proposal penelitian arya
TRANSCRIPT
Isolasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati
dunia. Dari Sabang sampai Merauke tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan
yang mengandung berbagai jenis bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan
pangan, kosmetika dan obat-obatan. Sejalan dengan semakin berkembangnya
fitofarmaka dan kosmetika tradisional maka penggunaan bahan alam sebagai
obat semakin diminati masyarakat (Agusta, 2000).
Berbagai macam obat tradisonal yang berasal dari tanaman telah
banyak diteliti khasiat farmakologinya. Namun, masih banyak tanaman yang
belum diketahui senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologinya
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Salah satu alternatif dalam
mencari senyawa baru adalah dengan melakukan penelitian secara fitokimia
yang dapat mengarahkan untuk mengetahui zat kimia metabolit sekunder dari
suatu tanaman (Sirait, 2007).
Tumbuhan dikenal mengandung berbagai golongan senyawa kimia
tertentu sebagai bahan obat yang mempunyai efek fisiologis terhadap
organisme lain, atau sering disebut sebagai senyawa bioaktif. Kurang lebih
80% obat-obatan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari
tumbuhan obat. Telah banyak senyawa aktif asal tumbuhan yang memasuki
aplikasi komersial untuk berbagai kegunaan. Senyawa alam hasil isolasi dari
tumbuhan, juga digunakan sebagai bahan asal untuk sintesis bahan-bahan
1
biologis aktif dan sebagai senyawa model untuk merancang senyawa baru
yang lebih aktif dengan sifat toksik yang lebih rendah (Sasongko, 2002).
Antibakteri merupakan zat yang dapat menghambat atau membunuh
bakteri dengan penyebab infeksi. Infeksi disebabkan oleh bakteri atau
mikroorganisme yang patogen, dimana mikroba masuk ke dalam jaringan
tubuh dan berkembang biak di dalam jaringan. Di antara bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus
dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau
sepsis dengan supurasi di tiap organ (Jawetz et al, 2001).
Penelitian-penelitian pencarian bahan antibakteri telah banyak
dilakukan terutama dari berbagai jenis tumbuhan rempah-rempah. Namun
para ilmuwan terus berusaha untuk mencari sumber antibakteri baru, terutama
yang mudah tumbuh di indonesia. Tumbuhan yang digunakan untuk obat
tradisional dapat dijadikan alternatif pencarian zat anti bakteri, karena pada
umumnya memiliki senyawa aktif yang berperan dalam bidang kesehatan
(Zuhud, 2011).
Salah satu tumbuhan obat yang berkhasiat antibakteri adalah pepaya
(Carica papaya Linn). Secara tradisional, tumbuhan pepaya telah digunakan
oleh masyarakat sebagai obat batu ginjal, hipertensi, malaria, keputihan,
meningkatkan produksi ASI, gangguan saluran kencing, haid berlebihan,
disentri, diare, jerawat, dan gangguan pencernaan (Heyne, 1987; Anonymous
2007; Departemen Pertanian 2007;). Di dalam ekstrak daun pepaya
terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba,
2
sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007).
Selain itu terdapat pula tocophenol dan flavonoid (Markham, 1988) yang
memiliki daya antimikroba.
Berdasarkan hasil pengujian (Okunola, 2012) ekstrak air, etanol, dan
aseton dari ekstrak daun kering dan segar pada konsentrasi 25, 50 dan 100
mg/ml diuji pada bakteri Gram positif-Gram negatif dan jamur menggunakan
metode difusi cakram. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas spektrum luas
antimikroba yang signifikan terhadap bakteri Gram negatif – Gram positif
dan jamur. Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa sampel kering lebih efektif
terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif sedangkan sampel segar
efektif terhadap bakteri Gram-negatif.
Berdasarkan penelitian diatas, perlu dilakukan isolasi senyawa aktif
dari ekstrak daun pepaya yang memiliki aktivitas antibakteri khususnya
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sehingga penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi ilmiah yang tepat penggunaan daun pepaya
sebagai senyawa antibakteri kepada masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Isolat manakah yang mememiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus pada ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)?
3
2. Jenis golongan senyawa apakah yang memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun pepaya (Carica
papaya L.)?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan isolat mana yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus pada ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.).
2. Mengidentifikasi jenis golongan senyawa yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun
pepaya (Carica papaya L.).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian adalah:
1. Menentukan isolat mana yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus pada daun pepaya (Carica papaya L.).
2. Mengidenltifikasi jenis golongan senyawa yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun
pepaya (Carica papaya L.).
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang daun pepaya (Carica
papaya L.) yang dapat bermanfaat sebagai antibakteri.
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini, yaitu hanya terbatas pada
pemisahan dan Identifikasi golongan senyawa bioaktif antibakteri pada
4
ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dengan menggunakan metode difusi agar dan KLT Bioautografi.
F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tumbuhan Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman dari Amerika
Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah sekitar
Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa
Portugis di abad ke-16, tanaman ini turut menyebar ke berbagai benua dan
Negara, termaksud benua Afrika dan Asia serta Negara India. Pepaya dari
India selanjutnya menyebar ke berbagai Negara tropis lainnya, termaksud
Indonesia danpulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke-17.
Masyarakat di Kepulauan Hawaii dan Amerika Serikat sangat
menggemari buah pepaya. Buah pepaya telah menjadi bagian penting
dalam menu yang disebut continenental breakfast. Banyak bangsa
Amerika menganggap buahpepaya adalah buah asli dari kepulauan Hawaii
(Kalie, 2004)
Tanaman pepaya termaksud dalam famili Caricaceae yang berasal
dari benua Amerika, yang kemudian menyebar ke Meksiko dan keseluruh
dunia termaksud Indonesia. Di berbagai daerah di Negara Indonesia,
tanaman pepaya merupakan tanaman pekarangan yang hampir ditanam
oleh setiap keluarga (Sunarjono, 1997). Menurut Kalie (2004), klasifikasi
tanaman pepaya sebagai berikut :
5
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Bagian-bagian
tanaman pepaya banyak yang digunakan dalam pengobatan tradisional.
Perasan daun pepaya dapat digunakan untuk meredam atau menurunkan
demam akibat penyakit malaria. Menurut Kalie (2006) rasa pahit perasan
daun pepaya disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2)
yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan
tekanan darah dan membunuh amuba. Menurut Ardina (2007) di dalam
ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas
proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai
antibakteri. Selain itu ekstrak daun pepaya dapat digunakan sebagai
6
antifungal pada powdery mildew fungi (Erysiphe cichoracearum DC) yang
menyebabkan penyakit powdery mildew pada lada (Capsicum annum L.)
(Amadioha, 1998).
Selain mengandung enzim papain dan alkaloid carpain, daun pepaya
juga mengandung psudo carpain, glikosid, karposid, dan saponin
(Muhlisah, 2007), serta mengandung sakarosa, dektrosa, levulosa,
tocophenol dan flavonoid (Rahman, 2008). Buahnya mengandung β-
karoten, pectin, d-galaktosa, Iarabinosa, papain, papayotimin, dan
vitokinose. Bijinya mengandung glukosida kasirin dan carpain. Dalam
pengobatan herbal, tanaman pepaya dapat digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit diantaranya kulit melepuh karena panas, malaria,
demam karena digigit ular berbisa, beruban sebelum waktunya, cacing
gelang, dan sariawan.
2. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh
dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan
menggunakan medium pengekstraksi (menstruum) yang tertentu (Agoes,
2009).
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah
halus memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresap
dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan
7
melarut. Maserasi biasanya dilakukan pada temperature 15° - 20°C dalam
waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel,
2005).
3. Antibakteri
Agen antibakteri mempunyai mekanisme kerja yaitu bakterisid
(membunuh) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan), selain itu
agen antibakteri dapat membantu pertahanan tubuh dalam mengeliminasi
bakteri patogen. Biasanya agen antibakteri dapat bersifat bakterisid dalam
kondisi tertentu tetapi dalam kondisi lain hanya bersifat bakteriostatik,
tergantung dari konsentrasi dan tipe bakteri tersebut (Anonim, 2005).
Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh
senyawa antimikroba dapat berlangsung melalui beberapa cara yaitu :
a. Mengganggu pembentukan dinding sel, hal ini disebabkan karena
terjadinya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding
atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi
penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi(Ardiansyah, 2007).
b. Bereaksi dengan membran sel, beberapa antimikroba merusak
permeabilitas membran, akibatnya terjadi kebocoran materi intraseluler,
seperti senyawa fenol yang dapat mengakibatkan lisis sel dan
menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein
sitoplasma dan asam nukleat, serta menghambat ikatan ATP-ase pada
membran sel(Ardiansyah, 2007).
8
c. Menghambat aktivitas enzim, efek senyawa antimikroba dapat
menghambat kerja enzim jika antara ikatan kompleks yang menyusun
struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba mempunyai
spesifitas yang sama. Penghambatan ini mengakibatkan terganggunya
metabolisme sel(Ardiansyah, 2007).
d. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein, komponen bioaktif
dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA),
menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik sehingga
terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah,
2007).
e. Merusak Sitoplasma, sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air,
asam nukleat, protein, karbohidrat, lipid, ion anorganik dan berbagai
senyawa dengan bobot molekul rendah. kehidupan suatu sel tergantung
pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam
keadaan alamiahnya. Konsentrasi tinggi beberapa zat kimia dapat
mengakibatkan koagulasi dan denaturasi komponen-komponen seluler
yang vital (Pelczar dan chan, 1988 dalam Khunaifi 2010).
3. Senyawa Antibakteri
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia hasil metabolit sekunder, yang
terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Pada umumnya
alkaloid larut dalam air jika berupa garam misalnya dengan HCl dan
H2SO4 yang sukar larut dalam pelarut organik (Sirait, 2007).
9
Alkaloid merupakan salah satu golongan senyawa yang mampu
memberikan penghambatan antimikroba (Mangunwardoyo dkk, 2009).
Senyawa alkaloid mempunyai mekanisme kerja sebagai antibakteri
diprediksi melalui penghambatan sintesis dinding sel yang akan
menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati (Nimah, 2012).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terdapat
dalam semua tumbuhan berpembuluh. Menurut strukturnya, flavonoid
merupakan turunan senyawa induk flavon. Flavonoid mengandung
atom karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalamkonfigurasi C6-
C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga
karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Seluruh
varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang berasal
dari jalur sikimat danalur asetat malonat. Senyawa ini umumnya terikat
sebagai glikosida, baik O-glikoksida maupun C-glikoksida (Harborne,
1998 dalam Mangunwardoyo, 2009).
Tumbuhan yang mengandung flavonoid kemungkinan mempunyai
fungsi yaitu pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga. Flavonoid
merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Khunaifi, 2010).
Mekanisme senyawa fenol sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah
yaitu dengan merusak membran sitoplasma dan dapat menyebabkan
kebocoran inti sel. Sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa fenol
10
berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut sangat efektif
ketika bakteri dalam tahap pembelahan dimana lapisan fosfolipid di
sekeliling sel sedang dalam kondisi yang sangat tipis sehingga fenol
dapat dengan mudah merusak isi sel (Rachmawati dkk, 2010).
c. Tanin
Tanin merupakan gambaran umum untuk senyawa golongan
polimer fenolik. Tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit
mentah menjadi siap pakai karena kemampuannya menyambung
silangkan protein (Mustarichie dkk, 2011).
Tanin memiliki aktivitas antibakteri dengan merusak membran sel
bakteri, senyawa anstringent tanin dapat menginduksi pembentukan
suatu ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menghambat daya
toksisitas tanin (Akiyama dkk, 2001). Selain itu, senyawa tanin mampu
mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri dan sel tidak dapat melakukan aktivitas
hidup sehingga pertumbuhannya terhambat bahkan mati (Ajizah, 2004).
d. Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses
biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan.
Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga
pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh
molekul iso prena, CH2=C(CH3)-CH=CH2, kerangka terpenoid
terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprene (C5).
11
Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikan atas jumlah unit
isoprene yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas
dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40)
isoprene. Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen,
seskuiterpen, diterpen, triterpen, dan tetraterpen (Sirait, 2007).
Terpenoid merupakan salah satu golongan senyawa yang
mempunyai aktivitas antibakteri. Terpenoid bereaksi dengan porin
(Protein transmembran luar dinding sel bakteri), membentuk ikatan
polimer yang kuat sehingga rusaknya dinding porin (Volk dan Wheller,
1984dalam Rachmawati dkk, 2011). Rusaknya dinding porin yang
merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi
permeabilitas sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan
kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati
(Cowan, 1999 dalam Rachmawati dkk, 2011).
e. Saponin
Saponin merupakan senyawa kimia yang memberikan rasa pahit
pada bahan pangan nabati. Saponin dapat menghambat pertumbukan
kanker kolon dan membantu menjaga kadar kolesterol tetap normal.
Saponin tidak bersifat toksik karena tidak dapat diserap oleh usus (Suja,
2008 dalam Widiana 2012). Senyawa golongan saponin memiliki
polisakarida sehingga dapat menembus membran sel bakteri, akibatnya
sel bakteri tersebut rusak (Nimah, 2012).Selain itu, saponin juga dapat
merubah permeabilitas sel (Sundari, 1996 dalam Widiana, 2012).
12
4. Bakteri Uji
Nama dari bakteri Staphylococcus aureus berasal dari kata
“Staphele” dalam bahasa Yunani berarti anggur dan kata “aureus” dalam
bahasa latin berarti emas. Nama tersebut diberikan berdasarkan atas
bentuk-bentuk sel bakteri tersebut jika dilihat dibawah mikroskop dan
warna keemasan yang terbentuk jika bekteri tersebut ditumbuhkan pada
permukaan suatu agar. Sel dari bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk
bulat (kokus) dengan ukuran kecil, diameter 0,5-1,5 mikron, tidak
membentuk spora, katalase positif dan biasanya sel-selnya terdapat dalam
kelompok seperti buah anggur dan ada juga yang terpisah-pisah atau
tunggal (Djide, 2008).
Staphylococcus aureus termaksuk bakteri gram positif yang
mempunyai struktur dinding sel yang mengandung polisakarida dan
protein yang bersifat antigen dan mempunyai kandungan lipid yang rendah
(1-4%). Perbedaan kepekaan bakteri gram positif dan gram negatif
terhadap zat antibakteri kemungkinan karena perbedaan struktur dinding
sel, seperti jumlah peptidoglikan, jumlah lipid, ikatan silang, dan aktivitas
enzim, yang menentukan penetrasi, pengikatan dan aktivitas antibakteri.
Sehingga dinding Staphylococcus aureus mudah ditembus oleh zat
antibakteri dibandingkan dengan sel bakteri Escherichia coli (Jawetz et al,
1986 dalam Poeloengan dkk, 2007).
13
5. Uji aktivitas antibakteri
a. Metode Difusi Agar
Difusi adalah proses perpindahan molekul secara acak dari satu
posisi ke posisi lain. Pada difusi tersebut yang perlu diperhatikan adalah
dosis, kecepatan, dan energi kinetik (Djide, 2008). Pada metode ini
kemampuan antimikroba ditentukan berdasarkan hambatan yang terjadi.
Salah satu modifikasi metode ini adalah Metode difusi dengan mangkuk
pipih dimana metode ini menggunakan lubang atau sumur yang dibuat
langsung pada medium yang telah ditanami dengan mikroorganisme
dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji
(Pratiwi, 2008). Cara ini didasarkan atas perbadingan antara luas daerah
hambatan yang dibentuk larutan contoh terhadap pertumbuhan mikroba
dengan daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan pembanding
(Akhyar, 2010).
b. KLT Bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk
menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi
dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu
kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas efek biologi
berupa antibakteri, antiprotozoa, antitumor, dan lain-lain dari substansi
yang diteliti.Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien
untuk mendeteksi komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir
14
aktivitas meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk
senyawa kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen
yang aktif (Djide, 2008).
6. Metode Pemisahan
a. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembang oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tuhan 1938. KLT merupakan bentuk kromotagrafi
planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas
didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan
yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat pelastik (Rohman dan
Gandjar, 2008). Di antarametode kimia pemeriksaan tanaman, analisis
kromatografi memainkan peran yang sangat penting, dan telah
diperkenalkan kepada semua farmakope modern. Karena banyak
keuntungan dari metode kromatografi (kromatografi lebih spesifik dan
merupakan metode yang dapat digunakan untuk untukanalisiskualitatif
dan kuantitatif) (Wakjmundzaka dkk, 2008).
b. Kromatografi Cair Vakum
Salah satu alternatif dalam penerapan tekanan yang
menyempurnakan kolom yaitu menerapkan vakum pada akhir kolom.
Teknik ini disebut KCV (Kromatografi Cair Vakum). Cara
15
pengerjaannya serupa tapi lebih sulit untuk mengontrol tahap
pergerakan alir. Bagaimanapun teknik ini lebih muda dibandingkan
dengan FC (Flash Chromatography). Umumnya penggunaan teknik ini
cepat menghasilkan golongan senyawa spesifik yang murni dari suatu
sampel, terutama campuran reaksi. Dalam isolasi produk alami, teknik
ini digunakan pada awal fraksinasi dari ekstrak kasar non polar atau
ekstrak yang setengah polar. Penerapan sampel yaitu memasukkan
adsorben pada kolom dan mencampurkan eluen dengan fase diam
secara langsung hingga termampatkan. Umumnya, menggunakan silika
dari KLT seperti silika gel 60H ini digunakan dalam pengemasan
kolom kering (Sarker dkk, 2005).
c. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu
metode pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana.
Ketebalan penjerap yang sering dipakai adalah 0,5 - 2 mm. ukuran plat
kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan
ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat
dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum
digunakan adalah silika gel.
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam
sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit
mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.
16
Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang atsiri.
Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang
dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan
pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan
berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, et al,
1995).
Kebanyakan Penjerap KLT preparatif mengandung indikator
fluorosensi yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada
senyawa yang menyerap sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa
yang tidak menyerap sinar ultraviolet yaitu dengan cara menutup plat
dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi dengan penyemprot
(Hostettmann, et al, 1995).
Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka
senyawa yang tidak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca.
Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa senyawa
sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, et al, 1991).
G. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia
dan Mikrobiologi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tadulako pada bulan Desember 2013
sampai Februari 2014.
17
2. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Blender, vacuum rotary evaporator, kolom Kromatografi Vacum Cair
(KVC), lempeng KLTP 20x20, oven, autoklaf, cawan petri, jarum ose,
laminar air flow, mikropipet 10-100 μL, incubator, erlenmeyer, gelas
kimia, gelas ukur, spritus, Spektrofotometer UV-Vis dan peralatan
gelas lainnya yang biasa digunakan dilaboratorium.
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Bahan uji
Bahan ekstrak : daun pepaya (Carica pepaya L.) diambil dari
lingkungan sekitar Perumahan Dosen Tondo sebanyak 500 g.
Bakteri : Sthapylococcus aureus yang diambil dari Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Tadulako.
b. Bahan kimia
Aquadest, DMSO (Dimetil Sulfoksida), metanol, n-Heksana, etil
asetat, H2SO4 10%, kloramfenikol, Kloroform, larutan fisiologis
NaCl 0,9 %, lempeng silika gel 60 F254 (E.Merck), lempeng KLT
PF254 (E.Merck), Perekasi semprot : (Liebermann-Burchard,
Dragendorf, FeCL3 5%, KOH Etanolik, ALCl3 5%), metanol, silika
gel 60 GF254 (E.Merck), medium Glukosa Nutrient Agar (GNA),
dan medium glukosa nutrien broth (GNB).
18
3. Pelaksanaan Penelitian
a. Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Sumber Daya Hayati Sulawesi Universitas Tadulako Palu
untuk memastikan bahwa daun pepaya merupaka jenis spesies (Carica
papaya L.).
b. Preparasi sampel
1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel tanaman daun pepaya (Carica papaya
L.) dilakukan di Sekitar perumahan dosen tondo Palu pada bulan
Desember 2013 Jam 10.00 WITA.
2. Pengolahan sampel
a. Penyiapan alat dan bahan
b. Pencucian
Sampel tanaman yang telah diambil kemudian dicuci dengan air
mengalir yang dimasudkan untuk membersihkan bagian-bagian
tumbuhan dari benda-benda asing seperti tanah, batu dsb.
c. Sortasi basah
Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan bagian-bagian
tumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan pada
tempat yang tidak kena sinar matahari langsung. Pengeringan ini
19
dilakukan untuk mengurangi kadar air dari tanaman sehingga
pada saat ekstraksi dapat menarik komponen kimia tumbuhan
dengan mudah.
e. Pemotongan
Sampel yang telah dikeringkan kemudian dipotong kecil-kecil.
Hal ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sehingga
ekstraksi dapat lebih efektif.
f. Sortasi kering
Sampel yang telah dipotong kecil-kecil kemudian dipisahkan
dari kotoran-kotoran yang tidak diinginkan.
c. Ekstraksi Sampel
Ekstraksi daun pepaya dilakukan secara maserasi dengan pelarut
metanol. Daun pepaya kering ditimbang sebanyak 500 g lalu direndam
dalam wadah maserasi dengan menggunakan pelarut metanol hingga
terendam semua, kemudian wadah maserasi ditutup rapat dan
disimpan ditempat yang terlindungi dari cahaya matahari. Selanjutnya
disimpan selama 5 x 24 jam. Dilakukan pengadukan tiap 24 jam.
Maserat disaring dan ditampung, kemudian dipekatkan dengan
evaporator dan diuapkan hingga didapat ekstrak kental metanol
(Chasanah, 2011).
d. Partisi Ekstrak Dengan Pelarut n-Heksana, Etil asetat, Air
Ekstrak metanol kental diencerkan dengan air panas sebanyak 100
ml diaduk terus sampai encer dan homogen kemudian dimasukkan ke
20
dalam corong pisah, diparisi berturut-turut secara ekstraksi cair-cair
dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Mula-mula dipartisi dengan
pelarut n-heksana sebanyak 150 ml. Diperoleh fraksi n-heksana dan
air. Fraksi n-heksana dipisahkan, kemudian fraksi air dipartisi dengan
etil asetat sebanyak 150 ml, diperoleh fraksi etil asetat dan air. Partisi
dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml untuk sekali
penyarian. Sari pertama, kedua, dan ketiga dikumpulkan. Ekstrak hasil
partisi dipekatkan dengan cara diuapkan (Simanjuntak, 2008).
f. Fraksinasi
Ekstrak (etil asetat, n-Heksan, air) yang dianggap sebagai ekstrak
aktif selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan metode isolasi
Kromatografi Cair Vakum (KVC) dan sepacore flash chormatography
colum dan Kromatografi Cair Vakum (KVC) kembali menggunakan
eluen, dengan gradien kepolaran semakin meningkat. Fraksi-fraksi
yang diperoleh selanjutnya diamati profil KLT menggunakan eluen
gradien. Fraksi yang memiliki kesamaan Rf selanjutnya digabung
menjadi satu fraksi (Malayani).
g. Pengujian Fraksi Aktif dengan Metode KLT-Bioautografi, KHM dan
KBM
Fraksi – fraksi gabungan selanjutnya diuji aktivitas senyawa anti
mikrobanya dengan metode Kromatografi Lapis Tipis–Bioautografi
yaitu dengan meletakkan lempeng KLT di atas permukaan medium
agar padat selama 15 – 30 menit yang sebelumnya telah dielusi. Hasil
21
pengujian KLT-bioautografi dengan spot/noda yang memberikan zona
penghambatan pada permukaan media agar (Djide, dkk, 2006 dan
Mulyati E.S, 2009).
Beberapa seri konsentrasi sampel 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm,
125 ppm, dan 62,5 ppm dalam tabung reaksi dan dimasukkan mikroba
uji sebanyak 20µL. Kontrol positif, digunakan larutan kloramfenikol
yang ditambahkan medium Glucosa Nutrient Broth (GNB) steril.
Untuk kontrol negatif, digunakan medium Glucosa Nutrient Broth
(GNB) steril dan suspensi mikroba uji. Dan untuk kontrol medium,
digunakan medium Glucosa Nutrient Broth (GNB) steril kemudian
diinkubasi selama 1x24 jam suhu 370C. Konsentrasi dimana larutan
tampak jernih setelah inkubasi, menunjukkan harga Kadar Hambat
Minimumnya. Hasil uji pada uji KHM digoreskan pada media GNA,
lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Penentuan kadar
bunuh minimum ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan
mikroba pada konsentrasi terendah sampel (Aprisuani, 2005).
h. Isolasi dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Fraksi yang memiliki aktivitas aktimikroba selanjutnya di isolasi
dengan metode KLTP menggunakan fase diam selika gel 60 GF 254.
Fraksi kemudian ditotol pada lempeng KLTP ukuran 20 x 20 cm
kemudian dielusi dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (1:3). Pita-
pita diamati dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm, pita yang sama
dengan noda yang memberikan efek antimikroba ditandai dan dikeruk.
22
i. Pemurnian dengan Multi Eluen
Isolat murni yang telah diperoleh kemudian ditotolkan pada
lempeng KLT gel 60 F254 nm, dielusi menggunakan 2 eluen (n-
heksan : etil asetat 1 : 3 dan kloroform : metanol 10 : 1) dengan
tingkat kepolaran dan arah yang berbeda. Hasil elusi diamati
menggunakan penampak noda sinar ultra violet 254 dan 366 nm. Hasil
pengamatan yang menunjukkan satu spot/bercak tunggal menandakan
senyawa isolat yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal atau
murni. Selanjutnya di karakterisasi berdasarkan sifat fisikokimia
senyawa terhadap berbagai deteksi reagen kimia (Bogoriani, 2008).
j. Uji Potensi Antimikroba
Uji potensi isolat antimikroba dilakukan dengan metode lempeng
atau difusi agar dengan menggunakan cakram kertas (paper disc).
Cakram kertas direndam ke dalam larutan isolat 1000 ppm, 500 ppm
dan 250 ppm, kemudian paper disk diletakkan pada permukaan
medium GNA yang telah diinokulasikan bakteri yang sensitif terhadap
isolat. Diinkubasi pada suhu 37oC selama ± 24 jam, diukur daerah
hambatan (zona). Untuk kontrol positif, digunakan larutan baku
kloramfenikol 30 ppm.
23