psikoterapi.docx

55
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT & LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2013 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR REFERAT : PSIKOTERAPI LAPORAN KASUS : GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR DENGAN GEJALA PSIKOTIK (F 31.2) OLEH RUSMIN USMAN 10542 0146 09 PEMBIMBING dr. HAWAIDAH, Sp.KJ(K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN i

Upload: rusmin-usman

Post on 25-Oct-2015

115 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

q

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT & LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2013

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

REFERAT : PSIKOTERAPILAPORAN KASUS : GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR DENGAN

GEJALA PSIKOTIK (F 31.2)

OLEH

RUSMIN USMAN

10542 0146 09

PEMBIMBING

dr. HAWAIDAH, Sp.KJ(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-

Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini dengan judul “ Psikoterapi “ dan laporan

kasus dengan judul “Gangguan Afektif Bipolar dengan Gejala Psikotik (F 31.2)“. Tugas

ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan klinik di Bagian

Ilmu Kesehatan jiwa di RSKD Provinsi Sul-Sel..

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas referat dan laporan kasus ini.

Namun berkat bantuan saran, kritikan dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman,

sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam

kepada dr. Hawaidah, Sp.KJ(K) selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu

dengan tekun dan sabar dalam membimbing dan memberikan arahan dalam proses

penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.

Semoga referat dan laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan

penulis secara khusus.

Makassar, 27 Septemberl 2013

Penulis

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rusmin Usman

NIM : 10542 0146 09

Judul Referat : Psikoterapi

Laporan Kasus : Gangguan Afektif Bipolar dengan Gejala Psikotik (F31.2)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan

Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2013

Pembimbing

dr. Hawidah, Sp.KJ(K)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1

I.1. Latar Belakang ………………………………………………………… 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 3

2.1. Definisi ……………………………………………………………….. 3

2.2. Tujuan Psikoterapi …………………………………………................. 3

2.3. Tahap-tahap psikoterapi …………………………………................... 5

2.4. Jenis psikoterapi ………………………………………………............ 7

2.5 Efektivitas psikoterapi……………………………………………….. 28

BAB III PENUTUP …………………………………………………………........ 29

3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 30

iv

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Saat ini semakin banyak orang yang memiliki masalah dalam hidupnya,

beberapa diantaranya adalah masalah dalam menjalin hubungan dengan orang lain,

masalah yang berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan, trauma, dan

masalah dimasa lalu yang mengganggu fungsi seseorang sehari – hari.

Sehingga seringkali dokter dalam menjalankan prakteknya pun akan

menghadapi berbagai macam keluhan sebagai pernyataan penderitaannya. Keluhan

tersebut timbul sebagai akibat adanya gangguan fisik, tetapi dapat pula berkaitan

dengan problem emosional atau kedua-duanya dalam waktu bersamaan. Didalam

kepustakaan disebutkan bahwa sekurang-kurangnya 25 – 30 % dari pasien yang

berobat ke dokter umum datang dengan problem emosional. Disamping itu dalam

menghadapi penyakitnya, akan selalu ada faktor – faktor emosional yang bekerja

pada diri pasien, yang dapat mempengaruhi kondisi penyakitnya. Seperti misalnya :

dari pengalaman beberapa dokter disebutkan bahwa beberapa penderita fraktur,

penyakit infeksi, dan lain-lainnya lebih cepat sembuh apabila ada rasa pengharapan

pada dirinya. Tetapi apabila pasien merasa sedih, putus asa, merasa gagal, merasa

ditinggalkan dan dipersalahkan oleh sanak keluarganya, sehingga kesembuhannya

bisa berjalan lambat. Atau bahkan tidak akan menunjukkan respons terhadap terapi

walaupun pemberian obat, operasi dan lain-lainnya diberikan secara benar dan

tepat. Tidak jarang pula seorang dokter akan menjumpai reaksi emosional pasien

yang akan menghadapi tindakan pembedahan.

Hal ini mempengaruhi mekanisme daya tahan mental yang dapat

menyebabkan terjadinya neurosis, yaitu suatu gangguan jiwa yang secara struktural

tanpa kerusakan organik dan dapat mempengaruhi kepribadian pasien. Adanya

konflik sering bermanifestasi dalam bentuk fenomena tertentu. Semua gangguan

mekanisme daya tahan mental bersifat selalu melawan atau menentang usaha-usaha

terapeutik yang bertujuan untuk mengubah atau meniadakan gangguan tersebut.

Hal ini memunculkan peranan dari terapi alternatif salah satunya adalah

psikoterapi.

1

Banyak orang yang mencari psikoterapi dengan berbagai alasan, tetapi

kebanyakan dari mereka mencari psikoterapi karena mereka membutuhkan bantuan

untuk masalah – masalah yang sangat berat. Kebanyakan orang membicarakan

masalahnya kepada teman dan keluarga, tetapi itu tidak mampu memperbaiki

keadaan dirinya. Psikoterapi merupakan salah satu cara yang tepat untuk

membicarakan masalah dan mendapatkan pemecahannya. Oleh karena itu

psikoterapi sangatlah dibutuhkan dalam penyembuhan pada orang-orang yang

memiliki masalah terutama masalah kesehatan jiwa.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Psikoterapi merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional

seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan

profesional secara sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah

atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan

mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.(1).

Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan

dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari

dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang

artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi

disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.(2)

Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua pihak atau lebih,

yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki keadaan yang

dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan ketrampilan

psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan

legal.(2)

Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap

gangguan mental emosional dengan mengubah pola pikiran, perasaan, dan perilaku

agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.(3)

Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam

tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik.

Psikoterapi adalah terapi yang menggunakan metode dan tehnik psikologik

dan memanfaatkan pengaruh psikologik untuk mencapai hasil terapeutik.

2.2. Tujuan Psikoterapi

1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya, dengan kata lain

membuat seseorang itu bahagia dan sejahtera.

2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik

untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri, ataupun membuat seseorang

tahu dan mengerti tentang dirinya.

3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya.(3)

3

Dimana terapis harus melihat keadaan pasien, sejauh mana pasien

membutuhkan bantuan. Wolberg menjelaskan tiga tingkatan psikoterapi.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas tiga tingkatan

yaitu:

1. Tingkat Support (Memulihkan Keseimbangan Pasien)

Pada terapi suportif, psikoterapi bertujuan untuk memulihkan

keseimbangan pasien secara cepat dan menghilangkan masalah-masalah

neurotik yang ada. Terapi supportif dilakukan pada pasien yang sebenarnya

memiliki penyesuaian diri yang baik, namun memiliki masalah akibat tekanan

lingkungan yang terlalu berlebihan. Terapi supportif juga ditunjukkan pada

pasien yang memiliki mekanisme koping yang terbatas, tidak mampu

mengatasi kecemasan, dan yang kurang memiliki motivasi atau intelegensinya.

Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis,

desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.

2. Tingkat Insight (Tujuan Reedukatif)

Terapi tingkatan insight dengan tujuan reedukatif untuk membantu

pasien mencapai insight. Menurut Gelso dkk (dalam Kivlighan dkk, 2000).

Istilah insight, menunjukkan derajat pemahaman pasien mengenai hal-hal yang

digali selama proses terapi, yang bisa berupa pemahaman mengenai hubungan

di dalam proses konseling, keberfungsian individu diluar konseling, atau aspek-

aspek dinamika dan perilaku pasien. Secara teoritis, insight dialami pasien

diduga akan meningkat selama proses psikoterapi dan gejala-gejala akan

berkurang seiring dengan peningkatan tersebut. Individu yang mencapai insight

selama proses terapi menunjukkan penurunan keluhan yang berkaitan dengan

tekanan yang dirasakan. Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi

kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.

3. Tingkat Insight Therapy (Tujuan Rekonstruktif)

Level ini bertujuan sebagai rekonstruktif. Level ini mengupayakan

tercapainya kesadaran atas konflik-konflik yang tidak disadari dan dengannya

dengan mekanisme pertahanan tertentu. Tujuan utamanya adalah merasakan

emosional yang berawal dari pemahaman total melalui rekonstruksi

4

kepribadian. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian

(Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi

berorientasi psikoanalitik atau dinamik.

2.3 Tahap-tahap psikoterapi :

1. Wawancara awal

a. Kemukakan apa yang akan terjadi selama terapi berlangsung, aturan-

aturan yang akan dilakukan terapi & diharapkan dari pasien, kontrak

terapeutik (tujuan, harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dll)

b. Hal apa yang menjadi masalah pasien, pasien menceritakan masalah (ada

komitmen untuk mengkomunikasikan), terapis & pasien bekerjasama.

2. Proses terapi

a. Mengkaji pengalaman pasien, hubungan terapis & pasien, pengenalan –

penjelasan – pengertian perasaan & pengalaman pasien.

b. Pengertian ke tindakan

c. Terapis bersama pasien mengkaji & mendiskusikan apa yang telah

dipelajari pasien selama terapi berlangsung, pengetahuan pasien akan

aplikasinya nanti di perilaku & kehidupan sehari-hari.

3. Mengakhiri terapi

a. Terapi dapat berakhir jika tujuan telah tercapai, pasien tidak melanjutkan

lagi, atau terapis tidak dapat lagi menolong pasiennya (merujuk ke ahli

lain)

b. Beberapa pertemuan sebelum terapi berakhir pasien diberitahu untuk

menjadi lebih mandiri menghadapi lingkungannya nanti. Sehingga pasien

dibantu agar merasa dirinya diterima, aman, dilindungi, diperhatikan,

dibesarkan hatinya dan dikurangi kecemasannya.

Seperti telah disebutkan, psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan

atau wawancara (interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan

antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk

mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan

untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan

5

psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya; data

yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya

hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga

berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan

pasiennya tersebut.

Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi

secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga

mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang

sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang

kita amati yaitu :

(1) Apa yang terjadi pada pasien,

(2) Apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta

(3) Apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya.

Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi

pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat.

Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa yang kita

bicarakan, tetapi juga bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat atau

waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,

serta bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang

ditolong (pasien) tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi

lebih tenang atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih

percaya atau pun curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada

pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama

sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan

pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara

berpikir dan menghayati segala sesuatu.

Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan

hanya menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga

pengaruh pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan

terpengaruh oleh sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam

sikap, perasaan dan perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku

6

pasien terhadapnya (ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri),

dokter atau terapis dapat menjadi tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka,

tertutup, bosan, sedih, kesal, malu, terangsang, dll.; perasaan-perasaan tersebut

turut menentukan apa yang dikatakannya kepada pasien (atau tidak

dikatakannya) dan bagaimana ia mengatakannya. Untuk dapat mengatasi

hal ini seorang dokter atau terapis perlu belajar untuk memantau perasaan-

perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan sikapnya terhadap pasien

sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit mungkin tercampur

dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya

sendiri.

Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar

dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara

dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien,

senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan

menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya, pasien

justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata

atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan

membuat-buat jawabannya.

Pasien dibantu agar merasa dirinya diterima, aman dilindungi, diperhatikan,

dibesarkan hatinya dan dikurangi kecemasannya.

2.4 Jenis Psikoterapi

1. PSIKOANALISIS

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat

tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis, psikoanalisis

adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Psikoanalisis dimulai

dengan pengobatan pasien dengan hipnosis. Di tahun 1881 Anna O, seorang

wanita muda neurotik yang menderita gangguan visual dan motorik yang

multipel dan perubahan kesadaran, diobati oleh dokter ahli penyakit daiam dari

Vienne, Josef Breuer. Ia mengamati bahwa gejala pasien menghilang jika ia

mengekspresikannya secara verbal saat dihipnosis. Sigmeun Freud dan Breuer

menggunakan tehknik secara bersama, mereka mendorong pasiennya untuk

7

berkonsentrasi dengan mata tertutup pada ingatan masa lalu yang berhubungan

dengan gejala mereka. Metoda konsentrasi tersebut akhirnya menjadi teknik

asosiasi bebas. Freud menginstruksikan pasiennya untuk mengatakan apa saja

yang datang ke dalam pikirannya, tanpa menyensor pikiran mereka. Metoda ini

masih sering digunakan sekarang dan merupakan salah satu ciri psikoanalisis,

melalui mana pikiran dan perasaan yang berada dalam alam bawah sadar

dibawa ke dalam alam sadar.(4)

Dalam The Interpretation of Drewns Freud menjelaskan model

topografik dan pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam prasadar

(preconscious), dan alam bawah dasar (unconscious). Pikiran sadar dianggap

sebagai kesiagaan. Prasadar, di mana pikiran dan perasaan mudah masuk ke

kesadaran, dan bawah sadar, di mana pikiran dan perasaan tidak dapat disadari

tanpa melewati tahanan yang kuat. Bawah sadar mengandung bentuk fungsi

pikiran nonverbal dan membangkitkan mimpi, parapraksis (lidah terpeleset),

dan gejala psikologis. Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan

bawah sadar dan pertimbangan moral yang dimiliki pasien terhadap impuls

mereka. Konflik tersebut menyebabkan fenomena represi, yang dianggap

sebagai patologis. Asosiasi bebas memungkinkan ingatan yang terepresi

diungkapkan kembali dan dengan demikian berperan dalam penyembuhan.(4)

a. Tujuan

Tujuan utama psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur

karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam

diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali

pengalaman kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau

direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran

merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif

dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian

intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan

yang berkaitan dengan pemahaman siri lebih penting lagi.(5)

b. Lingkungan Analisis

Analisis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam

mencapai kesadaran diri, kejujuran keefektifan dalam melakukan hubungan

personal, dalam menangani kecemasan secara realistis serta dalam memperoleh

8

kendali atas tingkah laku yang impulsive dan interpersonal.3 Lingkungan

analisis yang biasanya adalah pasien berbaring pada dipan atau sofa dan ahli

analisis duduk di sebelahnya, sebagian atau sama sekali di luar lapangan

pandang pasien. Dipan membantu ahli analisis menimbulkan regresi terkendali

yang mempermudah timbulnya material yang rerepresi. Posisi pasien yang

berbaring dengan kehadiran ahli analisis yang penuh perhatian, pada saat

berbaring klien melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-pengalaman,

asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan dan fantasi-fantasinya. Posisi juga membantu

pasien memusatkan perhatian pada pikiran, perasaan, dan khayalan dalam, yang

selanjutnya dapat menjadi pusat asosiasi bebas.(4)

c. Peranan AhIi Analisis

Idealnya, ahli analisis yang telah menjalani psikoanalisis pribadi sebagai

bagian dan latihan mereka mampu untuk mempertahankan sikap objektivitas

atau netralitas yang kepada pasien, mencoba untuk tidak menanamkan

kepribadian atau sistem nilai dirinya sendiri.(4)

d. Lama Terapi

Pasien dan ahli psikoanalisis harus siap untuk terlibat dalam proses

untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Psikoanalisis mernbutuhkan waktu

antara tiga dan enam tahun, kadang-kadang lebih lama. Sesion biasanya

dilakukan empat atau lebih dalarn seminggu masing-masingnya selama 45

sampai 50 menit. Beberapa analisis dilakukan dengan frekuensi yang lebih

jarang dan dengan sesion yang bervaniasi dan 20 sampai 30 menit.(4)

e. MetodaTerapi

Aturan dasar psikoanalisis adalah bahwa pasien setuju untuk jujur

sepenuhnya terhadap ahli analisis dan menceritakan segala sesuatu tanpa pilih-

pilih. Freud menamakan teknik yang memungkinkan kejujuran tersebut sebagai

asosiasi bebas.

Asosiasi bebas. Dalam asosiasi bebas, pasien harus membersihkan

pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan renungan-renungan sehari-hari

dan sebisa mungkin mengatakan segala sesuatu yang datang ke dalam

pikirannya tanpa adanya penyensoran, terlepas dan apakah mereka rasakan

pikiran tersebut tidak dapat diterima atau memalukan, itu tidak penting.

9

3Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-

pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkautan

dengan situasi-situasi traumatic masa lampau. Asosiasi dipimpin oleh tiga

jenis tenaga bawah sadar: konflik patogenik neurosis, keinginan untuk

sembuh, dan keinginan untuk menyenangkan ahli analisis. Peranan antara

faktor-faktor tersebut menjadi kompleks.,(4, 6)

Perhatian mengalir bebas (free-floating attention). Jawaban ahli analisis

terhadap asosiasi bebas pasien adalah cara mendengarkan yang khusus,

yang dinamakan perhatian mengalir bebas. Ahli analisis membiarkan

asosiasi pasien menstimulasi asosiasi mereka sendiri dan dengan demikian

mampu untuk melihat tema dalam asosiasi bebas pasien yang mungkin

dicerminkan kembali kepada pasien kemudian atau pada beberapa waktu

kemudian. Perhatian ahli analisis yang cermat kepada pengalaman

subjektifnya sendini adalah bagian yang tidak dapat diterima dari analisis.(4)

Aturan abstinensi. Dengan mengikuti aturan abstinensi, pasien mampu

menunda pemuasan tiap keinginan instinktual seperti membicarakannya

dalam terapi. Ketegangan yang ditimbulkan menghasilkan asosiasi relevan

yang digunakan oleh ahil analisis untuk meningkatkan kesadaran pasien.

Aturan tersebut tidak dimaksudkan abstinensi seksual, tetapi, dengan tidak

mengijinkan lingkungan terapi memuaskan harapan infantil pasien akan

cinta dan kasih sayang.(4)

f. Indikasi Terapi

Indikasi utama psikoanalisis adalah konflik psikologis yang berlangsung

lama yang menimbulkan gejala atau gangguan. Hubungan antara konflik dan

gejala rnungkin langsung atau tidak langsung. Psikoanalisis dianggap efektif

dalam mengobati gangguan kecemasan tertentu, seperti fobia dan gangguan

obsesif-kompulsif, gangguan depresif ringan (gangguan distimik), beberapa

gangguan kepribadian, dan beberapa gangguan pengendalian impuls dan

gangguan seksual. Tetapi, lebih penting dari diagnosis adalah kemampuan

pasien untuk membentuk persetujuan analitik dan mempertahankan komitmen

terhadap proses analitik yang semakin dalam yang membawa perubahan

10

internal melalui peningkatkan kesadaran terhadap diri sendiri. Freud percaya

bahwa pasien juga mampu membentuk perlekatan transferensi yang kuat

kepada ahli analisis (dinamakan neurosis transferensi), tanpanya analisis tidak

dimungkinkan. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien psikotik

karena kesulitan mereka dalam membentuk ikatan afektif dan realistik yang

penting untuk perkembangan dan resolusi neurosis transferensi. Ego pasien

dalam analisis harus mampu mentoleransi frustrasi tanpa berespon dengan

suatu bentuk penentangan (acting out) yang serius atau pindah dan satu pola

patologis ke pola lain. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien

ketergantungan obat, yang dianggap tidak mampu karena ego mereka tidak

mampu menoleransi frustrasi dan kebutuhan emosional dan psikoanalisis.(4)

g. Kontraindikasi Terapi

Berbagai kontraindikasi untuk psikoanalisis adalah relatif, tetapi

masing-masingnya harus dipertimbangkan sebelum melakukan terapi.

1) Usia. Biasanya, hanyak ahli analisis percaya bahwa sebagian besar orang

dewasa yang berusia di atas 40 tahun tidak memiliki fleksibilitas yang

cukup untuk perubahan. Tetapi yang lebih penting dari usia adalah

kapasitas pasien individual untuk introspeksi secara bijaksana dan

keinginan untuk berubah. Calon ideal ádalah biasanya dewasa muda, anak –

anak tidak mampu mengikuti aturan asosiasi bebas.

2) Intelegensi. Pasien juga harus cukup cerdas untuk mengerti prosedur dan

untuk bekerja sama dalam proses.

3) Gangguan kepribadian antisosial. Klinisi dan peneliti percaya bahwa

pasien dengan gangguan kepribadian anti social adalah prediktor paling

negatif dari respon psikoterapi.

4) Batasan waktu. Pada pasien dengan keterbatasan waktu dapat

dipertimbangkan terapi lain.

5) Sifat hubungan. Analisis dengan sifat hubungan teman, saudara dan kenalan

di kontraindikasikan karena mengganggu transferensi dan objektifitas ahli

analisis.(4)

11

h. Hasil Terapi

Analisis membantu menurunkan kekuatan konflik dan membantu

menemukan cara yang dapat diterima untuk menghadapi impuls yang tidak

dapat diturunkan. Tujuan akhir adalah menghilangkan gejala, dengan demikian

meningkatkan kemampuan pasien untuk bekerja, bersenang – senang dan

mengerti diri sendiri. Psikoanalisis dianggap efektif pada beberapa keadaan

untuk banyak gangguan.(4)

2. PSIKOTERAPI PSIKOANALITIK

Psikoterapi psikoasialitik adalah terapi yang didasarkan pada rumusan

psikoanalitik yang telah dimodifikasi secara konseptual dan teknik. Tidak

seperti psikoanalisis, yang sebagian permasalahan akhirnya mengungkapkan

dan bekerja selanjutnya melalui konflik infantil saat timbul dalam neurosis

transferensi, psikoterapi psikonalitik memusatkan perhatian pada konflik pasien

sekarang dan pola dinamika sekarang yaitu, analisis masalah pasien dengan

orang lain dan dengan dirinya sendiri. Juga tidak seperti psikoanalisis, yang

sebagai tekniknya menggunakan asosiasi bebas dan analisis neurosis

transferensi, psikoterapi psikoanalitik ditandai dengan teknik wawancara dan

diskusi yang jarang menggunakan asosiasi bebas, Dan sekali lagi tidak seperti

psikoanalisis, psikoterapi psikoanalitik biasanya membatasi kerjanya pada

transferensi dengan suatu diskusi reaksi pasien terhadap dokter pskiatrik dan

orang lain.(4)

a. Teknik Terapi

Pada psikoterapi psikoanalitik pasien dan ahli terapi biasanya saling

bertatap-tatapan satu sama lainnya, yang membuat ahli terapi terlihat nyata

dan bukan merupakan kumpulan khayaian yang diproyeksikan. Tipe terapi

ini jauh lebih fleksibel dibandingkan. psikoanalisis, dan dapat lebih sering

digunakan bersarna-sama dengan medikasi psikotropik dibandingkan

psikoanalisis.

Psikoterapi psikoanalitik dapat terentang dari wawancara suportif,

memusatkan pada masalah yang sekarang dan menekan, sampai terapi

selama bertahun-tahun, dengan satu sampai tiga wawancara dalam

seminggu dengan lama yang bervariasi. Berbeda dengan psikoanalisis,

12

psikoterapi psikoanalitik mengobati sebagian besar gangguan yang dalam

bidang psikopatologi.(4)

b. Tipe

1. Psikoterapi berorientasi tilikan

Tilikan adalah pengertian pasien tentang fungsi psikologisnya dan

kepribadiannya. Untuk mencapai tilikan, klinisi harus menyebutkan bidang

atau tingkat pengertian atau pengalaman di mana pasien berada, Penekanan

dokter psikiatrik pada terapi berorientasi tilikan (juga disebut terapi

ekspresif dan psikoterapi psikoanalitik intensif) adalah pada nilai di mana

pasien menggali sejumlah tilikan baru ke dalam dinamika perasaan, respon,

perilaku sekarang dan khususnya, hubungan mereka sekarang dengan orang

lain. Dalam lingkup yang lebih sempit penekanan adalah pada nilai untuk

mengembangkan tilikan ke dalam respon pasien terhadap ahli terapi dan

respon pada masa anak – anak. Terapi berorientasi tilikan adalah terapi yang

terpilih untuk seorang pasien yang memiliki kekuatan ego yang adekuat

tetapi, karena satu dan lain alasan, tidak dapat atau tidak boleh menjalani

psikoanalisis.(4)

Efektivitas terapi tidak tergantung semata-mata pada tilikan yang

dikembangkan atau digunakan. Respon terapi pasien juga didasarkan pada

faktor – faktor tertentu seperti pengungkapan perasaaan dalam suasana yang

tidak menghakimi tetapi memiliki batas-batas, identifikasi dengan ahli

terapi, dan faktor hubungan lainnya. Hubungan terapetik tidak memerlukan

suatu penerimaan tanpa pilih – pilih sama sekali terhadap apa yang

dikatakan dan dilakukan pasien. Kadang – kadang ahli terapi harus

mengintervensi sisi ego yang relatif lemah dengan memberikan bukti-bukti

yang tidak dapat disanggah sehingga pasien dapat mencoba untuk mencapai

penyesuaian yang lebik baik atau dengan menentukan batas yang realistik

untuk perilaku maladaptif pasien.(4)

2. Psikoterapi suportif

Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan)

ini memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien

dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan

13

suatu periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang

membutuhkan bantuan untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan

kecemasan dan dalam menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang

mungkin terlalu kuat untuk dihadapi.(4)

Terapi suportif menggunakan sejumlah metoda, baik sendiri-sendiri atau

konbinasi, termasuk :

1) Kepemimpinan yang hangat, ramah dan kuat

2) Pemuasan kebutuhan untuk bergantung

3) Mendukung perkembangan kemandirian yang sah pada akhirnya

4) Membantu mengembangkan sublimasi yang menyenangkan (sebagai

contohnya, hobi)

5) Istirahat dan rekreasi yang adekuat

6) Menghilangkan ketegangan eksternal yang berlebihan.jika mungkin

7) Perawatan jika diindikasikan

8) Obat untuk mengurangi gejala

9) Bimbingan dan nasehat dalam menghadapi masalah sekarang.

Psikoterapi suportif cocok untuk berbagai penyakit psikogenik.  Terapi ini

dapat dipilih jika penilaian diagnostik menyatakan bahwa proses kematangan yang

bertahap didasarkan pada perluasan sasaran baru untuk identifikasi, adalah jalan

yang paling menjanjikan untuk perbaikan.

Semua  dokter  kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis :

katarsis, persusi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan

(konseling). Oleh karena itu, hal ini akan dibicarakan secara singkat di bawah ini.

1. Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati

sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang

penyakitnya) berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam

proporsi yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh

pengertian (empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong

bicaranya (menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-

impuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan salah atau berdosa.(1)

2. Persuasi ialah menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala

penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap

14

masalah yang dihadapinya. Kritik diri sendiri oleh pasien penting untuk

dilakukan. Dengan demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan,

diubah atau diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi,

serta pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien

pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang.(1).

3. Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien

atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang.

Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas

profesional serta menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter sehingga

kritiknya berkurang dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi

sempit. Ia mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak

terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan efektif,

umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan konflik yang dangkal

atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.(1)

Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-

kadang juga menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak menjadi

tetap, karena pasien menganggap pengobatan itu datang dari luar dirinya. Jadi

sugesti harus diikuti dengan reeduksi. Anak-anak dan orang dengan inteligensi

yang sedikit kurang serta pasien yang berkepribadian tak matang atau histerik

lebih mudah disugesti. Jangan memaksa-maksa pasien dan jangan memberikan

kesan bahwa dokter menganggap ia membesar-besarkan gejalanya. Jangan

menganggu rasa harga diri pasien. Pasien harus percaya bahwa gejala-gejalanya

akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan organik sebagai penyebab

gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan bahwa bila gejala-gejala itu hilang, hal itu

terjadi karena ia sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa

timbulnya gejala itu tidak logis.(1)

4. Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus

atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi

secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan

kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.(1)

5. Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik)

yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih

15

sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar

manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan sebagainya.(1)

6. Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk

membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi

suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya

dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.(1)

7. Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan sebagai

suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau social

worker) kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan

sosial khusus. Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan tidak

(seperti pada psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak

diadakan usaha untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya

hendak menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).(1)

8. Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun

berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan berguna baginya

untuk mencari nafkah kelak.(1)

3. PSIKOTERAPI KELOMPOK

Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki

penyakit emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam

kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu satu

sama lainnya dalarn menjalani perubahan kepribadian. Dengan menggunakan

berbagai manuver teknik dan gagasan teoritis, pembimbing menggunakan

interaksi anggota kelompok untuk membuat perubahan.(4)

Psikoterapi kelompok meliputi spektrum terapi teoritik dalam psikiatri

suportif, terstruktur, terbatas waktu (sebagai contohnya, kelornpok dengan

orang psikotik yang kronis), kognitif perilaku, interpersonal, keluarga, dan

kelompok berorientasi analisa. Dibandingkan dengan terapi individu, dua

kekuatan utama terapi kelompok merupakan kesempatan untuk mendapatkan

umpan balik langsung dari teman sebaya pasien dan kesempatan bagi pasien

dan ahli terapi untuk mengobservasi respon perilaku, psikologis, emosional

pada berbagai orang, yang menimbulkan berbagai transferensi.(4)

16

Tujuan psikoterapi kelompok ialah membebaskan individu dari stres,

membantu para anggota kelompok agar dapat mengerti lebih jelas sebab-sebab

kesukaran mereka, membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih

baik, yang dapat diterima dan yang lebih memuaskan.(1)

Pemilihan Pasien

Untuk menentukan kecocokan pasien untuk psikoterapi kelompok, ahli

terapi memerlukan sejumlah besar informasi, yang digali dan wawancara

skrining. Dokter psikiatrik harus menggali riwayat psikiatrik dan melakukkan

pemeriksaan status mental untuk mendapatkan informasi dinamik, perilaku dan

diagnostik tertentu.(4)

Pasien dengan kecemasan otoritas  mungkin dapat bekerja atau tidak

dalam terapi kelompok. Tetapi mereka seringkali mereka menjadi baik di dalam

lingkungan kelompok di banding lingkungan individu. Pasien dengan cemas

kekuasaan yang cukup besar mungkin terhambat, cemas, menentang, dan tidak

mau mengatakan pikiran dan perasaannya di dalam lingkungan individual,

biasanya karena meraa takut akan kecaman atau penolakan dan ahli terapi.

Pasien dengan kecemasan teman sebaya dengan gangguan kepribadian

ambang dan skizoid, yang memiliki hubungan destruktif dengan teman

sebayanya atau yang terisolasi secara ekstrim dan kontak teman sebaya

biasanya beraksi secara negatif atau cemas jika ditempatkan di lain lingkungan

kelompok. Tetapi, jika pasien tersebut dapat menghilangkan kecemasannya,

terapi kelompok dapat membantu.

Diagnosis gangguan pasien juga sangat penting dalam menentukan

pendekatan terapi yang terbaik dan dalam menilai motivasi pasien untuk terapi,

kapasitas untuk berubah, dan kekuatan dan kelemahan struktur kepribadian.(4)

Terdapat beberapa kontraindikasi untuk terapi kelompok. Pasien

antisosial biasanya tidak bekerja di dalam lingkungan kelompok heterogen

karena mereka tidak dapat mengikuti standar kelompok. Tetapi, jika kelompok

terdiri dari pasien antisosial lainnya mereka dapat berespon dengan lebih baik

kepada teman sebayanya dibandingkan kepada tokoh yang dirasakan berkuasa.

Pasien terdepresi menjadi baik setelah mereka mempercayai ahli terapinya.

Pasien yang secara aktif mencoba bunuh diri atau pasien depresi tidak boleh

diobati hanya dalam lingkungan kelompok. Pasien manik adalah kacau, tetapi,

17

jika telah di bawah kendali psikofarmakologi, mereka bekerja baik di dalam

lingkungan kelompok. Pasien yang delusional dan yang mungkin memasukkan

sistem wahamnya ke dalam kelompok harus dikeluarkan, demikian juga pasien

yang memiliki ancaman fisik kepada anggota kelompok lain karena ledakan

agresif yang tidak dapat dikendalikan.(4)

Jumlah peserta Terapi kelompok telah berhasil dengan anggota sedikitnya 3

orang dan sebanyaknya 15 orang, tetapi sehagian besar ahli terapi merasa

bahwa 8 sampai 10 anggota adalah ukuran yang optimal. Pada anggota yang

lebih sedikit mungkin tidak cukup interaksi kecuali anggota-anggotanya adalah

cukup verbal. Tetapi pada lebih dan 10 anggota interaksi mungkin terlalu besar

untuk diikuti oleh anggota atau ahli terapi.(4)

Frekuensi sesion. Sebagian besar ahli psikoterapi kelompok melakukan sesion

kelompok sekali seminggu. Mempertahankan kontinuitas dalam sesion adalah

penting. Jika ada sesi selingan, kelompok bertemu dua kali seminggu, sekali

dengan ahli terapi, sekali tanpa ahli terapi. Sesi kelompok umumnya

berlangsungsung satu sampai dua jam, tetapi batasan waktu harus tetap.(4)

Peranan Ahli Terapi, Walaupun terjadi perbedaan pendapat tentang seberapa

aktifnya atau pasifnya ahli terapi sehanisnya, konsensusnya adalah bahwa

peranan ahli terapi terutama adalah sebaga fasilitator. ldealnya, anggota

kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan. Iklim

yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen perubahan yang

kuat. Ahli terapi lebih dan sekedar ahli yang menerapkan teknik; ahli terapi

memberikan pengaruh pribadi yang menarik vaniabel tertentu seperti empati,

kehangatan, dan rasa hormat.(4)

4. PSIKOTERAPI KOMBINASI INDIVIDUAL DAN KELOMPOK

Di dalam psikoterapi kombinasi individual dan kelompok, pasien

ditemui secara individual oleh ahli terapi dan juga ikut mengambil bagian di

dalam sesi kelompok. Ahli terapi untuk kelompok dan untuk sesion individual

biasanya adalah orang yang sama.(4)

Jumlah anggota kelompok dapat bervariasi, dari 3 hingga 15 orang

tetapi jumlah yang paling membantu adalah delapan hingga sepuluh orang.

18

Pasien harus menghadiri semua sesi kelompok maupun individu harus diperiksa

sebagai bagian dari proses terapeutik.(4)

Terapi kombinasi adalah suatu modalitas terapi tersendiri, bukan suatu

modalitas terapi individu. Ini bukan suatu sistem di mana pasien individual

dibekali oleh sesion kelompok yang kadang-kadang, dan juga tidak berarti

partisipan terapi kelompk bertemu sendiri dengan ahli terapi dari waktu ke

waktu. Malahan. ini adalah rencana yang berkelanjutan di mana kelompok

mèngalami interaksi yang penuh arti dengan sesion individual dan di mana

umpan balik timbai balik membantu membentuk pengalaman terapetik yang

terintegrasi.(4)

Sebagian besar peneliti percaya bahwa terapi kombinasi memiliki

keuntungan dari lingkungan individu dan lingkungan kelompok, tanpa

mengorbankan kualitas masing – masing. Pada banyak kasus, terapi kombinasi

tampaknya membawa masalah ke permukaan dan menghilangkannya lebih

cepat dibandingkan yang dimungkinkan oleh metoda tersebut masing-masing.4

5. PSIKODRAMA

Psikodrama adalah metoda psikoterapi kelompok yang diciptakan oleh

dokter psikiatrik kelahiran Vienna, Jacob Moreno dimana susunan kepribadian,

hubungan interpersonal, konflik, dan masalah emosional digali dengan

menggunakan metoda dramatik khusus. Dramatisasi terapetik masalah

emosional adalah termasuk

1. Protagonis atau pasien,

2. Orang yang memerankan masalah dengan bantuan ego tambahan

3. Orang yang memerankan berbagai aspek pasien

4. Sutradara, psikodramatis, atau ahli terapi, orang yang membimbing drama

tersebut dalam mencapai tilikan.

Teknik

Psikodarma dapat memusatkan perhatian pada bidang fungsi tertentu

(suatu mimpi, keluarga atau situasi kominitas ), suatu peranan simbolik, suatu

sikap bawah sadar atau bayangan situasi di masa depan. Gejala tertentu seperti

waham dan halusinasi juga dapat diperankan di dalam kelompok. Teknik untuk

menunjukan proses terapeutik ini adalah percakapan seorang diri (suatu cerita

19

tentang pikiran dan perasaan yang terlihat dan tersembunyi ), pembalikan peran

dan ganda multiple (beberapa orang berperan seperti pasien pada keadaan yang

bervariasi) dan teknik cermin. Teknik lain adalah menggunakan hypnosis dan

obat psikoaktif untuk memodifikasi memerankan perilaku dalam berbagai cara.(4)

6. TERAPI KELUARGA

Terapi keluarga adalah intervensi yang berfokus untuk mengubah

interaksi diantara anggota keluarga dan berupaya untuk memperbaiki fungsi

keluarga sebagai unit yang terdiri dari individu-individu. Klinisi yang

melakukan terapi keluarga berupaya untuk menghentikan pola antargenerasi

yang kaku yang menimbulkan penderitaan di dalam atau di antara individu.

Terapi keluarga dapat menyelesaikan kekhawatiran anggota keluarga, tetapi

paling besar kemungkinannya untuk memengaruhi anak-anak, yang realitas

hariannya secara langsung dipengaruhi oleh konteks keluarga.(4, 7)

Terapis harus mengeksplorasi setiap pandangan anggota keluarga

terhadap masalah, penyelesaian apa yang telah di coba dan hasil apa yang

diharapkan dari usaha terakhir untuk perubahan.

Nilai perfungsian mutakhir keluarga

1. Amati interaksi di antara anggota keluarga

2. Tanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan hubungan antar anggota

keluarga dan teliti respon lisan dan non lisan anggota keluarga.

3. Mengembangkan beberapa hipotesis mengenai sistem keluarga

4. Cari adanya segitiga yaitu, dua orang dalam konflik cenderung untuk

melibatkan orang ketiga dalam konflik.

5. Pertahankan posisi empatik dan netral

6. Kenali kekuatan dalam anggota keluarga dan perseorangan

7. Fokuskan pada pola hubungan dan cara berinteraksi habitual.

a. Tujuan

Tujuan terapi adalah

1. untuk menyelesaikan atau mengurangi konflik dan kecemasan patogenik di

dalam susunan hubungan interpersonal;

20

2. untuk meningkatkan persepsi dan pemenuhan kebutuhan anggota keluarga lain

oleh anggota keluarga

3. untuk meningkatkan hubungan peran yang sesuai antara jenis kelamin dan

antara generasi

4. untuk meningkatkan kapasitas anggota individual dan keluarga sebagai

keseluruhan untuk mengatasi tenaga destruktif di dalam dan di luar lingkungan

sekitamya

5. untuk mempengaruhi identitas dan nilai keluarga sehingga anggota terorientasi

kepada kesehatan dan pertumbuhan.

Tujuan akhir adalah untuk mengintegrasikan keluarga ke dalam sistem yang besar

di dalam masyarakat, yang termasuk bukan saja keluarga besar (extended family)

tetapi juga masyarakat seperti yang diwakili oleh sistem tersebut sebagai sekolah,

fasilitas medis, dan badan sosial, rekreasional, dan kesejahteraan sehingga keluarga

tidak terisolasi.(4)

b. Teknik Terapi

1. Teknik WawancaraKualitas khusus wawancara keluarga terdiri atas dua fakta penting:

(1) Keluarga datang ke terapi dengan riwayat dan dinamik yang tegak

ditempatnya. Bagi ahli terapi keluarga, hal tersebut adalah sifat kelompok

yang te!ah melekat, lebih dan sekedar gejala, yang berperan dalam masalah

klinis.

(2) Anggota keluarga biasanya tinggal bersama-sama dan, dengan suatu tingkat,

tergantung satu sama lainnya untuk kesehatan fisik dan emosionalnya.

2. Terapi kelompok keluarga

Terapi kelompok keluarga mengkombinasikan beberapa keluarga ke dalam satu

kelompok tunggal. Masalah bersama adalah saling dibagikan, dan keluarga-

keluarga tersebut membandingkan interaksi mereka dengan keluarga lain di

dalam kelompok. Kelompok keluarga yang multipel telah digunakan secana

efektif dalam terapi skizofrenia. Orang tua dan anak yang terganggu dapat juga

disatukan bersama-sama untuk berbagi situasi mereka.(4)

3. Terapi jaringan sosial

21

Di dalam terapi jaringan sosial komunitas atau jaringan sosial pasien yang

memiliki gangguan semuanya bertemu di dalam sesion kelompok bersama

dengan pasien. Jaringan ini mencakup mereke yang berkontak dengan pasien di

dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya keluarga tetepi juga kerabat, teman,

guru, dan teman kerja.(4)

4. Terapi paradoksikal

Pendekatan ini, yang dikembangkan dari penelitian Gregory Bateson, terdiri

atas anjuran di mana pasien dilibatkan secara sengaja dalam perilaku yang tidak

diharapkan (dinamakan keputusan paradoksikal ), seperti menghindari objek

fobik atau melakukan ritual kompulsif. Walaupun terapi paradoksikal dan

pemakaian keputusan paradokikal adalah relatif baru, terapi dapat inenciptakan

tilikan baru bagi beberapa pasien. Bahaya dan pendekatan ini adalah bahwa

dapat digunakan dalam cara yang sewenang – wenangnya atau rutin.(4)

5. Reframing

Reframing atau dikenal juga sebagai konotasi positif adalah pemberian label

ulang pada semua perasaan atau perilaku yang diekspresikan secara negatif

menjadi positif. Ahli terapi berusaha untuk menjadikan anggota keluarga

memandang perilaku dan bingkai referensi baru sebagai contohnya, “Anak ini

bandel” menjadi “Anak ini mati – matian mencoba mengalihkan dan

melindungi anda dari apa yang dirasakannya sebagai perkawinan yang tidak

bahagia.”(4)

8. PSIKOTERAPI JENIS PRILAKU

Terapi ini mempunyai landasan utama pada teori belajar/learning theory.

Perilaku yang aneh pada seseorang sebenarnya merupakan akibat yang tidak

dikehendaki oleh seorang tersebut tetapi merupakan hasil dari cara belajar

menghadapi situasi tertentu yang cenderung keliru. Tingkat keberhasilan cukup

tinggi dengan menggunakan terapi ini.

Terapi perilaku (behavior therapy) berusaha menghilangkan masalah

perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien.

Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini.(1)

Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu:

22

1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya,

yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Umpamanya seorang anak yang

tidak berprestasi di sekolah dan nakal di kelas hanya dengan seorang guru tertentu

dapat menjadi efektif dan rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain diajar oleh seorang

guru yang lain.

2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau

dimodifikasi. Umpamanya seorang anak dapat diajar ntuk melihat dirinya sendiri

dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan

amarah bila ia menghadapi frustasi.

3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku itu

dapat dimodifikasi. Umpamnya ia dihukum bila ia menganggu orang lain, degnan

demikian rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih

kooperatif.

Terapi perilaku dapat dilakukan secara individual ataupun  secara

berkelompok. Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif,

disfungsi sexual (umpamanya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual

(umpamanya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan

kebiasaan atau pengawasan impuls (umpamanya gagap, enuresis dan berjudi secara

kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi.

Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan

hipomania.(1)

9. TERAPI KOGNITIF

Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan

kerja sama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapetik.

Terapi ini berorientasi terhadap rnasalah sekarang dan pemecahannya. Terapi

biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun metoda kelompok juga

digunakan. Terapi juga dapat digunakan bersama-sama dengan obat.

Terapi kognitif telah diterapkan terutama untuk gangguan depresif (dengan

atau tanpa gagasan bunuh din) tetapi, terapi ini juga telah digunakan pada kondisi

lain, seperti gangguai panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan

kepribadian paranoid, dan gangguan somatoform. Terapi depresi dapat berperan

sebagai paradigma pendekatan kognitif.(4)

23

a. Teori Kognitif Depresi

Teori kognitif tentang depresi menyatakan bahwa disfungsi kognitif

adalah inti dari depresi dan perubahan afektif setrta fisik dan ciri depresi yang

terkait lainnya merupakan akibat disfungsi kognitif. Sebagai contohnya, apati

dan énergi yang rendah adalah akibat harapan seseorang tentang kegagalan

pada semua bidang. Demikian juga, paralisis kemauan berasal dan pesimisme

dan perasaan putus asa seseorang.

Trias kognitif dan depresi terdiri atas

1. Persepsi diri yang negatif yang melihat seseorang sebagai tidak mampu, tidak

adekuat, kekurangan, tidak berguna, dan tidak diharapkan

2. Suatu kecenderungan untuk mengalmai dunia sebagai tempat yang negatif,

menuntut dan rnengalahkan diri sendiri dan mengharapkan kegagalan dan

hukuman

3. Harapan untuk kesulitan, penderitaan, kekurangan, dan kegagalan yang terus

menerus.

Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki depresi dan mencegah

kekambuhannya dan dengan membantu pasien dengan mengidentifikasi dan

menguji kognisi negatif, mengembangkan skema alternatif dan lebih fleksibel,

serta melatih kognitif dan respons perilakuan.(4)

b. Strategi dan Teknik

Secara keseluruhan terapi adalah relatif singkat, berlangsung sampai

kira-kira 25 minggu. Jika pasien tidak membaik pada waktu tersebut, diagnosis

harus diperiksa ulang. Terapi pemeliharaan dapat dilakukan selama periode

beberapa tahun.

Seperti pada psikoterapi lainnya, peranan ahli terapi adalah penting

untuk keberhasilan terapi. Ahli terapi harus mampu memancarkan pengalaman

hidup yang hangat dan dimengerti dari masing – masing pasien, dan benar-

benar murni dan jujur dengan dirinya sendiri dan dengan pasiennya. Ahli terapi

harus mampu berhubungan secara terampil dan interaktif dengan pasiennya.

Ahli terapi kognitif membuat agenda pada awal masing-masing sesion,

menyusun tugas ruinah yang harus dikerjakan di antara sesion, dan

24

mengajarkan keterampilan baru. Ahli terapi dan pasien secara aktif bekerja

sama. Terapi kognitif memiliki tiga komponen: aspek didaktik, teknik kognitif

dan teknik perilaku.(4)

c. Aspek Didaktik

Aspek didaktik termasuk penjelasan kepada pasien tentang trias

kognitif, skema, dan logika yang salah. Ahli terapi harus mengatakan kepada

pasien bahwa mereka akan menyusun hipotesis bersama-sama dan mengujinya

selama perjalanan terapi. Terapi kognitif mengharuskan penjelasan lengkap

tentang hubungan antara depresi dan pikiran, afek, dan perilaku dan juga

alasan semua aspek terapi. Penjelasan bertentangan dengan ahli terapi

berorientasi analitik, yang memerlukan sedikit penjelasan.(4)

d. Teknik Kogntif

Pendekatan kognitif terdiri dan empat proses:

1. Mencetuskan pikiran otomatis

Mendapatkan pikiran otomatis. Pikiran otomatis adalah kognisi yang

menghalangi antara peristiwa eksternal dan reaksi emosional orang terhadap

peristiwa. Suatu contoh dari pikiran otomatis adalah keyakinan bahwa “setiap

orang akan menertawakan saya jika mereka mengetahui betapa buruknya

permainan bowling saya ”.

2. Menguji pikiran otomatis

Menguji pikiran otamatis, dengan berperan sebagai guru, ahli terapis

membantu pasien menguji keabsahan pikiran otomatis. Tujuannya adalah

untuk mendorong pasien menolak pikiran otomatis yang tidak akurat atau

berlebih – lebihan setelah pemeriksaan yang cermat.

3. Mengidentifikasi dugaan maladaptif

Mengidentifikasi dugaan maladaptif, saat pasien dan ahli terapis terus

berusaha mengidentifiksi pikiran otomatis, pola biasanya menjadi tampak. Pola

mewakili aturan atau anggapan umum yang maladaptif yang menuntun

kehidupan pasien. Contoh ”Supaya gembira saya harus sempurna”. Aturan

tersebut akan menyebabkan kekecewaan dan kegagalan dan akhirnya depresi.

25

4. Menguji validitas dugaan maladaptif.

Menguji validitas dugaan maladaftif, mirip dengan pengujian

keabsahan pikiran otomatis adalah menguji keakuratan anggapan maladapatif.

Satu tes yang cukup efektif adalah bagi ahli terapi untuk meminta pasien

mempertahankan keabsahan suatu asumsi. Sebagai contohnya, jika pasien

menyatakan bahwa ia harus selalu membangun kemampuannya. Ahli terapi

dapat bertarya, “Mengapa hal tersebut sangat penting bagi anda?”

e. Teknik Perilaku

Teknik perilaku bekerja sama dengan teknik kognitif: Teknik perilaku

digunakan untuk menguji dan mengubah kognisi maladaptif dan tidak akurat.

Tujuan keseluruhan teknik adalah untuk membantu pasien mengerti

ketidakakuratan asumsi kognitifnya dan mempelajari strategi dan cara baru

tnenghadapi masalah tersebut.

Di antara teknik perilaku yang digunakan dalam terapi adalah

menjadwalkan aktivitas, pengusaan dan kesenangan, menyusun tugas bertahap,

latihan kognitif, latihan kepercayaan din, permainan peran (role playing), dan

teknik pengalihan.(1, 4)

10. HIPNOTERAPI

Pasien yang dalam trance hipnotik dapat mengingat ingatan yang tidak ada

dalam kesadaran dalam keadaan nonhipnotik. Ingatan tersebut dapat digunakan

dalam terapi untuk memperkuat hipotesis psikoanalitik terlepas dan dinamika

pasien atau memungkinkan pasien menggunakan menggunakan ingatan tersebut

sebagai katalis untuk asosiasi baru.(4, 8)

a. Indikasi dan Pemakaian

Hipnosis telah digunakan, dengan berbagai tingkat keberhasilan, untuk

mengendalikan obesitas dan gangguan berhubungan zat, seperti

penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan nikotin. Cara ini telah digunakan

untuk menginduksi anestesia, dan pembedahan besar telah dilakukan tanpa

anestetik kecuali hipnosis. Hipnosis juga ielah digunakan untuk menangani

gangguan nyeri kronis, asma, kutil, pruritis, aforia, dan gangguan konversi.(4, 8)

Relaksasi dapat dicapai dengan mudah dengan hipnosis, sehingga

pasien dapat mengatasi fobia dengan mengendalikan kecemasan mereka.

26

Hipnosis juga telah digunakan untuk menginduksi relaksasi dalam desensitisasi

sistematik.

b. Kontraindikasi

Pasien yang dihipnosis berbeda. dalam keadaan ketergantungan atipikal

dengan ahli terapi, sehingga suatu transferensi yang kuat dapat berkernbang,

ditandai oleh perlekatan positif yang harus dihormati dan diinterpretasikan.

Dalam keadaan lain dapat terjadi transferensi negatif pada pasien yang rapuh

atau yang memiliki kesulitan dalam tes realitas. Pasien yang memiliki kesulitan

dengan kepercayaan dasar, seperti pasien paranoid atau yang memiliki masalah

pengendalian, seperti pasien obsesif kompu1sif, adalah bukan calon yang baik

untuk hipnosis. Sistem nilai etik yang kuat adalah penting untuk semua terapi

dan khususnya untuk hipnoterapi, di mana pasien (khususnya mereka yang

berada dalam trance) adalah sangat mudah disugesti dan ditundukkan.

Terdapat pertentangan tentang apakah pasien akan melakukan tindakan selama

keadaan trance yang mereka rasakan menjijikan pada keadaan lain atau yang

bertentangan dengan kode moral rnereka.(4, 8)

Hipnosa dapat membantu psikoterapi, akan tetapi apa yang dapat

dicapai dengan hipnosa dalam psikoterapi, dapat juga dicapai dengan cara yang

lain tanpa hipnosa. Hipnosa hanya dapat mempercepat pengaruh psikoterapi.

Hal yang penting dalam hipnosa ialah sugesti (bukan kekuatan

kemampuan terapis hipnotisir). Kesadaran pasien menyempit dan menurun,

akhirnya ia hanya menerima rangsangan dari hipnotisir, ia masuk ke dalam

keadaan “trance” mulai dari ringan sampai ke “trance” yang dalam dengan

kekakuan otot di seluruh badan.

Dalam hipnosa dapat dilakukan analisa konflik-konflik dan sintesa,

atau sintesa dilanjutkan sesudah pasien sadar kembali. Dalam hal ini sugesti

dalam waktu hipnosa dan sugesti sesudah hipnosa dapat dipakai.(1, 4)

11. NARKOTERAPI

Secara intravena disuntikkan suatu hipnotikum dengan efek yang pendek

(umpamanya penthothal atau amital natrium). Dalam keadaan setengah tidur pasien

diwawancara, konflik dianalisa, lalu disintesa. Bahan yang timbul sewaktu

narkoterapi dapat juga dipakai dalam sintesa sesudah pasien sadar kembali.

27

Narkoterapi dengan narkoanalisa dan narkosintesa itu membantu

psikoterapi. Pemakaian narkoanalisa di luar bidang pengobatan (umpamanya untuk

pengusutan perkara bagi penelitian) tidak dapat dibenarkan, baik atas dasar etik dan

moral, maupun teknis-medis (apa yang dikatakan oleh individu dalam keadaan itu

tidak selalu benar, tetapi mungkin karena sugesti pemeriksa; jadi obat yang dipakai

untuk narkoanalisa bukan merupakan “serum kebenaran” yang sungguh-sungguh,

seperti apa yang pernah dihebohkan oleh surat kabar dan oleh majalah).(1, 4)

2.5 EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI

Dari pelbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, ternyata di antara

sekian banyak bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih

unggul daripada yang lain. Walaupun ada banyak jenis psikoterapi yang dapat

diberikan untuk berbagai problem pasien. Dengan pengecualian yang

memungkinkan untuk sejumlah kecil metoda perilaku dan kognitif perilaku

tertentu, yang diterapkan untuk beberapa problem khas tertentu pula, bukti akurat

mengenai efektivitas psikoterapi belum ditemukan. Meskipun demikian, terdapat

banyak pengalaman yang sangat menarik perhatian, tetapi tidak akurat menyatakan

bahwa banyak jenis psikoterapi dapat membantu pasien; hampir semua terapis

melakukan edukasi, mengajak pasien-pasien untuk menyatakan hal yang menjadi

perhatian mereka, mendorong mereka untuk mencoba perilaku yang baru, dsb.

sayangnya, indikasi spesifik untuk psikoterapi spesifik umumnya tidak tersedia.

Beberapa ahli membantah bahwa banyak metode psikoterapi dalam praktik

sebetulnya sama. Para ahli lain mengemukakan bahwa terapi yang terlatih untuk

menggunakan teknik tertentu mungkin kurang penting untuk perbaikan kondisi

pasien dibandingkan dengan sifat-sifat pribadi terapis yang memiiki empati yang

akurat, kehangatan yang tidak posesif serta tulus.

Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh faktor-faktor:

- Tujuan yang ingin dicapai

- Motivasi pasien

- Kepribadian dan ketrampilan terapis

- Teknik yang digunakan

28

BAB III

KESIMPULAN

Telah diuraikan dasar-dasar psikoterapi secara singkat dan terbatas, dimana

psikoterapi merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien

yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan professional secara sukarela,

dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala – gejala yang ada,

mengoreksi prilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara

positif.

.Psikoterapi memang merupakan ilmu dan ketrampilan tersendiri yang bermanfaat

untuk pasien-pasien dengan problem kejiwaan khususnya dan problem kesehatan pada

umumnya. Ilmu dan ketrampilan ini dapat diajarkan dan dipelajari namun memerlukan

waktu yang tidak sedikit, ketekunan serta kepribadian terapis yang juga tidak kalah

pentingnya.

Sehingga dalam melakukan wawancara dalam praktek sehari-hari dengan pasien,

beberapa hal yang perlu diingat antara lain bahwa wawancara mengandung makna

terapeutik selain untuk pengambilan data dalam upaya penegakan diagnosis. Komunikasi

antara dokter-pasien adalah penting. Dalam berhadapan dengan pasien, hendaknya kita

senantiasa membina hubungan interpersonal dengan optimal, mengerti dan sadar apa yang

kita bicarakan, bagaimana cara penyampaiannya, bilamana, serta dalam konteks apa kita

menyampaikan pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan kita. Hendaknya kita perlu belajar

memantau hal-hal tersebut agar ucapan-ucapan dan sikap kita terhadap pasien sedapat-

dapatnya beralasan profesional dan sesedikit mungkin tercampur oleh unsur-unsur yang

berasal dari respons emosional subyektif kita.

Hubungan perasaan dokter terhadap pasien pada psikoterapi bersifat empati

(simpati netral), tanpa perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan. Untuk itu

penting seorang dokter memiliki kemampuan dalam memberikan empati, yaitu dengan

cara merasakan dengan penuh pengertian emosi dan pengertian perilaku orang lain.

Ketrampilan yang perlu dilatih terus-menerus ialah dalam mendengarkan dengan

cermat (empathic listening). Dengan mendengar dengan teliti, disertai observasi yang

cermat, serta didasari oleh pengetahuan yang memadai tentang psikologi, psikopatologi

dan proses-proses kejiwaan, kita akan mendapat gambaran yang tepat dan menyeluruh

tentang pasien.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya:

Airlangga University Press; 2009.

2. Anonim. Apa itu Psikoterapi. http://www.psikoterapis.com/; [cited 2013 24

september]; Available from.

3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta: Media Aesculapius; 2000.

4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2 ed. Jakarta:

EGC; 2010.

5. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri. 6 ed.: EGC; 2004.

6. Corey G. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama; 2009.

7. Martin A, Volkmar FR. Lewis's Child and Adolescent Psychiatry a Comprehensive

Textbook. Lippincott Williams & Wilkins; 2007 [cited.

8. Hukom.A.J. Hypnotherapy. Yayasan Dharma Graha; 1979.

30