proposal penelitian tebu tahan salinitas

27
UJI KETAHANAN TERHADAP SALINITAS BEBERAPA VARIETAS TEBU ASAL BIBIT SINGLE BUD PROPOSAL Oleh : Gilang Hakim NIM. 081510501019

Upload: gilang

Post on 17-Jan-2016

127 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

respon ketahanan beberapa varietas tyebu terhadap salinitas

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

UJI KETAHANAN TERHADAP SALINITAS BEBERAPA

VARIETAS TEBU ASAL BIBIT SINGLE BUD

PROPOSAL

Oleh :

Gilang HakimNIM. 081510501019

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan komoditas tanaman yang

potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman tebu sesuai untuk tumbuh

di daerah tropis dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Nilai ekonomi yang

tinggi dari tanaman tebu bisa dilihat dari pemanfaatannya sebagai bahan pemanis

(gula) yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.

Kebutuhan tebu semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk

dan peningkatan pendapatan masyarakat (Prasetyo, 2010).

Pengembangan industri gula akan berpengaruh pada perkembangan

industri-industri lainnya karena selain untuk konsumsi langsung, gula juga

digunakan sebagai bahan baku berbagai industri makanan dan minuman.

Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan

peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat dan pertumbuhan industri

pengolahan makanan dan minuman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

industri gula berpotensi menjadi salah satu industri unggulan (Suprayoga, 2007).

Peningkatan produksi pertanian di Indonesia, salah satunya dilakukan

dengan usaha ekstensifikasi. Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan

pertanian akan bergeser dari lahan yang subur ke lahan-lahan marginal. Lahan

marjinal didefinisikan sebagai lahan yang mempunyai potensi rendah sampai

sangat rendah untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, namun dengan

penerapan suatu teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat potensi lahan

tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Lahan

marginal di Indonesia terdiri atas lahan pasang surut, lahan salin, gambut dan

lahan-lahan yang berada di dekat areal pertambangan (Yuniati, 2004).

Salinitas merupakan satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup

serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian.

Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang

berlebihan dalam larutan tanah. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah

dengan salinitas yang tinggi adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang

1

Page 3: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Salinitas memberikan suatu efek bagi

dunia pertanian secara signifikan yaitu dapat mengurangi produktivitas dari

tanaman pertanian (Putri, 2010).

Menurut Yuniati (2004), berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung

mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi

pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat

menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan

perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam

sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel serta aktivitas

enzim terhambat oleh garam.

Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya

turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya partikel

garam ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena secara langsung

menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion penting untuk

pertumbuhan tanaman. Selain itu, beberapa gejala akibat cekaman garam juga

tampak pada tanaman yang mengalami kekeringan (Yuniati, 2004).

Penanaman varietas tebu yang toleran di lahan salin, merupakan salah satu

alternatif dalam pengembangan dan peningkatan budidaya dan pertanaman tebu.

Untuk keperluan tersebut, maka peneliti tertarik untuk menguji ketahanan

terhadap salinitas beberapa varietas tebu asal bibit single bud.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil

adalah :

1. Bagaimana respon ketahanan beberapa varietas tebu terhadap salinitas

beberapa jenis garam?

2. Varietas tebu manakah yang memberikan respon ketahanan terhadap

salinitas?

3. Apakah beberapa jenis garam memberikan respon ketahanan yang berbeda

tanaman tebu terhadap salinitas?

2

Page 4: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

1.3 Tujuan Percobaan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian yang dimaksud adalah :

1. Mengetahui respon ketahanan beberapa varietas tebu terhadap salinitas

beberapa jenis garam.

2. Mengetahui varietas tebu manakah yang memberikan respon ketahanan

terhadap salinitas.

3. Mengetahui beberapa jenis garam memberikan respon ketahanan yang

berbeda tanaman tebu terhadap salinitas.

1.4 Manfaat Percobaan

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang respon

ketahanan beberapa varietas tebu terhadap salinitas pada pengembangan

budidaya tebu, sehingga dapat menghasilkan tanaman tebu yang tahan

terhadap kondisi tanah dengan salinitas yang tinggi.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan positif kepada

perkembangan teknologi khususnya budidaya tanaman tebu.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan terhadap

penelitian selanjutnya.

3

Page 5: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas

tanaman yang banyak dibudidayakan pada tropis dan subtropis, dimana setiap

tahun memberikan sumbangan 60-70% gula dunia. Gula merupakan salah satu

kebutuhan pokok masyarakat, baik untuk konsumsi maupun untuk industri. Di

Indonesia tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) digunakan sebagai bahan

baku utama untuk menghasilkan gula sukrosa. Tanaman tebu tergolong tanaman

perdu dengan nama latin Saccharum officinarum. Di daerah Jawa Barat disebut

Tiwu, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Tebu atau Rosan.

Sistematika tanaman tebu menurut Indrawanto, dkk (2010) adalah:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Graminales

Famil : Graminae

Genus : Saccharum

Species : Saccarum officinarum

Batang tanaman tebu beruas-ruas, dari bagian pangkal sampai

pertengahan, ruasnya panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya

pendek. Tinggi batang antara 2 sampai 5 meter, tergantung baik buruknya

pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk batang tebu terdapat

titik tumbuh yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan meninggi.

Batang dengan mata tunas pada ruas, di bawah ruas berlilin (Steenis, 2005).

Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada di bawah tanah yang

tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5

cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang (Indrawanto, dkk,

2010).

Akar tanaman tebu adalah serabut, hal ini sebagai salah satu tanda bahwa

tanaman ini termasuk kelas Monocotyledone. Akar tebu dapat dibedakan menjadi

4

Page 6: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

dua, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek disebut pula akar bibit yang masa

hidupnya tidak lama. Akar ini tumbuh pada cincin akar dari stek batang.

Sedangkan akar tunas merupakan pengganti akar bibit. Pertumbuhan akar ada

yang tegak lurus ke bawah, ada yang mendatar dekat permukaan tanah (Steenis,

2005). Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar di bagian yang lebih

atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh (Indrawanto, dkk, 2010).

Daun tanaman tebu adalah daun tidak lengkap, karena terdiri dari helai

daun dan pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak ada. Kedudukan daun

berpangkal pada buku. Panjang helaian daun adalah antara 1 sampai 2 meter,

sedangkan lebarnya 4-7 cm, ujungnya meruncing, tepinya seperti gigi dan

mengandung kersik yang tajam (Sastrowijono, 1987). Di antara pelepah daun dan

helaian daun terdapat sendi segitiga dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah

daun yang membatasi antara helaian daun dan pelepah daun. Ukuran lebar daun

sempit kurang 4 cm, sedang antara 4-6 cm dan lebar 6 cm.

Bunga tebu merupakan malai yang bentuknya piramida, panjangnya antara

70-90 cm. Bunga tebu biasanya muncul pada bulan April-Mei. Bunganya terdiri

dari tenda bunga yaitu 3 helai daun tajuk bunga. Bunga tebu mempunyai 1 bakal

buah dan 3 benang sari, kepala putiknya berbentuk bulu (Steenis, 2005). Cabang

bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya

berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm (Indrawanto, dkk, 2010).

Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan

berkisar antara 1.000-1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan

kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada

periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per

bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan

125 mm dan 4-5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang

merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif

dan pemasakan tebu (Indrawanto, dkk, 2010).

Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu

cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24°C-34°C dengan

perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10°C. Pembentukan

5

Page 7: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30°C.

Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas

paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan

optimal pada suhu 15°C. Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam

setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman

memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang

berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat

pada menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat

(Indrawanto, dkk, 2010).

2.2 Varietas Tebu

Tebu varietas unggul memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding

varietas standar pada standar teknik budidaya yang diterapkan. Keunggulan suatu

varietas hanya berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh

perubahan lingkungan tumbuh dan perkembangan strain penyakit yang

menyerang tanaman sehingga varietas yang semula tahan kemudian menjadi

rentan. Karena itu penggunaan suatu varietas harus memiliki pola yang dinamis

dan tidak perlu ada fanatisme terhadap suatu varietas (Mirzawan, 1999).

Pemilihan varietas harus memperhatikan sifat-sifat varietas unggul yaitu,

memiliki potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot tebu dan rendemen

yang tinggi; memiliki produktivitas yang stabil dan mantap; memiliki ketahanan

yang tinggi untuk keprasan dan kekeringan serta tahan terhadap hama dan

penyakit (Indrawanto, dkk, 2010). Jenis-jenis varietas unggul di antaranya adalah

varietas PS.881, PSJK-922 dan Bululawang.

Varietas PS 881 sebelumnya dengan nama seri PSBM 88-113, merupakan

keturunan hasil persilangan polycross BQ 33 pada tahun 1988. Setelah diseleksi

sejak dini di wilayah Bungamayang, dan diuji adaptasi di wilayah Jawa Timur

ternyata cocok dikembangkan pada lahan dengan spesifik lokasi Inceptisol,

Vertisol dan Ultisol dengan tipe iklim C2 (Oldeman). Potensi rendemen yang

tinggi dengan kategori kemasakan awal giling, dengan pertumbuhan cepat dengan

kadar sabut sekitar 13-14%. Secara nyata kemasakan varietas PS 881 lebih cepat

6

Page 8: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

dari pada PS 851 dan sedikit lebih awal dari PS 862. Sebagai varietas masak awal,

yang penting bahwa selama tanaman telah berumur 8 bulan atau lebih, maka pada

bulan Mei-Juni harus sudah ditebang. Sifat pembungaan adalah sedang, oleh

karena itu jadwal tebang terhadap varietas ini harus lebih pasti (Budhisantosa,

dkk, 2008).

Varietas PSJK-922 mempunyai pertumbuhan yang cepat dengan kerapatan

batang tinggi yaitu antara 10-15 batang. Potensi produksi PSJK-922 adalah 14

ton/hektar dengan rendemen ± 9%. Varietas ini juga dinyatakan sebagai varietas

yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit yang antara lain adalah

penggerek batang dan pucuk, mosaic, pokkahbung, blendok dan luka api

(Suswono, 2012).

Varietas Bululawang merupakan hasil pemutihan varietas yang ditemukan

pertama kali di wilayah Kecamatan Bululawang, Malang Selatan. Melalui Surat

Keputusan Menteri Pertanian tahun 2004, maka varietas ini dilepas resmi untuk

digunakan sebagai benih bina. BL lebih cocok pada lahan-lahan ringan

(geluhan/liat berpasir) dengan sistem drainase yang baik dan pemupukan N yang

cukup. Sementara itu pada lahan berat dengan drainase terganggu tampak

keragaan pertumbuhan tanaman sangat tertekan. BL tampaknya memerlukan

lahan dengan kondisi kecukupan air pada kondisi drainase yang baik. Khususnya

lahan ringan sampai geluhan lebih disukai varietas ini dari pada pada lahan berat.

Bululawang merupakan varietas yang selalu tumbuh dengan munculnya tunas-

tunas baru atau disebut sogolan. Oleh karena itu potensi bobot tebu akan sangat

tinggi karena apabila sogolan ikut dipanen akan menambah bobot tebu secara

nyata. Melihat munculnya tunas-tunas baru yang terus terjadi walaupun umur

tanaman sudah menjelang tebang, maka kategori tingkat kemasakan termasuk

tengah-lambat, yaitu baru masak setelah memasuki akhir bulan Juli (Sugiyarta,

2008).

2.3 Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi

yang berlebihan dalam larutan tanah. Satuan pengukuran salinitas adalah

7

Page 9: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

konduktivitas elektrik yang dilambangkan dengan decisiemens/m pada suhu 25°C.

Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung

mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi

pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat

menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan

perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam

sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim

terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel

dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel.

Berlebihnya Na dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena

tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion

penting untuk pertumbuhan tanaman (Yuniati, 2004).

Pertumbuhan tanaman pada lingkungan dengan kadar garam tinggi

menyebabkan tanaman mengalami efek hiperosmotik. Akibatnya, terjadi

gangguan pada fungsi membran, keracunan metabolisme, gangguan pada proses

fotosíntesis, bahkan dapat berujung pada kematian tanaman (Malhotra and Blake

2004). Salinitas pada kedelai dapat meningkatkan tingkat kematian tanaman,

nekrosis pada daun, dan akumulasi klorida dalamdaun dan batang, serta

berkurangnya warna hijau pada daun. Hal tersebut mengakibatkan penurunan

biomass tanaman, tinggi tanaman, ukuran daun, hasil biji, kualitas biji, dan

kemampuan tumbuh (Essa, 2002).

Salinitas juga berpotensi menghambat pertumbuhan akar, penyesuaian

osmotik akar, tekanan akar, pengeluaran ion natrium, dan ekstraksi air (An et al.

2002). Nodulasi kedelai juga dipengaruhi oleh cekaman garam. Beberapa kajian

menunjukkan bahwa salinitas menurunkan jumlah nodul dan bobot kering

tanaman. Selain itu, salinitas juga berimbas pada peningkatan natrium dan klorida,

mengurangi akumulasi kalium, kalsium dan magnesium pada tanah (Essa, 2002).

Salinitas berpengaruh pula terhadap hasil biji kedelai. Penurunan hasil sebanyak

20% dilaporkan terjadi pada salinitas tanah 4,0 dS/m, dan mencapai 66% pada

salinitas 5,4 dS/m. Sedangkan pada salinitas tanah 0,8 dS/m tidak menyebabkan

penurunan hasil biji kedelai (Pathan et al., 2007).

8

Page 10: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

2.4 Respon Tanaman pada Kondisi Salinitas

Respon pertumbuhan terhadap salinitas seringkali dianggap sebagai dasar

evaluasi untuk toleransi. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya

pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis

tanaman. Tanggapan yang pertama kali dilakukan tanaman adalah menurunkan

tekanan turgor. Penurunan tekanan turgor ini berdampak pada menurunnya

kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran sel. Penurunan turgor ini

diperkirakan sebagai proses yang paling sensitive pada tanaman dalam merespon

adanya kondisi cekaman kekeringan. Akibat dari menurunnya turgor ini bisa

berpengaruh pada penurunan pertumbuhan yang meliputi pertambahan panjang

batang, perluasan daun dan penyempitan stomata. Stomata akan membuka jika

kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan

oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut (Putri, 2010).

Adanya pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang

mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi

rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute)

di dalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi

osmotic sel akan semakin rendah Mekanisme menutup dan membukanya stomata

tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi

karbondioksida, berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat. Pada kondisi

cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan

laju transpirasi. Saat stomata tertutup, maka tidak akan terjadi fotosintesis (Zoko,

2009).

Cekaman garam memberikan respon lain pada tanaman yaitu

meningkatnya kadar hormone asam absisik (ABA). Asam absisik (ABA), salah

satu senyawa osmotik yang potensial dijadikan sebagai penanda biokimia

terhadap cekaman garam. Penanda ini membantu program pemuliaan tanaman

untuk menyeleksi varietas-varietas adaptif terhadap kondisi kekeringan. Asam

absisik meningkat dengan segera ketika tanaman mengalami cekaman garam.

Kadar ABA pada tanaman toleran lebih tinggi dibanding yang peka, sehingga

9

Page 11: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

ABA selalu dikaitkan dengan sifat toleran tanaman terhadap cekaman kekeringan

(Sinaga, 2002).

Konsentrasi endogenus ABA meningkatkan pada jaringan tanaman selama

tanaman terkena cekaman, baik cekaman garam, kekeringan maupun dingin.

Namun, hanya beberapa studi yang telah membandingkan induksi stress level

endogenus konsentrasi ABA pada tanaman yang toleran dan tanaman yang

sensitive (Moons, 1995).

Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel,

meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat

molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air

dalam tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi

bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan

mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan

pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2002). Cekaman garam merupakan cekaman yang

kompleks umumnya ditunjukkan sebagai kondisi kekurangan air karena pengaruh

osmotik garam. Selain itu cekaman garam mempunyai efek toksik karena

kelebihan ion yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam sel dan

mempengaruhi aktifitas metabolisme (Sinaga, 2002).

2.5 Hipotesis

1. Terdapat respon ketahanan beberapa varietas tebu terhadap salinitas

beberapa jenis garam.

2. Varietas tebu yang memberikan respon ketahanan yang berbeda terhadap

salinitas.

3. Beberapa jenis garam memberikan respon ketahanan tanaman yang

berbeda terhadap salinitas.

10

Page 12: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Lahan UPT Agrotekno Park Universitas

Jember, terletak di Desa Tegalboto Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.

Pelaksanaan percobaan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2015.

3.2 Bahan dan Alat Percobaan

3.2.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan meliputi tebu (varietas PS.881,

PSJK-922, Bululawang dan HW Merah), NaCl, MgCl2 dan air laut.

3.2.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan meliputi sprayer, gelas ukur, beaker

glass, tali rafia, meteran, timbangan analitik, pipet bhol, oven, sabit dan plastik.

3.3 Metode Penelitian

Percobaan faktorial (4 x 3) dilaksanakan dengan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) yang diulang tiga kali. Faktor pertama yaitu varietas tanaman

tebu, sedangkan faktor kedua yaitu jenis garam, masing-masing adalah:

Faktor I : Varietas tebu, terdiri dari 4 taraf, yaitu:

V1 : Tebu varietas PS.881

V2 : Tebu varietas PSJK-922

V3 : Tebu varietas Bululawang

V4 : Tebu varietas HW Merah

Faktor II : Jenis garam, terdiri dari 3 taraf, yaitu:

S1 : Garam dapur 10%

S2 : Air laut 250 meter dari bibir pantai

S3 : Kontrol (H2O)

11

Page 13: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut :

V1S1 V1S2 V1S3

V2S1 V2S2 V2S3

V3S1 V3S2 V3S3

V4S1 V4S2 V4S3

Model matematis dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ki + Vj + Sk + (VS)jk + εijk

Dalam hal ini :

Yijk = Nilai pengamatan dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-j faktor varietas tebu dan taraf ke-k dari faktor jenis garam

µ = Nilai rata-rata umumKi = Pengaruh aditif dari kelompok ke-iVj = Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor varietas tebuSk = Pengaruh aditif dari taraf ke-k faktor jenis garam(VS)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-j faktor varietas tebu dan taraf ke-k faktor

jenis garamεijk = Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-i yang memperoleh

taraf ke-j faktor varietas tebu dan taraf ke-k faktor jenis garam

Hasil analisis ragam dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan

Multiple Range Test) taraf 5% apabila terdapat pengaruh yang nyata.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam berupa bibit bagal tebu mata satu varietas PS.881, PSJK-922,

Bululawang dan HW Merah yang sebelum ditanam, dikecambahkan terlebih dulu

untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai pertumbuhan seragam.

3.4.2 Penanaman

Setelah umur 1 bulan, dipilih tanaman dengan pertumbuhan yang seragam

kemudian dipindahkan ke rumah kaca, dan ditanam dalam pot yang berisi media

campuran tanah dan pupuk kandang (2:1).

12

Page 14: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

3.4.3 Perlakuan Cekaman

Tanaman dirawat dengan perawatan baku sampai umur 2 bulan, kemudian

diberi perlakuan cekaman salinitas dengan cara melakukan penyiraman dengan

bahan NaCl 10%, MgCl2 10% dan air laut 10%.

3.4.4 Pengambilan Sampel

Sampel berupa daun +1 dipanen setelah gejala kelayuan muncul yang

ditunjukkan dengan terjadinya proses penggulungan pada daun +1.

3.5 Parameter Pengamatan

1. Tinggi Tanaman (cm)

2. Jumlah Daun Segar

3. Jumlah Daun Menguning

4. Panjang Ruas Batang

5. Kerapatan Stomata (mm²)

6. Jumlah Anakan

7. Analisa Jaringan (Asam amino prolin)

8. Analisa Elektroforesis

9. Berat Kering Tanaman

13

Page 15: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

DAFTAR PUSTAKA

An, P., S. Inanaga, Y. Cohen, U. Kafkafi and Y. Sugimoto. 2002. Salt Tolerance In Two Soybean Cultivars, Journal Plant Nutrition. 25:407-423.

Budhisantosa, H., E. Sugiyarta dan Mirzaman PDN. 2008. Deskripsi Tebu Varietas PS 881. Pasuruan: Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Essa, T.A., 2002. Effect of salinity stress on growth and nutrient composition of three soybean (Glycine max L. Merrill) cultivars. J. Agron. Crop Sci. 188:86-93.

Indrawanto, C, Purwono, Siswanto, M. Syakir, W. Rumini. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Bogor: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan.

Malhotra, R.S. and T. Blake. 2004. Breeding for salinity tolerance. In: M. Ashraf and P.J.C. Harris (Eds.). Abiotic stresses, plant resistance through breeding and molecular approaches. Food Products Press, Binghamton, NY. p.125-143.

Mirzawan, PDN dan S. Lamadji, 1997. Perakitan Varietas tebu Unggul Tahan Penyakit di Indonesia. MPG. P3GI. XXXIII (4) : 17-23.

Moons. A. 1995. Molecular and Physiological Responses to Abscisic Acid Salts in Roots of Salt-Sensitive and Salt-Tolerant Indica Rice Varieties. Plant Physiol Vol 107: 177-186.

Pathan, S.M.D., J. Lee, J.G. Shannon, and H.T. Nguyen. 2007. Recent advances in breeding for drought and salt stress tolerance in soybean (Chapter 30). In: M.A. Jenks et al. (Eds.). Advances in molecular breeding toward drought and salt tolerant crops. p.739-773.

Prasetyo, W. 2010. Analisis Break Event Point (BEP) pada Industri Pengolahan Tebu di Pabrik Gula (PG) Mojo Kabupaten Sragen. Skripsi. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Putri, R.S.J. 2010. Uji Ketahanan Tanaman Tebu Hasil Persilangan (Saccharum spp. Hybrid) pada Kondisi Lingkungan Cekaman Garam (NaCl). Paper. Surabaya: Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Sastrowijono, S. 1987. Identifikasi Varietas Tebu. Pasuruan: Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Sinaga, S. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan. Diakses dari http://www.daneprairie.com pada Tanggal 10 Januari 2015.

14

Page 16: Proposal penelitian tebu tahan salinitas

Steenis, V. C.G.G.J., G. den Hoed dan P.J. Eyma. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sugiyarta. 2008. Peranan Varietas Dalam Peningkatan Produksi Dan Produktivitas Gula, P3GI, Pasuruan. Diakses Tanggal 10 Januari 2015.

Suprayoga, J. 2007. Menghidupkan Lagi Industri Gula. Suara Merdeka.

Suswono. 2012. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3420/Kpts/SR.120/10/2012 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 577/ Kpts/SR.120/2/2012 tentang Pemutihan Tebu Klon PS 92-750 sebagai Varietas Unggul dengan Nama PJSK 922. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Yuniati, R. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (L.) Merrill Toleran terhadap NaCl untuk Penanaman di Lahan Salin. Makara Sains, 8(1):21-24.

Zoko, G. 2009. Cekaman Kekeringan. Diakses dari gozomora.blogspot.com Tanggal 10 Januari 2015.

15