Setyanta)
ABSTRACT
The study was designed as a classroom action research, aimed at describing the
process, results, and responses of class X IPA-2 students of Surabaya 11 High School
Odd Semester 2016/2017 Academic Year on the application of learning models Role
Playing to improve student learning achievement in the Negotiation Text material.
Methods of collecting data in the form of observations, tests, and questionnaires.
These data are used to determine the results and responses of students to the application
of the Role Play learning model to improve student learning achievement in learning
Indonesian in the Negotiation Text material.
Based on the results of the study, the average grade in the first cycle was 74.5 and
in Cycle II it increased to 80.1. Learning completeness in Cycle II was 89.5%, increasing
from the previous cycle which was only 60.5%.
The results of research on student responses to the use of learning models also
indicate a positive thing. This is evident from the increase in student activity, both in the
aspects of work assignments, discussion of tasks, and during the evaluation. The
percentage of these aspects shows an increase from Cycle I to Cycle II.
Thus, based on the results of the first and second cycle learning evaluations, it can
be concluded that the use of the Role Playing learning model can improve Indonesian
language learning achievement in the Negotiation Texts material for tenth grade students
of IPA 11 SMA Negeri 11 Surabaya Odd Academic Year 2016/2017. This is an
indication of interest in role playing learning models.
For this reason, it is suggested that the results of this study should be used as
information and references in the development of education so that it becomes a creative
and fun alternative learning.
Keywords: Learning Achievement, Student Response, Negotiating Text, Role Playing
Pendahuluan
Proses belajar adalah aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam
interaksi. Aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan nilai dan sikap. Perubahan
ini relatif konstan (tetap) atau berbekas
(Winkel, 1991:200). Lebih lanjut
dikatakan bahwa setiap kegiatan belajar
akan menghasilkan suatu perubahan pada
diri siswa, perubahan ini akan tampak
pada tingkah laku atau prestasi siswa.
Penelitian ini diharapkan dapat
membekali keterampilan dasar
berkomunikasi siswa Kelas X IPA-2
SMA Negeri 11 Surabaya karena Teks
Negosiasi sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama untuk
menemukan suatu kesepakatan atas
perbedaan di antara dua atau lebih pihak.
Atas dasar harapan dan kenyataan di
atas, dalam kesempatan ini penulis
memaparkan hasil Penelitian Tindakan
Kelas yang berjudul “Peningkatan
Prestasi Belajar pada Materi Teks
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 15
Negosiasi melalui Model Pembelajaran
Bermain Peran Siswa Kelas X IPA-2
SMA Negeri 11 Surabaya Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Prestasi Belajar
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan
pembelajaran dapat dilihat dari prestasi
belajarnya. Prestasi belajar seseorang
dapat dilihat ditunjukkan dari prestasi
yang dicapainya. Kata “prestasi” berasal
dari bahasa Belanda, yaitu prestatie.
Kemudian menjadi „prestasi‟ yang berarti
hasil usaha” (Arifin, 1990: 2). Dengan
demikian prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil usaha yang telah dicapai
dalam belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat
diasumsikan, bahwa prestasi belajar
Bahasa Indonesia adalah hasil yang
dicapai pada taraf terakhir setelah
melakukan kegiatan belajar. Prestasi ini
dapat dilihat dari kemampuan mengingat
dan kemampuan intelektual siswa di
bidang studi Bahasa Indonesia, perolehan
nilai dan sikap positif siswa dalam
mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia dan
terbentuknya keterampilan siswa yang
semakin meningkat dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dicirikan
oleh suatu struktur, yakni tugas dan
penghargaan kooperatif siswa yang
bekerja dalam situasi pembelajaran
kooperatif. Siswa didorong untuk bekerja
sama pada satuan tugas dan harus
mengoordinasikan usahanya untuk
menyelesaikan tugasnya secara kooperatif
(Ibrahim, 2000:51). Berdasarkan hal
tersebut, Nur (1999:28) menambahkan
bahwa pembelajaran kooperatif
memberikan kerangka pembelajaran yang
dapat digunakan oleh guru untuk
mencapai tujuan sosial.
Ratumanan (2003:30) menyatakan
bahwa belajar dengan latar kooperatif
memberikan beberapa manfaat bagi
siswa, yaitu (1) dapat saling membantu
dalam aktivitas belajar, (2) pandai
sekaligus dapat berfungsi sebagai tutor
sebaya, (3) adanya interaksi secara
berkelanjutan dan teratur antara siswa
dalam kelompok, dan (4) dapat
meningkatkan penguasaan terhadap bahan
ajar dan kemampuan berkomunikasi.
Bermain Peran (Role Play) Kegiatan Bermain Peran (Role
Play) adalah sejenis permainan gerak
yang didalamnya ada tujuan, aturan dan
sekaligus melibatkan unsur senang (Jill
Hadfield, 1986:86) dalam Bermain Peran
siswa dikondisikan pada situasi tertentu di
luar kelas meskipun saat itu pembelajaran
terjadi di dalam kelas, dengan
menggunakan bahasa.
Lebih lanjut prinsip pembelajaran
bahasa menjelaskan bahwa dalam
pembelajaran bahasa siswa akan lebih
berhasil jika mereka diberi kesempatan
menggunakan bahasa dengan melakukan
berbagai kegiatan bahasa. Bila merteka
berpatisipasi mereka akan lebih mudah
menguasai apa yang mereka pelajari (
Boediono,2001:16). Jadi dalam
pembelajaran siswa harus aktif. tanpa
adanya aktivitas, maka proses
pembelajaran tidak mungkin terjadi
(Sardiman, 2001:4).
Model pembelajaran Cooperative
Menurut Spencer Kagan dan Robert
Slavin merujuk pada seperangkat metode
pembelajaran dimana para siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok belajar kecil
yang berkemampuan campuran akan
bermanfaat untuk menyampaikan
pengetahuan dan nilai dalam proses sekali
jadi nilai itu adalah nilai kerjasama dan
kepekaan sosial serta membentuk
keakraban dan kekompakan di dalam
kelas. Manfaat lain adalah bahwa
Bermain Peran adalah salah satu model
pembelajaran cooperative yang dapat
dikembangkan untuk menumbuhkan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 16
keterampilan dasar yang dibutuhkan
dalam hidup serta dapat meningkatkan
kemampuan akademis, rasa percaya diri
dan sikap positif terhadap sekolah.
(Mulyono, 2008:7).
Langkah langkah dalam
pembelajaran Bermain Peran, seperti
yang diutarakan oleh Mulyono (2008:5),
adalah sebagai berikut. Tabel 1 Langkah Pembelajaran Bermain Peran
No Tahapan
Pembelajaran Aktivitas
1 Pendahuluan (1) Guru menyusun
/menyiapkan
skenario yang akan
ditampilkan.
(2) Guru menjelaskan
tentang kompetensi
yang akan dicapai.
2 Pemberian
Materi
(1) menunjuk beberapa
siswa untuk
mempelajari
skenario dua hari
sebelum kegiatan
belajar mengajar.
(2) memanggil siswa
yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan
skenario yang sudah
dipersiapkan.
3 Pembentukan
Kelompok
(1) membentuk
kelompok siswa
yang beranggotakan
lima orang.
(2) masing-masing
kelompok duduk di
kelompoknya sambil
memperhatikan dan
mengamati skenario
yang sedang di
peragakan.
(3) masing-masing
siswa diberikan
kertas sebagai
lembar kerja untuk
dibahas.
(4) masing-masing
kelompok
menyampaikan
simpulannya.
4 Penutup Guru memberikan
simpulan secara umum
dan mengadakan
evaluasi.
Tujuan yang hendak dicapai dengan
model pembelajaran Bermain Peran (Role
Play) di antaranya (1) mengerti perasaan
orang lain, (2) membagi pertanggungan
jawab dan ikut memikulnya, (3)
menghargai pendapat orang lain, dan (4)
mengambil keputusan dalam kelompok.
Ada tiga syarat yang perlu
diperhatikan dalam Bermain Peran, yaitu
(1) harus menaruh perhatian atas masalah
yang dikemukakan, (2) harus mempunyai
gambaran yang jelas mengenai pokok
masalah (bahasan) yang dibahas, dan (3)
harus dipandang sebagai suatu masalah
sosial bukan sebagai permainan hiburan
semata. Ada tiga langkah pelaksanaan
pembelajaran melalui Bermain Peran,
yaitu (1) menentukan situasi sosial, (2)
memilih pelaku, dan (3) mempersiapkan
para penonton.
Bermain Peran dimaksudkan
sebagai alat pelajaran untuk memahami
perasaan dan pendirian orang lain yang
berbeda dengan kita. Apa yang dipelajari
dalam Bermain Peran sangat berguna
bagi siswa dalam hubungan sosial dengan
orang lain. Oleh karena itu guru
hendaknya memilih masalah-masalah
yang terdapat dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya menggunakan kegiatan
pembelajaran yang baik dan benar, serta
etika berkomunikasi.
Atas dasar paparan di atas maka
model pembelajaran Bermain Peran,
digunakan untuk meningkatkan prestasi
belajardi SMA Negeri 11 Surabaya,
dalam penelitian ini sebagai variabel
pertama.
Teks Negosiasi
1. Pengertian Teks Negosiasi Teks negosiasi ialah teks yang
berisi rangkaian interaksi sosial untuk
saling bertukar pikiran mencari
penyelesaian bersama antara pihak-
pihak yang memiliki kepentingan
bersama, yang dapat disampaikan baik
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 17
secara tulis maupun lisan. Pada
rangkaian negosiasi, pihak-pihak
tersebut berusaha menyelesaikan
perbedaan dengan cara-cara yang baik
tanpa merugikan salah satu pihak
dengan cara berdialog.
2. Unsur Penting Negosiasi yang
Terdapat dalam Teks Negosiasi (1) Suatu bentuk keterampilan yang
esensial untuk meraih sukses.
(2) Suatu bentuk kegiatan
pemecahan masalah.
(3) Pelaksanaan negosiasi
mencerminkan kepribadian
seseorang atau kelompok
3. Struktur, Kaidah, dan Ciri Teks
Negosiasi
Menyusun/menentukan struktur,
kaidah, dan ciri dari suatu teks
negosiasi. Struktur negosiasi adalah
(1) penyampaian maksud dilakukan
oleh pihak pertama, (2) pihak kedua
kemudian menyanggah, (3) pihak
pertama menyampaiakan argumentasi
atau bujukan, (4) pihak kedua
kembali menyatakan penolakan
dengan argumentasi, dan (5) terjadi
persepakatan: saling memberikan
tawaran.
Kaidah negosiasi adalah (1)
melibatkan dua pihak atau lebih secara
perseorangan, kelompok, atau
perwakilan organisasi atau
perusahaan, (2) berupa kegiatan
komunikasi langsung menggunakan
bahasa lisan, didukung oleh gerak
tubuh dan ekspresi wajah, (3)
mengandung konflik, pertentangan,
ataupun perselisihan, (4)
menyelesaikannya melalui tawar-
menawar (bargain) atau tukar-menukar
(barter), (5) menyangkut suatu
rencana, program, suatu keinginan,
atau sesuatu yang belum terjadi, dan
(6) berujung pada dua hal: sepakat atau
tidak sepakat.
Ciri teks negosiasi berisi
rangkaian peristiwa negosiasi atau
berisi rangkaian interaksi sosial
untuk saling bertukar pikiran mencari
penyelesaian bersama.
Kerangka Berpikir
Penerapan penelitian tindakan kelas
dengan model pembelajaran Bermain
Peran ini memberikan solusi terhadap
kekurangan atau kelemahan siswa dalam
memahami materi pembelajaran. Secara
skematis, hal tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut
Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah:
“Penggunaan model pembelajaran
Bermain Peran dapat meningkatkan
prestasi belajar pada materi Teks
Negosiasi siswa Kelas X IPA-2 SMA
Negeri 11 Surabaya Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2016/2017.
Desain Penelitian
Penelitian ini didesain sebagai
penelitian tindakan (action research).
Kegiatan ini dilakukan dengan mengikuti
alur pokok sebagai berikut: (1) refleksi
awal, (2) perencanaan tindakan, (3)
pelaksanaan tindakan dan pengamatan,
(4) refleksi. Agar lebih jelasnya akan
kegiatan alur kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini selengkapnya
dipaparkan pada bagan berikut.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 18
Bagan 1 Alur PTK Siklus I
Siklus I
Perencanaan Pelaksanaan Refleksi
Penggunaan metode role
play untuk meningkatkan
ketrampilan berbicara bahasa
indonesia
§ LKS
§ Materi
§ Media dan sumber
§ Instrumen perekam data
· Melaksanakan tindakan pertemuan I dan II
· Pengamatan tindakan
· Saat role play
· Saat diskusi
Analisis data proses dan
hasil tindakan dari :
· Proses belajar
· Hasil belajar
Hasil temuan dan
rekomendasiBelum memuaskan hasilnya
Bagan 2 Alur PTK Siklus II
Siklus II
Perencanaan Pelaksanaan Refleksi
Penggunaan metode role
play untuk meningkatkan
ketrampilan berbicara bahasa
indonesia
§ LKS
§ Materi
§ Media dan sumber
§ Instrumen perekam data
· Melaksanakan tindakan pertemuan I dan II
· Pengamatan tindakan
· Saat role play
· Saat diskusi
Analisis data proses dan
hasil tindakan dari :
· Proses belajar
· Hasil belajar
Hasil temuan
dan
rekomendasi
Belum
memuaskan
hasilnya
BERHASIL KESIMPULAN
Hasil Penelitian 1. Siklus I
a. Perencanaan
(1) membuat setting Bermain
Peran;
(2) menyiapkan soal-soal evaluasi;
(3) menyiapkan instrumen berupa
kuesioner, lembar observasi,
catatan lapangan;
(4) merancang pembentukan
kelompok;
(5) memberikan penjelasan kepada
siswa tentang kompetensi dasar
yang harus dikuasai, yaitu
Memproduksi Teks Negosiasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Pertemuan Pertama Kegiatan
Awal
- Mengucap salam.
- Mengecek kehadiran
siswa.
- Menginformasikan KI,
KD, dan indikator
materi yang akan
diberikan.
- Apersepsi dan motivasi
Kegiatan
Inti
- Guru memberikan
petunjuk kegiatan
pembelajaran melalui
Model Pembelajaran
Bermain Peran.
- Guru membentuk
kelompok, dengan cara
kelas dibagi menjadi 6
kelompok sehingga
setiap kelompok terdiri
atas 6 s.d. 7 siswa.
- Guru memberikan topik
Penggunaan Role Play untuk
meningkatkan prestasi belajar
Penggunaan Role Play untuk
meningkatkan prestasi belajar
Gambar 2 Skema Kerangka Berpikir
KONDISI
AWAL
Siswa belum
menggunakan
model pembelajaran
Bermain Peran
Hasil belajar
siswa rendah.
TINDA
KAN
KONDI
SI
AKHIR
Kemampuan
memahami materi
Teks Negosiasi
meningkat, baik
individu maupun
kelompok; adanya
perubahan
sikap dan perilaku
siswa.
SIKLUS I
Siswa
menggunakan
model
pembelajaran
Role Play.
SIKLUS II
Siswa
menggunakan
model
pembelajaran
Bermain Peran.
.
Siswa menggunakan
tindakan berupa
penggunaan model
pembelajaran
Bermain Peran.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 19
pada masing-masing
kelompok untuk
dimainkan.
· Kelompok I
(Kesehatan)
· Kelompok II
(Pendidikan)
· Kelompok III
(Lingkungan)
· Kelompok IV
(Olah Raga)
· Kelompok V
(Perdagangan)
· Kelompok VI
(Budaya)
- Guru meminta masing-
masing kelompok
untuk melaksanakan
diskusi untuk
menyusun teks
negosiasi sesuai
struktur dan kaidah
kebahasaan teks
negosiasi.
- Guru meminta masing-
masing kelompok
untuk berlatih dalam
seting Bermain Peran.
Kegiatan
Penutup
- Guru, bersama-sama
dengan siswa, membuat
refleksi dan simpulan
atas kegiatan
pembelajaran.
- Guru mengingatkan
siswa untuk
melanjutkan tugas
memproduksi teks
negosiasi atas masukan
yang diberikan guru.
2) Pertemuan Kedua Kegiatan
Awal
- Mengucap salam.
- Mengecek kehadiran
siswa.
- Apersepsi dan motivasi
- Menanyai siswa
tentang tugas yang
diberikan sebelumnya,
yaitu tentang
memproduksi teks
negosiasi.
Kegiatan
Inti
- Guru meminta masing-
masing kelompok
untuk
mempresentasikan
hasil latihannya di
depan kelas.
- Guru membuat
penilaian produk dalam
seting Bermain Peran.
- Siswa dari kelompok
lain memberikan
masukan dan
tanggapan atas
presentasi kelompok
dalam seting Bermain
Peran.
- Guru melakukan
evaluasi untuk
mengukur pengetahuan
siswa tentang teks
Negosiasi.
Kegiatan
Penutup
- Guru membuat
rangkuman bersama
siswa atas jalannya
Bermain Peran yang
sudah dilakukan,
termasuk membahas
materi atas pertanyaan
yang muncul.
- Guru memberikan
angket untuk menjaring
respon siswa terhadap
pelaksanaan kegiatan
pembelajaran melalui
Model Pembelajaran
Bermain Peran.
c. Pengamatan
Minat belajar siswa dapat
dilihat aktivitas siswa dalam
mengerjakan tugas, pembahasan
LKS, dan pengerjaan evaluasi pada
Siklus I, seperti tampak pada tabel
berikut.
Tabel 2 Aktivitas Siswa dalam
Mengerjakan Tugas (Siklus I) NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V
3 AKMAL KEANE
RAMADHAN V V V
…
35 TIKA YURANTI V V V V V
JUMLAH 23 24 24 23 18
PERSENTASE 65.7 68.6 68.6 65.7 51.4
PERSENTASE RATA-
RATA 64,0
Keterangan
A: Berdisiplin Waktu
B: Aktivitas yang Tinggi
C: Mengerjakan Tepat Waktu
D: Mengerjakan Sebaik Mungkin
E: Bergairah Belajar
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 20
Jika digambarkan dalam
bentuk grafik, akan tampak seperti
grafik yang berikut.
Grafik 1 Aktivitas Siswa dalam
Mengerjakan Tugas (Siklus I)
Dari tabel dan grafik tersebut,
terindikasikanbahwa siklus I ini
keaktifan siswa dalam mengerjakan
tugas belum memenuhi harapan
karena persentase rata-rata baru
sebesar 64,0 % (masih di bawah 80
%).
Pada tahap selanjutnya guru
mengajak siswa untuk membahas
hasil pengerjaan tugas dengan cara
memberikan kebebasan kepada
siswa untuk menulis jawaban di
papan tulis. Setelah itu, dilakukan
pembahasan bersama. Siswa yang
menjawab salah atau kurang
sempurna harus diulang untuk
menyempurnakan jawabannya. Hal
itu dimaksudkan agar selanjutnya
tidak mengalami kesalahan.
Apabila tidak diperbaiki,
kesalahan tersebut terbawa pada
kegiatan selanjutnya. Agar lebih
jelasnya dapat dilihat aktivitas siswa
dalam mengerjakan hasil
mengerjakan tugas Siklus I di papan
tulis pada tabel berikut.
Tabel 3 Aktivitas Siswa dalam
Pembahasan Tugas (Siklus I) NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V
3 AKMAL KEANE
RAMADHAN V V V
...
35 TIKA YURANTI V V V V V
JUMLAH 26 28 26 25 19
PERSENTASE 74.3 80.0 74.3 71.4 54.3
PERSENTASE RATA-
RATA 70,9
Keterangan
A: Berdisiplin Waktu
B: Aktivitas yang Tinggi
C: Mengerjakan Tepat Waktu
D: Mengerjakan Sebaik Mungkin
E: Bergairah Belajar
Jika dibuat dalam bentuk
grafik, akan tampak seperti grafik
yang berikut ini.
Grafik 2 Aktivitas Siswa dalam
Pembahasan Tugas (Siklus I)
Dari tabel dan grafik tersebut,
terindikasikanbahwa pada siklus ini
aktivitas siswa telah cukup baik
meskipun belum memuaskan. Siswa
mencapai nilai rata-rata 70,9 %
(masih di bawah 80 %), berarti
masih dalam katagori cukup. Dari
jawaban siswa di papan tulis dari 10
soal yang dikerjakan 8 soal dapat
dikatagorikan benar, sedangkan 2
soal masih salah. Selanjutnya, guru
mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan dalam proses
pembelajaran pemantapan
penggunaan model pembelajaran
Bermain Peran untuk menghadapi
kegiatan selanjutnya ialah tahap
penilaian.
Pada akhir tahap ini guru
memberikan penilaian akan hasil
belajar mereka. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih
memberikan motivasi kepada siswa
agar mereka bekerja dengan
sungguh-sungguh sebab semakin
sempurna dan teliti jawabannya
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 21
akan mendapat nilai yang lebih
baik.
Tahap berikut ini diadakan
ulangan tertulis. Materi tersebut
berasal dari semua materi yang telah
dipelajari siswa berkaitan dengan
“teks negosiasi”. Jumlah soal
sebanyak 10 soal dengan waktu
yang disediakan 30 menit.
Pada saat mengerjakan
evaluasi terlihat adanya motivasi
siswa untuk mengerjakan tugas
dengan sebaik-sebaiknya. Hal itu
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Aktivitas Siswa dalam
Evaluasi Siklus I NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V V V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V V V
3 AKMAL KEANE
RAMADHAN V V V V
...
35 TIKA YURANTI V V V V
JUMLAH 28 30 29 28 31
PERSENTASE 80.0 85.7 82.9 80.0 88.6
RATA-RATA 83,4
Jika dibuat dalam bentuk
grafik, akan tampak seperti grafik
yang berikut ini.
Grafik 3 Aktivitas Siswa dalam
Evaluasi Siklus I
Dari tabel dan grafik tersebut,
terlihat bahwa dalam evaluasi siklus
I ini ada peningkatan yang cukup
berarti dalam mengerjakan evaluasi,
yaitu siswa mencapai persentase
rata-rata 83,4% yang dapat
dikatakan berkatagori baik.
Dari hasil evaluasi siklus I
memang telah menunjukkan hasil
belajar yang sempurna, namun
masih ada 14 siswa yang nilainya
masih rendah (kurang dari 72
(KKM=72) ). Untuk itu, perhatikan
tabel berikut ini.
Tabel 5 Hasil Evaluasi Belajar
Siklus I NO NAMA SISWA NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
1
ADAM JULIAN
PANGESTU
52 V
2 ADDIN EKA SEPTIANI 70 V
3
AKMAL KEANE
RAMADHAN
72 V
35 TIKA YURANTI 53 V
RATA-RATA NILAI 70,6
JUMLAH SISWA TUNTAS/TIDAK
TUNTAS
21 14
PERSENTASE KETUNTASAN (%) 60,0 40,0
KKM: 72
Grafik 4 Hasil Evaluasi Belajar
Siklus I
Dari Hasil Evaluasi Belajar
Siklus I tampak bahwa nilai rata-
rata yang diperoleh siswa sebesar
70,6 dengan ketuntasan sebesar
60,0% karena masih terdapat 14
siswa yang nilainya kurang dari 72
(KKM=72). Hal itu
mengindikasikan bahwa tujuan
pembelajaran belum tercapai secara
maksimal. Untuk itu, perlu
perbaikan terhadap beberapa siswa
yang nilainya masih rendah kurang
KKM. Perlu penyempurnaan pada
Siklus II, tentang proses
pembelajaran, refleksi dan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 22
rekomendasi catatan di lapangan
untuk perbaikan pembelajaran
berikutnya.
d. Refleksi
(1) Antusiasme siswa dalam
kegiatan pembelajaran melalui
Model Pembelajaran Bermain
Peran sudah menampakkan
peningkatan meskipun masih
jauh dari harapan.
(2) Kegiatan Bermain Peran masih
kacau karena siswa banyak
yang belum memahami aturan
permainan, sementara waktu
yang disediakan untuk Bermain
Peran kurang.
(3) Untuk meningkatkan aktivitas
dan prestasi siswa, pada siklus
II perlu diadakan perbaikan
kegiatan pembelajaran berupa:
(a) tempat duduk siswa
berdekatan dengan anggota
kelompoknya untuk
mempercepat berkumpul
kelompok.
(b) Pada saat pembahasan
tugas di papan tulis guru
sebaiknya menuliskan
nomor-nomor soal yang
akan dikerjakan siswa
secara berurutan di papan
tulis, kemudian menunjuk
siswa untuk mengisi agar
urut dan mudah untuk
pembahasannya serta
situasi di depan papan tulis
lebih teratur.
(c) Dalam mengoreksi hasil
evaluasi belajar siswa
dilakukan dengan koreksi
silang dengan cara
menukarkan lembar
jawaban LKS. Tahapan
selanjutnya ialah Siklus II
(d) Guru menambah durasi
pelaksanaan Bermain
Peran
(e) Guru meminta setiap
kelompok menggunakan
backsound musik agar
pelaksanaan Bermain
Peran lebih bagus.
(f) Waktu yang diberikan
kepada tiap kelompok
untuk presentasi Bermain
Peran diperpanjang.
(g) Perlu diupayakan
penggunaan backsound
agar kegiatan Bermain
Peran menjadi semakin
meriah.
2. Siklus II
a. Perencanaan
(1) Membuat setting Bermain
Peran;
(2) Menyiapkan soal-soal evaluasi;
(3) Menyiapkan instrumen berupa
kuesioner, lembar observasi,
catatan lapangan;
(4) Merancang pembentukan
kelompok;
(5) Memberikan penjelasan kepada
siswa tentang kompetensi dasar
yang harus dikuasai, yaitu
memproduksi teks negosiasi
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Pertemuan Pertama TAHAPAN AKTIVITAS
Kegiatan
Awal
- Mengucap salam.
- Mengecek kehadiran siswa. - Menginformasikan KI, KD,
dan indikator materi yang akan diberikan.
- Apersepsi dan motivasi
Kegiatan
Inti
- Guru menyampaikan
kembali petunjuk kegiatan
pembelajaran melalui Model Pembelajaran Bermain
Peran.
- Guru membentuk kelompok, dengan cara kelas dibagi
menjadi 6 kelompok
sehingga setiap kelompok terdiri atas 6 s.d. 7 siswa.
- Guru memberikan topik pada
masing-masing kelompok
untuk dimainkan.
· Kelompok I
(Kesehatan)
· Kelompok II
(Pendidikan)
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 23
TAHAPAN AKTIVITAS
· Kelompok III (Lingkungan)
· Kelompok IV (Olah Raga)
· Kelompok V (Perdagangan)
· Kelompok VI (Budaya)
- Guru meminta siswa untuk melaksanakan diskusi dan
berlatih dalam Bermain
Peran dengan durasi yang lebih lama.
- Guru meminta setiap
kelompok menggunakan
backsound musik agar pelaksanaan Bermain Peran
lebih bagus.
- Guru meminta masing-
masing kelompok untuk
mempresentasikan hasil
latihannya di depan kelas.
Kegiatan
Penutup
- Guru, bersama-sama dengan siswa, membuat refleksi dan
simpulan atas kegiatan
pembelajaran. - Guru mengingatkan siswa
untuk melanjutkan tugas
memproduksi teks negosiasi
atas masukan yang diberikan guru.
2) Pertemuan Kedua TAHAPAN AKTIVITAS
Kegiatan
Awal
- Mengucap salam.
- Mengecek kehadiran siswa. - Apersepsi dan motivasi
- Menanyai siswa tentang
tugas yang diberikan sebelumnya, yaitu tentang
memproduksi teks negosiasi.
Kegiatan
Inti
- Guru meminta masing-
masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
latihannya di depan kelas.
- Waktu yang diberikan
kepada tiap kelompok untuk presentasi Bermain Peran
diperpanjang. - Guru membuat penilaian
produk dalam seting
Bermain Peran.
- Siswa dari kelompok lain
memberikan masukan dan tanggapan atas presentasi
kelompok dalam seting
Bermain Peran. - Guru melakukan evaluasi
untuk mengukur
pengetahuan siswa tentang teks Negosiasi.
Kegiatan
Penutup
- Guru membuat rangkuman
bersama siswa atas jalannya
Bermain Peran yang sudah dilakukan, termasuk
membahas materi atas
pertanyaan yang muncul. - Guru memberikan angket
untuk menjaring respon
siswa terhadap pelaksanaan
kegiatan pembelajaran
TAHAPAN AKTIVITAS
melalui Model Pembelajaran Bermain Peran.
c. Pengamatan
Dengan mengamati proses
dan hasil evaluasi belajar siswa
pada Siklus I, penulis melakukan
penyempurnaan-penyempurnaan
yang hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6 Aktivitas Siswa dalam
Mengerjakan Tugas Siklus II NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V V V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V V V
3 AKMAL KEANE
RAMADHAN V V V V V
…
35 TIKA YURANTI V V V V V
JUMLAH 33 33 31 29 32
PERSENTASE 94.3 94.3 88.6 82.9 91.4
PERSENTASE RATA-
RATA 90,3
Keterangan
A: Berdisiplin Waktu
B: Aktivitas yang Tinggi
C: Mengerjakan Tepat Waktu
D: Mengerjakan Sebaik Mungkin
E: Bergairah Belajar
Jika dibuat dalam bentuk
grafik, akan tampak seperti grafik
yang berikut ini.
Grafik 5 Aktivitas Siswa dalam
Mengerjakan Tugas Siklus II
Dari tabel dan grafik tersebut,
terindikasikan bahwa pada Siklus II
terjadi peningkatan aktivitas siswa
pada saat mengerjakan tugas Siklus
II. Data Aktivitas Siswa dalam
Mengerjakan Tugas II mencapai
persentase rata-rata sebesar 90,3%.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 24
Jika dibandingkan dengan aktivitas
mengerjakan tugas pada Siklus I
mencapai persentase sebesar 64,0%.
Dengan demikian, ada peningkatan
30,3 %.
Berikut ini data aktivitas
siswa dalam pembahasan tugas
Siklus II di papan tulis yang telah
diadakan penyempurnaan yang
hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 7 Aktivitas Siswa dalam
Pembahasan Tugas Siklus II NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V V V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V V V
3 AKMAL KEANE
RAMADHAN V V V V V
…
35 TIKA YURANTI V V V V V
JUMLAH 30 30 32 27 32
PERSENTASE 85.7 85.7 91.4 77.1 91.4
PERSENTASE RATA-
RATA 86,3
Keterangan
A: Berdisiplin Waktu
B: Aktivitas yang Tinggi
C: Mengerjakan Tepat Waktu
D: Mengerjakan Sebaik Mungkin
E: Bergairah Belajar
Grafik 6 Aktivitas Siswa dalam
Pembahasan Tugas Siklus II
Dari tabel dan grafik tersebut,
menunjukkan pada saat pembahasan
tugas Siklus II ini nilai rata-rata
siswa mencapai 86,3 %, berarti
mengalami kenaikan dibanding
dengan pembahasan tugas di papan
tulis pada Siklus I. Pada Siklus I
aktivitas siswa dalam pembahasan
tugas mencapai nilai rata-rata
70,9%. Dengan demikian, ada
peningkatan 15,6%. Berikut ini
data aktivitas siswa dalam Evaluasi
Siklus II, sebagaimana tabel berikut.
Tabel 8 Aktivitas Siswa dalam
Evaluasi Siklus II NO NAMA SISWA
ASPEK
A B C D E
1 ADAM JULIAN
PANGESTU V V V V V
2 ADDIN EKA
SEPTIANI V V V V V
3 AKMAL
KEANE
RAMADHAN V V V V V
...
35 TIKA
YURANTI V V V V V
JUMLAH 34 35 34 34 33
PERSENTASE 97.1 100.0 97.1 97.1 94.3
RATA-RATA 97,1
Keterangan
A: Berdisiplin Waktu
B: Aktivitas yang Tinggi
C: Mengerjakan Tepat Waktu
D: Mengerjakan Sebaik Mungkin
E: Bergairah Belajar
Jika tabel tersebut dibuat
dalam bentuk grafik, akan tampak
seperti grafik yang berikut.
Grafik 7 Aktivitas Siswa dalam
Evaluasi Siklus II
Dari tabel dan grafik tersebut,
menunjukkan nilai rata-rata 97,1%,
berarti ada peningkatan nilai
dibanding dengan hasil Evaluasi
Siklus I yang mencapai rata-rata
83,4%. Dengan demikian, ada
kenaikan nilai 13,7 %.
Untuk menghadapi evaluasi
belajar pada Siklus II, guru
mengadakan pemantapan
penggunaan model pembelajaran
Bermain Peran. Penyempurnaan
dan perbaikan proses pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar
siswa, yang dapat kita lihat pada
tabel berikut.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 25
Tabel 9 Hasil Evaluasi Belajar
Siklus II NO NAMA SISWA NILAI
KETUNTASAN
YA TDK
1
ADAM JULIAN
PANGESTU 75
V
2 ADDIN EKA SEPTIANI 77 V
3
AKMAL KEANE
RAMADHAN 78
V
38 TIKA YURANTI 72 V
RATA-RATA NILAI 81,5
JUMLAH SISWA TUNTAS/TIDAK
TUNTAS
32 3
PERSENTASE KETUNTASAN (%) 91,4 8,6
Grafik 8 Hasil Evaluasi Belajar
Siklus II
Data di atas menunjukkan
bahwa hasil evaluasi belajar pada
Siklus II ini mencapai nilai rata-rata
81,5, berkatagori sangat baik. Jika
dibandingkan dengan hasil evaluasi
belajar Siklus I yang mencapai nilai
rata-rata 70,6, berarti ada
peningkatan 10,9 . Ketuntasan
belajarnya pun telah mencapai
91,4% (32 di antara 35 siswa
tuntas).
d. Refleksi
(1) Setelah proses pembelajaran
dengan penggunaan model
pembelajaran Bermain Peran
untuk meningkatkan prestasi
belajar dan dilanjutkan diskusi
kelompok, karena tempat
duduk anggota kelompok
berdekatan maka kegiatan
diskusi dapat efektif.
(2) Pada saat pembahasan tugas di
papan tulis karena guru telah
menyiapkan nomor-nomor
yang harus diisi oleh siswa
secara berurutan dan
pengerjaannya diatur oleh guru
dengan menunjuk siswa yang
akan mengerjakan soal di papan
tulis maka hasilnya lebih baik.
(3) Mudah mencari dan
mencocokkannya karena nomor
yang harus diisi telah diurutkan
oleh guru .
(4) Situasi di depan papan tulis
lebih teratur dan tertib.
(5) Dengan koreksi siding maka
hasil pekerjaan siswa lebih
objektif dibanding dengan
dikoreksi sendiri.
Pembahasan Hasil Penelitian 1. Siklus I
Berdasarkan hasil pengamatan,
setelah model pembelajaran Bermain
Peran digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, terindikasakan bahwa
Bermain Peran mampu meningkatkan
partisipasi aktif siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa merasakan ada
perubahan dalam dirinya.
Kemajuan belajar itu tampak dari
keaktifan siswa dalam mengerjakan
soal-soal yang ada di LKS. Namun
demikian, belum memenuhi harapan
karena persentase rata-rata keaktifan
siswa dalam mengerjakan tugas baru
sebesar 64,0 % (masih di bawah 80 %).
Begitu pula dengan aktivitas siswa
yang berkaitan dengan Pembahasan
Hasil Pengerjaan Tugas yang mencapai
70,9 %. Akan tetapi, pada aktivitas
siswa dalam evaluasi sudah sesuai
harapan karena telah mencapai 83,4%.
Dari Hasil Evaluasi Belajar
Siklus I, rata-rata nilai yang diperoleh
siswa sebesar 70,6. Masih ada 14 siswa
yang nilainya kurang dari 72
(KKM=72). Hal itu mengindikasikan
bahwa ketuntasan belajar belum
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 26
tercapai. Untuk itu, perlu perbaikan
pada siklus berikutnya.
2. Siklus II
Berdasarkan hasil rata-rata minat
diperolah dari observasi terindikasikan
bahwa pada Siklus II terjadi
peningkatan aktivitas siswa pada saat
mengerjakan LKS. Data Aktivitas
Siswa dalam Mengerjakan Tugas pada
siklus II mencapai persentase rata-rata
sebesar 90,3%. Jika dibandingkan
dengan aktivitas mengerjakan tugas
pada Siklus I sebesar 64,0 %, ada
peningkatan sebesar 26,3 %.
Peningkatan yang cukup
signifikan terjadi pada aspek
mengerjakan tugas telah mencapai 90,3
% meningkat dari siklus I yang sebesar
64,0 %. Sementara itu, aktivitas siswa
dalam aspek pembahasan tugas yang
telah mencapai skor sebesar 86,3%
meningkat dari siklus I yang sebesar
70,9%. Begitu pula pada aspek
aktivitas siswa dalam evaluasi yang
telah mencapai skor sebesar 97,1%
meningkat dari siklus I yang sebesar
83,4 %.
Peningkatan itu terjadi karena
ada penyempurnaan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan pada
siklus sebelumnya. Dengan usaha
tersebut, nilai yang diperoleh siswa
berdasarkan hasil evaluasi pada Siklus
II mencapai nilai rata-rata sebesar 81,5.
Jika dibandingkan dengan hasil
evaluasi pada Siklus I yang sebesar
70,6, ada kenaikan nilai sebesar 10,9.
Simpulan
Ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari hasil penelitian ini,
yakni sebagai berikut.
(1) Minat belajar siswa pada Siklus II
juga mengindikasikan adanya
peningkatan. Hal itu tampak dari
aktivitas siswa dalam pengerjaan
tugas, pembahasan tugas, dan
pengerjaan evaluasi. Aktivitas-
aktivitas pada Siklus II tersebut
cenderung menunjukkan peningkatan
jika dibandingkan dari Siklus I.
(2) Nilai rata-rata kelas pada siklus I
yang masih belum sesuai tujuan
diadakan perbaikan dan
penyempurnaan dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, nilai
rata-rata pada siklus II mengalami
peningkatan jika dibandingkan pada
Siklus I. Pada Siklus II nilai rata-rata
sebesar 81,5, meningkat dari siklus
sebelumnya sebesar 70,6. Ketuntasan
belajar pada Siklus II sebesar 91,4%
meningkat dari siklus sebelumnya
yang sebesar 60,0%. Dengan
demikian, pembelajaran dapat
dikatakan berhasil karena rata-rata
nilai dan ketuntasan belajar siswa
telah sesuai tujuan.
(3) Berdasarkan paparan hasil penelitian
pada siklus I dan siklus II, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan
model pembelajaran Bermain Peran
dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas X IPA-2 SMA Negeri 11
Surabaya Semester Ganjil Tahun
pelajaran 2016/2017.
Daftar Rujukan
Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi
Instruksional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Eviyana, Kalisa, dkk. 2014.
“Pembelajaran Menulis Teks
Negosiasi Siswa Kelas X SMA
N 1 Pringsewu”. Jurnal KATA
(Bahasa, Sastra, dan
Pembelajarannya)
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 27
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000.
Pembelajaran Koperatif.
Surabaya: Unesa University
Press.
Kasbolah, Kasihani. 2001. Penelitian
Tindakan Kelas. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kurbani, Syarifah. 2015. Peningkatan
Keterampilan Menulis Teks
Negosiasi dengan Menggunakan
Model Jigsaw pada Siswa SMA.
Nur, Muhammad. 1999. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya.
Universitas Negeri Surabaya.
Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.
“Pengembangan Model Interaktif
dengan Setting Kooperatif”.
Desertasi yang tidak
dipublikasikan. Surabaya: Unesa.
Rita Yudiastuti. “Peningkatan
Keterampilan Sosial Melalui
Bermain Peran Pada Kelompok
B TK Pertiwi Ngablak
Kecamatan Srumbung”
http://eprints.uny.ac.id /26488/1
/Rita%20Yudiastuti_1111124700
3.pdf.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode
Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Suwarsih, Madya. 2006. Teori dan
Praktik Penelitian Tindakan.
Bandung. Alfabeta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remadja
Rosda Karya.
Winkel WS, 1991. Psikologi Pendidikan
dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
PT. Gramedia.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 28
ISSN : 2337-3253
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN OPEN ENDED
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI SISTEM EKRESI
PADA SISWA KELAS IX-E SMP NEGERI 35 SURABAYA.”
(Aslikah)
ABSTRACT
The Open-ended approach is one of the Natural Sciences education innovation
efforts that was first conducted by Japanese Natural Sciences education experts. This
approach was born around twenty years ago from the results of research conducted by
Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, and Kenichi Shibuya (Nohda,
2000). The emergence of this approach as a reaction to the school's natural science
education at that time whose class activities were called "issei jugyow" (frontal
teaching); the teacher explains the new concept in front of the class to the students, then
gives an example for solving some questions.
This study aims to determine whether there is an increase in the learning
achievement of class IX-E students on the material of Expression System through the
application of open-ended learning methods at SMP Negeri 35 Surabaya and to know
how many students increase the achievement of class IX-E students on the material
through the application of open learning methods. ended at SMP Negeri 35 Surabaya.
Based on the results of data analysis and discussion it can be concluded that there is
an increase in student achievement in class IX-E in the material of the Expression System
through the application of open ended learning methods in SMP Negeri 35 Surabaya.
Increased learning achievement of class IX-E students on the material of the Expression
System through the application of open-ended learning methods in SMP Negeri 35
Surabaya, by 23%.
Keywords: Expression System. Open Ended
Pendahuluan
Pendekatan Open-ended merupakan
salah satu upaya inovasi pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam yang pertama kali
dilakukan oleh para ahli pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Jepang. Pendekatan
ini lahir sekitar duapuluh tahun yang lalu
dari hasil penelitian yang dilakukan
Shigeru Shimada, Toshio Sawada,
Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi
Shibuya (Nohda, 2000). Munculnya
pendekatan ini sebagai reaksi atas
pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya
disebut dengan “issei jugyow” (frontal
teaching); guru menjelaskan konsep baru
di depan kelas kepada para siswa,
kemudian memberikan contoh untuk
penyelesaian beberapa soal.
Seperti diketahui bahwa masalah
rutin yang biasa diberikan pada siswa
sebagai latihan atau tugas selalu
berorientasi pada tujuan akhir, yakni
jawaban yang benar. Akibatnya proses
atau prosedur yang telah dilakukan oleh
siswa dalam menyelesaikan soal tersebut
kurang atau bahkan tidak mendapat
perhatian guru. Padahal perlu disadari
bahwa proses penyelesaian masalah
merupakan tujuan utama dalam
pembelajaran pemecahan masalah Ilmu
Pengetahuan Alam.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 29
Gambaran tersebut sebagaimana
dikemukakan Anthony (1996) yang
mengemukakan bahwa pemberian tugas
Ilmu Pengetahuan Alam rutin yang
diberikan pada latihan atau tugas-tugas
Ilmu Pengetahuan Alam selalu terfokus
pada prosedur dan keakuratan, jarang
sekali tugas Ilmu Pengetahuan Alam
terintegrasi dengan konsep lain dan juga
jarang memuat soal yang memerlukan
kemampuan berfikir tingkat tinggi.
Akibatnya ketika siswa dihadapkan pada
tugas yang sulit dan membutuhkan
kemampuan berfikir tingkat tinggi atau
jawabannya tidak langsung diperoleh,
maka siswa cenderung malas
mengerjakannya, akhirnya dia
menegosiasikan tugas tersebut dengan
gurunya.
Pendapat senada juga dikemukakan
oleh Rif‟at (2001 : 25) yang menyatakan
bahwa pembelajaran melalui tugas Ilmu
Pengetahuan Alam rutin terkesan
untung-untungan. Dugaan bahwa
pembelajar ingat atau lupa akan suatu
rumus tidak dapat dipertahankan. Siswa
berkecenderungan berfikir pasif, tidak
dapat berfikir secara terstruktur, dan
belajar menjadi tidak atau kurang
bermakna. Weirtheimer (Rif‟at, 2001 :
25) juga berpendapat bahwa
pembelajaran yang prosedural, seperti
penerapan rumus cenderung
menghilangkan kemampuan manusia
untuk melihat struktur masalah secara
utuh. Padahal, pemahaman akan struktur
masalah merupakan pemikiran produktif.
Proses-proses yang dilakukan oleh siswa
dalam memilih, mengatur dan
mengintegrasikan pengetahuan baru,
perilaku dan buah pikirannya akan
mempengaruhi keadaan motivasi dan
sikapnya dan pada akhirnya akan
berhubungan dengan strategi belajarnya
(Weinstein & Mayer dalam Anthony,
1996).
Tugas dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam diharapkan mampu
membuat siswa berpartisipasi aktif,
mendorong pengembangan intelektual
siswa, mengembangkan pemahaman dan
ketrampilan Ilmu Pengetahuan Alam,
dapat menstimulasi siswa, menyusun
hubungan dan mengembangkan tatakerja
ide Ilmu Pengetahuan Alam, mendorong
untuk memformulasi masalah,
pemecahan masalah dan penalaran Ilmu
Pengetahuan Alam, mamajukan
komunikasi Ilmu Pengetahuan Alam,
menggambarkan Ilmu Pengetahuan
Alam sebagai aktifitas manusia, serta
mendorong dan mengembangkan
keiinginan siswa mengerjakan Ilmu
Pengetahuan Alam (NCTM, 1991;
Silver, 1985).
Masalah yang diambil untuk tugas
Ilmu Pengetahuan Alam dapat diperoleh
dari masalah yang konstektual (real
world) dan masalah dalam Ilmu
Pengetahuan Alam (Shimada & Becker
1997). Masalah konstekstual diambil dari
masalah-masalah keseharian atau
masalah-masalah yang dapat dipahami
oleh pikiran siswa. Dengan masalah itu
siswa akan dibawa kepada konsep Ilmu
Pengetahuan Alam melalui re-invetion
atau melalui discovery. Jika dilihat dari
cara dan jawaban suatu masalah, maka
ada dua tipe masalah, yakni tipe masalah
yang diberikan mempunyai cara dan
jawaban yang tunggal (close problem)
atau tipe masalah yang mempunyai cara
dan jawaban yang tidak tunggal (open
problem) (Ruseffendi 1991 : 254).
Jawaban pertanyaan terbuka dapat
bermacam-macam; tidak terduga.
Pertanyaan terbuka menyebabkan yang
ditanya untuk membuat hipotesis,
perkiraan, mengemukakan pendapat,
menilai menunjukkan perasaannya, dan
menarik kesimpulan (Ruseffendi, 1991 :
256), memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memperoleh wawasan baru
(new insight) dalam pengetahuan mereka
(Hancock, 1995). Dengan adanya
pertanyaan tipe terbuka guru berpeluang
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 30
untuk membantu siswa dalam
memahami dan mengelaborasi ide-ide
Ilmu Pengetahuan Alam siswa sejauh
dan sedalam mungkin (Nohda, 2000 :
41).
Dalam penelitian ini, adapun metode
pembelajaran adalah metode
pembelajaran struktural. Pendekatan ini
memberi penekanan pada penggunaan
struktur tertentu untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. (Ibrahim dkk,
2005:25) Struktur yang dikembangkan
oleh Spencer Kagan ini sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional, di
mana guru mengajukan pertanyaan
kepada seluruh kelas dan siswa
memberikan jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk.
Struktur yang dikembangkan Spencer
Kagan ini menghendaki siswa bekerja
saling membantu dalam kelompok kecil
dan lebih dicirikan oleh penghargaan
kooperatif, daripada penghargaan
individual.
Konsep Sistem Ekresi
1. Untuk mengeluarkan zat sisa, tubuh
manusia dilengkapi dengan alat
ekskresi berupa ginjal, kulit, hati
dan paru-paru.
2. Ginjal terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu bagian luar berupa kulit ginjal
(korteks) bagian kedua berupa
sumsum ginjal (medulla), dan
bagian ketiga berupa rongga ginjal
(pelvis).
3. Penyaringan darah yang dilakukan
oleh ginjal terjadi melalui tiga
proses, yaitu penyaringan,
penyerapan kembali zat-zat yang
dibutuhkan tubuh, dan penambahan
zat-zat pada urine.
4. Zat-zat yang terdapat dalam urine
sesungguhnya atau urine sekunder
dalam keadaan normal adalah
sebagai berikut.
- Air 95%
- Urea, amonia, dan asam ureat yang
merupakan hasil metabolisme
protein.
- Garam-garam mineral, terutama
garam dapur (NaCl).
- Zat warna empedu yang
menyebabkan urine berwarna
kuning.
- Zat-zat yang berlebihan dalam
darah, seperti hormone dan
vitamin.
5. Kulit manusia terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu kulit ari (epidermis),
kulit jangat (dermis), dan jaringan
ikat bawah kulit.
6. Selain sebagai tempat pengeluaran,
kulit juga berfungsi sebagai
pengatur suhu tubuh, tempat
pembentukan vitamin D dari
provitamin D, tempat menyimpan
kelebihan lemak, sebagai pelindung,
dan indra peraba.
7. Hati dapat dikatakan sebagai alat
sekresi karena hati menghasilkan
empedu, dan sebagai alat ekskresi
karena empedu yang dikeluarkan
mengandung zat sisa yang berasal
dari sel darah merah yang rusak dan
dihancur kan di dalam limpa.
8. Paru-paru adalah organ yang
bertindak sebagai alat pernapasan,
tapi selain itu paru-paru juga
bertindak sebagai alat ekskresi
dengan mengeluarkan
karbondioksida dan uap air.
Metode Pembelajaran Open Ended
1. Metode Pembelajaran Open–
Ended.
Pendekatan open-ended adalah "an
instructional strategy that creates
interest and stimulates creative
mathematical activity in the classroom
through students‟ collaborative work.
Lessons using open-ended problem
solving emphasize the process of
problem solving activities rather than
focusing on the result" (Shimada
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 31
&Becker, 1997; dan Foong, 2000).
Pendekatan open-ended prinsipnya
sama dengan pembelajaran berbasis
masalah yaitu suatu pendekatan
pembelajaran yang dalam prosesnya
dimulai dengan memberi suatu masalah
kepada siswa. Bedanya Problem yang
disajikan memiliki jawaban benar lebih
dari satu. Problem yang memiliki
jawaban benar lebih dari satu disebut
problem tak lengkap atau problem open-
ended atau problem terbuka. Contoh
penerapan problem open-ended dalam
kegiatan pembelajaran adalah ketika
siswa diminta mengembangkan metode,
cara, atau pendekatan yang berbeda
dalam menjawab permasalahan yang
diberikan dan bukan berorientasi pada
jawaban akhir. Dihadapkan dengan
problem open-ended siswa tidak hanya
mendapatkan jawaban tetapi lebih
menekankan pada cara bagaimana
sampai pada suatu jawaban.
Pembelajaran dengan pendekatan open-
ended biasanya dimulai dengan
memberikan problem terbuka kepada
siswa. Kegiatan pembelajaran
membawa siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan banyak cara dan
mungkin juga dengan banyak jawaban
sehingga mengundang potensi
intelektual dan pengalaman siswa dalam
menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan pembelajaran melalui
pendekatan open-ended yaitu untuk
membantu mengembangkan kegiatan
kreatif dan pola pikir matematis siswa
melalui problem solving secara
simultan. Dengan kata lain kegiatan
kreatif dan pola pikir matematis siswa
harus dikembangkan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan
setiap peserta didik agar aktivitas kelas
yang penuh ide-ide Ilmu Pengetahuan
Alam memacu kemampuan berfikir
tingkat tinggi peserta didik.
Pendekatan open-ended
menjanjikan suaru kesempatan kepada
siswa untuk menginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya
sesuai dengan mengelaborasi
permasalahan. Tujuannya agar
kemampuan berpikir Ilmu Pengetahuan
Alam siswa dapat berkembang secara
maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap
siswa dapat terkomunikasikan melalui
proses belajar mengajar. Pokok pikiran
dari pembelajaran dengan open-ended
yaitu pembelajaran yang membangun
kegiatan interaktif antara Ilmu
Pengetahuan Alam dan siswa sehingga
mengundang siswa untuk menjawab
permasalahan melalui berbagai strategi.
Dengan kata lain pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan pendekatan
open-ended bersifat terbuka.
Dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam, pendekatan open-
ended berarti memberikan kesempatan
pada siswa untuk belajar melalui
aktivitas-aktivitas real life dengan
menyajikan fenomena alam seterbuka
mungkin pada siswa. Bentuk penyajian
fenomena dengan terbuka ini dapat
dilakukan melalui pembelajaran yang
berorientasi pada masalah atau soal atau
tugas terbuka. Secara konseptual
masalah terbuka dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam adalah masalah
atau soal-soal Ilmu Pengetahuan Alam
yang dirumuskan sedimikian rupa,
sehingga memiliki beberapa atau
bahkan banyak solusi yang benar, dan
terdapat banyak cara untuk mencapai
solusi itu.
2. Prinsip Metode Open Ended.
Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan open-ended
mengasumsikan tiga prinsip, yakni
sebagai berikut :
a. Related to the autonomy of student‟
activities. If requires that we should
appreciate the value of student‟
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 32
activities for fear of being just non-
interfering.
b. Related to evolutionary and integral
nature of mathematical knowledge.
Content mathematics is theoretical
and systematic. Therefore, the more
essential certain knowledge is, the
more comprehensively it derives
analogical, special, and general
knowledge.
c. Related to teachers‟ expedient
decision-making in class. In
mathematics class, teachers often
encounter students‟ unexpected
ideas. In this bout, teachers have an
important role to give the ideas full
play, and to take into account that
other students can also understand
real amount of the unexpected ideas.
Jenis Masalah yang digunakan
dalam pembelajaran melalui pendekatan
open-ended ini adalah masalah yang
bukan rutin yang bersifat terbuka.
Sedangkan dasar keterbukaanya
(openness) dapat diklasifikasikan
kedalam tiga tipe, yakni : Process is
open, end product are open dan ways to
develop are open. Prosesnya terbuka
maksudnya adalah tipe soal yang
diberikan mempunyai banyak cara
penyelesaian yang benar. Hasil akhir
yang terbuka, maksudnya tipe soal yang
diberikan mempunyai jawaban benar
yang banyak (multiple), sedangkan cara
pengembang lanjutannya terbuka, yaitu
ketika siswa telah selesai menyelesaikan
masalahnya, mereka dapat
mengembangkan masalah baru dengan
mengubah kondisi dari masalah yang
pertama (asli). Dengan demikian
pendekatan ini menyelesaikan masalah
dan juga memunculkan masalah baru
(from problem to problem).
3. Kelemahan dan Kelebihan
pendekatan Open–Ended.
Dalam pendekatan open-ended guru
memberikan permasalah kepada siswa
yang solusinya tidak perlu ditentukan
hanya melalui satu jalan. Guru harus
memanfaatkan keragaman cara atau
prosedur yang ditempuh siswa dalam
menyelesaikan masalah. Hal tersebut
akan memberikan pengalaman pada
siswa dalam menemukan sesuatu yang
baru berdasarkan pengetahuan,
keterampilan dan cara berfikir
matematik yang telah diperoleh
sebelumnya. Ada beberapa kelebihan
dari pendekatan ini, antara lain:
a. Siswa memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi secara lebih aktif serta
memungkinkan untuk
mengekspresikan idenya.
b. Siswa memiliki kesempatan lebih
banyak menerapkan pengetahuan
serta keterampilan Ilmu Pengetahuan
Alam secara komprehensif.
c. Siswa dari kelompok lemah sekalipun
tetap memiliki kesempatan untuk
mengekspresikan penyelesaian
masalah yang diberikan dengan cara
mereka sendiri.
d. Siswa terdorong untuk membiasakan
diri memberikan bukti atas jawaban
yang mereka berikan.
e. Siswa memiliki banyak pengalaman,
baik melalui temuan mereka sendiri
maupun dari temannya dalam
menjawab permasalahan.
Disamping kelebihan yang dapat
diperoleh dari pendekatan open-ended,
terdapat juga beberapa kelemahan,
diantaranya:
a. Sulit membuat atau menyajikan
situasi masalah Ilmu Pengetahuan
Alam yang bermakna bagi siswa.
b. Mengemukakan masalah yang
langsung dapat dipahamai siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa
yang mengalami kesulitan bagaimana
merespon permasalahan yang
diberikan.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 33
c. Karena jawaban bersifat bebas, siswa
dengan kemampuan tinggi bisa
merasa ragu atau mencemaskan
jawaban mereka.
d. Mungkin ada sebagian siswa yang
merasa bahwa kegiatan belajar
mereka tidak menyenangkan karena
kesulitan yang mereka hadapi.
4. Pendekatan Open Ended dalam
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam.
Pembelajaran dengan pendekatan
Open-ended mengharapkan siswa tidak
hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih
menekankan pada proses pencarian
suatu jawaban. Pendekatan open-ended
menjanjikan suatu kesempatan kepada
siswa untuk menginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya
sesuai dengan kemampuan
mengelaborasi permasalahan.
Tujuannya tiada lain adalah agar
kemampuan berpikir Ilmu Pengetahuan
Alam siswa dapat berkembang secara
maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap
siswa terkomunikasi melalui proses
belajar mengajar. Inilah yang menjadi
pokok pikiran pembelajaran dengan
open-ended, yaitu pembelajaran yang
membangun kegiatan interaktifantara
siswa dan Ilmu Pengetahuan Alam dan
siswa sehingga mengundang siswa
untuk menjawab permasalahan melalui
berbagai strategi. Perlu digarisbawahi
bahwa kegiatan matematik dan kegiatan
siswa disebabkan terbuka jika
memenuhi tiga aspek berikut.
1. Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus
terbuka adalah kegiatan pembelajaran
harus mengakomodasi kesempatan siswa
untuk melakukan segala sesuatu secara
bebas sesuai dengan kehendak mereka.
Misalnya, guru memberikan
permasalahan seperti berikut kepada
siswa: Dengan menggunakan berbagai
cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan
ganjil pertama mulai dari satu! Dengan
begitu siswa berkesampatan melakukan
beragam aktivitas untuk menjawab
permasalahan yang di berikan sesuai
dengan pikiran dan kemampuannya.
2. Kegiatan matematik adalah ragam
berpikir
Kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam adalah
kegiatan yang di dalamnya terjadi proses
pengabstraksian pengalaman nyata
dalam kehidupan sehari-hari ke dalam
dunia Ilmu Pengetahuan Alam atau
sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan
matematik akan mengundang proses
manipulasi dan manifestasi dalam dunia
Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Kegiatan siswa dan kegiatan
matematik merupakan satu kesatuan.
Kegiatan siswa dan kegiatan matematik
dikatakan terbuka secara simultan dalam
pembelajaran, jika kebutuhan dan
berpikir matematik siswa terperhatikan
guru melalui kegiatan-kegiatan
matematik yang bermanfaat untuk
menjawab permasalahan lainnya.
Dengan kata lain, ketika siswa
melakukan kegiatan Ilmu Pengetahuan
Alam untuk memecahkan permasalahan
yang diberikan, dengan sendirinya akan
mendorong potensi mereka untuk
melakukan kegiatan matematikpada
tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Dengan demikian, guru tidak perlu
mengarahkan agar siswa memecahkan
permasalahan dengan cara atu pola yang
sudah ditentukan, sebab akan
menghambat kebebasan berpikir siswa
untuk menemukan cara baru
menyelesaikan permasalahan.
5. Langkah Guru dalam
Mengembangkan Metode
Pembelajaran Open–Ended.
Apabila kita telah memformulasi
problem mengikuti kriteria yang telah
dikemukakan, langkah selanjutnya
adalah mengembangkan rencana
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 34
pembelajaran yang baik. Pada tahap ini
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
a. Tuliskan respon siswa yang
diharapkan
Siswa diharapkan merespon problem
open-ended dengan berbagai cara. Oleh
karena itu guru harus menuliskan daftar
antisipasi respon siswa terhadap
problem. Karena kemampuan siswa
dalam mengekspresikan idea tau
pikirannya terbatas, mungkin mereka
tidak akan mampu menjelaskan aktivitas
mereka dalam memecahkan problem itu.
Namun mungkin juga mereka mampu
menjelaskan ide-ide Ilmu Pengetahuan
Alam dengan cara berbeda. Dengan
demikian antisipasi guru membuat
banyak kemungkinan respon yang
dikemukakan siswa menjadi penting
dalam upaya mengarahkan dan
membantu siswa memecahkan
permasalahan sesuai dengan cara
kemamapuan siswa.
b. Tujuan dari problem itu diberikan
harus jelas
Guru harus memahami peranan problem
itu dalam keseluruhan rencana
pembelajaran. Problem dapat
diperlakukan sebagai topik yang
independen, seperti dalam pengenalan
konsep baru, atau sebagai rangkuman
dari kegiatan belajar siswa. Dari
pengalaman, problem open-ended efektif
untuk pengenalan konsep baru atau
dalam rangkuman dari kegiatan belajar.
c. Sajikan problem semenarik
mungkin.
Konteks permasalahan yang diberikan
harus dikenal baik oleh siswa dan harus
membangkitkan semangat intelektual.
Karena problem open-ended
memerlukan waktu untuk berfikir dan
mempertimbangkan, maka problem itu
harus mampu menarik perhatian siswa.
d. Lengkapi prinsip posting problem
sehingga siswa memahami dengan
mudah maksud dari problem itu.
Problem harus diekspresikan sedemikian
sehingga siswa dapat memahaminya
dengan mudah dan menemukan
pendekatan pemecahannya. Siswa dapat
mengalami kesulitan jika eksplanasi
problem terlalu ringkas. Hal ini dapat
timbul karena guru bermaksud
memberikan kebebasan yang cukup bagi
siswa untuk memilih cara dan
pendekatan pemecahan masalah atau
bisa diakibatkan siswa memiliki sedikit
atau bahkan tidak memiliki pengalaman
dalam belajar karena terbiasa mengikuti
petunjuk-petunjuk dari buku teks. Untuk
menghindari kesulitan yang dihadapi
siswa seperti ini, guru harus memberikan
perhatian khusus menyajikan atau
menampilkan problem.
e. Berikan waktu yang cukup kepada
siswa untukmengeksplorasi problem.
Kadang-kadang waktu yang diberikan
tidak cukup dalam menyajikan problem
pemecahannya, mendiskusikan
pendekatan dan penyelesaian, dan
merangkum apa yang telah siswa
pelajari. Oleh karena itu guru harus
memberikan waktu yang cukup kepada
siswa untuk mengeksplorasi problem.
Berdiskusi secara aktif anatara siswa dan
antara siswa dengan guru merupakan
interaksi yang sangat penting dalam
pembelajaran open-ended. Guru dapat
membuat dua periode waktu untuk satu
problem open-ended. Periode pertama,
siswa bekerja secara individual atau
kelompok dalam memecahkan problem
dan membuat rangkuman dari proses
penemuan yang mereka lakukan.
Kemudian periode kedua, digunakan
untuk diskusi kelas mengenai strategi
dan pemecahan serta penyimpulan dari
guru, dari pengalaman pembelajaran
seperti ini terbukti efektif.
Kerangka Berpikir
Untuk mendapatkan sebuah
kerangka berpikir akan suatu hal bukan
sesuatu yang mudah, diperlukan suatu
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 35
pemikiran yang mendalam, tidak
menyimpulkan hanya dari fakta yang
dapat terindra, atau hanya dari sekedar
informasi-informasi yang terpenggal.
Selainitu, diperlukan sebuah pemikiran
yang cerdas akan setiap informasi yang
dimilikinya dan berupaya dengan keras
menyimpulkan sesuatu kesimpulan yang
memunculkan keyakinan.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah jawaban
sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat
pertanyaan(Sugiyono,2013:96).
Berdasarkan latar belakang dan kajian
teori yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dikemukakan hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif(Ha)
Ada peningkatan prestasi belajar
siswakelas IX-E pada materi Sistem
Ekresi melalui penerapan metode
pembelajaran open ended di SMP
Negeri 35 Surabaya.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
A. Deskripsi Kondisi Awal
Tabel 4.1.Rekapitulasi Nilai Prasiklus
Nama Siswa
Indikator Prestasi belajar siswa kelas IX-
E pada Materi Sistem
Ekresi N %
Ket
(T/TT)
1 2 3 4 5
ADITYA 77 100 100 52 77 81 80% T
ADRIAN 27 52 27 100 52 52 50% TT
ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T
ANDREA
NATHANIA 27 53 52 52 27 42 40% TT
ARINDI MEICERLIEN 52 52 77 52 77 62
60% TT
AXVRELIA
SINTA 52 77 53 78 27 57 55% TT
BERTO BACHTIAR 52 27 100 28 27 47
45% TT
CHAHAN
SEPTIANE 52 77 28 78 77 62 60% TT
DAMARA IWANG 100 27 78 28 77 62
60% TT
DANY W. 52 100 100 78 52 76 75% T
DARISTIFIA 52 27 53 28 77 47 45% TT
DETA RIZA 27 77 27 52 52 47 45% TT
ELISA YUNI 78 28 100 27 27 52 50% TT
ERSA ARFINIA P. 28 100 52 27 27 47
45% TT
HANDLY M. 78 28 77 77 27 57 55% TT
HELSA
SAHDA 28 78 27 100 28 52 50% TT
ICHA RAHMAWATI 53 28 52 28 78 48
45% TT
IGNATIUS
ELANG 52 100 100 78 53 77 75% T
INTAN RIZKY 52 27 100 28 100 61
60% TT
JOSAPHAT F. 27 77 27 53 53 47 45% TT
JOSUA M. 77 27 52 28 27 42 40% TT
LISTIANA A. 27 77 27 52 52 47 45% TT
M. SYAHRONI 78 28 100 27 27 52
50% TT
NATASYA
ROHMAH 28 100 52 27 27 47 45% TT
NURUL MAULIDYAH 78 28 77 77 27 57
55% TT
PUTRI
APRILLIA 28 78 27 100 28 52 50% TT
RADIMAS SURYO 53 28 52 28 78 48
45% TT
RAFI
ENDRIKA 52 100 100 78 53 77 75% T
RAYHAN SANEVAL 52 27 100 28 100 61
60% TT
REGINA
FARAH 27 77 27 53 53 47 45% TT
RAFLI SATRIA 77 27 52 28 27 42
40% TT
RHINESTA
SEPHIA 27 53 53 100 27 52 50% TT
RIBKA ANASTASIA 52 28 53 27 77 47
45% TT
RIZKA R. 27 53 28 100 52 52 50% TT
RIZKY
AMALIA 77 100 100 52 77 81 80% T
RR. NADHIFA S. 77 27 52 28 27 42
40% TT
Rata-rata 51,5 56,9 62,3 53,6 50,7 54,9 53%
Berdasarkan data tabel diatas maka
dapat disimpulkan bahwa pencapaian
prestasi belajar siswa kelas IX-E pada
materi Sistem Ekresi sangat kurang oleh
karenanya butuh tindakan untuk
meningkatkan kemampuan tersebut.
B. Deskripsi Siklus I
1. Perencanaan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 36
a) Waktu
Pembelajaran pada siklus I
dilaksanakan dalam waktu 3x40 menit.
Pertemuan siklus I direncanakan pada
hari Kamis, tanggal 17 September 2015,
jam pelajaran1 sampai dengan 3.
b) Materi
Materi pada siklus I adalah Sistem
ekskresi sub topic ginjal
c) Penilaian
Penilaian dilakukan dengan
menggunakan teknik tes tertulis dengan
butir soal atau tugas sebagaimana
termaktub dalam buku panduan.
2. Tindakan dan Pengamatan
Kegiatan pembelajaran pada siklus
I meliputi kegiatan awal, kegiatan inti
dan kegiatan akhir. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan ini sesuai
dengan langkah-langkah metode
pembelajaran open ended sebagai
berikut:
a. Tuliskan respon siswa yang
diharapkan
Siswa diharapkan merespon problem
open-ended dengan berbagai cara.
Oleh karena itu guru harus
menuliskan daftar antisipasi respon
siswa terhadap problem. Karena
kemampuan siswa dalam
mengekspresikan idea tau pikirannya
terbatas, mungkin mereka tidak akan
mampu menjelaskan aktivitas
mereka dalam memecahkan problem
itu. Namun mungkin juga mereka
mampu menjelaskan ide-ide Ilmu
Pengetahuan Alam dengan cara
berbeda. Dengan demikian antisipasi
guru membuat banyak kemungkinan
respon yang dikemukakan siswa
menjadi penting dalam upaya
mengarahkan dan membantu siswa
memecahkan permasalahan sesuai
dengan cara kemamapuan siswa.
b. Tujuan dari problem itu diberikan
harus jelas
Guru harus memahami peranan
problem itu dalam keseluruhan
rencana pembelajaran. Problem
dapat diperlakukan sebagai topik
yang independen, seperti dalam
pengenalan konsep baru, atau
sebagai rangkuman dari kegiatan
belajar siswa. Dari pengalaman,
problem open-ended efektif untuk
pengenalan konsep baru atau dalam
rangkuman dari kegiatan belajar.
c. Sajikan problem semenarik
mungkin.
Konteks permasalahan yang
diberikan harus dikenal baik oleh
siswa dan harus membangkitkan
semangat intelektual. Karena
problem open-ended memerlukan
waktu untuk berfikir dan
mempertimbangkan, maka problem
itu harus mampu menarik perhatian
siswa.
d. Lengkapi prinsip posting problem
sehingga siswa memahami dengan
mudah maksud dari problem itu.
Problem harus diekspresikan
sedemikian sehingga siswa dapat
memahaminya dengan mudah dan
menemukan pendekatan
pemecahannya. Siswa dapat
mengalami kesulitan jika eksplanasi
problem terlalu ringkas. Hal ini
dapat timbul karena guru bermaksud
memberikan kebebasan yang cukup
bagi siswa untuk memilih cara dan
pendekatan pemecahan masalah atau
bisa diakibatkan siswa memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki
pengalaman dalam belajar karena
terbiasa mengikuti petunjuk-
petunjuk dari buku teks. Untuk
menghindari kesulitan yang dihadapi
siswa seperti ini, guru harus
memberikan perhatian khusus
menyajikan atau menampilkan
problem.
e. Berikan waktu yang cukup kepada
siswa untukmengeksplorasi problem.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 37
Kadang-kadang waktu yang
diberikan tidak cukup dalam
menyajikan problem pemecahannya,
mendiskusikan pendekatan dan
penyelesaian, dan merangkum apa
yang telah siswa pelajari. Oleh
karena itu guru harus memberikan
waktu yang cukup kepada siswa
untuk mengeksplorasi problem.
Berdiskusi secara aktif anatara siswa
dan antara siswa dengan guru
merupakan interaksi yang sangat
penting dalam pembelajaran open-
ended. Guru dapat membuat dua
periode waktu untuk satu problem
open-ended. Periode pertama, siswa
bekerja secara individual atau
kelompok dalam memecahkan
problem dan membuat rangkuman
dari proses penemuan yang mereka
lakukan. Kemudian periode kedua,
digunakan untuk diskusi kelas
mengenai strategi dan pemecahan
serta penyimpulan dari guru, dari
pengalaman pembelajaran seperti ini
terbukti efektif.
3. Refleksi
Selain bagi siswa, metode
pembelajaran open ended ini merupakan
hal yang baru bagi penulis sehingga
sempat agak bingung bagaimana cara
menjelaskan aturan pelaksanaannya
pada siswa. Disamping itu, penulis
sempat meragukan apakah dengan
model dan metode pembelajaran ini
prestasi belajar siswakelas IX-E pada
materi Sistem Ekresi siswa berubah.
B. Deskripsi Siklus II
1. Perencanaan
a) Waktu
Pembelajaran pada siklus II
dilaksanakan dalam waktu 3x 40 menit.
Pertemuan siklus II direncanakan pada
hari Kamis, tanggal 24 September 2015,
jam pelajaran1sampai dengan 3.
b) Materi
Materi pada siklus II adalah Sistem
Ekskresi sub topic hati, paru-paru, kulit.
c) Penilaian
Penilaian dilakukan dengan
menggunakan teknik tes tertulis dengan
butir soal atau tugas sebagaimana
termaktub dalam buku panduan.
2. Tindakan dan Pengamatan
Kegiatan pembelajaran pada siklus
II meliputi kegiatan awal, kegiatan inti
dan kegiatan akhir. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan ini sesuai
dengan langkah-langkah metode
pembelajaranopen ended sebagai
berikut:
a. Tuliskan respon siswa yang
diharapkan
Siswa diharapkan merespon
problem open-ended dengan berbagai
cara. Oleh karena itu guru harus
menuliskan daftar antisipasi respon
siswa terhadap problem. Karena
kemampuan siswa dalam
mengekspresikan idea tau pikirannya
terbatas, mungkin mereka tidak akan
mampu menjelaskan aktivitas mereka
dalam memecahkan problem itu.
Namun mungkin juga mereka mampu
menjelaskan ide-ide Ilmu Pengetahuan
Alam dengan cara berbeda. Dengan
demikian antisipasi guru membuat
banyak kemungkinan respon yang
dikemukakan siswa menjadi penting
dalam upaya mengarahkan dan
membantu siswa memecahkan
permasalahan sesuai dengan cara
kemamapuan siswa.
b. Tujuan dari problem itu diberikan
harus jelas
Guru harus memahami peranan
problem itu dalam keseluruhan rencana
pembelajaran. Problem dapat
diperlakukan sebagai topik yang
independen, seperti dalam pengenalan
konsep baru, atau sebagai rangkuman
dari kegiatan belajar siswa. Dari
pengalaman, problem open-ended
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 38
efektif untuk pengenalan konsep baru
atau dalam rangkuman dari kegiatan
belajar.
c. Sajikan problem semenarik
mungkin.
Konteks permasalahan yang
diberikan harus dikenal baik oleh siswa
dan harus membangkitkan semangat
intelektual. Karena problem open-ended
memerlukan waktu untuk berfikir dan
mempertimbangkan, maka problem itu
harus mampu menarik perhatian siswa.
d. Lengkapi prinsip posting problem
sehingga siswa memahami dengan
mudah maksud dari problem itu.
Problem harus diekspresikan
sedemikian sehingga siswa dapat
memahaminya dengan mudah dan
menemukan pendekatan pemecahannya.
Siswa dapat mengalami kesulitan jika
eksplanasi problem terlalu ringkas. Hal
ini dapat timbul karena guru bermaksud
memberikan kebebasan yang cukup bagi
siswa untuk memilih cara dan
pendekatan pemecahan masalah atau
bisa diakibatkan siswa memiliki sedikit
atau bahkan tidak memiliki pengalaman
dalam belajar karena terbiasa mengikuti
petunjuk-petunjuk dari buku teks. Untuk
menghindari kesulitan yang dihadapi
siswa seperti ini, guru harus
memberikan perhatian khusus
menyajikan atau menampilkan problem.
e. Berikan waktu yang cukup kepada
siswa untukmengeksplorasi
problem.
Kadang-kadang waktu yang
diberikan tidak cukup dalam
menyajikan problem pemecahannya,
mendiskusikan pendekatan dan
penyelesaian, dan merangkum apa yang
telah siswa pelajari. Oleh karena itu
guru harus memberikan waktu yang
cukup kepada siswa untuk
mengeksplorasi problem. Berdiskusi
secara aktif anatara siswa dan antara
siswa dengan guru merupakan interaksi
yang sangat penting dalam
pembelajaran open-ended. Guru dapat
membuat dua periode waktu untuk satu
problem open-ended. Periode pertama,
siswa bekerja secara individual atau
kelompok dalam memecahkan problem
dan membuat rangkuman dari proses
penemuan yang mereka lakukan.
Kemudian periode kedua, digunakan
untuk diskusi kelas mengenai strategi
dan pemecahan serta penyimpulan dari
guru, dari pengalaman pembelajaran
seperti ini terbukti efektif.
3. Refleksi
Selain bagi siswa, metode
pembelajaran open ended ini merupakan
hal yang menyenangkan bagi penulis
sehingga pembelajaran menjadi hidup
dan aktivitas siswa dalam belajar
semakin meningkat. Metode
pembelajaran open ended ini harus
dilaksanakan secara berkesinambungan
sebagai upaya pembiasaan bagi siswa.
C. Pembahasan
1. Siklus I
a. Pembahasan hasil pengamatan
aktifitas siswa selama
pembelajaran berlangsung pada
Siklus I
Tabel4.2. Aktifitas siswa selama KBM
pada Siklus I Tahap
Pembe
lajaran
Aspek Yang Dinilai
Penilaian Rata-
rata
Kate
gori 1 2 3 4
Kegiatan
Awal
Mencatat tujuan
pembelajaran.
3 Baik
Aktif dalam kegiatan
berkelompok.
4 Sangat
baik
Kegiatan
Inti
Mandiri dalam belajar
berkelompok.
3 Baik
Mencari informasi
materi.
2 Kurang
Mengikuti instruksi
metode pembelajaran.
2 Kurang
Melakukan pertukaran
informasi secara
bergilir.
2 Kurang
Mempresentasikan
konsep materi
3 Baik
Kegiatan
Penutup
Menyimpulkan materi
dengan membuat
rangkuman
3 Baik
Jumlah 22
Rata-rata 68,
7%
Baik
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 39
P=fx100%
N
P=(1x0)+(2x3)+(3x4)+(4x1)x100%
8x4
P=22x100%
32
P=68, 7%
Keterangan:
P=Persentase yang sedang dicari nilainya
f=Jumlah seluruh skor yang diperoleh
N=Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang
semestinya
Pada tabel 4.2 menunjukkan data
aktifitas siswa pada Siklus I dengan
perolehan skor 78, 1% dengan
kategori“Baik”. Aktifitas siswa yang
memperoleh skor 4 dengan kategori
“Sangat Baik” terlihat pada tahap
pembelajaran kegiatan awal. Hal ini
dipengaruhi oleh kemampuan guru
dalam memotivasi siswa. Pada tahap
kegiatan inti sebagian siswa masih
merasa bingung dan belum mengerti
tentang langkah-langkah penyelesaian
dalam pemecahan. Maka dari tinjauan
ini, penulis simpulkan bahwa pada tahap
kegiatan Siklus I, tampaknya siswa
masih perlu bimbingan guru secara
intensif.
b. Pembahasan tentang evaluasi
prestasi belajar siswa kelas IX-E
pada materi Sistem Ekresi Siklus I
Data prestasi belajar siswa kelas
IX-E pada materi Sistem Ekresi pada
kegiatan pembelajaran Siklus I
diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.3. Prestasi Belajar (Siklus I)
Nama
Indikator Prestasi belajar siswa
Kelas IX-E pada Materi Sistem
Ekresi N % Ket T/TT)
1 2 3 4 5
ADITYA 77 100 100 52 77 81 80% T
ADRIAN
ADI 77 77 77 100 52 77 75% T
ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T
ANDREA 27 100 77 52 27 57 55% TT
ARINDI 52 100 100 52 77 76 75% T
RR.
NADHIFA 77 27 100 53 52 62 60% TT
Rata-rata 57.9 70,2 83,8 76,0 64,0 70,4 69%
Keterangan aktivitas yang dinilai:
1=Kegiatan Awal
2=Kegiatan Inti
3=Kegiatan Penutup
Keterangan : T=Tuntas
TT=TidakTuntas
P=∑Xx100%
N
P=19x100%
36
P=51%
Jadi ketuntasan klasikal mencapai 51%
Keterangan:
P=Persentase ketuntasan secara individu
∑x=Jumlah siswa yang mendapat skor ≥ 75
N=Jumlah siswa seluruhnya
Tingkat pemahaman siswa
dikatakan tuntas belajar apabila telah
memiliki daya serap ≥ 75. Sedangkan
ketuntasan klasikal tercapai apabila
paling sedikit 75% siswa di kelas
tersebut telah tuntas belajar. Pada tabel
4.3 terlihat bahwa tingkat pemahaman
siswa pada Siklus I belum dapat
dikatakan tuntas karena masih terdapat
17 orang siswa yang belum tuntas
belajar sehingga ketuntasan klasikal
hanya mencapai 51%.
2. Siklus II
a. Pembahasan hasil pengamatan
aktifitas siswa selama pembelajaran
berlangsung pada Siklus II
Tabel4.4. Aktifitas Siswa Selama KBM
pada Siklus II Tahap
Pembe
lajaran
Aspek Yang
Dinilai
Penilaian Rata-
rata Kategori
1 2 3 4
Kegiatan Awal
Mencatat tujuan pembelajaran.
4 Sangat Baik
Aktif dalam
kegiatan berkelompok.
4 Sangat
baik
Kegiatan
Inti
Mandiri dalam
belajar
3 Baik
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 40
berkelompok.
Mencari informasi materi.
3 Baik
Mengikuti
instruksi metode
pembelajaran.
2 Kurang
Melakukan
pertukaran
informasi secara bergilir.
3 Baik
Mempresentasikan
konsep materi
3 Baik
Kegiatan Penutup
Menyimpulkan materi dengan
membuat
rangkuman
3 Baik
Jumlah 25
Rata-
rata
78,
1%
Sangat
Baik
P=fx100%
N
P=(1x0)+(2x1)+(3x5)+(4x2)x100%
8x4
P=25x100%
32
P=78, 1%
Keterangan:
P=Persentase yang sedang dicari nilainya
f=Jumlah seluruh skor yang diperoleh
N=Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang
semestinya
Pada tabel 4.4 menunjukkan data
aktifitas siswa pada Siklus I dengan
perolehan skor 78,1% dengan
kategori“Sangat Baik”.Aktifitas siswa
yang memperoleh skor 4 dengan
kategori “Sangat Baik” terlihat pada
tahap pembelajaran kegiatan awal. Hal
ini dipengaruhi oleh kepandaian guru
dalam memotivasi siswa. Pada tahap
kegiatan inti siswa sudah tidak lagi
merasa bingung tentang langkah-
langkah penyelesaian. Maka dari
tinjauan ini, penulis simpulkan bahwa
pada tahap kegiatan Siklus II secara
global berjalan dengan lancar.
b. Pembahasan tentang evaluasi prestasi
belajar siswa kelas IX-E pada materi
Sistem Ekresi Siklus II
Data prestasi belajar siswakelas IX-
E pada materi Sistem Ekresi pada
kegiatan pembelajaran Siklus II
diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.5. Prestasi Belajar Siswa Kelas
IX-E pada Materi Sistem Ekresi pada
Siklus II
Nama
Indikator Prestasi belajar siswa
kelas IX-E pada Materi Sistem
Ekresi N %
Ket
(T/T
T) 1 2 3 4 5
ADITYA DWI
WARDHANA 77 100 100 52 77 81 80% T
ADRIAN ADI
NUGROHO 77 100 100 100 52 86 85% T
ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T
ANDREA
NATHANIA 52 100 100 77 52 76 75% T
...
RR. NADHIFA S. 77 52 100 78 77 77 75% T
Rata-rata 61,5 75,8 87,7 87,6 76,7 77,8 76%
Keterangan aktivitas yang dinilai:
1=Kegiatan Awal
2=Kegiatan Inti
3=Kegiatan Penutup
Keterangan : T=Tuntas
TT=TidakTuntas
P=∑Xx100%
N
P=31 x100%
36
P=86%
Jadi ketuntasan klasikal mencapai 76% Keterangan:
P=Persentase ketuntasan secara individu
∑x=Jumlah siswa yang mendapat skor ≥ 75
N=Jumlah siswa seluruhnya
Tingkat pemahaman siswa
dikatakan tuntas belajar apabila telah
memiliki dayaserap ≥ 75. Sedangkan
ketuntasan klasikal tercapai apabila
paling sedikit 75% siswa dikelas
tersebut telah tuntas belajar. Pada tabel
4.5 terlihat bahwa tingkat pemahaman
siswa pada Siklus II dapat dikatakan
tuntas karena hanya 5 orang siswa yang
belum tuntas belajar sehingga
ketuntasan klasikal mampu mencapai
86%.
D. Hasil Tindakan
Penerapan metode pembelajaran
inkuiri berbantuan dengan teknik
bertanya guru sangat efektif digunakan
untuk meningkatkan pemahaman pada
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 41
materi Sistem Ekresi kelas IX-E SMP
Negeri 35 Surabaya. Hal ini dibuktikan
daya serap ≥ 75 pada materi, dan juga
meningkatnya ketuntasan klasikal yang
tercapai apabila paling sedikit 75%
siswa dikelas tersebut telah tuntas
belajar.
Dalam upaya peningkatan
pemahaman dalam penelitian tindakan
ini telah dilaksanakan dalam dua tahap
yang menunjukkan progresifitas ditilik
dari ketercapaian individu maupun
klasikal. Secara individu, rata-rata
prestasi belajar siswa kelas IX-E pada
materi Sistem Ekresi mengalami
kenaikan yang signifikan dari 53%
(kondisi prasiklus) menjadi 76% atau
23%. Sedangkan secara klasikal, rata-
rata ketuntasan mengalami kenaikan
yang signifikan dari 14% (kondisi
prasiklus) menjadi 86% atau
kenaikan72%.
Tentu saja progresifitas ini
membutuhkan upaya tindak lanjut agar
dapat dibentuk pembiasaan dan budaya
ilmiyah pada diri siswa ini melalui
penerapan metode pembelajaran inkuiri
berbantuan dengan teknik bertanya guru
maupun penerapan model, metode,
strategi dan teknik serupa lainnya.
Untuk mempermudah upaya tersebut
seharusnya pendidik senantiasa
mengembangkan kompetensi
profesionalismenya dalam rangka
mencari inovasi dan kreatifitas terbaru
tentang model, metode, strategi dan
metode pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan hasil
penelitian dan pembahasan, dapat
dirumuskan kesimpulan penelitian
sebagai berikut:
Peningkatan prestasi belajar siswa kelas
IX-E pada materi Sistem Ekresi melalui
penerapan metode pembelajaran open
ended di SMP Negeri 35Surabaya rata-
rata sebesar 23%.
Daftar Rujukan
Agus Suprijono. 2009. Cooperatif
Learning Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi.2003. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Sinar
Grafika Offset. Jakarta.
Hamdani.2011.StrategiBelajarMengajar.
Bandung:PustakaSetia.
Ismail.2003.MediaPembelajaran(Model-
metode pembelajaran),
ModulDiklatTerintegrasiBerbasis
KompetensiGuruMataPelajaran
Matematika.Jakarta:DirektoratPL
P.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning:
Mempraktikkan Cooperative
Learning Di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta: Grasindo.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 42
ISSN : 2337-3253
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN KENDANGSARI III/278 TAHUN
PELAJARAN 2018/2019
(Deva Setiyawan)
ABSTRACT
This research is motivated by social studies learning in grade IV of Kendangsari III
/ 278 SDN SDN, which has not been optimally implemented. It can be seen from 1) lack
of confidence in expressing opinions, 2) frequent student concentration in learning
activities, 3) learning media use by teachers to support learning activities are not optimal
and 4) students are still confused in distinguishing the types of work in the field of goods
and services.
This is caused by the teacher in explaining a concept in a classical way, namely by
using lectures only and students just sit listening and record explanations from the
teacher so that students are saturated and bored and students are less actively involved in
learning.
The purpose of this study was to determine the activity and learning outcomes of
class IV students of SDN Kendangsari III / 278 Surabaya with the application of the role
playing method.
The design of this study uses a classroom action research procedure with two
cycles of activities. The research subjects were fourth grade students of SD Kendangsari
III / 278 Surabaya in the 2018/2019 academic year totaling 35 students.
Data obtained from the results of observation of teacher activities and student
activities during learning activities as well as tests of student learning outcomes
conducted at the end of learning.
Based on the results of data analysis conducted after the implementation of the
application of the role playing method in social studies learning, the following results can
be obtained. Teacher activities in cycle I to cycle II increased by 8.33%, from 81.25% to
89.58%. The activities of students in cycle I and cycle II also increased, from 63% to
73.14%.
Tests of student learning outcomes were also increased, in the first cycle the
classical completeness of students was 65.72% and in the second cycle the percentage of
classical completeness was 80%.
Based on the results of the above research it can be concluded that the use of the
role playing method in social studies learning in the subject matter of the types of work
in the surrounding environment can improve student activity and student learning
outcomes.
Keywords: "The method of role playing, activeness, learning outcomes, social science"
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 43
Pendahuluan
Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang system pendidikan nasional
menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban
bangsa dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan memiliki
tujuan mengembangkan potensi-potensi
yang dimiliki oleh siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak
mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang
berdemokratis serta bertanggung jawab.
Melalui pendidikan nasional diharapkan
dapat mewujudkan siswa yang secara
utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik
kecerdasan spiritual, emosional, sosial
intelektual maupun kecerdasan kinestetika
sehingga mampu memberikan konstribusi
yang besar terhadap kemajuan bangsa
serta sarana dalam membangun watak
bangsa.
Untuk mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas harus
ditanamkan sejak usia sekolah dasar (SD).
Salah satu cara membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas adalah melalui
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Menurut Gunawan (2011: 38) IPS
merupakan mata pelajaran yang
memberikan pemahaman tentang
peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi,
serta materi-materi yang termuat dalam
pelajaran IPS pada umumnya bersifat
abstrak seperti konsep waktu, perubahan
lingkungan, ritual, altikurasi, demokrasi,
nilai dan peranan. Hal ini yang
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam
proses belajar mengajar, baik itu oleh
guru sebagai penyampai materi pelajaran
dan oleh siswa sebagai penerima materi
pelajaran IPS sehingga tujuan pelajaran
IPS tidak tercapai.
Namun kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa suatu proses
pembelajaran di kelas sangat tidak ideal
karena tidak mencerminkan dari tujuan
mata pelajaran IPS yang menuntut
keaktifan dari siswa. Proses pembelajaran
di kelas cenderung berfokus pada
keaktifan guru yang biasa disebut teacher
of center, padahal pada mata pelajaran
IPS diperlukan suatu keaktifan dari siswa
yang biasa disebut student of center.
Guru–guru saat mengajarkan IPS hanya
menjelaskan konsep dengan metode
ceramah saja tanpa diimbangi dengan
penggunaan metode pembelajaran yang
lain yang dapat menarik perhatian siswa
terhadap kegiatan pembelajaran dan siswa
hanya duduk mendengarkan dan mencatat
penjelasan dari guru. Hal ini
mengakibatkan siswa menjadi jenuh dan
bosan serta siswa kurang terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Hal
tersebut senada dengan yang disampaikan
oleh (Sahiruddin, 2013:5) “Teacher-
centredness should be left behind since
the teacher often dominates the class
hours. In this sense, students are inclined
to be passive listeners for teachers’
explanation”. Pembelajaran pemusatan
pada guru harus segera ditinggalkan
karena guru mendominasi pelajaran
berjam-jam siswa cenderung pasif karena
siswa hanya sebatas pendengar penjelasan
guru.
Hasil pengamatan yang dilakukan di
kelas IV SDN Kendangsari III/278
Surabaya pada pembelajaran Tema 4
Subtema 2 pembelajaran 3, pembelajaran
belum terlaksana secara optimal terutama
pada mata pelajaran IPS, hal ini terlihat
dari hasil ulangan harian siswa yang telah
dilaksanakan, dari 35 siswa di kelas IV
hanya 21 siswa yang telah mencapai
KKM yang ditetapkan sedangkan 14
siswa belum mencapai KKM. Jika
dianalisis penyebab kesulitan siswa dalam
memahami materi pelajaran tentang
pemanfaatan sumber daya alam untuk
kesejahteraan masyarakat di lingkungan
sekitar antara lain 1) rasa percaya diri
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 44
dalam mengungkapkan pendapat masih
kurang, 2) sering terpecahnya konsentrasi
siswa saat kegiatan pembelajaran, 3)
pengunaan media pembelajaran oleh guru
untuk menunjang kegiatan pembelajaran
belum optimal dan 4) siswa masih
kebingungan dalam membedakan jenis-
jenis pekerjaan dalam bidang barang dan
jasa.
SDN Kendangsari III/278 Surabaya
menggunakan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 tidak mengenal bidang
studi atau satuan mata pelajaran namun
rangkaian mata pelajaran disusun menjadi
unit yang terorganisir menjadi bentuk
tematik. Walaupun berbentuk tematik,
kurikulum 2013 memiliki batasan materi
pelajaran yang disampaikan kepada siswa
yang mewakili seluruh mata pelajaran.
Materi pelajaran tersebut tertuang dalam
standar kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) yang ditetapkan oleh Badan
Standart Nasional Pendidikan (BSNP).
Salah satu tema pada kurikulum 2013 di
kelas IV adalah tema tentang berbagai
pekerjaan. Dalam tema berbagai
pekerjaan terdapat tiga subtema yang
akan diajarkan kepada siswa. Salah satu
subtema dalam tema berbagai pekerjaan
adalah jenis-jenis pekerjaan.
Pada subtema jenis-jenis pekerjaan
ada salah satu materi pelajaran yang
dirasa sulit dipahami oleh beberapa siswa,
materi tersebut adalah materi tantang
pekerjaan yang menghasilkan barang dan
jasa. Materi pelajaran ini sangat penting
dipelajari oleh siswa, karena berkaitan
langsung dengan kehidupan sehari-hari
siswa. Jika wawasan dan pengetahuan
siswa tentang pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa kurang,
maka siswa kurang kesulitan dalam
membedakan pekerjaan di bidang barang
dan jasa.
Di dalam pembelajaran tematik
diperlukan metode yang kreatif untuk
mengatasi permasalahan diatas. Metode
yang sesuai pada materi tersebut yaitu
metode role playing/ bermain peran.
Dengan metode role playing suatu
gambaran spontan dari situasi, kondisi
atau keadaan yang khusus dilakukan oleh
sekelompok orang yang terdiri dari para
siswa yang telah dirancang/direncanakan
dalam sebuah naskah skenario yang
nantinya akan dimainkan oleh siswa
tersebut. Dan melalui metode bermain
peran, siswa secara langsung terlibat
dalam proses pembelajaran dan aktif
dalam pembelajaran. Konsep bermain
inilah yang kemudian disebutnya sebagai
bermain sambil belajar.
Melalui metode role playing, siswa
diharapkan menunjukkan sikap afektif
yaitu menerima, menanggapi, menilai,
mengorganisasikan, menghayati
sedangkan untuk sikap psikomotor yaitu
peniruan, manipulasi, ketelitian,
artikulasi. Selain itu, siswa diharapkan
dapat menggali cita-cita dan
mengembangkan keterampilan sosial
yang mereka miliki. Hal Chadijah dan
Agustin (2012:78) menjelaskan melalui
bermain peran (role playing), siswa
memainkan peran dengan menirukan
gerakan dan mengembangkan peran
tersebut sesuai dengan masalah yang
sedang dihadapi.
Dengan demikian siswa lebih
dilibatkan sebagai subjek belajar yang
harus berperan aktif dalam memahami
pernyataan dan menganalisis sehingga
mereka mampu bekerja sama, memahami
potensi dan peran dirinya dalam berbagai
tata kehidupannya, menghayati
pentingnya bermasyarakat dan peka
terhadap masalah-masalah sosial yang
sering dialami dalam kehidupan nyata
mereka serta penggunaan metode ini
dapat membantu melancarkan proses
belajar mengajar dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan uraian permasalahan
yang diuraikan di atas, maka untuk
memperoleh hasil belajar yang lebih perlu
adanya pemecahan permasalahan dalam
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 45
proses belajar mengajar. Salah satu
alternative pemecahan masalah tersebut di
atas yakni menggunakan metode role
playing. Dengan menggunakan metode
role playing diharapkan siswa mampu
bekerja sama menyelesaikan tugas
akademik dan menciptakan sesuatu yang
inovatif dalam memahami pelajaran
sehingga memperoleh hasil belajar yang
memuaskan.
Pengertian Metode Pembelajaran Istilah metode berasal dari kata
metodologi. Istilah metodologi terdiri dari
metode dan logi. Metode berasal dari
bahasa Yunani, metha (= melalui atau
melewati) dan hados (= jalan dan cara).
Metode berarti jalan atau cara yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Logi berasal dari kata logos yang artinya
ilmu. Dengan demikian metodologi
berarti suatu ilmu yang membicarakan
tentang jalan atau cara yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode merupakan cara yang
sebaik-baiknya mencapai tujuan di segala
lapangan manusia mencari efisiensi kerja
dengan menetapkan metode yang terbaik
untuk mencapai sesuatu tujuan. Sesuai
dengan pendapat Usman (2006: 120)
dikatakan bahwa metode mengajar
merupakan sarana interaksi guru dengan
siswa di dalam kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian, yang perlu
diperhatikan adalah ketepatan metode
mengajar yang dipilih dengan tujuan,
jenis dan sifat materi pelajaran serta
dengan kemampuan guru dalam
memahami dan melaksanakan metode
tersebut.
Selanjutnya, metode pembelajaran
merupakan cara melakukan atau
menyajikan, menguraikan, memberi
contoh, dan memberi latihan isi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan
tertentu (Yamin, 2007: 152). Ahli lain
mengatakan bahwa metode pembelajaran
adalah cara yang ditempuh guru dalam
menyampaikan bahan ajar kepada siswa
secara tepat dan cepat berdasarkan waktu
yang telah ditentukan sehingga diperoleh
hasil yang maksimal (Thoifuri, 2008: 55).
Metode Role Playing/ Bermain Peran
Role playing / bermain peran adalah
berakting sesuai dengan peran yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Menurut
Sudjana (2009: 89), metode role playing
adalah suatu cara mengajar dengan jalan
mendramatisasikan bentuk tingkah laku
dalam hubungan sosial. Sedangkan
Suhanadji dan Waspodo, (2003:178)
mengemukakan bahwa metode role
playing sering disebut juga dengan
metode sosio drama. Penggunaan metode
ini pada dasarnya mendramatisasikan
tingkah laku tokoh dalam hubungannya
dengan masalah sosial.
Pada metode role playing, titik
tekanannya terletak pada keterlibatan
emosional dan pengamatan indera ke
dalam suatu situasi masalah yang secara
nyata dihadapi. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami
bukan transfer pengetahuan dari guru
kepada siswa. Metode pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil (Depdiknas,
2002:1). Dengan bermain siswa akan
merasa senang karena bermain adalah
dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa
sambil kita antarkan dunia kita (Porter,
2007:12).
Dari teori para tokoh diatas dapat
disimpulkan bahwa anak bermain selain
untuk memenuhi kebutuhan anak juga
sebagai sarana anak untuk bereksplorasi
bagi anak untuk mengembangkan semua
aspek yang dimiliki dalam diri anak. Oleh
karena itu orang tua dan guru harus
mendorong anak melakukan permainan
dengan berbagai variasinya, karena dapat
membantu meningkatkan kreativitas anak.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 46
Tujuan Role Playing
Uno (2009:26) mengemukakan
bahwa tujuan dari penggunaan metode
role playing antara lain: (1) menggali
perasaannya, (2) memperoleh inspirasi
dan pemahaman yang berpengaruh
terhadap sikap, nilai dan persepsinya, (3)
mengembangkan keterampilan dan sikap
dalam memecahkan masalah dan (4)
mendalami mata pelajaran dengan
berbagai macam cara.
Dengan demikian tujuan
penggunaan metode role playing yakni
membantu siswa menemukan makna diri
di dunia sosial dan memecahkan masalah
dengan bantuan kelompok. Artinya
melalui bermain peran siswa belajar
menggunakan konsep peran, menyadari
adanya peran-peran berbeda dan
memikirkan perilaku dirinya dan perilaku
orang lain.
Tahap-tahap Pelaksanaan Metode Role
Playing
Suhanadji dan Waspodo (2003:178)
mengemukakan bahwa dalam
pelaksanaan metode role playing biasanya
guru memperkenalkan suatu masalah,
kemudian menunjuk beberapa orang
siswa untuk memerankan tokoh tertentu
sehubungan dengan pemecahan tersebut.
Peran tersebut dilakukan beberapa lama
sambil disaksikan oleh siswa lain. Setiap
adegan dianggap selesai yang berarti
masalah dianggap telah terpecahkan.
Menurut Clark (dalam Wahab,
2009:112) metode role playing
dilaksanakan dalam pengajaran perlu
dilalui beberapa fase dan kegiatan sebagai
berikut: (1) pemanasan/persiapan, (2)
pemilihan partisipan, (3) menyiapkan
pengamat, (4) menata panggung, (5)
memainkan peran, (6) diskusi dan
evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8)
diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagi
pengalaman dan kesimpulan. Tahap ke 7
dan 8 hanya dilakukan bila dalam proses
memainkan peran, tujuan belum dapat
dicapai.
Keuntungan dan Kelemahan
Penggunaan Metode Role Playing
Keuntungan dan kelemahan metode
role playing menurut Djamarah dan Zain
(2006:89-90), adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan Metode Role Playing
a. Siswa melatih dirinya untuk melatih
memahami, dan mengingat isi
bahan yang akan di dramakan.
Sebagai pemain harus memahami
menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi
yang harus diperankannya. Dengan
demikian, daya ingatan siswa harus
tajam dan tahan lama.
b. Siswa akan terlatih untuk
berinisiatif dan berkreatif. Pada
waktu role playing pemain dituntut
untuk mengemukakan pendapatnya
sesuai dengan waktu yang tersedia
c. Bakat yang terdapat pada siswa
dapat dipupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau
tumbuh bibit seni drama dari
sekolah. Jika seni drama mereka
dibina dengan baik kemungkinan
besar mereka akan menjadi pemain
yang baik kelak
d. Kerja sama antar pemain dapat
ditumbuhkan dan dibina dengan
sebaik-baiknya
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk
menerima dan membagi
tanggungjawab dengan sesamanya
f. Bahasa lisan siswa dapat dibina
menjadi bahasa yang baik agar
mudah dipahami orang lain.
2. Kelemahan Metode Role Playing
a. Banyak memakan waktu, baik
waktu persiapan dalam rangka
pemahaman isi bahan pelajaran
maupun pada pelaksanaan
pertunjukan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 47
b. Memerlukan tempat yang cukup
luas jika tempat sempit menjadi
kurang bebas
c. Sering kelas lain terganggu oleh
suara pemain dan para penonton
yang kadang-kadang bertepuk
tangan, dan sebagainya.
Pengertian Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2010: 2). Menurut Djamarah (2008: 13)
belajar merupakan serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkunganya yang menyangkut
kognitif, afektif dan psikomotor.
Belajar adalah modifikasi atau
memperkuat tingkah laku melalui
pengalaman dan latihan. Belajar juga
diartikan sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi
lingkungannya (Hamalik, 2008: 52). Pada
dasarnya belajar merupakan tahapan
perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan mantap sebagai hasil interaksi
antara individu yang melibatkan proses
kognitif (Syah, 2010: 90).
Dari beberapa pendapat yang telah
dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku yang terjadi di
lingkungan akibat pengalaman yang
dialami individu melalui prosedur yang
saling mempengaruhi.
Pengertian Hasil Belajar
Susanto (2013: 5) menjelaskan hasil
belajar merupakan perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan
psikomotor sebagai hasil dari hasil
belajar. Untuk mengetahui hasil belajar
yang ingin dicapai apakah telah sesuai
dengan tujuan yang dikehendaki dapat
diketahui melalui evaluasi. Penilaian hasil
belajar siswa mencakup segala hal yang
dipelajari di sekolah baik itu pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Sedangkan
Purwanto (2011: 46) menjelaskan hasil
belajar merupakan perubahan perilaku
peserta didik akibat dari belajar.
Perubahan perilaku tersebut disebabkan
karena dia mencapai penguasaan atas
sejumlah bahan yang diberikan dalam
proses belajar mengajar. Purwanto
menambahkan bahwa hasil belajar dapat
berupa perubahan dalam aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Hasil belajar menurut Sudjana
(2013: 22) adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-
tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi
tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih
lanjut, baik untuk keseluruhan kelas
maupun individu.
Menurut Bloom dkk (dalam
Sudijono, 2009: 49) hasil belajar secara
garis besar dibagi menjadi tiga ranah,
yaitu ranah proses berpikir (kognitif),
nilai atau sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor). Ketiga ranah tersebut
digunakan untuk mempelajari jenis
perilaku dan kemampuan internal akibat
proses belajar (hasil belajar).
Faktor-Faktor Belajar
Susanto (2013: 12) menjelaskan ada
dua factor yang mempengaruhi hasil
belajar yaitu: (1) Siswa, dalam arti
kemampuan berpikir atau tingkah laku
intelektual, motivasi, minat dan kesiapan
siswa baik jasmani maupun rohani. (2)
lingkungan yaitu sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreatifitas guru,
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 48
sumber-sumber belajar, metode serta
dukungan lingkungan keluarga dan
lingkungan sekitar. Pendapat yang sama
juga disampaikan oleh Sudjana, menurut
Sudjana (2010: 39) hasil belajar
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor dari dalam diri siswa dan faktor
lingkungan.
1. Faktor dalam diri siswa adalah faktor
yang datang dari dalam diri siswa
terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa
sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap hasil yang dicapai. Menurut
Clark (dalam Sudjana, 2010: 39) hasil
belajar siswa di sekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa
sedangkan 30% dipengaruhi oleh
lingkungan. Sudjana menambahkan
selain faktor yang dimiliki siswa ada
juga faktor lain, seperti motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis.
2. Faktor lingkungan adalah faktor yang
terdapat di luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yang ingin
dicapai. Salah satu lingkungan belajar
yang paling dominan mempengaruhi
hasil belajar disekolah adalah kualitas
pengajaran, yang dimaksud kualitas
pengajaran adalah tinggi rendahnya
atau efektif tidaknya proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan
pengajaran.
Menurut Sudjana (2010: 40-42)
selain faktor utama ada pula faktor lain
yang mempengaruhi hasil belajar yaitu
faktor guru, faktor kelas dan faktor
sekolah.
Pengertian IPS
IPS merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Mata
pelajaran IPS merupakan sebuah nama
mata pelajaran integrasi dari nama mata
pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi
serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya
(Sapriya, 2009: 7). Jarolimek (1982: 139)
mengatakan bahwa “the social studies as
part of elementary school curriculum
draw subyek-matter content from the
social sience, history, sociology, political
sience, social phsygology, philosophy,
antropology, and ecomomic. The social
studies have been defined as “those
partion of the social sience selected for
instructional purpouse””. IPS sebagai
bagian dari kurikulum sekolah dasar
menggambar konten subyek dari ilmu-
ilmu sosial, sejarah, sosiologi, ilmu
politik, phsykologi sosial, filosofi,
antropologi, dan ekonomi. IPS
didefinisikan sebagai bagian dari ilmu
sosial karena adanya tujuan instruksional.
Pendidikan IPS sebagai mata
pelajaran terdapat dalam kurikulum
sekolah mulai tingkat SD hingga SMP.
IPS pada kurikulum sekolah (satuan
pendidikan), pada hakikatnya merupakan
mata pelajaran wajib sebagaimana
dinyatakan dalam Udang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 39. Sementara Soemantri
(dalam Sapriya, 2009: 11) menyatakan
bahwa pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin
ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta
keinginan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan pedagogis/ psikologis untuk
tujuan pendidikan. Pengertian tersebut
berlaku untuk pendidikan dasar dan
menengah. Senada dengan Soemantri,
Sumaatmadja (2005: 1.9) menjelaskan
dalam tingkat sekolah, IPS berkaitan erat
dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang
terintegrasi dengan humaniora dan ilmu
IPS merupakan mata pelajaran yang
mempelajari kehidupan sosial yang
kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-
ilmu sosial dan humaniora.
Istilah IPS di SD merupakan nama
mata pelajaran yang berdiri sendiri
sebagai integrasi dari sejumlah konsep
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 49
disiplin ilmu sosial, humaniora, sains
bahkan berbagai isu dan masalah sosial
kehidupan. Materi IPS untuk jenjang
sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin
ilmu karena yang lebih dipentingkan
adalah dimensi pendagogik dan psikologis
serta karakteristik kemampuan berpikir
siswa yang bersifat holistik.
Tujuan Mata Pelajaran IPS
Seperti juga tujuan pendidikan pada
umumnya, tujuan utama pengajaran IPS
memiliki tujuan sebagai berikut :
1. IPS bertujuan mengembangkan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan
sosial yang berguna bagi kemajuan diri
siswa sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
2. IPS bertujuan mendidik
kewarganegaraan yang baik.
3. IPS yang mempelajari closed areas
atau masalah-masalah sosial yang
pantang untuk dibicarakan di muka
umum.
Sedangkan menurut Suhanadji dan
Siradjuddin (2012: 19) secara khusus,
tujuan pengajaran IPS di sekolah dapat
dikelompokkan menjadi empat
komponen, yaitu:
1. Memberikan kepada siswa
pengetahuan (knowledge) tentang
pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, masa
kini, dan dimasa yang akan datang;
2. Menolong siswa untuk
mengembangkan keterampilan (skills)
untuk mencari, mengolah, dan
memproses informasi;
3. Menolong siswa untuk
mengembangkan nilai/ sikap (value)
deemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat;
4. Menyediakan kesempatan kepada
siswa untuk mengambil bagianatau
berperan sertadalam kehidupan sosial
(social participation).
Dari uraian di atas tujuan
pembelajaran IPS adalah agar peserta
didik menjadi warga Negara yang baik
serta memberikan bekal agar mampu
mengembangkan bakat, minat, dan
kemampuannya dalam lingkungan
masyarakat yang majemuk baik ditingkat
local, nasional, dan global.
Ruang Lingkup Pelajaran IPS
IPS sebagai program pendidikan,
memiliki ruang lingkup pembelajaran.
Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS
menurut Sumaatmadja (2005: 1.18) dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Sebagai bidang pengetahuan, ruang
lingkup IPS mencakup kehidupan
manusia dalam masyarakat atau
manusia sebagai anggota masyarakat
atau dapat juga dikatakan manusia
dalam konteks sosial.
2. IPS sebagai program pendidikan,
memiliki ruang lingkup yaitu membina
peserta didik menjadi warga
masyarakat dan warga negara yang
memiliki tanggung jawab atas
kesejahteraan bersama dalam arti yang
seluas-luasnya dengan nilai-nilai yang
menjadi karakter program pendidikan
IPS.
Karakteristik IPS di SD
Somantri (dalam Sapriya, 2009: 22),
mengidentifikasi sejumlah karakteristik
dari ilmu- ilmu sosial sebagai berikut:
1. Berbagai batang tubuh (body of
knowledge) disiplin ilmu- ilmu sosial
yang diorganisasikan secara sistematis
dan ilmiah.
2. Batang tubuh disiplin itu berisikan
sejumlah teori dan generalisasi yang
handal dan kuat serta dapat diuji
tingkat kebenarannya.
3. Batang tubuh disiplin ilmu- ilmu sosial
ini disebut juga strukture disiplin ilmu,
atau ada juga yang menyebutnya
dengan fundamental ideas.
4. Teori dan generalisasidalam teori itu
disebut pula pengetahuan ilmiah yang
dicapai lewat pendekatan “conceptual”
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 50
dan “syntactis”, yaitu lewat proses
bertanya, berhipotesis, mengumpulkan
data (observasi dan eksperimen).
Pembelajaran IPS di sekolah
khususnya pada SD bersifat integratif
yaitu materi yang diajarkan merupakan
akumulasi sejumlah disiplin ilmu sosial.
Siswa diharapkan memahami sejumlah
konsep, melatih sikap, nilai, moral, dan
ketrampilan berdasarkan konsep yang
dimiliki. Konsep pembelajaran IPS yang
diajarkan pada siswa SD adalah konsep
abstrak, meliputi waktu perubahan,
kesinambungan, arah mataangin,
lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan,
demokrasi, nilai, peranan, permintaan,
atau kelangkaan.
Berdasarkan materi, materi IPS SD
disusun berdasarkan lima macam sumber
materi IPS. Adapun sumber materi IPS
yang dimaksud antara lain:
1. Segala sesuatu yang terjadi di sekitar
anak yang bermula dari keluarga,
sekolah, desa, kecamatan sampai pada
lingkungan yang terluas luas, negara
dan dunia dengan berbagai
permasalahannya.
2. Kegiatan manusia, meliputi mata
pencaharian, pendidikan, keagamaan,
produksi, komunikasi, transportasi.
3. Lingkungan geografi dan budaya
meliputi segala aspek geografi dan
antropologi yang terdapat pada
lingkungan anak mulai terdekat sampai
yang terjauh.
Kehidupan masa lampau,
perkembangan kehidupan manusia,
sejarah yang dimulai dari sejarah
lingkungan terdekat sampai yang terjauh,
membahas tokoh dan kejadian bersejarah
Materi Pembelajaran IPS Dengan
Penerapan Metode Role Playing
Terhadap Hasil Belajar Siswa
Menurut Nasution (dalam Waspodo,
2014: 4) IPS merupakan pelajaran yang
merupakan suatu fusi atau paduan dari
sejumlah mata pelajaran sosial, dapat
dikatakan juga bahwa IPS merupakan
mata pelajaran yang menggunakan
bagian-bagian tertentu dari ilmu sosial,
sedangkan menurut Sapriya (2009: 7)
mata pelajaran IPS merupakan sebuah
nama mata pelajaran integrasi dari nama
mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan
Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial
lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
IPS merupakan paduan dari sejumlah
mata pelajaran sosial meliputi mata
pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi
serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya.
Pembelajaran IPS dengan penerapan
metode role playing diharapkan dapat
mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi siswa dalam kegiatan
pembelajaran IPS sehingga materi
pembelajaran dalam pelajaran IPS dapat
diserap siswa secara maksimal. Selain itu
dengan penerapan metode role playing
siswa diajarkan untuk saling membantu
dan saling bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi
siswa sendiri melalui diskusi. Dengan
demikian penerapan metode role playing
pada pembelajaran IPS akan
mempermudah siswa dalam memahami
materi pada subtema jenis-jenis pekerjaan
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Metode
Rancangan penelitian ini
menggunakan prosedur penelitian
tindakan kelas. Penelitian ini
dilaksanakan melalui proses pengkajian
berdaur yang terdiri atas empat tahapan,
yaitu (1) perencanaan (planing), (2)
tindakan (action), (3) pengamatan
(observation), dan (4) refleksi (reflection).
Adapun rencana penelitian mengacu
pada rancangan penelitian yang dilakukan
oleh Kemmis & McTaggart dengan model
spiral (dalam Riyanto, 2012 : 47) dengan
bagan dibawah ini:
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 51
Bagan 1 penelitian model spiral
Kemmis & McTaggart
Berdasarkan alur siklus yang telah
dikemukakan di atas dapat diketahui
bahwa tahapan yang akan digunakan
peneliti adalah refleksi awal, perencanaan
pelaksanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Dari pelaksanaan siklus pertama
bila hasil yang di dapatkan belum sesuai
dengan target maka akan dilakukan
perbaikan pembelajaran pada siklus
selanjutnya. Pada siklus selanjutnya alur
yang digunakan pun sama yaitu dimulai
dari perencanaan ulang, pelaksanaan
tindakan, pengamatan, dan diakhiri
dengan refleksi.
Setelah tahap refleksi awal
dilakukan peneliti, maka peneliti
melaksanakan penelitian yang bersiklus.
Adapun rincian kegiatan pada setiap
siklus diuraikan sebagai berikut.
Perencanaan Kegiatan yang dilaksanakan dalam
tahap perencanaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Menyusun skenario pembelajaran yaitu
membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan metode role playing
pada tema 4 subtema jenis-jenis
pekerjaan.
2. Menyiapkan lembar kerja yang akan
dibagikan kepada siswa.
3. Menyusun lembar observasi untuk
kemampuan mengelola pembelajaran
guru dan aktifitas siswa selama
pembelajaran berlangsung.
Tindakan
Pelaksanaan tindakan berupa
pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan metode role playing pada
kelas IV di SDN Kendangsari III/278
Surabaya. Pelaksanaan penelitian
dilakukan oleh peneliti bersama teman
sejawat yaitu guru kelas V dan guru kelas
VI yang bertindak sebagai pengamat.
Kegiatan pelaksanaan tindakan siklus
pertama ini dilakukan selama 2 kali
pertemuan dan 1 kali tes hasil belajar.
Tindakan ini dilakukan berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat.
Pengamatan
Tahap pengamatan pada dasarnya
dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan. Pada tahap ini peneliti dan guru
kelas V serta guru kelas VI SDN
Kendangsari III/278 Surabaya berusaha
untuk mengenali, merekam dan
mendokumentasikan seluruh indikator
proses dan hasil perubahan yang terjadi
baik yang diakibatkan oleh tindakan
terencana atau efek sampingan bahkan
efek lanjutan. Hasil pengamatan ini
kemudian didiskusikan bersama guru
kelas V dan guru kelas VI sebagai
pengamat, kemudian direfleksi sebagai
dasar untuk menyusun perencanaan pada
siklus berikutnya.
Pengamatan terhadap tindakan ini
menggunakan instrumen pengumpul data
yang telah ditentukan. Aspek yang
diamati dalam pengamatan ini adalah
aktifitas kegiatan siswa dan guru saat
proses pembelajaran.
Siklus selanjutnya
Rencana
Aksi
Refleksi
Observasi
Refleksi
awal
Rencana
Observasi
Aksi Refleksi
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 52
Refleksi Refleksi dilakukan terhadap
pencapaian hasil belajar pada setiap
siklus. Apabila hasil yang dicapai pada
siklus pertama belum sesuai dengan target
yang ditetapkan dalam Kurikulum SDN
Kendangsari III/278 Surabaya yaitu nilai
hasil belajar individu ≤70 dan nilai rata-
rata ketuntasan kelas ≤70% maka akan
dilaksanakan perbaikan pada siklus-siklus
berikutnya.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
kelas IV SD Negeri Kendangsari III/ 278.
Sekolah Dasar ini berada di Jl Raya
Tenggilis Mejoyo No. 3 Kecamatan
Rungkut Kota Surabaya.
Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas
IV SDN Kendangsari III/278 Surabaya
tahun pelajaran 2018/2019 berjumlah 35
siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki
dan 17 Siswa perempuan.
Jenis Data
Ada dua jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini, yakni sebagai
berikut.
1. Data pertama berupa tes, yakni tes
hasil evaluasi belajar siswa pada materi
jenis-jenis pekerjaan.
2. Data kedua berupa hasil observasi
pelaksanaan pembelajaran melalui
metode role playing dan angket respon
siswa.
Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan dua alat
pengumpulan data, yaitu observasi dan tes
tulis. Observasi digunakan untuk
mengamati kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran dan aktifitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sedangkan tes tulis
digunakan untuk mendapatkan data
tentang hasil belajar siswa diakhir
pembelajaran siklus pertama dan siklus
berikutnya.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data observasi
terdiri dari observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran dan aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran.
Sedangkan analisis data tes hasil belajar
terdiri dari analisis nilai tes siswa diakhir
pembelajaran.
Analisis Data Observasi Analisis data kemampuan guru
dalam mengelola kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan rumus :
100n
rs
Analisis data pengamatan aktifitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
menggunakan rumus :
%100jp
btst
Analisis Data Tes Hasil Belajar
Untuk menghitung nilai rata-rata
siswa dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
P = x 100
Untuk menghitung ketuntasan
belajar klasikal dihitung dengan
menggunakan rumus :
100% x (N) siswa
(f)belajar tuntasyang siswa p
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Belajar Siswa Siklus I
Dari 35 siswa kelas IV, 23 siswa
telah mencapai nilai KKM dengan nilai
rata-rata hasil belajar siswa adalah 75,44.
Persentase ketuntasan belajar Siklus I
65,72%.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 53
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Pada Siklus I
Hasil pengamatan aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran pada siklus I
memperoleh persentase 63% dan berada
pada kategori “tinggi“.
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Hasil observasi aktivitas guru dalam
pembelajaran siklus I sebesar 81,25%.
Nilai tersebut dalam kategori “baik”.
Hasil Belajar Siswa Siklus II
Dari tes yang diadakan di siklus II
terdapat 28 siswa yang tuntas belajar dan
7 siswa yang tidak tuntas belajar. Nilai
rata-rata pada siklus II menjadi 76,57.
Persentase ketuntasan belajar siklus II
sebesar 80%.
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Pada Siklus II Hasil observasi aktivitas siswa
dalam pembelajaran pada siklus II sebesar
73,14% termasuk dalam kategori “tinggi“.
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Hasil observasi aktivitas guru dalam
pembelajaran siklus II sebesar 89,58%.
Nilai tersebut dalam kategori “sangat
baik”.
PEMBAHASAN
Tes hasil belajar siklus I dan siklus II
dapat disajikan pada table di bawah ini.
Tabel 1
Hasil Belajar Siklus I dan II
Aspek Penilaian Pengamatan
Siklus I Siklus II
Jumlah Nilai 2565 2680
Rata-rata 75,44 76,57
Tuntas 23 siswa 27 siswa
Prosentase
Ketuntasan
65,72% 80%
(Sumber: Data analisis diolah peneliti)
Dari tabel 1 di atas diketahui rata-
rata nilai hasil belajar mengalami
peningkatan. Rata-rata hasil belajar siswa
pada siklus I yaitu 75,44 meningkat
menjadi 76,57 pada siklus II. Hasil
ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar
65,72% dan siklus II ketuntasan klasikal
sebesar 80%. Secara klasikal
pembelajaran dikatakan tuntas karena ≥
70% siswa telah mencapai KKM.
Hasil aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran pada siklus I
adalah 63%. Sedangkan di siklus II
mengalami peningkatan yaitu dari 63%
menjadi 73,14%. Hasil observasi aktivitas
siswa siklus I dan siklus II dapat disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2
Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I
dan II
No Siklus Rata-
rata
Persentase Ket
1. Siklus
I
18,90 63%
2. Siklus
II
21,94 73,14% Meningkat
(Sumber : data lapangan)
Hasil observasi aktivitas guru siklus
I dan siklus II dapat disajikan pada tabel
di bawah ini.
Tabel 3
Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I
dan II
No Siklus Rata-
rata
Persentase Ket
1. Siklus
I
3,25 81,25%
2. Siklus
II
3,63 89,58% Meningkat
(Sumber: Data analisis diolah
peneliti)
Berdasarkan tabel 3 di atas
menunjukkan bahwa hasil observasi
aktifitas guru dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus I aktivitas guru
mencapai 81,25% dengan nilai rata-rata
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 54
3,25. Sedangkan pada siklus II aktivitas
guru mencapai 89,58% dengan nilai rata-
rata 3,63. Aktivitas guru mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan penggunaan metode
role playing pada pembelajaran IPS pada
materi pelajaran jenis-jenis pekerjaan di
lingkungan sekitar dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan hasil belajar siswa.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan penggunaan metode
role playing pada pembelajaran IPS pada
materi pelajaran jenis-jenis pekerjaan di
lingkungan sekitar dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan hasil belajar siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan maka saran yang
diberikan peneliti adalah sebagai berikut.
1. Guru sebaiknya menggunakan metode
role playing pada pembelajaran IPS di
tema 4 pada materi pelajaran jenis-
jenis pekerjaan, karena berdasarkan
penelitian ini metode role playing
dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang penerapan metode role playing
pada tema-tema yang lain atau konteks
materi pelajaran yang lain karena
metode role playing dapat
meningkatkan semangat dan hasil
belajar siswa
Daftar Rujukan
Chadijah dan Agustin. 2012. Bimbingan
Kelompok Teknik Role Playing
Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa Di Sekolah
Kelas VIII SMPN 26 Surakara
Tahun Pelajaran 2011/2012.
Jurnal Nasional Teacher
Training and Education Faculty,
Sebelas Maret University
Surakarta. October 2012.
Diunduh dari
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.
php/cons/article/viewFile/726/40
3.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta.
Departemen Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah
DePorter, Bobby, dkk. 2007. Quantum
Teaching. Bandung:Kaifa
Djamarah, Saiful B. dan Azwan Zain.
2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Gunawan, Rudi. 2011. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Filosofi:
Konsep dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Jirolimek, John. 1982. Social Studies in
Elementary Education. Seventh
Edition. New York: Macmillan
Publishing Company. London:
Collier Macmillan Publisher
Purwanto, Ngalim. 2011. Evaluasi Hasil
Belajar. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Riyanto, Yatim. 2012. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Surabaya:
SIC
Sapriya. 2009. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Sarihuddin. 2013. The Implementation of
the 2013 Curiculum and the
Issues of English Languange
Teaching and Learning in
Indonesia. International Journal
of the Asian Conference of
Languange Learning 2013
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 55
Subroto, Waspodo Tjipto. 2014. Bahan
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial di Sekolah Dasar.
Surabaya: Unesa University
Press
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Sudjana, Nana. 2010. Dasar Dasar
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Suhanadji dan Siradjuddin. 2012.
Pendidikan IPS. Surabaya:
Unesa University Press
Suhanadji dan Waspodo. 2003.
Pendidikan IPS. Surabaya: Insan
Cendekia
Sumaatmadja. N. 2005. Metodologi
Pengajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Bandung: Alumni
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Kharisma Putra
Utama
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan
Baru. Bandung: Rosda
Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator.
Semarang: Rasail.
Uno, Hamzah B. 2009. Model
Pembelajaran Menciptakan
Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta:
Bumi Aksara
Usman, M. User. 2006. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Wahab Abdul Azis. 2007. Metode dan
Model- model Mengajar.
Bandung : Alfabeta.
Yamin, Martinis. 2007. Strategi
Pembelajaran Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Gaung
Persada
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 56
ISSN : 2337-3253
PENINGKATAN PEMAHAMAN HUBUNGAN SUMBER DAYA ALAM
DENGAN TEKNOLOGI MELALUI MODEL NHT
SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
(Arik Widiyaningsih)
ABSTRACT
This research is backgrounded because science learning often uses lecture methods
that are not interesting so that children become bored learning.
The purpose of this study describes the application of NHT (Numbered Heads
Together) learning models and student learning outcomes about the relationship of
natural resources with technology in fourth grade students of Tenggilis Mejoyo I
Elementary School in Surabaya.
This study uses Classroom Action Research (CAR). CAR is a reflection of
activities that are deliberately raised, and occur in a class. Each cycle consists of
planning, implementing actions (action), observation (observation) and reflection
(reflection).
The results of the study in cycle I, 8 students or 25% got a score below the KKM,
24 students or 75% above the KKM, and the average score of students was 75.3.
Whereas in cycle II, 5 students or 15.6% got grades below the KKM, 27 students or
84.4% above the KKM, and the average score of students was 82.5.
Based on these data, it can be said that through the NHT (Numbered Heads
Together) model can improve student learning outcomes. This is evident from the
average student learning outcomes in each cycle.
Pendahuluan
Ilmu pengetahuan alam berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan.Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar. IPA
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan manusia
melalui pemecahan masalah-masalah
yang dapat diidentifikasikan. Penerapan
IPA perlu dilakukan secara bijaksana
agar tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan.
Pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode ceramah
menjadikan siswa masif, hanya
mendengarkan dan mencatat, dan
sesekali saja menjawab pertanyaan jika
ada pertanyaan dari guru. Selama
pembelajaran gurulah yang aktif, guru
sebagai satu-satunya sumber informasi.
Hal ini perlu di siasati dengan media dan
model pembelajaran yang menarik serta
berkaitan dengan lingkungan murid
sehari-hari supaya siswa termotivasi
dalam belajar. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran IPA perlu adanya suatu
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 57
model pembelajaran yang dapat
membuat anak aktif berfikir, merasa
menarik dan tidak membuat anak
menjadi bosan ketika proses
pembelajaran berlangsung. Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu adanya
perubahan model maupun metode
pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together).
Teknik belajar mengajar Kepala
Bernomor (Numbered Heads Together)
dikembangkan oleh Kagan (1992).
Numbered Heads Together adalah suatu
strategi model pembelajaran kooperatif
yang menggunakan angka yang
diletakkan diatas kepala dengan tujuan
untuk memudahkan guru dalam
mengeksplor aktifitas siswa dalam
mencari, mengolah, dan melaporkan
informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan
kelas.Teknik ini memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk
saling menyumbangkan ide-ide dan
meningkatkan motivasi belajar siswa,
(dalam Aqib, 2013:18).
Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together) pada pembelajaran IPA
tentang hubungan sumber daya alam
dengan teknologi pada siswa kelas IV
SDN Tenggilis Mejoyo I Surabaya,
mendeskripsikan hasil belajar siswa
tentang hubungan sumber daya alam
dengan teknologi melalui model
pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together) pada siswa kelas IV SDN
Tenggilis Mejoyo I Surabaya.
Hubungan Sumber Daya Alam
dengan Teknologi
Sumber daya alam adalah segala
sesuatu yang berasal dari alam. Sumber
daya alam digunakan oleh manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
kesejahteraannya, (dalam Rositawati,
dkk., 2008:170). Pemanfaatan sumber
daya alam dapat dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan sumber daya alam secara
langsung dilakukan tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Sementara itu,
pemanfaatan sumber daya alam tidak
langsung dilakukan dengan pengolahan
terlebih dahulu.
Teknologi merupakan penerapan
dari sains. Teknologi berkembang sangat
pesat. Perkembangan teknologi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Kemajuan di bidang
teknologi dapat berdampak baik maupun
buruk. Semua itu bergantung pada
pemanfaatannya. Apabila
pemanfaatannya baik, tentu akan
menguntungkan. Namun, apabila
pemanfaatannya tidak baik dan
berlebihan, tentu akan berdampak buruk
bagi manusia.
Oleh karena itu, penggunaan
teknologi harus benar-benar bijak.
Selain itu, kita harus selalu
memperhatikan keberlangsungan
lingkungan sehingga sumber daya alam
tetap terpelihara keberadaannya.
Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai
makna yang sangat luas daripada suatu
strategi, metode atau prosedur.Model
pembelajaran dapat diartikan sebagai
suatu rencana atau pola yang digunakan
dalam menyusun kurikulum, mengatur
materi peserta didik, dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelas dalam
setting pengajaran, Jihad (2012:25).
Huitt menyatakan bahwa model-
model pembelajaran dikembangkan
utamanya beranjak dari adanya
perbedaan berkaitan dengan berbagai
karakteristik siswa. Karena siswa
memiliki berbagai karakteristik
kepribadian, kebiasaan-kebiasaan,
modalitas belajar yang bervariasi antara
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 58
individu satu dengan yang lain, maka
model pembelajaran guru juga harus
selayaknya tidak terpaku hanya pada
model tertentu, tetapi harus bervariasi,
(dalam Aunurrahman, 2099:141).
Menurut Hanafiah, dkk.,
(2009:41) model pembelajaran
merupakan salah satu pendekatan dalam
rangka mensiasati perubahan perilaku
peserta didik secara adaptif maupun
generatif. Model pembelajaran sangat
erat kaitannya dengan gaya mengajar
guru (teaching style), yang keduanya
disingkat menjadi SOLAT (Style of
Learning ang Teaching).
Brady mengemukakan bahwa
model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat
dipergunakan untuk membimbing guru
di dalam mempersiapkan dan
melaksanakan pembelajaran, (dalam
Aunurrahman, 2009:146).
NHT (Numbered Heads
Together) atau kepala bernomor
diperkenalkan oleh Kagan. NHT
(Numbered Heads Together) adalah
metode belajar dengan cara siswa diberi
nomor dan di buat suatu kelompok,
kemudian secara acak, guru memanggil
nomor dari siswa, Hamdani (2010:89).
Langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam model pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together)
adalah
siswa dibagi dalam kelomok, setiap
siswa dalam kelompok mendapat nomor,
guru memberikan tugas dan masing-
masing kelompok mengerjakannya,
kelompok mendiskusikan jawaban yang
benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui
jawabannya,
guru memanggil salah satu nomor siswa
dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama
mereka,mendengarkan
tanggapan dari teman yang lain,
kemudian guru menunjuk nomor yang
lain dan menarik kesimpulan.
Kelebihan model pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together) antara
lain setiap siswa menjadi siap semua,
siswa dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh, siswa yang pandai
dapat mengajari siswa yang kurang
pandai.
Kelemahan model pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together) antara
lain kemungkinan nomor yang dipanggil
akan dipanggil lagi oleh guru, tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh
guru.
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas IV SDN Tenggilis Mejoyo I
dengan jumlah 32 siswa yang terdiri dari
16 siswa perempuan dan 16 siswa laki-
laki.
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN Tenggilis Mejoyo I yang beralamat
di Jl. Jemursari No 232 Surabaya .
Penelitian ini dilaksanakan pada
semester genap tahun 2018, yaitu
tepanya pada bulan Maret-April 2018.
Menurut Arikunto (2010:58)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
penelitian tindakan (action research)
yang dilakukan dengan tujuan
memperbaiki mutu pembelajaran di
kelasnya. Penelitian Tindakan Kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan
terjadi dalam sebuah kelas. Tiap siklus
dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
terdiri atas perencanaan tindakan
(planning), pelaksanaan tindakan
(action), observasi (observation) dan
refleksi (reflection).
Adapun model penelitian tindakan kelas
ditunjukkan dalam Gambar 3.1 berikut
ini.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 59
Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, dkk., 2010:16)
Perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan
melalui 2 siklus.
1) Siklus pertama adalah guru
memperagakan atau menjelaskan
materi tentang hubungan sumber
daya alam dengan teknologi dengan
menerapkan model pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together).
Dalam pembelajaran ini guru juga
menggunakan media gambar untuk
mendukung terlaksananya
pembelajaran.
2) Siklus dua guru mencoba
memperbaiki pembelajaran yang
kurang berhasil di siklus satu.
Berdasarkan hasil dari
pembelajaran yang telah dilakukan (Pra
Siklus), peneliti telah merencanakan
tindakan antara lain sebagai berikut:
1) Menyusun rencana perbaikan
pembelajaran siklus I yaitu tentang
hubungan sumber daya alam dengan
teknologi.
2) Menyiapkan media yang akan di
gunakan yaitu media gambar
puzzle.
3) Menyiapkan LKS yang akan
dikerjakan tiap kelompok.
4) Menyiapkan lembar observasi
tentang keterlaksanaan guru dan
siswa dalam penerapan model
pembelajaran NHT (Numbered
Heads Together).
Sebelum pelaksanaan tahapan
Numberd Heads Together (NHT)
dilakukan, peneliti membacakan tujuan-
tujuan pembelajaran sesuai dengan
materi yang akan dibahas. Tahap-tahap
dalam model Numbered Heads Together
(NHT) antara lain sebagai berikut:
Tahap 1: Membagi siswa dalam
kelompok
Tahap 2: Setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor
Tahap 3: Pemberian tugas pada masing-
masing kelompok
Tahap 4: Diskusi kelompok
Tahap 5: Memanggil salah satu nomor
siswa dan siswa melaporkan hasil kerja
sama mereka
Tahap 6: Tanggapan teman lain,
kemudian guru menunjuk nomor lain
Tahap 7: Kesimpulan
Kegiatan observasi ini dilakukan
untuk mengamati guru ketika mengajar
dan hasil belajar siswa serta kegiatan
yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Jadi tahap
observasi ini dilakukan pada saat
pembelajaran.
Indikator keberhasilan guru yang ingin
dicapai adalah:
1) Membuka pelajaran dengan salam
2) Menyampaikan apersepsi
3) Menyampaikan tujuan pembelajaran
4) Menginformasikan materi pelajaran
yang akan di pelajari
5) Kesesuaian model Numbered Heads
Together (NHT) yang digunakan
6) Kesesuaian media pembelajaran
yang digunakan
Perencanaan
Siklus I
Pengamatan
Perencanaan
Siklus II
Pengamatan
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Refleksi
?
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 60
7) Teknik penerapan model Numbered
Heads Together (NHT) pada proses
pembelajaran
8) Menyimpulkan kegiatan
pembelajaran
9) Penguasaan guru terhadap materi
10) Pengelolaan kelas
Indikator keberhasilan siswa yang ingin
dicapai adalah:
a. Memperhatikan secara seksama
penjelasan guru
b. Mencatat penjelasan guru
c. Tidak bermain dengan teman
selama proses pembelajaran
d. Merespon tanya jawab yang
dilakukan guru
e. Aktif ketika menjawab pertanyaan
f. Aktif bertanya
g. Mampu membangun kerjasama
dalam diskusi kelompok
h. Kooperatif dalam
mempresentasikan hasil diskusi
i. Jujur ketika mengerjakan tes tulis
Pada tahapan refleksi
(Reflection), dimaksudkan untuk
mengkaji secara menyeluruh tindakan
yang telah dilakukan, berdasarkan data
yang telah terkumpul, kemudian
dilakukan evaluasi guna
menyempurnakan tindakan berikutnya.
Refleksi ini dilakukan untuk mencatat
atau menulis tentang kekurangan-
kekurangan dan kelebihan dari
pembelajaran yang dilakukan pada
siklus I, serta mengkoreksi hal-hal yang
perlu diperbaiki ataupun tambahan pada
siklus selanjutnya.
Tahapan dalam PTK pada siklus
II sama dengan penjelasan pada siklus I
yaitu (perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi). Tahap
pelaksanaan yang dilakukan pada
kegiatan pembelajaran siklus II ini
adalah sama dengan pelaksanaan siklus
I, tetapi melanjutkan pembelajaran yang
selanjutnya (indikator berbeda).
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1990:187-334) data adalah
keterangan atau bahan nyata yang dapat
dijadikan dasar kajian (analisis atau
kesimpulan). Sedangkan instrumen
adalah alat yg dipakai untuk
mengerjakan sesuatu (seperti alat yang
dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat
kedokteran, optik, dan kimia), sarana
penelitian (berupa seperangkat tes dan
sebagainya) untuk memperoleh data
sebagai bahan pengolahan.
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam proses
pengumpulan data, peneliti harus
memiliki instumen penelitian sebagi alat
bantu dalam menggunakan metode
pengumpulan data dimana instrumen
tersebut adalah sarana yang dapat
diwujudkan dalam benda, misalnya
angket, perangkat tes, pedoman
wawancara, pedoman observasi, skala,
peneliti itu sendiri dan sebaginya.
Untuk mendapatkan data, PTK
ini menggunakan instrumen berupa
lembar observasi dan lembar tes.
1. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan yaitu alat penilaian
yang pengisiannya dilakukan oleh guru
atas dasar pengamatan terhadap perilaku
siswa, baik secara perorangan maupun
kelompok, di kelas maupun di luar kelas,
Jihad (2012:69). Menurut Arikunto
(2013:199) Mengobservasi dapat
dilakukan melalui penglihtan,
penciuman, pendengaran, peraba, dan
pengecap. Apa yang dikatakan ini
sebenarnya adalah pengamatan
langsung. Di dalam artian penelitian
observasi dapat dilakukan dengan tes,
kuesioner, rekaman gambar, rekaman
suara.
Observasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yang kemudian
digunakan untuk menyebut jenis
observasi, yaitu:
1. Observasi non-sistematis, yang
dilakukan oleh pengamat dengan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 61
tidak menggunakan instrumen
pengamatan.
2. Observasi sistematis, yang
dilakukan oleh pengamat dengan
menggunakan pedoman sebagai
instrumen pengamatan.
Observasi dalam penelitian ini
dilakukan secara langsung pada saat
pembelajaran berlangsung. Tujuan
tindakan observasi adalah untuk
mengetahui aktivitas mengajar guru
dalam menerapkan model NHT
(Numbered Heads Together) dan
mengetahui aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung. Adapun
format lembar observasi aktivitas
mengajar guru dan lembar observasi
aktivitas siswa selama pembelajaran
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Instrumen Observasi Aktivitas Mengajar Guru
No Aspek yang di
Observasi
Kriteria Penilaian
1 2 3 4 5
1 Membuka pelajaran
dengan salam
2 Menyampaikan apersepsi
3 Menyampaikan tujuan
pembelajaran
4 Menginformasikan materi pelajaran yang
akan di pelajari
5 Kesesuaian model NHT yang digunakan
6 Kesesuaian media
pembelajaran yang
digunakan
7 Teknik penerapan
model NHT pada proses
pembelajaran
8 Menyimpulkan kegiatan pembelajaran
9 Penguasaan guru
terhadap materi
10 Pengelolaan kelas
Total Skor
Prosentase
Skor 5 = Sangat baik
Skor 4 = Baik Skor 3 = Cukup
Skor 2 = Kurang baik
Skor 1 = Tidak baik
Tabel 3.3
Instrumen Observasi Aktivitas
Belajar Siswa No Aspek
yang diamati
Indikator Kriteria
1 2 3 4 5
1 Perhati
an
Memperhatikan
secara seksama penjelasan guru
Mencatat
penjelasan guru
Tidak bermain dengan teman
selama proses
pembelajaran
Merespon tanya
jawab yang
dilakukan guru
2 Keaktifan
Aktif ketika menjawab
pertanyaan
Aktif bertanya
3 Kerjasama
Mampu membangun
kerjasama dalam
diskusi kelompok
Kooperatif dalam
mempresentasikan
hasil diskusi
4 Kejujuran
Jujur ketika mengerjakan tes
tulis
Total Skor
Prosentase
Keterangan kriteria penilaian:
Skor 5 = Sangat baik
Skor 4 = Baik
Skor 3 = Cukup
Skor 2 = Kurang baik
Skor 1 = Tidak baik
Alat penilaian teknik tes, yaitu:
(a) tes tertulis, merupakan tes atau soal
yang harus diselesaikan oleh siswa
secara tertulis; (b) tes lisan, yang
merupakan sekumpulan tes atau soal
atau tugas yang diberikan kepada siswa
dan dilaksanakan dengan cara tanya
jawab; dan (c) tes perbuatan, merupakan
tugas yang pada umumnya berupa
kegiatan praktek atau melakukan
kegiatan yang mengukur keterampilan.
Tes yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah tes tertulis. Tes
tertulis bertujuan untuk mengetahui
peningkatan pemahaman siswa
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 62
mengenai hubungan sumber daya alam
dengan teknologi.
Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian ini
dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Data deskriptif kualitatif maksudnya
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di lapangan secara alami. Data
tersebut berupa informasi berbentuk
kalimat yang memberi gambaran tentang
ekspresi siswa tentang tingkat
pemahaman terhadap suatu mata
pelajaran (kognitif), pandangan atau
sikap siswa terhadap metode belajar
yang baru (afektif), aktifitas siswa
mengikuti pelajaran, perhatian, antusias
dalam belajar, kepercayaan diri,
motivasi belajar dan sejenisnya. Analisis
data kualitatif digunakan untuk
menganalisis lembar observasi.
Sedangkan untuk menganalisis hasil tes
tulis siswa menggunakan analisis data
kuantitatif. Data kuantitatif ini dalam
bentuk angka-angka. Tes tulis yang di
analisis secara kuantitatif ini selanjutnya
di ubah dalam bentuk persentase.
Teknik analisis data kualitatif:
1) Reduksi data, merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan
(membuang yang tidak perlu),
pengabstrakan, dan transformasi
data yang muncul dari lembar
observasi, angket sehingga dapat
ditarik kesimpulan dan
diverifikasi.
2) Penyajian data dilakukan dengan
mengorganisasikan data hasil
reduksi dalam bentuk narasi,
grafik, maupun tabel.
3) Penarikan kesimpulan,
dimaksudkan untuk memberikan
kesimpulan terhadap hasil
penafsiran dan evaluasi.
Untuk menganalisis tes tulis
siswa, ditentukan dari skor perolehan.
Nilai = skor perolehan siswa X
100%
skor maksimal
Menurut Jihad ( 2012:166) untuk
menghitung skor adalah sebagai berikut:
Skor = X 100
Dimana:
B = banyaknya butir yang dijawab
benar
N = banyaknya butir soal
Data skor tes tulis dianalisis
dengan membuat tabulasi dan
persentase. Daftar skor diolah dengan
mengelompokkan/menghitung jumlah
nilai yang sama, persentase, dan skor
rata-rata.
Selanjutnya untuk menganalisis
lembar observasi aktivitas guru dan
aktivitas siswa, peneliti menggunakan
tabel kriteria penilaian yang telah
disusun dengan menentukan prosentase
tertinggi yaitu 100% dan terendah 0%.
Kemudian membagi prosentase tertinggi
menjadi lima kriteria yaitu sangat baik,
baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak
baik.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Siklus I
05
10152025
Jum
lah
Sis
wa
Berdasarkan diagram di atas,
dapat di lihat bahwa nilai rata-rata siswa
sudah di atas KKM. Akan tetapi, jika di
pandang dari setiap siswa pada siklus I,
nilainya masih jauh dari yang
diharapkan. Oleh karena itu, perlu di
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 63
adakan perbaikan pembelajaran pada
siklus II.
Dalam tahap ini peneliti
merencanakan tindakan tetap
menggunakan model NHT(Numbered
Heads Together)untuk memperbaiki
siklus I, akan tetapi peneliti berusaha
sebaik mungkin agar kekurangan-
kekurangan yang terjadi pada siklus I
tidak terulangi pada siklus II.
Kegiatan perbaikan pembelajaran
siklus II dilaksanakan pada hari Kamis 3
April 2018. Dalam proses pembelajaran
pada siklus II diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut:
1) Observasi Aktivitas Mengajar Guru
Kegiatan observasi aktivitas
mengajar guru siklus II dilaksanakan
pada tanggal 03-04-2014. Kegiatan
tersebut dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Pada
kegiatan observasi ini, guru yang
mengobservasi adalah bu Alfiah,S.Pd.
Guru yang bernama bu Alfiah, S.Pd ini
sebagai teman sejawat yang membantu
dalam mengobservasi aktivitas mengajar
guru. Kegiatan observasi aktivitas
mengajar guru yang diamati sebagai
berikut: Tabel 4.7
Instrumen Observasi Aktivitas Mengajar
Guru Siklus II
No Aspek yang Di
Observasi
Kriteria
Penilaian
1 2 3 4 5
1 Membuka pelajaran
dengan salam
√
2 Menyampaikan
apersepsi
√
3 Menyampaikan
tujuan pembelajaran
√
4 Menginformasikan
materi pelajaran yang
akan di pelajari
√
5 Kesesuaian model
NHT yang digunakan
√
6 Kesesuaian media
pembelajaran yang
digunakan
√
7 Teknik penerapan
model NHT pada
√
proses pembelajaran
8 Menyimpulkan
kegiatan
pembelajaran
√
9 Penguasaan guru
terhadap materi
√
10 Pengelolaan kelas √
Total Skor 47
Persentase 94% Skor 5 = Sangat baik
Skor 4 = Baik
Skor 3 = Cukup Skor 2 = Kurang baik
Skor 1 = Tidak baik
Berdasarkan kegiatan observasi
yang dilakukan oleh pengamat, yaitu bu
Alfiah,S.Pd didapatkan skor sebesar 47
dengan persentase 94% dan dapat
dikatakan sangat baik. Artinya guru
sudah melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan langkah-langkah model
NHT (Numbered Heads Together).
0102030405060
Jum
lah
Sis
wa
Apabila melihat grafik di atas,
dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
siswa sudah di atas KKM. Artinya dapat
di katakan bahwa guru sudah berhasil
dalam membelajarkan materi hubungan
sumber daya alam dengan teknologi
melalui model NHT (Numbered Heads
Together). Oleh karena itu, guru tidak
perlu mengadakan perbaikan
pembelajaran siklus III.
Dengan demikian, melalui
model NHT (Numbered Heads Together)
dapat meningkatkan pemahaman siswa
kelas IV mengenai materi hubungan
sumber daya alam dengan teknologi.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 64
Gambar 4.4
Grafik Hasil Tes Tulis (Pra Siklus,
Siklus I, Siklus II)
Di Bawah KKM05
1015202530
Pra
Sik
lus
Sikl
us
I
Sikl
us
II
Di Bawah KKM
Di Atas KKM
Pembahasan Hasil Penelitian
Perbaikan Pembelajaran
Berdasarkan deskripsi hasil
penelitian yang telah dibahas, peneliti
dapat menjabarkan kegiatan pada
masing-masing siklus sebagai berikut:
1. Tahap Pra Siklus
Kegiatan pembelajaran pada pra
siklus dapat dikatakan kurang baik.
Sebanyak 22 siswa nilainya di bawah
KKM, atau sama artinya persentase
ketidaktuntasan sebesar 69 %.
Sedangkan siswa yang nilainya di atas
KKM ada 10 siswa. Artinya Siswa yang
tuntas sebesar 31%. Sehingga pada pra
siklus diperoleh nilai rata-rata siswa
55,3.
2. Siklus I
Berdasarkan kegiatan observasi
aktivitas mengajar guru, diperoleh
persentase 90% dan dapat dikatakan
sangat baik. Guru sudah melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan langkah-
langkah model Numbered Heads
Together (NHT). Akan tetapi, masih ada
aspek yang masih perlu diperbaiki, yaitu
mengenai pengelolaan kelas.
Berdasarkan data observasi
aktivitas belajar siswa diketahui bahwa
persentase 77% merupakan kategori
baik. Aktivitas siswa selama proses
pembelajaran IPA materi hubungan
sumber daya alam dengan teknologi
melalui model NHT (Numbered Heads
Together) sudah hampir sesuai dengan
yang diharapkan guru.
Pada pembelajaran siklus I nilai
siswa di bawah KKM ada 8 siswa
dengan persentase 25%. Sedangkan nilai
siswa di atas KKM ada 24 siswa dan
setara dengan 75%. Dari pembelajaran
siklus I, nilai rata-rata siswa 75,3.
3. Siklus II
Berdasarkan kegiatan observasi
aktivitas mengajar guru dapat simpulkan
bahwa pada siklus II guru sudah
melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan langkah-langkah model NHT
(Numbered Heads Together). Hal ini
dapat ditunjukkan dari perolehan nilai
yang diberikan pengamat yaitu sebesar
47 dengan persentase 94%.
Berdasarkan data observasi
aktivitas belajar siswa, dapat dikatakan
bahwa aktivitas siswa selama proses
pembelajaran IPA materi hubungan
sumber daya alam dengan teknologi
melalui model NHT (Numbered Heads
Together) berjalan sangat baik.
Pembelajaran yang dilaksanakan pada
siklus II mengalami peningkatan jika
dibandingkan siklus I. Hal ini dapat
dibuktikan dari perolehan nilai observasi
aktivitas belajar siswa yang mendapat
nilai sebesar 41 dengan persentase 91%.
Beberapa catatan yang diperoleh
dari kegiatan pembelajaran pada siklus
II adalah:
1) Guru telah melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
langkah-langkah model NHT
(Numbered Heads Together).
2) Guru sudah dapat mengelola kelas
sehingga keadaan kelas kondusif.
Kelas sudah tidak ramai.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 65
3) Guru sudah berkeliling kepada tiap-
tiap kelompok. Guru sudah
mengarahkan siswa untuk berperan
aktif membantu kelompoknya. Guru
juga membimbing kelompok yang
mengalami kesulitan ketika
mengerjakan tugas yang diberikan
guru.
4) Guru telah memberikan
penghargaan pada kelompok yang
terbaik sehingga siswa lebih
termotivasi.
5) Siswa terlihat lebih aktif dalam
mengungkapkan pendapat. Siswa
yang sebelumnya malu
mengungkapkan pendapat pada
siklus I, pada pembelajaran siklus II
sudah berani mengungkapkan
pendapat.
6) Media yang digunakan guru
membuat siswa lebih tertarik,
sehingga dalam proses
pembelajaran siswa tidak merasa
jenuh.
Berdasarkan hasil tes tulis pada
pembelajaran siklus II, siswa yang
mendapat nilai di bawah KKM ada 5
siswa dengan persentase 15,6%.
Sedangkan siswa yang mendapat nilai di
atas KKM ada 27 siswa dengan
persentase 84,4%.
Pada siklus II, diperoleh nilai
rata-rata siswa sudah di atas KKM, yaitu
82,5. Artinya guru sudah berhasil dalam
membelajarkan materi hubungan sumber
daya alam dengan teknologi melalui
model NHT (Numbered Heads
Together). Oleh karena itu, guru tidak
perlu mengadakan perbaikan
pembelajaran siklus III.
Dengan demikian, penggunaan
model NHT (Numbered Heads Together)
dapat meningkatkan pemahaman siswa
pada materi hubungan sumber daya alam
dengan teknologi.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada siklus I dan siklus II,
maka
disimpulkan bahwa:
1. Dengan menerapkan model
NHT(Numbered Heads Together)
dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA di
kelas IV SDN Tenggilis Mejoyo I
pada materi hubungan sumber daya
alam dengan teknologi. Hal ini
dapat dilihat dari persentase
ketuntasan hasil tes tulis siswa pada
siklus I sebesar 75% dan pada siklus
II sebesar 84%. Pembelajaran pada
siklus II mengalami peningkatan
dan hasilnya jauh lebih baik jika
dibandingkan siklus I. Dengan
diterapkannya model NHT
(Numbered Heads Together),
aktivitas siswa Kelas IV SDN
Tenggilis Mejoyo I menunjukkan
adanya peningkatan dan siswa
menjadi lebih baik. Dalam
pembelajaran ini, siswa aktif
bertanya dan menjawab serta saling
membantu dengan kelompoknya
masing-masing. Ini menunjukkan
adanya kerjasama yang baik dengan
kelompok.
2. Melalui model pembelajaran NHT
(Numbered Heads Together) siswa
merasa pembelajaran sangat
menyenangkan daripada belajar
dengan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab seperti
pembelajaran yang sebelumnya.
Saran Tindak Lanjut
Berdasarkan simpulan diatas beberapa
saran yang dapat dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan :
1. Bagi Guru
Guru seharusnya mengetahui
berbagai macam model
pembelajaran yang berguna untuk
pembelajaran, salah satunya adalah
model NHT (Numbered Heads
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 66
Together). Model pembelajaran
dapat meningkatkan pemahaman
siswa dan meningkatkan
keberhasilan siswa dalam belajar.
2. Bagi Siswa
Siswa diharapkan terus melatih
kemampuan untuk mengungkapkan
pendapat, dan berusaha untuk
bekerja sama dengan teman atau
kelompok dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan guru.
3. Bagi Sekolah
Hendaknya sekolah dijadikan
wahana untuk belajar yang nyaman
sehingga siswa tidak jenuh belajar.
Daftar Rujukan
Anggoro, Toha, M, dkk. (2011). Metode
Penelitian. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Arikunto, Suharsimi, dkk. (2010).
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Aunurrahman. (2012). Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Aqib, Zainal. (2013). Model-Model,
Media, dan Strategi
Pembelajaran Kontekstual
(Inovatif). Bandung: Yrama
Widya.
Badan Standar Nasional. 2006 . Standar
Kompetensi dan Kompetensi
dasar Ilmu Pengetahuan alam
SD/MI. Jakarta: Depdiknas.
Hamdani. (2010). Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana.
(2009). Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2012).
Evaluasi Pembelajaran.
Yogyakarta: Multi Pressindo.
Rositawati, S dan Aris Muharam.
(2008). Senang Belajar Ilmu
Pengetahuan Alam Untuk Kelas
IV Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Taufiq, Agus, dkk. (2012). Pendidikan
Anak di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
(1990). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Wardhani, Igak dan Kuswaya Wihardit.
(2011). Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 67
ISSN : 2337-3253
PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PADA MATERI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN
SISWA KELAS II SDN DUKUH KUPANG I/488 SURABAYA
(Siti Romlah)
ABSTRACT
Concrete object are something tangible , which we can use to perform
multiplication counting and division to make it easier and fun . concrete objects that we
can use this variety , we can use marbles , candy , pencils , beads , fruit , and so forth .
Sunch concrete object will attract more students to attend the math lesson that was
initially felt very diffilcult and frightening . learning media in the from of real object that
have advantages and disadvantages . the advantages of concrete object can be moved or
manipulated , while the weaknesses can not be presented in writing or books . there fore
for the from writing we make the drawings or diagrams . but still have weaknesses
because it can not be manipulated different from the real things . it is expected that with
the use of concrete object learning media , the delivery of subject matter by the teacher to
the students will be easier to understand by the students , also can stimulate the students
activity in the learning process. From the above opinon can be concludded that the
mathematics learning outcomes subject multiplication and division will increase if in the
process of learning using appropriate learning media . one of the proper media for
mathematics subject matter multiplication and division is a concrete object . this is what
prompted the writer to take the litle of classroom action research “The use of concrete
material mediaa to improve the mathematies learning outcomes of the principles of
multiplation and division of the second grade students of SDN DUKUH KUPANG 1/488
SURABAYA lesson year 2016 / 2017 .
Keywords : Concrete Objects,media,multiplication,division
Pendahuluan
Dalam pembelajaran matematika
agar mudah dimengerti oleh siswa ,
proses penalaran induktif dapat
dilakukan pada awal pembelajaran dan
dilanjutkan dengan proses penalaran
deduktif untuk menguatkan pemahaman
yang sudah dimiliki oleh siswa.Usia
sekolah yang berada antara rentang
umur 5-12 tahun merupakan tahap
perkembangan anak yang melibatkan
aspek sekolah dalam kehidupannya.Pada
orang tua berkeyakinan bahwa tugas
orang tua berkeyajinan bahwa tugas
orang tua adalah bekerja dan
mengasuh,sementara tugas anak pada
rentang usia tersebut difokuskan untuk
belajar. Sebagian orang tua masih
memandang belajar sebagai proses
perolehan pengetahuan yang pasif
dengan materi yang terstruktur dan hasil
belajar yang dapat diramalkan.Biasanya
jika menjelang musim ulangan,orangtua
sibuk mencari berbagai berbagai macam
soal ulangan tahun
sebelumnya.Kepanikan orangtua
terhadap pendidikan anak juga menjadi
sebagian besar dengan kurikulum
pendidikan kita sekarang ini.
Banyak siswa SDN DUKUH
KUPANG I/488 Surabaya yang hasil
belajarnya rendah bahkan ada yang
sangat rendah,terutama pada pelajaran
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 68
matematika dalam hal hitung
menghitung. Di sini siswa kurang
mampu mampu,juga ada yang tidak
mampu dalam memahami cara perkalian
dan pembagian dengan benar. Ini semua
disebabkan karena tidak adanya media
pembelajaran yang relevan untuk
digunakan dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa dan
keterbatasan guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Siswa masa bodoh
dalam hal hitung menghitung dantidak
pernah memperlihatkan cara perkalian
dan pembagian yang benar,serta siswa
jarang diberikan latihan perkalian dan
pembagian secara rutin.
Setelah penulis berwawancara
pada waktu pelaksanaan kegiatan KKG
terutama dengan guru-guru yang
mengajar di kelas rendah terutama di
kelas II,ternyata mereka tidak rutin
mengajarkan perkalian dan pembagian
secara kontinyu,serta di dalam
penyampaian materi pelajaran guru tidak
pernah menggunakan media
pembelajaran,kemudian wawancara
dilanjutkan di kelas yang lebih
tinggi,dan ternyata perkalian dan
pembagian yang diajarkan di kelas
rendah maupun kelas tinggi tidak dapat
perhatian secara terpogram dan
berkesinambungan sampai mereka tamat
di kelas IV.
Maka tidak heran banyak kelas
IV bahkan sampai lulus pun tidak bisa
melakukan perkalian dan pembagian
dengan benar, karena yang mereka
hitung bukan hanya angka-angka kecil
namun mereka juga akan menghadapi
perkalian dan pembagian sangat penting
diterapkan di SD terutama di kelas
rendah,karena di dalam keseharian kita
tidak bisa jauh dari yang namanya
berhitung.
Banyak sekali manfaat dari media
pembelajaran.Sangat jelas sekali
perbedaan hasil belajar dari penjelasan
lisan saja dibandingkan disertai dengan
menggunakan media pembelajaran yang
relevan yaitu dengan media
pembelajaran benda konkrit.Media
pembelajaran benda konkret ini terbukti
sangat mudah dipelajari oleh siswa
Sekolah Dasar terutama SDN DUKUH
KUPANG I/488.Selain mudah
dipelajari,benda konkret ini mudah
diperoleh di sekitar kita, siswa juga bisa
membuatnya sendiri di rumah.Jadi siswa
tidak merasa asing jika kita
menggunakan media pembelajaran
benda konkret ini untuk membantu
siswa dalam belajar
matematikan.Warna-warna yang
terdapat pada benda konkret tersebut
juga dapat menarik perhatian
siswa,sehingga belajar akan lebih
menyenangkan.
Dengan mengajak siswa untuk
belajar sambil bermain itu akan lebih
memudahkan siswa untuk menerima
materi pelajaran yang diberikan oleh
guru.kebanyakkan siswa lebih cepat
tanggap bila guru menggunakan media
pembelajaran seperti benda konkret
tersebut.Sebab cara pengguaan benda
konkret ini tergolong lebih mudah
dibanding dengan media pembelajaran
yang lainnya.Benda konkret yaitu
sesuatu yang berwujut nyata,yang dapat
kita gunakan untuk melakukan operasi
hitung perkalian dan pembagian agar
lebih mudah dan menyenangkan.Benda
konkret yang dapat kita gunakan ini
bermacam-macam,kita dapat
menggunakan kelereng,gula-gula,pensil,
manik-manik,buah dan lain
sebagainya.Benda konkret semacam itu
akan lebih menarik perhatian para siswa
untuk mengikuti pelajaran matematika
yang semula dirasanya sangat sulit dan
menakutkan. Media pembelajaran yang
berupa benda-benda real itu memiliki
keuntungan dan kelemahan.Keuntungan
benda-benda konkret itu dapat dipindah-
pindahkan atau
dimanipulasikan,sedangkan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 69
kelemahannya tidak dapat disajikan
dalam bentuk tulisan atau
buku.Karenanya untuk bentuk tulisan
kita buat gambarnya atau
diagramnya,tetapi masih memiliki
kelemahan karena tidak dapat
dimanipulasikan berbeda dengan benda
– benda nyatanya.
Diharapkan dengan penggunaan
media pembelajaran benda konkret ini
penyampaiannyamateri pelajaran oleh
guru kepada siswa akan lebih mudah di
mengerti oleh siswa,juga bisa
merangsang aktifitas siswa dalam proses
pembelajaran.Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika pokok bahasan paerkalian
dan pembagian akan meningkat jika
dalam proses pembelajarannya yang
tepat.Salah satu media yang tepat untuk
pelajaran matematika pokok bahasan
perkalian dan pembagian adalah benda
konkret.Hal inilah yang mendorong
penulis untuk mengambil judul
Penelitian Tindakan Kelas “Penggunaan
Media Benda Konkret untuk
meningkatkan hasil belajar matematika
Pokok Bahasan Perkalian dan
Pembagian pada Siswa Kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
Tahun 2017/2018”.
Hasil Belajar Matematika
Menurut Ruseffendi ( 1992:27 )
matematika adalah terjemahan dari
Mathematics.Namun arti daru definisi
yang tepat dari matematika tidak dapat
diterapkan secara eksak (pasti) dan
singkat. Definisi dari matematika makin
lama makin sukar untuk dibuat,karena
cabang-cabang matematika makin lama
makin bertambah dan makin bercampur
satu sama lainnya. James dan James
dalam Ruseffendi (1992:27) mengatakan
bahwa matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk,susunan,besaran
dan konsep-konsep yang saling
berhubungan satu sama lainnya dengan
jumlah yang banyaknya terbagi ke
dalam tiga bidang,yaitu aljabar,analisis,
dan geometri.
Dalam pembelajara matematika
agar mudah dimengerti oleh
siswa,proses penalaran induktif dapat
dilakukan pada awal pembelajaran dan
kemudian dilanjutkan dengan proses
penalaran deduktif untuk menguatkan
pemahaman yang sudah dimiliki siswa.
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa matematika adalah
suatu ilmu yang menggunakan logika
dan mempunyai peranan yang sangat
penting,hal ini sering kali disebut
dengan ilmu pasti dan memiliki konsep-
konsep yang saling berhubungan satu
sama lainnya sehingga matematika
bersifat sangat kuat dan jelas. Di dalam .
Di dalam membelajaran matematika
hendaknya menggunakan benda konkret.
Media Benda Konkret
Peranan media pembelajaran
sangat penting dalam kegiatan belajar
mengajar. Sangatlah sulit materi materi
pelajaran tersampaikan dengan baik
tanpa melalui media pembelajaran yang
tepat.Demikian banyak bentuk dan
macam media pembelajaran,akan tetapi
yang terpenting adalah pemilihan bentuk
dan macam media pembelajaran
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, ketersediaan
sarana dan prasarana di tempat
terjadinya proses pembelajaran tersebut.
Menurut Edi Setyohartono dalam
Derap guru (2009:33) media
pembelajaran adalah segalah sesuatu
yang dapat dimanfaatkan unytuk
menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran,perhatian,dan
kemauan siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar
pada diri siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar
pada diri siswa.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 70
Berbagai pendapat mengenai
manfaat dari media pembelajaran
diantaranya adalah menurut pendapat
Sudjana dan Rivai (1992: 24)
mengemukakan manfaat media
pembelajaran dalam proses belajar
siswa,yaitu: (1) Pembelajaran akan lebih
menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar, (2)
Bahan Pembelajaran akan lebih jelas
maknanya sehingga dapat lebih
dipahami siswa dan memungkinkan
menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran, (3) Metode mengajar
akan lebih bervariasi, (4) Siswa dapat
lebih banyak melakukan kegiatan belajar
sebab uraian tidak hanya mendengarkan
uraian guru,tetapi juga aktivitas lain
seperti
mengamati,melakukan,mendemonstrasik
an,memerankan, dan lain-lain.
Dari beberapa pendapat tentang
manfaat penggunaan media
pembelajaran di dalam proses belajar
mengajar,dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1) Media pembelajaran dapat
meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat
memperjelas penyajian pesan dan
informasi sehingga dapat memperlancar
dan meningkatkan pesan dan informasi,
(2) Media Pembelajaran dapat
meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat
menimbulkan motivasi belajar, interaksi
langsung antara siswa dan
lingkungannya dan kemungkinannya
siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai
dengan kemampuan dan minatnya, (3)
Media Pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan indera, ruang dan waktu.
Objek atau benda yang terlalu besar
untuk iklan langsung di bawah kelas
dapat diganti dengan
gambar,taoto,slide,film,radio atau
model.Objel atau benda yang terlalu
kecil yang tidak tampak oleh indera
dapat disajikan dengan ketentuan
mikroskop,film.slide, dan gambar.
Kejadian yang terjadi di masa lalu atau
terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat
ditampilkan melalui rekaman
vidio,film,tato,slide. Objek atau proses
yang amat rumit seperti peredaran darah
dapat ditampilkan secara konkrit melalui
film,gambar,dan slide.Kejadian atau
percobaan yang dapat membahayakan
dapat disimulasikan dengan media
seperti computer,film,dan
vidio.Peristiwa alam seperti terjadinya
letusan gunung berapi atau proses yang
dalam kenyataannya membutuhkan
waktu yang lama seperti proses
kepompong menjadi kupu-kupu, dapat
disajikan melalui teknik-teknik rekaman
seperti timelapse untuk film vidio atau
simulasi computer, (4) Media
pembelajaran dapat memberikan
keamanan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di
lingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi
antara guru,siswa,masyarakat, dan
lingkungan.
(http://www.martiningsih.co.cc/2008/04/
04penelitian-tindakan-kelas-smp-kelas-
ix,html.diakses 4 April 2009 )
Berdasarkan batasan-batasan
mengenai media seperti tersebut di atas,
maka dapat dikatakan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang
menyangkut software dan hardware
yang dapat digunakan untuk
menyampaikan isi materi ajar dari
sumber belajar ke pembelajaran
(individu atau kelompok),yang dapat
merangsang pikiran,perasaan,perhatian,
dan minat pebelajar sedemikian rupa
sehingga proses belajar (di dalam/di luar
kelas ) menjadi lebih efektif.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN
DUKUH KUPANG I/488
Surabaya.Penulis merencanakan
pelaksanaan dari bulan Pebruari 2017
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 71
sampai dengan bulan Maret 2017.Subjek
penelitian pada penelitian ini adalah
siswa-siswai kelas II SDN DUKUH
KUPANG I/488 Surabaya Siswa kelas II
terdiri dari 17 siswa laki-laki,dan 13
siswa perempuan. Pada dasarnya mereka
dari latar belakang yang berbeda-
beda.Dari 30 siswa kelas II ini
kesemuanya adalah anak yang normal
dalam artian tidak ada yang berkebutuan
khusus.
Prosedur penelitian ini
menggunakan model Sarwiji Suwandi
(2008:34) langkah-langkah pelaksanaan
PTK dilakukan melalui empat tahap.
Yaitu perncanan(Planning),tindakan
(acting).pengamatan (observing),dan
refleksi (reflecting).
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Deskripsi Siklus I
Siklus I Dilaksanakan pada 4-5
Pebruari 2017.Pengamatan pelaksanaan
pembelajaran secara koloboratif antara
guru kelas dan observer dengan siswa.
Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
tindakan dapat dideskripsikan bahwa
guru melakukan pembelajaran sesuai
dengan rencana namun siswa belum
dapat memanfaatkan alat peraga dengan
baik. Hal ini terlihat pada saat siswa
diminta maju ke depan kelas dan disuruh
untuk melakukan perkalian dan
pembagian dengan menggunakan alat
peraga yang sudah tersedia, namun
siswa tersebut masih kebingungan untuk
mengartikan benda tersebut ke dalam
bentuk angaka. Seperti hal guru menata
beberapa jumlah permen di meja siswa
diminta membaca nya dalam bentuk
perkalian dan pembagian ,di sini ada
siswa yang mampu memahami apa yang
dimaksudkan oleh benda yang disusun
oleh guru.
Bagi siswa yang mudah
mengerti,siswa dapat membedakan
posisi-posisi masing-masing benda
seperti jumlah kelompok,jumlah isi tiap
kelompok,cara pperkalian dan
pembagiannya,serta jawabannya.Namun
bagi siswa yang sulit untuk mengerti
siswa tersebut hanya hanya bisa
mengerti mana yang dimaksut jumlah
kelompok dan isi benda di setiap
kelompok tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap proses pembelajaran
perkalian,diperoleh gambaran tentang
aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung sebagai
pembelajaran berlangsung sebagai
berikut: 1) Siswa aktif selama
pembelajaran berlangsung sebanyak
75% ,sedangkan 25% kurang serius
dalam mengikuti pembelajaran.Hal ini
dikarenakan kurangnya motivasi belajar
pada sebagian siswa dan
menggantungkan dirinya pada teman
yang dirasanya pandai .
2) Siswa yang dirasa mampu
mengerjakan soal-soal perkalian dengan
baik hanya 60% siswa, sedangkan 40%
masih kurang mampu mengerjakan soal-
soal yang diberikan oleh guru.Hal ini
disebabkan karena saat guru
memberikan pemjelasan siswa tidak mau
memperhatikan dengan baik, di rumah
jarang belajar dan sulitnya siswa
tersebut untuk menerima penjelasan dari
guru.
Berdasarkan hasil kerja siswa
dapat didentifikasikan sebagai berikut:
1)Dinilai dari kemauan siswa untuk
menerima pelajaran dari guru, 5 siswa
cukup baik kemauannya untuk
menerima pelajaran dari guru.
2)Dinilai dari perhatian siswa terhadap
apa yang dijelaskan oleh guru, 15 siswa
mau memperhatikan penjelasan guru
dengan baik, 14 siswa kurang
memperhatikan penjelasan dari guru dan
1 siswa tidak menghargai guru.
3)Dinilai dari penghargaan siswa
terhadap guru, 27 siswa menghargai
guru,2 siswa kurang menghargai guru,
dan 1 siswa tidak menghargai guru.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 72
4)Dinilai dari kemauan untuk
menerapkan hasil pelajaran,19 siswa
anak mampu menerapkan hasil belajar
dan 4 siswa tidak mampu menerapkan
hasil belajar dengan baik.
5)Dinilai dari hasrat untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat,17 siswa
mampu bertanya dan mengeluarkan
pendapat dengan baik, 8 siswa cukup
baik dalam bertanya dan mengeluarkan
pendapat dan 5 siswa kurang mampu
untuk bertanya dan mengeluarkan
pendapat dengan baik.
6)Dinilai dari semangat dalam KBM, 4
siswa cukup semangat dalam mengikuti
KBM dan 1 siswa tidak memiliki
semangat sama sekali untuk mengikuti
KBM.
7)Dinilai dari kemampuan siswa
menggunakan mediaa benda konkrit, 17
siswa mampu menggunakan media
dengan baik,7 siswa cukup mampu
dalam menggunakan media benda
konkret dan 6 siswa kurang mampu
menggunakan dalam menggunakan
benda konkret.
Dari hasil untuk kerja secara
keseluruhan hanya 60% siswa yang
mampu mencapai batas ketuntasan yakni
yang mendapat nilai 61 ke atas.
Tabel I nilai hasil belajar matematika
pada siklus I: No Rentang Nilai Frekuensi
1 30-40 8
2 41-50 2
3 51-60 2
4 61-70 10
5 71-80 6
6 81-90 2
7 91-100 -
Tabel 2 menyimpulkan presentase Hasil
Belajar Matematika Siklus II No Uraian Pencapaian
Tujuan
Jumlah /
Nilai
1 Siswa mendapat nilai di
atas 61
18
2 Siswa yang mendapat
nilai di bawah 60
12
3 Rerata 60,66
4 Ketuntasan Klasikal 60%
Berdasarkan Uraian dari tabel II
dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki
ketuntasan belajar (dengan nilai 61 ke
atas) sebanyak 18 siswa atau 60% dari
30 siswa.
Dari data diatas, dapat dibuat grafik
pada gambarI
0
5
10
15
20
TUNTAS TIDAKTUNTAS
Grafik I Histogram Kriteria Ketuntasan
pada Siklus I.
Pada Siklus I ditemukan
beberapa kekurangan, antara lain :
1)Saat menghitung perkalian dengan
menggunaka media benda konkret
beberapa siswa kurang konsentrasi dan
kurang bersungguh-sungguh.
2)Saat guru menjelaskan ada beberapa
siswa yang kurang memperhatikan
karena mereka sibuk bercanda sendiri
dengan teman didekatnya.
3)Rasa keberanian siswa kurang dalam
menyampaikan pendapatnya.
4)Ada beberapa siswa kurang
mempunyai rasa hormat kepada guru.
Guru kelas sekaligus onserver
melihat hasil proses pembelajaran
tersebut perkalian dan pembagian yang
menggunakan media benda konkret pada
siklus I ,pelaksanaa sedikit menyimpang
dari rencana semula yang ditargetkan
satu pertemuan.Penyebabnya adalah
penggunaan media benda konkret yang
menyita waktu,sehingga untuk
pelaksanaan penilaian waktu masih
kurang.Kekurangan dari siklus I ini
diantaranya adalah kurangnya perhatian
siswa pada pembelajaran, masih ada
siswa siswa yang bercanda sendiri saat
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 73
pembelajaran berlangsung, kurangnya
konsentrasi pada waktu penggunaan
media dan kurangnya rasa hormat siswa
kepada guru dan kurangnya keberanian
siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya.Kekurangan yang lain pada
waktu sesuai rencana.
Deskripsi Siklus II
Tindakan siklus II akan
dilaksanakan tanggal 10 Pebruari
2017.Kegiatan pembelajaran pada siklus
II merupakan perbaikan dari tindakan
siklus I yaitu peningkatan hasil belajar
matematika dengan menggunakan media
benda konkret. Pengamatan pelaksanaan
pembelajaran dilakukan antara guru
kelas sekaligus observer dengan
siswa.Pelaksanaan Tindakan siklus II
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama guru
mengawali pembelajaran dengan berdoa
yang dipimpin ketua kelas, selanjutnya
guru menanyakan keadaan siswa dan
menanyakan kehadiran siswa siswa hari
ini.
Seperti halnya pada siklus I
guru menata beberapa jumlah kue di
meja dan siswa diminta membacanya
dalam bentuk perkalian dan pembagian,
di sini ada siswa yang mampu
memahami apa yang dimaksudkan oleh
benda yang disusun oleh guru,namun
ada juga yang kurang dan bahkan tidak
faham dengan apa yang dimaksudkan
oleh benda yang disusun oleh guru.
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap proses pembelajaran perkalian
dan pembagian, diperoleh,diperoleh
gambaran tentang aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran berlangsung,
sebagai berikut:
1)Siswa aktif selama pembelajaran
berlangsung yang 20% kurang serius
dalam mengikuti pembelajaran.Hal ini
dikarenakan kurangnya motivasi belajar
pada sebagian siswa.
2)Siswa yang dirasa mampu
mengerjakan soal-soal perkalian dengan
baik hanya
70% siswa,sedangkan yang 30% masih
kurang mampu untuk mengerjakan soal-
soal yang diberikan oleh guru. Hal ini
disebabkan karena saat guru
memberikan penjelasan siswa tidak mau
memperhatikan dengan baik. Di rumah
jarang belajar dan sulitnya siswa
tersebut untuk menerima penjelasan dari
guru.
Adapun berdasarkan hasil kerja
siswa dapat didentifikasikan sebagai
berikut:
1)Dinilai dari kemauan siswa untuk
pelajaran dari dari guru, 23 siswa mau
menerima pelajaran dari guru dengan
baik, 4 siswa cukup baik kemauannya
untuk menerima pelajaran dan 3 siswa
kurang memiliki kemauan untuk
menerima pelajaran dari guru.
2)Dinilai dari perhatian siswa terhadap
apa yang dijelaskan oleh guru,20 siswa
mau memperhatika penjelasan guru
dengan baik,9 siswa kurang mampu
memperhatikan penjelasan dari guru ,
dan 1 siswa tidak mau memperhatikan
penjelasan dari guru
3)Dinilai dari penghargaan siswa
terhadap guru, 27 siswa menghargai
guru, 2 siswa kurang menghargai guru
dan 1 siswa tidak menghargai guru.
4)Dinilai dari kemauan untuk
menerapkan hasil pelajaran, 21 anak
mampu menerapkan hasil belajar dan 4
siswa tidak mampu menerapkan hasil
belajar dengan baik.
5)Dinilai dari hasrat untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat, 20 siswa
mampu bertanya dan mengeluarkan
pendapat dengan baik, 7 siswa cukup
baik dalam bertanya dan mengeluarkan
pendapat , dan 3 siswa kurang mampu
untuk bertanya dan mengeluarkan
dengan baik.
6)Dinilai dari semangat dalam KBM , 26
Siswa sangat semangat dalam mengikuti
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 74
KBM , 3 siswa cukup semangat dalam
mengikuti KBM dan 1 siswa tidak
memiliki semangat sama sekali untuk
mengikuti KBM.
7)Dinilai dari kemampuan siswa
menggunakan media benda konkret,23
siswa mampu menggunakan media
benda konkret dengan baik, 5 siswa
cukup mampu dalam menggunakan
media benda konkret, dan 2 siswa
kurang mampu dalam menggunakan
benda konkret.
Dari hasil unjuk kerja secara
keselurahan hanya 86% siswa yang
mampu mencapai batas ketuntasan yakni
yang mendapat nilai 61 ke atas. Tabel 3
nilai hasil belajar matematika pada
siklus II:
Tabel 3: Nilai hasil belajar
Matematika dan Frekuensinya.
Tabel 3 nilai hasil belajar
matematika pada siklus pada siklus II: No Rentang Nilai Frekuensi
1 30-40 1
2 41-50 1
3 51-60 2
4 61-70 13
5 71-80 6
6 81-90 4
7 91-100 3
Tabel 4: Tabel Persentase Nilai Hasil
Belajar Matematika Siklus II.
Tabel 4: Tabel persentase Nilai Hasil
Belajar Matematika Siklus II
No Uraian Pencapaian
Tujuan
Jumlah /
Nilai
1 Siswa mendapat nilai di
atas 61
26
2 Siswa yang mendapat
nilai di bawah 60
4
3 Rerata 72
4 Ketuntasan Klasikal 86%
Berdasarkan uraian dari tabel 4
dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki
ketuntasan belajar (dengan nilai 61 ke
atas) sebanyak 26 siswa atau 86% dari
30 siswa. Dari data di atas, dapat dibuat
grafik pada gambar 2
0
10
20
30
TUNTAS TIDAK TUNTAS
Grafik 2 Histogram Kriteria Ketuntasan
pada Siklus II.
Proses pembelajaran peningkatan
hasil belajar matematika dengan
menggunakan media benda konkret pada
siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan
dan berjalan lancar. Siswa lebih aktif
dalam mengikuti pembelajaran
dibandingkan dengan siklus I.
Pada siklus II ini siswa mulai
berfikir lebih keras untuk melakukan
operasi hitung perkalian dan pembagian
dengan berbagai cara dan media. Semula
hanya sebagian kecil siswa yang
merespon pelajaran ini, namun setelah
siklus yang ke II ini respon dari siswa
terlihat lebih meningkat. Selain itu siswa
juga menginnginkan untuk mencoba ke
depan kelas tanpa diminta oleh guru
untuk mempratekkan perkalian dan
pembagian dengan menggunakan
berbagai macam benda konkret.Di sini
prestasi atau hasil belajar siswa
pembelajaranpun mengalami
peningkatan. Itu terbukti dengan
meningkatnya jumlah siswa yang
mampu melakukan perkalian dan
pembagian menggunakan media benda
konkret. Siswa yang sebelumnya
mendapatkan nilai rendah dalam
mengerjakan soal matematika perkalian
dan pembagian sebelum menggunakan
media benda konkret ini, sekarang
nikainya sudah meningkat setelah
menggunakan berbagai macam alat
peraga benda konkret.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 75
Meningkatnya hasil belajar dalam
pembelajaran perkalian dan pembagian
dengan menggunakan media benda
konkret yang diraih dalam pembelajaran
menjadi tanda bahwa tindakan telah
berhasil sehingga tindakan tidak perlu
dilanjutkan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pelaksanaan
tindakan pada siklus I, dan II dapat
diketahui bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar matematika pokok bahasan
perkalian dan pembagian dengan
menggunakan media benda konkret.
Dengan menggunakan media benda
konkret pada pembelajaran matematika
ternyata dapat meningkatkan hasil
belajar perkalian dan pembagian pada
kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488
Surabaya.Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan tes dari siklus II.
Pada pelaksanaan siklus Inilai-
nilai yang diperoleh siswa kelas II SDN
DUKUH KUPANG II Surabaya pada
pembelajaran matematika tergolong
sangat rendah, di sini kita dapat melihat
dari pencapaian hasil tes yang belum
mencapai kriteria ketuntasan belajar
yaitu 86%. Siswa yang mendapat nilai di
atas 61 sebanyak 12 siswa,rata –rata
yang dicapai baru 60,66 dan presentase
baru 60% dari ketuntasan 86% di sini
kita dapat melihat bahwa pelaksanaan
pada siklus I dinyatakan belum berhasil
atau belum memenuhi kriteria
ketuntasan belajar.
Siswa yang dinyatakan tuntas
hanya 60% dan yang belum tuntas
sebanyak 40%,sedangkan ketuntasan
hasil belajar harus mencapai 86%.Pada
siklus II nilai-nilai yang diperoleh siswa
kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488
Surabaya sedikit meningkat.Seperti
biasa kita dapat melihat dari pencapaian
hasil tes yang hampir mencapai kriteria
ketuntasan belajar yaitu 86%.Siswa yang
mendapatkan nilai di atas 61 sebanyak 9
siswa,rata-rata yang dicapai baru 70,16
dan presentase yang dicapai baru 70%.
Meskipun tergolong sudah ada
peningkatan dibandingkan pada siklus I
kemarin,pada siklus II ini hasil belajar
matematika pokok bahasan perkalian
dan pembagian siswa kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
yaitu dengan pencapaian presentase
86%.Kita dapat melihat dari hasil tes
siswa yang terakhir yaitu,yang
mendapatkan nilai diatas 61 sebanyak 26
siswa, yang mendapatkan nilai dibawah
61 sebanyak 4 siswa,rata-rata yang
dicapai sebanyak 72 dan presentase yang
dicapai 86%. Siswa yang dinyatakan
tuntas dalam pembelajaran matematika
ini 86% . Siswa yang dinyatakan tuntas
dalam pembelajaran matematika ini 86%
dan siswa yang dinyatakan belum tuntas
sebanyak 14%.
Dengan diadakannya sklus II ini
hasil belajar matematika pokok bahasan
perkalian dan pembagian kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
dinyatakan tuntas, setelah menggunakan
media benda konkret pada pembelajaran
matematika pokok bahasan perkalian
dan pembagian ini siswa kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
menjadi lebih aktif dibandingkan dengan
sebelum menggunakan media benda
konkret.
Dinilai dari kemauan siswa
untuk menerima pelajaran dari guru, 20
siswa mau menerima pelajaran dari guru
dengan baik, 5 siswa cukup baik
kemauan untuk menerima pelajaran dari
guru. Dinilai dari perhatian siswa
terhadap apa yang dijelaskan oleh guru,
15 siswa mau memperhatikan penjelasan
guru dengan baik, 14 siswa kurang
memperhatikan penjelasan dari guru dan
1 siswa tidak mau memperhatikan
penjelasan dari guru. Dinilai dari
penghargaan siswa terhadap guru,27
siswa menghargai guru, 2 siswa kurang
kurang menghargai guru dan 1 siswa
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 76
tidak menghargai guru.Dinilai dari
kemauan untuk menerapkan hasil
pelajaran,19 anak mampu menerapkan
hasil belajar dengan baik, 7 siswa cukup
baik dalam menerapkan hasil belajar,
dan 4 siswa tidak mampu menerapkan
hasil belajr dengan baik.
Dinilai dari hasrat untuk bertanya
dan mengeluarkan pendapat, 17 siswa
mampu bertanya dan mengeluarkan
pendapat, 17 siswa mampu bertanya dan
mengeluarkan pendapat dengan baik, 8
siswa cukup baik dalam bertanya dan
mengeluarkan pendapat dan 5 kurang
mampu untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat dengan baik.
Dinilai dari semangat dalam KBM.25
siswa sangat semangat dalam mengikuti
KBM ,4 siswa cukup semangat dalam
mengikuti KBM dan 1 siswa tidak
memiliki semangat sama sekali untuk
mengikuti KBM. Dinilai dari
kemampuannya siswa menggunakan
media benda konkret, 17 siswa mampu
menggunakan media media benda
konkret dengan baik, 7 siswa cukup
mampu dalam menggunakan media
benda konkret dan 6 siswa kurang
mampu dalam menggunakan benda
konkret.
Dinilai dari kemauan siswa untuk
menerima pelajaran dari guru, 25 siswa
mau menerima pelajaran dari guru
dengan baik kemauannya untuk
menerima pelajaran dan 1 siswa kurang
memiliki kemauan untuk menerima
pelajaran dari guru. Dinilai dari
perhatian siswa terhadap apa yang
dijelaskan oleh guru, 24 siswa mau
memperhatikan penjelasan guru dengan
baik, 3 siswa kurang memperhatikan
penjelasan dari guru dengan baik dan 3
siswa tidak mau memperhatikan
penjelasan guru.Dinilai dari
penghargaan siswa terhadap guru, 27
siswa menghargai guru, 2 siswa kurang
menghargai guru. Dinilai dari kemauan
untuk menerapkan hasil pelajaran, 26
anak mampu menerapkan hasil belajar
dengan baik, 2 siswa cukup baik dalam
menerapkan hasil belajar dan 2 siswa
tidak mampu menerapkan hasil belajar
dengan baik. Dinilai dari hasrat untuk
bertanya dan mengeluarkan pendapat, 23
siswa mampu bertanya dan
mengeluarkan pendapat dengan baik, 4
siswa cukup baik dalam bertanya dan
mengeluarkan pendapat dan 3 siswa
cukup semangat dalam mengikuti KBM
dan 1 siswa tidak memiliki semangat
sama sekali untuk mengikuti KBM.
Dinikai dari kemampuan siswa
menggunakan media benda konkret, 26
siswa mampu menggunakan media
benda konkret dengan baik, 3 siswa
cukup mampu dalam menggunakan
media benda konkret dan 1 siswa kurang
mampu dalam menggunakan benda
konkret.
Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan penggunaan
media benda konkret dapat
meningkatkan keaktifan siswa.mampu
melakukan langkah-langkah untuk
menggunakan media benda yang sudah
disediakan oleh guru dengan
baik.Karena sebelumnya guru sudah
mengajarkan bagaimana cara
menggunakan media tersebut.
Penelitian Tindakan Kelas
dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap
siklus dilaksanakan dalam empat tahap,
yakni (1) Perencanaan Tindakan, (2)
Pelaksanaan Tindakan, (3) Observasi
dan (4) Refleksi. Adapun deskripsi hasil
penelitian dari siklus I sampai siklus II
dapat diperjelas sebagai berikut:
Sebelum dilaksanakan tindakan,
dilaksanakan observasi untuk
mengetahui kemampuan menghitung
perkalian dan pembagian pada siswa
kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488
Surabaya.Dari hasil observasi ini
dinyatakan bahwa kemampuan
menghitung perkalian dan pembagian
pada siswa SDN DUKUH KUPANG
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 77
I/488 Surabaya masih tergolong
sedang.Oleh karena itu guru kelas
sekaligus observer berfikir untuk
mencari solusi guna mengatasi
permasalahan tersebut.
Kemudian digunakan media
benda konkret sebagai berikut. Media
juga seringkali diartikan sebagai alat
yang dapat dilihat dan didengar . Alat-
alat ini dipakai dalam pengajaran dengan
maksud untuk membuat cara
berkomunikasi lebih efeftif dan
efisien.Dengan menggunakan alat-alat
ini, guru dan siswa dapat berkomunikasi
lebih mantap, hidup dan interaksinya
bersifat banyak arah .Dengan kata lain
media adalah komponen sumber belajar
atau wahana fisik yang mengandung
fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa untuk
belajar.
Selanjutnya guru kelas yang
sekaligus sebagai observer menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) guna melaksanakan kegiatan
Siklus I. Materi untuk sampai dengan
siklus berikutnya II sama yaitu
peningkatan hasil belajar metematika
pokok bahasan perkalian dan
pembagian.Untuk pelaksanaan siklus I,
siswa diminta melakukan operasi
perkalian dengan menggunakan alat
peraga benda konkret dengan berbagai
macam cara, yaitu dengan menggunakan
buah stroberi dan anggur secara
bergiliran maju ke depan kelas.Dengan
menggunakan media benda konkret yang
menarik dimaksudkan agar media
tersebut dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk menghitung perkalian dan
pembagiann dengan mudah dalam
berbagai cara.Di samping itu media-
media tersebut juga dapat menarik minat
anak dalam belajar matematika supaya
lebih bersemangat.
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap pembelajaran perkalian dengan
menggunakan media benda konkret pada
siklus I masih terdapat kekurangan-
kekurangan, diantaranya siswa masih
terlihat kurang memperhatikan dalam
pembelajaran.Hal ini dapat lihat pada
saat guru membetrikan pertanyaan
kepada siswa,banyak yang tidak bisa
menjawab karena pada saat guru
menerangkan mereka bercanda sendiri
dengan temannya.
Berdasarkan kekurangan dan
kelemahan itu,guru kelas sekaligus
sebagai guru observer mencari solusi
yang mampu mengatasi masalah
tersebut, dan menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran siklus II yang
di dalamnya berisi solusi yang
diharapkan mampu mengatasi
permasalahan pada siklus I.
Dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat,
dilaksanakan tindakan siklus II.Dalam
siklus II tidak jauh beda dengan siklus I
kemarin, yaitu siswa diminta melakukan
operasi pembagian dengan
menggunakan alat peraga benda konkrit
dengan berbagai macam cara dengan
menggunakan permen secara bergiliran
maju ke depan kelas.Dengan
menggunakan media benda konkret yang
menarik dimaksudkan agar media benda
tersebut dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk menghitung perkalian dan
pembagian dengan mudah dalam
berbagai cara. Di samping itu media-
media tersebut juga dapat nenarik minat
anak dalam belajar matematika supaya
lebih bersemangat.
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap pembelajaran pembagian
dengan menggunakan media benda
konkret pada siklus II masih terdapat
sedikit kekurangan, diantaranya siswa
masih terlihat kurang memperhatikan
dalam pembelajaran dan masih agak
sulit mengerti meskipun sudah
menggunakan alat peraga.Hal ini dapat
dilihat pada saat guru memberikan
pertanyaan kepada siswa yang tidak bisa
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 78
menjawab karena pada saat guru
menerangkan mereka bercanda sendiri
dengan temannya dan sibuk bermain
sendiri. Untuk itu guru kelas sekaligus
observer mencari solusi serta menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
siklus II.
Siklus II dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan.Pada siklus II ini masing-
masing siswa diminta membawa alat
peraga sendiri-sendiri supaya dalam
praktek dapat dilakukan secara bersama-
sama tanpa menunggu giliran dari
teman.Di sini siswa diminta membawa
lidi dan kelereng.Hasil pengamatan
mengenai pembelajaran peningkatan
hasil belajar matematika pada siklus II
dapat dilihat bahwa siswa lebih aktif
dalam proses pembelajaran dan lebih
memfokuskan perhatiaannya pada
penjelasan guru. Siswa lebih antusias
saat guru memberikan contoh-contoh
soal di papan tulis. Mereka sudah rasa
keseriusan untuk belajar matematika
dibandingkan dengan sebelumnya, siswa
juga sudah bisa menempatkan posisi-
posisi angka sesuai dengan urutan
penempatan dalam perkalian dan
pembagian,seperti halnya pengali dan
yang dikalikan serta pembagi dan yang
dibagi. Selain itu guru juga sudah
mampu mengkondisikan kelas sehingga
siswa bisa mengerti tugas dan tanggung
jawabnya serta mampu membuat
suasana nyaman sehingga siswa merasa
senang dan antusias dalam
belajar.Kelemahan pada siklus I dan II
sudah dapat teratasi dengan baik.
Dengan demikian dapat dikatakan
pembelajaran peningkatan hasil belajar
matematika dengan menggunakan alat
peraga benda konkret pada siswa kelas II
SDN DUKUH KUPANG I/488
Surabaya telah berhasil dengan baik.
Berdasarkan atas tindakan yang
telah dilakukan,guru telah berhasil
melaksanakan pembelajaran penggunaan
media konkret pada perkalian dan
pembagian, sehingga terjadi peningkatan
hasil belajar matematika, Selain itu
penelitian ini juga dapat meningkatkan
kinerja guru dalam pembelajaran
inovatif dan kreatif.Keberhasilan
peningkatan hasil belajar matematika
pada perkalian dan pembagian dengan
menggunakan media benda konkret
dapat dilihat dari indikator ketercapaian
yang ditunjukkan oleh siswa dalam
penggunaan media benda konkret dapat
dilihat dari indikator ketercapaian yang
ditunjukkan oleh siswa dalam
penggunaan media untuk menghitung
perkalian dan pembagian, pengerjaan
soal-soal yang diberikan oleh
guru,penempatan bilangan dalam
perkalian dan pembagian dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan.
Hasil atau nilai siswa dalam
pembelajaran matematika perkalian dan
pembagian meningkat, hal ini dapat
dilihat dari hasil penilaian guru dari
siklus I sampai dengan siklus II.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimulasikan pada pembelajaran
peningkatan hasil belajar matematika
dengan menggunakan alat peraga benda
konkret pada siswa kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya teah
berhasil dengan baik.Hal inibisa dilihat
pada siklus I nilai –nilai yang diperoleh
siswa kelas II SDN DUKUH KUPANG
I/488 Surabaya pada pembelajaran
matematika tergolong sangat
rendah,disini kita dapat melihat dari
pencapaian hasil tes yang belum
mencapai kriteria ketuntasan belajar
yaitu 86%.Siswa yang mendapat nilai
diatas 61% sebanyak 18 siswa, yang
mendapat nilai dibawah 61 sebanyak 12
siswa,rata-rata dicapai baru 60,66 dan
presentasenya baru 60% dari ketuntasan
86%. Di sini kita dapat melihat bahwa
pelaksanaan pada siklus I dinyatakan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 79
belum berhasil atau belum memenuhi
kriteria ketuntasan belajar.
Siswa yang dinyatakan tuntas hanya
60% dan yang belum tuntas sebanyak
40%,sedangkan ketuntasan hasil belajar
harus mencapai 86%.Pada siklus II nilai-
nilai yang diperoleh siswa kelas II SDN
DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
sedikit meningkat.Seperti biasa kita
dapat melihat dari pencapaian hasil tes
yang hampir mencapai kriterian
ketuntasan belajar yaitu 86%.Siswa yang
mendapatkan nilai di atas 61 sebanyak
21 siswa, yang mendapat nilai di bawah
61 sebanyak 9 siswa,rata-rata yang
dicapai baru 70,16 dan presentase yang
dicapai baru 70%.
Meskipun tergolong sudah ada
peningkatan dibandingkan pada siklus I
kemarin, Pada siklus II ini hasil belajar
hasil belajar matematika pokok bahasan
perkalian dan pembagian siswa kellas II
SDN DUKUH KUPANG I/488 Surabaya
dinyatakan telah berhasil atau telah
memenuhi kriteria ketuntasan belajar
yaitu denagan pencapaiannya
presentase 86%.Kita dapat melihat dari
hasil tes siswa yang terakhir yaitu,yang
mendapatkan nilai di atas 61 sebamyak
26 siswa, yang mendapatkan nilai di
bawah 61sebanyak 4 siswa,rata-rata
yang dicapai sebanyak 72 dan
presentase yang dicapai 86%.Siswa
yang dinyatakan tuntas dalam
pembelajaran matematika ini 86% dan
siswa yang dinyatakan belum tuntas
sebanyak 14%.
Daftar Rujukan
Abdul R.A dkk, 1996.Pendidikan
Matematika
I.Malang:DepDikBud.
Akbar Sutawidjaja,dkk.1991.
Pendidikan Matematika
III,Jakarta:
DepDikbud.
Amin,M dkk.2008.Senang Matematika
Untuk /I Kelas 2.Jakarta PT
Macanan Jaya Cemerlang.
Aqip,Z,2006, Penelitian Tindakan
Kelas.Bandung: Yrama Widya.
Arinimath.blogspot,com/2008/02/definis
i-
matematika.html.
Asri Budiningsih,C,2005.Belajar dan
Pembelajaran.Jakarta: Rineka
Cipta.
Dimyari,Mudjiono.2002.Belajar dam
Pembelajaran.Jakarta: Rineka
Cipta
Milles,M.B dan Huberman,M.2000.
Analisis Data Kualitati
,Jakarta:Universitas Indonesia
Press.
Mulyasa,2009.Praktik Penelitian
Tindakan Kelas,Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Nana Sudjana,2000,Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar,Jakarta:Sinar
Baru Algensindo.
Pasaribu,I,I.dkk,1983,Prosess belajar
Mengajar,Bandung,Bandung:Tarsito.
Ruseffendi,1992.Pendidikan
Matematika
3,Jakarta,1983.Proses Proses
Belajar,Bandung Tarsito.
Sarwiji Suwandi,2008,Penelitian
Tindakan
Kelas dan Penulisan Karya
Ilmiah,Surakarta:panitiya
Sertifikasi
Guru Rayon 13.
Slameto,1991,Proses Belajar Mengajar
Dalam SKS,Jakarta,Bumi
Aksara,Slamento,2003,Belajar dan
Faktor yang Mempengaruhi.
Jakarta:Rineka Cipta.
Soedjadi,R.1992/2000,Kiat Pendidikan
Matematiaka di Indonesia,Jakarta.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 80
ISSN : 2337-3253
PENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYUSUN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
MELALUI BIMBINGAN BERKELANJUTAN
DI SD NEGERI KETABANG I / 288 SURABAYA
SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2018/2019
(Siti Rahayu)
ABSTRACT
The School Action Research, which was designed in two cycles, aims to describe
the process and results of teacher competency enhancement in SD Negeri Ketabang I /
288 in preparing lesson plans through continuous guidance. The method of data
collection is done by evaluating the RPP prepared by the teacher, interviews, and
questionnaires.
Based on the results of the study it can be concluded that continuous guidance can
increase the motivation and competence of the teacher in preparing the lesson plan
completely. It can be proven from the results of observations / observations that show
that there is an increase in teacher competence in preparing lesson plans. In the first cycle
the average value of the lesson plans was 82.8 and in the second cycle 93.8. So, there
was an increase of 11 points compared to cycle I.
For this reason, there are a number of suggestions that can be put forward, namely
(1) Motivation that has been embedded especially in the preparation of RPP should be
maintained and improved / developed, (2) RPP prepared / made should contain complete
and good RPP components because RPP is reference / guideline in implementing
learning, and (3) lesson plan documents should be made at least two copies, one for
school archives and the other for teacher handling in carrying out the learning process.
Keywords: Learning Implementation Plan, Teacher Competence, Guidance Sustainable
Pendahuluan
Pendidikan merupakan investasi
dalam pengembangan sumber daya
manusia dan dipandang sebagai
kebutuhan dasar bagi masyarakat yang
ingin maju. Komponen-komponen sistem
pendidikan yang mencakup sumber daya
manusia dapat digolongkan menjadi dua
yaitu: tenaga kependidikan guru dan
nonguru. Menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, komponen-
komponen sistem pendidikan yang
bersifat sumber daya manusia dapat
digolongkan menjadi tenaga pendidik dan
pengelola satuan pendidikan (pendidik,
pengawas, peneliti, dan pengembang
pendidikan). Tenaga pendidik (guru)
mendapatkan perhatian lebih banyak di
antara komponen-komponen sistem
pendidikan. Besarnya perhatian terhadap
guru antara lain dapat dilihat dari
banyaknya kebijakan khusus, seperti
kenaikan tunjangan fungsional guru dan
sertifikasi guru.
Usaha-usaha untuk mempersiapkan
guru menjadi profesional telah banyak
dilakukan. Kenyataan menunjukkan
bahwa tidak semua guru memiliki kinerja
yang baik dalam melaksanakan tugasnya.
Hal itu ditunjukkan dengan kenyataan (1)
guru sering mengeluh kurikulum yang
berubah-ubah, (2) guru sering
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 81
mengeluhkan kurikulum yang syarat
dengan beban, (3) seringnya siswa
mengeluh dengan cara mengajar guru
yang kurang menarik, (4) masih belum
dapat dijaminnya kualitas pendidikan
sebagai mana mestinya (Imron, 2000:5).
Berdasarkan kenyataan begitu berat
dan kompleksnya tugas serta peran guru
tersebut, perlu diadakan supervisi atau
pembinaan terhadap guru secara terus
menerus untuk meningkatkan kinerjanya.
Kinerja guru perlu ditingkatkan agar
usaha membimbing siswa untuk belajar
dapat berkembang.
Proses pengembangan kinerja guru
terbentuk dan terjadi dalam kegiatan
belajar mengajar di tempat mereka
bekerja. Selain itu kinerja guru
dipengaruhi oleh hasil pembinaan dan
supervisi kepala sekolah (Pidarta,
1992:3). Pelaksanaan K-13 menuntut
kemampuan baru pada guru untuk dapat
mengelola proses pembelajaran secara
efektif dan efisien. Tingkat produktivitas
sekolah dalam memberikan pelayanan-
pelayanan secara efisien kepada pengguna
( peserta didik, masyarakat ) akan sangat
tergantung pada kualitas gurunya yang
terlibat langsung dalam proses
pembelajaran dan keefektifan mereka
dalam melaksanakan tanggung jawab
individual dan kelompok.
Direktorat Pembinaan SMA
(2008:3) menyatakan bahwa kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh
kemampuan sekolah dalam mengelola
proses pembelajaran, dan lebih khusus
lagi adalah proses pembelajaran yang
terjadi di kelas, mempunyai andil dalam
menentukan kualitas pendidikan
konsekuensinya, adalah guru harus
mempersiapkan (merencanakan ) segala
sesuatu agar proses pembelajaran di kelas
berjalan dengan efektif.
Hal itu berarti bahwa guru sebagai
fasilitator yang mengelola proses
pembelajaran di kelas mempunyai andil
dalam menentukan kualitas pendidikan.
Konsekuensinya adalah guru harus
mempersiapkan (merencanakan) segala
sesuatu agar proses pembelajaran di kelas
berjalan dengan efektif.
Perencanaan pembelajaran
merupakan langkah yang sangat penting
sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Perencanaan yang matang diperlukan
supaya pelaksanaan pembelajaran
berjalan secara efektif. Perencanaan
pembelajaran dituangkan ke dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) atau beberapa istilah lain seperti
desain pembelajaran, skenario
pembelajaran. RPP memuat KD, indikator
yang akan dicapai, materi yang akan
dipelajari, metode pembelajaran, langkah
pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar serta penilaian.
Guru harus mampu berperan
sebagai desainer (perencana),
implementor (pelaksana), dan evaluator
(penilai) kegiatan pembelajaran. Guru
merupakan faktor yang paling dominan
karena di tangan gurulah keberhasilan
pembelajaran dapat dicapai. Kualitas
mengajar guru secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi
kualitas pembelajaran pada umumnya.
Seorang guru dikatakan profesional
apabila (1) serius melaksanakan tugas
profesinya, (2) bangga dengan tugas
profesinya, ( 3) selalu menjaga dan
berupaya meningkatkan kompetensinya,
(4) bekerja dengan sungguh tanpa harus
diawasi, (5) menjaga nama baik
profesinya, (6) bersyukur atas imbalan
yang diperoleh dari profesinya.
Peraturan Pemerintah tentang 8
Standar Nasional Pendidikan menyatakan
bahwa standar proses merupakan salah
satu SNP untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah yang mencakup: 1)
Perencanaan proses pembelajaran, 2)
Pelaksanaan proses pembelajaran, 3)
Penilaian hasil pembelajaran, 4) dan
pengawasan proses pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran meliputi
Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 82
Silabus dan RPP dikembangkan
oleh guru pada satuan pendidikan . Guru
pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun Silabus dan RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Masalah yang terjadi di lapangan
masih ditemukan adanya guru yang tidak
bisa memperlihatkan RPP yang dibuat
dengan alasan ketinggalan di rumah dan
bagi guru yang sudah membuat RPP
masih ditemukan adanya guru yang belum
melengkapi komponen tujuan
pembelajaran dan penilaian (soal, skor
dan kunci jawaban), serta langkah-
langkah kegiatan pembelajarannya masih
dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Pada komponen penilaian (
penskoran dan kunci jawaban) sebagian
besar guru tidak lengkap membuatnya
dengan alasan sudah tahu dan ada di
kepala. Sedangkan pada komponen tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode
pembelajaran, dan sumber belajar
sebagian besar guru sudah membuatnya.
Masalah yang lain yaitu sebagian besar
guru khususnya di sekolah swasta belum
mendapatkan pelatihan pengembangan
RPP. Selama ini guru-guru yang mengajar
di sekolah swasta sedikit/jarang
mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti berbagai Diklat Peningkatan
Profesionalisme Guru dibandingkan
sekolah negeri. Hal ini menyebabkan
banyak guru yang belum tahu dan
memahami penyusunan/pembuatan RPP
secara baik/lengkap. Beberapa guru
mengadopsi RPP orang lain. Hal ini
peneliti ketahui pada saat mengadakan
supervisi akademik melalui kunjungan
kelas. Permasalahan tersebut berpengaruh
besar terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran.
Dengan keadaan demikian, peneliti
sebagai pembina sekolah berusaha untuk
memberi bimbingan berkelanjutan pada
guru dalam menyusun RPP secara
lengkap sesuai dengan tuntutan pada
standar proses dan standar penilaian yang
merupakan bagian dari standar nasional
pendidikan. Hal itu juga sesuai dengan
Tupoksi peneliti sebagai pengawas
sekolah berdasarkan Permendiknas
No.12 Tahun 2007 tentang enam
kompetensi inti pengawas sekolah yang
salah satunya adalah supervisi akademik,
yaitu dalam kaitannya dengan pembinaan
kepada guru.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
harus dibuat agar kegiatan pembelajaran
berjalan sistematis dan mencapai tujuan
pembelajaran. Tanpa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, biasanya
pembelajaran menjadi tidak terarah. Oleh
karena itu, guru harus mampu menyusun
RPP dengan lengkap berdasarkan silabus.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
sangat penting bagi seorang guru karena
merupakan acuan dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian
ini difokuskan pada penyusunan RPP
yang dilakukan guru dengan judul
penelitian “Peningkatkan Kompetensi
Guru dalam Menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran melalui
Bimbingan Berkelanjutan pada Semester
Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019 di SD
Negeri Ketabang I / 288 Surabaya”.
Pengertian Guru
Secara etimologi (asal usul kata),
istilah ”Guru” berasal dari bahasa India
yang artinya orang yang mengajarkan
tentang kelepasan dari sengsara
(Suparlan 2005:11). Sementara itu,
Rabindranath Tagore (dalam Suparlan
2005:11) menggunakan istilah Shanti
Niketan atau rumah damai untuk tempat
para guru mengamalkan tugas mulianya
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 83
membangun spiritualitas anak-anak
bangsa di India ( spiritual intelligence).
Pengertian guru kemudian menjadi
semakin luas, tidak hanya terbatas dalam
kegiatan keilmuan yang bersifat
kecerdasan spiritual (spiritual
intelligence) dan kecerdasan intelektual
(intellectual intelligence), tetapi juga
menyangkut kecerdasan kinestetik
jasmaniah (bodily kinesthetic), seperti
guru tari, guru olah raga, guru senam dan
guru musik. Dengan demikian, guru dapat
diartikan sebagai orang yang tugasnya
terkait dengan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam semua aspeknya,
baik spiritual dan emosional, intelektual,
fisikal, maupun aspek lainnya.
Poerwadarminta (dalam Suparlan
2005:13) menyatakan, “guru adalah
orang yang kerjanya mengajar.” Dengan
definisi ini, guru disamakan dengan
pengajar. Pengertian guru ini hanya
menyebutkan satu sisi yaitu sebagai
pengajar, tidak termasuk pengertian guru
sebagai pendidik dan pelatih. Selanjutnya
Zakiyah Daradjat (dalam Suparlan
2005:13) menyatakan,” guru adalah
pendidik profesional karena guru telah
menerima dan memikul beban dari orang
tua untuk ikut mendidik anak-anak.”
UU Guru dan Dosen Republik
Indonesia No.14 Tahun 2005 ”Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”.
Selanjutnya UU No.20 Tahun
2003 pasal 39 ayat 2 tentang sistem
pendidikan nasional menyatakan,
”pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.”
PP No.19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan menyatakan,
”pendidik (guru) harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.”
Berdasarkan definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa guru adalah tenaga
pendidik yang profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik, dan bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran.
Kompetensi Guru Depdiknas (2004: 4) tujuan adanya
kompetensi Guru adalah sebagai jaminan
dikuasainya tingkat kompetensi minimal
oleh guru sehingga yang bersangkutan
dapat melakukan tugasnya secara
profesional, dapat dibina secara efektif
dan efisien serta dapat melayani pihak
yang berkepentingan terhadap proses
pembelajaran, dengan sebaik-baiknya
sesuai bidang tugasnya. Adapun manfaat
disusunnya kompetensi guru adalah
sebagai acuan pelaksanaan uji
kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan
pembinaan, maupun acuan bagi pihak
yang berkepentingan terhadap kompetensi
guru untuk melakukan evaluasi,
pengembangan bahan ajar dan sebagainya
bagi tenaga kependidikan.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1. Pengertian Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) merupakan
rencana pembelajaran yang
dikembangkan secara rinci mengacu
pada silabus, buku teks pelajaran,
dan buku panduan guru. RPP paling
sedikit memuat: (1) identitas
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 84
sekolah/madrasah, Kelas/Semester,
Tema dan subtema, pembelajaran ke-
; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi; (4)
materi pembelajaran; (5) kegiatan
pembelajaran; (6) penilaian; dan (7)
media/alat, bahan, dan sumber belajar.
Setiap guru di setiap satuan
pendidikan berkewajiban menyusun
RPP untuk kelas di mana guru
tersebut mengajar. Pengembangan
RPP dilakukan sebelum awal
semester atau awal tahun pelajaran
dimulai, namun perlu diperbaharui
sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Pengembangan RPP dapat
dilakukan oleh guru secara mandiri
dan/atau berkelompok di
sekolah/madrasah dikoordinasi,
difasilitasi, dan disupervisi oleh
kepala sekolah/madrasah.
Pengembangan RPP dapat juga
dilakukan oleh guru secara
berkelompok antarsekolah atau
antarwilayah, dikoordinasi,
difasilitasi, dan disupervisi oleh Dinas
Pendidikan atau kantor Kementerian
Agama setempat.
2. Komponen Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Kurikulum 2013 sudah mulai
diterapkan pada tahun ajaran baru
2013/2014. Namun demikian, masih
banyak guru yang belum
mengetahuinya, proses pelatihan
Kurikulum 2013 masih terbatas pada
sekolah-sekolah yang mulai 15 Juli
2013 menerepkan Kurikulum 2013.
RPP merupakan rencana kerja
yang menggambarkan prosedur,
pengorganisasian, kegiatan
pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang telah
ditetapkan yang telah dijabarkan
dalam silabus. Lingkup RPP paling
banyak mencakup satu kompetensi
dasar yang terdiri atas satu) indikator
atau beberapa indikator untuk satu kali
pertemuan atau lebih.
Seorang guru harus
memperhatikan langkah-langkah
penyusunan RPP. Dalam RPP
Kurikulum 2013 dibagi menjadi tiga
langkah besar, kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Sebelum menyusun RPP, ada
beberapa hal yang harus diketahui,
di antaranya adalah
(1) RPP dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya
mencapai kompetensi dasar.
(2) Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis.
(3) RPP disusun untuk setiap KD
yang dapat dilaksanakan dalam
satu kali pertemuan atau lebih.
(4) Guru merancang penggalan RPP
untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan
di satuan pendidikan.
Menurut Permendiknas No. 22
Tahun 2016, komponen RPP terdiri
atas beberapa hal, yakni sebagai
berikut
(1) Identitas Mata Pelajaran
(2) Kompetensi Inti
(3) Kompetensi Dasar dan Indikator
Pencapaian Kompetensi
(4) Tujuan Pembelajaran
(5) Materi Ajar
(6) Metode Pembelajaran
(7) Kegiatan Pembelajaran
(8) Penilaian Hasil Belajar
(9) Sumber Belajar
Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP Berbagai prinsip dalam
mengembangkan atau menyusun RPP
adalah
sebagai berikut.
(1) Setiap RPP harus secara utuh
memuat kompetensi dasar sikap
spiritual (KD dari KI-1), sosial
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 85
(KD dari KI-2), pengetahuan (KD
dari KI-3), dan keterampilan (KD
dari KI-4).
(2) Satu RPP dilaksanakan dalam satu
kali pertemuan (satu hari).
(3) Memperhatikan perbedaan individu
peserta didik.
RPP disusun dengan memperhatikan
perbedaan kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar,
bakat, potensi, kemampuan sosial,
emosi, gaya belajar kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar
belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan peserta didik.
(4) Berpusat pada peserta didik.
Proses pembelajaran dirancang
dengan berpusat pada peserta didik
untuk mendorong motivasi, minat,
kreativitas, inisiatif, inspirasi,
kemandirian, dan semangat belajar,
menggunakan pendekatan saintifik
meliputi mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar/
mengasosiasi, dan
mengomunikasikan.
(5) Berbasis konteks.
Proses pembelajaran yang
menjadikan lingkungan sekitarnya
sebagai sumber belajar.
(6) Berorientasi kekinian.
Pembelajaran yang berorientasi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan nilai-nilai kehidupan
masa kini.
(7) Mengembangkan kemandirian
belajar.
Pembelajaran yang memfasilitasi
peserta didik untuk belajar secara
mandiri.
(8) Memberikan umpan balik dan tindak
lanjut pembelajaran.
RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
(9) Memiliki keterkaitan dan
keterpaduan antarkompetensi
dan/atau antarmuatan.
RPP disusun dengan
memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi,
materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, dan
sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalaman belajar.
RPP disusun dengan
mengakomodasikan pembelajaran
tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keragaman budaya.
(10) Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
RPP disusun dengan
mempertimbangkan penerapan
teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan
efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Langkah- Langkah Menyusun RPP Langkah-langkah menyusun
RPP adalah sebagai berikut. a) mengisi
kolom identitas, b) menentukan alokasi
waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan
yang telah ditetapkan, c) Menentukan KI,
KD, dan IPK yang akan digunakan yang
terdapat pada silabus yang telah disusun,
d) mengidentifikasi materi ajar
berdasarkan materi pokok/pembelajaran
yang terdapat dalam silabus, materi ajar
merupakan uraian dari materi
pokok/pembelajaran, e) menentukan
metode pembelajaran yang akan
digunakan, f) merumuskan langkah-
langkah yang terdiri dari kegiatan awal,
inti dan akhir. g) menentukan
alat/bahan/sumber belajar yang
digunakan, h) menyusun kriteria
penilaian, lembar pengamatan, contoh
soal, teknik penskoran dan kunci jawaban.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
dalam Menyusun RPP Dalam penyusunan RPP perlu
memperhatikan hal sebagai berikut: (a)
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 86
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
atau lebih, b) tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajar
yang harus di capai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetenrsi dasar, c)
tujuan pembelajaran dapat mencakupi
sejumlah indikator, atau satu tujuan
pembelajaran untuk beberapa indikator,
yang penting tujuan pembelajaran harus
mengacu pada pencapaian indikator, d)
Kegiatan pembelajaran (langkah-langkah
pembelajaran) dibuat setiap pertemuan,
bila dalam satu RPP terdapat 3 kali
pertemuan, dalam RPP tersebut terdapat 3
langkah pembelajaran, e). Bila terdapat
lebih dari satu pertemuan untuk indikator
yang sama, tidak perlu dibuatkan langkah
kegiatan yang lengkap untuk setiap
pertemuannya.
Bimbingan Berkelanjutan
Parson. 1951 (dalam RM Fatihah
http://eko13.wordpress.com) menyatakan,
“bimbingan sebagai bantuan yang
diberikan kepada individu untuk dapat
memilih, mempersiapkan diri dan
memangku suatu jabatan dan mendapat
kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya.”
Chiskon 1959 (dalam RM Fatihah
http://eko13.wordpress.com )
menyatakan, “bimbingan membantu
individu untuk lebih mengenal berbagai
informasi tentang dirinya sendiri.”
Berikutnya Bernard dan Fullmer
1969 (dalam RM Fatihah
http://eko13.wordpress.com) menyatakan
bahwa bimbingan dilakukan untuk
meningkatkan perwujudan diri individu.
Dapat dipahami bahwa bimbingan
membantu individu untuk
mengaktualisasikan diri dengan
lingkungannya. Menurut Tim Redaksi
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
bimbingan adalah petunjuk penjelasan
cara mengerjakan sesuatu, tuntutan.
Dari beberapa pengertian
bimbingan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa bimbingan adalah
pemberian bantuan kepada individu
secara berkelanjutan dan sistematis yang
dilakukan oleh seorang ahli yang telah
mendapat latihan khusus untuk
itu,dimaksudkan agar individu dapat
memahami dirinya, lingkungannya, serta
dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan
untuk dapat mengembangkan potensi
dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Redaksi Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
”berkelanjutan adalah berlangsung terus
menerus, berkesinambungan.”
Berdasarkan pengertian bimbingan
dan berkelanjutan dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa bimbingan
berkelanjutan adalah pemberian
bantuan yang diberikan seorang ahli
kepada seseorang atau individu secara
berkelanjutan berlangsung secara terus
menerus untuk dapat mengembangkan
potensi dirinya secara optimal dan
mendapat kemajuan dalam bekerja.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini berbentuk Penelitian
Tindakan Sekolah (School Action
Research), yaitu sebuah penelitian yang
merupakan kerjasama antara peneliti dan
guru, dalam meningkatkan kemampuan
guru agar menjadi lebih baik dalam
menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran .
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif,
dengan menggunakan teknik persentase
untuk melihat peningkatan yang terjadi
dari siklus ke siklus. ”Metode deskriptif
dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan/melukiskan
keadaan subjek/objek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat, dan
lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi, 1985:63).
Dengan metode ini peneliti berupaya
menjelaskan data yang peneliti
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 87
kumpulkan melalui komunikasi langsung
atau wawancara, observasi/pengamatan,
dan diskusi yang berupa persentase atau
angka-angka.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang
dialami oleh guru dalam menyusun RPP.
Selanjutnya peneliti memberikan
alternatif atau usaha guna meningkatkan
kemampuan guru dalam membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Hal-hal penting yang harus
diperhatikan dalam Penelitian Tindakan
Sekolah, menurut Sudarsono (1999:2)
yakni sebagai berikut.
(1) Rencana
Tindakan apa yang akan dilakukan
untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam menyusun RPP secara
lengkap. Solusinya yaitu dengan
melakukan: a) wawancara dengan
guru dengan menyiapkan lembar
wawancara, b) Diskusi dalam suasana
yang menyenangkan dan c)
memberikan bimbingan dalam
menyusun RPP secara lengkap.
(2) Pelaksanaan
Apa yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya meningkatkan
kompetensi guru dalam menyusun
RPP yang lengkap, yaitu dengan
memberikan bimbingan berkelanjutan
pada guru ..
(3) Observasi
Peneliti melakukan pengamatan
terhadap RPP yang telah dibuat
untuk memotret seberapa jauh
kemampuan guru dalam menyusun
RPP dengan lengkap, hasil atau
dampak dari tindakan yang telah
dilaksanakan oleh guru dalam
mencapai sasaran. Selain itu, peneliti
mencatat hal-hal yang terjadi dalam
pertemuan dan wawancara. Rekaman
dari pertemuan dan wawancara akan
digunakan untuk analisis dan
komentar kemudian.
(4) Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang telah
dilakukan. Berdasarkan hasil dari
refleksi ini, peneliti bersama guru
melaksanakan revisi atau perbaikan
terhadap RPP yang telah disusun
agar sesuai dengan rencana awal
yang mungkin saja masih bisa sesuai
dengan yang peneliti inginkan.
Prosedur penelitian adalah
suatu rangkaian tahap-tahap
penelitian dari awal sampai akhir.
Penelitian ini merupakan proses
pengkajian sistem berdaur
sebagaimana kerangka berpikir yang
dikembangkan oleh Suharsimi
Arikunto dkk. Prosedur ini mencakup
tahap-tahap: (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4)
refleksi. Keempat kegiatan tersebut
saling terkait dan secara urut
membentuk sebuah siklus. Penelitian
Tindakan Sekolah merupakan
penelitian yang bersiklus, artinya
penelitian dilakukan secara berulang
dan berkelanjutan sampai tujuan
penelitian dapat tercapai.
Alur PTS dapat dilihat pada
Gambar berikut :
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tindakan Sekolah
Rencana Pelaksanaan
Permasalahan Perencanaan
tindakan I Pelaksanaan
tindakan I
Pengamatan/
pengumpulan
data I
Refleksi
I
Permasalahan
baru hasil
refleksi
Pengamatan/
pengumpulan
data II
Perencanaan
tindakan II
Refleksi
II
Pelaksanaan
tindakan II
Apabila
permasalahan
belum
terselesaikan
Dilanjutkan ke
siklus
berikutnya
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 88
1. Siklus Pertama (Siklus I )
(1) Peneliti merencanakan tindakan
pada siklus I (membuat
format/instrumen wawancara,
penilaian RPP, rekapitulasi hasil
penyusunan RPP).
(2) Peneliti memberikan kesempatan
kepada guru untuk mengemukakan
kesulitan atau hambatan dalam
menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran.
(3) Peneliti menjelaskan kepada guru
tentang pentingnya RPP dibuat
secara lengkap.
(4) Peneliti memberikan bimbingan
dalam pengembangan RPP.
(5) Peneliti melakukan
observasi/pengamatan terhadap RPP
yang telah dibuat guru.
(6) Peneliti melakukan revisi atau
perbaikan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang
lengkap.
(7) Peneliti dan guru melakukan
refleksi.
2. Siklus Kedua (Siklus II)
(1) Peneliti merencanakan tindakan
pada siklus II yang didasarkan pada
revisi/perbaikan pada siklus I,
seperti menugasi guru menyusun
RPP yang kedua, mengumpulkan,
dan melakukan pembimbingan
penyusunan RPP.
(2) Peneliti melaksanakan tindakan
sesuai dengan rencana pada siklus
II.
(3) Peneliti melakukan
observasi/pengamatan terhadap RPP
yang telah dibuat guru.
(4) Peneliti melakukan perbaikan atau
revisi penyusunan RPP.
(5) Peneliti dan guru melakukan
refleksi.
Indikator Pencapaian Hasil Peneliti mengharapkan secara rinci
indikator pencapaian hasil paling rendah
78 % guru membuat kesebelas komponen
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
sebagai berikut.
(1) Komponen identitas mata pelajaran
diharapkan ketercapaiannya 100%.
(2) Komponen kompetensi inti dan
kompetensi dasar diharapkan
ketercapaiannya 85%.
(3) Komponen indikator pencapaian
kompetensi diharapkan
ketercapaiannya 75%.
(4) Komponen materi pembelajaran
diharapkan kecercapaian 75%.
(5) Komponen metode pembelajaran
diharapkan kecercapaiannya 75%.
(6) Komponen langkah-langkah kegiatan
pembelajaran diharapkan
ketercapaiannya 70%.
(7) Komponen media dan sumber belajar
diharapkan ketercapaiannya 70%.
(8) Komponen penilaian (soal, pedoman
penskoran, kunci jawaban)
diharapkan ketercapaiannya 75%.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi Hasil Penelitian
Dari hasil wawancara terhadap
delapan orang guru, peneliti memperoleh
informasi bahwa semua guru (delapan
orang) belum tahu kerangka penyusunan
RPP, hanya sekolah yang memiliki
dokumen standar proses (satu buah),
hanya dua orang guru yang pernah
mengikuti pelatihan pengembangan RPP,
umumnya guru mengadopsi dan
mengadaptasi RPP, kebanyakan guru
tidak tahu dan tidak paham menyusun
RPP secara lengkap, mereka setuju bahwa
guru harus menggunakan RPP dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang
dapat dijadikan acuan/pedoman dalam
proses pembelajaran. Selain itu,
kebanyakan guru belum tahu dengan
komponen-komponen RPP secara
lengkap.
Berdasarkan hasil observasi
peneliti terhadap delapan RPP yang
dibuat guru (khusus pada siklus I),
diperoleh informasi/data bahwa masih ada
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 89
guru yang tidak melengkapi RPP-nya
dengan komponen dan sub-subkomponen
RPP tertentu, misalnya komponen
indikator dan penilaian hasil belajar
(pedoman penskoran dan kunci jawaban).
Rumusan kegiatan siswa pada komponen
langkah-langkah kegiatan pembelajaran
masih kurang tajam, interaktif, inspiratif,
menantang, dan sistematis.
Dilihat dari segi kompetensi guru,
terjadi peningkatan dalam menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dari
siklus ke siklus . Hal itu dapat dilihat pada
lampiran Rekapitulasi Hasil Penyusunan
RPP dari Siklus ke Siklus (Lampiran 4).
Siklus I (Pertama)
a. Perencanaan ( Planning ) (1) Membuat lembar wawancara
(2) Membuat format/instrumen
penilaian RPP
(3) Membuat format rekapitulasi hasil
penyusunan RPP siklus I dan II
(4) Membuat format rekapitulasi hasil
penyusunan RPP dari siklus ke
siklus
b. Pelaksanaan (Acting)
Pada saat awal siklus I
indikator pencapaian hasil dari setiap
komponen RPP belum sesuai/tercapai
seperti rencana/keinginan peneliti. Hal
itu dibuktikan dengan masih adanya
komponen RPP yang belum dibuat
oleh guru. Delapan komponen RPP
yakni sebagai berikut.
(1) identitas mata pelajaran
(2) kompetensi inti dan kompetensi
dasar
(3) indikator pencapaian kompetensi,
(4) materi pembelajaran
(5) metode pembelajaran
(6) langkah-langkah pembelajaran
(7) media dan sumber belajar
(8) penilaiaan hasil belajar (soal,
pedoman penskoran, dan kunci
jawaban).
c. Observasi
Observasi dilaksanakan Selasa,
28 Agustus 2018, terhadap delapan
orang guru. Hasil observasi tampak
dalam tabel berikut. Tabel 4.1 Rekapitulasi Penilaian RPP
(Siklus I)
No Komponen NILAI
Skor Persentase
(%) 1 2 3 4
1 Mencantumkan
Identitas 0 0 0 8 32 100,0
2 Mencantumkan
KI dan KD 0 1 2 5 28 87,5
3 Mencantumkan
IPK 0 1 6 1 24 75,0
4
Mencantumkan
Materi
Pembelajaran
0 0 7 1 25 78,1
5
Mencantumkan Metode
Pembelajaran
0 0 0 8 32 100,0
6
Mencantumkan Langkah-
Langkah
Pembelajaran
0 2 6 0 22 68,8
7
Mencantumkan Media dan
Sumber Belajar
0 1 5 2 25 78,1
8 Mencantumkan
Penilaian 0 0 8 0 24 75,0
Persentase Rata-Rata (%) 82,8
Catatan :
Skor 1 : Tidak Mencantumkan
Skor 2 : Mencantumkan tapi tidak sinkron
Skor 3 : Mencantumkan secara singkat
Skor 4 : Mencantumkan secara lengkap
dan sinkron
Jika dibuat dalam bentuk grafik,
akan tampak seperti grafik yang berikut
ini.
Grafik 4.1 Rekapitulasi Penilaian RPP
(Siklus I)
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 90
Berdasarkan tabel dan grafik
tersebut, tampak bahwa semua
Responden yang dijadikan subjek
penelitian (8 guru), semuanya
menyusun RPP. Akan tetapi, ada
beberapa hal yang dapat dikemukakan
dalam kaitannya dengan hal tersebut,
yakni sebagai berikut.
(1) Pada komponen mencantumkan
identitas dan metode pembelajaran
semua Responden telah
melakukannya dengan baik
(100%).
(2) Pada komponen KI/KD, IPK, dan
Media/Sumber Belajar masing-
masing ada 1 Responden yang
masih mendapatkan skor 2.
(3) Pada komponen langkah-langkah
pembelajaran ada 1 Responden
yang masih mendapatkan skor 2
Untuk komponen penilaian
hasil belajar, dapat dikemukakan
beberapa hal sebagai berikut.
(1) Satu orang tidak melengkapinya
dengan teknik dan bentuk
instrumen.
(2) Satu orang tidak melengkapinya
dengan teknik, bentuk instumen,
soal, pedoman penskoran, dan
kunci jawaban.
(3) Dua orang tidak melengkapinya
dengan teknik, pedoman
penskoran, dan kunci jawaban.
(4) Satu orang tidak melengkapinya
dengan soal, pedoman penskoran,
dan kunci jawaban.
(5) Satu orang tidak melengkapinya
dengan pedoman penskoran dan
kunci jawaban. Selanjutnya
mereka dibimbing dan disarankan
untuk melengkapinya.
Siklus II (Kedua)
Siklus kedua juga terdiri dari
empat tahap, yakni (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)
refleksi. Tahap perencanaan dan
pelaksanaan sama seperti pada Siklus I.
Observasi dilaksanakan Selasa, 18
September 2018, terhadap delapan orang
guru. Hasil observasi tampak dalam tabel
berikut.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Penilaian
RPP (Siklus II)
No Komponen NILAI
Skor Persentase
(%) 1 2 3 4
1 Mencantumkan
Identitas 0 0 0 8 32
100,0
2 Mencantumkan KI dan KD
0 0 2 6 30 93,8
3 Mencantumkan
IPK 0 0 0 8 32
100,0
4
Mencantumkan
Materi
Pembelajaran
0 0 0 8 32
100,0
5
Mencantumkan
Metode Pembelajaran
0 0 0 8 32 100,0
6
Mencantumkan
Langkah-Langkah
Pembelajaran
0 0 6 2 26
81,3
7
Mencantumkan Media dan
Sumber
Belajar
0 0 0 8 32
100,0
8 Mencantumkan Penilaian
0 0 8 0 24 75,0
Persentase Rata-Rata (%) 93,8
Catatan :
Skor 1 : Tidak Mencantumkan
Skor 2 : Mencantumkan tapi tidak sinkron
Skor 3 : Mencantumkan secara singkat
Skor 4 : Mencantumkan secara lengkap dan sinkron
Jika dibuat dalam bentuk grafik,
akan tampak seperti grafik yang berikut
ini.
Grafik 4.2 Rekapitulasi Penilaian RPP
(Siklus II)
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 91
Berdasarkan grafik dan tabel
tersebut, tampak bahwa semua Responden
yang dijadikan subjek penelitian (8 guru),
semuanya menyusun RPP. Akan tetapi,
ada beberapa hal yang dapat dikemukakan
dalam kaitannya dengan hal tersebut,
yakni sebagai berikut.
(1) Pada komponen mencantumkan
identitas, IPK, materi, metode, dan
media/sumber belajar semua
Responden telah melakukannya
dengan baik (100%).
(2) Tidak ada Responden yang
mendapakan skor 1 atau 2.
Untuk komponen penilaian hasil
belajar, dapat dikemukakan sebagai
berikut.
(1) Satu orang keliru dalam menentukan
teknik dan bentuk instrumennya.
(2) Satu orang keliru dalam menentukan
bentuk instrumen berdasarkan teknik
penilaian yang dipilih.
(3) Dua orang kurang jelas dalam
menentukan pedoman penskoran.
(4) Satu orang tidak menuliskan rumus
perolehan nilai siswa.
(5) Selanjutnya mereka dibimbing dan
disarankan untuk melengkapinya.
Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah
dilaksanakan di SD Negeri Ketabang I /
288 Surabaya yang merupakan sekolah
binaan peneliti. Penelitian dilaksanakan
dalam dua siklus. Kedelapan guru tersebut
menunjukkan sikap yang baik dan
termotivasi dalam menyusun RPP dengan
lengkap. Hal itu peneliti ketahui dari hasil
pengamatan pada saat melakukan
wawancara dan bimbingan penyusunan
RPP.
Selanjutnya dilihat dari
kompetensi guru dalam menyusun RPP,
terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus
II. Untuk itu, perhatikan perbandingan
antara Siklus I dan II, seperti tampak
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.3 Perbandingan Penilaian RPP
antara Siklus I dan II
No Komponen
Nilai Siklus Skor
Siklus
Persentase
Siklus (%)
I II
I II I II
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Identitas
Mapel 0 0 0 8 0 0 0 8 32 32 100,0 100,0
2 KI dan KD 0 1 2 5 0 0 2 6 28 30 87,5 93,8
3 IPK 0 1 6 1 0 0 0 8 24 32 75,0 100,0
4 Materi
Pembelajaran 0 0 7 1 0 0 0 8 25 32 78,1 100,0
5 Metode
Pembelajaran 0 0 0 8 0 0 0 8 32 32 100,0 100,0
6 Langkah
Pembelajaran 0 2 6 0 0 0 6 2 22 26 68,8 81,3
7 Media/Sumber
Belajar 0 1 5 2 0 0 0 8 25 32 78,1 100,0
8 Penilaian 0 0 8 0 0 0 8 0 24 24 75,0 75,0
Persentase Rata-Rata (%) 82,8 93,8
Jika tabel tersebut dibuat dalam
bentuk grafik, akan tampak seperti grafik
yang berikut.
Grafik 4.3 Perbandingan Penilaian RPP antara
Siklus I dan II
1. Komponen Identitas Mata Pelajaran
Pada siklus I semua guru
(delapan orang) mencantumkan
identitas mata pelajaran dalam RPP-
nya. Jika dipersentasekan sebesar
100%. Hasil yang sama terdapat pada
Siklus II. Dengan demikian, pada
komponen tersebut guru sudah tidak
menemui kendala.
2. Komponen Kompetensi Inti dan
Kompetensi dasar
Pada siklus I semua guru
(delapan orang) mencantumkan KI dan
KD dalam RPP-nya. Pada Siklus I ada
1 guru yang mendapatkan skor 2.
Sementara itu, pada Siklus II telah
menunjukkan peningkatan karena tidak
ada lagi guru yang mendapatkan skor
2. Dengan demikian, persentasenya
pun mengalami peningkatan dari 87,5
pada Siklus I menjadi 93,8 pada Siklus
II.
3. Komponen Indikator Pencapaian
Kompetensi Pada siklus pertama tujuh orang
guru mencantumkan indikator
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 92
pencapaian kompetensi dalam RPP-
nya (melengkapi RPP-nya dengan
indikator pencapaian kompetensi).
Sedangkan satu orang tidak
mencantumkan/melengkapinya. Jika
dipersentasekan, 56%. Dua orang guru
masing-masing mendapat skor 1 dan 2
(kurang baik dan cukup baik). Empat
orang guru mendapat skor 3 (baik).
Pada siklus kedua kedelapan guru
tersebut mencantumkan indikator
pencapaian kompetensi dalam RPP-
nya. Tujuh orang mendapat skor 3
(baik) dan satu orang mendapat skor 4
(sangat baik). Jika dipersentasekan,
78%, terjadi peningkatan 22% dari
siklus I.
4. Komponen Materi Pembelajaran
Pada siklus pertama semua
guru (delapan orang) mencantumkan
materi ajar dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan materi
ajar). Jika dipersentasekan, 66%. Satu
orang guru masing-masing mendapat
skor 1 dan 4 (kurang baik dan sangat
baik), dua orang mendapat skor 2
(cukup baik), dan empat orang
mendapat skor 3 (baik). Pada siklus
kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan materi ajar dalam RPP-
nya. Enam orang mendapat skor 3
(baik) dan dua orang mendapat skor 4
(sangat baik). Jika dipersentasekan,
81%, terjadi peningkatan 15% dari
siklus I.
5. Komponen Metode Pembelajaran
Pada siklus pertama semua
guru (delapan orang) mencantumkan
metode pembelajaran dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan metode
pembelajaran). Jika dipersentasekan,
72%. Dua orang guru mendapat skor 2
(cukup baik), lima orang mendapat
skor 3 (baik), dan satu orang mendapat
skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua
kedelapan guru tersebut
mencantumkan metode pembelajaran
dalam RPP-nya. Satu orang mendapat
skor 2 (cukup baik), enam orang
mendapat skor 3 (baik), dan satu orang
mendapat skor 4 (sangat baik). Jika
dipersentasekan, 75%, terjadi
peningkatan 3% dari siklus I.
6. Komponen Langkah-Langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pada siklus pertama semua
guru (delapan orang) mencantumkan
langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran). Jika
dipersentasekan, 53%. Tujuh orang
guru mendapat skor 2 (cukup baik),
sedangkan satu orang mendapat skor 3
(baik). Pada siklus kedua kedelapan
guru tersebut mencantumkan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran dalam
RPP-nya. Satu orang mendapat skor 2
(cukup baik) dan tujuh orang mendapat
skor 3 (baik). Jika dipersentasekan,
72%, terjadi peningkatan 19% dari
siklus I.
7. Komponen Media dan Sumber
Belajar
Pada siklus pertama semua
guru (delapan orang) mencantumkan
sumber belajar dalam RPP-nya
(melengkapi RPP-nya dengan sumber
belajar). Jika dipersentasekan, 66%.
Tiga orang guru mendapat skor 2
(cukup baik), sedangkan lima orang
mendapat skor 3 (baik). Pada siklus
kedua kedelapan guru tersebut
mencantumkan sumber belajar dalam
RPP-nya. Dua orang mendapat skor 2
(cukup baik) dan enam orang
mendapat skor 3 (baik). Jika
dipersentasekan, 69%, terjadi
peningkatan 3% dari siklus I.
8. Komponen Penilaian Hasil Belajar
Pada siklus pertama semua
guru (delapan orang) mencantumkan
penilaian hasil belajar dalam RPP-nya
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 93
meskipun sub-sub komponennya
(teknik, bentuk instrumen, soal),
pedoman penskoran, dan kunci
jawabannya kurang lengkap. Jika
dipersentasekan, 56%. Dua orang guru
masing-masing mendapat skor 1 dan 3
(kurang baik dan baik), tiga orang
mendapat skor 2 (cukup baik), dan satu
orang mendapat skor 4 (sangat baik).
Pada siklus kedua kedelapan guru
tersebut mencantumkan penilaian hasil
belajar dalam RPP-nya meskipun ada
guru yang masih keliru dalam
menentukan teknik dan bentuk
penilaiannya. Tujuh orang mendapat
skor 3 (baik) dan satu orang mendapat
skor 4 (sangat baik). Jika
dipersentasekan, 78%, terjadi
peningkatan 22% dari siklus I.
Berdasarkan pembahasan di atas
terjadi peningkatan kompetensi guru
dalam menyusun RPP. Pada siklus I nilai
rata-rata komponen RPP 69%, pada
siklus II nilai rata-rata komponen RPP
83%, terjadi peningkatan 14%.
Untuk mengetahui lebih jelas
peningkatan setiap komponen RPP, dapat
dilihat pada lampiran Rekapitulasi Hasil
Penyusunan RPP dari Siklus ke Siklus SD
Negeri Ketabang I / 288 Surabaya.
Sementara itu hasil angket dapat
diperhatikan pada hasil rekapitulasi,
seperti tampak pada tabel yang berikut.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Angket Motivasi Guru No Pertanyaan SS S TS STS
1 Guru wajib memiliki standar proses dan standar penilaian
√
2 Guru berkewajiban membuat
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
√
3 Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran digunakan
sebagai acuan dalam mengajar
√
4 Dalam penyusunan RPP
paling sedikit memuat lima komponen, yaitu tujuan
pembelajaran, materi ajar,
metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil
belajar
√
5 Indikator Pencapaian
Kompetensi menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh
peserta didik
√
6 Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan √
7 Metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik setiap
indikator dan kompetensi
yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran
√
8 Sumber belajar didasarkan
pada KI, KD, Materi ajar,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi
√
9 Penilaian hasil belajar mengacu kepada standar
penilaian √
10 Komponnen penilaian dilengkapi dengan soal,
pedoman penskoran, dan
kunci jawaban
√
11 RPP yang sudah dibuat perlu direvisi apabila tidak dapat
dilaksanakan di kelas √
Keterangan: STS = Sangat tidak setuju, (skor 1)
TS = Tidak setuju (skor 2)
S = Setuju (skor 3) ST = Sangat setuju (skor 4)
Dari tabel tersebut
terindikasikan bahwa semua guru
telah memahami hal-hal pokok dalam
kaitannya dengan penyusunan RPP.
Dengan demikian, sesungguhnya guru
telah memahami peran penting RPP
dalam keberhasilan pembelajaran.
Akan tetapi, faktor keengganan
menjadi faktor utama bagi guru dalam
menyusun RPP.
Simpulan
Berdasarkan hasil Penelitian
Tinadakan Sekolah (PTS) dapat
disimpulkan sebagai berikut.
(1) Bimbingan berkelanjutan dapat
meningkatkan motivasi guru dalam
menyusun RPP dengan lengkap.
Guru menunjukkan keseriusan dalam
memahami dan menyusun RPP
apalagi setelah mendapatkan
bimbingan pengembangan/
penyusunan RPP dari peneliti.
Informasi ini peneliti peroleh dari
hasil pengamatan pada saat
mengadakan wawancara dan
bimbingan
pengembangan/penyusunan RPP
kepada para guru.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 94
(2) Bimbingan berkelanjutan dapat
meningkatkan kompetensi guru
dalam menyusun RPP. Hal itu dapat
dibuktikan dari hasil observasi
/pengamatan yang memperlihatkan
bahwa terjadi peningkatan
kompetensi guru dalam menyusun
RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus
I nilai rata-rata komponen RPP 69%
dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi
peningkatan 14% dari siklus I.
Daftar Rujukan
Daradjat, Zakiyah. 1980. Kepribadian
Guru. Jakarta: Bulan Bintang.
Dewi, Kurniawati Eni . 2009.
Pengembangan Bahan Ajar
Bahasa Dan Sastra Indonesia
Dengan Pendekatan Tematis.
Tesis. Surakarta: Program
Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret.
Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.
2005. UU RI No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Jakarta:
Depdiknas.
2005. Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
2007. Permendiknas RI No. 41
Tahun 2007a tentang Standar
Proses. Jakarta: Depdiknas.
2007. Permendiknas RI No. 12
Tahun 2007b tentang Standar
Pengawas Sekolah/Madrasah.
Jakarata: Depdiknas.
2008. Perangkat Pembelajaran
Kurikulum Tingkat Satuan
Pembelajaran SMA. Jakarta.
2008. Alat Penilaian
Kemampuan Guru. Jakarta:
Depdiknas.
2009. Petunjuk Teknis
Pembuatan Laporan Penelitian
Tindakan Sekolah Sebagai Karya
Tulis Ilmiah dalam Kegiatan
Pengembangan Profesi
Pengawas Sekolah. Jakarta.
Fatihah, RM . 2008. Pengertian
Konseling
(Http://eko13.wordpress.com,
diakses 19 Maret 2009).
Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru di
Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.
Kemendiknas. 2010. Penelitian Tindakan
Sekolah. Jakarta.
2010. Supervisi Akademik.
Jakarta.
Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi
(http://massofa.wordpress.com
diakses pada 10 Agustus 2009).
Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian
Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurhadi. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Pidarta, Made . 1992. Pemikiran tentang
Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2009. Kompetensi Dasar
Pengawas Dimensi dan
Indikator. Jakarta : Binamitra
Publishing.
Suharjono. 2003. Menyusun Usulan
Penelitian. Jakarta: Makalah
Disajikan
pada Kegiatan Pelatihan Tehnis Tenaga
Fungsional Pengawas.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif.
Yogyakarta: Hikayat Publishing.
2006. Guru Sebagai Profesi.
Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi kedua
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 95
ISSN : 2337-3253
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI MEMBANDINGKAN
BANYAK BENDA MELALUI MEDIA SEDOTAN
SISWA KELAS I SD NEGERI NGAGEL I/394 SURABAYA
(Ida Handriyani)
ABSTRACT
This research is motivated by the many students of SDN Ngangel 1/390 Surabaya
class I-a who have not finished in Mathematics especially in the subject matter
comparing many objects. The factors that become students' weaknesses in comparing
many objects include: 1) students lack mastery in the comparison of many objects, 2)
students are not careful in comparing many objects, 3) students are less able to
concentrate when the teacher explains material comparing many objects
This is caused by the pattern of teaching so far still with the stages of providing
information about lecture material and without using concrete learning media so that
students become bored and bored and students are less actively involved in learning
activities.
The purpose of this study was to determine the activity and learning outcomes of
class I students of SD Negeri Ngagel I / 394 Surabaya in semester 1 of the school year
2018/2019 with the application of straw media.
The design of this study uses a classroom action research procedure with two
cycles of activities. The research subjects were class I students of SD Negeri Ngagel I /
394 Surabaya in the first semester of the 2018/2019 academic year totaling 28 students.
Data obtained from the results of observation of teacher activities and student
activities during learning activities as well as tests of student learning outcomes
conducted at the end of learning activities.
Based on the results of data analysis that has been done after the application of
media straws in Mathematics learning can be obtained the following results. Teacher
activity in cycle I was 73.75%, while in cycle II it was 85%. While the activity of
students in cycle I was 61.90% and in cycle II 70.78%.
While the student learning outcomes test also increased, the percentage of
completeness learning in Cycle I was 67.86% and increased in the second cycle to
82.14%. The average value in Cycle I was 76.86 and increased in the second cycle to
81.10.
Based on the results of the above research it can be concluded that the use of media
straws in Mathematics learning in the subject matter comparing many objects can
increase student activity and student learning outcomes.
Keywords: "Straws learning media, activeness, learning outcomes, mathematics"
Pendahuluan
Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional
menyebutkan pendidikan memiliki tujuan
mengembangkan potensi-potensi yang
dimiliki oleh peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak
mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang
berdemokratis serta bertanggung jawab.
Melalui pendidikan nasional diharapkan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 96
dapat mewujudkan peserta didik yang
secara utuh memiliki berbagai kecerdasan,
baik kecerdasan spiritual, emosional,
sosial intelektual maupun kecerdasan
kinestetika sehingga mampu memberikan
konstribusi yang besar terhadap kemajuan
bangsa serta sarana dalam membangun
watak bangsa.
Untuk mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas harus
ditanamkan sejak usia sekolah dasar (SD).
Salah satu cara membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas melalui
pembelajaran Matematika. Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran
wajib yang harus ditempuh oleh siswa di
sekolah dasar. Oleh karena itu
pembelajaran Matematika tidak boleh
dikesampingkan karena dari mata
pelajaran Matematika di sekolah dasar
merupakan dasar pengetahuan yang
menjadi pedoman untuk menempuh
pembelajaran matematika di tingkat
selanjutnya.
Menurut Karso (2008: 1.39)
“Matematika adalah ilmu deduktif,
aksiomatik, dan formal, hirarkis, abstrak
dan bahasa symbol yang banyak arti”.
Pendapat serupa juga di ungkapkan oleh
Ruseffendi (dalam Karso, 2008: 1.39)
yang menyatakan “Matematika
terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak
terdefinisikan, definisi-definisi, aksioma-
aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan
kebenarannya dan berlaku secara umum”.
Oleh karena itu pelajaran Matematika
dianggap siswa pelajaran yang paling
sulit. Menurut Rachman (2011)
“Matematika merupakan suatu ilmu
berpikir. Pelajaran Matematika boleh
dibilang pelajaran yang menggunakan
simbol-simbol sehingga cenderung
bersifat abstrak.
Dari hasil diskusi dengan guru
sejawat di SDN Ngagel I/394 Surabaya
dapat diuraikan penyebab kelemahan
siswa dalam belajar matematika pada
materi membandingkan banyak benda
salah satunya adalah pola pengajaran
selama ini masih dengan tahapan-tahapan
memberikan informasi tentang materi-
materi yang bersifat ceramah. Untuk
mengatasi masalah perlu difikirkan cara-
cara mengatasinya. Karena dalam
kurikulum 2013 menyebutkan tujuan
pembelajaran metematika yang menitik
beratkan pada cara melatih berfikir dan
nalar, mengembangkan aktifitas kreatif,
mengembangkan pemecahan masalah dan
mengkomunikasikan gagasan. Upaya
yang dapat dilakukan mulai dari proses
pembelajaran, perbaikan dan dukungan
sarana dan prasarana, meningkatkan
kemampuan guru dalam mengajar.
Untuk mengatasi masalah di atas
peneliti lebih menekankan pada proses
pembelajarannya, karena proses tersebut
merupakan tugas dan tanggung jawab
seorang guru sehari-hari dan berdampak
pada tugas-tugas siswa di kelas
berikutnya. Proses pembelajaran yang
diperlukan dalam mendorong siswa untuk
memahami masalah dalam matematika,
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
siswa dalam menyusun rencana
penyelesaian dan melibatkan siswa secara
aktif dalam menemukan sendiri
penyelesaian masalah yang berkaitan
dengan perbandingan banyak benda
adalah melalui pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran. Media
pembelajaran yang dimaksud adalah
media sedotan. Media sedotan ini
berbentuk segi empat dengan empat kotak
yang menempel atau disebut dengan
kantong bilangan. Kantong bilangan
tersebut berfungsi sebagai penentu nilai
suatu bilangan, yaitu satuan, puluhan,
ratusan, dan ribuan.
Dengan menggunakan media
sedotan diharapkan siswa mampu bekerja
sama menyelesaikan tugas akademik dan
menciptakan sesuatu yang inovatif dalam
memahami pelajaran sehingga
memperoleh hasil belajar yang
memuaskan.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 97
Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Kustandi dan Sutjipto
(2013: 8) berpendapat bahwa media
pembelajaran adalah alat yang dapat
membantu proses belajar mengajar dan
berfungsi untuk memperjelas makna pesan
yang disampaikan, sehingga. Sedangkan
menurut Latuheru (dalam Hamdani,
2005:8) menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah bahan, alat atau
teknik yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dengan maksud agar proses
interaksi komunikasi edukasi antara guru
dan siswa dapat berlangsung secara tepat
guna dan berdayaguna.
Kegunaan Media
Menurut Sudjana dan Rivai (2001:
2) mengatakan media pengajaran dalam
proses belajar siswa antara lain : (1)
Pengajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar, (2) Bahan pengajaran
akan lebih jelas maknanya sehingga akan
lebih dipahami oleh para siswa dan
memungkinkan siswa mencapai tujuan
pengajaran lebih baik, (3) Metode
mengajar akan lebih bervariasi, (4) Siswa
lebih banyak melakukan kegiatan belajar,
sebab tidak hanya mendengarkan uraian
guru tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan dan lain-lain.
Media Konkret
Menurut Bahri dan Zain, (2006:
121), “Benda konkret (nyata) atau benda
sesungguhnya merupakan suatu obyek
yang dapat memberikan rangsangan yang
amat penting bagi siswa dalam
mempelajari berbagai hal terutama yang
menyangkut keterampilan tertentu”.
Sedangkan menurut Sumantri (2004: 178)
media konkrit adalah segala sesuatu yang
sebenarnya dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat
peserta didik sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif
dan efisien menuju kepada tercapainya
tujuan yang diharapkan.
Fungsi Media Konkret
Sumantri (2004: 178) menjelaskan
bahwa secara umum media konkret
berfungsi sebagai (1) alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar
yang efektif, (2) bagian integral dari
keseluruhan situasi mengajar, (3)
meletakkan dasar-dasar yang konkret dan
konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi pemahaman yang bersifat
verbalisme, (4) mengembangkan motivasi
belajar peserta didik, dan (5)
mempertinggi mutu belajar mengajar.
Sedangkan Arsyad (2006: 25)
menjelaskan fungsi media konkret sebagai
berikut:
1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret
untuk berfikir, oleh karena itu
mengurangi verbalisme.
2) Memperbesar perhatian siswa.
3) Meletakkan dasar-dasar yang penting
untuk perkembangan belajar, oleh
karena itu membuat pelajaran lebih
mantap.
4) Memberikan pengalaman nyata yang
dapat menumbuhkan kegiatan berusaha
sendiri dikalangan siswa.
5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur
dan kontinyu, terutama melalui gambar
hidup.
6) Membantu tumbuhnya pengertian yang
dapat membantu perkembangan
kemampuan berbahaya.
Kelebihan dan Kekurangan Media
Konkret
Kelebihan media pembelajaran
menurut Harjanto (1997: 245) yaitu: 1)
Memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu verbalistis (tahu kata- katanya,
tetapi tidak tahu maksudnya); 2)
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan
daya indra; 3) Dengan menggunakan
media pembelajaran yang tepat dan
bervariasi dapat mengatasi sikap pasif
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 98
siswa; 4) Dapat menimbulkan persepsi
yang sama terhadap suatu masalah. Selain
itu kelebihan lain dari media konkret yaitu
memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk belajar secara mandiri dan
ikut terlibat aktif dalam proses
pembelajaran.
Sedangkan kekurangan dari media
konkret yaitu terdapat beberapa benda
yang sulit untuk dihadirkan karena terlalu
berbahaya bagi peserta didik. Media
benda konkret ini tergolong mahal dalam
biaya perawatan karena alat yang
digunakan berasal dari benda asli atau
benda yang sesungguhnya yang memiliki
sifat mudah rusak. Sedangkan menurut
Sumantri (2004: 176), kekurangan media
benda konkrit antara lain: memerlukan
tambahan anggaran biaya pendidikan,
memerlukan ruang dan tempat yang
memadai jika media tersebut berukuran
besar, apabila media yang diperlukan sulit
didapat, maka akan menghambat proses
pembelajaran, baik guru atau siswa harus
mampu menggunakan media
pembelajaran tersebut
Langkah Media Konkret dalam
Pembelajaran Matematika
Langkah-langkah penggunaan
media konkrit antara lain sebagai berikut:
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
pemanfaatan media konkret pada siswa
kelas I-A SDN Ngagel I/ 394 Surabaya
adalah sebagai berikut (a) Dengan
menggunakan benda konkrit seperti
sedotan, pada konsep membandingkan
banyak benda siswa diminta mengambil 8
buah sedotan, kemudian diletakkan ke
dalam sebuah gelas plastik selanjutnya
mengambil lagi 5 buah sedotan dan
diletakkan digelas satunya, selanjutnya
siswa diminta membandingkan sedotan
yang berada digelas satu dan gelas dua,
kemudian siswa diminta membandingkan
lebih banyak sedotan yang berada digelas
satu (b) siswa masing-masing mendapat 1
ikat sedotan dengan jumlah sedotan 20
buah, (c) siswa mendemonstrasikan
contoh/soal dengan sedotan, demikian
seterusnya, dan (d) dan dibagian akhir
pembelajaran siswa membuat kesimpulan
dengan bimbingan guru.
Pengertian Hasil Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2010: 2). Menurut Djamarah (2008: 13)
belajar merupakan serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkunganya yang menyangkut
kognitif, afektif dan psikomotor.
Sedangkan menurut Sudjana (2013:
2) Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang, perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan
tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek
yang ada pada individu yang belajar.
Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana
(2013: 22) adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-
tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.
Selanjutnya dari informasi tersebut guru
dapat menyusun dan membina kegiatan-
kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk
keseluruhan kelas maupun individu.
Sedangkan menurut Susanto (2013:
5) menjelaskan hasil belajar merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif dan psikomotor sebagai
hasil dari hasil belajar. Untuk mengetahui
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 99
hasil belajar yang ingin dicapai apakah
telah sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dapat diketahui melalui
evaluasi. Penilaian hasil belajar siswa
mencakup segala hal yang dipelajari di
sekolah baik itu pengetahuan, sikap dan
keterampilan
Faktor-Faktor Belajar
Susanto (2013: 12) menjelaskan ada
dua factor yang mempengaruhi hasil
belajar yaitu: (1) Siswa, dalam arti
kemampuan berpikir atau tingkah laku
intelektual, motivasi, minat dan kesiapan
siswa baik jasmani maupun rohani. (2)
lingkungan yaitu sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreatifitas guru, sumber-
sumber belajar, metode serta dukungan
lingkungan keluarga dan lingkungan
sekitar. Pendapat yang sama juga
disampaikan oleh Sudjana, menurut
Sudjana (2010: 39) hasil belajar
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor dari dalam diri siswa dan faktor
lingkungan.
Faktor dalam diri siswa adalah
faktor yang datang dari dalam diri siswa
terutama kemampuan yang dimilikinya.
Faktor kemampuan siswa sangat besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil yang
dicapai. Menurut Clark (dalam Sudjana,
2010: 39) hasil belajar siswa di sekolah
70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa
sedangkan 30% dipengaruhi oleh
lingkungan. Sudjana menambahkan selain
faktor yang dimiliki siswa ada juga faktor
lain, seperti motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik
dan faktor psikis.
Faktor lingkungan adalah faktor
yang terdapat di luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yang ingin
dicapai. Salah satu lingkungan belajar
yang paling dominan mempengaruhi hasil
belajar disekolah adalah kualitas
pengajaran, yang dimaksud kualitas
pengajaran adalah tinggi rendahnya atau
efektif tidaknya proses belajar mengajar
dalam mencapai tujuan pengajaran.
Menurut Sudjana (2010: 40-42) selain
faktor utama ada pula faktor lain yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor
guru, faktor kelas dan faktor sekolah.
Pengertian Belajar Matematika
Pengertian belajar menurut Sudjana
(2010: 28) adalah proses terjadinya
perubahan tingkah laku siswa melalui
berbagai pengalaman yang diperolehnya.
Perubahan tingkah laku yang terjadi
adalah perubahan tingkah laku dari
negatif ke positif. Sedangkan menurut
Hilgrad dan Brower (dalam Hamalik,
2008: 45) belajar sebagai perubahan
dalam perbuatan melalui aktifitas, praktek
dan pengalaman.
Sedangkan menurut Karso (2008 :
1.39) menyatakan bahwa Matematika
adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal,
hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang
padat arti dan semacamnya.
Metode
Penelitian ini didesain sebagai
penelitian tindakan kelas (PTK). Setiap
siklus terdiri atas dua pertemuan. Siklus-
siklus tersebut terdiri atas empat tahap,
yakni perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Untuk itu,
prosedur penelitian yang digunakan
adalah model spiral dari Kemmis dan
Taggart (Arikunto, 2010:97)
Refleksi
Observasi
Refleksi
Observasi
Refleksi
Observasi
Rencana
awal
Rencana
yang direvisi
Rencana
yang direvisi
Siklus II
Siklus III
Siklus I
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 100
Bagan 1 Penelitian Model Spiral Kemmis &
Mctaggart
Langkah-langkah pada siklus
tersebut, yaitu (1) perencanaan tindakan,
(2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi,
dan (4) refleksi. Langkah-langkah tersebut
dipaparkan berikut ini.
Perencanaan (1) Menyusun skenario pembelajaran yaitu
membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan media sedotan.
(2) Menyiapkan lembar kerja yang akan
dibagikan kepada siswa..
(3) Menyiapkan media sedotan yang akan
digunakan dalam kegiatan
pembelajaran
(4) Mempersiapkan instrumen
pengumpulan data, yakni lembar
observasi, angket, kisi-kisi soal, soal
evaluasi, dan lembar penilaian.
Pelaksanaan Tindakan Tindakan ini dilakukan akan
berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat dan dalam pelaksaannya bersifat
fleksibel dan terbuka terhadap perubahan
yang memungkinkan untuk diubah.
Penelitian yang akan dilakukan adalah
melalui 2 (dua) siklus dengan ketentuan
setiap siklus 2 kali pertemuan. Berikut
adalah garis besar pelaksanaan penelitian
di setiap siklus.
Tahap pengamatan dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Pada tahap ini peneliti bersama guru kelas
I-B yang bertindak sebagai pengamat
berusaha untuk mengenali, merekam dan
mendokumentasikan seluruh proses
penelitian dan perubahan maupun
kejadian-kejadian yang terjadi baik yang
diakibatkan oleh tindakan terencana atau
efek lanjutan yang diterjadi setelah
penerapan tindakan. Pengamatan
dilakukan secara terus-menerus mulai dari
awal pembelajaran hingga akhir
pembelajaran. Hasil pengamatan yang
diperoleh dalam satu siklus memberikan
pengaruh pada penyusunan perencanaan
tindakan yang akan dilakukan pada siklus
berikutnya. Hasil penemuan dalam
pengamatan ini kemudian didiskusikan
bersama guru kelas I-B kemudian
direfleksi sebagai dasar untuk menyusun
perencanaan pada siklus berikutnya.
Refleksi Refleksi dilakukan dengan
mencermati kembali secara intensif
kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan sesuatu yang diharapkan
atau tidak diharapkan terjadi (kelebihan
dan kekurangan selama tindakan).
Refleksi dilakukan dengan cara berikut:
(1) Mengecek kelengkapan data yang
terjaring selama proses tindakan;
(2) Mendiskusikan data yang telah
terkumpul bersama observer berupa
hasil pengamatan, angket, dan hasil
evaluasi.
Menyusun rencana tindakan
berikutnya yang dirumuskan dalam
skenario pembelajaran dengan berdasar
pada analisis data siklus I untuk
menyusun tindakan yang akan dilakukan
pada siklus berikutnya.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
kelas I-A SD Negeri Ngagel I/ 394
Surabaya. Sekolah ini berada di Jl Ngagel
211 A Kecamatan Wonokromo Kota
Surabaya. Sekolah ini dipilih karena
peneliti adalah guru di sekolah tersebut.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas
I-A SD Negeri Ngagel I/ 394 Surabaya
tahun pelajaran 2018/2019 berjumlah 28
siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki
dan 9 siswa perempuan.
Jenis Data
Ada dua jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini, yakni sebagai
berikut.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 101
3. Data pertama berupa tes, yakni tes
hasil evaluasi belajar siswa pada materi
jenis-jenis pekerjaan.
4. Data kedua berupa hasil observasi
pelaksanaan pembelajaran melalui
metode role playing dan angket respon
siswa.
Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan dua alat
pengumpulan data, yaitu observasi dan tes
tulis. Observasi digunakan untuk
mengamati kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran dan aktifitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sedangkan tes tulis
digunakan untuk mendapatkan data
tentang hasil belajar siswa diakhir
pembelajaran siklus pertama dan siklus
berikutnya.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data observasi
terdiri dari observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran dan aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran.
Sedangkan analisis data tes hasil belajar
terdiri dari analisis nilai tes siswa diakhir
pembelajaran.
Analisis Data Observasi Analisis data kemampuan guru
dalam mengelola kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan rumus :
100n
rs
Analisis data pengamatan aktifitas siswa
selama kegiatan pembelajaran
menggunakan rumus :
%100jp
btst
Analisis Data Tes Hasil Belajar
Untuk menghitung nilai rata-rata siswa
dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus :
P = x 100
Untuk menghitung ketuntasan belajar
klasikal dihitung dengan menggunakan
rumus :
100% x (N) siswa
(f)belajar tuntasyang siswa p
Hasil Dan Pembahasan
Hasil Belajar Siswa Siklus I
Dari 28 siswa kelas I, 19 siswa telah
mencapai nilai KKM dengan nilai rata-
rata hasil belajar siswa sebesar 76,86.
Persentase ketuntasan belajar Siklus I
67,86%.
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada
Siklus I
Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran pada siklus I
memperoleh persentase sebesar 61,90%
dan berada pada kategori “tinggi“.
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Hasil observasi aktivitas guru dalam
pembelajaran siklus I sebesar 73,75%.
Nilai tersebut dalam kategori “baik”.
Hasil Belajar Siswa Siklus II
Dari tes yang diadakan di siklus II
terdapat 23 siswa yang tuntas belajar dan
5 siswa yang tidak tuntas belajar. Nilai
rata-rata pada siklus II menjadi 81,10.
Persentase ketuntasan belajar siklus II
sebesar 82,14%.
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada
Siklus II Hasil observasi aktivitas siswa dalam
pembelajaran pada siklus II sebesar
70,78% termasuk dalam kategori “tinggi“.
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Hasil observasi aktivitas guru dalam
pembelajaran siklus II sebesar 85%. Nilai
tersebut dalam kategori “baik”.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 102
Pembahasan
Tes hasil belajar siklus I dan siklus II
dapat disajikan pada table di bawah ini.
Tabel 1 Hasil Belajar Siklus I dan II
Pelaksanaan Tuntas
belajar Prosentase
Tidak
tuntas
belajar
Prosentase
Nilai
Rata-
rata
Siklus I 19 76,86% 9 23,14% 67,86
Siklus II 23 82,14% 5 17,86% 81,10
(Sumber: Data analisis diolah peneliti)
Dari tabel 1 di atas diketahui 19 siswa
telah mencapai nilai KKM dengan
Persentase ketuntasan belajar Siklus I
67,86%. Pada siklus II persentase
ketuntasan belajar siklus II sebesar
82,14%. Secara klasikal pembelajaran
dikatakan tuntas karena ≥ 70% siswa telah
mencapai KKM.
Hasil aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran pada siklus I adalah 63%.
Sedangkan di siklus II mengalami
peningkatan yaitu dari 61,90% menjadi
70,78%. Hasil observasi aktivitas siswa
siklus I dan siklus II dapat disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2
Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I
dan II
No Siklus Persentase Ket
1. Siklus I 61,90%
2. Siklus II 70,78% Meningkat
(Sumber : data lapangan)
Hasil observasi aktivitas guru siklus I dan
siklus II dapat disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3
Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I
dan II
No Siklus Persentase Ket
1. Siklus I 73,75%
2. Siklus II 85% Meningkat
(Sumber: Data analisis diolah peneliti)
Berdasarkan tabel 3 di atas
menunjukkan bahwa hasil observasi
aktifitas guru dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus I aktivitas guru
mencapai 73,75%. Sedangkan pada siklus
II aktivitas guru mencapai 85%. Aktivitas
guru mengalami peningkatan dari siklus I
ke siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan penggunaan media
sedotan pada pembelajaran Matematika
pada materi pelajaran membandingkan
banyak benda dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan hasil belajar siswa..
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan penggunaan media
sedotan untuk meningkatkan hasil belajar
matematika pada materi pelajaran
membandingkan banyak benda siswa
kelas I-A SD Negeri Ngagel I/ 394
Surabaya dapat meningkatkan keaktifan
siswa dan hasil belajar siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan maka saran yang
diberikan peneliti adalah sebagai berikut.
3. Guru sebaiknya menggunakan
media sedotan pada pembelajaran
matematika pada materi membandingkan
banyak benda, karena berdasarkan
penelitian ini media sedotan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang penerapan media sedotan
media sedotan pada pelajaran yang lain
atau konteks materi pelajaran yang lain
karena penggunaan media sedotan dapat
meningkatkan semangat dan hasil belajar
siswa.
Daftar Rujukan
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, Saiful B. dan Azwan Zain.
2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rineka Cipta
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 103
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Hamdani. 2005. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung : Pustaka
Setia
Harjanto.(1997). Perencanaan Pengajaran.
Jakarta : Rineka Cipta
Kustandi , Cecep dan Bambang Sutjipto.
(2013). Media Pembelajaran;
Manual dan Digital. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Rachman, Arif. Membuat Anak Cinta
Matematika dalam http:
//balagu.com/health/?p=78
Karso. 2008. Pendidikan
Matematika I. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta
Sudjana Nana dan Rivai Ahmad. 2001.
Media Pembelajaran
(Penggunaan dn Pembuatannya).
Bandung: CV. Sinar Baru
Sudjana, Nana. 2010. Dasar Dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Sumantri, Mulyani dkk. (2004). Media
Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Kharisma Putra
Utama
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 104
ISSN : 2337-3253
UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBUAT KALIMAT
MELALUI PERAGA LINGKARAN KATA
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V
SDN GADING VII SURABAYA
(Marilowati)
ABSTRACT
The purpose of this research is to describe the implementation of learning by using
the word circle props, student learning outcomes. The results of the study showed that
learning achievement reached 100% in cycle I and cycle II. During the research process,
students' interest in the first cycle was 50%, in the second cycle students' interest
increased to 66%, and in the third cycle students' interest increased to 100%. Average The
average score of students increased in each cycle, namely: 63 %% in the first cycle, 76%
in the second cycle, and 100% in the third cycle. Based on the results of classroom action
research, it can be concluded that the word circle media strategy board can improve grade
V reading and writing skills at Gading VII SDN Surabaya
Keywords: props, model circles, writing skills, reading skills.
Pendahuluan
Di dalam masyarakat modern
seperti sekarang ini dikenal dua macam
cara berkomunikasi, yaitu komunikasi
secara langsung dan komunikasi secara
tidak langsung. Kegiatan berbicara dan
mendengarkan (menyimak), merupakan
komunikasi secara langsung, sedangkan
kegiatan menulis dan membaca
merupakan komunikasi tidak langsung.
Keterampilan menulis sebagai salah satu
cara dari empat keterampilan berbahasa,
mempunyai peranan yang penting di
dalam kehidupan manusia.
Keterampilan berbahasa yang
dapat dihubungkan dengan media gambar
diam adalah menulis dan
berbicara.Menulis selain sebagai kegiatan
kreativitas juga merupakan kegiatan
produktif dan ekspresif.Dalam kegiatan
menulis, penulis juga harus bisa
memanfaatkan bahasa dan kosakata yang
diperolehnya.
Penulis juga harus memahirkan
kegiatan menulis tersebut dalam latihan-
latihan tertentu sehingga dapat benar-
benar menguasai keterampilan menulis
tersebut.Menulis selain dapat menjadi
ajang sebuah kreativitas juga dapat
menjadikannya sebagai penyampai
gagasan tentang suatu hal.
Salah satu cara untuk
meningkatkan proses belajar mengajar
menulis kalimat adalah dengan mengubah
media atau pola ajar yang digunakan oleh
guru.Dalam hal ini pola ajar yang
dilakukan adalah dengan menggunakan
media gambar sebagai media
pembelajaran untuk membantu dalam
pembelajaran. Permasalahan pun muncul
seperti yang sudah penulis alami ketika
melakukan observasi di Kelas V SDN
Gading VII Surabaya .
Berdasarkan wawancara dengan
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di
Kelas V SDN Gading VII Surabaya
diperoleh fakta bahwa masih terdapat
siswa yang kemampuan menulis di bawah
rata-rata. Hal ini disebabkan para siswa
mengalami kesulitan menuangkan ide
ketika mendapat tugas dari guru untuk
membuat tulisan atau sejenisnya.Pada
umumnya mereka mengalami kesulitan
dalam menentukan tema, menyusun
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 105
kalimat, kurang menguasai kaidah bahasa,
dan sebagainya.bahasa, dan sebagainya.
Kesulitan seperti inilah yang
dihadapi para siswa sehingga
menyebabkan mereka tidak bisa
menyampaikan ide dan gagasan dengan
baik, bahkan mereka menjadi enggan
untuk menulis.Hal ini tidak terlepas dari
peran guru sebagai penyampai materi
pelajaran. Pembelajaran keterampilan
menulis yang selama ini disampaikan oleh
guru hanya berorientasi pada
penyampaian teori dan pengetahuan
bahasa, sedang proses pembelajaran
keterampilan menulis sering kali
diabaikan oleh guru. Pembelajaran
demikian menyebabkan siswa jenuh dan
bosan.Bertolak dari hasil observasi itu
penulis menemukan masalah, masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan
dalam pembelajaran menulis kalimat.
Kesulitan yang dihadapi oleh siswa Kelas
V SDN Gading VII Surabaya ketika
dalam mengajarkan pelajaran menulis
kalimat antara lain:
1. Siswa kurang mampu menggunakan
dan memilih kata dalam menuangkan
buah pikirnya, sering mengulang kata
“lalu” dan “terus”.
2. Isi kalimat relatif tidak
menggambarkan topik.
3. Kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain tidak sinambung, paragraf yang
satu dengan paragraf yang lain tidak
koheren.
Rendahnya keterampilan menulis
kalimat siswa diindikasikan oleh
kurangnya kemampuan siswa dalam
mengorganisasikan ide dengan baik,
pengembangan kerangka kalimat, dan
penyusunan kalimat serta kosakata yang
digunakan masih terbatas.Mereka masih
belum memahami penggunaan ejaan yang
benar. Selain itu, masalah rendahnya
keterampilan menulis kalimat siswa juga
dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya:
(1) kurangnya media yang digunakan, (2)
siswa masih kurang memanfaatkan media
pembelajaran sebagai sarana menuangkan
ide, gagasan, atau pendapat mereka, (3)
masih digunakannya model pembelajaran
yang konvensional (ceramah), dan (4)
siswa membutuhkan waktu yang lama
untuk memproduksi sebuah tulisan.
Akibatnya, kemampuan menulis anak
hanya sekitar 20% siswa yang menulis
dengan baik sisanya hanya mengerjakan
asal-asalan saja. Jadi, nilai sebagian siswa
masih tergolong rendah dari nilai rata-rata
yang harus dicapai dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia adalah 6,5.
Hal ini dapat mematikan
kreativitas mereka dalam mengungkapkan
ide.Padahal, kreativitas ini sangat
diperlukan dalam kegiatan menulis
kalimat.Pembelajaran yang membosankan
ini tidak membuat siswa merasa senang
sehingga tidak dapat menghasilkan ide-ide
yang kreatif dan imajinatif untuk
merangkai sebuah cerita dalam menulis
kalimat. Beberapa kendala yang dialami
siswa dalam proses pembelajaran di atas
berdampak pada kualitas proses dan hasil
pembelajaran yang kurang maksimal
sehingga keterampilan menulis kalimat
siswa tidak maksimal.
Data tersebut menunjukkan bahwa
siswa kurang terampil dalam menulis
kalimat. Setelah ditelaah anak didik harus
dibantu dengan menggunakan alat bantu
dalam pembelajaran. Sebuah media atau
alat bantu dapat dijadikan sebagai alat
untuk membantu dan membenahi serta
menggali potensi anak tersebut dalam
keterampilan berbahasa. Selain itu,
peneliti berpendapat bahwa guru di SDN
Gading VII Surabaya masih belum ada
yang menggunakan media pembelajaran.
Maka dari itu, peneliti mengajukan suatu
media pembelajaran yang mudah
ditemukan dan dipergunakan berupa
media lingkaran kata . Selain hal di atas,
ada pula hal lain yang mendorong
penelitian ini yakni kemungkinan pada
saat di sekolah dasar materi yang
diajarkan kurang tentang jenis-jenis
paragraf, buku- buku di perpustakaan
yang kurang lengkap, kurangnya minat
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 106
membaca siswa, serta kurangnya minat
belajar siswa terhadap pelajaran Bahasa
Indonesia terutama keterampilan menulis.
Penelitian mengenai keterampilan
menulis banyak dilakukan dengan
menawarkan media yang bermacam-
macam sebagai upaya untuk
meningkatkan keterampilan menulis
siswa.Penelitian tentang menulis kalimat
sudah mulai banyak dilakukan meskipun
masih terbatas.Beberapa penelitian
tentang menulis kalimat yang telah ada
selalu menunjukkan adanya
peningkatan.Masing-masing penelitian
menggunakan media dan teknik yang
berbeda-beda dan menghasilkan
peningkatan yang berbeda-beda pula.
Akan tetapi, upaya peningkatan menulis
kalimat masih perlu dikembangkan dan
dilakukan melalui berbagai cara.
Berdasarkan pertimbangan
tersebut, peneliti berusaha untuk
memberikan alternatif media
pembelajaran menulis yang mudah dan
baik dengan memanfaatkan fasilitas yang
ada. Media pembelajaran yang ditawarkan
adalah media lingkaran kata .Ide ini
diperkuat pendapat bahwa media
lingkaran kata adalah media pembelajaran
yang dekat dengan calon penulis terutama
calon penulis kalimat atau dalam hal ini
adalah siswa.Adanya media yang dekat
dengan siswa berarti memudahkan siswa
untuk memulai kegiatan menulis kalimat.
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis akan melakukan penelitian yang
berjudul ” Upaya Meningkatkan
Keterampilan Membuat Kalimat Melalui
Peraga Lingkaran Kata Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V
SDN Gading VII Surabaya Tahun
Pelajaran 2017/2018”.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini hendak
menemukan sebuah gambaran tentang :
Upaya Meningkatkan Keterampilan
Membuat Kalimat Melalui Peraga
Lingkaran Kata Pada Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas V SDN Gading
VII Surabaya Tahun Pelajaran
2017/2018.
Manfaat penelitian 1. Memberi kemudahan bagi siswa dalam
menuangkan ide maupun gagasan ke
dalam bentuk menulis kalimat .
2. Meningkatkan kemampuan menulis
kalimat siswa dengan menjadikan
suasana pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa.
3. Mengatasi kesulitan pembelajaran
menulis kalimat yang dialami guru.
4. Sebagai bahan acuan untuk membuat
pembelajaran menulis kalimat lebih
kreatif dan inovatif.
Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang bersifat
kualitatif.Dengan ini, peneliti bertujuan
memperoleh data verbal yang secara
potensial dapat menghasilkan informasi
yang sesuai dengan tujuan penelitian.Data
yang dimaksud adalah perilaku siswa dan
pengajar, serta hasil kerja siswa dalam
pembelajaran menyusun paragraf induktif
dan deduktif melalui pendekatan
kontekstual.Data itu dikumpulkan dan
dianlisis secara induktif pada saat atau
setelah semua terkumpul.Penelitian ini
penulis mempergunakan pendekatan
penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian Tindakan Kelas yang
mengambil Setting di kelas V SDN
Gading VII Surabaya tahun pelajaran
2017/2018 yang berjumlah 40 siswa, dan
penetapan alokasi waktu pelaksanaannya
September- Oktober 2017
Pelaksanaan penelitian dilakukan
secara kolaborasi dengan guru kelas, yang
membantu dalam pelaksanaan observasi
dan refleksi selama penelitian
berlangsung, sehingga secara tidak
langsung kegiatan penelitian bisa
terkontrol sekaligus menjaga kevalidan
hasil penelitian.
Analisis (lain menggunakan
analysis interactive model dari Miles dan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 107
Huberman yang dapat digambarkan pada
bagan berikut.
Bagan 1: komponen Analisis Data Model Interaktif Sumber:
Miles dan Huberman
Teknik analisis data yung digunakan
adalah reduksi data, yaitu penyajian data,
penarikan simpulan, verifikasi refleksi.
Penarikan Simpulan, Verifikasi, dan
Refleksi
Data yang diperoleh dicari pola,
tema hubungan atau hal-hal yang sering
timbul dari data tersebut kemudian
dihasilkan simpulan sementara yaitu
temuan yang berupa indikator-iiidikator
yang selanjutnya dilakukan pemaknaan
atau refleksi sehingga memperoleh
simpulan akhir.
Hasil simpulan akhir dilakuakan
refleksi unluk menentukan atau
menyusun rencana tindakan berikutnya.
Maka analisa data penelitian digunakan
analisa data statistik sebagai berikut:
Sebagai standar keluntasan bclajar
siswa digunakan palokan yang ditetapkan
yaitu 65 % secara individual dan
ketuntasan seeara klasikal 85 %. Rumus
ini digunakan untuk mengetahui seberapa
jauh perkembangan dan peningkatkan
kemampuun siswa memahami bacaan
dengan cara menyimak yang dicapai
dalam bentuk tes yang diadakan setiap
akhir siklus.
Nilai rata-rata kelas :Jumlah nilai
siswa Jumlah siswa. Adapun tes hasil
belajar siswa diolah unluk mengukur
perbedaan hasil antara siklus pertama,
siklus ke dua dan siklus ke tiga.
Menyimpulkan dan memverifikasi.
Dari kegiatan reduksi selanjulnya
dilukukan penyimpulan akhir yang
selanjutnya diikuti dengan kegiatan
verilikasi atau pengujian terhadap temuan
ilmiah.
Prosedur penelitian
Prosedur penelitian merupakan
rangakaian tahapan penelitian dari awal
sampai akhir penelitian.Setiap tindakan
menunjukkan peningkatan indikator
tersebut yang dirancang dalam satu unit
sebagai satu siklus. Setiap siklus tediri
dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan
tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi dan interpretasi, dan (4) analisis
dan refleksi untuk perencanaan siklus
berikutnya. Dalam penelitian ini,
direncanakan dalam tiga siklus.
a.
b. Perencanaan
Pada tahap perencanaan tindakan,
kali pertama peneliti meminta izin kepada
kepala sekolah untuk melakukan
penelitian, untuk melakukan tindakan
kelas, kemudian menyiapkan indikator
yang akan diteliti beserta tolok ukur
keberhasilan penelitian yang
dilaksanakan. Kemudian mencari guru
yang akandijadikan kolaborasi yang
paham tentang mata pelajaran yang
menjadi sumber PTK.
Pada penelitian ini yang dijadikan
tolok ukur pelaksanaan media
pembelajaran, yaitu menulis dengan
menggunakan Peraga lingkaran kata,
yaitu (a) siswa mampu membuat kalimat
Pengump
ulan data
Penyajia
n data
Reduksi
data
Kesimpulan-
kesimpulan :
Verifikasi
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 108
dengan menggunakan Peraga lingkaran
kata, (b) Siswa mampu menyusun cerita
lingkaran kata dengan tidak mengulang
kata-kata lalu, (c) Siswa mampu
membuat kalimat sesuai dengan topik.
Menurut Sudarsono dalam Kasbolah
penetapan tindakan dalam peneliti
didasarkan atas (a) kajian teori atau
penelitian yang relavan, (b) kesanggupan
guru yang akan diteliti, (c) kemampuan
siswa, dan (d) fasilitas dan sarana
prasarana yang tersedia atau yang
memadai, (e) iklim suasana di kelas dan
fasilitas di sekolah. Atas dasar kelima
aspek di atas, penulis memilih media
pembelajaran menulis kalimat dengan
menggunakan Peraga lingkaran kata
untuk menyelesaikan permasalahan
tentang pembelajaran menulis kalimat.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksaaan tindakan yang
dilaksanakan dalam pembelajaran adalah
kinerja guru dalam melaksanakan atau
menerapkan Peraga lingkaran kata dan
aktivitas siswa selama dilaksanakan atau
diterapkan Peraga lingkaran kata. Guru
memberikan mata pelajaran tentang
menulis kalimat dengan menggunakan
media lingkaran kata, dengan tahapan
sebagai berikut: Tahapan awal
pembelajaran, guru menyampaikan
materi pembelajaran tentang menulis
kalimat, lalu guru menerangkan cara
menulis kalimat dengan menggunakan
Peraga lingkaran kata. Guru
memperlihatkan materi pembelajaran
menulis kalimat dengan menggunakan
Peraga lingkaran kata. Guru
memperlihatkan bahan yang akan
diajarkan yaitu lingkaran kata. Tahapan
inti pembelajaran adalah siswa membuat
kalimat dengan menggunakan lingkaran
kata yang sudah disediakan di depan
kelas. Siswa diberi keleluasaan untuk
membuat kalimat dengan gambar yang
telah disediakan di depan kelas sehingga
siswa akan berkreasi atau akan membuat
kalimat menurut pengamatan siswa
tentang gambar yang dipampang di papan
tulis. Guru mengumpulkan hasil kreasi
siswa atau hasil membuat kalimat, lalu
guru bersama-sama siswa mengoreksi
hasil tulisan yang dibuat siswa dengan
media pembelajaran menggunakan
Peraga lingkaran kata. Sesudah
mendapatkan hasilnya lalu guru
mengulangi pelajaran yang sudah
disampaikan tadi sehingga siswa akan
lebih jelas tentang materi pelajaran yang
diajarkan.
Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan
pada waktu penelitian atau pada waktu
pelaksanaan tindakan, penerapan Peraga
lingkaran kata dilaksanakan oleh guru
kelas, peneliti sebagai observer yang akan
mengobservasi tentang kinerja guru
praktikan selama penerapan Peraga
lingkaran kata dan mengobservasi
aktivitas siswa dalam pembelajaran
berlangsung.
Dalam mengobservasi harus
mendapatkan data yang sesungguhnya
yang yata yang terdapat di lapangan, pada
saat belajar di lapangan harus mencatat
catatan hasil di lapangan. Pada tahapan
ini, diharapkan dapat dikenali sedini
mungkin apakah tindakan akan mengarah
terhadap terjadinya perubahan positif
dalam proses belajar sesuai dengan yang
diharapkan. Selain itu, juga digunakan
untuk menilai apakah pelaksanaan
pembelajaran telah sesuai dengan yang
sudah direncanakan.
Refleksi
Refleksi merupakan bagian yang
sangat penting untuk memahami dan
memberikan makna terhadap proses dan
hasil pembelajaran yang terjadi yang
dilakukan dengan (a) pada saat
memikirkan tindakan yang akan
dilakukan (b) ketika tindakan sedang
dilakukan, (c) setelah tindakan dilakukan,
adapun kegiatan yang dilakukan pada
saat merefleksi, melakukan analisis, dan
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 109
mengevaluasi atau mendiskusikan data
yang harus diperoleh, penyusunan
rencana tindakan yang hasil diperoleh
melalui kegiatan observasi.
Data yang telah dikumpulkan
dalam observasi harus secepatnya
dianalisis atau diinterprestasikan (diberi
makna) sehingga dapat segera diberi
tindakan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan.Jika setelah diinterprestasikan data
tersebut belum mencapai tujuan yang
diharapkan, maka peneliti dan observer
melakukan langkah-langkah perbaikan
untuk diterapkan pada siklus
selanjutnya.Akan tetapi, jika pada
pelaksanaan refleksi terhadap hal–hal
dianggap baik, maka hal- hal yang baik
tersebut harus terus digali.
Simpulan
Penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan di kelas V SDN Gading VII
Surabaya , ini dilaksanakan dalam tiga
siklus. Setiap siklus meliputi: (1) tahap
persiapan dan perencanaan tindakan, (2)
tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap
observasi dan interpretasi, dan (4) tahap
analisis dan refleksi.
Simpulan hasil penelitian ini secara
singkat yakni terdapat peningkatan
kualitas pembelajaran baik proses
maupun hasil menulis pada siswa kelas V
SDN Gading VII Surabaya .Peningkatan
ini terjadi setelah guru dan peneliti
melakukan upaya pembelajaran menulis
kalimat dengan menggunakan media
pembelajaran gambar ber seri.Secara
singkat simpulan hasil penelitian ini
yakni terdapat peningkatan.Hal tersebut
terlihat pada hasil penelitian sebagai
berikut.
1. Ada peningkatan kualiatas proses
pembelajaran menulis kalimat narasi
pada siswa kelas V SDN Gading VII
Surabaya . Selama proses penelitian,
minat siswa pada siklus I sebesar 50%,
pada siklus II minat siswa meningkat
menjadi 66%, dan pada siklus III
minat siswa meningkat menjadi 100%.
2. Ada peningkatan kualitas hasil
pembelajaran menulis kalimat pada
siswa kelas V SDN Gading VII
Surabaya .Peningkatan tesebut
ditandai dengan peningkatan
penguasaan aspek-aspek menulis
seperti isi, organisasi penulisan,
kosakata, penggunaan bahasa, dan
mekanik dalam penulisan. Rerata Nilai
rata-rata siswa meningkat dalam tiap
siklus, yaitu: 63%% pada siklus I, 76
% pada siklus II, dan 100 % pada
siklus III.
Saran
Siswa disarankan untuk mengikuti
pembelajaran menulis secara aktif,
supaya lebih meningkatkan kemampuan
menuangkan ide/gagasan, dengan jalan
mereka perlu memahami materi secara
mendalam. Hal yang lain adalah siswa
harus memiliki keberanian dalam
menyampaikan pendapat, aktif dalam
pembelajaran, dan memiliki semangat
belajar yang tinggi. Siswa juga harus
berperan aktif menciptakan suasana
belajar yang kondusif. Hal tersebut
disarankan kepada siswa untuk secara
kontinyu melalui pengarahan dari guru
untuk meningkatkan kemampuan menulis
kalimat .
Bagi Guru Pertama hendaknya guru
malakukan perencanaan dan evaluasi. Hal
tersebut penting dilakukan, agar dalam
pelaksanaanya guru dapat memperkecil
bahkan menghilangkan kelemahan dalam
proses pembelajaran, sehingga wawasan
atau pemahaman terhadap aspek-aspek
tersebut dapat dimiliki. Guru juga harus
mampu memillih metode dan media yang
sesuai untuk mengajar agar menarik
minat siswa.Dengan demikian,
kompetensi dasar yang sudah dirumuskan
di dalam kurikulum dapat tercapai sesuai
yang diharapkan.
Pihak sekolah disarankan secara
bertahap untuk menyediakan fasilitas
pembelajaran secara memadai, sarana dan
prasarana yang mencukupi sehingga
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 110
mampu menunjang keberhasilan proses
pembelajaran menuli narasi. Lebih
lanjutnya adalah penyediaan buku-buku
berkaitan di perpustakaan sebagi wahana
pengembangan minat baca siswa.
Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu, 1997, Pengantar Statistik
Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Arikunto,Suharsimi, 1983. Prasedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Bina Aksara.
Bugono, Dendy. 1996. Lancar Berbahasa
Indonesia 2 untuk Sekolah Dasar-
Kelas V : Jakarta: Depdikbud.
Burn,1996. Pengembangan Penajaran
Membaca Di Sekolah Dasar.
Yogyakarta: Kanisius
Gunarsa, Singgih. 1992. Metodologi
Research I. Yogjakarta: BPK
Gungung Mulia.
Hadi, Sutrisno. 1996. Metodologi
Research., Yogjakarta: UGM.
Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Flores:
Nusa Indah.
Musoba, Zulkifli. 1994. Terampil menulis
Dalam Bahasa Indonesia Yang
Benar Jilid II. Jakarta: Sarjana
Indonesia.
Nafiah, A. Hadi. 1983. Prosedur
Penelitian. Jakarta: PT. Bina
Aksara.
Nafian, Hadi. 1998. “Anda Ingin jadi
Pengarang” Surabaya. Usaha
nasional
Oka, I. Gusti Ngurah. 1983. Pengantar
Membaca dan Pengajarannya.
Surabaya: Usaha Nasional.
Oka, Ngurah rai.1997. Pengantar
membaca dan pengajarannya.
Surabaya: Usaha Nasional
Pairin, Ujang, Basir. 1988. Keterampilan
Membaca Teori dan
Penerapannya. Surabaya:
University Press.
Poerwodarminto, WJS., 1984, ABC
Karang Menulis kalimat,
Yogjakarta: U I.
Pumfrey peter. 1971. Makna Membaca;
Antara Konsep Dan Aplikasi;
Jakarta: Bina Aksara
Sadtono. 1974. Test membaca.
Suarabaya: Usaha nasional
Sudiyo, Hasan,M. 1986. Ketrampilan
Menulis Paragraf. Bandung : CV
Karya.
Tarigan, Guntur, 1983. Membaca
Sebagai Suatu Ketrampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Waluyo, Djoko Adi. 2000. Pedoman
Penelitian. Surabaya : Unipa.
Widyamartaya, 1993. Seni Menuangkan
Gagasan. Yogjakarta: Kanisius.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 111
ISSN : 2337-3253
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA
PADA MATERI TEKS TANTANGAN MELALUI JIGSAW
(Restiasih)
ABSTRACT
The study, which was designed as a Classroom Action Research (CAR) three
cycles, aims to describe the process and results of improving student achievement and
find out the responses of IX-C students in Surabaya 48 Middle School in the 2017/2018
Academic Year on the application of jigsaw in Indonesian language learning Challenge
Text Material.
Data collection is done in two ways, namely observation and tests. Observation is
used to determine students' responses to learning through jigsaw, while tests are used to
determine student learning achievement.
The results of the first cycle showed that all aspects of the observation still showed
a less category because each component still got a score of 1. The learning outcomes also
did not show classical mastery learning because only a percentage of 59.2% was obtained
with the average score obtained by students.
The results of the research in the second cycle showed that student activity had
improved compared to cycle I. The ability to convey the results of the discussion in each
group (original group) was categorized well. However, for participation in solving
problems related to the topics studied in the expert group, they are still in the less
category. shows there is an increase when compared with learning outcomes in cycle I.
Student learning completeness is 77.3 with an average score of 77.3.
The results of the research in the third cycle showed that student activity was better
than the previous cycle. Participation in solving problems related to topics studied in
groups of experts categorized as less has become sufficient. Another aspect, namely the
seriousness in discussing in expert groups and the ability to convey the results of
discussions in each group (original group) has been categorized well. Student learning
outcomes also showed an increase when compared with learning outcomes in cycle II.
Likewise with the level of completeness which also shows an increase compared to the
second cycle, it has even reached 95.5% with an average score of 77.5.
Thus, it was concluded that the action or treatment with the Jigsaw type discussion
model given to students had succeeded in increasing student activity in learning so that
student learning outcomes and responses had increased. For this reason, it is
recommended that the instructors, especially those who teach Indonesian language
subjects, apply the jigsaw learning model as an innovative learning alternative.
Keywords: learning achievement, student response, cooperative, jigsaw
Pendahuluan
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah tersedianya sumber
daya manusia atau tenaga pendidikan
berkualitas, yang akan mengantar peserta
didik pada tujuan pendidikan yang
diharapkan. Guru sebagai salah satu
tenaga pendidikan dituntut untuk memiliki
kompetensi profesional di bidangnya, di
antaranya kompetensi dalam hal
penguasaan materi pembelajaran dan
penguasaan metode pembelajaran.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 112
Namun demikian, pada kenyataan
menunjukkan bahwa bidang pendidikan
kita masih menghadapi masalah, yaitu
masih rendahnya kualitas keluaran yang
dihasilkan. Demikian pula dalam proses
pembelajaran di kelas. Guru sering
menghadapi siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah, yang turut memengaruhi
prestasi dalam belajarnya. Kenyataan lain
juga menunjukkan bahwa metode
mengajar guru dalam kelas cenderung
monoton dan tidak bervariasi.
Dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia, salah satu Kompetensi Dasar
(KD) Kelas XI Semester Genap dalam
Kurikulum 2013 adalah “Memahami teks
eksemplum, tanggapan kritis, tantangan,
dan rekaman percobaan baik melalui lisan
maupun tulisan. Dari KD tersebut dapat
diketahui beberapa indikator pencapaian
kompetensinya yang tiga di antaranya
adalah sebagai berikut:
(1) menjelaskan isu/mitos dari teks
(2) menjelaskan alasan berkembangnya
isu/mitos tersebut
(3) dapat menyimpulkan kebenaran
isu/mitos yang berkembang
Namun demikian, dalam kenyataan
yang terjadi dalam pembelajaran di kelas
pada materi Teks Tantangan, kemampuan
siswa dalam memahami materi tersebut
masih rendah. Berdasarkan pengamatan
di kelas, hambatan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
(1) media pembelajaran kurang
mencukupi dan belum dimanfaatkan
secara efektif, (2) model pembelajaran
kurang bervariasi, (3) jumlah siswa terlalu
besar, dan (4) kondisi ruang belajar yang
belum menunjang pembelajaran.
Oleh sebab itu, usaha untuk
meningkatkan kompetensi siswa tersebut
adalah dengan menerapkan metode atau
model pembelajaran yang efektif dan
efisien. Selain itu, diperlukan pula model
atau media pembelajaran yang tepat
sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi yang diharapkan karena dalam
proses belajar mengajar, model atau media
pembelajaran memiliki peran yang sangat
penting untuk menunjang ketercapaian
tujuan pembelajaran.
Rendahnya kemampuan siswa
tersebut dapat diatasi dengan
pembelajaran yang benar, memberikan
latihan yang cukup, dan ruang berekspresi
yang menyenangkan bagi siswa. Hal itu
sejalan dengan pendapat Tarigan (1986:2)
bahwa suatu keterampilan hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan
mempraktikannya dan memperbanyak
latihan.
Hal-hal tersebut menyebabkan minat
belajar siswa Kelas IX C SMP Negeri 48
Surabaya dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia rendah sehingga prestasi
belajarnya pun menjadi rendah pula. Hal
itu tampak dari hasil belajar siswa pada
saat dilaksanakan ulangan harian yang
masih sangat rendah. Nilai rata-rata yang
diperoleh siswa pada materi tersebut
hanya 55, padahal nilai KKM sebesar 78.
Dari kenyataan tersebut, dilakukan
penelusuran dengan cara mengadakan
pengamatan terhadap siswa pada saat
pembelajaran berlangsung. Dari
pengamatan yang dilakukan pada saat
pembelajaran, akar masalahnya terdapat
pada monotonnya model pembelajaran
yang digunakan guru karena setiap kali
pembelajaran tersebut dilakukan, guru
meminta siswa mengerjakan soal. Untuk
mengatasi masalah tersebut, ada alternatif
tindakan yang diasumsikan dapat
mengatasi rendahnya kemampuan siswa
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah melalui model pembelajaran
Jigsaw.
Berdasarkan kondisi tersebut,
penelitian ini dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa, khususnya dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, Peneliti
bermaksud mengungkap permasalahan
tersebut dengan judul “Peningkatan
Prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada
Materi Teks Tantangan melalui Model
Pembelajaran Jigsaw Siswa Kelas IX-C
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 113
SMP Negeri 48 Surabaya Semester Genap
Tahun Pelajaran 2017/2018”.
Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa
Belanda, yaitu prestatie. Dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti
hasil usaha (Arifin, 1990:2). Dengan
demikian, prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil usaha yang telah dicapai
dalam belajar.
Berdasarkan pengertian tersebut
dapat diasumsikan bahwa prestasi belajar
Bahasa Indonesia adalah hasil yang
dicapai pada taraf terakhir setelah
melakukan kegiatan belajar Bahasa
Indonesia. Prestasi tersebut dapat dilihat
dari kemampuan mengingat dan
kemampuan intelektual siswa di bidang
studi Bahasa Indonesia, perolehan nilai
dan sikap positif siswa dalam mengikuti
pelajaran Bahasa Indonesia dan
terbentuknya keterampilan siswa yang
semakin meningkat dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.
Prestasi belajar semakin terasa
penting untuk dipermasalahkan, karena
memunyai beberapa fungsi utama, yaitu
sebagai berikut.
(1) Prestasi belajar sebagai indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik.
(2) Prestasi belajar sebagai pemuasan
hasrat ingin tahu.
(3) Prestasi belajar sebagai bahan
informasi dalam inovasi pendidikan.
(4) Prestasi belajar sebagai indikator
intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan.
(5) Prestasi belajar dapat dijadikan
indikator terhadap daya serap
(kecerdasan) anak didik (Arifin,
1990:3).
Dalam proses pembelajaran,
terdapat beberapa faktor yang berkaitan
dengan kesulitan belajar yang dapat
berpengaruh bagi perstasi belajar siswa.
Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut.
(1) Faktor-faktor yang berasal dari dalam
(internal), yaitu sebagai berikut.
(a) Siswa merasa sukar mencerna
materi karena menganggapnya
sulit.
(b) Siswa kehilangan gairah belajar
karena mendapatkan nilai yang
rendah.
(c) Siswa meyakini bahwa sulit
untuk menerapkan disiplin diri
dalam belajar.
(d) Siswa mengeluh tidak bisa
berkonsentrasi.
(e) Siswa tidak cukup tekun untuk
mengerjakan sesuatu khususnya
belajar.
(f) Konsep diri yang rendah.
(g) Gangguan emosi.
(2) Faktor-faktor yang berasal dari luar
(eksternal), yaitu
(a) Kemampuan atau keadaan sosial
ekonomi.
(b) Kekurangmampuan guru dalam
materi dan strategi pembelajaran.
(c) Tugas-tugas non akademik.
(d) Kurang adanya dukungan dari
orang-orang di sekitarnya.
(e) Lingkungan fisik.( Suparno,
2001: 52–57).
Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran kooperatif,
yang dikembangkan oleh John Dewey dan
Herbert Thelan, memungkinkan siswa
dapat belajar dengan cara bekerja sama
dengan temannya. Teman yang lebih
mampu dapat membantu teman yang
lemah. Setiap anggota kelompok tetap
memberikan sumbangan terhadap prestasi
kelompok. Selain itu, para siswa juga
mendapatkan kesempatan untuk
bersosialisasi (Suyatno, 2009:10).
Berdasarkan hal tersebut,
Ratumanan (2003:10) mengatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu model belajar
kelompok dengan tingkat kemampuan
yang heterogen. Belajar secara kooperatif
memupuk pembentukan kelompok kerja
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 114
yang saling membutuhkan secara positif
sehingga meminimalkan persaingan yang
tidak sehat antarsiswa.
Menurut Ratumanan (2003:11),
model pembelajaran kooperatif didasari
oleh filsafat homo homini socius. Filsafat
tersebut menekankan bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Interaksi dan kerja
sama merupakan kebutuhan penting
masyarakat untuk dapat lebih berhasil
dalam kehidupannya.
Pembelajaran kooperatif dicirikan
oleh suatu struktur, yakni tugas dan
penghargaan kooperatif siswa yang
bekerja dalam situasi pembelajaran
kooperatif. Siswa didorong untuk bekerja
sama pada satuan tugas dan harus
mengoordinasikan usahanya untuk
menyelesaikan tugasnya secara kooperatif
(Ibrahim, 2000:51). Berdasarkan hal
tersebut, Nur (1999:28) menambahkan
bahwa pembelajaran kooperatif
memberikan kerangka pembelajaran yang
dapat digunakan oleh guru untuk
mencapai tujuan sosial.
Dalam pembelajaran kooperatif,
siswa tetap berada dalam kelompoknya
selama beberapa kali pertemuan. Aktivitas
siswa antara lain mengikuti penjelasan
guru secara aktif, bekerja sama
menyelesaikan tugas-tugas dalam
kelompok, memberikan penjelasan kepada
teman kelompoknya dan mendorong
anggota kelompok lainnya untuk
berpartisipasi secara aktif (Ratumanan,
2003:37).
Berdasarkan hal tersebut, Ibrahim
(2000:54) menyatakan bahwa ciri-ciri
model pembelajaran kooperatif di
antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Siswa bekerja dalam kelompok
kooperatif untuk menuntaskan materi
pelajaran.
(2) Kelompok dibentuk secara bervariasi
dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
(3) Bila mungkin, anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin, dan ragam yang berbeda-
beda.
(4) Penghargaan lebih berorientasi
kepada kelompok daripada individu.
Sementara itu, Johnson dan Johnson
(dalam Ratumanan, 2003:49) menyatakan
bahwa terdapat lima komponen penting
dalam bekerja sama secara kooperatif,
yaitu (1) ketergantungan positif, (2)
memajukan interaksi tatap muka, (3)
tanggung jawab individual dari
kelompoknya, (4) kecakapan interpersonal
dan kecakapan kelompok kecil, dan (5)
pemrosesan kelompok.
Selanjutnya, Ratumanan (2003:30)
menyatakan bahwa belajar dengan latar
kooperatif memberikan beberapa manfaat
bagi siswa, yaitu (1) dapat saling
membantu dalam aktivitas belajar, (2)
pandai sekaligus dapat berfungsi sebagai
tutor sebaya, (3) adanya interaksi secara
berkelanjutan dan teratur antara siswa
dalam kelompok, dan (4) dapat
meningkatkan penguasaan terhadap bahan
ajar dan kemampuan berkomunikasi.
Jigsaw
Orientasi pengajaran tidak hanya
pada peningkatan kemampuan kognitif,
tetapi juga pada penggalian potensi siswa
dalam belajar yang meliputi kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dengan
demikian, metode pengajaran diarahkan
pada pengoptimalan kemampuan siswa
dengan cara mengaktifkan siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran.
Penerapan metode mengajar yang tepat
adalah metode mengajar yang menuntut
partisipasi siswa secara aktif sehingga
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa. Salah satu model belajar
yang dapat melibatkan siswa dalam suatu
partisipasi dan kerjasama adalah jigsaw.
Jigsaw merupakan sebuah model
pembelajaran yang di dalamnya terjadi
pertukaran antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga terjadi suatu
proses di mana setiap peserta didik
mempelajari sesuatu yang dikombinasi
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 115
dengan materi yang telah dipelajari oleh
peserta didik lain (Suyatno, 2009:11).
Dalam jigsaw, siswa dikelompokkan
menurut jumlah siswa. Setiap kelompok
mendapatkan tugas/materi untuk dipelajari
dan didiskusikan (Diskusi kelompok
awal). Selanjutnya, dibentuk kelompok
baru/kelompok ahli (Jigsaw Learning)
yang diambil dari seorang wakil dari
masing-masing kelompok sehingga dalam
kelompok ahli setiap siswa memiliki
bahasan materi yang berbeda dengan
siswa lain. Pada kondisi seperti itulah
partisipasi dan kerjasama siswa dalam
belajar (cooperatif learning) terjadi antara
siswa satu dan yang lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut,
(Suyatno, 2009:12) mengemukakan
bahwa tipe jigsaw diterapkan dengan
membagi siswa dalam kelompok yang
terdiri atas 5–6 orang anggota kelompok
belajar yang heterogen. Materi
pembelajaran diberikan kepada siswa
dalam bentuk teks. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari
bagian tertentu dari bahan yang diberikan
tersebut. Dengan demikian, anggota dalam
kelompok tersebut mempelajari topik
yang berbeda. Setelah mempelajari topik
yang menjadi tanggung jawabnya,
masing-masing siswa dari setiap
kelompok yang mempelajari topik yang
sama berkumpul dan berdiskusi tentang
topik tersebut. Kelompok itulah yang
disebut sebagai kelompok ahli.
Selanjutnya, anggota tim ahli tersebut
kembali ke kelompok masing-masing dan
mengajarkan apa yang telah dipelajari dan
didiskusikan di dalam kelompok ahli
kepada teman-teman dalam kelompoknya
sendiri.
Dari paparan dan gambar tersebut,
langkah-langkah pembelajaran melalui
jigsaw tampak seperti tabel yang berikut.
Tabel 2.1 Sintaks Jigsaw
No Tahapan Aktivitas
1 Tahap ke-1
Persiapan
Sebelum menyajikan
pembelajaran, guru harus
mempersiapkan lembar
No Tahapan Aktivitas
materi
pembelajaran
kegiatan siswa dalam
kelompok-kelompok
kooperatif.
2 Tahap ke-2
Pembentukan
kelompok
Guru menetapkan siswa
dalam kelompok
heterogen dengan jumlah
5–6 orang. Aturan
heterogenitas dapat
berdasarkan pada hal-hal
berikut:
(1) kemampuan
akademik (pandai,
sedang, dan rendah) yang
didapat dari hasil
akademik (skor awal)
sebelumnya;
(2) harus seimbang
sehingga setiap kelompok
terdiri atas siswa dengan
tingkat prestasi
seimbang), baik jenis
kelamin, latar belakang
sosial, kesenangan
bawaan /sifat (pendiam
dan aktif), dll.
3 Tahap ke-3
Penyajian
materi
pembelajaran
(1) Guru memberikan
materi pembelajaran
(2) Setiap anggota
bertanggung jawab untuk
mempelajari bagian
tertentu dari bahan yang
diberikan tersebut.
Dengan demikian,
anggota dalam kelompok
tersebut mempelajari
topik yang berbeda.
4 Tahap ke-4
Pembentukan
kelompok ahli
Setelah mempelajari
topik yang menjadi
tanggung jawabnya,
masing-masing siswa dari
setiap kelompok yang
mempelajari topik yang
sama berkumpul dan
berdiskusi tentang topik
tersebut.
5 Tahap ke-5
Peran tim ahli
dalam
kelompok .
Anggota tim ahli tersebut
kembali ke kelompok
masing-masing dan
mengajarkan apa yang
telah dipelajari dan
didiskusikan di dalam
kelompok ahli kepada
teman-teman dalam
kelompoknya sendiri.
6 Tahap ke-6
(1) Evaluasi dilakukan
selama 45–60 menit
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 116
No Tahapan Aktivitas
Pemberian
evaluasi .
secara mandiri untuk
menunjukkan apa yang
telah dipelajari siswa.
(2) Hasil evaluasi
tersebut digunakan
sebagai nilai
perkembangan individu
7 Tahap ke-7
Pemberian
simpulan.
Simpulan diberikan atas
dasar pelaksanaan
pembelajaran dan hasil
evaluasi.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian tindakan kelas (PTK)
kolaboratif. Model kolaboratif digunakan
karena peneliti memerlukan bantuan untuk
melakukan observasi pada saat
pembelajaran berlangsung. Selain peneliti
sebagai guru yang melaksanakan
pembelajaran, juga melibatkan dua orang
observer, yaitu sejawat guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang mengajar
di kelas VIII.
Model desain yang digunakan
mengacu pada rancangan Kemmis &
Taggart (1998) dengan tiga siklus.
Masing-masing siklus terdiri atas empat
tahapan, yaitu (1) perencanaan tindakan,
(2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan,
dan (4) perefleksian, pengambilan
kesimpulan dan saran.
Pelaksanaan PTK digambarkan
dalam bentuk spiral tindakan menurut
Hopkins (dalam Aqip, 2003:6) sebagai
berikut.
Gambar 3.1 Rangkaian Tahapan PTK
Hasil Penelitian Siklus I
Perencanaan
Persiapan dilakukan dengan
menginformasikan KI, KD, dan indikator
materi yang akan diberikan. Selain itu
memberitahukan kepada siswa model
pembelajaran diskusi tipe Jigsaw yang
akan digunakan meliputi tahap berikut.
Tahap ke-1 :
Persiapan Materi Pembelajaran Sebelum menyajikan pembelajaran, guru
harus mempersiapkan lembar kegiatan
siswa dalam kelompok-kelompok
kooperatif.
Tahap ke-2 :
Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam kelompok
heterogen dengan jumlah enam orang.
Aturan heterogenitas berdasarkan pada
hal-hal berikut:
(1) Kemampuan akademik (pandai,
sedang, dan rendah) yang didapat dari
hasil akademik (skor awal)
sebelumnya;
(2) Setiap kelompok terdiri atas siswa
dengan tingkat prestasi seimbang),
baik jenis kelamin, latar belakang
sosial, kesenangan bawaan /sifat
(pendiam dan aktif), dll.
Pelaksanaan
Tahap ke-3 :
Penyajian Materi Pembelajaran (1) Guru memberikan materi
pembelajaran tentang Struktur Teks
Tantangan kepada siswa (Teks Ke-1)
(2) Setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari bagian tertentu
dari bahan yang diberikan tersebut.
Dengan demikian, anggota dalam
kelompok tersebut mempelajari topik
yang berbeda.
Tahap ke-4 :
Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang
menjadi tanggung jawabnya, masing-
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 117
masing siswa dari setiap kelompok yang
mempelajari topik yang sama berkumpul
dan berdiskusi tentang topik tersebut.
Tahap ke-5 :
Peran Tim Ahli dalam Kelompok
Anggota tim ahli tersebut kembali
ke kelompok masing-masing dan
mengajarkan apa yang telah dipelajari dan
didiskusikan di dalam kelompok ahli
kepada teman-teman dalam kelompoknya
sendiri.
Tahap ke-6:
Pemberian Evaluasi (1) Evaluasi dilakukan selama 45–60
menit secara mandiri untuk
menunjukkan apa yang telah
dipelajari siswa.
(2) Hasil evaluasi tersebut digunakan
sebagai nilai perkembangan individu
Tahap ke-7 :
Pemberian Simpulan
Siswa membuat simpulan tentang
Teks Tantangan .
Pengamatan
Hasil observasi meliputi (1)
aktivitas belajar siswa dalam kelompok
kooperatif , (2) hasil belajar siswa secara
individu, dan (3) motivasi belajar siswa.
Aktivitas belajar siswa diperoleh dari
aktivitas siswa selama 80 menit dalam
pembelajaran. Aktivitas siswa yang
diamati adalah sebagai berikut:
(1) keseriusan berdiskusi dalam
kelompok ahli;
(2) partisipasi dalam memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli.
(3) kemampuan menyampaikan hasil
diskusi dalam kelompok masing-
masing (kelompok asal).
Hasil pengamatan terhadap hal
tersebut, dipaparkan sebagai berikut.
Aktivitas Belajar Siswa dalam
Kelompok Hasil observasi aktivitas belajar
siswa dalam pembelajaran diperoleh
gambaran aktivitas siswa dalam
pembelajaran selama 80 menit,
sebagaimana disajikan pada tabel berikut
Tabel 4.1 Aktivitas Belajar Siswa dalam
Kelompok (Siklus I)
No
Indikator
Pengamatan Skor Kategori
1
Keseriusan
berdiskusi dalam
kelompok ahli
1 Kurang
2
Partisipasi dalam
memecahkan
masalah berkaitan
dengan topik yang
dipelajari dalam
kelompok ahli
1 Kurang
3
Kemampuan
menyampaikan
hasil diskusi dalam
kelompok masing-
masing (kelompok
asal)
1 Kurang
Keterangan Kategori
B : Skor 3 (86 s.d. 108)
C : Skor 2 (61 s.d. 85)
K : Skor 1 (36 s.d. 60)
Berdasarkan tabel tersebut, tampak
bahwa selama 80 menit aktivitas siswa
belum menunjukkan aktivitas
pembelajaran model diskusi Jigsaw
dengan baik. Semua aspek pengamatan,
baik keseriusan dalam berdiskusi dalam
kelompok ahli, partisipasi untuk
memecahkan masalah berkaitan dengan
topik yang dipelajari dalam kelompok
ahli, maupun kemampuan menyampaikan
hasil diskusi dalam kelompok masing-
masing (kelompok asal), masih
menunjukkan kategori kurang karena
masing-masing komponen masih
memperoleh skor 1 (36 s.d. 60).
Hasil Belajar Siswa
Dari hasil tes pada akhir siklus I,
diperoleh data sebagai berikut
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 118
Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa (Siklus I)
Jumlah Siswa (N) 44
Total Skor 3.098
Rata-rata (Mean) 64,5
Jumlah Siswa Tuntas 26
Jumlah Siswa Tidak Tuntas 18
Persentase (%) Ketuntasan 59.1%
Hasil belajar pada siklus I, seperti
tampak pada tabel dan grafik tersebut,
belum menunjukkan ketuntasan belajar
secara klasikal karena hanya diperoleh
persentase ketuntasan sebesar 59.1 %
dengan skor rata-rata yang diperoleh
siswa sebesar 64,5.
Motivasi Belajar Siswa
Pelaksanaan observasi pada siklus I
terhadap motivasi siswa dalam
pembelajaran tampak pada tabel yang
berikut ini.
Tabel 4.3 Observasi Motivasi Belajar Siswa
(Siklus I)
KESIAPAN MENERIMA PELAJARAN
No. Aspek yang Diamati Jumlah
Ya Tidak
1 Membawa buku paket √
2 Membawa buku
referensi lain yang
relevan
√
3 Membawa buku
catatan √
4 Membawa alat-alat
tulis √
Persentase (%) 75 25
PROSES PEMBELAJARAN
No Aspek yang
Diamati
AK CA KA
1 Melaksanakan
diskusi kelompok
√
2 Bekerjasama dalam
kelompok
√
3 Menyelesaikan
tugas mandiri √
4 Antusias
memecahkan
masalah
menggunakan
referensi
√
5 Aktif menjawab
pertanyaan guru
6 Meminta guru √
mengulang
pertanyaan
7 Aktif mengajukan
pertanyaan
8 Interaksi antar
siswa dalam diskusi √
9 Mencatat
rangkuman hasil
pembelajaran √
Persentase (%) 15 50 35
Keterangan:
- AK : Aktif
- CA : Cukup Aktif
- KA : Kurang Aktif
Dari tabel tersebut, tampak bahwa
75% siswa telah siap mengikuti
pembelajaran melalui jigsaw.
Permasalahan yang terjadi hanyalah
kekurangmengertian siswa akan
pentingnya buku referensi (buku paket)
karena sebanyak 25% siswa tidak
membawanya.
Pada aspek pelaksanaan
pembelajaran siklus I, masih terdapat 35%
siswa yang kurang aktif, yakni pada aspek
antusias memecahkan masalah
menggunakan referensi, keaktifan
menjawab pertanyaan guru, dan keaktifan
mengajukan pertanyaan.
Refleksi
Berdasarkan proses dan hasil
pembelajaran pada siklus I, dapat
dilakukan refleksi sebagai berikut.
(1) Secara umum siswa senang dengan
pembelajaran model diskusi tipe
Jigsaw.
(2) Kekurangan pada siklus I adalah
sebagai berikut.
(a) Sebagian besar siswa tidak atau
belum melakukan kegiatan
memecahkan masalah.
(b) Sebagian besar siswa tidak bisa
menemukan ide sendiri.
(c) Sebagian besar siswa tidak bisa
terampil dalam menemukan
konsep.
(d) Sebagian besar siswa kurang bisa
menganalisis atau menunjukkan
hasil.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 119
(e) Sebagian besar siswa masih takut
menyampaikan gagasan atau
mengajukan hasil karya pada
teman dan guru.
(f) Sebagian besar siswa tidak bisa
mengajukan dugaan / hipotesis.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
supaya aktivitas siswa pada siklus
berikutnya dapat meningkat dalam
pembelajaran model diskusi tipe Jigsaw,
peneliti merencanakan untuk melakukan
kegiatan sebagai berikut.
(1) memberikan paparan tentang
aspek-aspek yang seharusnya
dilakukan siswa, dan yang akan
dinilai pada pembelajaran model
diskusi tipe jigsaw;
(2) memaparkan manfaat
mempelajari materi dengan model
diskusi tipe jigsaw dengan contoh-
contoh yang lebih konkret;
(3) memberikan hadiah (reward)
kepada individu dan kelompok yang
menunjukkan aktivitas belajar baik
atau berprestasi tertentu.
Siklus II
Perencanaan
Tahap ke-1 :
Persiapan Materi Pembelajaran (1) Perencanaan dilakukan dengan
menginformasikan sekali lagi tentang
KI, KD, dan indikator materi yang
akan diberikan. Selain itu
memberitahukan kepada siswa model
pembelajaran diskusi tipe Jigsaw
yang akan digunakan.
(2) memberikan paparan tentang aspek-
aspek yang seharusnya dilakukan
siswa, dan yang akan dinilai pada
pembelajaran model diskusi tipe
jigsaw;
(3) memaparkan manfaat mempelajari
materi dengan model diskusi tipe
jigsaw dengan contoh-contoh yang
lebih konkret.
Tahap ke-2 :
Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam
kelompok heterogen dengan jumlah 6
orang. Aturan heterogenitas berdasarkan
pada hal-hal berikut:
(1) kemampuan akademik (pandai,
sedang, dan rendah) yang didapat dari
hasil akademik (skor awal)
sebelumnya;
(2) setiap kelompok terdiri atas siswa
dengan tingkat prestasi seimbang),
baik jenis kelamin, latar belakang
sosial, kesenangan bawaan /sifat
(pendiam dan aktif), dll.
Pelaksanaan
Tahap ke-3 :
Penyajian Materi Pembelajaran (1) Guru memberikan materi
pembelajaran tentang Menjelaskan
alasan berkembangnya isu/mitos
tersebut kepada siswa dalam bentuk
teks (Teks Ke-2)
(2) Setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari bagian tertentu
dari bahan yang diberikan tersebut.
Dengan demikian, anggota dalam
kelompok tersebut mempelajari topik
yang berbeda.
(3) Di samping itu, sebagai perbaikan
dari siklus sebelumnya (Siklus I) guru
memberikan penjelasan lebih rinci.
(4) Guru memberikan paparan tentang
aspek-aspek seharusnya dilakukan
siswa dan yang akan dinilai pada
pembelajaran model diskusi tipe
Jigsaw.
(5) Guru memaparkan manfaat
mempelajari materi dengan model
diskusi tipe Jigsaw dengan contoh-
contoh yang lebih konkret.
Tahap ke-4 :
Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang menjadi
tanggung jawabnya, masing-masing siswa
dari setiap kelompok yang mempelajari
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 120
topik yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang topik tersebut.
Tahap ke-5 :
Peran Tim Ahli dalam Kelompok
Anggota tim ahli tersebut kembali ke
kelompok masing-masing dan
mengajarkan apa yang telah dipelajari dan
didiskusikan di dalam kelompok ahli
kepada teman-teman dalam kelompoknya
sendiri.
Tahap ke-6: Pemberian Evaluasi (1) Evaluasi dilakukan selama 45–60
menit secara mandiri untuk
menunjukkan apa yang telah
dipelajari siswa.
(2) Hasil evaluasi tersebut digunakan
sebagai nilai perkembangan individu
Tahap ke-7 :
Pemberian Simpulan
(1) Siswa membuat simpulan tentang
Teks Tantangan.
(2) Guru memberikan hadiah (reward)
kepada individu dan kelompok yang
menunjukkan aktivitas belajar baik
atau berprestasi tertentu.
Pengamatan
Sama seperti pada siklus I, hasil
observasi pada siklus II meliputi (1)
aktivitas belajar siswa dan (2) hasil belajar
siswa. Aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran diperoleh gambaran
aktivitas siswa dalam pembelajaran
selama 80 menit. Aktivitas yang diamati
adalah sebagai berikut:
(1) keseriusan berdiskusi dalam
kelompok ahli;
(2) partisipasi dalam memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli.
(3) kemampuan menyampaikan hasil
diskusi dalam kelompok masing-
masing (kelompok asal).
Aktivitas Belajar Siswa dalam
Kelompok
Hasil observasi Aktivitas belajar
siswa dalam pembelajaran selama siklus II
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Aktivitas Belajar Siswa dalam
Kelompok (Siklus II)
No
Indikator Pengamatan Skor Kategori
1 Keseriusan berdiskusi
dalam kelompok ahli 2 Cukup
2
Partisipasi untuk
memecahkan masalah
berkaitan dengan topik
yang dipelajari dalam
kelompok ahli
1 Kurang
3
Kemampuan
menyampaikan hasil
diskusi dalam kelompok
masing-masing
(kelompok asal)
3 Baik
Keterangan Kategori
B : Skor 3 (86 s.d. 108)
C : Skor 2 (61 s.d. 85)
K : Skor 1 (36 s.d. 60)
Berdasarkan tabel tersebut, aktivitas
siswa yang muncul sudah menunjukkan
ada perbaikan, Kemampuan
menyampaikan hasil diskusi dalam
kelompok masing-masing (kelompok asal)
sudah berkategori baik. Namun demikian,
untuk Partisipasi untuk memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli masih
berkategori kurang.
Hasil Belajar Siswa
Dari hasil tes yang dilakukan pada akhir
Siklus II, diperoleh data sebagai berikut
Tabel 4.5 Hasil Belajar Siswa (Siklus II)
Jumlah Siswa (N) 44
Total Skor 3.351
Rata-rata (Mean) 69,8
Jumlah Siswa Tuntas 34
Jumlah Siswa Tidak Tuntas 10
Persentase (%) Ketuntasan 77,3%
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 121
Hasil belajar pada siklus II
sebagaimana data pada tabel tersebut,
menunjukkan ada kenaikan jika
dibandingkan dengan hasil belajar pada
siklus I. Dari data tersebut sudah
menunjukkan ketuntasan belajar siswa
karena rata-rata skor yang diperoleh siswa
sebesar 69,8 dengan persentase ketuntasan
sebesar 77,3%.
Motivasi Belajar Siswa
Pelaksanaan observasi pada siklus I
terhadap motivasi siswa dalam
pembelajaran tampak pada tabel yang
berikut ini.
Tabel 4.6 Observasi terhadap Motivasi
Belajar Siswa (Siklus II) KESIAPAN MENERIMA PE;AJARAN
No. Aspek yang Diamati Ya Tidak
1 Membawa buku
paket X
2 Membawa buku
referensi lain yang
relevan
X
3 Membawa buku
catatan X
4 Membawa alat-alat
tulis X
Persentase 100 0
PROSES KEGIATAN BELAJAR
MENGAJAR
No Aspek Yang
Diamati
AK CA KA
1 Melaksanakan
diskusi kelompok x
2 Bekerjasama dalam
kelompok x
3 Menyelesaikan tugas
mandiri x
4 Antusias
memecahkan
masalah
menggunakan
referensi
x
5 Aktif menjawab
pertanyaan guru x
6 Meminta guru
mengulang
pertanyaan
x
7 Aktif mengajukan
pertanyaan x
8 Interaksi antar siswa
dalam diskusi x
9 Mencatat rangkuman
hasil pembelajaran x
Persentase (%) 30 70 0
Keterangan:
- AK : Aktif
- CA : Cukup Aktif
- KA : Kurang aktif
Dari tabel tersebut, tampak bahwa 100%
siswa telah siap mengikuti pembelajaran
melalui jigsaw. Pada aspek pelaksanaan
pembelajaran siklus I, tidak terdapat siswa
yang berpredikat kurang aktif, baik pada
aspek antusias memecahkan masalah
menggunakan referensi, keaktifan
menjawab pertanyaan guru, maupun
keaktifan mengajukan pertanyaan.
Refleksi
Berdasarkan proses dan hasil
pembelajaran pada siklus II, dapat
dilakukan refleksi adalah bahwa secara
umum siswa nampak mulai tertarik
dengan model diskusi tipe Jigsaw. Karena
itu, siswa sangat antusias untuk
menyampaikan segala sesuatu yang
diperolehnya dengan guru atau teman-
temannya.
Kekurangan pada siklus II adalah
banyak siswa tidak optimal dalam
berpartisipasi untuk memecahkan masalah
berkaitan dengan topik yang dipelajari
dalam kelompok ahli sehingga mereka
masih memerlukan penjelasan atau
bimbingan guru atau berdiskusi lebih
banyak dengan teman-teman lain.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
supaya aktivitas siswa dapat meningkat
dalam pembelajaran model diskusi tipe
Jigsaw pada siklus berikutnya, maka
peneliti merencanakan untuk melakukan
kegiatan sebagai berikut:
(1) memberikan petunjuk langkah-
langkah pembelajaran dengan lebih
jelas, secara tertulis yang dapat diikuti
siswa dengan mudah, dan dituangkan
dalam LKS;
(2) menjelaskan bahwa setiap siswa harus
menunjukkan temuannya masing-
masing dengan teman sekelompok,
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 122
serta saling berdiskusi satu sama lain
untuk memecahkan masalah yang
ada;
(3) menjelaskan bahwa tidak harus setiap
siswa menanyakan atau menunjukkan
masalah yang ditemui kepada guru,
tetapi mencoba dahulu sampai dapat
ditemukan sendiri pemecahannya;
(4) tidak lagi menyatakan akan
memberikan hadiah (reward) kepada
individu dan kelompok yang
menunjukkan aktivitas belajar baik
atau berprestasi tertentu, karena
aktivitas siswa sudah nampak sangat
meningkat.
Siklus III
Perencanaan
Tahap ke-1 :
Persiapan Materi Pembelajaran (1) memberikan petunjuk langkah-
langkah pembelajaran dengan lebih
jelas, secara tertulis yang dapat diikuti
siswa dengan mudah, dan dituangkan
dalam LKS;
(2) menjelaskan bahwa setiap siswa harus
menunjukkan temuannya masing-
masing dengan teman sekelompok,
serta saling berdiskusi satu sama lain
untuk memecahkan masalah yang
ada;
(3) menjelaskan bahwa tidak harus setiap
siswa menanyakan atau menunjukkan
masalah yang ditemui kepada guru,
tetapi mencoba dahulu sampai dapat
ditemukan sendiri pemecahannya;
(4) tidak lagi menyatakan akan
memberikan hadiah (reward) kepada
individu dan kelompok yang
menunjukkan aktivitas belajar baik
atau berprestasi tertentu, karena
aktivitas siswa sudah nampak sangat
meningkat.
Tahap ke-2 :
Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam
kelompok heterogen dengan jumlah 6
orang. Aturan heterogenitas berdasarkan
pada hal-hal berikut: (1) kemampuan akademik (pandai,
sedang, dan rendah) yang didapat dari
hasil akademik (skor awal) sebelumnya;
(2) setiap kelompok terdiri atas siswa dengan
tingkat prestasi seimbang), baik jenis
kelamin, latar belakang sosial,
kesenangan bawaan /sifat (pendiam dan
aktif), dll.
Pelaksanaan
Tahap ke-3 :
Penyajian Materi Pembelajaran
(1) Guru memberikan materi
pembelajaran tentang Teks Tantangan
kepada siswa (Teks Ke-3).
(2) Setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari bagian tertentu
dari bahan yang diberikan tersebut.
Dengan demikian, setiap anggota
dalam kelompok tersebut
mempelajari topik yang berbeda.
Tahap ke-4 :
Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang
menjadi tanggung jawabnya, masing-
masing siswa dari setiap kelompok yang
mempelajari topik yang sama berkumpul
dan berdiskusi tentang topik tersebut.
Tahap ke-5 :
Peran Tim Ahli dalam Kelompok
Anggota tim ahli tersebut kembali
ke kelompok masing-masing dan
mengajarkan apa yang telah dipelajari dan
didiskusikan di dalam kelompok ahli
kepada teman-teman dalam kelompoknya
sendiri.
Tahap ke-6:
Pemberian Evaluasi
Tahap ke-7 :
Pemberian Simpulan
Siswa membuat simpulan tentang
Teks Tantangan.
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 123
Pengamatan
Sama seperti pada siklus I dan II,
hasil observasi pada siklus III meliputi (1)
aktivitas belajar siswa dan (2) hasil belajar
siswa. Aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran diperoleh gambaran
aktivitas siswa dalam pembelajaran
selama 80 menit. Aktivitas yang diamati
adalah sebagai berikut:
(1) keseriusan berdiskusi dalam
kelompok ahli;
(2) partisipasi dalam memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli.
(3) kemampuan menyampaikan hasil
diskusi dalam kelompok masing-
masing (kelompok asal).
Aktivitas Belajar Siswa dalam
Kelompok
Hasil observasi Aktivitas belajar
siswa dalam pembelajaran selama siklus
III disajikan pada tabel berikut
Tabel 4.7 Aktivitas Belajar Siswa (Siklus
III)
No
Indikator Pengamatan Skor Kategori
1 Keseriusan berdiskusi
dalam kelompok ahli 3 Baik
2
Partisipasi untuk
memecahkan masalah
berkaitan dengan topik
yang dipelajari dalam
kelompok ahli
2 Cukup
3
Kemampuan
menyampaikan hasil
diskusi dalam
kelompok masing-
masing (kelompok asal)
3 Baik
Keterangan Kategori
B : Skor 3 (86 s.d. 108)
C : Skor 2 (61 s.d. 85)
K : Skor 1 (36 s.d. 60)
Berdasarkan tabel tersebut, nampak
aktivitas siswa sudah menunjukkan hasil
yang cukup baik bahkan lebih baik dari
siklus sebelumnya. Partisipasi untuk
memecahkan masalah berkaitan dengan
topik yang dipelajari dalam kelompok ahli
berkategori kurang sudah menjadi cukup.
Aspek lain, yakni keseriusan dalam
berdiskusi dalam kelompok ahli dan
kemampuan menyampaikan hasil diskusi
dalam kelompok masing-masing
(kelompok asal) sudah berkategori baik.
Hasil Belajar Siswa
Dari hasil tes yang dilakukan pada
akhir siklus III, diperoleh data berikut.
Tabel 4.8 Hasil Belajar Siswa (Siklus III)
Jumlah Siswa (N) 44
Total Skor 3.722
Rata-rata (Mean) 77,5
Jumlah Siswa Tuntas 42
Jumlah Siswa Tidak Tuntas 2
Persentase (%) Ketuntasan 95,5%
Hasil belajar pada siklus III, seperti
tampak pada tabel dan grafik tersebut,
menunjukkan adanya peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil belajar pada
siklus II. Demikian pula dengan tingkat
ketuntasan yang juga menunjukkan
peningkatan jika dibandingkan dengan
siklus II, bahkan sudah mencapai 95,5%
dengan skor rata-rata yang diperoleh
siswa sebesar 77,5.
Motivasi Belajar Siswa
Pelaksanaan observasi pada siklus I
terhadap motivasi siswa dalam
pembelajaran tampak pada tabel yang
berikut ini.
Tabel 4.9 Observasi terhadap Motivasi
Belajar Siswa (Siklus III) KESIAPAN MENERIMA PELAJARAN
Jumlah
No Aspek yang Diamati Ya Tidak
1 Membawa buku paket x
2 Membawa buku
referensi lain yang
relevan
x
3 Membawa buku catatan x
4 Membawa alat-alat tulis x
Persentase (%) 100 0
PROSES KEGIATAN BELAJAR
MENGAJAR
No Aspek yang Diamati AK CA KA
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 124
1 Melaksanakan diskusi
kelompok x
2 Bekerjasama dalam
kelompok x
3 Menyelesaikan tugas
mandiri x
4 Antusias memecahkan
masalah menggunakan
referensi
x
5 Aktif menjawab
pertanyaan guru x
6 Meminta guru
mengulang pertanyaan x
7 Aktif mengajukan
pertanyaan x
8 Interaksi antar siswa
dalam diskusi x
9 Mencatat rangkuman
hasil pembelajaran x
Persentase (%) 45 55 0
Keterangan:
- AK : Aktif
- CA : Cukup Aktif
- KA : Kurang aktif
Refleksi
Berdasarkan proses dan hasil
pembelajaran pada siklus III, dapat
dilakukan refleksi sebagai berikut.
(1) Secara umum, siswa nampak tertarik
dan senang dengan model
pembelajaran model diskusi tipe
Jigsaw. Karena itu, siswa terlihat
sangat antusias untuk menyampaikan
segala sesuatu yang diperolehnya
dengan guru atau teman-temannya.
Setelah berakhirnya siklus III ternyata
siswa dalam pembelajaran lebih
semangat jika guru memberi
penjelasan disertai LKS yang
memberi petunjuk langkah-langkah
yang lebih jelas bagi siswa.
(2) Kekurangan yang utama pada siklus
III adalah banyak siswa masih belum
Partisipasi untuk memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli.
Namun demikian, hal itu dapat
dipahami karena model diskusi tipe
Jigsaw adalah hal yang baru bagi
mereka.
Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, seperti
yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya.
Pada siklus I semua aspek
pengamatan masih menunjukkan kategori
kurang karena masing-masing komponen
masih memperoleh skor 1. Hasil
belajarnya pun belum menunjukkan
ketuntasan belajar secara klasikal karena
hanya diperoleh persentase sebesar 59,2%
dengan skor rata-rata yang diperoleh
siswa sebesar 64,5.
Pada siklus II aktivitas siswa sudah
menunjukkan ada perbaikan dibandingkan
dengan siklus I. Kemampuan
menyampaikan hasil diskusi dalam
kelompok masing-masing (kelompok asal)
sudah berkategori baik. Namun demikian,
untuk partisipasi untuk memecahkan
masalah berkaitan dengan topik yang
dipelajari dalam kelompok ahli masih
berkategori kurang. menunjukkan ada
kenaikan jika dibandingkan dengan hasil
belajar pada siklus I. Rata-rata nilai siswa
sebesar 69,8 dengan persentase ketuntasan
sebesar 77,3 %.
Berdasarkan proses dan hasil
pembelajaran pada siklus II, secara umum
siswa nampak mulai tertarik dengan
model diskusi tipe Jigsaw. Karena itu,
siswa sangat antusias untuk
menyampaikan segala sesuatu yang
diperolehnya dengan guru atau teman-
temannya.
Kekurangan pada siklus II adalah
banyak siswa tidak optimal dalam
berpartisipasi untuk memecahkan masalah
berkaitan dengan topik yang dipelajari
dalam kelompok ahli sehingga mereka
masih memerlukan penjelasan atau
bimbingan guru atau berdiskusi lebih
banyak dengan teman-teman lain.
Pada siklus III aktivitas siswa sudah
menunjukkan hasil yang cukup baik
bahkan lebih baik dari siklus sebelumnya.
Partisipasi untuk memecahkan masalah
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 125
berkaitan dengan topik yang dipelajari
dalam kelompok ahli berkategori kurang
sudah menjadi cukup. Aspek lain, yakni
keseriusan dalam berdiskusi dalam
kelompok ahli dan kemampuan
menyampaikan hasil diskusi dalam
kelompok masing-masing (kelompok asal)
sudah berkategori baik. Hasil belajar
siswa pun menunjukkan adanya
peningkatan jika dibandingkan dengan
hasil belajar pada siklus II. Demikian pula
dengan tingkat ketuntasan yang juga
menunjukkan peningkatan jika
dibandingkan dengan siklus II, bahkan
sudah mencapai 95,5% dengan skor rata-
rata yang diperoleh siswa sebesar 77,5.
Dengan demikian, jika
diperbandingkan antara siklus I, II, dan III
akan tampak seperti tabel berikut.
Tabel 4.10 Perbandingan Hasil Belajar
Siswa antara Siklus I, II, dan III
Siklus
I
Siklus
II
Siklus
III
Mean 64,5 69,8 77.5
Ketuntasan 59,2 77,3 95,5
Simpulan
(1) Berdasarkan hasil yang diperoleh
dalam penelitian tindakan ini dapat
disimpulkan bahwa tindakan atau
perlakuan yang diberikan telah
berhasil meningkatkan prestasi
belajar siswa dalam pembelajaran
dengan model diskusi tipe Jigsaw.
(2) Model pembelajaran dengan
menggunakan model diskusi tipe
Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia pada kelas IX-C, agar
berhasil dengan baik, harus
memahami beberapa kriteria berikut.
(a) Guru menjelaskan dengan rinci
dan lengkap materi yang menjadi
prasyarat dan pengait sebelum
KBM dimulai.
(b) Guru memberikan paparan
tentang aspek-aspek yang
seharusnya dilakukan siswa, dan
yang akan dinilai pada
pembelajaran dengan model
diskusi tipe Jigsaw.
(c) Guru memaparkan manfaat
mempelajari materi dengan
model diskusi tipe Jigsaw dengan
contoh-contoh yang lebih
konkret.
(d) Guru memberikan hadiah
(reward) kepada individu dan
kelompok yang menunjukkan
Aktivitas belajar baik atau
berprestasi tertentu.
(e) Guru memberikan petunjuk
langkah-langkah pembelajaran
dengan lebih jelas yang dapat
diikuti siswa dengan mudah dan
dituangkan dalam LKS.
(f) Guru menjelaskan bahwa setiap
siswa harus menunjukkan
temuannya masing-masing
dengan teman sekelompok, serta
saling berdiskusi satu sama lain
untuk memecahkan masalah yang
ada.
(g) Guru menjelaskan bahwa tidak
harus setiap siswa menyatakan
atau menunjukkan atau
menanyakan masalah yang
ditemui kepada guru, tetapi
mencoba dahulu sampai dapat
ditemukan sendiri
pemecahannya.
Daftar Rujukan
Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi
Instruksional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Jalal, F. D. 2001. Reformasi Pendidikan
dalam Konteks Otonomi
Daerah.Yogjakarta: Adicita Karya
Nusa.
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000.
Pembelajaran Koperatif. Surabaya:
Unesa University Press.
Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Bab I.
(www.puskur.net/naskahak
E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 126
ademik/naskahakademikbasing/doc)
. Diakses pada 1 Agustus 2018.
Nur, Muhammad dan Wikandari, P.R.
1999. Pengajaran Berpusat pada
Siswa dan Pendekatan Kontrukvitas
dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa
University Press.
Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.
“Pengembangan Model Interaktif
dengan Setting Kooperatif”.
Desertasi yang tidak dipublikasikan.
Surabaya: Unesa.
Suparno, A. Suhaenah. 2001. Membangun
Kompetensi Belajar. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Suyatno. 2009. ”Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Efektif, dan
Menyenangkan”. Modul Guru
Bahasa Indonesia SMA/SMK.
PLPG 2009.