psak 22 (revisi 2010) - bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi
Bisnis (adopsi International Financial
Reporting Standard 3 “Business
Combinations” (revisi 2008):
Beberapa Implikasi terhadap Perpajakan – BAGIAN 4 & 5
BAB 4
PEMBELIAN DENGAN DISKON (BARGAIN PURCHASE)
PSAK 22 (revisi 2010) paragraf 34- 36 menyebutkan bahwa
[Paragraf 34] Kadangkala, pihak pengakuisisi melakukan pembelian dengan diskon, yaitu
suatu kombinasi bisnis yang mana jumlah pada paragraf 32 (b)
[Selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada
tanggal akuisisi, yang diukur sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010).]
MELEBIHI
Nilai agregat dari jumlah yang dinyatakan pada paragraf 32 (a).
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
[Nilai agregat dari:
(i) Imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010) ini, yang
pada umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi1.
(ii) Jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang diukur
sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010) ini (lihat Bab ____ tentang penentuan
kepentingan nonpengendali);
(iii) Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap (lihat Bab tentang ____),
nilai wajar pada tanggal akuisisi kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh
pihak pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi.]
Jika selisih lebih itu tetap ada SETELAH penerapan pada paragraf 36, maka pihak
pengakuisisi mengakui keuntungan yang dihasilkan dalam laporan laba rugi pada tanggal
akuisisi. Keuntungan tersebut diatribusikan kepada pihak pengakuisisi.
[Paragraf 35] Pembelian dengan diskon dapat terjadi, misalnya, dalam kombinasi bisnis
yang merupakan penjualan terpaksa (forced sale) yang terjadi karena pihak penjual
melakukannya karena diwajibkan. Namun demikian, pengecualian pengakuan atau
pengukuran untuk pos-pos (items) tertentu dalam paragraf 22-31 mungkin juga
mengakibatkan pengakuan keuntungan (atau perubahan jumlah keuntungan yang diakui)
pada pembelian dengan diskon.
IFRS 3 paragraf BC371, IASB menganggap bahwa pembelian dengan diskon (bargain
purchases) adalah transaksi anomali, dimana entitas bisnis dan pemilik mereka pada
umumnya tidak dengan sengaja dan akan dengan rela menjual aset atau bisnis pada harga
dibawah nilai wajar mereka. Bagaimanapun, bargain purchases telah pernah terjadi dan
kemungkinan berlanjut untuk terjadi. Kondisi dimana mereka terjadi mencakup likuidasi yang
dipaksakan (forced liquidation) atau penjualan dalam kondisi tertekan (distress sale),
1 [Paragraf 37 PSAK 22 (revisi 2010)]: Imbalan yang dialihkan dalam suatu kombinasi bisnis diukur
pada nilai wajar, yang dihitung sebagai hasil penjumlahan dari nilai wajar tanggal akuisisi atas (a) seluruh aset yang dialihkan oleh pihak pengakuisisi, (b) liabilitas yang diakui oleh pihak pengakuisisi kepada pemilik sebelumnya dari pihak yang diakuisisi dan (c) kepentingan ekuitas yang diterbitkan oleh pihak pengakuisisi. Namun demikian, setiap bagian penghargaan pembayaran berbasis saham dari pihak pengakuisisi yang ditukarkan dengan penghargaan yang dimiliki oleh karyawan pihak yang diakuisisi yang termasuk dalam imbalan yang dialihkan dalam kombinasi bisnis diukur sesuai dengan paragraf 30 dan bukannya dengan nilai wajar. Contoh bentuk potensial dari imbalan tersebut termasuk kas, aset lainnya, bisnis atau entitas anak dari pihak pengakuisisi, imbalan kontinjensi, instrumen ekuitas biasa atau preferen, opsi, waran dan kepentingan anggota dari entitas bersama. [Paragraf 30] Penghargaan Pembayaran Berbasis Saham: Pihak pengakuisisi mengukur instrumen liabilitas atau ekuitas yang terkait dengan penggantian atas penghargaan pembayaran berbasis saham pihak yang diakuisisi dengan penghargaan pembayaran berbasis saham pihak pengakuisisi sesuai dengan metode yang diatur dalam PSAK 53 (revisi 2010): Pembayaran Berbasis Saham. PSAK 22 (revisi 2010) ini mengacu pada hasil dari metode tersebut sebagai “ukuran berdasarkan pasar” dari penghargaan.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
misalnya sesudah wafatnya pendiri atau manajer kunci, dimana pihak pemilik perlu untuk
menjual bisnisnya secara cepat, dimana harga yang terjadi adalah kurang dari nilai wajarnya.
[BC372] IASB mengamati bahwa keuntungan ekonomis inheren dalam suatu pembelian
dengan diskon. Pada tanggal akuisisi, pihak pengakuisisi akan lebih baik sejumlah nilai
wajar dari yang diperoleh di atas nilai wajar imbalan yang dialihkan (dibayar) untuk itu. IASB
berkesimpulan bahwa, secara konseptual, pihak pengakuisisi wajib mengakui keuntungan
tersebut pada tanggal akuisisi. Bagaimanapun juga, IASB mengakui bahwa meskipun
alasan untuk likuidasi yang terpaksa atau penjualan dalam kondisi tertekan adalah sering
tampak, kadangkala bukti yang jelas kemungkinan tidak ada, misalnya, jika seorang penjual
menggunakan proses (privat) tertutup untuk penjualan dan untuk mempertahankan posisi
negosiasi, tidak mau mengungkapkan alasan utama untuk penjualan. Adanya suatu bargain
purchase tanpa bukti alasan yang mendasarinya akan menimbulkan kekuatiran dalam
praktik mengenai adanya kesalahan dalam pengukuran (measurement errors).
Penting dicermati bahwa ada kemungkinan bahwa penentuan nilai lebih (excess) antara
nilai wajar tanggal akuisisi (atau nilai lain yang diakui) dari aset neto teridentifikasi yang
diperoleh di atas nilai wajar imbalan/pembayaran yang dilakukan oleh pihak pengakuisisi
ditambah nilai yang diakui dari kepentingan non-pengendali atas pihak yang diakuisisi dapat
timbul dari faktor-faktor lain, termasuk:
(a) Kesalahan (error) dalam mengukur nilai wajar dari (i) imbalan yang dibayarkan untuk
bisnis, (ii) aset yang diperoleh atau (iii) liabilitas yang diambil-alih atau ditanggung;
dan
(b) Menggunakan ukuran sesuai dengan IFRS yang tidak sesuai dengan nilai wajar.
Jadi bisa saja terjadi kesalahan yang disengaja (intentional error) dimana pihak pengakuisisi
secara sengaja melakukan:
(a) Membuat nilai lebih rendah (understate) atau gagal untuk mengidentifikasi nilai dari
item-item imbalan yang ia alihkan;
(b) Membuat nilai lebih tinggi (overstate) yang diatribusikan ke aset-aset tertentu yang
diperoleh; atau
(c) Membuat nilai lebih rendah (understate) atau gagal untuk mengidentifikasi dan
mengakui liabilitas tertentu yang diambil-alih.
Untuk men-counter hal-hal di atas, IASB secara khusus menjelaskan dalam bagian
“Distinguishing a Bargain Purchase from Measurement Errors” (Membedakan Pembelian
Diskon dari Kesalahan Pengukuran).
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Adanya keharusan untuk mengakui keuntungan atas pembelian dengan diskon akan
memberikan kesempatan terjadinya pengakuan keuntungan yang tidak benar yang timbul
dari kesalahan yang disengaja dimana pihak pengakuisisi dengan sengaja:
(a) Membuat nilai lebih rendah (understate) atau gagal untuk mengidentifikasi nilai item-
item imbalan yang dialihkan;
(b) Membuat nilai lebih tinggi (overstate) untuk aset-aset tertentu yang diperoleh; atau
(c) Membuat nilai lebih rendah (understate) atau gagal untuk mengidentifikasi dan
mengakui liabilitas tertentu yang diambil-alih.
Untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan di atas2, IASB menambahkan paragraf 36,
yang menyebutkan bahwa adanya 2 (dua) ketentuan, yaitu sebagai berikut:
1. SEBELUM mengakui keuntungan dari pembelian dengan diskon, pihak pengakuisisi
menilai kembali apakah telah mengidentifikasi dengan tepat SELURUH aset yang
diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih serta mengakui setiap aset atau liabilitas
tambahan yang dapat diidentifikasi dalam pengkajian kembali tersebut.
2. Pihak pengakuisisi selanjutnya mengkaji kembali prosedur yang digunakan untuk
mengukur jumlah yang dipersyaratkan PSAK 22 (revisi 2010) ini untuk diakui pada
tanggal akuisisi untuk SELURUH hal-hal berikut ini:
(a) Aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih;
(b) Kepentingan non pengendali pada pihak yang diakuisisi, jika ada;
(c) Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, kepentingan ekuitas
pihak pengakuisisi yang dimiliki sebelumnya pada pihak yang diakuisisi; dan
(d) Imbalan yang dialihkan.
Tujuan dari kajian kembali ini untuk meyakinkan bahwa pengukuran tersebut telah
mencerminkan dengan tepat semua informasi yang tersedia pada tanggal akuisisi.
IASB percaya bahwa adanya kewajiban untuk melakukan kajian sebagaimana disebutkan di
atas akan mengurangi, jika memang tidak mungkin menghilangkan seluruhnya,
kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak terdeteksi yang mungkin saja telah terjadi
pada saat pengukuran awal.
Walaupun demikian, IASB telah melihat bahwa adanya kewajiban review/kajian
kemungkinan tidak memadai untuk mengeliminasi terjadinya bias pengukuran yang tidak
disengaja (unintentional). Untuk itu, IASB berpendapat bahwa perlu dilakukan pembatasan
2 Disamping adanya sistem pengendalian internal yang kuat dan penggunaan konsultan penilaian
yang independen serta auditor eksternal, dapat pula membantu meminimumkan terjadinya kesalahan pengukuran baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
atas besarnya keuntungan yang dapat diakui dan dibukukan. Untuk itu, standar menentukan
bahwa keuntungan dari pembelian dengan diskon diukur sebagai selisih lebih antara:
(a) Nilai bersih dari jumlah tanggal akuisisi antara aset teridentifikasi yang diperoleh dan
liabilitas yang diambil-alih; atas
(b) Nilai wajar tanggal akuisisi dari imbalan yang ditransfer ditambah nilai yang diakui
dari kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi dan, jika transaksi
tersebut merupakan akuisisi atau kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap,
nilai wajar tanggal akuisisi dari kepentingan ekuitas yang dimiliki sebelumnya oleh
pihak pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi.
Dengan ketentuan di atas, berarti keuntungan atas pembelian dengan diskon dan goodwill
tidak dapat diakui bersamaan untuk kombinasi bisnis yang sama.
Disamping, itu, perlu dicermati bahwa paragraf B64(n) tentang Pengungkapan (Penerapan
Paragraf 59 dan 61), disebutkan bahwa:
Untuk memenuhi tujuan dalam paragraf 593, pihak pengakuisisi mengungkapkan informasi
berikut untuk setiap kombinasi bisnis yang terjadi selama periode pelaporan, antara lain (n)
dalam pembelian dengan diskon:
(i) Jumlah keuntungan yang diakui sesuai dengan paragraf 34 dan pos dalam laporan
laporan laba rugi komprehensif dimana keuntungan tersebut diakui; dan
(ii) Penjelasan tentang alasan mengapa transaksi tersebut menghasilkan keuntungan.
Disamping itu, IASB juga percaya bahwa kekuatiran terjadinya penyalahgunaan akibat
adanya kesempatan untuk pengakuan keuntungan agak dibesar-besarkan. Beberapa
pertimbangannya bahwa [Paragraf BC378]:
Analis keuangan dan para pengguna laporan keuangan umumnya lebih fokus ke
keuntungan yang sifatnya terjadi tidak hanya satu kali (one-off) atau hanya bersifat
luar biasa, sebagaimana terjadi pada keuntungan dari pembelian dengan diskon.
Manajer perusahaan pada umumnya tidak memiliki insentif untuk memberi nilai lebih
tinggi (overstate) aset-aset yang diperoleh atau memberi nilai lebih rendah
(understate) liabilitas yang diambil-alih dalam suatu kombinasi bisnis karena pada
umumnya hal ini akan mengakibatkan terjadinya biaya-biaya paska-kombinasi bisnis
yang lebih tinggi, ketika aset digunakan atau mengalami penurunan nilai, atau
liabilitas diukur kembali atau diselesaikan.
3
[Paragraf 59 PSAK 22 (revisi 2010)] Pihak pengakuisisi mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan dapat mengevaluasi sifat dan dampak keuangan dari kombinasi bisnis yang terjadi:
(a) selama periode pelaporan berjalan; atau (b) setelah akhir periode pelaporan tetapi sebelum tanggal penyelesaian laporan keuangan.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Dalam Bagian “Distinguishing a Bargain Purchase from a “negative goodwill result”
(Membedakan Pembelian dengan Diskon dengan “Hasil Goodwill Negatif”)
Dalam BC379, IASB menyinggung soal apa yang dikenal sebagai “goodwill negatif”,
walaupun tetap ada kemungkinan, meskipun dalam banyak situasi, kemungkinannya kecil)
mengingat IFRS 3 (atau PSAK 22 (revisi 2010)) masih terdapat aset-aset tertentu yang
diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada jumlah yang bukan merupakan nilai wajar
tanggal akuisisi. {misalnya???} Dari IFRS 3 yang lama, IASB telah melakukan perbaikan,
dimana dalam standar IFRS yang lama, seringkali tidak terdapat pengakuan atas liabilitas
untuk beberapa pengaturan pembayaran kontinjensi (misalnya earn-outs) pada tanggal
akuisisi, yang dapat mengakibatkan tampaknya terdapat suatu pembelian dengan diskon
dengan melakukan pemberian nilai lebih rendah (understate) atas imbalan yang dibayarkan.
IFRS 3 hasil revisi, mewajibkan pengukuran dan pengakuan sebagian besar seluruh
liabilitas pada nilai wajar mereka pada tanggal akuisisi.
Di lain pihak, situasi goodwill negatif juga dapat terjadi dimana seorang pembeli hanya akan
rela untuk membayar pihak penjual hanya sejumlah tertentu, yang menurut pandangan
pembeli, lebih rendah daripada nilai wajar pihak yang diakuisisi (atau aset neto teridentifikasi
milik pihak yang diakuisisi) dengan pertimbangan utama bahwa untuk memastikan bisa
diperolehnya tingkat imbal hasil yang wajar atas suatu bisnis, pihak pembeli masih perlu
melakukan investasi lebih lanjut ke dalam bisnis tersebut untuk membawa kondisi bisnis
tersebut ke nilai wajarnya. Atau bisa saja, pihak pembeli memperkirakan kemungkinan
terjadinya kerugian di masa depan yang akan diderita bisnis tersebut dan untuk itu
diperlukan pengeluaran biaya-biaya di masa depan untuk memulihkan bisnis tetap dapat
berkelanjutan. Dengan demikian, situasi ini akan menciptakan kemungkinan terjadinya
goodwill negatif.
Terkait kemungkinan terjadinya biaya-biaya di masa depan, PSAK 22 (revisi 2010) sudah
mengatur dalam paragraf 11 dan 12 terkait Ketentuan Pengakuan.
[Paragraf 11] Untuk memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai bagian dari penerapan
metode akuisisi, aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih harus
memenuhi definisi aset dan liabilitas dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan pada tanggal akuisisi.
Misalnya, pihak pengakuisisi memperkirakan biaya-biaya, tetapi tidak terjadi di masa depan,
yang mempengaruhi rencananya untuk menghentikan suatu aktivitas pihak yang diakuisisi
atau menghilangkan pekerjaan atau memindahkan karyawan pihak yang diakuisisi, bukan
merupakan liabilitas pada tanggal akuisisi. Oleh karena itu, pihak pengakuisisi tidak
mengakui biaya tersebut sebagai bagian dari penerapan metode akuisisi. Akan tetapi, pihak
www.futurumcorfinan.com
Page 7
pengakuisisi mengakui biaya tersebut dalam laporan keuangan pasca kombinasi sesuai
dengan SAK lain.
[Paragraf 12] Sebagai tambahan, untuk memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai bagian
dari penerapan metode akuisisi, aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang
diambil-alih merupakan bagian yang dipertukarkan antara pihak pengakuisisi dan pihak
yang diakuisisi (atau pemilik sebelumnya) dalam transaksi kombinasi bisnis, bukan hasil
transaksi terpisah. Pihak pengakuisisi menerapkan panduan di paragraf 51-53 untuk
menentukan aset yang diperoleh atau liabilitas yang diambil-alih yang merupakan bagian
dari pertukaran dengan pihak yang diakuisisi, serta aset dan liabilitas (jika ada) hasil
transaksi terpisah yang dicatat sesuai dengan sifatnya dan SAK terkait.
Dari bacaan paragraf 11 dan 12 di atas, liabilitas yang terkait dengan kegiatan
restrukturisasi atau keluar (exit) pada pihak yang diakuisisi, wajib diakui pada tanggal
akuisisi, jika, dari sudut pandang pihak pengakuisisi, suatu kewajiban untuk mengeluarkan
biaya-biaya terkait dengan aktivitas tersebut telah ada pada tanggal akuisisi sesuai dengan
IAS 37 “Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets” atau PSAK 57 (revisi
2009) tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi.
Paragraf 71 PSAK 57 (revisi 2009) menyebutkan bahwa:
Provisi untuk biaya restrukturisasi diakui hanya jika kriteria pengakuan umum yang berlaku
bagi provisi sesuai dengan paragraf 14 terpenuhi. Paragraf 72 sampai paragraf 83 dari
PSAK 57 (revisi 2009) mengatur penerapan kriteria pengakuan umum dalam restrukturisasi.
[Paragraf 14] menyebutkan bahwa provisi diakui jika:
(a) Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif)
sebagai akibat peristiwa masa lalu;
(b) Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; dan
(c) Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui.
[Paragraf 72] Kewajiban konstruktif untuk melakukan restrukturisasi muncul hanya jika
persyaratan berikut dipenuhi:
(a) Entitas memiliki rencana formal yang rinci untuk restrukturisasi dengan
mengidentifikasikan, sekurang-kurangnya:
(i) Usaha atau bagian usaha yang terlibat;
(ii) Lokasi utama yang terpengaruh;
www.futurumcorfinan.com
Page 8
(iii) Lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah pegawai yang akan menerima
kompensasi karena pemutusan hubungan kerja;
(iv) Pengeluaran yang akan terjadi; dan
(v) Waktu implementasi rencana tersebut; dan
(b) Entitas menciptakan ekspektasi yang valid kepada pihak-pihak yang terkena
dampak restrukturisasi bahwa entitas akan melaksanakan restrukturisasi dengan
memulai implementasi rencana tersebut atau mengumumkan pokok-pokok
rencana.
Jika tidak terpenuhi, maka liabilitas yang terkait dengan aktivitas restrukturisasi atau jalan
keluar (exit) dan biaya-biaya yang terkait wajib diakui melalui laporan laba rugi dalam
periode paska-kombinasi ketika semua kriteria dalam IAS 37 (atau PSAK 57 (revisi 2009))
terpenuhi [IFRS 3 paragraf 11].
Contoh : 25.167
Pada tanggal akuisisi, PT Z, pihak yang diakuisisi, memiliki liabilitas yang telah dibukukan
terkait dengan restrukturisasi telah dimulai 1 (satu) tahun yang lalu sebelum kombinasi
bisnis direncanakan. PT X sebagai pihak pengakuisisi, sebagai bagian dari rencana akuisisi
atas PT Z, juga telah mengidentifikasi beberapa lokasi operasional dari PT Z yang akan
ditutup dan karyawan PT Z dari berbagai departemen tertentu yang akan diberhentikan dan
diberikan pesangon, guna mewujudkan sinergi yang telah diperhitungkan dengan
menggabungkan kegiatan operasional dari kedua perusahaan tersebut dalam periode
paska-kombinasi. Lima bulan sesudah tanggal akuisisi, PT X mengakui kewajiban untuk
rencana restrukturisasi tersebut, karena telah memenuhi kriteria dalam IAS 37 atau PSAK
57 (revisi 2009).
Pertanyaan: Apakah liabilitas restrukturisasi yang timbul sebagai tindak lanjut dari kombinasi
bisnis dapat diakui sebagai liabilitas pihak yang diakuisisi pada tanggal akuisisi?
Jawaban:
Pihak pengakuisisi mengakui adanya 2 (dua) liabilitas terkait restrukturisasi sebagai berikut:
Pertama, restrukturisasi yang sudah dimulai oleh PT Z, akan diakui oleh PT X sebagai
liabilitas restrukturisasi yang sudah diakui sebelumnya pada nilai wajar sebagai bagian dari
kombinasi bisnis, karena ia merupakan kewajiban pihak yang diakuisisi pada tanggal
akuisisi.
Kedua, aktivitas restrukturisasi yang diprakarsai oleh pihak PT X sebagai pihak pengakuisisi,
akan mengakui liabilitas dan biaya-biaya restrukturisasi yang terkait dalam laporan laba rugi
pada periode paska-kombinasi, dan bukan sebagai bagian dari kombinasi bisnis. Mengingat
bahwa restrukturisasi tersebut bukan merupakan liabilitas pada tanggal akuisisi,
www.futurumcorfinan.com
Page 9
restrukturisasi tersebut tidak memenuhi definisi suatu liabilitas dan bukan merupakan suatu
liabilitas yang diambil-alih pada suatu kombinasi bisnis.
Bagaimana bila PT X, karena sudah mengetahui bahwa akan dilakukan pembayaran biaya
pesangon terkait pemberhentian karyawan penggabungan beberapa lokasi dan departemen
akibat kombinasi bisnis guna mencapai sinergi dan efisiensi, telah memperhitungkan bahwa
biaya pesangon akan menghabiskan biaya sebesar Rp10miliar. Dalam negosiasi akuisisi
dengan pihak PT Z, PT X meperhitungkan biaya tersebut, dan hanya bersedia membayar,
katakan Rp50miliar, dan bukannya Rp60miliar. Tentunya masalah biaya Rp10miliar terkait
dengan biaya pesangon karyawan paska-kombinasi bisnis tidak diberitahukan kepada pihak
PT Z.
Jumlah karyawan dan dari departemen mana yang akan diberhentikan, serta total biaya
pesangon sudah dapat ditentukan selama proses kajian menyeluruh (due diligence)
kombinasi bisnis, dan bahkan suatu rencana restrukturisasi sudah disepakati dengan pihak
konsultan untuk membantu menjalankannya jika kombinasi bisnis terlaksana.
Biaya pesangon yang terjadi sesudah kombinasi bisnis akan dibukukan dalam laporan laba
rugi paska-kombinasi PT X, karena ia bukan merupakan liabilitas teridentifikasi pada PT Z
pada tanggal akuisisi.
Paragraf 11 dari IFRS 3 mengacu secara spesifik sehubungan dengan perlakuan biaya-
biaya restrukturisasi dan mengasumsikan bahwa semua biaya restrukturisasi merupakan
biaya paska-kombinasi. Biaya-biaya timbul sebagai hasil intensi manajemen dan bukan
kewajiban sebelumnya. Dengan hanya memasukkan suatu rencana untuk restrukturisasi
dalam perjanjian jual-beli tidak dengan sendirinya menciptakan suatu kewajiban pada pihak
yang diakuisisi pada tanggal akuisisi. Jika restrukturisasi dilaksanakan untuk kepentingan
pihak pengakuisisi, pihak pengakuisisi wajib memperhitungkan restrukturisasi tersebut
terpisah dari kombinasi bisnis.
IFRS 3 dalam bagian Illustrative Examples (yaitu IE45-IE49) atau PSAK 22 (revisi 2010)
C145-C149 memberikan contoh terkait pengakuan keuntungan dari pembelian dengan
diskon.
Pada tanggal 1 Januari 20X5, AC mengakuisisi 80% kepentingan ekuitas pada TC, suatu
entitas tertutup, dimana akuisisi tersebut dibayar dengan kas sebesar CU1504. Karena para
pemilik terdahulu dari perusahaan TC perlu untuk melepaskan investasi mereka di TC pada
tanggal tertentu, mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk memasarkan TC ke
sejumlah pembeli potensial. Manajemen AC pada awalnya mengukur aset teridentifikasi
yang diperoleh, dimana dapat diakui secara terpisah, dan liabilitas yang diambil-alih pada
4 CU = Currency Unit (Unit Mata Uang).
www.futurumcorfinan.com
Page 10
tanggal akuisisi sesuai dengan ketentuan IFRS 3 atau PSAK 22 (revisi 2010). Aset
teridentifikasi diukur pada CU250 dan liabilitas yang diambil-alih diukur pada CU50. AC
menugaskan konsultan independen, yang menentukan bahwa nilai wajar dari 20%
kepentingan non pengendali pada TC adalah sebesar CU42.
Jumlah aset neto teridentifikasi TC, yaitu sebesar CU200 (dihitung dari CU250 – CU50)
adalah melebihi nilai wajar imbalan yang dialihkan (kas CU150) ditambah nilai wajar
kepentingan non pengendali pada TC (CU42). Oleh karena itu, AC mengkaji ulang prosedur
yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur aset yang diperoleh dan liabilitas
yang diambil-alih dan untuk mengukur nilai wajar baik kepentingan non pengendali pada TC
dan imbalan yang dialihkan. Setelah kaji ulang tersebut dilakukan, AC memutuskan bahwa
prosedur dan hasil pengukuran yang diperoleh telah sesuai. AC mengukur keuntungan dari
pembeliannya atas 80% kepentingan tersebut sebagai berikut:
CU
Jumlah aset neto teridentifikasi yang diperoleh (CU250 – CU50) 200
Dikurangi:
Nilai wajar imbalan yang dialihkan untuk 80% kepentingan AC
pada perusahaan TC; ditambah
150
Nilai wajar kepentingan non pengendali pada perusahaan TC 42
Jumlah 192
Keuntungan dari pembelian dengan diskon atas 80%
kepentingan pada perusahaan TC
8
Perusahaan AC akan membukukan akuisisi atas perusahaan TC dalam laporan keuangan
konsolidasiannya sebagai berikut:
Dr/(Cr) Akun Debit (CU) Kredit (CU)
Dr Aset teridentifikasi yang diperoleh 250
Cr Kas 150
Cr Liabilitas yang diambil-alih 50
Cr Keuntungan dari pembelian dengan diskon 8
Cr Ekuitas – kepentingan non pengendali pada TC 42
Jika pihak pengakuisisi memilih untuk mengukur kepentingan non pengendali pada
perusahaan TC dengan berdasarkan atas proporsi kepentingannya dalam aset neto
teridentifikasi dari pihak yang diakuisisi, maka jumlah yang diakui dari kepentingan non
pengendali akan menjadi CU40 (CU200 x 20%). Keuntungan dari pembelian dengan diskon
adalah CU10 (CU200 – (CU150 + CU40)).
www.futurumcorfinan.com
Page 11
BAB 5
KEPENTINGAN EKUITAS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PIHAK PENGAKUISISI
PADA PIHAK YANG DIAKUISISI (PREVIOUSLY HELD INTEREST)
Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada tanggal akuisisi
kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi pada pihak yang
diakuisisi perlu diperhitungkan pada penentuan nilai goodwill.
Dimasukkannya item tersebut, merupakan salah satu perubahan yang signifikan antara
PSAK 22 (revisi 2010) dan PSAK 22 sebelumnya (1994) tentang Penggabungan Usaha,
sebagai berikut:
Perihal PSAK 22 (revisi 2010) PSAK 22 (1994)
Goodwill Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada
tanggal akuisisi yang diukur sebagai selisih
lebih (a) atas (b) di bawah ini:
(a) nilai agregat dari:
(i) imbalan yang dialihkan yang diukur
sesuai dengan Pernyataan ini, yang
pada umumnya mensyaratkan nilai
wajar tanggal akuisisi;
(ii) jumlah setiap kepentingan
nonpengendali pada pihak yang
diakuisisi yang diukur sesuai
dengan Pernyataan ini; dan
(iii) untuk kombinasi bisnis yang
dilakukan secara bertahap, nilai
wajar pada tanggal akuisisi
kepentingan ekuitas yang
sebelumnya dimiliki oleh pihak
pengakuisisi pada pihak yang
diakuisisi.
(b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi
yang diperoleh dan liabilitas yang
diambil-alih pada tanggal akuisisi, yang
diukur sesuai dengan Pernyataan ini.
Goodwill merupakan selisih
antara:
(a) biaya perolehan, dan
(b) bagian (interest)
perusahaan pengakuisisi
atas nilai wajar aset dan
kewajiban yang dapat
diidentifikasi pada
tanggal transaksi
pertukaran.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Suatu kombinasi bisnis akan dibukukan sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010) hanya pada
saat suatu entitas memperoleh pengendalian atas entitas lainnya, dan tidak diterapkan
pada transaksi baik yang sebelumnya maupun sesudahnya yang tidak melibatkan suatu
perubahan pada pengendalian.
Suatu perubahan pada kepentingan ekuitas yang melewati “perbatasan akuntansi”, yaitu
diperolehnya atau dilepaskannya pengendalian, yang mengakibatkan perubahan pada
metode akuntansi, dianggap sebagai suatu kejadian ekonomi yang signifikan. Transaksi
demikian akan diperhitungkan seakan-akan investasi yang sebelumnya dimiliki (dalam hal
terjadi kenaikan kepentingan ekuitas), atau porsi investasi yang tersisa (dalam hal terjadi
pengurangan kepentingan ekuitas), dilepas (deemed disposal) pada nilai wajar (fair value),
dan seketika diperoleh kembali (re-acquired) dengan nilai wajar yang sama.
Dampak dari perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
kepentingan yang dimiliki sebelumnya (misalnya 15%), yang dibukukan
menggunakan PSAK 50 atau 55, dan kemudian ditingkatkan menjadi kepentingan
yang memiliki pengendalian (controlling interest), misalnya 80%, melalui transaksi
kombinasi bisnis, maka kepentingan yang dimiliki sebelumnya tersebut (15%) akan
diukur kembali (remeasured) ke nilai wajarnya pada tanggal akuisisi, dan
keuntungan yang diperoleh dari pengukuran kembali tersebut diakui sebagai laba
atau rugi. Dan pada saat yang sama, keuntungan yang sebelumnya diakui pada
pendapatan komprehensif lain akan direklasifikasi ke laba atau rugi sebagaimana
diwajibkan oleh IFRS yang relevan (section 12.1).
kepentingan yang sebelumnya dimiliki (misalnya, 35%) yang dibukukan sebagai
suatu entitas asosiasi sesuai dengan PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada
Entitas Asosiasi, atau sebagai suatu pengendalian bersama entitas sesuai dengan
PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama, dan
kemudian dinaikkan menjadi memiliki kepentingan pengendali (controlling interest),
misalnya 80% melalui suatu kombinasi bisnis, diukur kembali (remeasured) ke nilai
wajar, dan keuntungan apapun diakui sebagai laba atau rugi (lihat section 12.1).
pada pelepasan kepentingan pengendali, kepentingan apapun yang dipertahankan
dalam entitas anak sebelumnya diukur pada nilai wajar pada tanggal pengendalian
hilang. Nilai wajar ini dicerminkan dalam perhitungan laba atau rugi atas pelepasan
yang dapat diatribusikan pada entitas induk, dan menjadi nilai tercatat untuk
akuntansi berikutnya untuk kepentingan yang dipertahankan (retained interest)
sesuai dengan PSAK 15 (revisi 2009), PSAK 12 (revisi 2009) atau PSAK 50/55 (lihat
section 12.4).
www.futurumcorfinan.com
Page 13
pertimbangan yang sama berlaku untuk pelepasan parsial atas kepentingan dalam
suatu entitas asosiasi atau pengendalian bersama entitas dimana kepentingan yang
tersisa atau dipertahankan diperhitungkan sebagai suatu aset finansial sesuai
dengan PSAK 50/55 (lihat section 12.5).
Dalam PSAK 22 (revisi 2010) mengcover hal-hal di atas, namun mereka tidak membahas
situasi dimana suatu investasi dibukukan sesuai PSAK 50/55 menjadi entitas asosiasi yang
dibukukan sesuai PSAK 15 (revisi 2009) atau suatu pengendalian bersama entitas sesuai
dengan PSAK 12 (revisi 2009) (lihat section 12.5).
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Prinsip-prinsip yang diterapkan adalah:
suatu kombinasi bisnis terjadi hanya terkait dengan transaksi yang memberikan satu
entitas pengendalian atas entitas lainnya [IFRS 3 (2008) (Appendix A)].
Aset neto teridentifikasi dari entitas yang diakuisisi akan diukur (remeasured) ke nilai
wajarnya pada tanggal akuisisi, yaitu tanggal dimana pengendalian diperoleh [IFRS
3 (2008) 18].
Kepentingan non-pengendali diukur pada tanggal akuisisi menggunakan satu dari
dua opsi yang diijinkan oleh IFRS 3 (2008) [IFRS 2 (2008) 19].
Suatu kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki pada entitas yang diakuisisi
yang memenuhi sebagai aset keuangan sesuai PSAK 50/55 diperlakukan seakan-
akan dilepas (deemed disposal) dan diperoleh kembali pada nilai wajar pada tanggal
akuisisi. Dengan demikian, diukur kembali ke nilai wajar tanggal akuisisi dan
keuntungan atau kerugian diakui sebagai laba atau rugi. Konsisten dengan
perlakuan ini adalah seakan-akan terjadi pelepasan langsung, perubahan apapun
pada nilai kepentingan ekuitas yang sebelumnya diakui pada pendapatan
komprehensif lain (misalnya, dalam hal investasi tersebut dikategorikan sebagai
tersedia untuk dijual (available for sale)) akan direklasifikasi dari ekuitas ke laba atau
rugi [IFRS 3 (2008) 42].
Suatu kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki pada entitas yang diakuisisi yang
dibukukan sebagai suatu entitas asosiasi berdasarkan PSAK 15 (revisi 2009) tentang
Investasi pada Entitas Asosiasi atau suatu pengendalian bersama entitas berdasarkan
PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi pada Ventura Bersama, akan diperlakukan
sama (similar) dimana seakan-akan dilepas (deemed disposal) dan diperoleh kembali pada
www.futurumcorfinan.com
Page 15
nilai wajar tanggal akuisisi. Dengan demikian, investasi tersebut diukur kembali ke nilai
wajar tanggal akuisisi, dan dibandingkan dengan nilai tercatat investasi menurut PSAK 15
(revisi 2009) atau PSAK 12 (revisi 2009), selisih yang timbul diakui sebagai laba atau rugi.
Jumlah apapun yang sebelumnya telah diakui di pendapatan komprehensif lain, akan
direklasifikasi ke laba atau rugi pada saat pelepasan, akan juga direklasifikasi ke laba atau
rugi [IFRS 3 (2008) 42].
Investasi yang Diperlakukan sebagai Aset Keuangan sesuai PSAK 50/55 menjadi
Entitas Anak
PT A melakukan akuisisi atas kepentingan pengendali 75% pada entitas B dalam 2 (dua)
tahap, sebagai berikut:
Pada tahun 2011, PT mengakuisisi 15% kepentingan ekuitas dengan imbalan kas sebesar
Rp10 miliar, dimana investasi tersebut diklasifikasikan sebagai investasi tersedia untuk
dijual (available-for-sale) sesuai PSAK 50/55. Dari tahun 2011 sampai akhir tahun 2015, PT
A membukukan kenaikan nilai wajar investasi tersebut sebesar Rp2 miliar pada Pendapatan
Komprehensif Lain (Other Comprehensive Income).
Pada tahun 2016, PT A meningkatkan persentase kepentingan ekuitasnya sebesar 60%
dengan imbalan kas sebesar Rp60 miliar. Aset neto teridentifikasi PT B dengan nilai wajar
Rp80 miliar. PT A memilih untuk mengukur kepentingan non-pengendali berdasarkan
proporsional aset neto. Pada tanggal akuisisi, kepentingan 15% yang sebelumnya
mempunyai Rp12,5 miliar.
Pada tahun 2016, PT A akan mengakui laba sebesar Rp2,5 miliar:
Jumlah
(dalam jutaan
Rupiah)
Laba atas “pelepasan” investasi 15% (Rp12,5 miliar – Rp12
miliar)
500
Laba sebelumnya diakui pada Pendapatan Komprehensif Lain
(Rp12 miliar – Rp10 miliar)
2.000
Total 2.500
Pada tahun 2016, PT A akan mengukur goodwill sebagai berikut:
Nilai wajar imbalan untuk kepentingan pengendali 60.000
Kepentingan non-pengendali (25% x Rp80 miliar) 20.000
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Nilai wajar kepentingan yang dimiliki sebelumnya 12.500
92.500
Dikurangi: nilai wajar aset neto entitas yang diakuisisi (80.000)
Goodwill 12.500
Entitas Asosiasi menjadi Entitas Anak
Entitas C melakukan akuisisi atas kepentingan pengendali sebesar 75% pada entitas D
dalam 2 (dua) tahap:
Pada tahun 2011, entitas C melakukan akuisisi atas kepentingan ekuitas 40%
dengan imbalan kas sebesar Rp40 miliar. Entitas C mencatat investasi sebagai
entitas asosiasi berdasarkan PSAK 15 (revisi 2009). Pada tanggal tersebut akuisisi
tersebut, nilai wajar aset neto teridentifikasi PT D adalah sebesar Rp80 miliar. Dari
tahun 2011 sampai dengan 2016, entitas C mencatat menggunakan metode ekuitas
atas bagian laba PT D sebesar Rp5 miliar, dan membukukan bagian atas laba
revaluasi (berdasarkan PSAK 16 (revisi …..)) di Pendapatan Komprehensif Lain.
Untuk itu, pada tahun 2016, nilai tercatat investasi PT C di PT D sebesar Rp48 miliar.
Pada tahun 2016, PT C melakukan akuisisi lebih lanjut atas kepentingan ekuitas
sebesar 35% dengan imbalan tunai sebesar Rp55 miliar. Nilai wajar aset neto PT D
adalah sebesar Rp110 miliar. PT C memilih mengukur kepentingan nilai wajar pada
nilai wajar sebesar Rp30 miliar. Pada tanggal akuisisi, nilai wajar kepentingan 40%
yang dimiliki sebelumnya adalah sebesar Rp50 miliar.
Pada tahun 2016, dengan mengabaikan laba yang diperoleh sebelum akuisisi, PT C akan
mengakui Rp2 miliar sebagai laba:
Jumlah
(dalam jutaan
Rupiah)
Nilai wajar kepentingan yang sebelumnya dimiliki 50.000
Dikurangi: nilai tercatat sesuai dengan PSAK 15 (revisi 2009)
(48.000)
Total 2.000
Keuntungan revaluasi Rp3 miliar sebelumnya diakui pada Pendapatan Komprehensif Lain
tidak direklasifikasi ke laba atau rugi sebab ia tidak akan direklasifikasi jika kepentingan di
PT D dijual.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Pada tahun 2016, PT C akan mengukur goodwill sebagai berikut:
Jumlah
(dalam jutaan
Rupiah)
Nilai wajar imbalan untuk akuisisi kepentingan pengendali 55.000
Kepentingan non-pengendali (nilai wajar) 30.000
Nilai wajar kepentingan yang dimiliki sebelumnya 50.000
Sub-total 135.000
Dikurangi: nilai wajar aset neto entitas yang diakuisisi (110.000)
Goodwill 25.000
Aset Keuangan menjadi Entitas Asosiasi atau Pengendalian Bersama Entitas
Walaupun dalam PSAK 15 (revisi 2009) dan PSAK 12 (revisi 2009) mewajibkan pengukuran
kembali (remeasurement) dari kepentingan residual ke nilai wajar pada saat terjadi
pelepasan, tidak terdapat aturan mengenai situasi dimana investasi ekuitas yang
diklasifikasikan sebagai suatu aset keuangan menurut PSAK 50/55 dinaikkan menjadi suatu
entitas asosiasi menurut PSAK 15 (revisi 2009) atau suatu pengendalian bersama entitas
menurut PSAK 12 (revisi 2009).
Ketika pengendalian dilepas dan suatu investasi pada entitas asosiasi atau pengendalian
bersama entitas dipertahankan, IAS 27 (2008) mewajibkan pengukuran investasi yang
dipertahankan pada nilai wajar dan nilai wajar tersebut kemudian digunakan sebagai
deemed cost untuk akuntansi berikutnya. IAS 27 (2008).37 menyatakan bahwa: “the fair
value of any investment retained in the former subsidiary at the date when control is lost
www.futurumcorfinan.com
Page 18
shall be regarded as…. the cost on initial recognition of an investment in an associate or
jointly controlled entity.”
Pertanyaan timbul mengenai apakah prinsip yang diterapkan untuk pelepasan parsial dan
pengendalian yang diperoleh secara bertahap (control achieved in stages) juga akan
diterapkan untuk kepentingan/investasi (baik yang dibukukan dengan metode ekuitas
maupun konsolidasi proporsional) yang diperoleh secara bertahap. IAS 28.20 menyatakan
bahwa:
Many of the procedures appropriate for the application of the equity method are similar to
the consolidation procedures described in IAS 27. Furthermore, the concepts underlying the
procedures used in accounting for the acquisition of a subsidiary are also adopted in
accounting for the acquisition of an investment in an associate.”.
Namun IAS 28.11 tidak mengalami perubahan dan dinyatakan bahwa: “Under the equity
method, the investment in an associate is initially recognized at cost….”, yang juga dapat
diartikan sebagai memerlukan pengukuran kembali (remeasurement) apapun yang sudah
dilakukan menurut PSAK 50/55, perlu dibalik pada saat penerapan akuntansi ekuitas
pertama kali.
Pada saat mengembangkan IFRS 3 (2008), IASB mempertimbangkan isu ini, namun tidak
memberikan jawaban.
Transaksi antara Entitas Induk dengan Kepentingan Non-pengendali
Pada saat pengendalian sudah diperoleh, transaksi selanjutnya dimana pihak entitas induk
meningkatkan kepemilikan ekuitasnya dari kepentingan non-pengendali, atau melepas
kepentingan ekuitas tanpa kehilangan pengendalian, akan dibukukan sebagai transaksi
ekuitas (yaitu transaksi dengan pihak pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik) [IAS 27
(2008).30].
www.futurumcorfinan.com
Page 19
IAS 27 (2008).31:
Nilai tercatat kepentingan pengendali dan non-pengendali akan disesuaikan untuk
mencerminkan perubahan dalam kepentingan relatif dalam entitas anak;
selisih apapun yang timbul antara jumlah dimana kepentingan non-pengendali
disesuaikan dan nilai wajar pembayaran/imbalan yang dibayar atau diterima, diakui
secara langsung di ekuitas dan diatribusikan kepada pemilik entitas induk.
Tidak terdapat penyesuaian atas nilai tercatat goodwill, dan tidak terdapat
keuntungan atau kerugian yang diakui sebagai laba atau rugi.
Pilihan yang tersedia untuk mengukur kepentingan non-pengendali apakah pada nilai wajar
atau pada bagian proporsional dari aset neto teridentifikasi pihak yang diakuisisi dalam IFRS
3 (2008).19 disebutkan sebagai tersedia “dalam suatu kombinasi bisnis”.
Untuk suatu transaksi yang terjadi antara entitas induk dan kepentingan non-pengendali,
IAS 27 (2008) tidak memberikan petunjuk rinci mengenai bagaimana mengukur jumlah yang
akan dialokasikan kepada entitas induk dan kepentingan non-pengendali untuk
mencerminkan perubahan dalam kepentingan relatif dalam entitas anak. Lebih dari satu
pendekatan bisa terjadi. Dalam banyak kasus, bagaimanapun juga, pendekatan terbaik
adalah mengakui selisih manapun antara nilai wajar pembayaran yang dilakukan dan
kepentingan non-pengendali, menggunakan nilai tercatat yang ada, secara langsung di
ekuitas yang dapat diatribusikan kepada entitas induk.
IAS 32.35 mewajibkan bahwa biaya-biaya transaksi dari transaksi ekuitas manapun juga
diakui di ekuitas. Dengan demikian, biaya-biaya yang terkait dengan suatu transaksi antara
entitas induk dengan kepentingan non-pengendali diakui di ekuitas.
Suatu skedul diperlukan untuk diungkapkan yang menunjukkan pengaruh atas ekuitas yang
diatribusikan kepada (para) pemilik entitas induk dari perubahan manapun yang terjadi pada
kepentingan kepemilikan entitas induk dalam suatu entitas anak yang tidak mengakibatkan
hilangnya pengendalian [IAS 27 (2008).41(e)].
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved