rekrutmen pegawai negeri sipil

28
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 81 REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL: TANGGAPAN MASYARAKAT DAN PILIHAN KEBIJAKAN 1 Oleh Herman A. LATAR BELAKANG 1 Institusi birokrasi pemerintah sebagai bagian dari organ negara (state) memiliki tugas yang amat penting dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pem-bangunan. Tugas tersebut se- makin berat pada saat organisasi dihadapkan pada tantangan ekster- nal yang semakin kompetitif, baik tantangan dari dalam negeri mau- pun luar negeri. Untuk melaksana- kan tugas dengan baik dan eksis dalam konstelasi kompetisi eks- ternal tersebut, birokrasi peme- rintah membutuhkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan handal. Untuk melak- sanakan tugas dimaksud dibutuhkan 1 Tulisan ini merupakan ringkasan dari penelitian dengan judul “Analisis Kebijakan Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil Nasional”, dilakukan oleh Tim Peneliti beranggotakan Herman, Mukhlis Irfan, Dewi Lestari, dan Sunarto. manajemen SDM aparatur yang te- pat dan benar, sehingga SDM aparatur dapat berkembang secara optimal yang akhirnya memberikan kontribusi besar pada organisasi. Terpenuhi-tidaknya tuntutan ter- sebut sangat bergantung pada sis- tem manajemen sumber daya ma- nusia yang berlaku, termasuk di da- lamnya adalah sistem rekrutmen pegawai. Rekrutmen pegawai merupa- kan tahap strategis dan kritis dalam fungsi manajemen kepegawaian PNS. Posisi strategis tersebut di- tunjukkan pada alasan bahwa pro- ses ini merupakan titik tolak yang dapat menggambarkan apa dan ba- gaimana profil pegawai yang dike- hendaki sesuai dengan kebutuhan organisasi. Idealnya, dasar rekrut- men pegawai adalah kebutuhan pegawai setiap organisasi/instansi pemerintah yang terangkum dalam desain analisis jabatan atau analisis Abstrak Rekrutmen pegawai merupakan tahap strategis bahkan paling kritis dan penuh risiko dalam manajemen kepegawaian PNS. Tanggapan masyarakat secara umum mengakui pengadaan/rekrutmen PNS belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan prinsip netral(nondiskriminatif), objektif, akuntabel, terbuka dan tanpa dipumgut biaya. Dengan kondisi seperti itu, pemerintah perlu mendesain suatu pola dan strategi rekrutmen PNS yang mampu menghasilkan pegawai yang profesional dan kompeten.

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

81

REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL:

TANGGAPAN MASYARAKAT DAN PILIHAN KEBIJAKAN 1

Oleh Herman

A. LATAR BELAKANG 1

Institusi birokrasi pemerintah

sebagai bagian dari organ negara (state) memiliki tugas yang amat penting dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pem-bangunan. Tugas tersebut se-makin berat pada saat organisasi dihadapkan pada tantangan ekster-nal yang semakin kompetitif, baik tantangan dari dalam negeri mau-pun luar negeri. Untuk melaksana-kan tugas dengan baik dan eksis dalam konstelasi kompetisi eks-ternal tersebut, birokrasi peme-rintah membutuhkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan handal. Untuk melak-sanakan tugas dimaksud dibutuhkan

1 Tulisan ini merupakan ringkasan dari penelitian

dengan judul “Analisis Kebijakan Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil Nasional”, dilakukan oleh Tim Peneliti beranggotakan Herman, Mukhlis Irfan, Dewi Lestari, dan Sunarto.

manajemen SDM aparatur yang te-pat dan benar, sehingga SDM aparatur dapat berkembang secara optimal yang akhirnya memberikan kontribusi besar pada organisasi. Terpenuhi-tidaknya tuntutan ter-sebut sangat bergantung pada sis-tem manajemen sumber daya ma-nusia yang berlaku, termasuk di da-lamnya adalah sistem rekrutmen pegawai.

Rekrutmen pegawai merupa-kan tahap strategis dan kritis dalam fungsi manajemen kepegawaian PNS. Posisi strategis tersebut di-tunjukkan pada alasan bahwa pro-ses ini merupakan titik tolak yang dapat menggambarkan apa dan ba-gaimana profil pegawai yang dike-hendaki sesuai dengan kebutuhan organisasi. Idealnya, dasar rekrut-men pegawai adalah kebutuhan pegawai setiap organisasi/instansi pemerintah yang terangkum dalam desain analisis jabatan atau analisis

Abstrak

Rekrutmen pegawai merupakan tahap strategis bahkan paling kritis dan penuh risiko dalam manajemen kepegawaian PNS. Tanggapan masyarakat secara umum mengakui pengadaan/rekrutmen PNS belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan prinsip netral(nondiskriminatif), objektif, akuntabel, terbuka dan tanpa dipumgut biaya. Dengan kondisi seperti itu, pemerintah perlu mendesain suatu pola dan strategi rekrutmen PNS

yang mampu menghasilkan pegawai yang profesional dan kompeten.

Page 2: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

82

kebutuhan dan formasi pegawai. Dalam birokrasi pemerintah, proses ini seringkali menimbulkan banyak masalah karena banyaknya ketidak-puasan dari masyarakat terhadap proses rekrutmen yang dilakukan. Ketidakpuasan tersebut bisa di-sebabkan bermacam-macam seperti tidak transparan dan adanya prak-tik KKN. Penerimaan PNS di daerah-daerah yang banyak menuai protes adalah salah satu contoh nyata dari praktik-praktik belum serasinya antara apa yang diharapkan ter-wujudnya PNS yang qualified de-ngan kenyataan objektif di lapa-ngan (Kompas, 14 Nopember 2002). Beberapa pengamatan menyatakan bahwa faktor dominan kenapa se-bagian besar pegawai negeri sipil tidak efektif dan belum membe-rikan kontribusi yang optimal khu-susnya dalam memberikan pela-yanan kepada masyarakat, bahkan terkesan menjadi pengangguran terselubung, adalah karena kebi-jakan rekrutmen pegawai di ling-kungan instansi pemerintah di masa lalu tidak berdasarkan perenca-naan tenaga kerja tetapi lebih di-dasarkan pada faktor kepentingan politik dan kekuasaan. Selama pu-luhan tahun, PNS lebih sering dija-dikan alat kekuasaan dan politik, sehingga mengabaikan kualitas dan syarat-syarat kebutuhan untuk ana-lisis pekerjaan. Celakanya, penem-patan asal jadi ini umumnya di departemen-departemen pemerin-tah terutama yang memberikan pelayanan publik. Keadaan ini di-perburuk dengan adanya faktor KKN

tanpa perhitungan dan pertim-bangan kemampuan atau keteram-pilan/keahlian. Ketika itu, kalau ada kesempatan formasi dan dekat dengan kekuasaan, pegawai baru akan dimasukkan dan terus di-tambah tanpa direncanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kesalahan mendasar itulah me-nyebabkan akhirnya terjadi ke-lebihan tenaga kerja yang tidak sinkron dengan kebutuhan. Ketidak-sinkronan inilah kemudian memuncul-kan wacana tentang perlunya di-lakukan rasionalisasi terhadap PNS.

Bahkan untuk tataran nasio-nal, boleh dikatakan pengadaan PNS merupakan tahapan yang paling kritis dan berisiko (Sudar-manto, 2004). Kritis artinya tahap-an ini sangat menentukan dalam membentuk profil SDM yang handal, berkualitas dan relevan dengan kebutuhan organisasi atau justru sebaliknya SDM yang kontraproduk-tif terhadap organisasi. Posisi strategis tersebut ditunjukkan oleh alasan bahwa tahapan rekrutmen merupakan titik tolak yang dapat menggambarkan apa dan bagai-mana profil pegawai yang di-kehendaki sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sedangkan berisiko arti-nya kegiatan ini mengandung kon-sekuensi jangka panjang terhadap investasi aset jangka panjang. Dalam konteks paradigma baru manajemen sumber daya manusia, ada semacam trend bahwa SDM bukan hanya dianggap aset penting, melainkan merupakan patner orga-

Page 3: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

83

nisasi yang perlu dikelola dengan baik karena sangat menentukan efektivitas organisasi (Triton, 2005). Di samping itu, kegiatan ini penuh risiko dari praktik-praktik KKN yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan masyarakat. Dengan kata lain, proses ini seringkali menim-bulkan banyak masalah karena banyaknya ketidakpuasan dari masyarakat terhadap proses rekrut-men yang dilakukan. Ketidakpuasan tersebut bisa disebabkan ber-macam-macam seperti tidak trans-paran dan adanya praktik KKN.

Tulisan ini menyajikan tang-gapan masyarakat terhadap pe-laksanaan rekrutmen PNS, per-masalahan dan beberapa alternatif yang disarankan untuk memperbaiki sistem rekrutmen pegawai ke depan. Masyarakat yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan peng-golongan dari tiga kelompok res-ponden yang ditetapkan dalam pemilihan sampel penelitian, yaitu: kelompok pejabat pengelola ke-pegawaian di daerah, kelompok responden yang diterima atau di-angkat menjadi CPNS, dan ke-lompok responden dari mereka yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi PNS. Hasil pe-nelitian ini dikhususkan untuk memotret pelaksanaan rekrutmen/ pengadaan PNS tahun 2004. Hal ini didasarkan asumsi bahwa penerima-an PNS tahun 2004 oleh beberapa kalangan dinilai ”relatif lebih baik” dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum dan sesudahnya.

B. TANGGAPAN TERHADAP PELAKSANAAN REKRUTMEN PNS

Bagian ini adalah tanggapan

masyarakat dalam ketiga kelompok responden terhadap tahapan pe-laksanaan rekrutmen PNS. Hasil secara garis besar adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan Rekrutmen

Secara normatif telah ditetap-kan bahwa tahap pertama dalam proses pelaksanaan pengadaan/ rekrutmen CPNS yang harus di-lakukan adalah tahap perencanaan. Terhadap pertanyaan ini, pada umumnya ketiga kelompok respon-den menyatakan bahwa perencana-an rekrutmen PNS telah dilaksana-kan dengan baik. Sementara mereka yang tidak setuju pe-laksanaan rekrutmen PNS telah direncanakan dengan baik rata-rata persentasenya tidak lebih dari 20 persen.

Tipisnya perbedaan jawaban dari ketiga kelompok responden terse-but paling tidak memberikan ”pe-tunjuk” bahwa di mata mereka pe-laksanaan penerimaan PNS khusus-nya yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2004 telah sesuai dengan harapan dan keinginan mereka. Hasil ini sebetulnya tidak terlalu mengherankan mengingat kelompok responden yang dapat dipotret dalam penelitian ini, ter-utama mereka yang berada dalam

Page 4: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

84

kelompok CPNS yang notabene sudah diterima sangat wajar jika mereka memberikan ”apresiasi baik” terhadap pelaksanaan pe-nerimaan PNS yang diikutinya.

Sementara mereka yang berada dalam kelompok non CPNS yang berhasil dijadikan responden dalam penelitian ini sebagian besar ternyata didominasi oleh tenaga honorer daripada pelamar umum yang asumsinya mengacu pada kebijakan pemerintah saat ini ”pasti” diangkat menjadi CPNS. Oleh karena itu sangat wajar jika jawaban yang diberikan oleh dua kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan jawaban kelompok pengelola kepegawaian, yang nota-bene adalah sebagai pihak yang bertanggung jawab bahkan se-bagian diantaranya menjadi panitia pengadaan CPNS di wilayahnya masing-masing.

Terlepas dari pendapat subjektif mereka dalam menanggapi per-tanyaan ini, namun mereka telah memberikan pandangan bahwa model pelaksanaan pengadaan CPNS tahun 2004 relatif lebih baik dibandingkan dengan penerimaan CPNS tahun-tahun sebelumnya. Di samping itu, hasil ini juga dapat dimaknai bahwa para responden mengharapkan agar setiap ke-bijakan yang menyangkut pengada-an CPNS hendaknya dilaksanakan secara matang dan komprehensif, salah satunya perlu ada kejelasan jadwal pelaksanaan dan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.

Dalam hal ini menurut responden telah dipenuhi dalam pelaksanaan penerimaan CPNS tahun 2004 yang lalu.

2. Pengumuman Lowongan

(Penerimaan) CPNS

Tahap kedua dari proses peng-adaan CPNS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-un-dangan adalah tahap pengumuman penerimaan CPNS. Tidak berbeda jauh dari pertanyaan sebelumnya mayoritas masyarakat dari ketiga kelompok responden tersebut me-nyatakan bahwa pengumuman CPNS telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya: pencantuman secara jelas jumlah & jabatan yang lowong, pencantuman secara jelas kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan, pencantuman secara jelas syarat-syarat yang harus dipenuhi, pencantuman se-cara jelas alamat dan tempat lamaran ditujukan, pencantuman secara jelas batas waktu pengajuan lamaran, dan pencantuman secara jelas tempat pelaksanaan seleksi.

Jadi, berdasarkan hasil ini se-benarnya tidak ada alasan bagi masyarakat khususnya para res-ponden lain untuk menyatakan tidak tahu atau bingung berkaitan dengan tempat seleksi dilakukan. Kalaupun misalnya ada masyarakat yang bingung, maka dapat diartikan kesalahan sebenarnya bukan ter-letak pada panitia penerimaan CPNS atau pihak pengelola ke-

Page 5: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

85

pegawaian, melainkan lebih pada masyarakat itu sendiri yang barang-kali karena baru mengetahui atau tidak sempat membaca secara tuntas pengumuman penerimaan CPNS.

3. Pengajuan Lamaran

Tahap lain dari proses pe-nerimaan CPNS di lingkungan ins-tansi pemerintah yang ditanyakan kepada responden dalam penelitian ini adalah tahap pengajuan lamaran. Tahap ini sebenarnya sangat ter-kait erat dengan tahap pengumum-an penerimaan di atas, sehingga substansi pertanyaan yang diajukan kepada respoden hanya untuk meli-hat bagaimana efektivitas pengaju-an lamaran ketika mereka telah mengetahui adanya pengumuman penerimaan CPNS.

Pada umumnya mereka me-nyatakan tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam pengajuan la-maran menjadi CPNS karena sudah dicantumkan secara jelas semua ketentuan yang harus ditaati. Ka-laupun misalnya ada yang menga-lami kesulitan bisa jadi karena se-bab lain. Mereka juga menyatakan bahwa pengajuan lamaran peneri-maan berlangsung lancar karena te-lah dicantumkan secara jelas per-syaratan yang harus dipenuhi Ham-pir tidak ada perbedaan jawaban dengan jawaban terhadap perta-nyaan di atas bahwa sebagin besar dari ketiga kelompok responden mengaku pengajuan lamaran seba-

gai CPNS tidak mengalami kendala berarti, karena semua persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka telah dicantumkan secara jelas da-lam pengumuman.

4. Pelaksanaan Seleksi

Tahap berikutnya dari proses pelaksanaan penerimaan CPNS yang diajukan kepada responden adalah berkaitan dengan tahap pelaksana-an seleksi (penyaringan). Ada empat hal yang diajukan kepada responden terkait dengan pelak-sanaan seleksi, yaitu: pelaksanaan seleksi secara terbuka, tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan seleksi, pelaksanaan seleksi meng-gunakan standar tes yang sama, dan penerimaan CPNS tidak di-pungut biaya. Hasil secara rinci terhadap substansi pertanyaan ini adalah sebagai berikut.

a. Pelaksanaan seleksi secara ter-buka

Hasil secara garis besar adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk kelompok res-ponden pejabat pengelola ke-pegawaian, hampir semua res-ponden (93,5 persen) menyata-kan bahwa penerimaan CPNS tahun 2004 telah dilaksanakan melalui seleksi secara terbuka, dan hanya 6,5 persen yang menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju dan mempertanyakan apakah pelaksanaan penerimaan CPNS tersebut telah dilakukan

Page 6: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

86

secara terbuka. Kendatipun per-sentase jawaban dari kelompok responden ini sangat rendah di-bandingkan mereka yang setuju, hal ini menunjukkan bahwa di lingkungan para pengelola ke-pegawaian sendiri ada yang tidak yakin penerimaan CPNS telah dilaksanakan melalui se-leksi secara terbuka.

Kedua, ternyata proporsi mereka yang menjawab ragu-ragu dan tidak setuju pelaksanaan pe-nerimaan CPNS telah dilaksana-kan secara terbuka mengalami kenaikan jumlahnya untuk ke-lompok responden yang diterima menjadi CPNS (17,2 persen) dan yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi CPNS (26,2 persen) dibandingkan dengan kelompok responden dari pe-jabat pengelola kepegawaian. Data ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pandangan di antara ketiga kelompok res-ponden dalam memahami keter-bukaan dalam pelaksanaan sele-ksi CPNS. Perbedaan ini bisa jadi antara lain karena latar bela-kang dan posisi mereka yang berbeda-beda sehingga dalam mengapresiasi pelaksanaan pe-nerimaan CPNS juga berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam konteks hasil penelitian ini masalah keterbukaan dalam pe-nerimaan CPNS sangat besifat relatif-subjektif bergantung pa-da siapa dan dari sudut mana menilainya.

b. Tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan seleksi

Untuk kelompok responden pe-jabat pengelola kepegawaian, hampir seluruh responden (97,3 persen) memberikan jawaban setuju, dan hanya bagian kecil dari mereka yang ragu-ragu dan tidak setuju. Hal yang sama juga berlaku pada kelompok res-ponden CPNS (92,1 persen) dan kelompok responden non CPNS (86,8 persen) yang sebagian besar menyatakan setuju bahwa tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS. Sedangkan selebihnya menyatakan ragu-ragu bahkan tidak setuju bahwa pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS tahun 2004 berlangsung tanpa diskri-minasi.

Hal yang menarik di sini adalah proporsi yang tidak setuju ataupun yang ragu-ragu dari kelompok mereka yang tidak diterima atau yang belum di-angkat menjadi CPNS lebih banyak (13,2 persen) dibanding-kan jawaban dari kelompok responden pejabat pengelola kepegawaian (1,7 persen) dan kelompok responden yang di-terima/diangkat menjadi CPNS ( 8,0 persen). Adanya variasi hasil dari mereka yang tidak setuju atau ragu-ragu terhadap pelak-sanaan seleksi penerimaan CPNS membuktikan bahwa tidak semua orang khususnya yang termasuk dalam kelompok res-

Page 7: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

87

ponden ini memiliki pengala-man, pengetahuan dan pema-haman yang sama sehingga persepsi mereka terhadap pe-laksanaan seleksi penerimaan CPNS juga berbeda-beda. Dengan kata lain dapat di-tafsirkan bahwa walaupun pro-porsinya relatif rendah di-bandingkan dengan mereka yang menjawab setuju, namun tidak dipungkiri ada ”sisi-sisi ter-tentu” yang menunjukkan pe-laksanaan seleksi penerimaan CPNS tidak semurni yang di-bayangkan aleas masih bersifat diskriminatif.

c. Pelaksanaan seleksi mengguna-kan standar tes yang sama

Untuk kelompok responden pe-jabat pengelola kepegawaian, sebanyak 88,4 persen mem-berikan persetujuannya bahwa penerimaan CPNS dilaksanakan melalui tes yang terstandar sama untuk semua peserta tes, sedangkan sisanya sebanyak 11,6 persen menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju. Hal ini berarti dari 232 orang dalam kelompok responden ini, ada 27 orang yang menyatakan ragu-ragu dan ketidaksetujuannya penerimaan CPNS dilaksanakan melalui tes yang terstandar sama untuk semua peserta tes. Untuk kelompok responden yang diterima atau diangkat menajdi CPNS, sebanyak 76,6 persen memberikan jawaban setuju dan sangat setuju, dan sisanya

sebanyak 23,4 persen me-nyatakan ragu-ragu bahkan tidak setuju penerimaan CPNS dilaksanakan melalui tes yang terstandar sama untuk semua perserta tes. Begitu pula dengan kelompok responden yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi CPNS sebagian besar (77,0 persen) menyatakan setuju dan 23,0 persen me-nyatakan ragu-ragu dan tidak setuju.

Hasil ini menunjukkan bahwa kendatipun sebagian besar dari masing-masing kelompok res-ponden memperlihatkan kecen-derungan jawaban setuju ter-hadap pertanyaan di atas, namun tidak boleh diabaikan ternyata ada dari mereka yang memberikan penilaian berbeda terhadap pelaksanaan pene-rimaan CPNS ini. Dengan kata lain, bahwa walaupun per-sentasinya relatif kecil di-bandingkan dengan mereka yang menjawab setuju, namun hasil ini memperlihatkan ada pe-ngalaman dan persepsi yang berbeda dalam memahami praktik penyelenggaraan pe-nerimaan CPNS selama ini. Praktik-praktik inilah yang mungkin sebagai pertimbangan bagi mereka untuk memberikan jawaban ragu-ragu dan tidak setuju.

Page 8: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

88

d. Penerimaan CPNS tidak dipungut biaya.

Pernyataan terakhir yang di-ajukan kepada responden ter-kait dengan pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS adalah ”dalam penerimaan CPNS tidak dipungut biaya”. Hasil secara umum menunjukkan bahwa ketiga ke-lompok responden mengakui dalam penerimaan CPNS yang mereka laksanakan atau mereka ikuti tidak dipungut biaya apa-pun. Namun hal yang menarik untuk disampaikan di sini adalah kendatipun ketiga kelompok responden, yaitu pejabat penge-lola kepegawaian (96,2 persen), CPNS (97,3 persen), dan non CPNS (92,4 persen) menyatakan persetujuannya tidak ada biaya dalam penerimaan CPNS, namun dengan proporsi yang relatif kecil masing-masing kelompok responden masih ragu-ragu bah-kan tidak setuju untuk menga-takan tidak mengeluarkan uang dalam penerimaan CPNS. Masa-lahnya adalah uang itu dikeluar-kan untuk tujuan apa. Persoalan ini yang tidak terjawab dalam penelitian ini.

5. Pengumuman Kelulusan

Tahap selanjutnya dari proses pengadaan/rekrutmen CPNS yang diajukan kepada responden adalah tahap pengumuman kelulusan pe-serta tes. Ada tiga hal pokok yang ditanyakan kepada responden,

yaitu kelulusan peserta tes di-umumkan secara tepat waku, penentuan kelulusan didasarkan pada standar dan kriteria yang jelas dan penentuan kelulusan peserta tes dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

a. Kelulusan peserta tes diumum-kan secara tepat waktu.

Pernyataan pertama yang di-ajukan kepada responden ter-kait dengan substansi ini adalah kelulusan peserta tes diumum-kan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal pengumuman yang telah ditetapkan. Hasil pengolahan data menunjukkan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, untuk kelompok res-ponden pejabat pengelola ke-pegawaian, sebagian besar res-ponden (84,5 persen) menyata-kan setuju, dan sisanya se-banyak 15,6 persen menyatakan ragu dan tidak setuju kelulusan peserta tes diumumkan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal pengumuman yang telah ditetapkan. Kendatipun persen-tase jawaban dari kelompok responden yang ragu dan tidak setuju sangat kecil dibandingkan dengan mereka yang setuju, namun hasil ini memperlihatkan ada sebagian responden dari pejabat pengelola kepegawaian sendiri yang berkeyakinan bah-wa kelulusan peserta tes tidak diumumkan secara tepat waktu

Page 9: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

89

sesuai dengan jadwal peng-umuman yang telah ditetapkan.

Kedua, hasil yang sama di-peroleh dari jawaban kelompok responden yang diterima men-jadi CPNS dan mereka yang tidak diterima/belum diangkat menjadi CPNS, yang menunjuk-kan sebagian besar (79,8 persen dan 71,8 persen) dari mereka menyatakan setuju, sedangkan sisanya sekitar 20 persen me-nyatakan ragu dan tidak setuju. Hasil ini memperlihatkan ada kecenderungan semakin naik presentasenya mereka yang me-nyatakan ragu dan tidak setuju dari kelompok responden CPNS maupun mereka yang tidak di-terima menjadi CPNS sehingga dapat dikatakan jawaban terse-but membentuk ”suatu pola tertentu” yang berbeda dengan kelompok responden pejabat pengelola kepegawaian. Perbe-daan ini kemungkinan besar disebabkan antara lain karena pengalaman dan pengetahuan serta latar belakang dan posisi yang ber-beda-beda sehingga dalam memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan kelulusan peserta tes penerimaan CPNS juga berbeda-beda.

b. Penentuan kelulusan didasarkan pada standar dan kriteria yang jelas.

Hasil secara keseluruhan ter-hadap pertanyaan ini dapat di-

lihat pada penjelasan di bawah ini.

Untuk kelompok responden pe-jabat pengelola kepegawaian, sekitar 80 persen memberikan jawaban setuju, dan selebihnya sekitar 20 persen menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju. Data ini memperlihatkan bahwa dalam pandangan sebagian besar pejabat pengelola kepe-gawaian, kelulusan peserta tes penerimaan CPNS telah di-laksanakan secara objektif ber-dasarkan pada standar dan kriteria yang jelas. Sedangkan untuk dua kelompok responden lainnya, yaitu kelompok CPNS dan mereka yang tidak di-terima/belum diangkat menjadi CPNS, masing-masing memper-lihatkan kecenderungan hasil yang relatif sama dengan variasi persentase yang tidak terpaut jauh. Untuk kelompok res-ponden CPNS sekitar 78 persen menyatakan setuju, selebihnya sekitar 12 persen menyatakan ragu dan tidak setuju. Semen-tara untuk kelompok pelamar yang tidak diterima atau tenaga honorer yang belum diangkat memperlihatkan sebanyak 66,1 persen menyatakan setuju dan sisanya sebanyak 33,9 persen menyatakan ragu dan tidak setuju jika kelulusan peserta tes dilaksanakan secara objektif berdasarkan pada standar dan kriteria yang jelas.

Page 10: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

90

Hal yang perlu digarisbawahi semakin tinggi proporsi jawaban yang ragu dan tidak setuju da-lam menanggapi penerimaan CPNS dibandingkan dengan me-reka yang berasal dari kelompok responden pejabat pengelola kepegawaian. Dengan kata lain, hasil ini dapat ditafsirkan bahwa walaupun proporsinya relatif kecil dibandingkan dengan me-reka yang menjawab setuju, na-mun tidak dapat disangkal kelu-lusan peserta tes penerimaan CPNS tahun 2004 tidak sepenuh-nya dilaksanakan secara objektif berdasarkan pada standar dan kriteria yang jelas. Artinya, bisa jadi praktik-praktik ”tidak ob-jektif” terselip dalam penye-lenggaraan penerimaan CPNS yang berlangsung tahun 2004.

c. Penentuan kelulusan peserta tes dilaksanakan sesuai dengan ke-tentuan yang berlaku.

Pertanyaan terakhir yang di-ajukan kepada responden untuk dimintai pendapatnya adalah berkaitan dengan kelulusan pe-serta tes dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara garis besar, hasil peng-olahan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Untuk kelompok responden pe-jabat pengelola kepegawaian, ada 84,0 persen memberikan jawaban setuju, dan selebihnya sekitar 16,0 persen menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju.

Perbandingan ini memper-lihatkan bahwa dalam pandang-an sebagian besar pejabat pe-ngelola kepegawaian kelulusan peserta tes telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil yang tidak ber-beda jauh dengan jawaban di atas juga diperoleh dari dua kelompok responden lainnya. Ada sekitar 81,4 persen dari kelompok responden CPNS me-nyatakan setuju, dan sisanya sebanyak 18,6 persen me-nyatakan ragu-ragu dan tidak setuju. Sementara untuk ke-lompok pelamar yang tidak diterima/belum diangkat men-jadi CPNS, ada 71,5 persen menyatakan setuju dan selebih-nya sebanyak 28,5 persen menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju.

Hal yang perlu dicatat dari jawaban responden di atas bahwa ada kecenderungan umum yang menunjukkan ke-tidakyakinan responden semakin meningkat pada kelompok res-ponden yang diterima menjadi CPNS, apalagi bagi kelompok responden yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi CPNS. Dengan kata lain, di samping ada kelompok ”masya-rakat” yang menganggap bahwa pelaksanaan penerimaan CPNS telah sesuai dengan aturan, namun di sisi lain ada ”seke-lompok masyarakat” yang meng-anggapnya belum sesuai dengan

Page 11: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

91

aturan. Sebab keraguan apalagi ketidaksetujuan mereka dalam menanggapi pernyataan yang diajukan menunjukkan bahwa proses pelaksanaan penerimaan CPNS yang selama ini dijalankan tidak sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ber-laku.

C. PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN

REKRUTMEN CPNS

Ada lima prinsip utama yang berlaku dalam pelaksanaan peng-adaan atau rekrutmen CPNS, yaitu: netral (non diskriminasi), objektif, akuntabel, terbuka dan tanpa di-pungut biaya.

1. Netral (non-diskriminasi)

Prinsip pertama dalam pe-laksanaan penerimaan CPNS adalah prinsip netral atau non diskrimi-nasi. Artinya, setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat dapat melamar untuk mengikuti seleksi (tes) penerimaan CPNS tanpa membedakan jenis kelamin, agama, ras, golongan atau daerah. Ada penilaian bahwa prinsip ter-sebut tidak sepenuhnya diterapkan dalam pelaksanaan penerimaan CPNS.

Hasil survei menunjukkan bah-wa praktik diskriminasi dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS masih berlangsung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah ter-jadi penyimpangan terhadap prinsip

netralitas (non-diskriminasi) dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS. Salah satu indikasi yang menunjukkan telah terjadi penyimpangan ter-hadap prinsip di atas antara lain adalah adanya beberapa daerah yang masih mencantumkan KTP asal pelamar, padahal berdasarkan atur-an hal itu bukan merupakan per-syaratan. Hal inilah yang diartikan sebagai bentuk diskriminasi ter-selubung yang intinya adalah mem-prioritaskan putera asli daerah.

Banyak kasus penerimaan CPNS mengutamakan putera daerah dan ada diskriminasi terhadap pe-lamar yang bukan asli penduduk da-ri daerah yang bersangkutan. Na-mun sebaliknya, mereka yang me-nganggap pelaksanaan rekrutmen CPNS tidak diskriminatif dibuktikan dengan diterimanya pelamar yang berasal dari etnis Tionghoa menjadi CPNS.

Terlepas dari faktor subjektif masing-masing pihak dalam me-nanggapi persoalan di atas, namun secara umum hasil di atas semakin memperkuat bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS selama ini belum sebagaimana yang diharapkan. Ha-sil temuan ini membawa pesan agar pelaksanaan rekrutmen CPNS untuk tahun-tahun yang akan datang dilaksanakan lebih fair dan tidak diskriminatif dalam pelaksanaan-nya. Untuk menuju ke arah terse-but tentunya dibutuhkan berbagai langkah konkrit dan baik. Salah satu di antaranya dapat dilakukan melalui mekanisme pengendalian

Page 12: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

92

pelaksanaan rekrutmen CPNS. Un-tuk itu, perlu ada semacam upaya dari institusi yang berwenang untuk membuatkan semacam “audit ke-pegawaian dari sisi rekrutmennya”. Audit kepegawaian inilah meru-pakan salah satunya instrumen yang dapat digunakan untuk meng-eva-luasi pelaksanaan rekrutmen CPNS.

2. Objektivitas

Prinsip kedua dalam pelak-sanaan penerimaan CPNS adalah prinsip objektivitas. Artinya, per-syaratan pengangkatan CPNS dila-kukan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam pera-turan perundang-undangan. Banyak kalangan yang menilai penerimaan CPNS yang berlangsung selama ini tidak sepenuhnya dilaksanakan se-cara objektif.

Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar mereka baik yang diterima maupun mereka yang tidak diterima menjadi CPNS masih mempertanyakan komitmen peme-rintah untuk melakukan rekrutmen CPNS dilakukan secara objektif. Jika pendapat dari dua kelompok ini dijadikan asumsi dasar untuk memotret pelaksanaan rekrutmen CPNS, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS selama ini sebenarnya masih jauh dari objektif. Dengan kata lain, bahwa telah terjadi pe-nyimpangan terhadap prinsip objek-tivitas dalam pelaksanaan rekrut-men CPNS tahun 2004.

Beberapa indikasi yang me-nunjukkan telah terjadi penyim-pangan terhadap prinsip di atas menurut responden antara lain adalah banyak ditemui kejanggalan dari formasi yang diumumkan dengan realitas yang diterima, hasil test tidak ditunjukkan dalam peng-umuman dan formasi diumumkan tetapi setelah pengumuman ada beberapa formasi pendidikan yang sebelumnya tidak ada dinyatakan lulus seleksi CPNS. Mereka meng-anggap bahwa penerimaan CPNS masih dilaksanakan dengan mem-berikan “keuntungan” tertentu pada kalangan “tertentu”, serta adanya masih adanya berbagai intervensi maupun kebijakan-kebi-jakan yang dilakukan sehingga tidak lagi mengacu pada syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam per-aturan perundang-undangan.

Jika data di atas, khususnya pendapat dari kelompok responden CPNS dan non-CPNS dijadikan dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan rekrutmen CPNS, maka dapat di-katakan bahwa secara umum pelak-sanaan rekrutmen CPNS nasional yang berlangsung pada tahun 2004 belum dapat dikatakan objektif. Dengan kata lain, bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap prinsip objektivitas dalam pelak-sanaan rekrutmen CPNS nasional pada tahun 2004 yang lalu. Ter-lepas dari semua berapa besarnya persentase antara mereka yang setuju dan tidak setuju, pesan yang dapat ditangkap dari temuan ini

Page 13: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

93

adalah perlunya memberikan pe-mahaman dan penyadaran bagi semua pihak yang terlibat agar objektivitas dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS dapat ditegakkan. Untuk itu, perlu ada upaya atau langkah-langkah konkrit yang ber-tujuan untuk memagari agar pe-laksanaan penerimaan CPNS untuk tahun-tahun yang datang dilaksana-kan secara lebih objektif, agar kualitas mereka yang diterima benar-benar sesuai dengan harapan semua pihak.

3. Akuntabel

Prinsip ketiga dalam pelak-sanaan penerimaan CPNS adalah akuntabel. Artinya, bahwa hasil pe-nerimaan CPNS harus dapat diper-tanggungjawabkan kepada masya-rakat. Banyak kalangan berpen-dapat bahwa penerimaan CPNS yang berlangsung selama ini tidak sulit bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat karena masih maraknya dugaan praktik KKN.

Secara umum, hasil temuan di atas dapat diklasifikasikan menjadi dua. Bagi kelompok pejabat pe-ngelola kepegawaian dan CPNS berpendapat bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS tahun 2004 telah berlangsung secara akuntabel, da-lam arti dapat dipertanggungjawab-kan kepada masyarakat. Salah satu indikasinya menurut mereka adalah penerimaan CPNS telah diumumkan secara luas melalui media massa, seperti koran dan radio. Sementara bagi mereka yang tidak diterima

sebagai CPNS beranggapan bahwa rekrutmen CPNS yang dilaksanakan pada tahun 2004 belum bisa dika-takan telah memenuhi prinsip akun-tabel. Beberapa alasan yang dike-mukakan oleh responden adalah tidak adanya kesesuaian dan hasil-nya berbeda-beda serta tidak transparan, karena pengumuman kelulusan hanya mencatumkan na-ma dan nomor tes. Menurut mere-ka, pengumuman seharusnya men-cantumkan nilai akhir tes dan pe-ringkat semua peserta, sehingga benar-benar dapat diper-tanggung-jawabkan kepada masyarakat khu-susnya kepada para peserta yang tidak lulus seleksi.

Jika jawaban dari kelompok responden pejabat pengelola ke-pegawaian dan CPNS dijadikan acuan untuk menyimpulkan hasil temuan ini, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS tahun 2004 memiliki akun-tabilitas yang tinggi di mata masyarakat. Sebaliknya, jika asumsi yang dipakai menggunakan jawaban dari kelompok mereka yang tidak diterima menjadi CPNS, maka sangat berat untuk mengatakan prinsip akuntabel telah dilaksana-kan dengan baik. Namun, terlepas dari variasi jawaban yang terdapat dalam kelompok responden ini, pesan yang dapat ditangkap bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS hen-daknya dilakukan dengan me-megang prinsip akuntabilitas, sehingga proses dan hasilnya benar-benar dapat dipertanggungjawab-

Page 14: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

94

kan kepada masyarakat. Untuk itu, perlu ada upaya atau langkah-langkah konkrit agar pelaksanaan rekrutmen CPNS di masa yang akan datang memiliki nilai akuntabilitas yang tinggi di mata masyarakat.

4. Terbuka

Prinsip keempat dalam pelak-sanaan penerimaan CPNS adalah terbuka. Artinya, penerimaan CPNS dilaksanakan secara transparan dan diumumkan secara luas melalui media massa yang tersedia sehingga diketahui secara mudah atau mudah diakses oleh masyarakat. Ada penilaian bahwa formasi atau lowongan maupun kelulusan pe-serta tes penerimaan CPNS sering-kali tidak diumumkan secara ter-buka khususnya melalui media massa yang ada.

Survei yang dilakukan menun-jukkan dua arus pandangan yang re-latif berbeda dalam melihat prinsip keterbukaan dalam pelaksanaan CPNS. Di satu pihak, yaitu kelom-pok pejabat pengelola kepegawaian dan mereka yang diterima menjadi CPNS menganggap bahwa rekrut-men CPNS tahun 2004 telah dilaku-kan secara terbuka dan semua pro-ses serta hasilnya juga telah dipub-likasikan kepada masyarakat. Se-dangkan di pihak lainnya, yaitu mereka yang tidak diterima menja-di CPNS menganggap rekrutmen CPNS yang mereka ikuti belum me-nunjukkan keterbukaan sebagaima-na yang mereka harapkan. Bebe-rapa indikasi yang menunjukkan

ketidak-terbukaan ini menurut me-reka misalnya adanya formasi/lo-wongan masih dianggap rahasia se-hingga tidak terbuka, dan pada beberapa kasus hasil yang diumum-kan ternyata berbeda dengan for-masi yang telah diumumkan.

Jika pendapat dari dua kelom-pok tersebut dijadikan dasar untuk memotret pelaksanaan rekrutmen CPNS, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan rekrutmen CPNS tahun 2004 telah berjalan secara terbuka. Namun jika yang dijadikan dasar adalah mereka yang tidak diterima menjadi CPNS, maka ke-simpulannya pelaksanaan rekrut-men CPNS belum sepenuhnya di-lakukan secara terbuka. Ini sama artinya, bahwa telah terjadi pe-nyimpangan terhadap prinsip keter-bukaan dalam pelaksanaan rekrut-men CPNS tahun 2004.

Terlepas besarnya proporsi yang berbeda-beda antara ketiga kelompok responden tersebut, maka satu hal yang perlu di-garisbawahi bahwa untuk tahun-tahun yang akan datang prinsip keterbukaan ini hendaknya selalu dikedepankan agar semua masya-rakat mempunyai kesempatan yang sama mengakses dan mengikuti proses rekrutmen CPNS.

5. Tidak dipungut biaya apapun

Prinsip terakhir dalam pelak-sanaan penerimaan CPNS adalah prinsip tidak dipungut biaya apa-pun. Artinya, para pelamar tidak

Page 15: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

95

dibebankan biaya apapun untuk melamar menjadi CPNS, mulai pengajuan lamaran sampai mereka diterima atau lulus tes seleksi dan diterima menjadi CPNS. Ada pe-nilaian dari kalangan bahwa prinsip ini tidak sepenuhnya diterapkan dalam pelaksanaan penerimaan CPNS karena masih banyak diwarnai adanya praktik KKN.

Pertama, bahwa mayoritas mereka dari kelompok pejabat pengelola kepegawaian meng-anggap tidak ada pungutan biaya apapun yang dibebankan kepada pelamar, sehingga tidak benar kalau mereka dimintai uang untuk penerimaan CPNS. Namun demi-kian, ternyata masih ada di antara para pejabat pengelola kepega-waian sendiri yang beranggapan peserta dipungut biaya.

Kedua, hasil di atas juga dia-kui oleh kelompok yang diterima menjadi CPNS bahwa tidak benar ada pungutan biaya kepada peserta tes CPNS, namun dengan proporsi yang jauh berbeda dengan kelom-pok responden pejabat pengelola kepe-gawaian. Ketiga, hasil berbe-da diperoleh dari jawaban kelom-pok responden yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi CPNS, yang sebagian besar justru meng-akui ada pungutan dalam penerima-an CPNS. Hal ini berarti mayoritas responden dari kelompok ini tidak yakin pelaksanaan penerimaan CPNS tahun 2004 berjalan objektif tanpa diwarnai praktik KKN.

Terlepas adanya perbedaan penafsiran dalam menilai pelak-sanaan rekrutmen CPNS tersebut, pelajaran yang dapat dipetik dari temuan di atas adalah bahwa di satu sisi ada kelompok masyarakat yang menganggap sebenarnya tidak ada pungutan dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS, namun di sisi lain ada kelompok masyarakat yang ”barangkali” mengalami atau mini-mal pernah mendekar atau men-cium bau ketidakberesan dalam penerimaan CPNS selama ini. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa praktik KKN dalam pene-rimaan CPNS masih belum bisa dihilangkan sama sekali. D. EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN REKRUTMEN PNS Secara teoritis, banyak faktor

yang bisa mempengaruhi efektivitas implementasi suatu kebijakan. Ka-rena berbagai pertimbangan dan kemudahan dalam analisis, dalam konteks penelitian ini ditetapkan tiga variabel yang diasumsikan dapat mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan rekrutmen PNS.

1. Variabel Kebijakan

Variabel kebijakan yang di-maksudkan dalam penelitian ini di-lihat dari dua hal, yaitu bagaimana kebijakan itu disusun (formulasi kebijakan) dan bagaimana substansi dari kebijakan tersebut. Formulasi kebijakan di sini menunjuk pada

Page 16: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

96

bagaimana rencana kebijakan peng-adaan CPNS dirumuskan, apakah sebelum kebijakan tersebut dibuat telah melakukan identifikasi ke-butuhan, apakah telah menghimpun berbagai masukan ke lapangan, dan apakah telah melakukan berbagai pendekatan ke daerah, sehingga kebijakan atau peraturan per-undang-undangan tentang peng-adaan CPNS yang akan dibuat tersebut betul-betul berasal dari bawah.

Para pengelola kepegawaian umumnya menyatakan bahwa pe-merintah telah melakukan iden-tifikasi kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Alasannya bahwa setiap kebijakan pengadaan CPNS didahu-lui dengan analisis kebutuhan orga-nisasi berdasarkan peta jabatan yang di daerah. Berdasarkan peta jabatan ini diketahui kebutuhan masing-masing unit kerja di ling-kungan pemerintah daerah. Namun ada sebagian responden yang me-ngatakan ketidakyakinannya apakah penentuan formasi yang selama ini dilakukan benar-benar berdasarkan analisis kebutuhan yang senyata-nya. Sebab yang mereka ketahui jumlah dan kualifikasi pegawai setiap pengadaan CPNS ditentukan dari atas. Daerah sebatas meng-usulkan tetapi pusatlah yang me-nentukan, bahkan kerap terjadi ”tawar menawar” dalam penentuan formasi pegawai. Kendatipun se-bagian besar responden mengakui bahwa pemerintah telah meng-

himpun masukan dari daerah ber-kaitan dengan rencana pengadaan CPNS, namun ada di antara mereka sendiri menyatakan bahwa peme-rintah pusat kadang tidak konsisten dengan kebijakan pengadaan CPNS yang menentukan formasi tidak menurut kebutuhan daerah. Arti-nya, apakah sebelum membuat kebijakan atau peraturan per-undang-undangan yang terkait dengan rencana pengadaan CPNS, Pemerintah (Pusat) telah melaku-kan upaya atau langkah-langkah pendekatan ke daerah terkait pelaksanaan penerimaan CPNS. Mereka mengatakan bingung apa-kah permintaan data dan beberapa pertemuan yang dilakukan antara BKD dan BKN/Menpan merupakan bentuk pendekatan pemerintah untuk menghimpun masukan se-banyak-banyaknya dari daerah.

Hal lain yang ditanyakan ke-pada responden adalah terkait dengan substansi kebijakan, yaitu menunjuk pada bagaimana konsis-tensi dan kejelasan dari isi per-aturan perundang-undangan yang menjadi landasan dan payung dalam pengadaan CPNS. Apakah konsisten antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya tentang hal yang sama atau ber-tentangan, dan apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur pengada-an CPNS didefinisikan dengan jelas sehingga tidak menimbulkan banyak penafsiran dalam pelak-sanaannya. Para responden meng-akui bahwa kerap ditemukan ketidakonsistenan

Page 17: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

97

dan ketidakjelasan dari berbagai peraturan pengadaan CPNS yang setiap tahunnya ada saja yang berubah. Mereka menyatakan bah-wa pemerintah hingga saat ini be-lum memiliki pola yang jelas bagai-mana merekrut pegawai dengan hasil yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Ketidakkonsistenan ter-sebut khususnya terdapat dalam aturan-aturan pengangkatan CPNS yang terkesan belum memiliki stan-dar yang jelas.

2. Organisasi Pelaksana

Ada dua hal yang digunakan untuk melihat variabel pelaksana ini dalam kaitannya dengan imple-mentasi kebijakan rekrutmen PNS, yaitu kompetensi pelaksana/panitia dan kemandirian pelaksana/panitia penerimaan CPNS. Tidak ada yang membantah bahwa kemampuan dan kemandirian para pelaksana/pani-tia penerimaan sangat mempe-ngaruhi kualitas pelaksanan re-krutmen PNS. Namun masalahnya dua hal ini yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, khususnya terkait dengan kemandirian para pelaksana di daerah yang disinyalir tidak mandiri. Salah satu buktinya adalah sekitar 78 persen kelompok res-ponden yang tidak diterima men-jadi PNS mengakui pelaksana/ panitia di daeah kurang mandiri dalam melaksanakan penerimaan CPNS.

3. Lingkungan Implementasi Kebijakan

Ada tiga hal yang digunakan untuk melihat sejauh mana variabel ini mempengaruhi pelaksanaan ke-bijakan rekrutmen CPNS, yaitu komitmen pimpinan, dukungan pim-pinan dan koordinasi antar pihak terkait. Jawaban terhadap variabel ini juga bervariasi yang umumnya menyatakan pimpinan di daerah memiliki komitmen yang tinggi dan memberikan dukungan agar pelak-sanaan penerimaan CPNS agar berlangsung baik. Namun komitmen dan dukungan ini kadang tidak menyentuh pada hal-hal yang prinsip seperti transparansi dan objektivitas pelulusan peserta tes. Diakui oleh mereka komitmen dan dukungan pimpinan, serta adanya koordinasi antar pihak terkait merupakan kunci sukesesnya pelak-sanaan rekrutmen PNS. Mereka khususnya yang tidak diterima men-jadi PNS mengharapkan agar ke depan pelaksanaan rekrutmen pe-gawai di instansi pemerintah di-laksanakan sesuai dengan aturan dan kaidah-kaidah manajemen sum-ber daya manusia yang baik. E. KENDALA DAN PILIHAN

KEBIJAKAN Secara garis besar, kendala/-

hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan rekrutmen PNS yang berlangsung selama ini menurut

Page 18: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

98

pandangan respoden adalah sebagai berikut:

Banyaknya campur-tangan atau intervensi pihak-pihak tertentu dalam pelaksanaan CPNS.

Syarat dengan nuansa politik dalam setiap produk kebijakan pengadaan CPNS

Ketidakjelasan aturan pene-rimaan CPNS yang dibuat oleh pemerintah pusat

Ketidakkonsistenan aturan ten-tang pengadaan CPNS yang dibuat pemerintah

Ketidaksiapan pelaksana/penge-lola/panitia di daerah dalam melaksanakan penerimaan CPNS.

Kekurangterbukaan pelaksana di daerah dalam menginformasi-kan/mensosialisasikan tentang penerimaan CPNS dan

Kurangnya dukungan pemerintah daerah terhadap model pene-rimaan CPNS seperti saat ini berlangsung.

Untuk meminimalisasi berba-gai hambatan di atas, para respon-den menyarakna beberapa pemi-kiran terkait dengan ”bagaimana sebaiknya pelaksanaan rekrutmen CPNS di masa mendatang”. Hasilnya dapat diklasifikasikan menjadi enam hal sebagai berikut:

a. Diserahkan ke pusat, dengan alasan untuk meminimalkan ter-jadinya gejolak di daerah kare-

na berbagai kepentingan yang ada.

b. Diserahkan ke daerah, karena daerah yang paling mengetahui kebutuhan-kebutuhan daerah apalagi didukung oleh penye-lenggaran otonomi daerah.

c. Pelaksanaannya tetap seperti sekarang namun dengan ber-bagai penyempurnaan.

d. Pelaksanaannya diserahkan ke lembaga independen, sedangkan lembaga pemerintah hanya me-nerima hasilnya.

e. Pelaksanaanya pemerintah, te-tapi pengawasannya diserahkan ke lembaga independen.

f. Kerjasama dengan lembaga in-dependen.

Dari keenam hal di atas, kelompok responden pejabat pe-ngelola kepegawaian dan CPNS lebih cenderung memilih alternatif ”c” yang diutamakan, baru kemu-dian alternatif ”a”, disusul alter-natif ”b”dan ”d’. Sementara ke-lompok responden dari mereka yang tidak diterima atau belum diangkat menjadi CPNS, cenderung memilih alternatif ”c”, baru kemu-dian alternatif ”b”, disusul ”a” dan ”d”. Alternatif mana yang paling kecil resikonya, jelas di sini me-merlukan suatu penelaahan lebih lanjut secara lebih spesifik dan mendalam dengan melibatkan se-mua stakeholders kepegawaian PNS.

Page 19: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

99

Berkaitan dengan bagaimana kira-kira strategi untuk mening-katkan kualitas pelaksanaan CPNS di masa yang akan datang, pokok-pokok pikiran responden yang berhasil diinventarisir dan selanjut-nya dikaitkan dengan pengamatan atau penilaian terhadap hasil temu-an dalam penelitian ini, dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

Pertama, bahwa untuk me-ningkatkan kualitas pelaksanaan penerimaan CPNS, maka yang harus dilakukan pertama kali adalah membuat kebijakan dan regulasi (peraturan perundang-undangan) yang semangat dan substansinya diorientasikan untuk mendukung terciptanya PNS yang profesional dan kompeten. Semangat dan substansi ini harus tercermin sejak awal pada semua peraturan per-undang-undangan tentang rekrut-men CPNS, mulai peraturan me-ngenai perencanaan atau penen-tuan formasi pegawai, proses pelaksanaan rekrutmen dan pada tahap evaluasi (pengendalian) re-krutmennya. Artinya, bahwa kua-litas pelaksanaan rekrutmen CPNS pertama-tama harus tercermin pada kebijakan dan regulasi formal yang digunakan sebagai payung dan pedoman dalam melaksanakan re-krutmen CPNS.

Salah satu konsekuensi dari pernyataan di atas adalah peme-rintah hendaknya membuat ke-bijakan dan regulasi yang benar-benar dapat dipertanggungjawab-kan dalam upaya menciptakan

aparat yang profesional dan kom-peten, sehingga tujuan dari pelaksanaan rekrutmen untuk men-dapatkan calon-calon yang ber-kualitas benar-benar dapat di-wujudkan. Jika, aturan formal atau kebijakan sebagai payung untuk melaksanakan rekrutmen CPNS tidak dibuat sedemikian rupa dengan semangat dan paradigma berdasarkan kebutuhan di lapangan, jangan terlalu banyak berharap kualitas rekrutmen dan kualitas CPNS dapat tercapai. Di sini peran pemerintah (Pusat) sangat menen-tukan dalam membuat dan me-netapkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas.

Kedua, peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat ter-sebut selanjutnya disosialisasikan kepada seluruh stakeholders, khu-susnya kepada aparat pelaksana di daerah atau instansi terkait agar mereka betul-betul memiliki pe-mahaman yang benar dan satu persepsi dalam mener-jemahkan peraturan yang dibuat tersebut. Belajar dari pengalaman, aspek sosialisasi ini yang kurang optimal dilakukan oleh pemerintah ter-hadap berbagai peraturan kepe-gawaian khususnya peraturan me-ngenai rekrutmen CPNS, apalagi kerap terkesan rekrutmen CPNS hanya dipandang sebagai kegiatan rutin tahunan yang harus dilak-sanakan oleh setiap instansi pe-merintah. Hal ini dilakukan untuk menghindari beragam penafsiran terhadap suatu produk peraturan

Page 20: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

100

perundangan yang sebetulnya me-nurut pembuat undang-undang ter-sebut hanya dimaksudkan untuk satu pengertian. Dalam hal ini, peran pemerintah pusat, peme-rintah daerah dan instansi lain, khususnya yang terkait dengan pengelolaan kepegawaian sangat menentukan dalam melakukan koordinasi dan kerjasama untuk melakukan sosialisasi tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, kendatipun berasumsi kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah sudah benar, maka tidak ada jaminan pelaksanaan rekrutmen CPNS akan berlangsung lancar sebagaimana diharapkan semua pihak.

Ketiga, pemerintah hendaknya juga melakukan evaluasi terhadap berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan rekrutmen CPNS, baik menyangkut kebijakan dan regu-lasinya, pelaksanaannya, maupun hasil dari proses pelaksanaan re-krutmennya. Dengan kata lain, pemerintah (pusat) diharapkan membuat semacam langkah konkrit dalam bentuk penyusunan ”pedo-man atau standar audit kepe-gawaian di bidang rekrutmen CPNS” yang bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi sejauh mana pelak-sanaan rekrutmen CPNS telah dilakukan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku, termasuk untuk melihat berbagai penyimpangan yang terjadi, serta sebab-sebab penyimpangan ter-sebut terjadi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki

atau menyempurnakan implemen-tasi rekrutmen CPNS untuk masa-masa selanjutnya.

Keempat, di samping hal-hal di atas, pemerintah hendaknya mulai memikirkan untuk mendesain suatu strategi rekrutmen CPNS yang berkualitas, dalam arti secara konseptual-akademis (keilmuwan) dapat dipertanggung-jawabkan dan dari sisi praktisnya dapat diimple-mentasikan. Dengan kata lain, pemerintah hendaknya mendesain suatu pola dan strategi rekrutmen CPNS yang dari sisi kebijakan dapat dipertanggungjawabkan, secara legal memiliki kekuatan hukum, secara politis mendapat dukungan, secara ekonomis layak dilaksanakan (cost-nya seimbang), dan secara teknis dapat dilaksanakan.

Berkaitan dengan hal yang keempat ini, beberapa masukan responden perlu dipertimbangkan dalam upaya mendesain strategi pelaksanaan rekrutmen CPNS, yang dirangkum seperti penjelasan di bawah ini:

a. Bahwa secara nasional perlu dicoba untuk melakukan upaya ”jemput bola” ke perguruan tinggi negeri khususnya untuk mendapatkan SDM yang ber-kualitas. Sebagai konsekuensi dari nomor satu di atas, daerah hendaknya juga diberi ke-sempatan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi (negeri) dalam upaya merekrut lulusan-lulusan terbaik (fresh

Page 21: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

101

graduate) guna mengisi formasi yang kosong di daerah.

b. Pemerintah pusat hendaknya mengakomodir usulan formasi dari daerah, jangan terlalu rigid, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan daerah berdasarkan analisis kebutuhan. Perlu ada koordinasi yang lebih intens antara Menpan, BKN, dan ins-tansi teknis terkait di tingkat pusat dalam melakukan pe-laksanaan rekrutmen CPNS. Sedangkan pemerintahan kabu-paten/kota tetap melakukan koordinasi dengan provinsi, tidak ada jalur langsung ke pusat.

c. Tes yang diberikan jangan hanya pengetahuan umum dan tes scholastik, tetapi juga materi yang berkaitan dengan keahlian khusus, tes kepribadian, dan wawancara calon pelamar sesuai dengan disiplin ilmu atau posisi yang dilamar. Rekrutmen CPNS hendaknya diimbangi dengan jumlah pegawai dan formasi yang dibutuhkan, dan hendak-nya disinergikan dengan rencana jangka panjang pemerintah.

d. Pada pelaksanaan tes hendaknya melibatkan pemerintah pusat dan lembaga independen, serta dalam hal pengumuman diberi-kan waktu yang cukup untuk memperoleh tanggapan atas hasil penerimaan CPNS. Dengan kata lain, tim panitia pene-rimaan CPNS di masa mendatang

harus dilakukan oleh tim in-dependen yang bebas KKN, sedangkan pemerintah hanya membuat aturan dan selanjut-nya memonitor pelaksanaannya sampai selesai. Selain itu, pemerintah hendaknya melaku-kan investigasi yang mendalam terhadap laporan kecurangan dalam penerimaan CPNS dan memberi sanksi yang tegas bagi pelaku yang terbukti melanggar.

e. Perencanaan harus dibuat de-ngan baik dan dipersiapkan se-cara matang berdasarkan peren-canaan sumber daya manusia. Penetapan formasi pegawai (perencanaan pegawai) dibuat dengan melalui mekanisme di bawah ini:

1) Pusat membuat aturan dan konsisten menerapkan aturan yang berkaitan dengan norma, standar dan prosedur formasi pegawai (perencana-an pegawai mikro).

2) Daerah/instansi yang me-nyusun formasi berdasarkan kebutuhan masing-masing daerah/instansi.

3) Daerah/instansi berkonsul-tasi dengan lembaga yang berwenang (Menpan/BKN) berkaitan dengan formasi pegawai yang telah disusun.

4) Lembaga yang berwenang melakukan penilaian untuk menyetujui atau tidak me-nyetujui formasi yang telah

Page 22: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

102

dibuat daerah/instansi ber-dasarkan kebutuhan pegawai dan kelayakan anggaran.

5) Formasi yang telah disetujui kemudian diajukan untuk mengangkat/merekrut pegawai baru.

f. Pengumuman lowongan/formasi pegawai, harus dilakukan secara terbuka dan transparan sehingga semua warga negara yang me-menuhi syarat mempunyai ke-sempatan yang sama untuk melamar menjadi CPNS. Peng-ajuan lamaran, dibuat sedemi-kian rupa agar memudahkan pelamar mengajukan lamaran-nya.

g. Pelaksanaan seleksi/tes, dibuat sedemikian rupa yang meliputi: cakupan materi tes, bentuk tes, dan pengolahan hasil tes. Pengumuman kelulusan, hen-daknya dilakukan secara trans-paran dan terbuka, dengan menyertakan nilai dan ranking-nya.

h. Adanya kejelasan aturan pene-rimaan PNS yang dibuat peme-rintah pusat, adanya keter-bukaan pelaksana/panitia dalam mensosialisasikan tentang pene-rimaan PNS, dan pelaksana/ panitia harus siap dalam melak-sanakan penerimaan PNS.

Jika disimpulkan berdasarkan uraian tersebut di atas dan di-kombinasikan dari pandangan ber-bagai ahli, maka beberapa pokok

pikiran dalam upaya perubahan sistem rekrutmen PNS yang di-tawarkan dalam penelitian ini meliputi tiga kegiatan utama, yaitu:

Pertama, adalah penyem-purnaan pada tataran kebijakan. Artinya, bahwa pemerintah hendak-nya segera menyusun ”kebijakan dan regulasi” yang di dalamnya antara lain memuat norma, standar dan prosedur rekrutmen CPNS, yang meliputi: paradigma, prinsip dan substansinya diarahkan untuk men-ciptakan PNS yang profesional dan kompeten. Salah satu kebijakan dan regulasi yang perlu diper-hatikan adalah perlunya dilakukan terlebih dahulu analisis jabatan (job analysis) setiap jabatan dan pekerjaan di semua sektor dan semua level pemerintahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persyaratan jabatan (job requirement) yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh calon-calon PNS. Persyaratan jabatan dan pekerjaan ini selanjutnya diturun-kan dalam materi eksaminasi (materi seleksi/tes) yang men-cerminkan kompetensi yang dimiliki pelamar.

Kebijakan dan regulasi yang dibuat tersebut selanjutnya di-sosialisasikan kepada semua stake-holder, khususnya kepada seluruh daerah dan instansi. Substansi yang disosialisasikan paling tidak me-liputi hal-hal seperti sebagaimana dijelaskan di atas, meliputi: pra-

Page 23: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

103

digma, prinsip, proses dan efek-tivitas pelaksanaan rekrutmen PNS

Untuk mendukung langkah di atas, maka arah perubahan lain yang perlu diperhatikan dalam rekrutmen CPNS adalah perlunya melakukan perhitungan secara pasti kondisi eksisting (existing condi-tions) PNS yang ada saat ini. Kondisi objektif PNS yang ada tidak hanya mencerminkan jumlah pega-wai terhadap jumlah penduduk (rasio beban kerja), tetapi juga kualifikasi yang dimiliki oleh pegawai. Kebutuhan pemetaan ini memiliki relevansi terhadap jumlah dan kompetensi calon-calon PNS yang akan direkrut, sehingga pe-rekrutan PNS bukan hanya sekedar proyek tahunan karena adanya anggaran dan formasi bagi PNS di setiap sektor dan level peme-rintahan. Rekrutmen PNS harus benar-benar berdasarkan penilaian kebutuhan (need assessment) yang telah dilakukan secara cermat.

Kedua adalah penyempurnaan pada tataran implementasinya. Salah satu wacana yang ber-kembang saat ini adalah bahwa proses rekrutmen PNS hendaknya diserahkan pada lembaga pro-fesional yang independen bukan oleh pemerintah (baik pusat mau-pun daerah). Dalam hal ini posisi pemerintah hanya sebagai regulator dan pengawasan, sedangkan pelak-sanaan rekrutmen dilakukan oleh sebuah komisi katakanlah sebuah Komisi Kepegawaian Negara (KKN) yang anggotanya terdiri atas para

profesional, seperti: kalangan per-guruan tinggi dan profesional swasta lainnya. Komisi Kepegawai-an Negara inilah yang nantinya memiliki wewenang untuk mem-persiapkan desain materi eksa-minasi, pelaksanaan rekrutmen, sampai dengan penetapan calon PNS yang terpilih. Untuk menjaga independensi Komisi Kepegawaian Negara, para anggotanya direkrut secara profesional misalnya melalui fit and proper test seperti halnya komisi-komisi lain yang ada saat ini.

Ketiga adalah melakukan pe-ngawasan dan pengendalian/eva-luasi minimal terhadap dua hal, yaitu: pengawasan dan pengen-dalian/evaluasi terhadap proses pelaksanaan rekrutmen/pengadaan PNS dan pengawasan dan pengen-dalian/evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan rekrutmen/pengadaan PNS yang diselenggarakan oleh lembaga atau daerah maupun instansi penyelenggara.

Ketiga langkah yang ditawar-kan di atas pada dasarnya me-rupakan suatu tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun suatu sistem pelaksanaan rekrutmen/ pengadaan PNS yang lebih ber-kualitas. Asumsinya adalah kualitas pelaksanaan rekrutmen/pengadaan PNS dapat tercapai paling tidak jika tiga hal, yaitu: kebijakan dan regulasi yang menjadi payung pe-laksanaan rekrutmen sudah baik serta disosialisasi dengan baik, pelaksanaan rekrutmen CPNS di-

Page 24: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

104

laksanakan dengan baik, dan proses monitoring serta pengawasan/eva-luasi telah dilakukan dengan baik. Pengawasan/evaluasi perlu dilaku-kan untuk melihat sejauhmana pelaksanaan rekrutmen PNS ter-sebut berjalan, apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika terjadi penyimpangan di mana letak pe-nyimpangannya dan mengapa hal tersebut terjadi. Dengan kata lain, efektivitas implementasi kebijakan rekrutmen PNS nasional akan ter-capai paling tidak jika asumsinya kebijakan dan regulasinya baik, sosialisasinya baik, pelaksanaannya baik, dan ada pengawasan/evaluasi secara berkala terhadap pelaksana-an rekrutmen tersebut.

Simpulan dari penjelasan di atas bahwa proses pelaksanaan

rekrutmen PNS hendaknya diserah-kan kepada lembaga profesional yang independen, sedangkan peme-rintah hanya bertindak sebagai regulator, pengawasan, pengendali dan evaluasi. Yang dimaksudkan dengan lembaga profesional yang indenpenden dalam penelitian ini adalah Komisi Kepegawaian Negara (KKN) sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, namun dengan ber-bagai penyempurnaan dalam sistem keanggotaan yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Jika digambar, sistem im-plementasi rekrutmen PNS yang ditawarkan dalam penelitian ini seperti tampak pada alur di bawah ini.

SISTEM IMPLEMENTASI REKRUTMEN PNS

Kebijakan & Regulator

Implementor

Pengawasan & Evaluasi

Pemerintah

Job analysis

Existing PNS

Need assessment

Lembaga Independen

Persiapan materi tes pengumuman hasil tes

Pemerintah

Proses Rekrutmen

Hasil rekrutmen

Page 25: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

105

F. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil survei menunjukkan bah-

wa secara umum ketiga kelompok responden berpendapat proses pelaksanaan rekrutmen atau penga-daan CPNS berjalan sesuai dengan norma, standar dan prosedur seba-gaimana ditetapkan dalam per-aturan perundang-undangan yang berlaku, mulai perencanaan, peng-umuman, pengajuan lamaran, pe-laksanaan seleksi masuk, dan peng-umuman kelulusan peserta tes. Namun demikian, walaupun dengan proporsi yang lebih rendah ternyata di luar itu masih ada sebagian responden yang menganggap masih terdapat beberapa penyimpangan dalam proses pelaksanaan rekrut-men/pengadaan PNS secara nasio-nal yang berlangsung pada tahun 2004.

Prinsip pelaksanaan rekrut-men PNS, yaitu: prinsip netral (non diskriminasi), objektif, akuntabel, terbuka dan tanpa dipungut biaya, belum sepenuhnya berjalan secara efektif di lapangan. Artinya, di satu sisi beranggapan kelima prinsip rekrut-men/pengadaan PNS terse-but telah diterapkan dengan baik, namun di sisi lain ada sebagian orang yang beranggapan prinsip ter-sebut belum diterapkan dengan se-penuhnya sesuai tuntutan dan ama-nat undang-undang. Pada dasarnya responden sepakat bahwa variabel kebijakan, organisasi pelaksana/pe-nyelenggara, dan lingkungan imple-mentasi kebijakan dapat mempe-ngaruhi efektivitas implementasi

kebijakan rekrutmen/pengadaan

CPNS. Namun dalam kenyataanya, ketiga variabel tersebut dapat dika-takan belum mendukung keber-hasilan pelaksanaan rekrutmen/ penerimaan CPNS.

Saran

Pertama, perlu ada upaya pembenahan terhadap proses pelaksanaan rekrutmen/pengadaan CPNS agar terjadinya penyimpangan dalam proses pelaksanaan rekrut-men CPNS dapat ditekan seminimal mungkin. Kedua, perlu ada upaya konkrit dan langkah-langkah lan-jutan untuk menyosialisasikan agar prinsip-prinsip pelaksanaan rekrut-men/pengadaan CPNS untuk tahun-tahun yang akan datang lebih dapat dipahami dan diterapkan sesuai dengan tuntutan undang-undang. Ketiga, perlu ada upaya bersama antara pemerintah pusat dan daerah serta instansi yang terkait untuk mendesain suatu pola dan strategi rekrutmen/pengadaan

CPNS sebagai yang berkualitas dan layak untuk diterapkan untuk masa-masa yang akan datang.

Page 26: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

106

DAFTAR PUSTAKA

Badjuri, Abdulkahar, Yuwono, Teguh, Kebijakan Publik: Konsep dan Strategi, Sema-rang, Universitas Dipone-goro, 2002.

Dunn, William N., Pengantar Ana-lisis Kebijakan Publik (ter-jemahan), Edisi Kedua, Yogya-karta, Gadjah Mada University Press, 1991.

Gomes, Faustino, Cardoso, Mana-jemen Sumber Daya Manu-sia, Andi Offset, Yogyakarta, 1995.

Grindle, Merilee, S., Politics and Policy Implementation in The Third Wold, New Jersey: Princeton University Press, 1980.

Ibrahim, Amin, Pokok-Pokok Ana-lisis kebijakan Publik, Man-dar Maju, Bandung, 2004.

Idrus, Moh., Pengembangan PNS dalam Kaitannya dengan Pe-laksanaan Otonomi Daerah, Makalah, Jakarta, BKN, 2001.

Jones, Charles O., An Introduction to the Study of Public Policy, Second Edition, North Scituate, MA: Duxbury Press, 1977.

Keban, Yeremias, T., Pokok-Pokok Pikiran Perbaikan Manaje-men SDM PNS di Indonesia,

dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Volume 8 Nomor 2 (November 2004), Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Uni-versitas Gadjah Mada, 2004.

Klingner, Donald E., Nalbandian, John, Public Personnel Management: Contex and Strategies, Printice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1985.

Mangkunegara, Anwar Prabu, Mana-jemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung, Re-maja Rosdakarya, 2004.

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Management Sumber Daya Manusia, (terjemahan), Jakarta, Salemba Empat, 2002.

Prasojo, Eko, Reformasi Kepe-gawaian di Indonesia, dalam Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume VII, Nomor 1, September 2006-Pebruari 2007.

Pressman, Jeffrey L. and Wild-vasky, Implementation, Los Angeles: University of Cali-fornia Press, 1984.

Quade, E.S, Analysis for Public Decisions, Second Edition, North Holland, New York,1982.

Ripley, Randall, B., Policy Analysis in Political Science, Chicago: Nelson-Hall Publishers, 1985.

Page 27: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

107

Ruky, S., Achmad, SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Rea-litas, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Siagian, P., Sondang, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta, Gu-nung Agung, 1995.

Sikula, Andrew, E., Personnel Administration and Human Resource Management, New York: A Wiley Trans Edition, by John Wiley & Son, Inc.1981

Simamora, Henry, Manajemen Sum-ber Daya Manusia, Yogya-karta, STIE YKPN, 1999.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES, 1989.

Sudarmanto, Merancang Mana-jemen SDM Berbasis Kom-petensi, dalam Jurnal Ke-bijakan dan Administrasi Publik, Volume 9 Nomor 1 (Mei 2005), Magister Publik Program Magister Adminis-trasi Publik, Program Pasca-sarjana Universitas Gadjah Mada, 2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Admi-nistrasi, Bandung, Alfabeta, 1989.

Syaukani, HR., Akses dan Indikator Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik, Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah, Jakarta, 2003.

Tayibnapis, Burhanudin, A., Adm-inistrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan Analitik, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995.

Tim Peneliti BKN, Profil Kebutuhan PNS, Puslitbang BKN, 2000

Triton, PB., Paradigma Baru Mana-jemen Sumber Daya Manu-sia, Yogyakarta, Tugu, 2005.

Umar, Husein, Metode Riset Peri-laku Organisasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Wahab, Solichin Abdul, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Ne-gara, 1990.

Wibawa, Samodra, Studi Imple-mentasi Kebijaksanaan, Fisi-pol UGM, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepe-gawaian.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1978 Tentang Pokok-Pokok Kepe-gawaian.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi pegawai Pengadaaan PNS.

Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 tentang Pengadaan PNS.

Page 28: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

108

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PNS.

Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun tentang Pedoman Pendataan dan Penglahan Tenaga Honorer Tahun 2005.

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi PNS.

Peraturan Kepala BKN Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Calon PNS Tahun 2005.

Surat Kabar

Suara Merdeka, 4 April 2000.

Kompas, 14 November 2002.