proposal thesis penyusunan anggaran
DESCRIPTION
Proposal PenelitianTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Minahasa Tenggara sebagai daerah otonom yang diresmikan pada tahun 2007 ,
memiliki tujuan utama meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini
mengandung konsekuensi logis bahwa keberadaan Kabupaten Minahasa Tenggara sebagai daerah
otonom baru akan memiliki makna dan mendapatkan pengakuan, apabila pemerintahnya mampu
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakatnya.
Sebagai daerah otonom Kabupaten Minahasa Tenggara memiliki kewenangan otonomi
dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki secara bersama-sama dengan berbagai unsur stakeholder untuk mensinergikan antara
pendekatan top-down dengan pendekatan bottom-up, sehingga diharapkan mampu melahirkan
perencanaan pembangunan yang tepat sesuai dengan kebutuhan obyektif Kabupaten Minahasa
Tenggara.
Pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda) atau era desentralisasi di Indonesia, mulai diterapkan
dengan diberlakukannya Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
(telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004), yang pada implementasinya
ditemui beberapa permasalahan antara lain ) : (1) masih lemahnya koordinasi antar level
pemerintahan (di pusat, pusat dan daerah, propinsi dan kabupaten/kota, serta antar daerah). (2)
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum menampakkan perubahan secara
signifikan terhadap kuantitas dan kualitas pelayanan public. (3) Lemahnya kapasitas dalam
perencanaan, penganggaraan, dan pengelolaan keuangan. (4) melonjaknya biaya rutin/overhead
cost dan misalokasi anggaran.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaan atau implementasi
UU Nomor 22 tahun 1999 belum dapat berjalan secara optimal, dan salah satunya adalah belum
1
optimalnya dalam hal perencanaan, penganggaran dan pengelolaan keuangan daerah. Telah terjadi
perubahan dalam paradigma perencanaan/penganggaran termasuk pada bidang pendidikan
diantaranya (1) Reformasi, perkembangan teknologi, tuntutan masyarakat, kesenjangan (2) kurang
terkaitnya antara kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaannya (3) penganggaran
yang ber-horizon 1 tahun jangka pendek (4) terpisahnya penyusunan anggaran rutin dan anggaran
pembangunan (5) peningkatan peran DPR/DPRD dan masyarakat (6) perubahan sistem pemilihan
Presiden/Gubernur/Walikota/bupati (7) respon terhadap pengaruh globalisasi.
Reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun juga diikuti
dengan perubahan proses penyusunan. APBD merupakan kebijaksanaan keuangan pemerintah
daerah yang disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai
pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemerataan, pengkajian dan evaluasi
anggaran pendapatan daerah mudah dilakukan. Berbagai perubahan tersebut harus tetap berpegang
pada prinsipprinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik. Prinsip manajemen
keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut adalah
akuntabilitas, value for money, transparansi dan pengendalian.
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (Depdagri) melalui Kep.Mendagri Nomor
29 tahun 2002 yang sekarang diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Per.Mendagri) nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
memberikan implikasi yang cukup bermakna bagi Pemerintah Daerah terutama dalam hal proses
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Propinsi maupun Kabupaten
Kota. Di dalam Kep.Mendagri tersebut disebutkan bahwa Rencana Anggaran Satuan Kerja
(RASK) merupakan rencana anggaran kegiatan yang disusun dan diusulkan oleh Dinas/Unit Kerja
yang berada dalam kewenangannya, yang berpedoman pada Dokumen Rencana Kerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) untuk periode 1 (satu) Tahun.Penyusunan RASK Dinas/Unit
2
Kerja Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara diawali dengan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Partisipatif (MP-3) Tingkat Desa/Kelurahan, diikuti dengan MP-3 Tingkat
Kecamatan dan dilanjutkan MP-3 Tingkat Kota untuk dapat disusun Rencana Kerja Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (RKSKPD) berdasarkan Skala Prioritas, selanjutnya RKSKPD Tingkat
kabupaten tersebut menjadi acuan penyusunan RASK pada unit kerja yang bersangkutan yang
diselaraskan dengan Renstra yang ada pada Unit Kerja. Selanjutnya usulan RASK dari Unit
Kerja/Dinas dibahas di Bapeda kabupaten oleh Tim Penyusun Anggaran Eksekutif untuk diadakan
revisi-revisi disesuaikan dengan skala prioritas dari SKPD yang sudah ditetapkan. Tim Penyusun
Anggaran Eksekutif di Kabupaten Minahasa Tenggara terdiri dari Badan Perencanaan Daerah
(Bapeda), Bagian Pembangunan, Bagian Keuangan dan Bagian Umum Sekretariat Daerah
Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dan Tim Panitia Anggaran Legislatif terdiri dari
Pimpinan DPRD dan satu wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan
jumlah anggota.
Dalam penyusunan rancangan APBD Tim Penyusunan Anggaran Eksekutif ada keterkaitan
satu sama lain dimana Bapeda Kabupaten Minahasa Tenggara: 1) melakukan perhitungan terhadap
jumlah pendapat dan belanja dari satuan kerja pengusul, 2) melakukan perhitungan terhadap jumlah
rekapitulasi anggaran belanja langsung dan tidak langsung, dibantu oleh Bagian Pembangunan dan
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara. Begitu juga
dengan Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara
dalam: 1) melakukan analisis terhadap besaran biaya dan harga satuan biaya berdasarkan standar
pembakuan biaya yang dikaitkan dengan pencapaian target dalam hal mempertajam alokasi
kegiatan secara administrasi dalam hal perencanaan anggaran untuk menambah aset daerah,
menganalisis Rencana Kebutuhan Barang Unit (RKBU), 2) melakukan analisis besaran biaya dan
harga satuan biaya berdasarkan standar biaya yang berlaku, terhadap rencana yang tertuang dimana
3
Bagian Pembangunan Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dalam hal visi dan misi
organisasi yang dikaitkan dengan tupoksi Satuan Kerja (Satker), sedangkan Bagian Umum
Sekretariat Daerah dalam hal penelaahan kebutuhan barang satuan kerja yang tertuang dalam
RKBU dan Rencana Pemeliharaan Barang Satuan Kerja yang tertuang dalam Rencana
Pemeliharaan Barang Unit (RPBU). ) Rancangan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah
(RAPBD) Kabupaten Minahasa Tenggara dibahas bersama antara Tim Anggaran Eksekutif dan
Tim Panitia Anggaran Legislatif dari DPRD untuk disesuaikan dengan anggaran yang tersedia,
selanjutnya hasil pembahasan bersama tersebut akan ditetapkan menjadi APBD Kota melalui
sidang pleno di DPRD Kabupaten Minahasa Tenggara, dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah
(PERDA) sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dokumen RASK yang dibuat
oleh setiap Unit kerja dievaluasi sebagai bahan asistensi oleh Tim Anggaran Eksekutif dan
Legislatif untuk selanjutnya disahkan menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK).
Anggaran pendidikan yang ada di Kabupaten Minahasa Tenggara terdiri dari APBD, Dana
Dekonstrasi, Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) Dana dan Alokasi
Khusus (DAK). Dana tersebut digunakan untuk operasional program rutin dinas Dikpora,
pembangunan dan pengadaan sarana prasarana pendidikan, bantuan pendidikan, serta
pemeliharaan/rehabilitasi gedung sekolah.
Bangunan gedung sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
pengembangan dan pertumbuhan pendidikan suatu wilayah dan upaya mewujudkan
pemerataan pembangunan pendidikan serta peningkatan kualitas dan pengembangan sumber
daya manusia, dimana bangunan gedung sekolah digunakan sebagai prasarana pendidikan.
Dengan tersedianya bangunan gedung sekolah akan sangat mendukung perkembangan bidang
pendidikan di daerah.
4
Untuk dapat memberikan pelayanan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya,
bangunan gedung sekolah harus tetap dijaga dalam kondisi baik. pemeliharaan bangunan
gedung sekolah yang baik sangat diperlukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi agar
bangunan gedung sekolah tetap dalam kondisi baik sebagaimana mestinya dan untuk
meningkatkan kondisi bangunan gedung sekolah dari kondisi rusak ringan, rusak sedang dan
rusak berat menjadi kondisi baik serta laik fungsi.
Pemeliharaan bangunan gedung sekolah harus direncanakan dengan sebaik mungkin,
dengan mempertimbangkan besarnya biaya dan sumber daya yang diperlukan untuk
pemeliharaan bangunan gedung sekolah. Sudah semestinya untuk menyikapi hal tersebut
diperlukan suatu tindakan dan cara untuk dapat menjalankan program pemeliharaan bangunan
gedung sekolah agar sesuai dan tepat sasarannya, sehingga dapat menunjang peningkatan
kualitas dan pengembangan sumber daya manusia di daerah. Oleh sebab itu maka penyusunan
anggaran terkait dengan pemeliharaan gedung sekolah harus benar-benar dilaksanakan secara
matang berdasarkan data kerusakan dari tiap-tiap sekolah.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa data yang diberikan oleh tiap sekolah tidak
sesuai dengan kebutuhan. Contohnya ada gedung sekolah yang ruang kelasnya perlu perbaikan
hanya 2 ruang tapi data yang diberikan 4 ruang, dan sebaliknya ada gedung sekolah yang
hampir seluruh ruang kelasnya perlu perbaikan tapi data yang diberikan hanya 3 ruang. Contoh
yang lain adalah ruang yang rusak berat pada sebuah sekolah berjumlah 4 ruang tapi
dilaporkan hanya rusak ringan saja, atau sebuah gedung sekolah hanya perlu direhab ringan
karena kerusakan ringan tapi di laporkan rusak berat. Dampaknya pada saat pengalokasian
dana dalam proses penyusunan anggaran untuk rehabilitasi anggaran terjadi misalokasi
anggaran, di mana sekolah-sekolah yag perlu rehab ringan, dana pemeliharaan yang
5
dialokasikan masuk pada kategori rusak rusak atau gedung-gedung sekolah yang rusak berat
hanya diberikan alokasi dana pemeliharan rusak ringan. Ini memberi dampak adanya sebagian
gedung sekolah yang masih perlu pemeliharaan karena data yang masuk tidak akurat dan
berpengaruh pada penyusunan anggaran pendidikan khususnya pada dana pemelihaharaan
gedung sekolah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang: Pengaruh penyusunan anggaran terhadap efektivitas pemeliharaan gedung sekolah di
kabupaten Minahasa Tenggara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Seberapa besar pengaruh penyusunan anggaran terhadap efektivitas pemeliharaan gedung
sekolah di kabupaten Minahasa Tenggara
1.3. Tujuan Penelitann
Penelitan ini bermaksud untuk mengukur besaran pengaruh penyusunan anggaran
terhadap efektivitas pemeliharaan gedung sekolah di kabupaten Minahasa Tenggara
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat meberikan manfaat sebagai berikut:
1. Teoritis. Untuk pengembangan ilmu administrasi khususnya tentang teori penyusunan
anggaran
2. Praktis .Untuk memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara
dalam Pengelolaan Keuangan Daerah dalam hal ini pengaruh pengaruh penyusunan
6
anggaran Terhadap efektivitas pemeliharaan gedung sekolah di kabupaten Minahasa
Tenggara
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Anggaran
Anggaran secara khusus digambarkan sebagai data kuantitatif atau ungkapan
keuangan dari rencana strategis jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, yang
memuat tujuan dan tindakan dalam mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen, 2000).
Munandar, (1985), menjabarkan bahwa anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit
(kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
Anggaran menurut Mulyadi (2001,488) adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang
menvakup jangka waktu satu tahun.Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989: 6)
mengemukakan bahwa Anggaran adalah Suatu pendekatan yang formal dan sistematis
daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan
pengawasan”.
Gomes (1995: 88) mengungkapkan Anggaran sebagai suatu dokumen yang
berusaha untuk mendamaikan prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber
pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu pengumuman dari
aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu yang ditentukan dengan
informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut atau untuk mencapai
tujuan tersebut.
8
Menurut Blocker, Chen dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani (2005:350),
mengemukakan pengertian anggaran sebagai rencana kuantitatif terhadap operasi
organisasi, anggran mengidentifikasikan sumber daya dan komitmen yang dibutuhkan
untuk memenuhi tujuan organisasi selama periode anggaran. Anggran meliputi aspek
keuangan maupun non keuangan dari operasi yang direncanakan. Anggaran pada suatu
periode anggaran dan merupakan proyeksi dari hasil operasi.
Menurut Munandar (2006:01) mengemukakan pengertian anggaran yaitu :
anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh
kegiatan perusahaan dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka
waktu (periode) tertentu yang akan datang.
Menurut Simamora (2007:202) pengertian anggaran adalah sebuah rencana
kuantitatif aktivitas usaha sebuah organisasi: anggaran mengidentifikasi sumber daya dan
komitmen yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tujuan organisasi selama periode
dianggarkan.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran merupakan suatu
rencana yang disusun secara sistematisyang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang
dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode)
tertentu yang akan datang, maka tampak bahwa sedikitnya anggaran mempunyai empat
unsur yaitu
1. Rencana ialah suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan
organisasi yang akan dilakukan di waktu yang akan datang.
9
2. Meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yaiu mencakup semua kegiatan yang akan
dilakukan oleh semua bagian-bagian yang ada dalam organisasi.
3. Dinyatakan dalan unit moneter, yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada
berbagai kegiatan organisasi.
4. Jangka waktu tertentu yang akan datang, yaitu yang menunjukan bahwa anggaran
berlaku hanya untuk masa yang akan datang.
2.1.2 Karakteristik Anggaran
Anggaran harus di susun dan di hitung dengan cermat agar operasional perusahaan
dapat berjalan dengan efektif. Untuk mewujudkan hal tersebut anggaran harus memiliki
karakterisitik tertentu.
Menurut Mulyadi (2006:490) karakteristik anggaran adalah sebagai berikut:
1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun.
3. Anggran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen, yaitu manajer setuju
menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam
anggaran.
4. Usulan anggaran di nilai dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari
penyusunan anggaran.
5. Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah dibawah kondisis tertentu.
6. Secara berkala, kinerja keuangan sesudah di bandingkan dengan anggaran dan
selisihnya di analisis dan dijelaskan.
10
Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran harus berupa satuan
keuangan mencakup jangka waktu satu tahun, berisi komitmen, di setujui oleh pihak
berewenang, dapat berupa dalam kondisi tertentu dan harus berupa hasil aktual.
2.2.3 Klasifikasi Anggaran
Anggaran organisasi berfungsi sebagai alat bantu manajemen dalam pengambilan
keputusan setiap kegiatan yang dilaksanakan suatu organisasi, sehingga dalam hal ini
anggaran organisasi akan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Seluruh kegiatan yang ada di organisasi akan terkait dengan anggaran organisasi. Oleh
karena itu, anggaran perusahaan akan terdiri berbagai macam anggaran organisasi akan
terdiri dari berbagai macam anggaran lainnya baik dari segi isi, bentuk maupun fungsinya.
Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu diketahui jenis anggaran apa saja yang
umumnya ada dalam suatu perusahaan atau organisasi.
Menurut Nafarin (2005:14-17) anggaran dapat diklasifikasikan dalam beberapa
sudut pandang, adalah sebagai berikut :
1. Menurut dasar penyusunan.
2. Menurut cara penyusunan.
3. Menurut jangka waktunya.
4. Menurut bidangnya.
5. Menurut kemampuan menyusun.
6. Menurut fungsinya.
Adapun penjelasan klasifikasi Anggaran diatas adalah sebagai berikut:
1. Menurut dasar penyusunannya, anggaran terdiri dari:
11
a. Anggaran variabel, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval kapasitas tertentu
dan pada intinya merupakan suatu anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat aktivitas
(kegiatan) yang berbeda.
b. Anggaran tetap, yaiut anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas
tertentu disebut juga anggaran statis.
2. Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran periodik adalah anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu,
umumnya periode satu tahun yang disusun setiap akhir tahun periode anggaran.
b. Anggaran continue adalah anggaran yang dibuat untuk memperbaiki anggaran yang
telah dibuat.
3. Menurut jangka waktu, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran jangka waktu pendek (anggaran taktis) adalah anggaran yang dibuat
dengan jangka waktu paling lama satu tahun.
b. Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) adalah anggaran yang dibuat untuk
jangka waktu lebih dari satu tahun.
4. Menurut bidangnya, anggara terdiri dari :
a. Anggaran operasioanal adalah anggaran untuk menyusun anggaran laporan laba rugi,
anggaran operasional terdiri dar :
a) Anggaran penjualan.
b) Anggaran biaya pabrik yang terdiri dari anggaran biaya bahan baku, anggaran biaya
tenaga kerja lansung, anggaran biaya overhead pabrik.
c) Anggaran beban usaha.
12
d) Anggaran laporan laba rugi.
b. Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca. Anggaran
keuangan antara lain :
a) Anggaran kas
b) Anggaran piutang
c) Anggaran persediaan
d) Anggaran utang
e) Anggaran neraca
5. Menurut kemampuan menyusun, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran komprehensif merupakan rangkaian dari berbagai macam anggaran yang
disusun secara lengkap.
b. Anggaran parsial adalah anggaran yang disusun tidak secara lengkap, anggaran
hanya menyususn bagian anggaran tertentu saja.
6. Menurut fungsinya, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran apropsiasi (appropriation budget) adalah anggaran yang dibentuk bagi
tujuan tertentu dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain.
b. Anggaran kinerja (performance budget) adalah anggaran yang disusun berdasarkan
fungsi kegiatan yang dilakukan dalam oerganisasi (perusahaan) yang dikeluarkan
oleh masing-masingaktivitas tidak melampaui batas.
Dari uraian diatas, klasifikasi anggaran dapat dibedakan dengan melihat dari dasar
penyusunan, cara penyusun, jangka waktu, bidang anggaran, kemampuan penyusunan dan
dari fungsinya.
13
2.2.4 Manfaat dan Keterbatasan Anggaran
Dalam suatu proses kegiatan (aktivitas) yang dilakukan perusahaan anggaran
memiliki berbagai manfaat yang dapat dirasakan baik secara lansung maupun tidak
langsung oleh perusahaan tersebut. Manfaat dari anggaran di kemukakan oleh Nafarin
(2004:12-13) adalah sebagai berikut:
1. Segala kegiatan dapat terserah pada penetapan tujuan bersama.
2. Dapat digunakan sebagai alat nilai kelebihan dan kekurangan pegawai.
3. Dapat memotivasi pegawai.
4. Menimbulkan rasa tanggung jawab pada pegawai.
5. Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu.
6. Sumber daya, seperti tenaga kerja, peralatan, dan dana dapat dimanfaatkan
seefisien mungkin.
7. Alat pendidikan bagi para pengajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak manfaat yang dapat diperoleh
perusahaan dengan dibuatnya anggaran tersebut, baik ke efektivitas maupun koofesien
dalam hal ini produktivitas kerja perusahaan dan sumber daya manusianya. Walaupun
anggaran mempunyai banyak manfaat dan kegunaan bagi perusahaan, anggaran juga tidak
terlepas dari keterbatasn-keterbatasan yang ada.
Menurut Nafarin (2006:13) keterbatasan yang dimiliki oleh anggaran organisasi
adalah sebagai berikut :
1. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan asumsi, sehingga mengandung unsur
ketidakpastian.
14
2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukuan waktu, uang dan tenaga yang
tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap
(komprehensif) dan akurat.
3. Pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat menggerutu
dan menentang, sehingga pelaksanaan anggaran dapat menjadi kurang efektif.
Dari penjelasanan diatas, hal-hal yang menjadi keterbatasan anggaran diantaranya
yaitu keefektivitasan dari pengguna anggaran sangat bergantung kepada keterlibatan semua
pihak dalam suatuperusahaan tersebut. Pelaksanaan dari suatu anggaran memerlukan kerja
sama dan parisipasidari seluruh anggota manejmen dalam mencapai tujuan perusahaan,
karena pelaksanaan dari anggaran tidak berjalan dengan sendirinya dan penyesuaian
terhadap kondisi yang terjadi harus terus menerus dilakukan oleh pihak
manajemenperusahaan agar anggaran yang dibuat tidak menyimpang dari kondisi saat itu.
2.1.5. Penyusunan
Penyusunan adalah kombinasi partisipasif atau usulan dari bawah (bottom up) dengan
kebijakan dari atas (top down). Menurut Ardios (2006:315) mengemukakan bahwa pengertian
penyusunan yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: ”Kata
penyusunan berasal dari kata dasar susun yang artinya kelompok atau kumpulan yang tidak
beberapa banyak, sedangkan pengertian dari Penyusunan adalah merupakan suatu kegiatan
atau kegiatan memproses suatu data atau kumpulan data yang dilakukan oleh suatu organisasi
atau perorang secara baik dan teratur”.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyusunan adalah suatu
kegiatan untuk memproses data-data yang dilakukan oleh suatu organisasi perusahaan atau
perorang secara baik dan teratur.
15
2.1.6. Penyusunan Anggaran
Mustopadidjaya, AR (1997:8) mengemukakan, bahwa kegiatan penyusunan
Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) meliputi perencanaan pendapatan dan pengeluaran.
Pada sisi pendapatan dilakukan estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada
tahun yang akan datang, begitu juga dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja
pegawai dan lain sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran rutin
tersebut diketahui, besar tabungan pemerintah, dengan demikian besarnya dana untuk
mencapai berbagai sasaran dapat diperhitungkan.
Baswir (1985:27) menyatakan, bahwa tiap-tiap negara menggunakan sistem
anggaran negara berbeda. Perbedaan ini, disamping akan menyebabkan timbulnya
perbedaan dalam orientasi penekanannya, juga akan menyebabkan timbulnya perbedaan
dalam sistem akuntasinya. Walaupun demikian, dalam setiap sistem anggaran negara
hampir selalu terdapat tiga aspek sebagai berikut: aspek perencanaan, aspek pengelolaan
dan pelaksanaan, serta aspek pertanggung jawaban.
Dalam proses pertumbuhannya hingga saat ini dikenal adanya tiga sistem anggaran
sebagai berikut:
a. Sistem Anggaran Tradisional (Line Item Budgeting system)
Sistem anggaran tradisional dikenal juga sebagai sistem anggaran berdasarkan objek
pengeluaran. Titik berat perhatian pada sistem anggaran ini terletak pada segi pelaksanaan
dan pengawasan pelaksanaan anggarannya.
b. Sistem anggaran kinerja
16
Sistem anggaran kinerja (performance budgeting system) merupakan penyempurnaan dari
sistem anggaran tradisional, maka titik berat perhatian pada sistem anggaran kenerja ini
diletakkan pada segi manajemen anggaran. Yaitu dengan memperhatikan baik segi
ekonomi dan keuangan pelaksanaan anggaran maupun hasil fisik yang dicapainya.
Disamping itu, dalam sistem anggaran kinerja ini juga diperhatikan fungsi dari masing-
masing lembaga negara serta pengelompokan kegiatannya. Sedangkan orientasi lebih
dititik beratkan pada segi pengendalian anggaran serta efisiensi pelaksanaan setiap
kegiatan.
c. Sistem anggaran (Planning Programing Budgeting system)
Sistem anggaran program ini merupakan penyempurnaan lebih lanjut dari sistem anggaran
kinerja dan mulai diterapkan pada tahun 1965. Dibandingkan dengan sistem anggaran
tradisional dan sistem anggaran PPBS terletak diantara keduanya. Karena itulah titik berat
perhatian pada sistem anggaran program ini tidak lagi terletak pada segi pengendalian
anggaran, melainkan pada segi persiapan anggaran.
d. Fungsi penyusunan anggaran pemerintah daerah (APBD)
Kunardjo (1996:138) menyatakan bahwa penyusunan anggaran pemerintah daerah (APBD)
mempunyai fungsi utama yaitu :
1. Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat
akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin disediakan oleh swasta atau saling
melengkapi antara pemerintah dan swasta.
17
2. Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah
dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dan
penerimaan pendapatan dapat dikurangi.
3. Fungsi stabilisasi adalah anggaran yang menyangkut masalah terpeliharanya tingkat
kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi yang
cukup memadai.
Sementara itu D. J. Mamesah (1995:79) mengatakan, bahwa penyusunan anggaran
pemerintah daerah (APBD), tidak terlepas dari pelaksanaan salah satu fungsi organik
manajemen yaitu perencanaan. Sebagai salah satu fungsi organik manajemen maka
selayaknya apabila setiap pemerintah daerah yang menginginkan tercapainya tujuan secara
berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan perencanaan ini dengan sebaik-baiknya,
baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.
Sementara D.J. Mamesah (1995:82) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan
anggaran pemerintah daerah (APBD) perlu ditambah empat prinsip lagi :
1. Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang tersedia agar
dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih tinggi.
2. Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan
mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.
3. Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan dan
penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas.
18
4. Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah yang
memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat guna dan
tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan kegiatan atau
proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya dalam APBD.
Pada dasarnya yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyusunan
anggaran dan pelaksanaan kegiatan penganggaran lainnya ada ditangan pimpinan tertinggi
organisasi yang paling bertanggung jawab atau kegiatan organisasi keseluruhan.
Dengan demikian tugas menyiapkan dan menyusun anggaran serta kegiatan-
kegiatan penganggaran lainnya tidak harus ditangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan
M. Nafarin (2005:8-9) mengemukakan bahwa prosedur penyusunan anggaran terdiri dari
beberapa tahun sebagai berikut :
1. Tahap penentuan pedoman perencanaan.
2. Tahap persiapan anggaran.
3. Tahap penentuan anggaran.
4. Tahap pelaksanaan anggaran. Adapun penjelasan dari tahapan prosedur penyusunan
anggaran organisasi yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap penentuan pedoman perencanaan
Yaitu tahap yang menentukan anggaran yang akan dibuat pada tahun yang akan datang,
anggaran disiapkan beberpa bulan sebelum tahun anggaran sebelumnya dimulai. Dengan
demikian anggaran yang dibuat dapat digunakan pada awal tahun anggaran. Sebelum
menysusun anggaran terlebih dahulu direktur melakukan dua hal yaitu :
19
a. Menetapkan rencana besar organisasi , seperti tujuan, kebijakan dari asumsi-asumsi
sebagai dasar penyusunan anggaran.
b. Membentuk panitian anggaran yang terdiri dari pemimpin perusahaan sebagai ketua,
manajer keuangan dan sekretaris dan manajer lainnya sebagai anggota.
2. Tahap persiapan anggaran
Yaitu tahapan dimana manajer organisasi terlebih dahulu menyusun ramalan penjualan
(forecast sale) sebelum menyusun anggaran penjualan perusahaan. Setelah tahap tersebut
selesai manajer keuangan untuk menyusun anggaran lainnya.
3. Tahap penentuan anggaran
Yaitu tahapan diadakannya rapat dari semua manajer beserta direksi, dengan menteri rapat
berupa perundingan mengenai penyusunan rencana akhir. Setiap komponen anggaran serta
pengesahan dan pendiskusian anggaran.
4. Tahap pelaksanaan anggaran
Yaitu tahapan dilaksanakannya anggaran oleh semua unit kerja yang ada di dalam
perusahaan. Untuk kepentingan pengawasan setiap manajer membuat laporan realisasi
anggaran. Setelah di analisis anggaran disampaikan pada redaksi.
Dari uraian diatas penulis artikan bahwa prosedur penyusunan terdiri dari empat tahap,
yaitu penentuan pedoman perencanaan anggaran, tahap penentuan anggaran dan tahap
pelaksanaan anggaran.
Pada dasarnya pimpinan tertinggi organisasi memegang tanggung jawab tertinggi
penyusunan anggaran, karena pimpinan tertinngi perusahaan berwenang dan paling
bertanggung jawab atas kegiatan – kegiatan perusahaan secara keseluruhan, namun
20
demikian tugas menyiapkan dan menyusun anggaran serta kegiatan lainnya tidak harus
ditangani sendiri oleh pimpinan tertinggi perusahaan, melainkan dapat didelegasikan pada
bagian lain di dalam perusahaan yang berkepentingan.
Menurut Harahap (2005:88-89) ada tiga metode dalam menyusun anggaran
biasanya digunakan oleh suatu organisasi, yaitu:
1. Top down budgeting adalah metode anggaran yang dilaksanakan oleh organisasi
atau perusahaan yang dimulai dari pimpinan perusahaan kepada bawahannya.
2. Bottom up budgeting adalah metode anggaran yang dilaksanakan suatu perusahaan
yang dimulai dari bawahan kepada atasannya atau pimpinan perusahaan.
3. Gabungan adalah metode anggaran yang dilaksanakan suatu perusahaan dengan
menggabungkan dua metode sebelumnya yaitu metode Top down dan Bottom up
budgeting.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode dalam penyusunan anggaran
biasanya dilaksanakan oleh suatu organisasi atau perusahaan yang dimulai dari pimpinan
perusahaan kepada bawahannya, bawahan kepada pimpinan perusahaan, dan
penggabungan antara dua metode tersebut.
Pada dasarnya dokumen pelaksanaan anggaran atau DPA dibuat oleh masing-
masing SKPD yang merupakan dokumen untuk melaksanakan rencana kerja Anggaran
(RKA) Surat ketetapan pencairan Dana(SKPD) yang sudah dibuatnya. Pembuatan RKA
dan DPA yang disesuaikan dengan struktur Anggrana Pendapatan dan
BelanjaDaerah(APBD).
21
Menurut Permendagri (2006:8) pengertian pelaksanaan Anggaran adalah sebagai
berikut: Pelaksanaan anggaran adalah dokumen yang membuat pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan Anggaran oleh pengguna
Anggaran.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan Anggaran
merpukan tahapan kegiatan yang dibuat oleh masing-masing pelaksanaan anggaran yang
sangat penting dalam rangka penyelengaraan kegiatan, maka dengan dilaksanakannya
Pelaksanaan Anggaran berarti bahwa program dan rencana operasional tahunan yang dapat
dianggarkan akan mulai dilaksanakan dengan baik dan benar sesuain aturan.
Menurut Permendagri (2006:12) Pelaksanaan APBD dimulai dengan uraian tentang
asas umum pelaksanaan APBD yang mencakup:
1. Bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah harus dikelola dalam APBD;
2. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan
daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3. Dana yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk membiayai
pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
4. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum
daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;
5. Jumlah belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi
untuk setiap pengeluaran belanja;
22
6. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD
7.pengeluaran seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam keadaan
darurat, yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam “rancangan
perubahan APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
8. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
9. Setiap SKPD tidak boleh melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk
tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD; dan
10. Pengeluaran belanja daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip hemat, tidak
mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat
untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada
minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran
yangdirencanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan
bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dimulai.
Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda
APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakatibersama.
Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah
mendapat pengesahan dari Gubernur terkait. Selanjutnya menurut Pasal 108 ayat (2)
23
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, apabila dalam waktu 30 (tiga puluh hari) setelah
penyampaian Raperda APBD Gubernur tidak mengesahkan raperda tersebut, maka kepala
daerah (Bupati/Walikota) berhak menetapkan Raperda tersebut menjadi Peraturan Kepala
Daerah.
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus
disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja.
Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta
untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.
Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan
kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya
Raperda APBD tersebut.
Tahapan terakhir adalah menetapkan raperda APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi tersebut menjadi Peraturan
Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan
Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada
Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
tanggal ditetapkan.
24
Menurut Permendagri (2006:123) Penyerahan rancangan DPA SKPD, diverifikasi
oleh TAPD, kemudian dibandingkan dengan kemampuan daerah dan prioritas program
pembangunan. Batas waktu verifikasi adalah 15 hari kerja setelah ditetapkannya peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD, apabila dianggap kurang sesuai atau terdapat
keterbatasan keuangan Pemda, TAPD dapat mengurangi jumlah anggaran yang diajukan
tiap SKPD atau menghapus kegiatan yang diajukan oleh SKPD bersangkutan.
TAPD menyerahkan rancangan DPA SKPD yang telah diverifikasi kepada Sekda adalah
sebagai berikut:
a. Dalam hal rancangan DPA SKPD tersebut ditolak, maka Sekda mengembalikan
rancangan DPA SKPD kepada TAPD untuk dibahas kembali.
b. Setelah Sekda memberikan persetujuan terhadap rancangan DPA SKPD tersebut,
maka Sekda mengembalikan kepada PPKD untuk disahkan.
Bersamaan dengan penyerahan rancangan DPA SKPD kepada Sekda, TAPD juga
menyerahkan Rancangan Anggaran Kas SKPD kepada PPKD untuk disahkan menjadi
anggaran kas Pemerintah Daerah.
Menurut Permendagri (2006:124) Pengesahan rancangan DPA SKPD, setelah
PPKD mengesahkan rancangan DPA SKPD menjadi DPA SKPD, DPA SKPD dibuat
rangkap empat dokumen:
1. Dokumen yang pertama untuk SKPD
a. Penyerahan kepada SKPD selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak disahkan.
b. Digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh SKPD selaku pengguna anggaran/
pengguna barang.
25
2. Dokumen kedua untuk Satuan Kerja Pengawasan Daerah (SKPD)
3. Dokumen ketiga untuk BPK
4. Dokumen keempat dipakai oleh PPKD sebagai dasar pembuatan SPD.
2.2.1 Definisi Pemeliharaan Gedung
Banyak bangunan yang baru didirikan beberapa waktu sudah tidak layak dihuni,
sebaliknya banyak pula bangunan yang telah berumur panjang tetapi masih layak dihuni.
Ada satu hal sebagai pembeda adalah faktor perawatan. Seperti diungkapkan oleh Lateef
(2009), bahwa nilai keawetan suatu bangunan banyak ditentukan oleh kualitas
perawatannya. Reginald (1976), menyatakan perawatan bangunan adalah setiap upaya
yang dilakukan agar bangunan gedung tetap dalam kondisi baik, sehingga bangunan
menjadi tetap berfungsi sebagaimana diharapkan.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/Prt/M/2008, perawatan
bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan atau mengganti bagian bangunan
gedung, komponen, bahan bangunan, dan/ atau prasarana dan sarana agar bangunan
gedung tetap laik fungsi. Perawatan bangunan adalah tahapan kegiatan setelah proses
konstruksi selesai, untuk mendukung tetap terpenuhinya persyaratan kelayakan bangunan.
Usaha perawatan bangunan merupakan usaha pelaksanaan konstruksi yang khusus
bergerak dalam bidang perawatan dan pemeliharaan bangunan dalam arti seluas-luasnya.
Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah bangunan gedung/arsitektural, bangunan sipil,
bangunan mekanikal, bangunan elektrikal, atau pun bangunan tata lingkungan (Konstruksi,
2009a).
26
Awalnya perawatan gedung hanya berupa pembersihan (cleaning) (Konstruksi,
1990), tetapi sekarang pembersihan hanyalah merupakan kegiatan awal dari perawatan
bangunan. Walaupun demikian dengan pembersihan akan mampu memperlambat proses
kerusakan komponen bangunan. Menurut Miller dan Jerome (1971), ditinjau dari jenis
kegiatan perawatan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pencegahan (protecting),
perbaikan
(repairing), dan pembaharuan (renovation). Sementara hasil penelitian terhadap 230
perusahaan konstruksi di Amerika diperoleh keterangan bahwa kegiatan perawatan berupa
pencegahan yang dilakukan secara rutin baik berupa perbaikan langsung atau dengan cara
penundaan perawatannya (Nawakorawit, 1999). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa perawatan gedung dapat hanya berupa pembersihan, perbaikan, atau pembaharuan
yang dapat dilakukan secara rutin maupun tidak.
Aspek perawatan dan rehabilitasi bangunan tak kalah penting dibanding dengan
perencanaan dan pelaksanaan proyek. Bahkan konsep pemeliharaan dan rehabilitasi harus
sudah ditetapkan sebelum perencanaan proyek usai (Konstruksi, 2009b). Memelihara
bangunan itu tidak mudah, perlu kaitan berbagai disiplin ilmu non Wimala (2008),
kegiatan pemeliharaan sebagai suatu bangian yang integral dari tujuan dan fungsi
organisasi pembangunan gedung. Untuk mencapai hasil pemeliharaan yang optimal,
diperlukan standar yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
pemeliharaan.
The success of a school maintenance programme depends on the school community’s
ability to be organized and keep track of all activities included in the programme. The
27
school maintenance programme should be systematic and proactive to prevent the need for
repairs (Organization Of American States, 1998).
Hasil penelitian Hajji dan Suparno (2009), menunjukkan bahwa faktor pemahaman
oleh semua pihak dan koordinasi yang teratur merupakan faktor dominan yang
menentukan kinerja teknis rehabilitasi bangunan gedung Sekolah Dasar. Menurut Imran,
pakar dari ITB, rehabilitasi bangunan cenderung memiliki keunikan. Penanganannya
sangat bergantung dari kasus yang terjadi dan sering harus dievaluasi dan dikerjakan
dengan pendekatan komprehensif (Konstruksi, 2009b). Terdapat beberapa undang-undang
atau peraturan sebagai payung hukum dalam perawatan bangunan. Undang-undang
atauperaturan tersebut adalah (1) Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan
gedung, yang berisi mengenai penyelenggaraan, memanfaatan, dan perawatan, serta
pemeliharaan bangunan gedung; (2) Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2002 tentang
peraturan pelaksanaan, juga tentang perawatan dan sanksinya berkaitan dengan perawatan
bangunan; (3) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 332/KPTS/M/2002 tentang
pemeliharaan dan perawatan bangunan (Konstruksi, 2009a). Berdasar pembahasan ini
paling tidak ada tiga komponen yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan
perawatan bangunan sekolah, yaitu kompetensi bidang teknik sipil, model manajemen
perawatan, dan penyediaan sumber daya.
2.2.2 Kompetensi Perawatan Bangunan
Menurut Miller dan Jerome (1971), pada dasarnya perawatan bangunan gedung
secara menyeluruh (total building maintenance) meliputi perawatan elektronik, perawatan
mekanikal, perawatan teknik sipil, perawatan pembersihan, perawatan keamanan, dan
28
perawatan tanaman. Pada bangunan yang tidak terlalu besar, maka perawatan yang perlu
dilakukan hanyalah perawatan teknik sipil. Perawatan teknik sipil ini terdiri atas perawatan
struktur dan nonstruktur. Perawatan struktur dikelompokkan struktur bangunan bawah,
bangunan tengah, dan atas. Perawatan struktur bangunan bawah meliputi pondasi, sloof,
dan lantai. Perawatan struktur bangunan tengah meliputi tembok dan kolom. Perawatan
struktur bangunan atas meliputi rangka atap dan rangka plafon. Perawatan nonstruktural
meliputi dinding, plesteran, kosen pintu, kosen jendela, pengecatan, penutup atap, dan
penutup plafon.
Sementara dalam maintenance manual for school building in the Caribbean
(Bastidas, 1998), perawatan bangunan gedung antara lain dibagi dalam wilayah
struktur, atap, bangunan luar, bangunan dalam, plumbing, dan listrik. Struktur bangunan
sekolah meliputi kolom, balok, struktur dinding, lantai, tangga, dan struktur atap. Atap
bangunan sekolah meliputi penutup atap, flashing, gutters, downspouts, dan flat foof
protection. Bangunan luar bangunan sekolah meliputi dinding luar, jendela luar, dan pintu
luar. Bangunan dalam meliputi lantai, dinding dalam, plafon, jendela dalam, dan pintu
dalam. Plumbing bangunan sekolah meliputi pipa air bersih, saluran air kotor dan
septictank. Listrik bangunan sekolah meliputi perbaikan kabel, panel box, lampu, dan
perlengkapan elektronik.
Hal yang sama dikemukakan Jones (2002), bahwa program perawatan bangunan
antara lain meliputi: (1) sistem struktur, (2) sistem atap, (3) penutup bagian luar (jendela,
cat), (4) AC, air panas, system ventilasi, (5) tangga (elevators and escalators), (6) jaringan
listrik, (7) system perpipaan, (8) sistem pengamanan kebakaran, dan (9) utilitas bangunan.
29
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dinyatakan bahwa bidang garapan perawatan
bangunan sekolah meliputi pekerjaanstruktur (kayu, baja, atau beton), nonstruktur
(dinding, lantai, pintu, jendela, plafon, plesteran), penunjang (listrik), dan pelengkap
(saluran air bersih, air kotor, dan septictank). Dengan demikian kompetensi yang
diperlukan dalam perawatan sekolah (bangunan tidak besar) adalah kompetensi tentang
metode pelaksanaan struktur kayu, struktur beton, struktur baja, dinding, plesteran, pintu,
jendela, plafon, jaringan listrik, jaringan air bersih, drainase, dan septictank.
Menurut Holt (Akdon, 2007) management is the process of planning, organizing,
leading, and controling that incompasses human, material, financial and information
resources is organization environment. Stoner & Freeman (2000), menyatakan bahwa
manajemen adalah seni melakukan pekerjaan melalui orang-orang. Bush dan Coleman
(2000), menjelaskan kriteria kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan
transformasional yaitu (1) berperan sebagai model, (2) sebagai inspirator dan motivator
mutu bagi anggota, (3) memberi stimulasi intelektual, dan (4) sebagai mentor bagi setiap
individu. Slamet (2008) menyatakan kepemimpinan yang efektif jika mampu
memberdayakan komponen organisasi mencapai tujuan. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa manajemen adalah usaha optimal memberdayakan komponen organisasi
untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam hal perawatan bangunan, Lateef (2009) menyebutkan bahwa manajemen
perawatan meliputi usaha memperoleh manfaat sebesarbesarnya dari kegiatan perawatan.
Dalam maintenance manual for school buildings in the Caribbean (Bastidas, 1998),
disebutkan bahwa program perawatan bangunan sekolah yang dikehendaki adalah
30
yang sistematis dan proaktif. Sistematis dalam arti dilaksanakan secara teratur, sedang
proaktif adalah tidak menunggu sampai terjadi kerusakan yang lebih parah. Penelitian
Lateef (2009) menyimpulkan perlunya sistem manajemen perawatan bangunan yang
didasarkan pada konsep nilai dalam usaha meningkatkan optimalisasi program perawatan
bangunan.
Sementara itu, perawatan bangunan dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yakni preventive maintenance (pemeliharaan dengan cara mencegah) dan corrective
maintenance (pemeliharaan dengan cara memperbaiki setelah terjadi kerusakan)
(Konstruksi, 2009a).
Menurut Jones (2002), rangkaian kegiatan perawatan antara lain, sebuah tim ahli
melakukan penelaahan terhadap bangunan dan sejarah operasionalnya. Selanjutnya melalui
tenaga professional bidang teknik sipil atau arsitektur melakukan penelaahan rencana
konstruksi dan spesifikasinya. Jika telah sesuai, selanjutnya mengembangkan program
perawatan secara spesifik. Untuk menentukan kesuksesan manajemen pemeliharaan, maka
ada tiga unsur yang harus ditentukan, yaitu keterlibatan karyawan, prosedur pemeliharaan,
dan monitoring (Palimirma, 2009).
Akasah dan Amirudin (2006), mengembangkan model manajemen pembangunan
sekolah menggunakan the Integration Definition for Function Modelling (IDEF). Model
ini menggunakan klasifikasi empat pertanyaan, yaitu (1) What are the activities?, (2) what
is input that needs to be transformed into outputs? (3) What are the elements that
influence/
31
control/regulate/constraint those activities? and (4) Who/what will implement those
activities? Keempat pertanyaan ini kemudian dirumuskan menjadi pertanyaan Input,
Control, Mechanism and Output,
Berdasarkan uraian ini, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan perawatan
bangunan adalah upaya memberdayakan komponen organisasi untuk mencapai
keberhasilan dalam kegiatan perawatan bangunan. Kegiatan manajemen dapat
dikelompokkan ke dalam kegiatan masukan (input), pelaksanaan (mechanism),
pengawasan (control), dan hasil (output). Kegiatan masukan yang berupa persiapan
program, penelaahan atau inspeksi lapangan, perencanaan program, dan penggalian
pendanaan. Kegiatan pelaksanaan program berupa kegiatan menjalankan program.
Kegiatanpengawasan berupa kegiatan pengawasan dan evaluasi program. Kegiatan hasil
berupa capaian yang disampaikan melalui kegiatan pelaporan hasil
Menurut Kepala Badan Pengembangan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia
(BPKSDM) di masa pascapelaksanaan konstruksi seluruh stakeholder perlu diberdayakan
untuk terlibat dalam pengendalian operasional, perawatan, rehabilitasi, pemantauan, dan
evaluasi (Konstruksi, 2009b). Hal senada dinyatakan oleh Menteri Pendidikan Nasional,
Bambang Sudibyo (Gatra, 2008), bahwa mendatang, perawatan bangunan sekolah
merupakan tanggung jawab sekolah dan pemerintah daerah. Sementara itu, dalam
Maintenance Manual for School Building in the Caribbean (Bastidas, 1998), dinyatakan
bahwa tanggung jawab perawatan bangunan sekolah adalah pihak sekolah dan masyarakat.
Berdasar pernyataan tersebut, kiranya dapat dipilih atau ditetapkan sementara
bahwa tanggung jawab perawatan bangunan sekolah adalah pada pihak sekolah,
32
masyarakat, dan pemerintah daerah. Dengan kata lain dari sisi pembiayaan, maka yang
bertanggung jawab menyediakan biaya perawatan sekolah adalah pihak sekolah,
masyarakat, dan pemerintah daerah.
2.3. Kerangka Pemikiran
Proses penyusunan anggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri
memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran
Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi Perangkat Daerah (unit kerja). Rancangan anggaran
unit kerja dimuat dalam suatu dokumen yang disebut dengan Rancangan Anggaran Satuan
Kerja (RASK atau formulir S). RASK ini menggambarkan kerangka logis hubungan antara
kebijakan anggaran (arah dan kebijakan umum APBD serta strategi dan prioritas APBD)
dengan operasional anggaran (program dan kegiatan anggaran) di setiap unit pelaksana
anggaran daerah sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan
unit kerja yang bersangkutan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
RASK memuat juga standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya sebagai
instrumen pokok dalam anggaran kinerja dalam rangka mengukur efektivitas dari progam yang
dianggarkan.
Schiff dan Lewin (1970), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki
peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai
sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran
tersebut, Argyris (1952) dalam Titisari (2004) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang
efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai.
33
Bangunan sekolah merupakan kebutuhan mutlak agar dapat terlaksananya proses
pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan peluang
lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan berkualitas, yang kemudian
berpotensi melahirkan generasi yang cerdas, kreatif, dan berkeadaban (Setyawan, 2005).
Namun demikian, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa banyak bangunan
gedung sekolah yang mengalami kerusakan. Oleh sebab itu anggaran pemeliharaan gedung
sekolah harus di susun oleh SKPD yang terkait berdasarkan data yang diberikan oleh
sekolah-sekolah. Ada bermacam-macam jenis kerusakan, begitu juga tingkat
kerusakannya.
Umumnya kerusakan dimulai dari kebocoran genteng yang tidak segera diperbaiki
atau serangan rayap yang tidak segera diketahui atau segera diperbaiki. Kondisi ini
ternyata sesuai dengan analisis Suparlan (2007), mengapa gedung sekolah cepat rusak,
karena masih lemahnya sistem pemeliharaan. Proses pemeliharaan gedung sekolah kurang
mendapatkan perhatian dari pihak sekolah.
Sementara menurut Setyawan (2005), pihak sekolah harus mulai belajar mengatasi
permasalahannya sendiri, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada pemerintah. Pihak
sekolah dapat mencari alternative dalam meningkatkan sumber daya sekolah. Komite
sekolah dapat menjadi tumpuan di tingkatan teknis operasionalnya.
Bangunan sekolah yang kurang mendapatkan perhatian atau perawatan dapat
diyakini akan cepat mengalami kerusakan. Bila kerusakan yang kecil tidak segera
diperbaiki, maka kerusakan akan berkembang, menjalar pada bagian lain, dan menjadi
34
semakin parah. Kemungkinan kerugian akan semakin besar, proses belajar-mengajar dapat
terganggu, bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa. Oleh sebab itu maka pihak sekolah
harus menyusun anggaran pemeliharaan gedung sekolah yang sesuai dengan kemampuan
keuangan sekolah serta melaporkan jumlah ruangan yang perlu perawatan ke SKPD yang
terkait yang nantinya akan dianggarkan untuk mendapatkan dana pemeliharaan melalui
anggaran pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Penyusunan anggaran ditingkat pengelola keuangan daerah bergantung pada data
yang diberikan oleh SKPD yang terkait. Adanya data yang akurat akan memberikan
dampak yang signifikan bagi penyusunan anggaran pemeliharaan gedung sekolah.
Efektifitas pemeliharaan gedung sekolah akan baik jika penyusunan anggaran
pemeliharaan gedung sekolah mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan
kebutuhan.
35
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah penyusunan anggaran dan efektifitas,
Penelitian ini akan dilaksanakan di kabupaten Minahasa Tenggara .
3.2. Metode Penelitian
Metode adalah suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan dan
mencatat data, baik data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk
keperluan menyusun karya ilmiah yang kemudian menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kebenaran
atau data yang diinginkan.
Penelitian ini adalah eksplanatory research yaitu untuk menjelaskan hubungan
kausal antara variable-variabel melalui pengujian hipotesa, maka penelitian tidak lagi
dinamakan penelitian deskriptif melainkan penelitan pengujian hipotesa atau penelitan
penjelasan (explanatory).
3.3. Operasionalisasi Variabel
Penjelasan variabel penelitian menurut Sugiyono (2009:59) yaitu: “Variabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang
36
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya.”
Variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian ini secara operasional dikelompokkan
dalam dimensi dan indkitor-indikator.
3.4. Populasi dan Sampel
Unit analisis dalam penelitian ini adalah 132 kepala sekolah , dan menjadi populasi
dalam penelitian ini Dengan melihat populasi yang ada maka pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan secara acak (random sampling) tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam populasi itu. Sedangkan teknik pengambilan sampel menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh Slovin (dalam Riduwan, 2009:95) sebagai berikut:
n = N
N . d2+1
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi = 132
d2 = Presisi (ditetapkan 10 % dengan tingkat kepercayaan 95 %)
Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh sampel sebanyak 57 orang
kepala sekolah.
Sedangkan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah aparat yang
melakukan pengawasan yaitu aparat pada inspektorat kabupaten Minahasa Tenggara.
3.2.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik sebagai
berikut :
37
a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
langsung terhadap objek yang sedang diteliti diamati atau kegiatan yang sedang
berlangsung
b. Wawancara (Interview), yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang terkait langsung dan berkompeten
dengan permasalahan yang penulis teliti yaitu dengan bagian/posisi pelaksana.
c. Kuesioner, teknik kuesioner yang penulis gunakan adalah kuesioner/pertanyaan tetutup
d. Dokumen, merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi
pearson product moment (r). Pengujian reliabilitas menggunakan uji reliabilitas h split
half method (spearman Brown Correlation) teknik belah dua. Metode ini menghitung
reliabilitas dengan cara memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes
tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan ganjil atau
genap).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Dimana
variabel Pengendalian Internal dipasangkan dengan data variabel efektivitas yang
dikumpulkan melalui kuesioner masih memiliki skala ordinal, maka sebelum diolah data
ordinal terlebih dahulu dikonversi menjadi data interval menggunakan Methode Succesive
Internal (MSI). Pengujian hipotesis akan mengunakan uji t.
Berdasarkan pada alat statistik yang digunakan dan hipotesis penelitian di atas
maka penulis menetapkan dua hipotesis yang digunakan untuk uji statistiknya yaitu
38
hipotesis nol (Ho) yang diformulasikan untuk ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) yaitu
hipotesis penulis yang diformulasikan untuk diterima, dengan perumusan sebagai berikut:
Ho: ρ = 0, Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel penyusunan anggaran dan
variabel efektivitas pemeliharaan gedung sekolah di kabupaten Minahasa Tenggara.
Ha: ρ ≠ 0, Ada pengaruh yang signifikan antara variabel variabel penyusunan anggaran
dan variabel efektivitas pemeliharaan gedung sekolah di kabupaten Minahasa Tenggara
Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah H0 ditolak atau diterima dengan
menggunakan rumus statistik uji t.
Tingkat signifikan (level of significance) yang digunakan adalah 0,05 (5%) dengan
derajat kebebasan db = n - 2. Tingkat ini dipilih karena dinilai cukup ketat untuk mewakili
dalam pengujian kedua variabel tersebut dan merupakan tingkat signifikan yang sering
digunakan.
Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah H0 ditolak atau diterima adalah
:
- Jika thitung < ttabel, berarti Ha ditolak, H0 diterima
- Jika thitung > ttabel, berarti Ha diterima, H0 ditolak
- t hitung; dicari dengan rumus perhitungan t hitung, dan
- t tabel; dicari didalam tabel distribusi dengan ketentuan sebagai berikut, α = 0,05
dan db = (jumlah data – 2).
39
DAFTAR PUSTAKA
Akasah, Z.A.B, & Amirudin, R.B. 2006. Maintenance Management Process Model For School Buildings: An Application of IDEF Modelling Methodology. The International Conference on Construction Industry 2006 (ICCI 2006).Universitas Bung Hatta. Padang.
Akdon. 2007. Strategic Management for Educational Management. Bandung: Alfa Beta.
AR, Mustopadidjaya, Sistem dan Proses Penyusunan APBDN, Modul pada ProgramDiklat TMPP-D Angkatan XV, Ujung Pandang, 1997
Bastidas, Pedro. 1998. Maintenance Manual for School Buildings in theCaribbean. (online) (http://www.oas. org/CDMP/document/schools/maintm an.htm) diakses 30 Januari 2013
Baswir Revrisond, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, Edisi ketiga, BPFE Yogyakarta,1997.
Bush, T. & Coleman, M. 2000. Leadership and Strategic Management in Education. London: Paul Chapmans Publishing. Ltd.
Depdiknas. 1999. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Direktorat Dikmenum.
Hajji, A.M., dan Suparno. 2009. Pengembangan Perangkat Analisis Kinerja Teknis Hasil Rehabilitasi Bangunan Sekolah Rusak melalui Program Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN Bidang Pendidikan di Indonesia. Laporan Penelitian tidak dipublikasikan. Malang: Puslit UM.
Hansen Don R, Maryanne M. Mowen, 2000 Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua,terjemahan : A. Hermawan, Penerbit Erlangga, Jakarta
Konstruksi. 1990. Perawatan Bangunan Masih Perlu Dimasyarakatkan. Majalah Konstruksi,
Konstruksi. 2009a. Manajemen Perawatan Bangunan: Mendukung TerpenuhinyaPersyaratan Kelayakan Bangunan. Majalah Techno Konstruksi, Edisi 12
Konstruksi. 2009b. Mencari Bentuk Budaya Merawat Bangunan. Majalah Techno Konstruksi, Edisi 13, Tahun II, hal 5456.
Koster, Wayan. 2001. Restrukturisasi Penyelenggaraan Pendidikan: Studi Kapasitas
40
Sekolah dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan. (online) (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publi kasi/Jurnal/No026/restrukturisasi_pen yelenggaraan_wayan_koster.htm. diakses 24 Januari 2013).
Kunarjo, Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan, Edis ketiga UI- Press, Jakarta,1996.
Lateef, Olanrewaju Abdul. 2009. Building maintenance management in Malaysia.
Journal of Building Appraisal 4, 207214. doi:10.1057/jba.2008.27
Mamesah, D.J, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995
Meirina, Zita. 2008, 14 April. Sekolah Rusak Rampas Hak Siswa Raih LayananPendidikan. (online) (http:// www.edukasi.net/artikel.htm) diakses 21 Maret 2009.
Miller, E. and Jerome, W. 1971. Modern Maintenance Manajement. Bombay: D.B. Taraporevala Sons & Co.PVT. LTD.
Mulyadi. 2011. Sistem Akuntansi. Edisi 3 PT Salemba Patria Jakarta
Munandar, M. Drs, 1985, Budgeting, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Munawir S, 2002 Akuntansi Keuangan Dan Manajemen, Edisi Pertama, PenerbitBPFE Yogyakarta
Organization Of American States. 1998. Maintenance Manual For SchoolBuildings In The Caribbean. Online (http:///www.School Building MaintenanceManual.htm), diakses 30 Januari 2013.
Palimirma, 2009. Manajemen Operasi: Maintenance (Pemeliharaan) dan Reliability(Keandalan). (online) (http:// vibiznews.com/journal.php?sub=journ al&page=quality&id=64), diakses 30 Januari 2013
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/Prt/M/2008, tanggal 30 Desember2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Setyawan.W. 2005, 2 Pebruari. Menyoal Kerusakan Bangunan Sekolah. (online) (http://www2.kompas.com/kompas, cetak/0502/28/Didaktika/1580557 .htm), diakses 30 Januari 2013.
Suparno. 1998. Kajian Teoritis dan Empiris terhadap Perawatan Gedung di
41
Indonesia. Jurnal Teknologi dan Kejuruan
Van Horne James C, Jhon M. Wachowicz, Jr, 1998 Prinsip-prinsip ManajemenKeuangan, Edisi Kesembilan, Terjemahan : Heru Sutojo, Penerbit Salemba Empat Jakarta Gomes, Faustino Cardoso, 1995, Manaiemen Sumber Dava Manusia. Edisi satu. Andi Offer. Jogjakarta
42