proposal penelitian arya

37
Isolasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia. Dari Sabang sampai Merauke tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan yang mengandung berbagai jenis bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat- obatan. Sejalan dengan semakin berkembangnya fitofarmaka dan kosmetika tradisional maka penggunaan bahan alam sebagai obat semakin diminati masyarakat (Agusta, 2000). Berbagai macam obat tradisonal yang berasal dari tanaman telah banyak diteliti khasiat farmakologinya. Namun, masih banyak tanaman yang belum diketahui senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologinya sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Salah satu alternatif dalam mencari senyawa baru adalah dengan melakukan penelitian secara fitokimia yang dapat mengarahkan 1

Upload: esda-potter

Post on 23-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian Arya

Isolasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati

dunia. Dari Sabang sampai Merauke tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan

yang mengandung berbagai jenis bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan

pangan, kosmetika dan obat-obatan. Sejalan dengan semakin berkembangnya

fitofarmaka dan kosmetika tradisional maka penggunaan bahan alam sebagai

obat semakin diminati masyarakat (Agusta, 2000).

Berbagai macam obat tradisonal yang berasal dari tanaman telah

banyak diteliti khasiat farmakologinya. Namun, masih banyak tanaman yang

belum diketahui senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologinya

sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Salah satu alternatif dalam

mencari senyawa baru adalah dengan melakukan penelitian secara fitokimia

yang dapat mengarahkan untuk mengetahui zat kimia metabolit sekunder dari

suatu tanaman (Sirait, 2007).

Tumbuhan dikenal mengandung berbagai golongan senyawa kimia

tertentu sebagai bahan obat yang mempunyai efek fisiologis terhadap

organisme lain, atau sering disebut sebagai senyawa bioaktif. Kurang lebih

80% obat-obatan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari

tumbuhan obat. Telah banyak senyawa aktif asal tumbuhan yang memasuki

aplikasi komersial untuk berbagai kegunaan. Senyawa alam hasil isolasi dari

tumbuhan, juga digunakan sebagai bahan asal untuk sintesis bahan-bahan

1

Page 2: Proposal Penelitian Arya

biologis aktif dan sebagai senyawa model untuk merancang senyawa baru

yang lebih aktif dengan sifat toksik yang lebih rendah (Sasongko, 2002).

Antibakteri merupakan zat yang dapat menghambat atau membunuh

bakteri dengan penyebab infeksi. Infeksi disebabkan oleh bakteri atau

mikroorganisme yang patogen, dimana mikroba masuk ke dalam jaringan

tubuh dan berkembang biak di dalam jaringan. Di antara bakteri yang dapat

menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus

dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau

sepsis dengan supurasi di tiap organ (Jawetz et al, 2001).

Penelitian-penelitian pencarian bahan antibakteri telah banyak

dilakukan terutama dari berbagai jenis tumbuhan rempah-rempah. Namun

para ilmuwan terus berusaha untuk mencari sumber antibakteri baru, terutama

yang mudah tumbuh di indonesia. Tumbuhan yang digunakan untuk obat

tradisional dapat dijadikan alternatif pencarian zat anti bakteri, karena pada

umumnya memiliki senyawa aktif yang berperan dalam bidang kesehatan

(Zuhud, 2011).

Salah satu tumbuhan obat yang berkhasiat antibakteri adalah pepaya

(Carica papaya Linn). Secara tradisional, tumbuhan pepaya telah digunakan

oleh masyarakat sebagai obat batu ginjal, hipertensi, malaria, keputihan,

meningkatkan produksi ASI, gangguan saluran kencing, haid berlebihan,

disentri, diare, jerawat, dan gangguan pencernaan (Heyne, 1987; Anonymous

2007; Departemen Pertanian 2007;). Di dalam ekstrak daun pepaya

terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba,

2

Page 3: Proposal Penelitian Arya

sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007).

Selain itu terdapat pula tocophenol dan flavonoid (Markham, 1988) yang

memiliki daya antimikroba.

Berdasarkan hasil pengujian (Okunola, 2012) ekstrak air, etanol, dan

aseton dari ekstrak daun kering dan segar pada konsentrasi 25, 50 dan 100

mg/ml diuji pada bakteri Gram positif-Gram negatif dan jamur menggunakan

metode difusi cakram. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas spektrum luas

antimikroba yang signifikan terhadap bakteri Gram negatif – Gram positif

dan jamur. Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa sampel kering lebih efektif

terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif sedangkan sampel segar

efektif terhadap bakteri Gram-negatif.

Berdasarkan penelitian diatas, perlu dilakukan isolasi senyawa aktif

dari ekstrak daun pepaya yang memiliki aktivitas antibakteri khususnya

terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sehingga penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi ilmiah yang tepat penggunaan daun pepaya

sebagai senyawa antibakteri kepada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Isolat manakah yang mememiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus pada ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)?

3

Page 4: Proposal Penelitian Arya

2. Jenis golongan senyawa apakah yang memiliki aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun pepaya (Carica

papaya L.)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan isolat mana yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus pada ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.).

2. Mengidentifikasi jenis golongan senyawa yang memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun

pepaya (Carica papaya L.).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian adalah:

1. Menentukan isolat mana yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus pada daun pepaya (Carica papaya L.).

2. Mengidenltifikasi jenis golongan senyawa yang memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus hasil isolasi ekstrak daun

pepaya (Carica papaya L.).

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang daun pepaya (Carica

papaya L.) yang dapat bermanfaat sebagai antibakteri.

E. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini, yaitu hanya terbatas pada

pemisahan dan Identifikasi golongan senyawa bioaktif antibakteri pada

4

Page 5: Proposal Penelitian Arya

ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dengan menggunakan metode difusi agar dan KLT Bioautografi.

F. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Tumbuhan Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman dari Amerika

Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah sekitar

Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa

Portugis di abad ke-16, tanaman ini turut menyebar ke berbagai benua dan

Negara, termaksud benua Afrika dan Asia serta Negara India. Pepaya dari

India selanjutnya menyebar ke berbagai Negara tropis lainnya, termaksud

Indonesia danpulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke-17.

Masyarakat di Kepulauan Hawaii dan Amerika Serikat sangat

menggemari buah pepaya. Buah pepaya telah menjadi bagian penting

dalam menu yang disebut continenental breakfast. Banyak bangsa

Amerika menganggap buahpepaya adalah buah asli dari kepulauan Hawaii

(Kalie, 2004)

Tanaman pepaya termaksud dalam famili Caricaceae yang berasal

dari benua Amerika, yang kemudian menyebar ke Meksiko dan keseluruh

dunia termaksud Indonesia. Di berbagai daerah di Negara Indonesia,

tanaman pepaya merupakan tanaman pekarangan yang hampir ditanam

oleh setiap keluarga (Sunarjono, 1997). Menurut Kalie (2004), klasifikasi

tanaman pepaya sebagai berikut :

5

Page 6: Proposal Penelitian Arya

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Bagian-bagian

tanaman pepaya banyak yang digunakan dalam pengobatan tradisional.

Perasan daun pepaya dapat digunakan untuk meredam atau menurunkan

demam akibat penyakit malaria. Menurut Kalie (2006) rasa pahit perasan

daun pepaya disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2)

yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan

tekanan darah dan membunuh amuba. Menurut Ardina (2007) di dalam

ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas

proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai

antibakteri. Selain itu ekstrak daun pepaya dapat digunakan sebagai

6

Page 7: Proposal Penelitian Arya

antifungal pada powdery mildew fungi (Erysiphe cichoracearum DC) yang

menyebabkan penyakit powdery mildew pada lada (Capsicum annum L.)

(Amadioha, 1998).

Selain mengandung enzim papain dan alkaloid carpain, daun pepaya

juga mengandung psudo carpain, glikosid, karposid, dan saponin

(Muhlisah, 2007), serta mengandung sakarosa, dektrosa, levulosa,

tocophenol dan flavonoid (Rahman, 2008). Buahnya mengandung β-

karoten, pectin, d-galaktosa, Iarabinosa, papain, papayotimin, dan

vitokinose. Bijinya mengandung glukosida kasirin dan carpain. Dalam

pengobatan herbal, tanaman pepaya dapat digunakan untuk mengobati

berbagai penyakit diantaranya kulit melepuh karena panas, malaria,

demam karena digigit ular berbisa, beruban sebelum waktunya, cacing

gelang, dan sariawan.

2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh

dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan

menggunakan medium pengekstraksi (menstruum) yang tertentu (Agoes,

2009).

Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya

“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah

halus memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresap

dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan

7

Page 8: Proposal Penelitian Arya

melarut. Maserasi biasanya dilakukan pada temperature 15° - 20°C dalam

waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel,

2005).

3. Antibakteri

Agen antibakteri mempunyai mekanisme kerja yaitu bakterisid

(membunuh) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan), selain itu

agen antibakteri dapat membantu pertahanan tubuh dalam mengeliminasi

bakteri patogen. Biasanya agen antibakteri dapat bersifat bakterisid dalam

kondisi tertentu tetapi dalam kondisi lain hanya bersifat bakteriostatik,

tergantung dari konsentrasi dan tipe bakteri tersebut (Anonim, 2005).

Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh

senyawa antimikroba dapat berlangsung melalui beberapa cara yaitu :

a. Mengganggu pembentukan dinding sel, hal ini disebabkan karena

terjadinya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding

atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi

penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba

dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi(Ardiansyah, 2007).

b. Bereaksi dengan membran sel, beberapa antimikroba merusak

permeabilitas membran, akibatnya terjadi kebocoran materi intraseluler,

seperti senyawa fenol yang dapat mengakibatkan lisis sel dan

menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein

sitoplasma dan asam nukleat, serta menghambat ikatan ATP-ase pada

membran sel(Ardiansyah, 2007).

8

Page 9: Proposal Penelitian Arya

c. Menghambat aktivitas enzim, efek senyawa antimikroba dapat

menghambat kerja enzim jika antara ikatan kompleks yang menyusun

struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba mempunyai

spesifitas yang sama. Penghambatan ini mengakibatkan terganggunya

metabolisme sel(Ardiansyah, 2007).

d. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein, komponen bioaktif

dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA),

menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik sehingga

terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah,

2007).

e. Merusak Sitoplasma, sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air,

asam nukleat, protein, karbohidrat, lipid, ion anorganik dan berbagai

senyawa dengan bobot molekul rendah. kehidupan suatu sel tergantung

pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam

keadaan alamiahnya. Konsentrasi tinggi beberapa zat kimia dapat

mengakibatkan koagulasi dan denaturasi komponen-komponen seluler

yang vital (Pelczar dan chan, 1988 dalam Khunaifi 2010).

3. Senyawa Antibakteri

a. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia hasil metabolit sekunder, yang

terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Pada umumnya

alkaloid larut dalam air jika berupa garam misalnya dengan HCl dan

H2SO4 yang sukar larut dalam pelarut organik (Sirait, 2007).

9

Page 10: Proposal Penelitian Arya

Alkaloid merupakan salah satu golongan senyawa yang mampu

memberikan penghambatan antimikroba (Mangunwardoyo dkk, 2009).

Senyawa alkaloid mempunyai mekanisme kerja sebagai antibakteri

diprediksi melalui penghambatan sintesis dinding sel yang akan

menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati (Nimah, 2012).

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terdapat

dalam semua tumbuhan berpembuluh. Menurut strukturnya, flavonoid

merupakan turunan senyawa induk flavon. Flavonoid mengandung

atom karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalamkonfigurasi C6-

C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga

karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Seluruh

varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang berasal

dari jalur sikimat danalur asetat malonat. Senyawa ini umumnya terikat

sebagai glikosida, baik O-glikoksida maupun C-glikoksida (Harborne,

1998 dalam Mangunwardoyo, 2009).

Tumbuhan yang mengandung flavonoid kemungkinan mempunyai

fungsi yaitu pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja

antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga. Flavonoid

merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Khunaifi, 2010).

Mekanisme senyawa fenol sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah

yaitu dengan merusak membran sitoplasma dan dapat menyebabkan

kebocoran inti sel. Sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa fenol

10

Page 11: Proposal Penelitian Arya

berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut sangat efektif

ketika bakteri dalam tahap pembelahan dimana lapisan fosfolipid di

sekeliling sel sedang dalam kondisi yang sangat tipis sehingga fenol

dapat dengan mudah merusak isi sel (Rachmawati dkk, 2010).

c. Tanin

Tanin merupakan gambaran umum untuk senyawa golongan

polimer fenolik. Tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit

mentah menjadi siap pakai karena kemampuannya menyambung

silangkan protein (Mustarichie dkk, 2011).

Tanin memiliki aktivitas antibakteri dengan merusak membran sel

bakteri, senyawa anstringent tanin dapat menginduksi pembentukan

suatu ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menghambat daya

toksisitas tanin (Akiyama dkk, 2001). Selain itu, senyawa tanin mampu

mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu

permeabilitas sel itu sendiri dan sel tidak dapat melakukan aktivitas

hidup sehingga pertumbuhannya terhambat bahkan mati (Ajizah, 2004).

d. Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses

biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan.

Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga

pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh

molekul iso prena, CH2=C(CH3)-CH=CH2, kerangka terpenoid

terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprene (C5).

11

Page 12: Proposal Penelitian Arya

Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikan atas jumlah unit

isoprene yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas

dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40)

isoprene. Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen,

seskuiterpen, diterpen, triterpen, dan tetraterpen (Sirait, 2007).

Terpenoid merupakan salah satu golongan senyawa yang

mempunyai aktivitas antibakteri. Terpenoid bereaksi dengan porin

(Protein transmembran luar dinding sel bakteri), membentuk ikatan

polimer yang kuat sehingga rusaknya dinding porin (Volk dan Wheller,

1984dalam Rachmawati dkk, 2011). Rusaknya dinding porin yang

merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi

permeabilitas sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan

kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati

(Cowan, 1999 dalam Rachmawati dkk, 2011).

e. Saponin

Saponin merupakan senyawa kimia yang memberikan rasa pahit

pada bahan pangan nabati. Saponin dapat menghambat pertumbukan

kanker kolon dan membantu menjaga kadar kolesterol tetap normal.

Saponin tidak bersifat toksik karena tidak dapat diserap oleh usus (Suja,

2008 dalam Widiana 2012). Senyawa golongan saponin memiliki

polisakarida sehingga dapat menembus membran sel bakteri, akibatnya

sel bakteri tersebut rusak (Nimah, 2012).Selain itu, saponin juga dapat

merubah permeabilitas sel (Sundari, 1996 dalam Widiana, 2012).

12

Page 13: Proposal Penelitian Arya

4. Bakteri Uji

Nama dari bakteri Staphylococcus aureus berasal dari kata

“Staphele” dalam bahasa Yunani berarti anggur dan kata “aureus” dalam

bahasa latin berarti emas. Nama tersebut diberikan berdasarkan atas

bentuk-bentuk sel bakteri tersebut jika dilihat dibawah mikroskop dan

warna keemasan yang terbentuk jika bekteri tersebut ditumbuhkan pada

permukaan suatu agar. Sel dari bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk

bulat (kokus) dengan ukuran kecil, diameter 0,5-1,5 mikron, tidak

membentuk spora, katalase positif dan biasanya sel-selnya terdapat dalam

kelompok seperti buah anggur dan ada juga yang terpisah-pisah atau

tunggal (Djide, 2008).

Staphylococcus aureus termaksuk bakteri gram positif yang

mempunyai struktur dinding sel yang mengandung polisakarida dan

protein yang bersifat antigen dan mempunyai kandungan lipid yang rendah

(1-4%). Perbedaan kepekaan bakteri gram positif dan gram negatif

terhadap zat antibakteri kemungkinan karena perbedaan struktur dinding

sel, seperti jumlah peptidoglikan, jumlah lipid, ikatan silang, dan aktivitas

enzim, yang menentukan penetrasi, pengikatan dan aktivitas antibakteri.

Sehingga dinding Staphylococcus aureus mudah ditembus oleh zat

antibakteri dibandingkan dengan sel bakteri Escherichia coli (Jawetz et al,

1986 dalam Poeloengan dkk, 2007).

13

Page 14: Proposal Penelitian Arya

5. Uji aktivitas antibakteri

a. Metode Difusi Agar

Difusi adalah proses perpindahan molekul secara acak dari satu

posisi ke posisi lain. Pada difusi tersebut yang perlu diperhatikan adalah

dosis, kecepatan, dan energi kinetik (Djide, 2008). Pada metode ini

kemampuan antimikroba ditentukan berdasarkan hambatan yang terjadi.

Salah satu modifikasi metode ini adalah Metode difusi dengan mangkuk

pipih dimana metode ini menggunakan lubang atau sumur yang dibuat

langsung pada medium yang telah ditanami dengan mikroorganisme

dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji

(Pratiwi, 2008). Cara ini didasarkan atas perbadingan antara luas daerah

hambatan yang dibentuk larutan contoh terhadap pertumbuhan mikroba

dengan daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan pembanding

(Akhyar, 2010).

b. KLT Bioautografi

Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk

menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi

dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu

kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas efek biologi

berupa antibakteri, antiprotozoa, antitumor, dan lain-lain dari substansi

yang diteliti.Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien

untuk mendeteksi komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir

14

Page 15: Proposal Penelitian Arya

aktivitas meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk

senyawa kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen

yang aktif (Djide, 2008).

6. Metode Pemisahan

a. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembang oleh Izmailoff dan

Schraiber pada tuhan 1938. KLT merupakan bentuk kromotagrafi

planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan

kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas

didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan

yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung

oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat pelastik (Rohman dan

Gandjar, 2008). Di antarametode kimia pemeriksaan tanaman, analisis

kromatografi memainkan peran yang sangat penting, dan telah

diperkenalkan kepada semua farmakope modern. Karena banyak

keuntungan dari metode kromatografi (kromatografi lebih spesifik dan

merupakan metode yang dapat digunakan untuk untukanalisiskualitatif

dan kuantitatif) (Wakjmundzaka dkk, 2008).

b. Kromatografi Cair Vakum

Salah satu alternatif dalam penerapan tekanan yang

menyempurnakan kolom yaitu menerapkan vakum pada akhir kolom.

Teknik ini disebut KCV (Kromatografi Cair Vakum). Cara

15

Page 16: Proposal Penelitian Arya

pengerjaannya serupa tapi lebih sulit untuk mengontrol tahap

pergerakan alir. Bagaimanapun teknik ini lebih muda dibandingkan

dengan FC (Flash Chromatography). Umumnya penggunaan teknik ini

cepat menghasilkan golongan senyawa spesifik yang murni dari suatu

sampel, terutama campuran reaksi. Dalam isolasi produk alami, teknik

ini digunakan pada awal fraksinasi dari ekstrak kasar non polar atau

ekstrak yang setengah polar. Penerapan sampel yaitu memasukkan

adsorben pada kolom dan mencampurkan eluen dengan fase diam

secara langsung hingga termampatkan. Umumnya, menggunakan silika

dari KLT seperti silika gel 60H ini digunakan dalam pengemasan

kolom kering (Sarker dkk, 2005).

c. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu

metode pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana.

Ketebalan penjerap yang sering dipakai adalah 0,5 - 2 mm. ukuran plat

kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan

ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat

dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum

digunakan adalah silika gel.

Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam

sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit

mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat

dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.

16

Page 17: Proposal Penelitian Arya

Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang atsiri.

Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang

dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan

pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan

berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, et al,

1995).

Kebanyakan Penjerap KLT preparatif mengandung indikator

fluorosensi yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada

senyawa yang menyerap sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa

yang tidak menyerap sinar ultraviolet yaitu dengan cara menutup plat

dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi dengan penyemprot

(Hostettmann, et al, 1995).

Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka

senyawa yang tidak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca.

Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa senyawa

sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, et al, 1991).

G. Metode Penelitian

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

dan Mikrobiologi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Tadulako pada bulan Desember 2013

sampai Februari 2014.

17

Page 18: Proposal Penelitian Arya

2. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

Blender, vacuum rotary evaporator, kolom Kromatografi Vacum Cair

(KVC), lempeng KLTP 20x20, oven, autoklaf, cawan petri, jarum ose,

laminar air flow, mikropipet 10-100 μL, incubator, erlenmeyer, gelas

kimia, gelas ukur, spritus, Spektrofotometer UV-Vis dan peralatan

gelas lainnya yang biasa digunakan dilaboratorium.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan uji

Bahan ekstrak : daun pepaya (Carica pepaya L.) diambil dari

lingkungan sekitar Perumahan Dosen Tondo sebanyak 500 g.

Bakteri : Sthapylococcus aureus yang diambil dari Laboratorium

Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas

Tadulako.

b. Bahan kimia

Aquadest, DMSO (Dimetil Sulfoksida), metanol, n-Heksana, etil

asetat, H2SO4 10%, kloramfenikol, Kloroform, larutan fisiologis

NaCl 0,9 %, lempeng silika gel 60 F254 (E.Merck), lempeng KLT

PF254 (E.Merck), Perekasi semprot : (Liebermann-Burchard,

Dragendorf, FeCL3 5%, KOH Etanolik, ALCl3 5%), metanol, silika

gel 60 GF254 (E.Merck), medium Glukosa Nutrient Agar (GNA),

dan medium glukosa nutrien broth (GNB).

18

Page 19: Proposal Penelitian Arya

3. Pelaksanaan Penelitian

a. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Sumber Daya Hayati Sulawesi Universitas Tadulako Palu

untuk memastikan bahwa daun pepaya merupaka jenis spesies (Carica

papaya L.).

b. Preparasi sampel

1. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel tanaman daun pepaya (Carica papaya

L.) dilakukan di Sekitar perumahan dosen tondo Palu pada bulan

Desember 2013 Jam 10.00 WITA.

2. Pengolahan sampel

a. Penyiapan alat dan bahan

b. Pencucian

Sampel tanaman yang telah diambil kemudian dicuci dengan air

mengalir yang dimasudkan untuk membersihkan bagian-bagian

tumbuhan dari benda-benda asing seperti tanah, batu dsb.

c. Sortasi basah

Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan bagian-bagian

tumbuhan yang tidak diinginkan.

d. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan pada

tempat yang tidak kena sinar matahari langsung. Pengeringan ini

19

Page 20: Proposal Penelitian Arya

dilakukan untuk mengurangi kadar air dari tanaman sehingga

pada saat ekstraksi dapat menarik komponen kimia tumbuhan

dengan mudah.

e. Pemotongan

Sampel yang telah dikeringkan kemudian dipotong kecil-kecil.

Hal ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sehingga

ekstraksi dapat lebih efektif.

f. Sortasi kering

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil kemudian dipisahkan

dari kotoran-kotoran yang tidak diinginkan.

c. Ekstraksi Sampel

Ekstraksi daun pepaya dilakukan secara maserasi dengan pelarut

metanol. Daun pepaya kering ditimbang sebanyak 500 g lalu direndam

dalam wadah maserasi dengan menggunakan pelarut metanol hingga

terendam semua, kemudian wadah maserasi ditutup rapat dan

disimpan ditempat yang terlindungi dari cahaya matahari. Selanjutnya

disimpan selama 5 x 24 jam. Dilakukan pengadukan tiap 24 jam.

Maserat disaring dan ditampung, kemudian dipekatkan dengan

evaporator dan diuapkan hingga didapat ekstrak kental metanol

(Chasanah, 2011).

d. Partisi Ekstrak Dengan Pelarut n-Heksana, Etil asetat, Air

Ekstrak metanol kental diencerkan dengan air panas sebanyak 100

ml diaduk terus sampai encer dan homogen kemudian dimasukkan ke

20

Page 21: Proposal Penelitian Arya

dalam corong pisah, diparisi berturut-turut secara ekstraksi cair-cair

dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Mula-mula dipartisi dengan

pelarut n-heksana sebanyak 150 ml. Diperoleh fraksi n-heksana dan

air. Fraksi n-heksana dipisahkan, kemudian fraksi air dipartisi dengan

etil asetat sebanyak 150 ml, diperoleh fraksi etil asetat dan air. Partisi

dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml untuk sekali

penyarian. Sari pertama, kedua, dan ketiga dikumpulkan. Ekstrak hasil

partisi dipekatkan dengan cara diuapkan (Simanjuntak, 2008).

f. Fraksinasi

Ekstrak (etil asetat, n-Heksan, air) yang dianggap sebagai ekstrak

aktif selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan metode isolasi

Kromatografi Cair Vakum (KVC) dan sepacore flash chormatography

colum dan Kromatografi Cair Vakum (KVC) kembali menggunakan

eluen, dengan gradien kepolaran semakin meningkat. Fraksi-fraksi

yang diperoleh selanjutnya diamati profil KLT menggunakan eluen

gradien. Fraksi yang memiliki kesamaan Rf selanjutnya digabung

menjadi satu fraksi (Malayani).

g. Pengujian Fraksi Aktif dengan Metode KLT-Bioautografi, KHM dan

KBM

Fraksi – fraksi gabungan selanjutnya diuji aktivitas senyawa anti

mikrobanya dengan metode Kromatografi Lapis Tipis–Bioautografi

yaitu dengan meletakkan lempeng KLT di atas permukaan medium

agar padat selama 15 – 30 menit yang sebelumnya telah dielusi. Hasil

21

Page 22: Proposal Penelitian Arya

pengujian KLT-bioautografi dengan spot/noda yang memberikan zona

penghambatan pada permukaan media agar (Djide, dkk, 2006 dan

Mulyati E.S, 2009).

Beberapa seri konsentrasi sampel 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm,

125 ppm, dan 62,5 ppm dalam tabung reaksi dan dimasukkan mikroba

uji sebanyak 20µL. Kontrol positif, digunakan larutan kloramfenikol

yang ditambahkan medium Glucosa Nutrient Broth (GNB) steril.

Untuk kontrol negatif, digunakan medium Glucosa Nutrient Broth

(GNB) steril dan suspensi mikroba uji. Dan untuk kontrol medium,

digunakan medium Glucosa Nutrient Broth (GNB) steril kemudian

diinkubasi selama 1x24 jam suhu 370C. Konsentrasi dimana larutan

tampak jernih setelah inkubasi, menunjukkan harga Kadar Hambat

Minimumnya. Hasil uji pada uji KHM digoreskan pada media GNA,

lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Penentuan kadar

bunuh minimum ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan

mikroba pada konsentrasi terendah sampel (Aprisuani, 2005).

h. Isolasi dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Fraksi yang memiliki aktivitas aktimikroba selanjutnya di isolasi

dengan metode KLTP menggunakan fase diam selika gel 60 GF 254.

Fraksi kemudian ditotol pada lempeng KLTP ukuran 20 x 20 cm

kemudian dielusi dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (1:3). Pita-

pita diamati dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm, pita yang sama

dengan noda yang memberikan efek antimikroba ditandai dan dikeruk.

22

Page 23: Proposal Penelitian Arya

i. Pemurnian dengan Multi Eluen

Isolat murni yang telah diperoleh kemudian ditotolkan pada

lempeng KLT gel 60 F254 nm, dielusi menggunakan 2 eluen (n-

heksan : etil asetat 1 : 3 dan kloroform : metanol 10 : 1) dengan

tingkat kepolaran dan arah yang berbeda. Hasil elusi diamati

menggunakan penampak noda sinar ultra violet 254 dan 366 nm. Hasil

pengamatan yang menunjukkan satu spot/bercak tunggal menandakan

senyawa isolat yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal atau

murni. Selanjutnya di karakterisasi berdasarkan sifat fisikokimia

senyawa terhadap berbagai deteksi reagen kimia (Bogoriani, 2008).

j. Uji Potensi Antimikroba

Uji potensi isolat antimikroba dilakukan dengan metode lempeng

atau difusi agar dengan menggunakan cakram kertas (paper disc).

Cakram kertas direndam ke dalam larutan isolat 1000 ppm, 500 ppm

dan 250 ppm, kemudian paper disk diletakkan pada permukaan

medium GNA yang telah diinokulasikan bakteri yang sensitif terhadap

isolat. Diinkubasi pada suhu 37oC selama ± 24 jam, diukur daerah

hambatan (zona). Untuk kontrol positif, digunakan larutan baku

kloramfenikol 30 ppm.

23