proses perceraian pegawai negeri sipil dan...

134
PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 JO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) Oleh : Rizki Fadli Robi NIM 1112044100017 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERISTAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M

Upload: dinhtram

Post on 13-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

PROSES PERCERAIAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA

BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983

JO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh :

Rizki Fadli Robi

NIM 1112044100017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERISTAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M

Page 2: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

Dbjlk {4d f*dc s}!id etr Hlh

Page 3: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum
Page 4: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

ls]iibukuh$krysljsyidLn!ruFko tus rid&roi dai hry omc

cgisylnrHid.ym]1.h,&na

Page 5: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

Penelitian (Skripsi) ini penulis persembahkan kepada :

Ayahanda (Abah) Drs. H. I. T. Taufiqurrohim, MA

Dan Ibunda (Mamah) Hj. Nihayatul Masruroh, SH

Yang telah murni tulus menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk anak‐

anaknya.

Kakakku yang saya banggakan Erly Syarifurrizal, SH.I

Adikku tersayang Nita Anisatul Azizah

Adinda Andi Ilham Nur Putri, SH

Semoga kelak Allah SWT mempersatukan kita semua di surga‐Nya, Amin

Kawan-kawan seangkatan dan seperjuangan

serta Almamaterku Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

v

ABSTRAK

Rizki Fadli Robi. 1112044100017. Proses Perceraian Pegawai Negeri Sipil Dan

Pejabat Negara Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Program Studi Hukum Keluarga.

Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. 1437 H/2016 M. x +106 halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perceraian antara

Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara dalam Peraturan Perundang-Undangan

di Indonesia, serta mengetahui perbandingan proses perceraian antara Pegawai

Negeri Sipil dengan Pejabat Negara. Menggunakan teknik pengumpulan data

berupa mempelajari data-data dan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan

dengan bersumber pada bahan-bahan primer, sekunder dan tersier yang berkaitan

dengan permasalahan yang penulis bahas. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah Kepustakaan (Library

Research).

Dari penelitian yang sudah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa

proses perceraian Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan proses perceraian Pejabat Negara belum sepenuhnya diatur dalam

peraturan ini. Bila Pegawai Negeri Sipil diwajibkan meminta izin kepada Pejabat

atau atasannya terlebih dahulu sebelum melakukan perceraian, berbeda dengan

Pejabat Negara. Pejabat Negara diwajibkan meminta izin kepada atasannya yang

dalam hal ini terbagi ke dalam tiga macam, pertama ada yang diwajibkan meminta

izin kepada Presiden terlebih dahulu sebelum melakukan perceraian. Kedua, ada

yang diwajibkan meminta izin kepada Menteri Dalam Negeri, dan ketiga ada yang

diwajibkan meminta izin kepada Kepala Daerah. Selain itu, bagi Pejabat Negara

yang melanggar peraturan tidak diatur secara jelas hukumannya sebagaimana

Pegawai Negeri Sipil yang sudah diatur hukumannya dalam Pemerintah Nomor

10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

Melihat permasalahan di atas, perlu kiranya membuat perubahan dan

melengkapi kekurangan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

Kata kunci : Perceraian, Pegawai Negeri Sipil, dan Pejabat Negara.

Daftar Pustaka (1973 – 2015)

Page 7: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala kemuliaan hanyalah bagi Allah SWT, sumber segala hikmah dan

ilmu pengetahuan, shalawat dan salam bagi Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW,

karena berkahnya, maka penelitian (skripsi) ini dapat saya selesaikan. Penelitian

(skripsi) ini berjudul:

“Proses Perceraian Pegawai Negeri Sipil Dan Pejabat Negara Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990”

Tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua

pihak, maka penulisan penelitian sebagai tugas akhir ini tidak akan selesai tepat

pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih

yang tidak terhingga kepada keluarga, bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara

yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

dan bimbingan serta petunjuk, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan tepat

pada waktunya, yaitu:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, P.hD., Dekan Fakutas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

vii

2. Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Arif Purkon, MA., selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Kamarusdiana, S. Ag, MH., selaku dosen pembimbing yang

senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penelitian (skripsi) ini.

4. Rosdiana, MA., selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa

memberikan nasehat dan membimbing penulis semasa perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu Dosen, serta Staff yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

6. Abah dan Mamah atas jasa-jasanya, kesabaran, do’a, dan tidak pernah

lelah dalam mendidik serta memberi rasa sayang yang tulus dan ikhlas

kepada penulis semenjak kecil.

7. Mas N dan Dek Nita, kakak dan adik yang penulis banggakan.

8. Andi Ilham Nur Putri, SH yang senantiasa meluangkan waktunya untuk

memberikan do’a, dorongan dan semangat kepada penulis untuk

menyelesaikan penelitian (skripsi) ini.

9. Teman-teman seperjuangan di kontrakan Gang Bentong (Barra, Iman,

Afif, Rifki, dan Fadli) yang selalu mendukung setiap langkah dalam

perjalanan pendidikan penulis di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

10. Serta semua pihak yang telah membantu, semoga atas bantuannya kepada

penulis dapat menjadi amal shaleh yang diterima Allah SWT. Amiin.

Page 9: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

viii

Akhirnya Penulis berharap, semoga dengan terselesaikannya penulisan

karya ilmiah ini merupakan titik awal tanggung jawab penulis sebagai insan

akademisi hukum yang selalu bertindak dan berbuat berdasarkan hukum, dan

semoga penulisan penelitian (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya dan bermanfaat bagi semua

pihak pada umumnya.

Amiin-amiin yaa robbal’alamin.

Jakarta, 30 Juni 2016

Rizki Fadli Robi

Page 10: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 12

C. Rumusan Masalah .......................................................................... 12

D. Pembatasan Masalah ...................................................................... 13

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 13

1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13

2. Manfaat Penelitian ................................................................... 13

F. Study Review Terdahulu ................................................................ 15

G. Metode Penelitian ........................................................................... 17

H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 21

BAB II PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DAN PEJABAT NEGARA DALAM HUKUM

A. Perceraian ...................................................................................... 24

1. Pengertian Perceraian ............................................................. 24

2. Dasar Hukum Perceraian ........................................................ 26

3. Macam- Macam Perceraian .................................................... 31

B. Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara ..................................... 36

1. Pegawai Negeri Sipil .............................................................. 36

2. Pejabat Negara ....................................................................... 42

Page 11: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

x

C. Teori Azas Persamaan di Hadapan Hukum dalam Masalah

Perceraian ...................................................................................... 47

BAB III KETENTUAN PERCERAIAN DALAM PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 JO PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

A. Proses Perceraian di Indonesia ...................................................... 54

B. Ketentuan Perceraian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ...... 61

1. Sejarah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990……………….61

2. Ketentuan Perceraian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990………………………………………………………….65

BAB IV STUDI PERBANDINGAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL DAN PEJABAT NEGARA

A. Pemberlakuan Asas Persamaan di Hadapan Hukum dalam Proses

Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara ………….. 76

B. Kedudukan Pejabat Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990…...81

C. Perbandingan Proses Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat

Negara …………………………………………………………... 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 97

B. Saran .............................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 101

LAMPIRAN ....................................................................................................... 105

Page 12: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak

dapat hidup sendiri dan saling bergantung satu sama lain. Sifat saling

ketergantuangan ini sudah ada sejak lahir hingga meninggal dunia, bahkan di

akhirat pun manusia sebenarnya juga masih membutuhkan bantuan orang lain,

yaitu do’a untuk membantu mengurangi beban dosa selama di dunia. Selain itu

manusia diciptakan berpasangan laki-laki dan perempuan, agar mereka dapat

berhubungan satu sama lain sehingga mencintai, menghasilkan keturunan dan

hidup dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan petunjuk dari

Rasul-Nya yaitu perkawinan.1

Manusia adalah makhluk yang lebih diutamakan oleh Allah SWT

dibandingkan dengan makhluk lainnya. Allah SWT telah menetapkan adanya

aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan adanya aturan-aturan yang tidak

boleh dilanggar sehingga manusia tidak boleh berbuat semaunya, seperti binatang

kawin dengan lawan jenisnya atau tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan

perantara angin.2

Hal senada juga dikatakan oleh Sayyid Sabiq, bahwa perkawinan

merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Allah, baik

1 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 45. 2 H. A. S. Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka

Amani, 1989), h. 1.

Page 13: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

2

manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang

dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak,

dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan

perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Demi menjaga

kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai

dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur

secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai, dengan upacara ijab-qabul

sebagai lambang adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang

menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat.

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri seks,

memelihara keturunan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak

laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.3

Perkawinan atau dengan kata lain disebut juga dengan pernikahan yang

berasal dari kata dasar “nikah”, mempunyai pengertian secara bahasa yaitu

mengumpulkan, atau sebuah pengibaratan akan sebuah hubungan intim dan akad

sekaligus, yang di dalam syariat berarti sebuah akad yang mengandung

pembolehan bersenang-senang dengan perempuan, dengan berhubungan intim,

menyentuh, mencium, memeluk, dan sebagainya, jika perempuan tersebut bukan

termasuk mahram dari segi nasab, sesusuan, dan keluarga.4

Pengertian

perkawinan lainnya menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk

3 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2003), h.

11. 4 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie

Al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 38.

Page 14: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

3

membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki.5

Pengertian perkawinan secara bahasa juga dapat dibaca dalam beberapa

kamus di antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan (1)

perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah (2) (sudah) beristri

atau berbini (3) dalam bahasa pergaulan artinya bersetubuh. Pengertian senada

juga dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kawin diartikan dengan (1)

menikah (2); cak bersetubuh (3); berkelamin (untuk hewan).6

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyebutkan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Islam membangun kehidupan keluarga (dalam perkawinan yang sah)

atas dasar dua tujuan: pertama, menjaga keluarga dari kesesatan. Kedua, untuk

menciptakan wadah yang bersih sebagai tempat lahir sebuah generasai yang

terdiri di atas landasan yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya.7

Tujuan perkawinan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974, yang bila kita rasakan adalah sangat ideal, karena tujuan perkawinan

itu tidak hanya melihat dari segi lahirnya saja tetapi sekaligus terdapat adanya

5 Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 37.

6 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.

398. 7 Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulallah: Poligami dalam Islam vs

Monogami Barat, Cet. Ke-1, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 8-9. Lihat juga Yayan

Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta:

Wahana Semesta Intermedia, 2012), h. 174.

Page 15: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

4

suatu pertautan bathin antara suami dan isteri yang ditujukan untuk membina

suatu keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan

sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Yang menjadi tujuan dasar setiap

pembentukan rumah tangga, yaitu disamping untuk mendapat keturunan yang

saleh, adalah untuk dapat hidup tenteram, adanya suasana sakinah yang disertai

rasa kasih sayang.8

Sebuah Perkawinan yang lahir dari akad yang suci, menimbulkan

konsekuensi-konsekuensi di antara laki-laki dan perempuan. Maka konsekuensi-

konsekuensi yang ada wajib untuk dilaksanakan dan hak suami isteri wajib

ditunaikan. Pelaksanaan kewajiban dan penunaian tanggung jawab oleh masing-

masing suami isteri merupakan suatu yang dapat mewujudkan kedamaian dan

ketenangan jiwa. Dari itu, kebahagian suami isteri akan tercipta.9

Kebahagiaan keluarga hanya bisa diperoleh pasangan suami-isteri yang

sudah matang dalam berfikir, setelah melalui manis getir perjuangan hidup dan

didukung dengan prinsip-prinsip berkeluarga yang benar sebagai landasan utama

bagi perjalanan hidup rumah tangga. Siapa pun sulit mendapatkan keharmonisan

rumah tangga, apalagi orang awam yang tidak memahami betul arti kehidupan

suami-isteri kecuali seksual fisik (hubungan badan) saja.10

Kehidupan suami isteri

hanya bisa tegak kalau ada dalam ketenangan, kasih sayang, pergaulan yang baik,

dan masing-masing pihak menjalankan kewajibannya dengan baik. Tetapi

8Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h. 96. 9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, Jilid 3, diterjemahkan oleh Abu Syauqina dan Aulia

Rahma, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013), h. 411. 10

Ali Hasan Muhammad Makki Al-Amili, Perceraian salah Siapa?Bimbingan dalam

Mengatasi Problematika Rumah Tangga, Penerjemah Mudhar Ahmad Assegaf dan Hasan Shaleh,

Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Lentera Baristama, 2001), h. 12.

Page 16: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

5

adakalanya terjadi suami membenci isteri atau isteri membenci suaminya. Dalam

keadaan seperti ini Islam berpesan dengan obat penawar yang dapat

menghilangkan sebab-sebab terjadinya atau timbulnya rasa kebencian.11

Membina sebuah rumah tangga dan menjadikannya sebagai keluarga

yang sakinah, mawadah, dan warahmah, jelas tidak segampang yang dibayangkan.

Membangun keluarga yang demikian membutuhkan proses yang panjang dan

proses untuk mencapainya sudah diatur dalam hukum Islam yaitu yang

berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, serta ditambah dengan hukum positif

(peraturan perundang-undangan) yang berlaku di Indonesia. Keluarga sakinah

bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada adanya

keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.

Pada dasarnya tidak jarang kita temukan dalam sebuah perkawinan

selamanya berjalan lurus. Terkadang dapat terjadi pertengkaran hebat yang dapat

menyebabkan keretakan rumah tangga.12

Percekcokan yang sudah tidak dapat

diatasi dan perselisihan yang semakin hari semakin tidak terkendali. Di mana

antara satu pihak dengan yang lainnya saling menyalahkan dan jika terus

dipertahankan maka akan menimbulkan masfsadat (madharat) bagi suami dan

isteri. Maka Islam memberikan solusi melalui penetapan talaq (perceraian)

sebagai obat untuk perselisihan kekeluargaan ketika obat selainnya tidak

bermanfaat.13

Agama Islam membolehkan suami isteri bercerai tentunya dengan

11

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah : Fikih Sunnah 8, Terjemahan oleh Moh Thalib, Cet.

Ke-1, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1996), h. 92. 12

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 1995), h. 121. 13

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, diterjemahkan oleh Nur Khozin, (Jakarta:

Amzah, 2012), h. 330.

Page 17: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

6

alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu (sangat) dibenci Allah SWT.14

Hal

ini sebagaimana diatur dalam hadits dari Ibnu Umar menurut riwayat Abu Daud,

Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim, sabda Nabi yang berbunyi “ perbuatan

halal yang paling dibenci Allah adalah talaq”.15

Talak merupakan sebuah istitusi yang digunakan untuk melepaskan

sebuah ikatan perkawinan. Dengan demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat

putus dan tata caranya telah diatur baik di dalam fikih maupun di dalam Undang-

Undang Perkawinan.16

Putusnya suatu perkawian tidak serta merta terjadi begitu saja, harus

ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum Islam dan hukum positif. Para

ulama klasik membahas putusnya perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam

lembaran kitab al-fiqih al-islami wa‟adillatuh, yaitu sebagai berikut:

1. Menurut mazhab Hanafiyah, sebab-sebabnya adalah islamnya salah satu

dari suami atau isteri, murtad, khiyar, tidak adanya kesetaraan dan suami

atau isteri hilang dan tidak adanya kabar.

2. Mazhab Malikiyah, sebab-sebabnya putusnya perkawinan adalah talak,

khulu‟, khiyar/fasakh, „ila, murtad, dan perpisahan yang disebabkan tidak

adanya kesetaraan (kafa’ah) antara suami isteri.

3. Adapun menurut mazhab Syafi’iyah, sebab-sebabnya adalah talak, khulu‟,

fasakh, khiyar, nusyuz, „ila, zihar, dan li‟an.

14

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2002), h. 102. 15

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), h. 124. 16

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 Sampai KHI, (Jakarta:

Kencana, 2004), h. 207.

Page 18: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

7

4. Sedangkan menurut mazhab Hanabilah, yaitu karena khulu‟, murtad, aib,

islamnya salah satu dari suami atau isteri, „ila dan li‟an.17

Sedangkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116, alasan-alasan perceraian

meliputi:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan (pemboros, pemakai obat-obat

terlarang).

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama (2) dua tahun berturut-turut

tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di

luar kemauannya (pergi tanpa kabar berita).

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.18

7. Suami melanggar taklik talak;

17

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie

Al-Kattani, h. 59. 18

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 6 alasan perceraian. Lihat Abdul

Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 17.

Page 19: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

8

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga.19

Fenomena yang terjadi saat ini, angka perceraian semakin tinggi baik

dari cerai talak yang diajukan oleh suami maupun gugatan cerai yang diajukan

oleh isteri. Berdasarkan data yang didapat dari Mahkamah Agung Republik

Indonesia, angka perkara perceraian yang masuk di Peradilan Agama sebesar

1.162.25420

paling tinggi jika dibandingkan dengan perkara lain yang masuk di

Badan-Badan Peradilan21

yang ada di bawah Mahkamah Agung. Lebih parahnya

lagi, di tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat perceraian di Indonesia sudah

menempati urutan tertinggi se Asia Pasifik, dan di tahun-tahun berikutnya jumlah

perceraian tetap semakin meningkat. Melihat data pernikahan dan perceraian di

Indonesia yang dirilis oleh Kementrian Agama RI, tampak pernikahan relatif tetap

di angka dua juta dua ratusan ribu setiap tahun, sementara perceraian selalu

meningkat hingga tembus di atas tiga ratus ribu kejadian setiap tahunnya.22

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berusaha

semaksimal mungkin adanya perceraian dapat dikendalikan dan menekan angka

perceraian kepada titik yang paling rendah. Pembuat undang-undang ini

menyadari bahwa perceraian dilakukan tanpa kendali dan sewenang-wenang akan

19

Alasan perceraian nomor 7 dan 8 merupakan alasan perceraian yang terdapat dalam

Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), dalam pasal ini terdiri atas 8 alasan perceraian dengan

ketentuan alasan nomor 1 sampai 6 sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. 20

http://putusan.mahkamahagung.go.id/semua, diakses pada hari Jum’at, 29 Januari

2016. 21

Badan-Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah Peradilan

Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama. 22

http://www.kompasiana.com/pakcah/di-indonesia-40-perceraian-setiap-jam_54f357

c07455137a2b6c7115, diakses pada hari Jum’at, 29 Januari 2016.

Page 20: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

9

mengakibatkan kehancuran bukan saja kepada suami istri tersebut, tetapi juga

kepada anak-anak yang mestinya harus diasuh dan dipelihara dengan baik.23

Melihat akibat dari perceraian yang tidak terkendali, maka untuk

menekan angka perceraian dibuat sebuah aturan pemberatan dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang sudah dua kali

diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 65 ayat (1) yang disebutkan bahwa:

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

pihak”.24

Di Indonesia telah dikeluarkan beberapa peraturan pelaksana tentang

Perceraian. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan pemerintah ini secara jelas

mengatur teknis atau prosedur tentang izin perkawinan dan perceriaan bagi

Pegawai Negeri Sipil.

Definisi mengenai pegawai negeri sipil dapat kita temui pada Undang-

undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang telah

dirubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

23

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:

Kencana, 2012), h. 8. 24

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2000), h. 369.

Page 21: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

10

Undang-Undang ini telah dicabut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang di dalam Pasal 1 ayat (3)

menyebutkan definisi tentang pegawai negeri sipil, yaitu: “warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara

tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”.

Selain istilah pegawai negeri sipil dalam penyelenggaraan suatu

pemerintahan negara, kita juga sering menemukan istilah pejabat negara.

Keduanya sama-sama diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam

memahaminya kita sering menyamakannya. Padahal, keduanya mempunyai

definisi, kedudukan, tugas dan wewenang yang berbeda.

Pejabat negara yang dimaksud tersebut disebutkan dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 121, yang

meliputi:

1) Presiden dan Wakil Presiden;

2) Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

4) Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;

5) Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung

serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali

hakim ad hoc;

6) Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;

7) Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

8) Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

Page 22: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

11

9) Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

10) Menteri dan jabatan setingkat menteri;

11) Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

12) Gubernur dan wakil gubernur;

13) Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan

14) Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Berbicara tentang proses perceraian, pegawai negeri sipil secara tegas

dan jelas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Sedangkan pejabat negara hingga

saat ini belum secara tegas diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Karena hal inilah lahir suatu pertanyaan apakah dalam hal peraturan perceraian

pejabat negara disamakan dengan pegawai negeri sipil?

Oleh sebab itu, dengan adanya permasalahan hukum ini sudah

seharusnya para pakar hukum khususnya pembuat undang-undang menjawab dan

menyelesaikannya, dikarenakan kedudukan, tugas dan wewenang keduanya

sangatlah berbeda.

Berdasarkan permasalahan dan uraian di atas penulis tertarik untuk

mengangkatnya dalam penelitian skripsi yang berjudul “PROSES

PERCERAIAN ANTARA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEJABAT

NEGARA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10

TAHUN 1983 Jo PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN

1990”.

Page 23: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

12

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, muncul beberapa

pertanyaan yang perlu penjelasan lebih supaya permasalahan yang ada tidak

menimbulkan perbedaan persepsi. Oleh karena itu, penulis merangkum beberapa

pertanyaan ke dalam identifikasi masalah, sebagaimana di bawah ini:

1. Apa pengertian dari Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara?

2. Siapa saja yang dapat disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat

Negara?

3. Apa perbedaan antara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara?

4. Bagaimana proses perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983?

5. Apakah sama proses perceraian Pejabat Negara dan Pegawai Negeri Sipil?

6. Bagaimana peraturan perundang-udangan di Indonesia mengatur mengenai

perceraian Pejabat Negara?

C. Rumusan Masalah

Dari pertanyaan yang terdapat dalam identifikasi masalah, penulis

menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara

dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia?

2. Apa perbedaan proses perceraian antara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat

Negara?

Page 24: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

13

D. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas penulis tidak melebar sehingga dapat

mengakibatkan ketidakjelasan pembahasan masalah, maka penulis akan

membatasi masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah tersebut adalah Proses

Perceraian yang dilakukan hanya oleh Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara,

bukan masyarakat umum dan peraturan yang dimaksud adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi

tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

b. Mengetahui proses perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat

Negara dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.

c. Mengetahui perbedaan proses perceraian antara Pegawai Negeri Sipil

dan Pejabat Negara.

2. Manfaat Penelitian

Berawal dari rumusan penelitian yang telah dijelaskan diatas,

terdapat beberapa manfaat yang diinginkan penulis, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

1) Memperkaya ilmu penulis di bidang Ilmu Hukum, khususnya

Hukum Keluarga.

Page 25: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

14

2) Mengelaborasikan ilmu yang diperoleh penulis di perkuliahan

dengan fakta hukum yang terjadi di saat ini.

3) Menambah khasanah keilmuan di bidang Hukum Keluarga bagi

pembacanya.

4) Menambah referensi bagi kajian Hukum Keluarga, yang mana

penulis sangat berharap agar penelitian skripsi ini memberikan

gambaran yang jelas mengenai Perbandingan Proses Perceraian

antara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian skripsi ini terbagi menjadi tiga,

yaitu :

1) Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

rujukan bagi pemerhati hukum, khususnya mahasiswa mengenai

perbandingan proses perceraian antara Pegawai Negeri Sipil dan

Pejabat Negara.

2) Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini diharapkan agar masyarakat lebih memahami

bagaimana perbandingan proses perceraian antara Pegawai

Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

3) Bagi Pemerintah

Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

gagasan kepada pemerintah mengenai perbandingan proses

perceraian antara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

Page 26: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

15

F. Study Review Terdahulu

Tinjauan pustaka berfungsi untuk mengetahui apakah hal yang akan

diteliti tersebut adalah sudah dibahas atau belum sama sekali.25

Mengenai study

review terdahulu, penulis belum menemukan penelitian yang mengangkat masalah

ini, kebanyakan dari penelitian yang ada hanyalah analisa terhadap perceraian

Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan Kepolisian. Yang mana semuanya itu sudah

diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Sedangkan,

untuk perceraian Pejabat Negara penulis belum menemukan penelitian yang

mengangkat masalah ini.

Hal inilah yang menjadikan dasar bahwa penelitian ini termasuk

penelitian baru, sehingga dengan perbedaan penelitian yang baru dalam penulisan

skripsi ini nantinya tidak akan menimbulkan kecurigaan plagiasi.

Beberapa study review terdahulu yang penulis dapatkan, diantaranya

yaitu sebagai berikut:

1. Inayah Maily Ridho, S1 Peradilan Agama, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014, dengan judul: Perceraian Anggota Polri (Studi atas Peraturan

Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan Implementasinya di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan).

Penelitian ini membahas tentang pengaturan perkawinan dalam masalah

perceraian yang berlaku khusus bagi anggota Polri (yangmana menurut UU

ASN Nomor 5 Tahun 2014 Polri termasuk dalam PNS/ASN) serta

bagaimana implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

25

Sultan Zanti Arbi dan Wayan Ardhan, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosialisasi,

(Jakarta: Postekkom Dikbud dan CV Rajawali, 1984), h. 80.

Page 27: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

16

2. Isnatun, S1 Ahwal Syahsiyah, IAIN Walisongo Semarang, 2010, dengan

judul : Penyelesaian Pembagian Gaji Pegawai Negeri Sipil Terhadap

Bekas Istri Yang Diserahkan Pada Atasan Atau Instansi Terkait Pasca

Perceraian.

Penelitian ini membahas tentang pertimbangan hukum pemberian gaji PNS

terhadap bekas istri yang diserahkan kepada instansi atau atasan terkait

pasca perceraian. Dan mengenai efektifitas putusan Pengadilan Agama

Semarang tentang pemberian gaji PNS terhadap bekas istri yang diserahkan

kepada instansi atau atasan terkait pasca perceraian.

3. Siti Nurul Midayanti, S1 Ahwal Al-Syakhsiyyah, STAIN Salatiga, 2012,

dengan judul : Implementasi PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45

Tahun 1990 Tentang Izin Perceraian Bagi PNS di Pengadilan Agama

Salatiga Tahun 2010.

Penelitian ini membahas tentang penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang izin

perkawinan dan perceraian bagi PNS di Pengadilan Agama Salatiga pada

Tahun 2010.

4. Desniar Yusmawati, S1 Fakultas Hukum, Universitas Jember, 2012, dengan

judul : Perceraian Seorang Pegawai Negeri Sipil Tanpa Adanya Surat

Izin Cerai dari Atasannya (Studi Putusan Nomor :

5194/Pdt.G/2009/Pa.Bwi)

Penelitian ini penulis membahas tentang pengaturan perceraian seorang

PNS, apakah menggunakan surat izin cerai dari atasannya atau tanpa adanya

Page 28: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

17

surat izin cerai dari atasannya perceraian masih tetap dapat dilangsungkan.

Dengan memberikan kesimpulan bahwa perceraian PNS harus dengan surat

izin cerai dari atasannya.

Dari penelitian yang ingin penulis bahas yaitu tentang “Proses

Perceraian antara Pegawai Negeri Sipil dengan Pejabat Negara menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990”. Melihat semua referensi yang menjadi review study

terdahulu pada penelitian ini, maka terdapat perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, yaitu sebagai berikut :

1. Skripsi pertama, hanya membahas mengenai pengaturan perkawinan dalam

masalah perceraian yang berlaku khusus bagi anggota Polri.

2. Skripsi kedua, hanya membahas pengaturan mengenai pembagian nafkah

bagi bekas istri Pegawai Negeri Sipil (PNS).

3. Skripsi ketiga, membahas mengenai implementasi PP Nomor 10 Tahun

1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 di Pengadilan Agama Salatiga pada

Tahun 2010.

4. Skripsi keempat, membahas mengenai pengaturan perceraian PNS, apakah

harus menggunakan surat izin cerai dari atasannya atau tidak.

G. Metode Penelitian

Mengingat dalam karya ilmiah, metode penelitian merupakan strategi

yang utama dan mempunyai peran yang sangat penting, karena dalam penggunaan

metode adalah upaya untuk memahami dan menjawab persoalan yang akan

Page 29: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

18

diteliti.26

Selain itu, metode penelitian juga menguraikan tentang cara kerja yang

sistematis yang dilakukan untuk mencapai tujuan.27

Berikut metode penelitian

yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi ini:

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah

yang diteliti.28

2. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif.29

Penelitian hukum normatif adalah penelitian

hukum kepustakaan.30

Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan

valid tentang sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian.

Penelitian ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis

dan bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini

26

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,

1997), h. 27. 27

Afifi Fauzi Abbaz, Metodologi Penelitian, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010), h.

214. 28

Sri Mamudji, et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 4. 29

Dalam penelitian hukum normatif biasanya hanya merupakan studi dokumen, yakni

menggunakan peraturan perundang-undangan, keputusan hakim pengadilan, teori-teori hukum

dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka. Itulah sebabnya digunakan analisis secara

kualitatif (analisis normatif-kualitatif), karena datanya bersifat kualitatif. Lihat Afifi Fauzi Abbas,

Metode Penelitian, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010), h. 155. Lihat juga Suratman, Philips

Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 51. 30

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 23.

Page 30: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

19

adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam

memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori

baru.

3. Sumber Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif ini terdiri dari

data primer, sekunder, dan tersier.

a. Data Primer

Data primer berupa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

hukum perbandingan proses perceraian antara Pejabat Negara dengan

Pegawai Negeri Sipil, yang meliputi:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi

Pegawai Negeri Sipil; dan

4) Kompilasi Hukum Islam.

b. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan data primer,31

berupa tulisan atau pendapat para pakar hukum

tentang permasalahan hukum keluarga yang terdapat dalam buku-buku,

31

Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-1,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 118.

Page 31: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

20

makalah, dan jurnal hukum. Sumber data sekunder diperoleh dari hasil

penelusuran pustaka dan dokumentasi di berbagai lembaga atau instansi.

c. Data Tersier

Data Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.32

Misalnya: Kamus

Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan lain-lain.

4. Pendekatan Masalah

a. Pendekatan Perundang- Undangan

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah

suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang

berkaitan dengan peraturan perceraian, diantaranya:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil; dan

4) Kompilasi Hukum Islam.

b. Pendekatan Komparatif

Pendekatan ini dilakukan dengan cara membandingkan

peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, yang mengatur

tentang perceraian Pejabat Negara dengan Pegawai Negeri Sipil.

32

Suratman, Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.

67.

Page 32: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

21

Peraturan perundang-undangan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah melalui kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang

dilakukan dengan membaca buku-buku atau literatur yang relevan dengan

topik masalah dalam penelitian ini.33

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap

data primer, sekunder dan tersier dengan mengunakan pola pikir deduktif

yaitu menganalisis teori tentang perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat

Negara yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

jo Peraturan Pemerinta Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

H. Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan memuat uraian dalam membentuk essay

(deskripsi) yang menggambarkan alur logis dari bangun bahasa laporan penelitian

33

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:

Rineka Cipta, 2002), h. 197.

Page 33: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

22

mulai dari bab pendahuluan sampai dengan bab penutup.34

Untuk memberikan

gambaran secara menyeluruh tentang isi skripsi, maka penulis memberikan

sistematikanya secara garis besar, sebagai berikut:

Bagian awal skripsi: sampul, lembar berlogo, halaman judul,

persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan

persembahan, prakata, Abstract, daftar isi, serta daftar lampiran.

Bagian isi skripsi terdiri atas:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini merupakan Pendahuluan yang menguraikan alasan

pemilihan judul, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Review Study Terdahulu serta mencangkup Metodologi

Penelitian dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran

atau kerangka penulisan skripsi ini.

BAB II PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL DAN PEJABAT NEGARA DALAM HUKUM

Bab ini penulis menguraikan pembahasan perihal: a. Perceraian; b.

Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara; c. Teori Azas Kesamaan

di hadapan Hukum dalam Masalah Perceraian.

34

Afifi Fauzi Abbas, Metode Penelitian, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010), h. 215.

Page 34: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

23

BAB III KETENTUAN IZIN PERCERAIAN MENURUT

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 Jo

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

Bab ini penulis menguraikan pembahasan perihal: a. Proses

Perceraian di Indonesia; b. Sejarah Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990; c.

Ketentuan tentang Izin Perceraian dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990.

BAB IV STUDI PERBANDINGAN PERCERAIAN ANTARA

PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEJABAT NEGARA

MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10

TAHUN 1983 Jo PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45

TAHUN 1990.

Dalam bab ini penulis membahas perihal: a. Kedudukan Pejabat

Negara; b. Perbandingan Proses Perizinan Perceraian Pegawai

Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan menuliskan Kesimpulan pembahasan

pokok permasalahan yang diangkat, serta Saran-saran yang

merupakan bahan penutup dari seluruh materi yang dibahas dalam

skripsi ini.

Page 35: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

24

BAB II

PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN

PEJABAT NEGARA DALAM HUKUM

A. Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Perceraian dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu yang dibolehkan

oleh ajaran Islam. Apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan

kerukunan, kedamaian, dan kebahagiaan, namun harapan dalam tujuan

perkawinan tidak akan terwujud atau tercapai sehingga yang terjadi adalah

perceraian.35

Perceraian atau putusnya perkawinan dalam istilah fiqih disebut

“talak” atau “furqah”36

, berasal dari kata طك-طك-طاللب yang artinya

bercerai.37

Kamus Al Munawwir memberikan definisi bahasa lafaz طالق

dengan arti melepaskan ikatan.38

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan

arti talak adalah perceraian antara suami dan istri atau lepasnya ikatan

perkawinan.39

Pengertian serupa juga terdapat dalam buku karya Wahbah Al-

35

Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2009), h. 229. 36

Furqoh berarti bercerai, lawan dari kumpul. Lihat Kamal Muchtar, Asas-asas

Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 156. 37

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Pentafsir al Quran, 1973), h. 239. 38

Ali Mutahar, Kamus Al-Mutahar Arab-Indonesia, Cet. Ke-1, (Jakarta: Hikmah,

2005), h. 719. 39

Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. Ke-1, Edisi

4, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 942.

Page 36: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

25

Zuhaili yang berjudul Al-Fiqh Al-Islami Wa‟adillatuh yang mendefinisikan

talak menurut bahasa dengan arti melepaskan ikatan atau menceraikan.40

Sedangkan pengertian talak secara istilah, sebagaimana disebutkan

oleh para ulama mazhab, yaitu sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi dan Hambali

Mendefinisikan talak sebagai pelepasan ikatan perkawinan secara langsung

atau pelepasan ikatan perkawinan di masa yang akan datang. Adapun yang

dimaksud secara langsung adalah tanpa terikat dengan sesuatu dan

hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tesebut dinyatakan suami.

Sedangkan yang dimaksud di masa yang akan datang adalah berlakunya

hukum talak tersebut tertunda oleh suatu hal.

b. Mazhab Syafi’i

Mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafad talak atau

yang semakna dengan lafad itu.

c. Mazhab Maliki

Mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan

gugurnya kehalalan hubungan suami istri.41

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam

Pasal 38 memasukkan istilah perceraian sebagai sebab putusnya perkawinan,

yang dalam bunyi pasalnya “Perkawinan dapat putus karena kematian,

perceraian dan atas keputusan Pengadilan. Menurut Kompilasi Hukum Islam

40

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie

Al-Kattani, h. 356. 41

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam Indonesia, “Talak” Ensiklopedia Islam, Cet.

Ke-3, Jilid 5, (Jakarta: PT. Ichar Baru an Hoeve, 1994), h. 53.

Page 37: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

26

Pasal 117 dinyatakan: "talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan

Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, 130, 131."

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa talak merupakan pemutus hubungan antara suami istri dan

menjadi sebab gugurnya hak dan kewajiban antara keduanya. Meskipun dalam

pengucapannya talak menggunakan lafad tertentu atau berbeda, namun

penekanannya dimaksudkan dengan tujuan yang sama yaitu untuk terpisahnya

hubungan suami istri atau putusnya hubungan perkawinan.

2. Dasar Hukum Perceraian

Perceraian yang benar dan sah selalu didasarkan pada dasar hukum

yang telah ditetapkan dan diatur oleh hukum, baik hukum Islam maupun

hukum positif. Adapun dasar hukum perceraian dalam hukum Islam terdapat

dalam dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits diantaranya sebagai berikut:

a. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2) : 229 yang berbunyi:

شئب إب ب آرز ى أ رأخزا ال ذ عشف أ رسشخ ثئدسب فئسبن ث شرب اطالق

ره دذد ث ب افزذد ب ف فال جبح ع فئ خفز أب مب دذد ا أ خبفب أب مب دذد ا

حاجمش /2: 229) ) اظب فأئه زعذ دذد ا ا فال رعزذب

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak

halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan

kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami

isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas

keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa

yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Page 38: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

27

b. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2) : 230 yang berbunyi:

أ زشاجعب إ ظب أ بع فئ طمب فال جبح ثعذ دزى رىخ صجب غش فئ طمب فال رذ

حاجمش /2: 230) ) ع جب م ره دذد ا مب دذد ا

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),

maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami

yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada

dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika

keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah

hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.

c. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2) : 231 yang berbunyi:

ضشاسا ال رسى عشف ث عشف أ سشد ث فأسى أج اسبء فجغ إرا طمز

ب عى ذ ا ااروش ع ا ض ال رزخزا آبد ا فس فع ره فمذ ظ زعزذا

حاجمش /2: 231) ) شء ع ثى ا اعا أ ارما ا خ عظى ث اذى اىزبة أضي عى

Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir

iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah

mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk

memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.

Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap

dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan

ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu

yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran

kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada

Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Ayat-ayat di atas merupakan dalil tentang tata cara perceraian

menurut Islam, yang memberikan makna bahwa talak yang disyariatkan Allah

SWT ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus,

dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak

pertama dengan cara yang baik, demikian pula setelah talak kedua.42

Apabila

42

Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 197.

Page 39: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

28

suami ingin kembali/rujuk selama itu masih pada talak satu dan kedua, maka

istri masih halal baginya untuk dirujuk. Namun, hal ini tidak berlaku pada talak

ketiga. Karena bila suami ingin merujuk kembali istrinya pada talak ketiga,

istri tersebut harus terlebih dahulu menikah dengan laki-laki lain yang

kemudian mereka bercerai. Semua ketentuan ini, harus dilakukan dengan cara

yang ma‟ruf, sebagaimana telah disebutkan dalam ayat di atas.

d. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Thalaq (65) : 1 yang berbunyi:

سثى ال رخشج ارما ا أدصا اعذح عذر اسبء فطم إرا طمز ـأہب اج

فس فمذ ظ زعذ دذد ا ره دذد ا خ ج ثفبدشخ إب أ أر ال خشج ثر

ذذس ثعذ ره أشا (اطال ق /65: 1) ا ال رذسي ع

Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka

hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah

kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka

dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan

perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang

melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim

terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah

mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”.

Maksud ayat di atas adalah jika ingin menceraikan istri-istri kalian

maka ceraikanlah mereka pada saat menghadapi masa iddah. Hanya saja istri

yang diceraikan menerima iddah apabila perceraiannya setelah ia suci dari haid

atau nifas dan sebelum digauli.43

e. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Thalaq (65) : 2 yang berbunyi:

ا اشبدح أل ى ي عذي ذا ر أش عشف ث عشف أ فبسل ث فأسى أج فئرا ثغ

خشجب (اطال ق /65: 2) جع زك ا اخش ا ثب ؤ وب رى عظ ث

43

Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 335.

Page 40: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

29

Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah

mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah

dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu

tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan

itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa

kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.

Ayat di atas menerangkan tentang kehadiran dua orang saksi dalam

pengucapan talak dan juga ayat tersebut secara jelas menyuruh mengemukakan

kesaksian waktu terjadinya rujuk dan perceraian, namun ulama Jumhur tidak

mewajibkannya, akan tetapi hukumnya hanyalah sunnah.44

Dasar hukum talak menurut hadits, yaitu:

ع ش اث ع سض ب ا سسي لبي: لبي ع ذبي أثغض, س ع اهلل صى ا ذ ا ع .اطبق ا

( ا د أث س , دا اث , بج صذذ أث سجخ, اذبو (إسسب دبر

Artinya:“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah

talak (perceraian). (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah, Hadits ini dishahihkan

oleh Hakim, namun Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal).45

ع ش اث ع سض ب ا , ع طك أ شأر - ا ذ ف - دبئض سسي ع ع اهلل صى ا

ش فسأي س سسي ع س ع اهلل صى ا : فمبي? ره ع ب ش شاجع , ف ب ث سى دزى

ش , رط , رذض ث ش ث , رط ث سه شبء إ , ثعذ أ ثعذ طك شبء إ س أ عذح فزه, ش از ا أ

ا ب رطك أ زفك) .اسبء (ع

Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedang haid

pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Lalu Umar

menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan

beliau bersabda: "Perintahkan agar ia kembali padanya, kemudian

menahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi. Setelah itu bila ia

menghendaki, ia boleh menahannya terus menjadi istrinya atau

menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya. Itu adalah masa iddahnya

44

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 129. 45

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Terjemah Bulughul Maram, Hadits Nomor:

1098, (Jakarta: Pustaka Imam Adz-Dzahabi, 2007), h. 525.

Page 41: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

30

yang diperintahkan Allah untuk menceraikan Allah untuk menceraikan istri".

(HR. Muttafaq Alaihi).46

Sedangkan dasar hukum perceraian menurut hukum positif, yaitu

sebagai berikut:

Ketentuan normatif khususnya perceraian terkandung dalam Bab

VIII Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di

dalamnya mengatur putusnya perkawinan dan akibat hukumnya, yang

diuraikan dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 4147

Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974. Pasal 38 menjelaskan perceraian dapat terjadi karena beberapa

alasan,48

dan Pasal 39 menjelaskan bahwa perceraian secara sah menurut

peraturan hanya dapat dilaksanakan di hadapan sidang Pengadilan.49

Kemudian

Pasal 40 menjelaskan tentang penegasan tata cara gugatan

perceraian.50

Sedangkan Pasal 41 menjelaskan tentang akibat putusnya

perkawinan.

Pasal-Pasal di atas merupakan dasar hukum dalam masalah

perceraian yang kemudian diperjelas dengan Pasal 14 sampai dengan Pasal 36

46

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram,Hadits Nomor:

1099, h. 525. 47

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian,

Cet. Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 86. 48

Pasal 38: Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian dan c. atas

keputusan Pengadilan 49

Pasal 39

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua

belah pihak,

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu

tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri,

3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan tersebut. 50

Pasal 40

1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.

2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat Pasal ini diatur

dalam peraturan perundangan tersendiri.

Page 42: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

31

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan hal-hal teknis lainnya diatur dalam

Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 3 Tahun 1975.51

Perceraian dalam hukum positif, juga diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Pasal 11352

dan Pasal 11453

. Sebelum adanya peraturan-

peraturan di atas keluar, peraturan mengenai perceraian sesungguhnya telah

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang termuat dalam Pasal

199.54

3. Macam-Macam Perceraian

a. Talak

Pengertian talak menurut bahasa adalah putusnya ikatan

perkawinan, terbagi menjadi 2 macam yaitu talak raj‟i dan talak ba‟in.

Talak raj‟i adalah talak yang dijatuhkan satu kali oleh suami, dan

membolehkan suami untuk kembali kepada istrinya selama masih dalam

masa iddahnya tanpa akad baru.55

Pasal 118 KHI juga menerangkan, talak

raj‟i adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama istri

dalam masa iddah. Apabila dia berkehendak untuk kembali dalam

51

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian,

h. 86. 52

Pasal 113: Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian dan c. atas

Putusan Pengadilan. 53

Pasal 114: Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi

karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. 54

Pasal 199 KUHPerdata: 1) Karena kematian, 2) Karena keadaan tidak hadir si

suami atau si istri, selama sepuluh tahun diikuti dengan perkawinan baru istrinya/suaminya, 3)

Karena putusan hakim setelah ada perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyataan

bubarnya perkawinan dalam putusan itu dalam register catatan sipil atau BS (Burgerlijk Stan), 4)

Karena perceraian. 55

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah Khairul

Amru Harahap dan Faisal Saleh, h. 413.

Page 43: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

32

kehidupan dengan mantan suami atau istrinya, dalam bentuk talak ini cukup

mengucapkan rujuk kepada suami.56

Sedangkan, yang dimaksud dengan talak ba‟in adalah talak yang

tidak memberikan kesempatan lagi bagi suami untuk merujuk kembali istri

yang telah ditalaknya.57

Talak ba‟in dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Talak ba‟in shugra

Adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan

bekas suaminya meskipun dalam iddah. Talak ba‟in shugra sebagaimana

tersebut pada ayat (1) adalah :

a) Talak yang terjadi qabla al dukhul;

b) Talak dengan tebusan atau khuluk;

c) Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.58

2) Talak ba‟in kubra

Adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat

dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan

itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah dengan orang lain dan

kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan habis masa iddahnya.59

56

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.

220. 57

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, h. 431. 58

Pasal 119 Kompilasi Hukum Islam. 59

Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam.

Page 44: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

33

b. Khuluk

Adalah talak bentuk perceraian atas persetujuan suami istri yaitu

dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri dengan tebusan harta atau

uang dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan khuluk tersebut.60

Pengertian lain dari khuluk atau yang disebut juga dengan cerai

gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang

diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami)

menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan

tersebut.

Ketentuan mengenai khuluk ini diatur dalam Pasal 132 KHI, yang

bunyi pasalnya adalah (1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau

kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi

tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman

bersama tanpa izin suami. (2) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar

negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada

tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.

c. Syiqaq

Adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami istri

sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan pendapat

dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan

kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.61

Perselisihan ini diselesaikan

60

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. Ke-2, (Jakarta: UI Press, 1974), h.

115. Lihat juga Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 231. 61

Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 241.

Page 45: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

34

oleh dua orang hakam yaitu, seorang hakam dari pihak suami dan seorang

hakam dari pihak istri.62

Kedudukan cerai sebab kasus syiqaq adalah bersifat bain, antara

bekas suami istri hanya dapat kembali sebagai suami istri dengan akad nikah

yang baru.63

d. Fasakh

Adalah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang

dianggap berat oleh suami istri atau keduanya sehingga mereka tidak

sanggup untuk melakukan kehidupan suami istri dalam mencapai

tujuannya.64

Pengertian lainnya dari fasakh adalah perceraian yang berlaku

diantara suami dan istri disebabkan timbul sesuatu yang boleh membatalkan

akad nikah.65

Pada dasarnya hukum fasakh ini adalah mubah atau boleh, tidak

disuruh dan tidak pula dilarang, namun bila melihat kepada keadaan dan

bentuk tertentu itu, yang akan dijelaskan kemudian. Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur batalnya perkawinan dalam 7

pasal, diantaranya pada Pasal 22 yang berbunyi: Perkawinan dapat

dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan. Kemudian diatur pula dalam Peraturan

62

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1987), h. 188. 63

Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, h. 241. 64

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, h. 194. 65

Kasmuri Slamet, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga Paduan Perkawinan,

(Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 28.

Page 46: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

35

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai aturan pelaksana bagi Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan juga dijelaskan dalam KHI Pasal 70.66

e. Taklik-Talak

Takhlik talak adalah perceraian yang dilakukaan karena salah satu pihak

telah melanggar ketentuan yang terdapat di dalam sighot taklik talak (KHI

Pasal 8, 46 ayat (2) dan 51).

f. Zihar, Ila’ dan Li’an

Tiga macam perbuatan hukum zihar, ila‟ dan li‟an adalah

perbuatan kata atau sumpah yang tidak secara langsung berisi ungkapan

yang menyatakan putusnya ikatan perkawinan tetapi oleh hukum berdampak

memutuskannya.

Zihar merupakan kebiasaan orang jahiliyah yang tidak lagi

memfungsikan istrinya sebagai istri walaupun masih tetap diikat. Seperti

pernyataan “kamu seperti punggung ibuku sendiri”, sambil memulai sikap

tidak bersedia lagi menggauli istrinya. Begitu juga dengan ila‟ yang

merupakan kebiasaan orang jahiliyah yaitu pihak laki-laki bersumpah

mengenai hubungannya sebagai suami terhadap istrinya sendiri bahwa ia

tidak akan menggaulinya lagi.67

Sedangkan li‟an adalah saling menyatakan bahwa bersedia

dilaknat Allah setelah mengucapkan persaksian empat kali oleh diri sendiri

yang dikuatkan oleh sumpah dengan menyebut nama Allah yang dilakukan

oleh suami istri tersebut, karena salah satu pihak bersikeras menuduh pihak

66

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 244. 67

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, h. 143.

Page 47: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

36

yang lain melakukan perbuatan zina, atau suami tidak mengakui anak yang

sedang dikandung atau dilahirkan oleh istrinya sebagai anaknya dan pihak

lain menolak tuduhan tersebut, sedangkan masing-masing pihak tidak

mempunyai alat bukti yang dapat diajukan kepada hakim.68

B. Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara

1. Pegawai Negeri Sipil

a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Sesuai dengan lingkup struktural pemerintah Negara Indonesia

sebagai salah satu organisasi, maka lingkup kepegawaian pun dapat dibagi

atas beberapa jenis pegawai sebagai sumber daya manusia dari pemerintah

Negara Indonesia, termasuk pegawai negeri sipil sebagai bagian dari

pegawai negeri. Definisi pegawai negeri sipil pun tidak dapat dipisahkan

dari pengertian pegawai negeri itu sendiri.69

Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill

dan mencermati hubungan antara negara dengan pegawai negeri,

memberikan pengertian pegawai negeri, “setiap pejabat yang mempunyai

hubungan dinas dengan negara”.70

Pegawai Negeri Sipil, menurut Kamus

Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang bekerja pada

pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri” berarti negara

68

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Ikatan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h.

143. Lihat juga Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis,

(Jakarta: Graha Cipta, 2005), h. 58. 69

Riduan Syahrani, Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, (Jakarta:

Media Sarana Press, 1986), h. 26. 70

Muchsan, Hukum Kepegawaian, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), h. 12.

Page 48: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

37

atau pemerintah. Jadi bila kedua kata tersebut digabungkan artinya adalah

orang yang bekerja pada Pemerintah atau Negara.71

Sedangkan pengertian pegawai menurut beberapa ahli lainnya,

yaitu sebagai berikut:

1) Menurut Buchari Zainun, Pegawai adalah kata benda berupa orang-

orang atau sekelompok orang yang mempunyai status tertentu, karena

pekerjaannya pegawai pun dalam bahasa Jawa dari kata gawai atau

kerja.72

2) Menurut Widjaja A.W, Pegawai adalah merupakan tenaga kerja

manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang

senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal

pokok dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu

(organisasi).73

3) Menurut Musanef, Pegawai adalah mereka yang secara langsung

digerakkan oleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana

yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-

karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang

telah ditetapkan.74

Pengertian di atas jika dikaitkan dengan keberadaan Negara

sebagai suatu organisasi, maka yang dimaksud dengan pegawai negeri

71

W. J. S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1986), h. 702. 72

Zainun, Buchari. Administrasi dan Managemen Kepegawaian Pemerintah Negara

Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), h. 98. 73

Widjaja A.W, Administrasi Kepegawaian, (Jakarta: Rajawali, 2006), h. 113. 74

Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1984),

h. 5.

Page 49: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

38

adalah yang akan melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan tugas

pembangunan. Dalam konteks ini, pegawai negeri dapat dikatakan sebagai

pekerja atau staf pada organisasi pemerintah maupun instansi perusahaan

milik negara dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang

diatur dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan.75

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang merupakan undang-undang baru

pengganti Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian, pengertian dari Pegawai Negeri yaitu:

Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah

warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai

Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk

menduduki jabatan pemerintahan.

Dari pasal di atas PNS dapat diabstraksikan mempunyai beberapa

unsur yaitu:

1) WNI yang memenuhi syarat tertentu;

2) Diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian; dan

3) Dipekerjakan untuk menduduki jabatan pemerintahan.

b. Jenis Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara mempunyai pengertian baru yang belum

diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

75

Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, hlm 75.

Page 50: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

39

Pokok-Pokok Kepegawaian. Pengertian baru yang dimaksud di sini adalah

bahwa Pegawai Negeri Sipil disebut sebagai Aparatur Sipil Negara76

.

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut ASN dalam Pasal 6

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:

1) PNS; dan

2) PPPK77

.

Selanjutnya, dalam Pasal 20 disebutkan, dalam posisi jabatan

ASN, selain diisi dari Pegawai ASN, juga diisi oleh prajurit TNI dan

anggota Kepolisian Negara RI.

Pembagian jenis ini berbeda dengan yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang

disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), Pegawai Negeri78

dibagi menjadi:

1) Pegawai Negeri Sipil;

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan

3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

terdiri dari:

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan

2) Pegawai Negeri Sipil Daerah.

76

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai

negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi

pemerintah. 77

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK

adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan

perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. 78

Pembagian jenis ini tidak diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Namun dijelaskan dalam Pasal 20 yang menyebutkan bahwa

posisi jabatan ASN selain diisi dari Pegawai ASN, juga diisi oleh prajurit TNI dan anggota

Kepolisian Negara RI.

Page 51: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

40

Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. PNS

tersebut bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen,

Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal di Daerah Provinsi

Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk

menyelenggarakan tugas lainya.79

Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah

Pegawai Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja

pada Pemerintahan daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.80

Pembagian jenis Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tidak disebutkan lebih rinci, hanya

disebutkan dalam Pasal 135, yang berbunyi “Pada saat Undang-Undang ini

mulai berlaku, PNS Pusat dan PNS Daerah disebut sebagai Pegawai ASN”.

Selain pembagian jenis PNS di atas, dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 83 Jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil,

yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu

1) Pegawai Bulanan di samping pensiun;

2) Pegawai Bank milik Negara;

3) Pegawai Badan Usaha milik Negara;

4) Pegawai Bank milik Daerah;

79

Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),

h. 36. Lihat juga Harmon Harun, Himpunan UU Kepegawaian, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 19. 80

Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, h. 11.

Page 52: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

41

5) Pegawai Badan Usaha milik Daerah;

6) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di Desa;

c. Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil dalam menjalankan tugasnya berkedudukan

sebagai unsur aparatur negara memiliki hak dan kewajiban yang melekat

dalam dirinya. Pegawai Negeri Sipil berkewajiban melayani kebutuhan

masyarakat umum sesuai tugas yang diberikan oleh undang-undang

kepadanya. Hal ini sebagai balas jasa kepada pemerintah yang memberikan

hak berupa gaji serta tunjangan yang besarnya disesuaikan dengan tingkat

kepangkatan dari masing-masing pegawai. Berdasarkan Pasal 21 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014, hak-hak Pegawai Negeri Sipil meliputi:

1) Gaji, tunjangan, dan fasilitas;

2) Cuti;

3) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

4) Perlindungan; dan

5) Pengembangan kompetensi.

Sedangkan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal

23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, yang meliputi:

1) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

pemerintah yang sah;

2) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

Page 53: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

42

3) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang

berwenang;

4) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;

5) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,

kesadaran, dan tanggung jawab;

6) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan

dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar

kedinasan;

7) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia

jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

8) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

2. Pejabat Negara

Berbicara mengenai pejabat negara tidak lepas dari pembahasan

istilah-istilah lain dalam Ilmu Pemerintahan. Hal ini untuk mempermudah

mengerti istilah pejabat negara dan agar tidak menimbulkan salah pengertian

antara istilah pejabat negara dengan istilah lain dalam Ilmu Pemerintahan yang

dari suku katanya hampir sama. Istilah lain yang dimaksud di sini adalah

pejabat pemerintahan, pejabat publik dan pejabat politik, yang oleh banyak

orang sering salah mengartikan dan bahkan menyamakan antara arti pejabat

negara dengan ketiga istilah tersebut.

Page 54: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

43

Sebagai pengantar untuk dapat membedakan istilah-istilah di atas,

perlu diketahui dahulu pengertian pejabat negara dengan jelas dan benar.

Pengertian pejabat negara sendiri telah jelas diatur dan disebutkan dalam Pasal

122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,

yang termasuk kategori Pejabat Negara adalah sebagai berikut:

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;

e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung

serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali

hakim ad hoc;

f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;

g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;

k. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

l. Gubernur dan wakil gubernur;

m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan

n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Page 55: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

44

Dari pasal tersebut, dapat kita ketahui dengan jelas bahwa Pejabat

Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara

lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

Selanjutnya, mengenai pengertian dari istilah-istilah lain dalam Ilmu

Pemerintahan akan dijelaskan masing-masing, sebagai berikut:

a. Pejabat Pemerintahan

Secara etimologis, Pejabat Pemerintahan terdiri dari kata pejabat dan

pemerintahan. Pengertian pejabat dapat kita temukan dalam Kamus Bahasa

Indonesia, yaitu: pegawai pemerintah yang memegang jabatan tertentu.81

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pejabat berarti pegawai

pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur) pimpinan.82

Utrecht dalam

salah satu tulisannya menyatakan bahwa: penjabat adalah seseorang yang

mewakili suatu jabatan, yakni menjalankan suatu lingkungan pekerjaan tetap

guna kepentingan negara.83

Sedangkan kata pemerintahan, dapat dibedakan dalam pengertian

luas maupun sempit. C.F. Strong mengartikan pemerintahan dalam arti luas

sebagai organisasi negara yang utuh dengan segala alat kelengkapan negara

yang memiliki fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan kata lain,

negara dengan seluruh alat kelengkapannya merupakan pengertian

81

Poerwasunata, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2003). 82

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-

2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989). 83

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: 1957), h.

144.

Page 56: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

45

pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan pengertian pemerintahan dalam

arti yang sempit, hanya mengacu pada satu fungsi saja, yakni fungsi

eksekutif.84

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui perbedaan antara

pejabat negara dengan pejabat pemerintahan. Pengertian pejabat negara akan

merujuk pada pengertian pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan

pengertian pejabat pemerintahan akan mengacu pada pengertian pemerintahan

dalam arti yang sempit, atau pejabat yang berada pada lingkungan

pemerintahan saja, yakni cabang kekuasaan eksekutif.

Lebih jelasnya, pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan

kerjanya berada pada lembaga negara yang merupakan alat kelengkapan negara

beserta derivatifnya berupa lembaga negara pendukung. Pejabat-pejabat

tersebut menjalankan fungsinya untuk dan atas nama negara. Sedangkan

pengertian pejabat pemerintahan adalah pejabat yang lingkungan kerjanya

berada pada lembaga yang menjalankan fungsi administratif belaka atau lazim

disebut sebagai pejabat administrasi negara,85

lebih tepatnya hanya berada pada

lingkungan eksekutif.

b. Pejabat Publik

Secara etimologis, Pejabat Publik terdiri dari kata pejabat dan publik.

Pengertian pejabat sebagaimana dijelaskan di atas, sedangkan pengertian

84

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f38f89a7720/pejabat-negara-dan-

pejabat-pemerintahan, diakses pada hari Selasa, 2 Februari 2016. 85

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f38f89a7720/pejabat-negara-dan-

pejabat-pemerintahan, diakses pada hari Selasa, 2 Februari 2016.

Page 57: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

46

publik sendiri dalam KBBI, diartikan dengan orang banyak atau umum.86

Jadi

berdasarkan pengertian tersebut, penulis mengartikan pejabat publik adalah

pegawai pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi untuk memberikan

pelayanan atau mengurusi kepentingan orang banyak atau umum.

c. Pejabat Politik

Menurut Miftah Thoha, “istilah jabatan politik baru kita kenal

setelah era reformasi ini karena banyak jabatan itu berasal dari kekuatan partai

politik. Dahulu pada zaman pemerintahan Orde Baru jabatan itu dikenal

sampai sekarang dengan istilah jabatan negara, pejabatnya disebut pejabat

negara. Ketika itu dalam pemerintahan Orde Baru tidak dikenal jabatan politik.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada zaman Orde Baru

jabatan politik dapat dipersamakan dengan jabatan negara (pejabat negara)”.87

Penulis sendiri menyimpulkan pengertian pejabat politik adalah jabatan yang

berasal dari unsur partai politik atau pemilihan maupun pengangkatannya

berasal dari partai politik.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pengertian “pejabat publik” berbeda secara substansial dengan istilah “pejabat

politik”, sebab jabatan publik tidak selalu diisi melalui proses pemilihan umum

atau layaknya mekanisme pemilihan pejabat melalui proses politik. Namun

dapat juga diisi melalui pengangkatan dengan model dan prosedur tertentu.

86

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-

2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989). 87

http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

395:kaburnya-pengertian-istilah-pejabat-negara&catid=12:artikel&Itemid=85, diakses pada hari

Selasa, 9 Februari 2016.

Page 58: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

47

Selain itu, oleh karena beragamnya istilah tersebut di atas, dapat

disimpulkan juga bahwa pada dasarnya istilah “pejabat publik” berbeda dengan

pengertian “pejabat negara” dan “pejabat politik”. Sebab cakupan pengertian

“pejabat publik” lebih luas dari kedua istilah lainnya, dan mencakup kedua

istilah tersebut.88

C. Teori Azas Persamaan di hadapan Hukum dalam Masalah Perceraian

Azas Persamaan di hadapan hukum (equality before the law),

mempunyai makna equality yang berarti persamaan hak. Apabila asas ini

dihubungkan dengan fungsi peradilan, artinya adalah setiap orang mempunyai hak

dan kedudukan yang sama di hadapan sidang pengadilan. Asas ini selaras dengan

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

yang berbunyi : "Setiap orang, tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh

keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, gugatan, baik dalam

perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan

yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang rnenjamin

pemeriksaan yang objektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh

putusan yang adil dan benar".

Dalam hukum acara perdata asas ini dikenal dengan “audit et alteram

partern” atau ”eines mannes rede istkeines mannes rede, man sli sie horen alle

beide”, yang berarti bahwa pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama

88

http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

395:kaburnya-pengertian-istilah-pejabat-negara&catid=12:artikel&Itemid=85, diakses pada hari

Selasa, 9 Februari 2016.

.

Page 59: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

48

dan adil, masing-masing harus diberi kesempatan yang sama dalam memberikan

pendapatnya.89

Asas persamaan di hadapan hukum merupakan salah satu prinsip

fundamental untuk rnenghormati harkat dan martabat manusia. Karenanya

pengakuan terhadap berlakunya asas ini telah diatur secara tegas dan telah

mendapat jaminan atau perlindungan dari UUD 1945, yang jelasnya diatur dalam

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Selain itu,

dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan, "Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Di lingkungan Peradilan Agama, asas ini diatur dalam Pasal 58 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 4 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang

berbunyi “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang”.

Setiap orang yang berperkara di muka sidang pengadilan adalah sama

hak dan kedudukannya di hadapan hukum, sehingga tidak ada pembedaan yang

bersifat diskriminatif, baik dalam bentuk diskriminasi normatif maupun

diskriminasi kategoris. Bentuk dari diskriminasi normatif adalah membedakan

aturan hukum yang berlaku terhadap pihak-pihak berperkara, sedangkan yang

89

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 352.

Page 60: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

49

dimaksud dengan diskriminasi kategoris adalah membedakan-bedakan perlakuan

pelayanan berdasarkan pada status sosial, ras, agama, suku, jenis kelamin, dan

budaya.90

Sehubungan dengan asas equality ini, maka dalam praktik pengadilan,

terdapat tiga patokan yang fundamental, yaitu:

1. Persamaan hak atau derajat dalam proses persidangan atau “equality before

the law”.

2. Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau “equal protection on the law”.

3. Mendapatkan hak perlakukan di bawah hukum atau “qual justice under the

law”.

Ketiga patokan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dicerai-

pisahkan. Penerapannya tidak sama secara sendiri-sendiri. Ketiganya harus

diterapkan serempak dan bersama-sama. Dengan perkataan lain, ketiganya

merupakan rangkaian fundamen yang harus diterapkan secara utuh dalam satu

kesatuan yang tak terpisahkan.91

Pemberlakuan asas persamaan di hadapan hukum mencakup seluruh

aspek hukum yang ada di Indonesia, salah satunya mengenai masalah perceraian.

Peraturan yang mengatur mengenai perceraian bagi setiap warga negara diatur

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUPA), dan

bagi warga muslim berlaku juga Kompilasi Hukum Islam. Dengan adanya

peraturan ini, maka negara melalui pembuat undang-undangnya telah

90

Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), h. 37. 91

Sulaikin Lubis, Et Al, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006), h. 74.

Page 61: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

50

menyamakan hukum tentang perceraian bagi setiap warga negaranya. Namun,

dalam pemberlakuaannya terdapat pengecualian yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil

selain peraturan perceraian dalam UUPA juga berlaku peraturan khusus yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa Pegawai

Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat

dan menurut keyakinan bangsa Indonesia semua manusia (termasuk PNS) adalah

Abdi Tuhan Yang Maha Esa.92

Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri adalah

penting dan menentukan, karena Pegawai Negeri adalah unsur aparatur Negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka usaha

mencapai tujuan nasional.93

Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan kepatuhan terhadap hukum,

Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk taat pada pemimpin yang dalam

hal ini taat dan patuh juga terhadap hukum yang telah dikeluarkan oleh pemimpin.

Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa (4) : 59 yang berbunyi :

ى فئ ربصعز ف شء فشد أ األش أطعا اشسي ا أطعا ا آ ب از ب أ إى ا

ثب رأباشسي إ وز رؤ أدس اخش ره خش ا /4: 59)اسبء) .

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

92

Moh. Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988), h.

22. 93

Asep Muslim, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pegawai Negeri Sipil,

(Bandung: Fokus media, 2007), h. 51.

Page 62: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

51

Selain itu dalam Hadits juga diterangkan, yaitu:

ذى دذثب سذد دذثب سعذ ث ذ ع عج بفع دذث ا عجذ ع ا سض ا ع ع صى اج ا

ع ع لبي س شء عى اطبعخ اس ا س ب ا أدت ف ب وش ش عصخ ؤ ش فئرا ث عصخ أ فب ث

ع ) . طبعخ ب س ا ) س اجخبسي س

Artinya: “Nabi SAW bersabda : Seorang muslim wajib patuh dan taat (kepada

umara) ketika lapang maupun sempit pada perkara yang disukainya ataupun

yang dibencinya, selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika diperintah

berbuat maksiat, maka tidak boleh patuh dan taat. (HR. Bukhari dan Muslim)”.

Pegawai Negeri Sipil diharapkan dapat menyelenggarakan tugas

pemerintahan dan pembangunan nasional dengan baik tanpa adanya gangguan-

gangguan dari masalah-masalah perkawinan, serta Pegawai Negeri Sipil dapat

menjadi teladan yang baik bagi masyarakat sebagaimana yang telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang perkawinan

yang berlaku bagi semua Warga Negara Indonesia baik untuk berbagai agama

maupun golongan baik laki-laki maupun wanita dan tentu didalamnya juga

termasuk Pegawai Negeri Sipil. Namun, disamping itu pemerintah menerapkan

Peraturan Pemerintah khusus untuk kalangan Pegawai Negeri Sipil yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, yang kemudian dirubah sebagian menjadi

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi

Pegawai Negeri Sipil.94

94

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta, Rineka Cipta: 1994),h. 356.

Page 63: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

52

Diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 diharapkan agar Pegawai Negeri

Sipil dapat memberikan contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi

teladan yang baik dalam masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan

kehidupan berkeluarga. Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus

diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahannya dan masyarakat, maka

kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi, salah

satunya melalui peraturan ini.

Mengenai perbedaan atau kekhususan peraturan perceraian antara

Pegawai Negeri Sipil dengan warga negara (sipil), bila kita merujuk pada Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan yang

ada di bawah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangan-undangan

di atasnya. Maka, melihat ketentuan ini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 lah

yang layak dipakai, karena kedudukannya lebih tinggi (Lex Superior Derogate

Lex Inferior) dari pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Hal ini berlaku bila Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Namun, di sisi lain Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur aparatur

Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan

secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh

kesetiaan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini Pegawai

Page 64: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

53

Negeri Sipil harus tunduk dan patuh (mentaati) peraturan yang mengatur tentang

Pegawai Negeri Sipil, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai peraturan yang mengatur masalah

perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Maka dari itu, dalam pemberlakuannya Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak

menggunakan asas Lex Superior Derogate Lex Inferior, melainkan menggunakan

asas Lex Specialis Derogate Lex Generalis. Maksudnya adalah bahwa Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 merupakan Peraturan Khusus (Lex Specialis) yang mengatur tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dari Undang-Undang yang

mengatur Pegawai Negeri Sipil Secara Umum (Lex Generalis) yaitu Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sehingga dalam hal

ini berlaku azas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis, dimana Pegawai Negeri

Sipil harus tunduk dan patuh (mentaati) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 sebagai aturan khusus yang

mengatur tentang perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil disamping

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan dan

perceraian secara umum.

Page 65: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

54

BAB III

KETENTUAN PERCERAIAN DALAM

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 Jo PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

A. Proses Perceraian di Indonesia

Proses atau tata cara perceraian yang berlaku di Indonesia hanya dapat

dilakukan di depan sidang pengadilan95

, setelah pengadilan yang bersangkutan

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini sejalan

dengan prinsip atau asas dalam Undang-Undang Perkawinan untuk mempersulit

terjadinya perceraian. Pengajuan perceraian dapat dilakukan oleh kedua belah

pihak, baik oleh suami maupun istri. Sebagaimana aturan yang berlaku, bahwa

perceraian di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu: Cerai Talak yang diajukan

oleh pihak suami dan Cerai Gugat yang diajukan oleh pihak istri. Selain itu, tata

cara pengajuan perceraian dapat diajukan secara tertulis maupun secara lisan

(Pasal 118 HIR).

Tata cara pengajuan permohonan dan gugatan perceraian ke pengadilan

diatur secara jelas dalam Undang-Undang Peradilan Agama (UUPA)96

, yaitu

sebagai berikut:

95

Perceraian yang dilakukan oleh muslim diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan

non-muslim diajukan ke Pengadilan Negeri. 96

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian

diubah dua kali, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor

50 Tahun 2009.

Page 66: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

55

1. Cerai Talak

a. Permohonan Ijin Ikrar Talak (Cerai Talak) harus diajukan oleh suami

kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman

Termohon, kecuali apabila Termohon dengan sengaja meninggalkan tempat

kediaman yang ditentukan bersama tanpa ijin Pemohon (Pasal 66 ayat (2)

UUPA);

b. Dalam hal Termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan

diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UUPA);

c. Dalam hal Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri,

maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah

hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada

Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UUPA);97

d. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta

bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai

talak ataupun sesudah ikrar talak (Pasal 66 ayat (5) UUPA).

2. Cerai Gugat

a. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat,

kecuali apabila Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman

bersama tanpa ijin Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UUPA);

97

Masrum M Noor, Peradilan Agama Penegak Syari‟ah Tertentu di Indonesia,

(Banten: Pengadilan Tinggi Agama Banten, 2015), h. 8.

Page 67: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

56

b. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, diajukan kepada

Pengadilan Agama yang meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat

(2) UUPA);

c. Dalam hal Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri,

maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya

meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan

Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UUPA).98

Surat permohonan99

yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke

kepaniteraan Pengadilan Agama (surat permohonan diajukan pada sub

kepaniteraan permohonoan).

Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, panitera melakukan

penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara sudah dilakukan

sebelum perkara didaftarkan100

. Misalnya dalam membuat surat permohonan,

kepaniteraan dibolehkan memberikan arahan pada pemohon apabila dalam

permohonan yang dibuat tidak sesuai. Apabila terjadi kesalahan dalam

permohonan maka tidak boleh didaftarkan sebelum petitum dan positanya jelas,

98

Masrum M Noor, Peradilan Agama Penegak Syari‟ah Tertentu di Indonesia, h. 9.

Lihat juga Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 233. 99

Permohonan Cerai Talak memuat: nama, umur, dan tempat kediaman Pemohon dan

Termohon, serta alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak (Pasal 67 UUPA). 100

Penelitian yang dilakukan oleh Kepaniteraan Pengadilan Agama meliputi dua hal:

(1) Apakah surat gugatan atau permohonan itu sudah jelas dan benar mulai dari identitas pihak-

pihak, bagian posita dan tentang petitumnya, apakah posita sudah terarah sesuai dengan petitum

dan sebagainya; (2) Apakah perkara tersebut termasuk kewenangan Pengadilan Agama, baik

kewenangan relative maupun kewenangan absolut. Lihat Roihan A. Rasyid, Hukum Acara

Peradilan Agama, Ed. Ke-1, Cet. Ke-1, (Jakarta: Rajawali, 1991), h. 73.

Page 68: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

57

seperti ada petitum namun tidak didukung oleh posita berarti permohonan tidak

jelas.101

Jika hal tersebut terjadi maka permohonan tersebut terlebih dahulu

harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti

berkas permohonan sebaiknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan

membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara, lalu berkas perkara beserta

resume tersebut diserahkan kepada Ketua Pengadilan. Dengan disertai saran

misalnya berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan”.102

Kemudian pemohon ke Meja I (termasuk di dalamnya Kasir) untuk

menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk

Membayar (SKUM). Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi

untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan Pasal 193 Rbg /

Pasal 128 ayat (1) HIR / Pasal 90 ayat (1) UUPA, yang meliputi:

1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai;

2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah;

3. Biaya pemeriksaan setempat dan tindakan lain hakim;

4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan

yang berkenaan dengan perkara tersebut.103

Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan

untuk mengajukan permohonan cerai secara prodeo (cuma-cuma).

101

Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Cet. Ke-4, (Jakarta:

Pustaka Pelajar, 2003), h. 76. 102

Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Ed. Ke-2, Cet. Ke-8, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001), h. 129. 103

Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha,

Ed. Ke-1, Cet. Ke-1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 10.

Page 69: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

58

Ketidakmampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari

Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu,

pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat permohonan dan surat

SKUM yang telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat permohonan tersebut

dimasukkan dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil

Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.104

Setelah terdaftar, permohonan diberi nomor perkara kemudian diajukan

kepada Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima permohonan maka

ia menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut105

. Pada

prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh majelis hakim, maka

ketua menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang

hakim anggota.106

Ketua Majelis Hakim yang telah ditunjuk dengan surat ketetapannya

dapat menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan107

.

Ketua Majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam

persidangan. Pasal 121 HIR, untuk membantu Majelis Hakim dalam

104

M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syari‟ah di Indonesia, Cet. Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 14. Lihat juga Chatib Rasyid

dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama,

(Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 65. Dan Musthofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, Ed. 1.

Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 56. 105

Pasal 121 HIR jo. Pasal 93 UUPA. Lihat juga M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum

Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari‟ah di Indonesia, Ed. Ke-1, Cet. Ke-1,

(Jakarta: Kencana, 2005), h. 118. Penunjukan Majelis Hakim selambat-lambatnya dalam watu 10

(sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan. Lihat Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama Edisi Revisi 2010. 106

R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan,

Cet. Ke-6, (Jakarta: SInar Grafika, 2004), h. 39. 107

Dalam menetapkan hari sidang, dimusyawarahkan dengan para anggota Majelis

Hakim. Lihat Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi

Revisi 2010.

Page 70: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

59

menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam

hal ini Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti.108

Berkaitan dengan pemanggilan para pihak, maka harus dilakukan

dengan cara yang resmi dan patut, yaitu sebagaimana berikut ini:

1. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi

yang dipanggil di tempat tinggalnya109

;

2. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada

Kepala Desa dimana ia tinggal;

3. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli

warisnya;

4. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah

(tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil) kepada hakim yang akan

memeriksa perkara yang bersangkutan;

5. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.110

Selanjutnya masuk pada proses pemeriksaan perkara, yang dilakukan di

depan sidang pengadilan dengan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata

sebagaimana yang telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama Pasal 54: “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan

Agama dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang

108

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana,

2006), h. 214. Lihat juga Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama

Edisi Revisi 2010. 109

Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang minimal 3 hari

kerja. 110

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, h. 40. Lihat juga Buku II Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi Revisi 2010.

Page 71: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

60

berlaku pada pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur

secara khusus dalam undang-undang ini”.111

Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum,

dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya

bersifat checking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa

mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian112

, inisiatif

perdamaian dapat timbul dari hakim. Pemohon ataupun termohon, hakim harus

sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian

yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum

dilanjutkan ketahap pemeriksaan.113

Persidangan dinyatakan tertutup untuk umum

tidak berlaku pada saat sidang putusan, karena putusan harus diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum (Pasal 81 UUPA).

Sebelum masuk ke tahap pemeriksaan, pihak pemohon membacakan

dahulu surat permohonannya, dan selanjutnya pada tahap dari termohon, pihak

termohon diberikan kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala

kepentingannya terhadap pemohon melalui hakim. Pada tahap replik pemohon

kembali menegaskan isi permohonannya yang dilakukan oleh termohon dan juga

mempertahankan diri atas sanggahan-sanggahan yang disangkal termohon.

Kemudian pada tahap duplik, termohon dapat menjelaskan kembali jawabannya

yang disangkal oleh pemohon.

111

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h. 202. 112

Perdamaian atau mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (PERMA

Nomor 1 Tahun 2008). Sebelum masuk pada sidang pemeriksaan para pihak, terlebih dahulu para

pihak dihadapkan untuk dilakukan mediasi. Bila mediasi berhasil, maka perkara yang diajukan

telah selesai. Namun bila gagal, maka akan berlanjut ke sidang pemeriksaan para pihak. 113

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, h. 41.

Page 72: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

61

Tahap replik duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat

memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap

pembuktian, pemohon dan termohon mengajukan semua alat-alat bukti yang

dimiliki untuk mendukung jawabannya (sanggahan), masing-masing pihak berhak

menilai alat bukti pihak lawannya.

Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan

pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim

menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulkan

dalam putusan114

dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa.115

B. Ketentuan Perceraian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

1. Sejarah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil disahkan pada tanggal

21 April 1983 di Jakarta, oleh Presiden Repulik Indonesia yang saat itu dijabat

oleh Soeharto dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Repulik

Indonesia yang dijabat oleh Soedarmono, S.H.

114

Putusan Peradilan Agama diambil dalam musyawarah Majelis Hakim. Tata cara

rapat permusyawaratan majelis dapat berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung

RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006 tentang pemberlakuan buku II Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (khusus Peradilan Agama). Lihat Masrum M

Noor, Peradilan Agama Penegak Syari‟ah Tertentu di Indonesia, h. 18. 115

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, h. 41. Lihat juga Chatib Rasyid dan

Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama, h. 77-95.

Dan Musthofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, h. 115-117.

Page 73: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

62

Pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 sebagai sebuah peraturan khusus bagi kelompok warga negara Indonesia

yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Dibentuknya peraturan ini adalah wujud

penegakan disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkup kehidupan

berkeluarga, selain itu Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana aparatur negara

diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi bawahannya dan

warga negara lainnya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam latar

belakang atau konsideran angka 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 yang berbunyi:

2. bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh yang baik kepada

bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam

masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;

3. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil

dalam melakukan perkawinan dan perceraian, dipandang perlu untuk

menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai izin perkawinan dan

perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Selain itu, disebutkan juga dalam penjelasan umum Peraturan

Pemerintah tersebut, bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur

Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang

baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk dapat melaksanakan

kewajibannya.

Page 74: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

63

Agar dalam melaksanakan kewajibannya yang demikian itu tidak

terganggu oleh masalah-masalah keluarga, maka perlu dibentuk peraturan

khusus yang mengatur mengenai perkawinan dan perceraian bagi Pegawai

Negeri Sipil yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

Selanjutnya, dalam rangka usaha untuk lebih meningkatkan dan

menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum

dan rasa keadilan dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Oleh karena itu, pemerintah pada

tanggal 6 September 1990 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Disahkan juga oleh Presiden Soeharto dan diundangkan oleh Menteri

Sekretaris Negara Repulik Indonesia yang dijabat oleh Moerdiono.

Perubahan ini dilakukan atas beberapa alasan yang tercantum dalam

penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, yaitu sebagai

berikut:

a. Dalam pelaksanaannya, beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1983 tidak jelas. Pegawai Negeri Sipil tertentu yang

seharusnya terkena ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 dapat menghindar, baik secara sengaja maupun tidak, terhadap

ketentuan tersebut.

b. Disamping itu adakalanya pula Pejabat tidak dapat mengambil tindakan

yang tegas karena ketidakjelasan rumusan ketentuan Peraturan

Page 75: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

64

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 itu sendiri, sehingga dapat memberi

peluang untuk melakukan penafsiran sendiri-sendiri. Oleh karena itu

dipandang perlu melakukan penyempurnaan dengan menambah dan atau

mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 tersebut.

c. Beberapa perubahan yang dimaksud adalah mengenai kejelasan tentang

keharusan mengajukan permintaan izin dalam hal akan ada perceraian,

larangan bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri

kedua/ketiga/keempat, pembagian gaji sebagai akibat terjadinya

perceraian yang diharapkan dapat lebih menjamin keadilan bagi kedua

belah pihak.

d. Perubahan lainnya yang bersifat mendasar dan lebih memberi kejelasan

terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ialah

mengenai pengertian hidup bersama yang tidak diatur sebelumnya.

Dalam Peraturan Pemerintah ini di samping diberikan batasan yang lebih

jelas, juga ditegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil dilarang melakukan

hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria

yang bukan suaminya sebagai suami tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dijatuhi salah satu

hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30

Tahun 1980.

e. Mengingat faktor penyebab pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 berbeda-beda maka sanksi terhadap pelanggaran

Page 76: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

65

yang semula berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan

sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dalam Peraturan Pemerintah ini

diubah menjadi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan

Pemerintah, Nomor 30 Tahun 1980, hal mana dimaksudkan untuk lebih

memberikan rasa keadilan.

f. Mereka yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah

ini, dikenakan pula hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.

Demikian alasan-alasan yang menjadi dasar perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, yang selanjutnya peraturan tersebut

dirubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Ketentuan Perceraian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

Perceraian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di atur lebih lanjut mengenai

petunjuk pelaksanaannya dalam Surat Edaran Nomor: 48/SE/1990 tentang

Page 77: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

66

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 sebagai

berikut116

:

1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh

ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.

2. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan

perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin

tertulis lebih dahulu dari pejabat.

Contoh :

a. Saudara Amir seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai istri bernama

Tuti. Saudara Amir bermaksud akan menceraikan istrinya. Untuk

melaksanakan maksudnya tersebut, Saudara Amir yang berkedudukan

sebagai penggugat wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari

Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus

mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat.

b. Saudari Isti seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai suami bernama

Anto. Saudari Isti bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian

terhadap suaminya. Untuk melaksanakan maksudnya tersebut saudari

Isti yang berkedudukan sebagai penggugat wajib memperoleh ijin

tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis

tersebut, ia harus mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan

setempat.

116

Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan

Peratutan Pelaksanaannya di Negara Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),

h. 660-661.

Page 78: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

67

3. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan

perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan

secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran

hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu

selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan

perceraian yang dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam

Lampiran I.

Contoh :

a. Saudari Tuti seorang Pegawai Negeri Sipil telah menerima gugatan

cerai dari suaminya bernama Amir melalui pengadilan setempat.

Dalam hal demikian, saudari Tuti yang berkedudukan sebagai tergugat

wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari suaminya

tersebut kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan untuk

melakukan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam

hari kerja.

b. Saudara Rano seorang Pegawai Negeri Sipil pada tanggal 31 Oktober

1990 telah menerima gugatan cerai dari istrinya bernama Ari melalui

pengadilan setempat. Dalam hal demikian, saudara Rano yang

berkedudukan sebagai tergugat wajib memberitahukan secara tertulis

adanya gugatan kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan

untuk melakukan perceraian selambat-lambatnya tanggal 7 Nopember

1990.

Catatan : Tanggal 4 Nopember 1990 adalah hari libur.

Page 79: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

68

4. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya berkedudukan

sebagai Pegawai Negeri Sipil baik dalam satu lingkungan instansi maupun

pada departemen/instansi yang berbeda, masing-masing Pegawai Negeri

Sipil tersebut wajib memperoleh ijin tertulis atau surat keterangan lebih

dahulu dari Pejabat.

Contoh :

a. Saudara Imam mempunyai istri bernama Nuri, keduanya Pegawai

Negeri Sipil pada Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Saudara

Imam bermaksud akan menceraikan istrinya. Untuk melaksanakan

maksudnya tersebut saudara Imam yang berkedudukan sebagai

penggugat wajib memperleh ijin tertulis lebih dahulu dari Kepala

BAKN. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan

gugatan perceraian melalui pengadilan setempat. Saudari NURI yang

berkedudukan sebagai tergugat wajib memperoleh surat keterangan

untuk melakukan perceraian dari Kepala BAKN.

b. Saudari Fatimah seorang Pegawai Negeri Sipil pada Departemen

Tenaga Kerja mempunyai suami bernama Dulah seorang Pegawai

Negeri Sipil pada Pemda Tingkat I Jawa Barat. Saudari Fatimah

bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya

melalui pengadilan setempat. Untuk melaksanakan maksudnya

tersebut, saudari Fatimah yang berkedudukan sebagai penggugat wajib

memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Menteri Tenaga Kerja.

Saudara Dulah yang berkedudukan sebagai tergugat wajib

Page 80: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

69

memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.

5. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada

alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina.

b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar

disembuhkan .

c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-

turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa

memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

Contoh :

1) Saudara Indra (swasta) dengan istrinya bernama Rima (Pegawai

Negeri Sipil ) antara keduanya telah terjadi percekcokan. Akibat

percekcokan tersebut saudara Indra telah meninggalkan rumah

tanpa sepengetahuan maupun ijin istri, dan selama meninggalkan

istrinya yang bersangkutan tidak lagi memberikan nafkah baik lahir

maupun batin. Dalam hal demikian apabila Saudari Rima akan

melakukan perceraian, harus menunggu dua tahun berturut-turut

sejak kepergian suaminya.

2) Saudari Tina seorang Pegawai Negeri Sipil bersuamikan Saudara

Anton seorang pilot di salah satu perusahaan penerbangan di

Indonesia. Pada tanggal 30 September 1990 saudara Anton

Page 81: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

70

melakukan penerbangan dari Jakarta ke Kalimantan namun pada

waktu yang telah ditentukan ternyata pesawat tersebut tidak

diketahui secara pasti di mana mendaratnya. Setelah tim SAR

mencarinya selama tiga bulan ternyata pesawat tersebut tidak

diketemukan dan untuk sementara dinyatakan hilang. Dalam hal

ini, apabila saudari Tina akan melakukan perceraian harus

menunggu dua tahun berturut-turut sejak suaminya dinyatakan

hilang.

d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman

yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan

berlangsung.

e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik

lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain;

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

6. Alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di atas, harus

dikuatkan dengan bukti sebagaimana yang ditentukan dalam angka III

angka 2 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara

Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.

7. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari

suami/istri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian surat

permintaan ijin perceraian.

Page 82: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

71

8. Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya

gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti

dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan

kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau

meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

9. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar

dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masing-

masing.

10. Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian

kepada setiap Pegawai Negeri Sipil yang menyampaikan surat

pemberitahuan adanya gugatan, menurut contoh sebagaimana tersebut

dalam Lampiran II.

11. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Pejabat tidak juga menetapkan

keputusan yang sifanya tidak mengabulkan atau tidak menolak permintaan

ijin untuk melakukan perceraian atau tidak memberikan surat keterangan

untuk melakukan perceraian kepada Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah

menolak permintaan ijin perceraian yang disampaikan oleh Pegawai

Negeri Sipil bawahannya.

12. Apabila hal tersebut dalam angka 11 di atas ternyata semata-mata

merupakan kelalaian dari Pejabat, maka pejabat yang bersangkutan

dikenakan hukuman disiplin.

Page 83: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

72

13. Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan perceraian itu

terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib

menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-

anaknya.

14. Pegawai Negeri Sipil yang diwajibkan menyerahkan bagian gajinya untuk

penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, wajib membuat pernyataan

tertulis, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran III.

15. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud dalam angka

13 tidak diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah

berzina dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau

penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri

terbukti menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan

dan atau istri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun

berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal

lain di luar kemampuannya.

16. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, haknya

atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila ternyata alasan

istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan atau karena suami

terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti telah melakukan kekejaman

atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau

suami terbukti telah menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar

disembuhkan dan atau suami terbukti telah meninggalkan istri selama dua

Page 84: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

73

tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain di luar kemampuannya.

17. Yang dimaksud dengan gaji adalah penghasilan yang diterima oleh suami

dan tidak terbatas pada penghasilan suami pada waktu terjadinya

perceraian.

18. Bendaharawan gaji wajib menyerahkan secara langsung bagian gaji yang

menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat perceraian, tanpa

lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari Pegawai Negeri Sipil bekas

suami yang telah menceraikannya.

19. Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara

langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat

meminta untuk dikirimkan kepadanya.

20. Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan setelah

dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak berhasil, maka

proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya mematuhi dan sesuai

dengan ketentuan jangka waktu yang telah ditentukan.117

Selanjutnya petunjuk pelaksanaan perceraian bagi Pegawai Negeri

Sipil yang menduduki jabatan tertentu, adalah sebagai berikut:

1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan Pegawai

Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang yang berkedudukan

sebagai :

117

Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan

Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.

699.

Page 85: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

74

a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,

Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank

Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib memperoleh ijin lebih

dahulu dari Presiden.

b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di

Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta Walikota Administratif, wajib

memperoleh ijin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri;

c. Pimpinan / Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan Badan Usaha

Milik Negara, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden ;

d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha

Milik Daerah, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah

Tingkat I/ Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

e. Anggota Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara wajib memperoleh ijin

lebih dahulu dari Menteri / Pimpinan instansi induk yang

bersangkutan;

f. Kepala Desa, Perangkat Kepala Desa dan Petugas yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa wajib memperoleh

ijin lebih dahulu dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang

bersangkutan.

Page 86: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

75

2. Tata cara permintaan ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain

yang harus dipenuhi dan ditaati adalah sama dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana tersebut dalam angka III, angka IV Surat Edaran Kepala

Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26

April 1983 dan angka II, III, IV Surat Edaran ini.

Page 87: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

76

BAB IV

STUDI PERBANDINGAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DAN PEJABAT NEGARA

A. Pemberlakuan Asas Persamaan di Hadapan Hukum dalam Proses

Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara

Azas Persamaan di hadapan hukum (equality before the law),

mempunyai makna equality yang berarti persamaan hak. Apabila asas ini

dihubungkan dengan fungsi peradilan, artinya adalah setiap orang mempunyai hak

dan kedudukan yang sama di hadapan sidang pengadilan.118

Setiap orang yang berperkara di muka sidang pengadilan adalah sama

hak dan kedudukannya di hadapan hukum, sehingga tidak ada pembedaan yang

bersifat diskriminatif, baik dalam bentuk diskriminasi normatif maupun

diskriminasi kategoris. Bentuk dari diskriminasi normatif adalah membedakan

aturan hukum yang berlaku terhadap pihak-pihak berperkara, sedangkan yang

dimaksud dengan diskriminasi kategoris adalah membedakan-bedakan perlakuan

pelayanan berdasarkan pada status sosial, ras, agama, suku, jenis kelamin, dan

budaya.119

Pemberlakuan asas persamaan di hadapan hukum mencakup seluruh

aspek hukum yang ada di Indonesia, salah satunya mengenai masalah perceraian.

Peraturan yang mengatur mengenai perceraian bagi setiap warga negara diatur

118

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, h.

352. 119

Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, h. 37.

Page 88: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

77

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUPA), dan

bagi warga muslim berlaku juga Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Ketentuan normatif mengenai perceraian dalam UUPA terkandung

dalam Bab VIII yang di dalamnya mengatur putusnya perkawinan dan akibat

hukumnya, yang diuraikan dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 41.120

Pasal 38

menjelaskan perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan121

, dan Pasal 39

menjelaskan bahwa perceraian secara sah menurut peraturan hanya dapat

dilaksanakan di hadapan sidang Pengadilan.122

Kemudian Pasal 40 menjelaskan

tentang penegasan tata cara gugatan perceraian.123

Sedangkan Pasal 41

menjelaskan tentang akibat putusnya perkawinan.124

Sedangkan, dalam KHI perceraian diatur dalam BAB XVI yang terdiri

dari Pasal 113 sampai dengan Pasal 128 berisi tentang ketentuan umum putusnya

120

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, Cet. Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 86. 121

Pasal 38: Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian dan c. atas

keputusan Pengadilan 122

Pasal 39

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua

belah pihak,

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu

tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri,

3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan tersebut. 123

Pasal 40

1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.

2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat Pasal ini diatur

dalam peraturan perundangan tersendiri. 124

Pasal 41: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah, a) Baik ibu

atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata

berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan hak terhadap

anak-anak, Pengadilan memberi keputusan., b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua

biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam

kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut

memikul biaya tersebut.

Page 89: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

78

perkawinan (perceraian) dan Pasal 129 sampai dengan Pasal 148 berisi tentang

tata cara Perceraian.

Dengan adanya peraturan ini, maka negara melalui pembuat undang-

undangnya telah melaksanakan asas persamaan di hadapan hukum tentang

perceraian bagi setiap warga negaranya. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat

pengecualian bagi Pegawai Negeri Sipil, selain peraturan perceraian dalam UUPA

dan KHI (bagi warga muslim) juga berlaku peraturan khusus yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Pengecualian pemberlakuan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil

dikarenakan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang menjadi dasar

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa Pegawai Negeri Sipil

merupakan unsur aparatur Negara yang diharapkan dapat memberikan contoh

yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan yang baik pada masyarakat,

termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga salah satunya

mengenai perkawinan dan perceraian. Oleh karena itu, asas persamaan di hadapan

hukum bagi Pegawai Negeri Sipil mengenai pemberlakuan hukum perceraian

(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam) tidak

berlaku sepenuhnya karena menggunakan asas Lex Specialis Derogate Lex

Generalis. Maksudnya adalah bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 merupakan Peraturan

Khusus (Lex Specialis) yang mengatur tentang Perceraian bagi Pegawai Negeri

Sipil, dari Undang-Undang yang mengatur Perceraian secara Umum (Lex

Page 90: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

79

Generalis) yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam. Sehingga dalam hal ini berlaku azas Lex Spesialis

Derogat Lex Generalis, dimana Pegawai Negeri Sipil harus tunduk dan patuh

(mentaati) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah

Nomor 45 tahun 1990 sebagai aturan khusus yang mengatur tentang perceraian

Pegawai Negeri Sipil disamping Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang

mengatur tentang perceraian secara umum.

Sedangkan bagi Pejabat Negara, pemberlakuan asas di hadapan hukum

mengenai perceraian disamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, yaitu berlaku juga

asas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis. Pejabat Negara harus tunduk dan patuh

(mentaati) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah

Nomor 45 tahun 1990 sebagai aturan khusus yang mengatur tentang perceraian

Pejabat Negara disamping Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi

Hukum Islam yang mengatur tentang perceraian secara umum.

Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara dalam pelaksanaan kepatuhan

terhadap hukum, Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk taat pada

pemimpin yang dalam hal ini taat dan patuh juga terhadap hukum yang telah

dikeluarkan oleh pemimpinnya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa

(4) : 59 yang berbunyi :

ى فئ ربصعز ف شء فشد أ األش أطعا اشسي ا أطعا ا آ ب از ب أ إى ا

اخش ا ثب رأباشسي إ وز رؤ أدس /4: 59)اسبء). ره خش

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

Page 91: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

80

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Selain itu dalam Hadits juga diterangkan, yaitu:

ذى دذثب سذد دذثب سعذ ث ذ ع عج بفع دذث ا عجذ ع ا سض ا ع ع صى اج ا

ع ع لبي س شء عى اطبعخ اس ا س ب ا أدت ف ب وش ش عصخ ؤ ش فئرا ث عصخ أ فب ث

ع ) . طبعخ ب س ا ) س اجخبسي س

Artinya: “Nabi SAW bersabda : Seorang muslim wajib patuh dan taat (kepada

umara) ketika lapang maupun sempit pada perkara yang disukainya ataupun

yang dibencinya, selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika diperintah

berbuat maksiat, maka tidak boleh patuh dan taat. (HR. Bukhari dan Muslim)”.

Dalil di atas menjelaskan bahwa kewajiban bagi kita untuk mematuhi

dan menaati pemimpin sebagaimana kita taat pada Allah dan Rasul-Nya. Namun,

ketaatan pada pemimpin yang dimaksud dalam dalil di atas tidaklah mutlak.

Karena jika pemimpin memerintahkan pada perbuatan maksiat, kita tidak boleh

patuh dan taat.

Selain itu, dalam kaidah fiqih kita mengenal kaidah yang berkaitan

dengan Mashlahah Mursalah yaitu صبخ جت فبسذ دسء ا ا (meraih kemaslahatan

dan menolak kemafsadatan). Dalam kaidah ini bisa diambil pemahaman bahwa,

seluruh yang mashlahat diperintahkan oleh syari’at dan seluruh yang mafsadah

dilarang oleh syari’at.125

Berkenaan dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990. Karena peraturan ini

dikeluarkan bertujuan untuk kebaikan (kemaslahatan) bagi masyarakat khususnya

Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara, selain itu juga agar Pegawai Negeri

125

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta:

Radar Jaya Offset, 2004), h. 27.

Page 92: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

81

Sipil dan Pejabat Negara diharapkan dapat menjadi teladan yang baik bagi

masyarakat serta menghindarkan dari perilaku jahat atau pelanggaran yang

menyimpang. Maka, sudah sewajibnya Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara

patuh dan taat pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 sebagai aturan khusus yang mengatur tentang

perceraian, disamping Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi

Hukum Islam yang mengatur tentang perceraian secara umum.

B. Kedudukan Pejabat Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya dan dalam

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, bahwa yang termasuk kategori Pejabat

Negara, adalah :

1. Presiden dan Wakil Presiden;

2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

4. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;

5. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta

ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad

hoc;

6. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;

7. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

8. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

Page 93: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

82

9. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

10. Menteri dan jabatan setingkat menteri;

11. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

12. Gubernur dan wakil gubernur;

13. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan

14. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Kedudukan Pejabat Negara tersebut di atas dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang

Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, akan dijelaskan

sebagai berikut:

1. Presiden dan Wakil Presiden;

Presiden sebagai Pejabat Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 mempunyai

kedudukan sebagai pihak yang mempunyai kewenangan untuk memberikan

izin atau keputusan tentang diterimanya atau ditolaknya permohonan izin

perceraian yang dimintakan atau diajukan kepadanya. Hal ini tercantum dalam

Pasal 12 ayat (1) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang berbunyi, “(1) Pimpinan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan

Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,

Page 94: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

83

wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden; dan (3) Pimpinan Bank Milik

Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih

dahulu dari Presiden.”

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak mengatur mengenai posisi Presiden

sebagai pihak yang akan melaksanakan perceraian, hanya sebagai pihak yang

memberikan izin perceraian terhadap bawahannya sebagaimana disebutkan

dalam peraturan pemerintah tersebut. Melihat hal ini, tentu akan timbul

pertanyaan bagaimana pengaturan perceraian yang berlaku bagi Presiden,

apakah perlu sebuah peraturan khusus untuk mengaturnya.

Presiden sebagai warga negara Indonesia, dalam menjalankan

kehidupan bernegara tidak lepas dari peraturan yang mengaturnya, yang mana

sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, salah satunya yang mengatur mengenai

hukum perkawinan dan perceraian, Presiden tunduk pada Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditambah dengan Kompilasi Hukum

Islam. Selain kedua peraturan tersebut, Presiden dalam proses perkawinan dan

perceraian sudah semestinya ada peraturan khusus yang mengaturnya

sebagaimana Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Hal ini

dikarenakan melihat kedudukan Presiden sebagai kepala negara yang

merupakan simbol negara dan juga sebagai kepala pemerintahan serta pejabat

Page 95: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

84

negara, yang sudah semestinya menjadi panutan/contoh yang baik untuk

bawahannya dan juga untuk seluruh warga negara Indonesia.

Wakil Presiden sebagai Pejabat Negara yang mempunyai posisi yang

tinggi dan istimewa yaitu membantu Presiden dalam menjalankan fungsi

kepala negara dan kepala pemerintahan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Wakil Presiden

tidak disebutkan secara tertulis, hanya disebutkan dengan Pimpinan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara yang mana Wakil Presiden termasuk ke dalamnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyebutkan kedudukan Wakil Presiden

sebagai pihak yang akan menjalankan perceraian diwajibkan untuk

mengajukan izin perceraian kepada Presiden terlebih dahulu.

Perlu digaris bawahi bahwa dijelaskan dalam Undang-Undang

Aparatur Sipil Negara (ASN), posisi sebagai Presiden, Wakil Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur,

Bupati/Walikota dan wakil Bupati/Walikota sama sekali tidak menjabat

sebagai pegawai negeri sipil atau telah mengundurkan diri dari posisi

sebelumnya sebagai pegawai negeri sipil bila ia pegawai negeri sipil.126

Hal ini

tentu berbeda dengan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, yang menyebutkan

posisi sebagai Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

126

Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara.

Page 96: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

85

Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan wakil

Bupati/Walikota, masih disebut sebagai pegawai negeri sipil.127

2. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

Sebagaimana yang diatur dan disebutkan dalam peraturan

perundang-undangan, bahwa yang termasuk Pimpinan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara adalah Presiden dan Wakil Presiden, Ketua dan wakil

ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua dan wakil ketua Dewan

Perwakilan Rakyat, Ketua dan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua

dan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Ketua dan wakil ketua Mahkamah

Konstitusi, Ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, kedudukan Pejabat Negara yang

menjabat sebagai Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dalam Peraturan

Pemerintah tersebut (kecuali Presiden) adalah sebagai pihak yang akan

melakukan perceraian yang diwajibkan untuk meminta izin perceraian ke

Presiden terlebih dahulu sebelum melakukan perceraian.

Melihat peraturan yang disebutkan di atas, akan timbul beberapa

pertanyaan hukum atau permasalahan hukum sebagai berikut yaitu pertama,

apakah relevan pimpinan lembaga tinggi negara yang tidak diangkat atau

dipilih oleh presiden dan dari lembaga noneksekutif seperti MPR, DPR dan

DPD meminta izin perceraian kepada Presiden. Kedua, Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 hanya

127

Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil.

Page 97: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

86

menyebutkan Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, tidak menyebutkan

atau mengatur bagaimana proses izin perceraian bagi anggota Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara seperti anggota MPR, DPR, DPD, ketua muda dan

hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada

semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc, anggota Mahkamah Konstitusi

anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini akan mengakibatkan kekosongan

hukum karena Pejabat Negara yang disebutkan dalam Undang-Undang

Aparatur Sipil Negara adalah termasuk anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi

Negara dan ini tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau

sekarang disebut dengan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian

(LPNK) terdiri dari 30 lembaga, yaitu sebagai berikut:

1) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);

2) Badan Ekonomi Kreatif (BEK);

3) Badan Informasi Geospasial (BIG);

4) Badan Intelijen Negara (BIN);

5) Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla);

6) Badan Kepegawaian Negara (BKN);

7) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN);

8) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

9) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG);

Page 98: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

87

10) Badan Narkotika Nasional (BNN);

11) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);

12) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);

13) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

(BNP2TKI);

14) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP);

15) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten);

16) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);

17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);

18) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas);

19) Badan Pertanahan Nasional (BPN);

20) Badan Pusat Statistik (BPS);

21) Badan SAR Nasional (Basarnas);

22) Badan Standardisasi Nasional (BSN);

23) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan);

24) Lembaga Administrasi Negara (LAN);

25) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);

26) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP);

27) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas);

28) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan);

29) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg);

Page 99: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

88

30) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).128

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyebutkan kedudukan dari Pimpinan

Lembaga Non Departemen (hanya pimpinan, tidak termasuk anggota) sebagai

pihak yang akan melakukan perceraian yang diwajibkan untuk meminta izin

perceraian terlebih dahulu kepada Presiden sebelum melakukan perceraian.

4. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

Komisi Yudisial adalah lembaga khusus yang bersifat mandiri yang

berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim.129

Sebagai Pejabat Negara, Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi

Yudisial belum disebutkan kedudukannya dan belum diatur secara jelas proses

izin perceraiannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

5. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang lebih dikenal dengan

singkatan KPK adalah lembaga khusus negara yang mempunyai tugas

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi. 130

128

http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan, diakses pada hari Selasa,

tanggal 07 Juni 2016. 129

Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 130

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Page 100: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

89

Sebagai Pejabat Negara, Ketua dan wakil ketua Komisi

Pemberantasan Korupsi belum disebutkan kedudukannya dan belum diatur

secara jelas proses izin perceraiannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

6. Menteri dan jabatan setingkat menteri;

Menteri dan jabatan setingkat menteri dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

berkedudukan sebagai pihak yang akan melakukan perceraian yang diwajibkan

untuk meminta izin perceraian terlebih dahulu kepada Presiden sebelum

melakukan perceraian. Selain itu, khusus untuk Menteri Dalam Negeri

mempunyai kedudukan lain juga yaitu sebagai pihak yang memberikan izin

terhadap permohonan atau permintaan izin perceraian yang diajukan oleh

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk walikota di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif.

7. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyebutkan kedudukan Kepala

perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta

Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh adalah sebagai pihak yang akan

melakukan perceraian, yang diwajibkan untuk meminta izin perceraian terlebih

dahulu kepada Presiden sebelum melakukan perceraian.

8. Gubernur dan Wakil Gubernur;

Page 101: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

90

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyebutkan kedudukan Gubernur adalah

sebagai pihak yang akan melakukan perceraian, yang diwajibkan untuk

meminta izin perceraian terlebih dahulu kepada Presiden sebelum melakukan

perceraian.131

Selain itu, Gubernur juga mempunyai kedudukan sebagai pihak

yang memberikan izin terhadap permohonan atau permintaan izin perceraian

yang diajukan oleh Pimpinan Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha

Milik Daerah.132

Sedangkan posisi Wakil Gubernur sebagai Pejabat Negara tidak

disebutkan kedudukannya dan tidak diatur secara jelas dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990.

9. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota;

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk walikota

di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 menyebutkan kedudukannya sebagai pihak yang akan melakukan

perceraian, yang diwajibkan untuk meminta izin perceraian terlebih dahulu

kepada Menteri Dalam Negeri sebelum melakukan perceraian.133

131

Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. 132

Pasal 12 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. 133

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

Page 102: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

91

Sedangkan wakil bupati/wakil walikota tidak diatur secara jelas

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990.

10. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang yang

disebutkan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 adalah Pimpinan Kesekretariatan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubenur Bank Indonesia dan Jaksa Agung.

Ketiganya disebutkan sebagai pihak yang akan melakukan perceraian, yang

diwajibkan untuk meminta izin perceraian terlebih dahulu kepada Presiden

sebelum melakukan perceraian.134

C. Perbandingan Proses Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara

Berdasarkan penjelasan yang sudah dibahas di atas dan dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini mengacu pada Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sebagai sumber perbandingan

kedudukan Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara. Kemudian Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai

sumber perbandingan proses perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

Maka dapat dilihat perbandingan keduanya terkait proses perceraian sebagaimana

disebutkan di bawah ini, yaitu:

134

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

Page 103: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

92

1. Bahwa proses perceraian Pegawai Negeri Sipil sudah jelas dan tegas diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai

Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil dalam hal akan melakukan perceraian

terlebih dahulu diwajibkan meminta izin kepada Pejabat atau atasannya.

Sedangkan bagi Pejabat Negara, yang jelas mempunyai kedudukan

yang berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 hanya

diatur sebagian dan masih terdapat kekosongan hukum bagi Pejabat Negara

yang lain yang tidak disebutkan di dalam peraturan pemerintah ini. Selain itu

juga terdapat permasalahan hukum baru atau pertanyaan hukum baru terkait

kedudukan Pejabat Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 sebagaimana disebutkan di

atas.

Mengenai Pejabat Negara yang disebutkan dan diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990 adalah sebagai berikut:

a. Wakil Presiden yang termasuk Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara

diwajibkan terlebih dahulu untuk meminta izin kepada Presiden sebelum

melakukan perceraian.

b. Ketua dan wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat yang termasuk

Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu

untuk meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

Page 104: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

93

c. Ketua dan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang termasuk Pimpinan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu untuk

meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

d. Ketua dan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah yang termasuk Pimpinan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu untuk

meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

e. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung yang termasuk Pimpinan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu untuk

meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

f. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi yang termasuk Pimpinan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu untuk

meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;;

g. Ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang termasuk

Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diwajibkan terlebih dahulu

untuk meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

h. Menteri dan jabatan setingkat menteri diwajibkan terlebih dahulu untuk

meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan perceraian;

i. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diwajibkan terlebih

dahulu untuk meminta izin kepada Presiden sebelum melakukan

perceraian;

j. Gubernur diwajibkan terlebih dahulu untuk meminta izin kepada Presiden

sebelum melakukan perceraian;

Page 105: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

94

k. Bupati/walikota diwajibkan terlebih dahulu untuk meminta izin kepada

Menteri Dalam Negeri sebelum melakukan perceraian;

l. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang (Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubenur Bank

Indonesia dan Jaksa Agung) diwajibkan terlebih dahulu untuk meminta izin

kepada Presiden sebelum melakukan perceraian.

Sedangkan Pejabat Negara yang tidak diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 adalah sebagai berikut:

a. Presiden;

Sebagai warga negara Indonesia dan Pejabat Negara, Presiden dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 tidak diatur proses perceraiannya. Hal ini

menimbulkan permasalahan hukum dan tidak menutup kemungkinan

walaupun berkedudukan sebagai Presiden tidak akan melakukan

perceraian.

b. Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Mahkamah

Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

Sebagai Pejabat Negara sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-

Undang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak mengatur

Page 106: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

95

secara jelas bagaimana proses perceraian atau bagaimana dan kepada siapa

pengajuan izin perceraian diajukan.

c. Ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil

ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;

Sebagai Pejabat Negara Ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah

Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan

tidak diatur secara jelas bagaimana proses perceraian atau bagaimana dan

kepada siapa pengajuan izin perceraian diajukan.

d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;

Sebagai Pejabat Negara Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial

tidak diatur secara jelas bagaimana proses perceraian atau bagaimana dan

kepada siapa pengajuan izin perceraian diajukan.

e. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;

Sebagai Pejabat Negara Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan

Korupsi tidak diatur secara jelas bagaimana proses perceraian atau

bagaimana dan kepada siapa pengajuan izin perceraian diajukan.

f. Wakil Gubernur;

Sebagai Pejabat Negara Wakil Gubernur tidak diatur secara jelas

bagaimana proses perceraian atau bagaimana dan kepada siapa pengajuan

izin perceraian diajukan.

g. Wakil Bupati/wakil walikotamadya

Page 107: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

96

Sebagai Pejabat Negara Wakil Bupati/wakil walikotamadya tidak diatur

secara jelas bagaimana proses perceraian atau bagaimana dan kepada siapa

pengajuan izin perceraian diajukan.

2. Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan, yang telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990 akan dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri

Sipil. Sedangkan bagi Pejabat Negara, tidak diatur secara jelas mengenai

hukuman apabila Pejabat Negara melanggar peraturan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990.

Melihat perbandingan tersebut diatas dan juga permasalahan hukum

serta kekosongan hukum yang ada, perlu kiranya dibuat peraturan khusus yang

mengaturnya dan juga melengkapi peraturan yang kurang untuk memberikan

kepastian hukum yang jelas pada masyarakat, khususnya Pegawai Negeri Sipil

dan Pejabat Negara.

Page 108: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab di atas, maka

penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut, yaitu:

1. Pemberlakuan asas persamaan di hadapan hukum mengenai pengaturan

perceraian (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam) bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara tidak

berlaku sepenuhnya karena berkaitan dengan berlakunya aturan khusus azas

Lex Spesialis Derogat Lex Generalis, yaitu berlakunya Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang

Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, sebagai

pelaksanaan terhadap kepatuhan pada hukum yang dikeluarkan pemimpin dan

berdasarkan pada kaidah fiqih Mushlahah Mursalah. Maka sudah sewajibnya

Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara patuh dan taat pada Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 sebagai peraturan khusus mengenai perceraian, disamping Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam sebagai peraturan mengenai perceraian secara umum.

Kemudian mengenai proses perceraian Pegawai Negeri Sipil telah

diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan

Page 109: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

98

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Disebutkan dalam peraturan tersebut

bahwa dalam hal Pegawai Negeri Sipil yang ingin melakukan perceraian

terlebih dahulu diwajibkan untuk meminta izin kepada Pejabat atau atasannya.

Sedangkan bagi Pejabat Negara, belum sepenuhnya diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990. Proses pengajuan izin perceraian Pejabat Negara berbeda

dengan Pegawai Negeri Sipil. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990, proses pengajuan izin perceraian Pejabat Negara adalah

sebagai berikut:

a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,

Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank

Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari

Presiden.

b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib meminta

izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.

c. Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara,

wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden.

d. Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah,

wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan.

Page 110: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

99

2. Perbedaan proses perceraian antara Pegawai Negeri Sipil dengan Pejabat

Negara adalah sebagai berikut :

a. Pengajuan izin perceraian

Pegawai Negeri Sipil diwajibkan untuk meminta izin kepada Pejabat atau

atasannya sebelum melakukan perceraian, sedangkan bagi Pejabat Negara

diwajibkan untuk meminta izin kepada atasannya yang dalam hal ini

terbagi ke dalam tiga macam. Pertama, ada yang diwajibkan untuk meminta

izin ke Presiden terlebih dahulu sebelum melakukan perceraian. Kedua, ada

yang diwajibkan untuk meminta izin ke Menteri Dalam Negeri terlebih

dahulu. Ketiga, ada yang diwajibkan untuk meminta izin ke Kepala Daerah

terlebih dahulu.

b. Pengaturan hukuman

Pegawai Negeri Sipil sudah diatur secara jelas dan tegas hukuman bagi

yang melanggar peraturan yaitu dijatuhi hukuman disiplin berat

sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Sedangkan bagi

Pejabat Negara belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.

B. Saran

1. Melihat kedudukan antara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara yang

berbeda, perlu kiranya dijelaskan lebih tegas dan jelas perbedaan kedudukan

keduanya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan

Page 111: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

100

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Atau untuk Pejabat Negara dibuat

peraturan khusus yang mengatur mengenai proses perceraian Pejabat Negara.

2. Melihat masih terdapatnya kekosongan dan permasalahan hukum yang terdapat

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 serta dikarenakan semakin berkembangnya pengertian

dan peraturan yang mengatur Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara, perlu

kiranya melengkapinya dengan membuat perubahan terhadap peraturan ini.

Page 112: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

101

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana,

2006).

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:

Kencana, 2012).

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2003).

Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulallah: Poligami dalam Islam vs

Monogami Barat, Cet. Ke-1, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993).

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah

Khairul Amru Harahap dan Faisal Saleh.

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 1995).

Afifi Fauzi Abbaz, Metodologi Penelitian, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010).

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Ikatan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995).

Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2012).

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta:

Radar Jaya Offset, 2004).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Terjemah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka

Imam Adz-Dzahabi, 2007).

Ali Hasan Muhammad Makki Al-Amili, Perceraian salah Siapa?Bimbingan

dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, Penerjemah Mudhar

Ahmad Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata

Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh,

UU No.1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004).

Ali Mutahar, Kamus Al-Mutahar Arab-Indonesia, Cet. Ke-1, (Jakarta: Hikmah,

2005).

Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2010).

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, diterjemahkan oleh Nur Khozin, (Jakarta:

Amzah, 2012).

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003).

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007).

Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-1,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004).

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006).

Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha,

Ed. Ke-1, Cet. Ke-1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).

Asep Muslim, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pegawai Negeri Sipil,

(Bandung: Fokus media, 2007).

Assegaf dan Hasan Shaleh, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Lentera Baristama, 2001).

Page 113: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

102

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,

1997).

Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik

Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: UII Press, 2009).

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2000).

Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. Ke-1,

Edisi 4, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.

Ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam Indonesia, “Talak” Ensiklopedia Islam, Cet.

Ke-3, Jilid 5, (Jakarta: PT. Ichar Baru an Hoeve, 1994).

Harmon Harun, Himpunan UU Kepegawaian, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004).

H. A. S. al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka

Amani, 1989).

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2008).

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1987).

Kasmuri Slamet, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga Paduan

Perkawinan, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998).

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Pentafsir al Quran, 1973).

Masrum M Noor, Peradilan Agama Penegak Syari‟ah Tertentu di Indonesia,

(Banten: Pengadilan Tinggi Agama Banten, 2015).

M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syari‟ah di Indonesia, Cet. Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).

M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan

Mahkamah Syari‟ah di Indonesia, Ed. Ke-1, Cet. Ke-1, (Jakarta:

Kencana, 2005).

Muchsan, Hukum Kepegawaian, (Jakarta: Bina Aksara, 1982).

Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan

Peraturan Pelaksanaannya di Negara Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007).

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, Cet. Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014).

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Cet. Ke-2, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2002).

Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis,

(Jakarta: Graha Cipta, 2005).

Moh. Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988).

Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Cet. Ke-4, (Jakarta:

Pustaka Pelajar, 2003).

Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung,

1984).

Page 114: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

103

Musthofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, Ed. 1. Cet. Ke-1, (Jakarta:

Kencana, 2005).

Poerwasunata, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2003).

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama di Jakarta,

Ilmu Fiqih, Cet. Ke-2, (Jakarta: Departemen Agama, 1985).

Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Ed. Ke-1, Cet. Ke-1 (Jakarta:

Rajawali, 1991).

Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Ed. Ke-2, Cet. Ke-8, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001).

Rahma, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013).

Riduan Syahrani, Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil,

(Jakarta: Media Sarana Press, 1986).

R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan,

Cet. Ke-6, (Jakarta: SInar Grafika, 2004).

Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:

Prenada Media, 2004).

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah : Fikih Sunnah 8, Terjemahan oleh Moh Thalib, Cet.

Ke-1, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1996).

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).

Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2009).

Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2008).

Sri Mamudji, et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta, Rineka Cipta: 1994).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

(Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002).

Sulaikin Lubis, Et Al, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006).

Sultan Zanti Arbi dan Wayan Ardhan, Rancangan Penelitian Kebijakan

Sosialisasi, (Jakarta: Postekkom Dikbud dan CV Rajawali, 1984).

Suratman, Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013).

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1989). Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: 1957).

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Penerjemah, Abdul

Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011).

Widjaja A.W, Administrasi Kepegawaian, (Jakarta: Rajawali, 2006).

W. J. S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1986).

Page 115: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

104

Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012).

Zainun Buchari, Administrasi dan Managemen Kepegawaian Pemerintah Negara

Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1995).

Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995).

Sumber Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perizinan Bagi Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

Kompilasi Hukum Islam

Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi

Revisi 2010.

Internet

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f38f89a7720/pejabat-negara-dan-

pejabat-pemerintahan.

http://www.kompasiana.com/pakcah/di-indonesia-40-perceraian-setiap-

jam_54f357c07455137a2b6c7115.

http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan.

http://putusan.mahkamahagung.go.id/semua, diakses pada hari Jum’at, 29 Januari

2016.

http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&i

d=395:kaburnya-pengertian-istilah-pejabat-

negara&catid=12:artikel&Itemid=85.

Page 116: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

L A M P I R A N

Page 117: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

1 / 11

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 1983

TENTANG

IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 telah diatur ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi

segenap warga negara dan penduduk Indonesia;

b. bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh yang baik kepada

bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat,

termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;

c. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam

melakukan perkawinan dan perceraian, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan

Pemerintah mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun

Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2906);

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun

1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3041);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran

Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);

Page 118: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

2 / 11

6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan,

Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun

1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan Pegawai Negeri

Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3176);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN

PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan

a. Pegawai Negeri Sipil adalah:

1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8

Tahun 1974;

2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu

(a) Pegawai Bulanan di samping pensiun;

(b) Pegawai Bank milik Negara;

(c) Pegawai Badan Usaha milik Negara;

(d) Pegawai Bank milik Daerah;

(e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah;

(f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di Desa;

b. Pejabat adalah :

Page 119: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

3 / 11

1. Menteri;

2. Jaksa Agung;

3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

6. Pimpinan Bank milik Negara;

7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;

8. Pimpinan Bank milik Daerah;

9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah;

Pasal 2

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib

memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam

waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi Pegawai Negeri

Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.

Pasal 3

(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih

dahulu dari Pejabat.

(2) Permintaan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diajukan

secara tertulis.

(3) Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap

yang mendasari permintaan izin perceraian itu.

Pasal 4

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh

izin lebih dahulu dari Pejabat.

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/

ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.

Page 120: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

4 / 11

(3) Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari

bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

(4) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diajukan secara

tertulis.

(5) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus

dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri

lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat.

Pasal 5

(1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada

Pejabat melalui surat tertulis.

(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam

lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari

seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, wajib memberikan

pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam

jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia

menerima permintaan izin dimaksud.

Pasal 6

(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang

dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan.

(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin

tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan

dari isteri/suami dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu

atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang

meyakinkan.

(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan

kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara

langsung untuk diberi nasehat.

Page 121: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

5 / 11

Pasal 7

(1) Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasan-

alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan-

ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh

Pejabat.

(3) Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila:

a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil

yang bersangkutan;

b. tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau

d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.

Pasal 8

(1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib

menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya.

(2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk

Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya, dan

sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.

(3) Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib

diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya ialah setengah

dari gajinya.

(4) Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian

penghasilan dari bekas suaminya.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku, apabila isteri

meminta cerai karena dimadu.

(6) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka

haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia

kawin lagi.

Page 122: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

6 / 11

Pasal 9

(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau

untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

wajib memperhatikan dengan seksama alasan alasan yang dikemukakan dalam

surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan.

(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin

tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan

dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak

lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.

(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat.

Pasal 10

(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila

memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat

kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini.

(2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

(3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah

a. ada persetujuan tertulis dari isteri;

b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang

cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak anaknya yang

dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan

c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan

berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

(4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila :

a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil

yang bersangkutan;

Page 123: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

7 / 11

b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan

ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);

c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau

e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pasal 11

(1) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), hanya dapat diberikan oleh Pejabat

apabila :

a. ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami;

b. bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari

seorang isteri dan anakanaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak

penghasilan; dan

c. ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-

isteri dan anak-anaknya.

(2) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila:

a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri

Sipil wanita yang bersangkutan atau bakal suaminya;

b. tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau

d. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pasal 12

Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri lebih dari

seorang yang berkedudukan sebagai :

(1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan

Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik

Page 124: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

8 / 11

Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta

izin lebih dahulu dari Presiden.

(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib meminta izin lebih

dahulu dari Menteri Dalam Negeri.

(3) Pimpinan Bank milik Negara kecuali Gubernur Bank Indonesia dan pimpinan

Badan Usaha milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri yang

secara teknis membawahi Bank milik Negara atau Badan Usaha milik Negara yang

bersangkutan.

(4) Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah, wajib

meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 13

Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3, untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (1), atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka

waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima

permintaan izin tersebut.

Pasal 14

Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain dalam

lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang dipersamakan dengan

itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 dan Pasal 4, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai

Negeri Sipil golongan II ke bawah atau yang dipersamakan dengan itu.

Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai

suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Page 125: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

9 / 11

(2) Setiap atasan wajib menegur apabila ia mengetahui ada Pegawai Negeri Sipil

bawahan dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 16

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3), dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat

tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 17

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai

suami isteri, dan setelah ditegur atasannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 masih

terus melakukannya, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat

tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 18

Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara

Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3050), dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 19

Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat dan memelihara

catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-

masing.

Pasal 20

(1) Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan salinan sah surat

pemberitahuan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tembusan

Page 126: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

10 / 11

surat pemberian izin atau penolakan pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13, kepada:

a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang menyangkut

Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka I dan angka 2 huruf

(a);

b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank

milik Daerah, dan Badan Usaha milik Daerah, sepanjang menyangkut Pegawai

Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d), dan (e);

c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil

dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (f).

(2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam ayat (1) Kepala

Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan masing-masing Bank milik

Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik

Daerah, serta Bupati Kepala Daerah Tingkat II, membuat dan memelihara :

a. catatan perkawinan dan perceraian;

b. kartu isteri/suami.

Pasal 21

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Presiden.

Pasal 22

Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh

Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Pasal 23

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap

orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 127: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

11 / 11

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 April 1983

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOEHARTO

Page 128: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

1 / 7

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 1990

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN

1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dari

seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan;

b. bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan

abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam

tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan

yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;

c. untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan

Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera,

dan bahagia, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan

tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam

keluarganya;

d. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih meningkatkan dan menegakkan disiplin

Pegawai Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan

dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai

Negeri Sipil;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

Page 129: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

2 / 7

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara

Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3041);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun

1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan

Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara

Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3176);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor

13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN

1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Pasal I

Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu :

1. Mengubah ketentuan Pasal 3 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:

Page 130: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

3 / 7

"Pasal 3

(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib

memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat;

(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau

bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk

memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) harus mengajukan permintaan secara tertulis; (3)Dalam surat

permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk

mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap

yang mendasarinya".

2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 4

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib

memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri

kedua/ketiga/keempat.

(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara

tertulis.

(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),

harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin

untuk beristri lebih dari seorang".

3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai berikut:

"(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil

dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk

beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan

meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka

waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima

permintaan izin dimaksud”.

Page 131: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

4 / 7

4. Mengubah ketentuan Pasal 8 sebagai berikut:

a. Diantara ayat (3) dan ayat (4) lama disisipkan satu ayat yang dijadikan

ayat (4) baru, yang berbunyi sebagai berikut:

"(4) Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan

perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau istri melakukan

kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap

suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang

sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama

dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah

atau karena hal lain di luar kemampuannya ".

b. Ketentuan ayat (4) lama selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (5) baru.

c. Mengubah ketentuan ayat (5) lama dan selanjutnya dijadikan ayat (6) baru

sehingga berbunyi sebagai berikut:

"(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku,

apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzinah,

dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik

lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk,

pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah

meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan

tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya".

d. Ketentuan ayat (6) lama selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (7) baru.

5. Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 9 sehingga berbunyi sebagai berikut:

"(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan

dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan

izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan."

6. Ketentuan Pasal II dihapuskan seluruhnya.

Page 132: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

5 / 7

7. Ketentuan Pasal 12 lama dijadikan ketentuan Pasal 11 baru, dengan mengubah

ketentuan ayat (3) sehingga berbunyi sebagai berikut:

"(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara,

wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden."

8. Mengubah ketentuan Pasal 13 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal

12 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 12

Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian atau

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristri lebih dari seorang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara

tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia

menerima permintaan izin tersebut."

9. Ketentuan Pasal 14 lama selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 13 baru.

10. Mengubah ketentuan Pasal 15 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal

14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 14

Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan

istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa

ikatan perkawinan yang sah"

11. Mengubah ketentuan Pasal 16 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal

15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/

ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1),

Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-

lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak

melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka

Page 133: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

6 / 7

waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan

tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2)

dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai

Pegawai Negeri Sipil;

(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang

melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil."

12. Mengubah ketentuan Pasal 17 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal

16 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 16

Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji

sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan

Disiplin Pegawai Negeri Sipil."

13. Sesudah Pasal 16 baru ditambah satu ketentuan baru, yang dijadikan Pasal 17

baru yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 17

(1) Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15

dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil;

(2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun

1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap

pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan

Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai

Page 134: PROSES PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42498/1/RIZKI... · PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA . ... Program Studi Hukum

7 / 7

Negeri Sipil menurut ketentuan Pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983."

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap

orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 6 September 1990

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 6 September 1990

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

MOERDIONO