babad arya
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Bali terdapat suatu tingkatan sosial atau yang sering disebut ddengan
kasta yang merupakan warisan turun – temurun dari leluhur. Namun, adanya kasta
tersebut tidak langsung membedakan antar sesama manusia. Manusia tetap sama
satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, dengan adanya tingkatan (kasta) tersebut
kita menjadi lebih mudah dalam mengklasifikasikan diri.
Dewasa ini, banyak sekali orang – orang yang tidak mengetahui latar
belakang adanya keluarga mereka dan diri mereka masing – masing. Terbatasnya
sumber mengenai silsilah mereka menyebabkan mereka tidak tahu mengenai
leluhur mereka. Karena itulah sering kali orang – orang salah dalam menentukan
jati diri sebagai orang Bali. Karena perkembangan zaman pula menyebabkan
mereka dan bahkan diri kita sendiri lupa akan leluhur kita. Oleh karena itu, guru
pembimbing (guru agama) memberikan tugas pada masing – masing siswa untuk
mencari dan menemukan serta menceritakan dengan jelas sejarah keturunan
keluarga (soroh) para siswa. Tujuannya adalah tidak lain agar para siswa betul –
betul tahu akan jati diri masing – masing dan agar kita tidak melupakan
keberadaan kita sekarang ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari apa yang diuraikan dalam bahasan karya tulis ini akan dibahas
pokok-pokok permasalahan yang timbul dalam proses penyusunan, antara
lain :
a. Termasuk dalam kasta manakah diri anda ?
b. Bagaimana proses kehidupan pada zaman tersebut ?
c. Siapa saja keturunan dari leluhur anda ?
d. Bagaimana masa pemerintahannya pada masa itu ?
e. Bagaimana kronologis keturunan anda hingga menjadi orang biasa
seperti sekarang ini ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan atau pembuatan karya tulis ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan para siswa mengenai sejarah diri
mereka, sehingga dapat menjelaskan dan mengembangkan lebih luas lagi
mengenai hal-hal yang terkait dengan kehidupan keturunannya demi
mewariskan sejarah masa lampau kepada generasi-generasi berikutnya.
Selain itu, tujuan pembuatan karya tulis ini yaitu agar setiap siswa
menyadari keragaman budaya pada masa pemerintahan leluhurnya
sehingga dapat membandingkannya dengan kehidupan pada saat ini.
2
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan karya ilmiah ini digunakan beberapa metode,
antara lain :
a. Metode pengumpulan data
Melalui metode ini, data diperoleh melalui internet dan beberapa
buku.
b. Metode Observasi
Dalam metode ini, data diperoleh melalui wawancara dengan
narasumber yang mengetahui beberapa hal mengenai objek.
1.5 Manfaat
Manfaat dari pembuatan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapat mengetahui bagaimana sejarah lahirnya kasta yang
dianutnya
2. Siswa dapat mengembangkan kreativitas dalam bidang keagamaan
3. Siswa dapat memperoleh nilai untuk memenuhi standar ketuntasan
4. Siswa dapat lebih melestarikan sejarah keturunannya kepada orang
lain yang memiliki kasta yang sama dengannya
5. Siswa dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk hal-hal yang positif
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Babad Arya Kenceng Tegehkuri
4
Babad
Arya Kenceng Tegehkuri
Om Awignam Nama Sidem
Sembah sujud hamba kehadapan Ida Sanghyang Parama kawi dan para leluhur
( dewata – dewati ) yang telah menganugrahkan ketentraman sehingga terwujud tujuan
hamba untuk menerbitkan tentang sejarah Arya Kenceng Tegehkuri, agar segala dosa
serat kekeliruan hamba diampuni, sehingga tidak kena “ Upadrawa “ ( kutukan ) beliau
yang telah suci.
Dikisahkan dalam sejarah pulau Bali pada akhir abad XIV berdirilah di sebelah
barat sungai Ayung pada hulu daerah utara desa Tonjaya ( sekarang desa Tonja) sebuah
kerajaan yang sangat megah.
Bila diperhatikan menurut pandangan kemegahan dan pengaturan puri maupun
wibawa kerajaan ini, semuanya mencerminkan gaya keagungan ksatrian Majapahit.
Tata letak dan tata cipta bangunan – bangunannya yang sedemikian serasi, tata
perhiasan dan dekorasi maupun tata pertemanannya keseluruh sangat menarik dan
mengesankan serta menimbulkan khayalan seolah – olah berada didunia yang lain,
didunia pendewataan dengan istana – istana yang serba gemerlapan. Dengan sepintas
padangan para pengamat akan cepat mendapat kesan bahwa yang bersemayam dalam
istana ini adanya pertaliannya dengan para ratu dan para kasatria di MajaPahit.
Balai bengongnya yang sengaja didekorasi dan dilengkapi sangat mewahnya
membuat penonton tak jemu – jemunya memandang. Menara ( balai ) kulkul yang
berdiri disudut lainnya tidak kalah indahnya.
5
Di samping keindahan puri ini ada lagi sesuatu kelebihan yang patut dicacat
melebihi keadaan dipuri – puri lainnya, yaitu puri di sebelah hulunya diapit dengan dua
pura yang besar dengan yang tidak kalah megahnya dengan puri itu sendiri. Tatanan
puri tersebut tidak terdapat pada puri-puri dikerajaan lain. Selain dua pura tersebut,
pura- pura kahyangan tiga dan pura umum maupun kawitan sangat mendapat perhatian
dari kerajaan.
Sebuah dari pada parahyangan yang mengapit huluan puri itu terletak ditimur laut puri
di pinggir sungai Ayung. Pahrayangan ini mencerminkan pemujaan pada Hyang Widhi
Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ), seru sekalian alam, dalam manifestasinya di puja sebagai
Batar Toh Langkir di puncak Gunung Agung. Yang sebuah lagi berdiri di sebelah barat
daya puri, pahrayangan tersebut mencerminkan pemujaan kehadapan Batara di gunung
Batur.
Pahyrayangan pertama lazim disebut pura dalem Arya Tegehkuri Benculuk dan
pahrayangan yang kedua disebut Pura Batur sari Arya Tegehkuri Benculuk. Kedua puri
ini berdiri sebagai pengemong puri, raja dan rakyatnya. Ibu kota kerajaan disebut
Benculuk, melambangkan nama dari pada desa yaitu tempat dimana Sangyang Natha
pada masa kanak –kanak pernak di didik, diasuh, dipelihara dan dibesarkan dan
mendapat kasih saying, yaitu di desa Buahan. Buahan = Jambe = Pucangan = Benculuk =
Peji dsb.
Sang Prabu bergelar Sira Arya Kenceng Tegehkuri itu suatu pertanda seorang
putra Dalem yang diberikan kepada Sira Arya kenceng sebagai putra angkat beliau.
Negaranya di sebut Negara Badung dalam lingkungan kekuasaan Sira Aji Dalem
Samprangan ataupun Gelgel ( Sri Kresna Kepakisan ) maupun para turunan Dalem di
Gelgel.
6
Sejarah kisah rasul paulus Sang Prabu bersumber pada leluhur para ksatria dan
para ratu Majapahit di jawa yang kisahnya dituturkan berikut ini :
Alkisah, maka tersebutlah dalam sejarah, Maha Prabu Airlangga yang bertahta di
kendiri – Panjalu pada tahun 1010 sampai tahun 1042 Baginda Maha Prabu Airlangga
mempunyai tiga orang putra. Putrid baginda bernama Dyah Kili Suci atau Endang Suci
disebut pula Rara Kapucangan. Putrid kili suci yang menjadi putra mahkota mengantikan
baginda ayahnya, karena beliau tidak menginginkan kekuasaan dan kewibawaan, toidak
ingin bersuami dan menjalankan kehidupan orang biasa, melainkan beliau ingin
menjalankan kehidupan sebagai seorang petapa di dalam hutan. Tekad dan keputusan
Putri kili Suci ini membawa akibat bahwa kerajaan Dah – Panjalu kemudian terbagi
menjadi dua buah kerajaan masing – masing lahir bukan dari permaisuri raja. Putra laki-
laki baginda ini bernama Jayabaya dinobatkan menjadi raja kerajaan Daha bertahta di
kendiri Panjalu dan menurunkan para ksatria kendiri Daha, antara lain Sri Dandang
Gendis dan terakhir Si Jyakatwang. Adapun Jayasaba dinobatkan di jenggala bertahta di
Kahuripan. Baginda Sri Jayasaba inilah menurunkan para khasatri Kahuripan, setelah
beberapa keturunan tersebut berkembang, termasuk enam orang yang bersaudara yang
menjadi awal dari tokoh yang akan diceritakan dalam sejarah selanjutnya. Enam Ksatria
bersaudara dimaksud ialah :
1. Rahadian Cakradara adalah seorang yang sangat cerdas baik budi bahasanya,
memiliki keahlian yang utama, pradnyan, cakap, sulaksana, paham akan tatwa-
tatwa, teguh imannya, gagah berani dan tangkas dalam perang. Beliau itulah
terpilih menjadi suami Baginda Maharaja Dewi Bhrawilwatikta III dalam
swayambara. Sesudah dilangsungkan pernikahan pada tahun 1329, baginda
bergelar Sri Karta Wardaba. Beliau adalah ayahhanda Baginda Maharaja Hayan
Wuruk yang termanyur, memerintah dari tahun 1334 ( bayi ) sampai 1350-1389 (
Hayan Wuruk di nobatkan raja sejak lahir diwakili ibundanya yang bertahta mulai
tahun 1329-1334).
7
2. Adik Baginda banyak yang mempunyai nama, antara lain : Sira Arya Dhamar,
Sira Arya Teja, Rahadian Dilah, Kyai Nala. Dalam bidang pemertintahan di
kerajaan Majapahit, beliau berpangkat Diaksa. Kara kata beliau sangat bertuah ,
gagah berani sebgai Kesari. Beliau kemudian ditempatkan sebagai Sang Prabu
( Adhipati ) di Palembang ( Kerajaan Sriwijaya ). Setelah kembali dari tugasnya,
turut menaklukkan Patih Pasung Grigis, mengikuti Maha patih pasung Grigis,
mengikuti maha pati Gajah Mada ke Bali tahun 1343. Pada penyerbuan ke Bali
Patih Gajah mada turn diTianyar dengan pasukannya. Sri Arya Dhamar, disertai
adiknya Arya Kutawaringin, dengan pasukannya turun di Ularan ( di Bali Utara ).
3. Adik Baginda yang kedua ( nomor tiga bersaudara ) bernama Sira Arya Kenceng.
Beliau termasyur dalam pemikiran dan pertimbangannya ( wirarasan ) gagah
berani sebagai wiagra. Turut dalam penyerbuan ke Bali membantu Maha Patih
Gajah Mada menaklukkan patih Pasung Grigis pada tahun 1343. Beliau disertai
dua orang adik –adik beliau, Sira Arya Sentong, dan Sira Arya Belog, mendarat di
Kuta.
4. Adik Baginda yang ketiga bernama Sira Arya Kutawarigin.
5. Adik Baginda yang ke empat bernama Sira Arya Sentong.
6. Adik Baginda yang kelima yang paling bungsu bernama Sira Arya Tan Wikan
alias Arya Belog.
Para ksatria yang lima orang ini menjadi Bahundanda pada Maharaja Dewi Bhra
Wilwatikta III di Majapahit.
Dikisahkan selanjutnya bahwa penyerbuan Mahapatih Gajah Mada disertai para
Arya ke Bali pada tahun 1343 berhasil baik dengan kemenangan patih Gajah Mad. Patih
pasung Grigis menyerah ditawan dan di ajak ke Majapahit. Sebagai SANG Prabu di pulau
Bali di tunjuk dan didudukan Sri Kresna Kepakisan, bergelar Dalem Samprangan,
berkedudukan ( istana ) di Samprangan di sebelah timur tukad Cangkir di Gianyar
sekarang ( waktu itu kota Gianyar belum ada ). Dalem Samprangan bertahta dari tahun
1350 sampai tahun 1380.
8
Para Arya dari Majapahit yang menyertai Sri Krisna Kepakisan ke Bali ada 10 ( sepuluh )
orang yaitu :
1. Arya Kenceng : kemudian bersentanakan Ngurah Tabanan dan Arya Tegehkuri.
Beliau diberi kekuasaan di Tabanan dengan tugas kewajiban mengamankan,
mengemong dan mengembangkan wilayah tersebut di beri pengiring ( rakyat )
sebanyak 40.000 orang.
2. Arya Sentong : kemudian bersentanakan pacung Carangsari dsb. Diberikan
kekuasaan sama seperti diatas ( no.1 ), bertempat di wilayah pacung diberi
pengiring ( rakyat ) 10.000 orang.
3. Arya Kutawaringin : kemudian bersentanakan Kubon Tubuh. Tugas sama
dengan yang pertama dan kedua diatas bertempat di Gelgel dan dengan
pengiring ( rakyat ) sebanyak 5.000 orang.
4. Arya Tan Wikan ( Arya Belog ) : kemudian bersentanakan Kaba- kaba, Beringkit.
Tugas sama dengan nomor satu,dua, tiga diatas bertempat di Kaba-Kaba dengan
pengiring ( rakyat ) sebanyak 5.000 orang ( no. 1 s/d 4 bersaudara ).
5. Arya Kanuruhan : bersetanakan pegatepan, Brangsinga. Tugas sama dengan
1,2,3,4 diatas.
6. Arya Manguri : bersentanakan Dauh Bale Agung penulisan, pengalasan. Tugas
sama dengan 1,2,3,4,5 diatas dan diberi pengiring secukupnya.
7. Arya Pengalasan : bersentanakan Cemeng Gawon. Tugas sama dengan
1,2,3,4,5,6 diatas diberi rakyat sama.
8. Arya Wang Bang : bersentanakan pering Cagaan, Sukaet, Toh Jiwo, penataran.
Tugas sama dengan para Arya tersebut diatas 1 s/d 7.
9. Arya De Laneang : bersentanakan di kapal. Tugas sama dengan para Arya
tersebut diatas 1 s / d 8
10. Sira Wang Bang : bersentanakan Pina. Tugas sama dengan para Arya tersebut
diatas no. 1s/d9. Setiba di Bali lalu membangun Puri di Sanprangan mengikuti
cara pembangunan istana di Majapahit.
9
Setelah Ida Dalem berada di Bali dating lagi menyusul memperkokoh pertahana
dan keamanan pemerintahan Dalem :
11. Arya Gajah Para di serati tiga orang Wesya bersaudara, yaitu :
12. Tan Kober, di tempatkan di pacung.
13. Tan Kawur, di tempatkan di Abiansemal.
14. Tan Mundur, di tempatkan di Cacahan.
Arya gajah para ditempatkan di Tianyar dengan tugas sama dengan para arya
tersebut diatas.
Diceritakan dalam sejarah bahwa setelah beberapa tahun lamanya Sri Aji Dalem
Samprangan memegang tali pemerintahan di pulau Bali, mulai Nampak keamanan dan
ketentraman serta kegairahan Rakyat pulau Bali berangsur – angsur mendapatkan
kemajuan yang pesat. Jalannya pemerintahan mulai tambah lancar dan sangat teratur,
hubungan antara bagian wilayah di Bali lancer dan aman serta kemakmuran rakyat
mulai Nampak dan dapat dirasakan oleh rakyat banyak.
Di ceritakan pulau bahwa Sri Aji Dalem Bali mempunyai permaisuri seorang
Brahmani.
Demikian juga halnya dengan Sri Arya Kenceng. Beliau jga beristrikan seorang putri
Brahmani, yaitu seorang putri adik kandung dari permaisuri Sri Aji Dalem. Dengan
demikian maka Sri Arya Dalem jelas masih kakak ipar dari Arya Kenceng.
Sira Arya kenceng menjadi pembesar kerajaan yang tertinggi, merupakan penjabat
paling terkemuka dalam pemerintahan Sri Aji Dalem. Bilangan jumlah rakyat ( dibawa
dari ) yang diberikan oleh Dalem berjumlah paling banyak yaitu 40,000 orang ( prajurit ).
Karena demikian halnya, maka hubungan Sira Aje Dalem, selaku penjabat tertinggi dan
selaku kakak ipar.
10
Pada suatu hari yang baik yang telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya, Sri Aji
Dalem duduk di Balairung yang sudah dihias dengan rapi. Pada hari itu akan diadalan
upacara persidangan khusu penting.
Sri Aje Dalem dihadap oleh mentri semua. Sebagai mentri pertama Sira Arya
Kenceng dari Tabanan paling depan diantara mentri – mentri semuanya berbusana
serba gemerlapan. Menyusul kemudian menteri – menteri lainnya, yaitu Sira Arya
Sentong dari Pacung, Arya Beleteng dari penatih,Arya kutawaringin dari kapal, Arya
belog dari Kaba- kaba, Arya benculuk dari Tangkas, Arya kepakkisan dari Abiansemal dan
3 ( tiga ) Wesya bernama Tan Kober,Tan Kawur dan Tan Mundur. Semua para Agung ini
berbusana lengkap kebesaran, semua sama “ nyuklit persikepan keris “ dan sama –
sama berhias bersunting kembang ( sami pada masumpang sekar ). Pada saat itu Sira
Arya Kenceng mesumpang ( bersunting ) sekar cempaka putih mebalut sekarsandat
warna ijo, sekilas serupa dengan kembang cempka wilis ijo.
Sumpang cempaka ijo Sira Arya Kenceng menarik perhatian Sri Aji Dalem Bali
maupun semua hadirin.
Sri Aji Dalem malahan agak terkejut menyaksikan Sira Arya Kenceng bersunting
kembang tersebut hanya boleh dipakai sunting oleh Sri Aji Dalem. Sumpang Sira Arya
Kenceng sangat tidak berkenan di hati Dalem. Dianggap Sira Arya Kenceng ingin
menyamai kedudukan Dalem. Ditambah dengan fitnah dari Arya pengalasan jelantik
yang menuduh Arya Kenceng memasang “ guna – guna “ dan “ pengeger “ agar bias
disayang oleh Dalem begitu pula agar Dalem bisa tunduk pada Arya Kenceng.
Sri Aji Dalem Bali menjadi sangat marah kepadanya. Seketika itu juga Dalem
menjatuhkan hukuman dan keputusan berat memecat Sira Arya Kenceng dari
kedudukannya tertinggi turun menjadi abdi yang terendah, yaitu menjadi kepala
pemelihara kebersihan seluruh bangunan dan halaman maupun pertamanan istana.
Tidak terkira rasanya pedih dan sedih serta sakit hati Sira Arya Kenceng
mengenang nasibnya di fitnah dan harus mengalami hukuman sehina ini tanpa dosa
apapun, namun beliau tidak merasa putus asa untuk bias kembali kepada
11
kedudukannya. “ hanya percobaan Hyang semata – mata “ piker beliau. Beliau yakin
akan keadilan Hyang. Dan pada suatu saat beliau pasti bias kembali pada kedudukan
semula.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari – hari berkeliling istana beliau bias
bertemu dan beramah – tamah dengan seluruh penghuni istana maupun para abdi
istana, cepat berkenalan dan bergaul dengan bebas kepada para putra – putrid Baginda
Dalem maupun para pengasuh serta semua para bawahan istana lainnya dengan sangat
akrab.
Dalam keadaan begini inilah beliau selalu ingat pada putranya sendiri yang berada jauh
di buahan Tabanan, yang sangat gelisah menunggu kedatangan ayahnya.
Diceritakan dalam sejarah Sri Aji Dalem Bali pada saat itu mempunyai beberapa
orang putra, diantaranya ada yang baru berumur sekitar satu tahun, baru sedang lincah
merangkak. Putra beliau ini merupakan putra kesayangan Dalem yang sering digendong
serta sering ditimbang – timbang oleh Dalem sendiri. Pengasuh Putra Dalem, maupun
para abdi lainnya juga teramat sayang pada putra beliau.
Maklum pula siapa sebenarnya Sira Arya Kenceng petugas kebersihan istana itu.
Mereka masih tetap hormat, segan dan Bhakti padanya.
Seringkali putra Dalem berada dekat dan timbang – timbang Sira Arya Kenceng. Sang
putra raja ternyata sangat senang berada dekat pada Sira Arya Kenceng. Sira Arya
Kenceng sering bercanda ngemong putra Dale mini. Hal ini menyebabkan bahwa Sang
raja putra lambat laun menjadi sangat akrab “ ngikut “, senang dan tidak menjadi takut
lagi pada Sira Arya Kenceng. Sang raja putra malah sangat gembira berada dekat pada
Sira Arya Kenceng, si hukuman agung ini.
Pengasuh raja putra itu sering juga mengajak sang putra bermain di dekat
ataupun memasuki balairung itu bila tempat ini sedang dalam keadaan kosong. Agaknya
sang raja putra ini sudah terbisa di ajak naik turun, keluar masuk gedung balairung itu.
Dalam keadaan terhukum seperti keadaan beliau sekarang ini Sira Arya Kenceng
tiada hentinya memikirkan untuk menemukan jalan kelaur secara terhormat bias bebas
dari hukuman dan fitnahan ini. Tuhan selalu menyertainya, Akhirnya Sira Arya Kenceng
12
menemukan sesuatu jalan dan akal melalui kesempatan baik untuk menolong dirinya
dari belenggu hukuman itu. Jalan keluarnya sebagai berikut : pada suatu persidangan Sri
Aji Dalem sedang dudk di hadap oleh para menteri dan semuanya abdi Negara. Sang
Raja putra yang msih kecil asyik bermain dibelakang balairung ditemani oleh sang
pengasuh dan Sira Arya Kenceng kala – kala sedang melakukan tugas menjalani
hukuman. Pada kesempatan ini Sang Raja putra dinaikkan oleh sira Arya Kenceng diatas
dataran dari belakang balairung, dibelakang tempat duduk baginda maka sang raja putra
gembira merangkak dari belakang Dalem dan naik diatas bahu Sri Aji Dalem, serta terus
meraba bahu Ida Sri Aje Dalem. Dalem jadi sangat terkejut yang tidak kepalang. Dalam
keadaan sidang yang geger karena Baginda Dalem terkejut Sira Arya Kenceng berlari –
lari mendekat dan menghampiri Sri Dalem dan sang Raja putra serta mengangkat dan
melepaskan sang raja putra daribahu bagida Sri Dalem dengan ucapan mohon ampun
permisi, katanya, “ Ngelungur pengampura, nunas nugraha ping banget Sri Dalem “. Sri
Aji Dalem “ nyonget “ keatas belakang ( inggil ungkur ).
Sri dalem bersabda dengan nada agak kesel pada Sira Arya Kenceng yang duduk dalam
sikap sujud duduk di belakang agak jauh. “ pinter bener rayi Arya membuat intrik-
intrikan, putra ku telah mengambil dan memegang pada bahuku. Putra ku telah berbuat
dosa tata karma. Menurut tata karma yang telah ada dalam lontar, “ Lontar Raja Niti
Sang Pandita “ disebut bahwa tat kala sang Nata telah berbusana kebesaran ratu, sang
putra yang manapun tidak boleh gegabah, sengaja maupun tidak sengaja memegang
ayahanda prabu sampai ke bahu, itu disebut “ Rarebangeran “
Setelah sejenak mengenangkan putra Baginda, Ida Sri aji Dalem bersabda lagi
paad Sira. Arya Kenceng, “ Nah, rayi Arya Kenceng, ini mungkin titah kehendak Hyang
Widhi, aku tidak boleh menolak keputusan Hyang ini. Aku terima dengan ikhlas dan
tulus hati keputusan Hyang Widhi ini.
Putra ku telah berbuat dosa. Telah menjadi kehendak Hyang Widhi bahwa putraku harus
menjadi kehendak Hyang Widhi bahwa putra ku harus menjadi putra rayi Arya putraku
harus berpisah dariku. Kakang merelakan dengan segala keikhlasan hatiku kepada rayi,
untuk mengambil putraku ini menjadi putra rayi, untuk putra ini menjadi putra rayi,
13
Arya. Ambillah dia sebagai putra rayi dan bawalah dia ke buahan sebgai anak angkat. “
Desa buahan ( kota Tabanan belum ada , kota Tabanan hanya baru jadi nama wilayah.
Ibu kota sekarang bernama Tabanan dulukala bernama Singasana Natha Tabanan untuk
kota baru dipakai jauh kemudian : tempat istana Sira Arya Kenceng berada di Buahan,
kini 3 km dari kota Tabanan. Kata Buahan = Jambe = Pucangan = Benculukj = Poji ). “
Kakang ikhlas mengadiahkan putraku menjadi putra rayi Arya, namun ada amanat ku
kepada rayi Arya yang harus rayi Arya patuhi. Bikinkanlah putra ku ini upacara yang
disebut : “ Meperas Mabaleman “ ( apisekam ) dan diatasnya “ Mepeteteh “ dengan
kepala kerbau. Persaudarakanlah dia dengan putra Rai Arya nanak Ngurah Tabanan.
Berilah dia gelar Arya Kenceng Tegehkuri, karena ia berdosa naik mengatasi bahuku
dibelakangku ( metegehin bahu Dalem dari keuri = inggil ungkur ). Ia masih boleh
memakai upacara Raja putra. Berangkatlah sekarang rayi Arya Kenceng, berangkatlah
putra ku ! Hyang Widhi menyertaimu ( Dalem mengusap-usap bahu
putranya )demikianlah amanatku, semoga Hyang parama kawi menyertai Rayi Arya,
menyertai putraku Tegehkuri.
Mendengar keputusan sabda Dalem, perasaan terharu bukan kepalang dan tidak
terkirakan senang hati Sira Arya Kenceng. Pertama – tama beliau telah terbebas dari
hukuman dan dapat menduduki kembali kedudukannya selaku patih pertama dan
kekuasaanya atas daerah Tabanan dan sekitaranya.
Kedua beliau mendapat karunia Hyang Widhi dan hadiah dari sesuhunan Sri Arya Dalem
Bali, seorang raja putra yang sangattampan, begitu bagus ( melik ) dan cerdas. Sira Arya
Kenceng menyambut hadiah dan karunia Dalem, sang raja putra, dan dengan segala
kehormatan menyembah mohon diri dengan mengendong dengan sang raja putra Arya
Tegehkuri lengkap diiringi oleh sang pengasuh dan pengiring pasukan secukupnya
pulang kembali menuju keistana beliau di desa buahan diwilayah Negara Tabanan yang
tetap menjadi daerah kekuasaanya kembali.
Di dala prasasti Dalem Bali ada tersirat ucapan “ Tegehkuri Arya Kenceng Pwasira
“ laun menjadi ksatria perjaka yang tampan, bagus cerdas dan berwibawa, menjadi
idaman para putrid- putrid ( muda – mudi )dan di segani kaula dan rakyat serta para
14
perjaka dan putrisesama nigrat. Arya Kenceng Tegehkuri telah tumbuh menjadi ksatria
yang perkasa. Kehidupan sehari-harinya bersama saudara angkatnya, yaitu sira arya
Ngurah Tabanan, adalah sangat akrab dan saling penuh pengertian dalam segala
sesuatu selaku putra raja terhadap orang tu, abdi dalem dan para kaula serta rakyatnya.
Namun lambat laun hukum alam rupanya tak dapat di kekang ( dibendung ). Segala –
galanya yang ada di mayapada ini mengalami perubahan kecuali perubahan itu sendiri.
Lambat lauk keakraban persaudaraan pun mulai berubah ( renggang ) sampai pada
suatu saat mereka tiba pada titk puncak pertikaian ( Klimanks ) detik – detik kritis
sampai pada batas yang digariskan oleh yang maha kuasa. Mega mendung selisih
pandangan mulai timbul setelah bertahun –tahun pada batas saling kasih mengasihi
satu sama lain, akhirnya dating juga saat saling curigai, yaitu antara persaudaraan Sira
Arya Ngurah Tabanan dan Arya Kenceng Tegehkuri timbul perselisihan pandangan dan
pendapat yang berpangkal pada percindraan ( cemburu ), prasangka, lebih- lebih
menuduh. Ruwe bhineda tan dados pasahang.selisih pendapat tak dapat dihindari Sira
Ngurah Tabanan menuduh bahwa perjaka Arya Kenceng Tegehkuri menaruh hati pada
istri Sira Ngurah Tabanan. Berdasarkan pada rasa cemburu buta dan tuduhan sepihak ini
Sira Ngurah Tabanan membunuh istrinya sendiri. Arya Tegehkuri merasa sangat malu
dan mengerti akan tujuan pikiran Sira Ngurah Tabanan yang terselubung. Toleransi
pikirannya mendorong Arya Kenceng Tegehkuri untuk mengalah serta mencari jalan
untuk berlalu ( pergi )dari wilayah Tabanan dari pada bercokol dicurigai dengan tuduhan
–tuduhan yang mencemarkan ( merugikan )nama baik dan martabat ( beliau masih
punya harga diri)> akhirnya Arya Kenceng Tegehkuri mengambil tekad untuk
meninggalkan kerajaan Tabanan.
Pada suatu malam yang pekat beliau meninggalkan desa Buahan dari wilayah
Tabanan mengikuti gerak kakinya ( ngurah – ngurah lampah ) dengan tujuan yang belum
dapat ditentukan arah dan akhirnya beliau pergi seorang diri saja. Mula – mulanya
menuju kearah utara sampai di daratan danau Beratan, kemudian dari daratan ini
menuju kearah timur berpedoman pada gunung – gunung yang menjulang jauh
didepannya, yaitu gunung batur, gunung Abang dan gunung Agung.
15
Akhirnya sampailah beliau di daratan daerah Kintamani. Dari sini beliau
melanjutkan perjalanannya ke tepi arah timur, dataran tersebut.
Sampailah beliau ditepi Ulun Danau Batur, kurang lebih sekitar dataran desa Songan
sekarang.
Disanalah beliau mencari tempat untuk bertapa semadi. Tidak berapa lama beliau
bersemedi( terpekur )menunaikan tapa semadinya maka bertemulah dalam semadhi
beliau pada Hyang Betari ulun Danu, Betari Dewi Danu. Bersabdalah Betari “ cucuku
Tegehkuri, tapa semadhimu dasyat ( tanobah ). Tapa semadhimu aku terima dan
mengerti tujuanmu. “ nah lihat itu! ( Betari menunjukkan kerah barat laut). Lihat ada titk
hitam itu ( Ton – ja-ya-Badung ). Pergilah cucuku ke tempat itu, itulah desanya Tonja
namanya di bumi Badung.
Penguasa ditempat itu I Pasek Bendesa namanya. Ki Bendesa memerintah disana secara
bersama dengan para – para saudaranya. Pasek Gaduh, Pasek Dangka, Pasek Kebayan,
Pasek Ngukuhin, Pasek Salahin dan Pasek Tangkas. Mereka tidak punya raja yang bias
memimpin mereka bersama. Kini mereka sedang ada karya ( upacara )
diparahyangannya, medewayadnya. Hyang akan memberikan cucuku sebuah anugrah
bertuah. Inilah dia! Betari mennunjukkan sebuah Cupu berupa slepa tempat kapur
kinangan selepa dari perunggu yang kuningan mengkilat seperti mas, bawalah dia ini.
Sabda Betari, “ ia ini adalah sebuah jimat yang bias membikin dirimu tampak sangat
kecil, teramat kecil bisa masuk kedalam cupu selepa ini, kedalam cupu manic ini. Setiba
cucuku di desa Tonja, turunkan cupu ini diatas pintu kori sanggah I Bendesa tempat
mereka beryadnya itu.
Kemudian masuklah cucuku kedalam selepa itu. Di sana cucuku akan dikagumi dan
dihormati. Cucuku akan diangkat menjadi raja mereka.
Berangkatlah cucuku sekarang juga. Kemudian gaiblah Betani ( menghilang seketika ).
Setelah sira Arya Sadar dari semadhinya, beliau membersihkan diri dan
memeriksa dikanan-kirinya tempat semadhi tadi. Nampak cupu anugrah pemberian
BetariSira Arya Kenceng Tegehkuri segera berangkat mengikuti petunjuk Betari. Pada
malam harinya tibalah Sira arya di Tonja. Beliau segera naik diatas pintu kori pemedalan
16
parahyangan, sesuai dengan petumjuk betari, akhirnya beliau memuja dan
menguncarkan mantra agar beliau bisa Nampak berubah menjadi kecil bias masuk
kedalam cupu selepa, sesuai dengan petunjuk betari di danau Batur. Segala sesuatunya
berjalan lancer sesuai dengan petunjuk Betari. Sirya Arya menjadi kecil tutp selepa
terbuka dan Sirya masuk bersembunyi di dalamnya dengan baik.
Pada keesokan harinya, sejak pagi I Bendesa sudah mulai sibuk dengan tugas
keluar masuk melakukan – kegiatan – kegiatan upacara di pemedalan sanggahnya.
Akibatnya sinar matahari tiba- tiba selepa itu Nambak bercahaya dilihat bersinar
ngencorong oleh I Bendesa. I Bendesa. I Bendesa terkejut melihat dan menyaksikan
kejadiaan itu perasaan takut ini beranggsur – anggsur dirasakan menjadi rasa syukur
kehadapan sesuhunannya karena diduga bahwa apa yang ia lihat itu adalah sesuatu
wahyu akibat aturan upacara yang dilaksanakan. Sebelum ia naik dan mengambil selepa
bercahaya itu disembah berulang – ulang.
Perlahan – lahan ia menghampiri didampingi oleh sanak keluarganya, naik mengambil
dan menurunkan cupu itu dari atas pintu kori. Dengan tangan yang gemetaran ia
membuka pelan – pelan cupu itu dan melihatnya adanya bayangan kecil itu lambat laun
atau beberapa lama kemudian bergerak menjadi wujud kecil manusia biasa I Pasek
Bendesa dan kerabatnya sangat kagum dan heran menyaksikan kejadian yang ajaib di
luar kebiasaan dan dugaan ini. Setelah cupu itu terbuka seluruhnya, maka melompatlah
manusia kecil itu dari dalam cupu itu. Setiba diatas pertiwi maka segera ( secepat ) itu
pula sira Arya Kenceng Tegehkuri kembali ke dalam wujud ukuran manusia kembali
sebagai semula. Berdirilah beliau dihadapan I Bendesa dan paar saudara-saudaranya
seorang yang sangat tampan, bagus tanpa banding dan tampak angker berwibawa yang
sebelumnya belum pernah mereka lihat. Mereka semua melongo kagum, segan,takut
dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan menghadapi manusia luar biasa itu.
Mereka semua menduga bahwa inilah betara sesuhunanya datang dalam bentuk visual
nyelegodong di depan mereka.
Seperti dikomando mereka serempak menjatuhkan diri duduk bersila atau bersimpuh
menyembah. I Bendesa berkata dengan bhakti setulus hatinya, “ singgih Betara
17
sasuhunan Titiang Yang Maha Agung, kaula sinamian nunas lugraha pengangampura
ring sor bukpadan pakulun saha ngaturung pengaksama ping banget pisan ( sembah
sujud kepada yang mulia ).
Sira Arya Kenceng Tegehkuri sama sekali tidak menduga akan menyaksikan
kejadian sebagai yang beliau lihat dihadapannya. Beliau belum dapat mengucapkan
sesuatu karena terharu beliau diam dengan pandangan yang tajam memandangi
semua yang hadir dihadapannya. Melihat kejadian ini I Bendesa dan para sanak
keluarganya dan pengikutnya sangat panik, takut dan tambah lama semakin bertambah
Gemetar. I Bendesa bingung, ia tidak tahu apa yang ia harus kerjakan. Mengingat bahwa
ia sedang berada disanggahnya sedang melaksanakan upacara terhadap sesuhunannya
tetap beranggapan bahwa orang yang mereka hadapi sekarang ini adalah Betara
sesuhunnya nyelegodong dating. ia berulang – ulang lagi menyembah pada Sira Arya
Kenceng Tegehkuri sepuas-puasnya. Setelah sepuasnya dapat menyembah barulah I
Bendesa bertanya, “ siapa betara sesuhunan titang puniki “ yang ia hadapi sekarang ini !
Sira Arya kenceng Tegehkuri menjawab dengan tenang sesuai dengan panggilan jiwanya
selaku seorang Ksatria. Beliau minta agar I Bendesa suka bertenang dan diberi keyakinan
bahwa ia sedang menghadapi manusia biasa. Secara ksatria dengan cara jujur setulus-
tulusnya SiraArya Kenceng Tegehkuri menceritakan riwayat dirinya dari semula lahir dan
kelahirannya sampai akhirnya ia tiba ditempat I Pasek Bendesa. Mendengar cerita
beliau, I Bendesa menjadi bertambah kagum serta sangat memilukan hatinya dan
menambah membuat I Bendesa menjadi bertambah kagum serta sangat memilukan hati
dan menambah membuat I Bendesa sanak saudaranya bertambah hormat, karena yang
dihadapi I Bendesa ini adalah Putra Dalem dan kekasih Betari digunung Batur maupun
betara di gunung Agung. Kedua I Bendesa menghadapi seorang Ksatria yang sakti
mandraguna sebagai disaksikan sendiri. Ketiga, Sira Arya Tegekuri dianggap seorang
ksatria yang teguh memegang sesame, jujur dan tulus Ikhlas. Akhir kata karena pada
ksatria Sira Arya Kenceng Tegehkuri adalah seorang yang tidak terdapat hal – hal yang
meragukan pikiran I Bendesa serta para saudara-saudaranya, maupun pengikutnya tidak
ditolak oleh Sira Arya Tegehkuri. Ini adalah sudah sejalan dengan petunjuk Ida Betari
18
Ulun Danu di danau Batur Betari Danuh. Sementara I Pasek Bendesa meneruskan
upacara Medewayadnya di sanggahnya, maka untuk sementara yang khususnya dan
cukup lengkap dengan pengayah layak sebagai penempatan tamu Agung, disamping
meneruskan upacaranya medewayadnya di merajannya.
Setelah selesai upacara besar medewayadnya di merajan I Bensdesa, maka
segera dane I pasek Bendesa mengundang peparuman Agung Kenceng Tegehkuri
dinobatkan menjadi raja pelindung mereka. Sesuai dengan ptunjuk Betari danu
digunung Batur, rakyat Tonjaya memang sejak lama mencari raja yang dapat melindungi
rakyat mereka bersama. Tibanya Sira Arya Tegehkuri dianggap suatu anugrah karunia
Hyang Widhi berkat upacara Agung disanggah Paibon I Pasek Bendesa dengan dukungan
para saudara – saudaranya beserta pemuka masyarakat Tonjaya dan masyarakat
seluruhnya, segera dipermaklumkan kehadapan Sri Aji Dalem Samprangan Baginda
Dalem sangat berkenan dengan permohonan I Pasek Bendesa dan dalam waktu singkat
Sirya Arya Kenceng Tegehkuri dilantik menjadi Prabu diNegara Badung Benkedudukan di
Behaculuk ( Benculuk ).
Setelah mendapatkan persetujuan Sri Aji Dalem maka kini rakyat melaksanakan
kebulatan tekad mendirikan puri bagi – bagi raja lengkap dengan parahyangan kerajaan
dan kahyangan tiga bagi masyarakatnya. Tempat yang ditetapkan menjadi tempat istana
adalah ulun desa Tonjaya sendiri di pinggir sungai Ayung. Begitulah dalam waktu yang
singkat berdirilah sebuah istana yang megah memnuhi persyaratan puri. Sebagai telah
ditetapkan dengan persetujuan Dalem, mengingat Bahwa Arya Tegehkuri adalah putra
Dalem. Segala sesuatunya tidak boleh melepas dari ketetapan Dalem harus memenuhi
persyaratan puri Majapahit, begitu juga puri untuk Sira Arya Kenceng Tegehkuri
diharuskan memenuhi persyaratan itu juga.
Setelah puri selesai dibangun, bersemayamlah beliau dipuri itu. Ibukota kerajaan
disebut Behaculuk ( Benculuk ), mengingat tempat asal Sira Arya Kenceng Tegehkuri,
diasuh dan dibesarkan (Benculuk = buahan = jambe = purangan). Baginda bergelar Sira
Arya Tegeh Kuri, gelar yang diberikan oleh baginda Raja Dalem pada waktu
menyerahkan putra Dalem kepaad sang ayah angkat Sira Arya Kenceng.
19
Setelah dan sesudah Baginda bersemayam dalam puri Baginda serta bertahta
menghadapi persoalan kenegaraan maka perhatian beliau mulailah pada persoalan
kenergaraan dan tidak ketinggalan pula tentang kerohanian ( agama ) Negara dan
rakyat.
Baginda memerintahkan pembugaran – pembugaran kahyangan tiga yang lama,
membangun kahyangan tiga yang baru, pura puseh, bale agung, pura Dalem, demi
ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
Demikian juga bagi keluarga, agar masing – masing membangu khayangan
( sanggah ,merajan ) keluarga.
Setelah itu bertumbuhlah pembangunan pura-pura kawitan rakyat termasuk juga
pembangunan pura Tegehkuri. Disamping membangun pura kawitan, bginda
memerintah untuk membangun pura kawitan. Disamping membangun pura kawitan.
Baginda memerintahkan untuk membangun dua buah pura besar lagi, termasuk kawitan
baginda didalamnya, untuk pemujaan kepada Hyang Widhi gunung Agung ( Ton Langkir )
dan sebuah untuk pemujaan pada Ida Betari di gunung Batur , tempat beliau
mendapakan penugrahan. Begitulah baginda mendirikan pura kawitan dan pemujaan
betara Toh Langkir, terletak ditimur laut puri dipinggir sungai Ayung. Inilah puri batur
Sari Arya Tegeh Kuri Benculuk.
Demikianlah puri Baginda Sira Arya Kenceng Tegehkuri di Benculuk kini telah
lengkap dengan semua tingkatan parahyangan demi kesejahteraan dan ketentaraman
Negara dan rakyatnya .
Diceritakan, Sira arya Kenceng Tegehkuri adalah tergolong pada raja-raja yang
sangat penuh kebijakan dan penuh prakarsa menghadapi masa depan kerajaan,dinasti
atau turunan dan rakyatnya. Selaku penguasa di Negara Badung dibawah nangan dan
kebijaksanaan kekuasaan Sri Aji Dalem Bali, semasa kekuasaan berkedudukan di
samprangan dan seterusnya di Gelgel ( Siwacapura ), sang natha Negara Badung Sira
Arya Tegehkuri, tetap secara teratur menghadap Dalem, Sira Arya Tegehkuri
mempersunting permaisuri beliau ini beliau mendapatkan keturunan putra dan putrid
yang melanjutkan dinasti Arya Tegehkuri kemasa depannya. Mengikuti kelaziman
20
kedudukan seorang raja yang sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya pada zaman
itu. Sira Arya Kenceng Tegehkuri didampingi pula oleh banyak istri – istri penawing,
persembahan dari para panakawan maupun pemegang wilayah bawahan kekuasaanya
untuk ikatan dan pertalian politis hubungan baik. Dengan cara begini ini tak khayal
bahwa turunan Arya Tegehkuri sangat cepat berkemban, kemakmuran maupun
keamanan dan ketentraman lebih dapat diatur. Banyak rakyat dari Negara tetangga
masuk mengapdikan diri dibawah kekuasaan dala kerajaan badung berkat
kebijaksanaan yang memerintah yang menjadikan baginda sangat Mashur keluar
daerah kekuasaan baginda setelah beberapa dinasti, keturunan, bercucu, bercicit.
Demikian setelah pada dinasti III atau IV paad abad XV bettahta di benculuk,kemajuan
dan perkembangan kemakmuran maupun jumlah rakyat sudah sedemikian rupa
sehingga Arya Kenceng Tegehkuri perlu dikembangkan Aktivitas keturunan dengan
tugas – tugas pengembangan pemekaran wilayah, untuk itu dibangunlah istana baru di
puri Satria disebut puri satria sebagai lambang bahwa dinasti Arya Tegehkuri adalah
keturunan Ksatria Dalem.
Setelah dinasti Sira Arya Tegehkuri yang masih tetap memakai gelar marga Arya
Kenceng Tegehkuri berkembang perkembangannya.
Turunannya harus berkembang, berputra, bercucu, bercict dan berkelad, pendudk
sudah berlipat ganda pada turunan VI dan VII. Kondisi dan situasi jaman sudah berubah,
pendudk sudah berlipat ganda sejalan dengan perkembangan awal abad XVI didirikan
istana ketiga bertempat disebelah selatan kuburan Badung sekarang di tegal yang
bernama Istana Tegal Agung, istana ini didirikan berdasarkan segala pertimbangan
pertahanan, keamanan dan pegembangan tugas – tugas pemerintahan, untuk
menyelamatkan Negara dari rombongan lawan.
Demikian turunan Sira Arya Tegehkuri mulai pada dinasti VI, Pada awal abad XVI
mempunyai ( menempati ) tiga buah istana, yaitu istana dari abad XVI yaitu istana
kerajaan yang I ( kedua ) dari abad XV di satria yang dikenal dengan nama Puri Satria dan
yang III ( ketiga ) adalah Tegal Badung dari abad XVI semuanya dengan segala
kelengkapan sarana pemerintahan dan sarana pertahananya. Di istana tersebut terakhir
21
ini pula yang dimuliakan Dahyang Nirartha ( pedanda Sakti Wawu Rawuh ), diterima
menginap oleh Arya Kenceng Tegehkuri setibanya beliau dari jawa melalui desa Tuban
pada sekitar tahun 1530. Peranda dijemput ( dipendak ) oleh Sira Arya Kenceng
Tegehkuri sampai dituban penyambutan ini dapat dibaca tersurat pada prasasti
( catatan ) di pura patitenget. Kemudian diistana ini pula pertualangan bangsa belanda
pertama dalam tahun 1595, yang bernama Cornelis De Houtman di terima oleh Sira
Arya Kenceng Tegehkuri.
Setelah berdiri dan dipergunakan istana Tegal Badung oleh Dinasti Arya
Tegehkuri, maka ternyata bahwa dinasti tersebut dapat bertahan dan berkuasa sampai
abad pertengahan abad XVIII sekitar tahun 1751. Setelah dinasti XIV ( empat belas ) itu.
Selanjutnya, karena sudah kehendak dan titah Hyang Parama kawi ( Tuhan Yang Maha
Esa ) jaman telah berubah, tiada sesuatu kekuatan yang dapat menolak. Tiada sesuatu
yang langgeng di atas mayapada ini. Kecuali perubahan itu sendiri.
Terjadilah perebutan kekuasaan antara dinasti Tegehkuri dengan Dinasti yang baru.
Akhirnya dinasti tersebut terpencar, timbul kerajaan – kerajaan kecil.
Kembali dikisahkan Sira Arya Kenceng dengan putranya, Sira Ngurah yang telah
membunuh istrinya sendiri karena cemburu. Sira Arya Kenceng diganti oleh SiraNgurah
Tabanan menjadi penguasa di tabanan. Setelah beberapa lama memerintah, beliau
mengidap penyakit yang sangat sulit di sembuhkan. Beliau mengundurkan diri dari
pemerintahan dan diganti oleh putra beliau yang bernama Kyai Ngurah Langwang.
Karena sakit Sira Ngurah Tabanan sangat berat, maka beliau berpindah tempat tinggal di
pakubon di pesanggrahan kubontinggah ini Ngurah Tabanan sangat berat, maka beliau
pindah tempat tinggal di pakubon di pesanggarahan kubontinggah ini Ngurah tabanan
diladeni oleh istrinya yang muda bernama siluh Bendesa Buahan dari buahan. Didalam
peladenan ini sebagai istri siluh Bendesa menjadi hamil. Dari hamil inilah lahirlah
seorang putra yang bernama Ki Pujang, karena ibunya berasal dari Buahan = Buah =
jambe/pucang= Benculuk), lama kelamaan bayi ini menjadi perjaka dan dewasa. Setelah
Sira Arya Ngurah Tabanan begitu lamamenderita sakit wafatlah beliau. Setelah mangkat
Sira arya Tabanan diceritakan bahwa Sira Arya Ngurah Tabanan diceritakan bahwa Sira
22
Arya Ngurah Langwang, sang kakak selalu tidak berkenan di hati dengan adik beliau.
Ngurah Langwang, sang kakak selalu mencari daya upaya untuk melenyapkan Ki
Pucangan bahwa Ki Kyai Kyai Ngurah Langwang. Berbagai cara selalu ditempuh antara
lain dengan memerintahkan kepada Ki Pucangan supaya menotor ( memotong ) atau
memangkas pohon beringin yang terkenal angker dan ditakuti oleh rakyat yang berdiri
di pinggir alun – alun di depan puri. Beringin ini sangat terkenal maha angker tak
seorang pun berani mendekatinya, apalagi sampai memangkas ( menotor ) daun
ataupun batang pohon itu. Pekerjaan inilah diperintahkan kepada Ki pucungan. Ki
pucungan ternyata tidak gentar sama sekali. Ki pucungan melaksanakan perintah
tersebut dengan baik dan berhasil, hal ini menyebabkan Ki Ngurah Lanwang bertambah
berang dan berusaha mencari daya upaya lain lagi. Kehendak rakanda Ngurah Langwang
lama kelamaan dapat dipahami dan dirasakan tujuannya oleh Ki pucungan. Mengenang
nasibnya maka timbullah hasratnya untuk meninggalkan saja negeri ini pergi ketempat
yang belum di ketahuinya.
Pada suatu malam yang sepi seperti yang telah direncanakan terlebih dahulu,
maka berangkatlah Ki Pucangan meninggalkan Ibu negeri dan tempat kelahirannya
didesa Buahan tanpa diketahui oleh siapa pun menuju arah utara kedanau beratan. Ia
peri seorang diri. Istri dan kedua orang anaknya Bernama I Gusti Gede Raka dan I Gusti
Gede Rai ditinggalkan di buahan. Di sana beliau mencari tempat untuk membangun
brata semadhi memohon karunia dan petunjuk Hyang Maha Esa ( Sang Hyang Widhi ).
Setelah beberapa lama bertapa di pengunungan danau Beratan beliau mendapat
petunjuk supaya meneruskan perjalanan menuju ketimur, menuju kedanau batur.
Beliau segera bangkit berangkat mengikuti petunjuk yang ia dapat dala semadhinya di
danau Beratan. Setelah beberapa lama dalam perjalanan tibalah beliau dipinggir danau
Batur. Disini beliau nangun semadhi lagi ngecap kehadapan Ida Betari danau Batur.
Setelah beberap lama bertepekur bersemadhi ( memusatkan pikiran ) berkenanlah Ida
Betari Danu,” cucuku pucangan, bangunlag dari semadhimu. Baktimu aku terima. Aku
sangat terkesan akan keteguhanmu bhaktimu dalam laksana nyata. Gendonglah aku
meneyebrani danau in sampai disebrang sana!Matur Ki Pujangan,” mohon ampun
23
pekulun, hamba tiada beranin kelelb ( tenggelam)”. Sabda Betari ke tengah danau,
menyebabkan air danau menyibak tetapi Kyai pucanganseperti berjalan diatas tanah
sampai ketengah. Setelah sampai didaratan diseberang danau betari bersabda,”
Cucuku Pucangan., kamu tidak tenggelam, inginkah kamu senang?bagaimana maksud
senang itu hanya Kyai Pucangan. Sabda betari kamu harus pergi kebarat laut,disana
terletak desa badung keturunanmu bawalah! Betari menghadiakan sebuah tulup
( sumpitan ) lalu Gaiblah Betari ( gaib=menghilang ) Kyai pucangan menyembah.
Sesudah itu berangkatlah kyai pucangan pergi mengikuti ptunjuk Betari Danau tad.
Akhirnya sampailah Kyai pucangan di tempat yang dituju yaitu desa Badung di
pedusunan Lumintang tanpa mengetahui siapa yang harus dikunjungi. Beliau berada
didusun lumintang disini Kyai Pucangan berusaha menemuka mekel dusun it. Dengan
petunjuk penduduk-penduduk bertemu beliau pada bekel( mekel ) dusun, disana beliau
menyerahkan diri, mengapdi diri. Ternyata oleh bekel dusun dan penduduk diketahui
bahwa Ki pucangan adalah orang pandai bergaul dan cakap. Akhirnya dia diambil mantu
oleh sang bekel. Dari perkawinan ini, Kyai pucangan mendapat tiga putra dan putrid
( dua orang putra dan seorang putrid). Disebut dalam sejarah bahwa putra kyai
pucangan yang sulung mempunyai kesukaan dan sangat mahirmain dengan suprita,
pintar menembak sesuatu dengan tulub. Anaknya yang sulung ini diberi namaKi Bagus
Alit. Putra lelaki yang kedua kegemarannya mai cemeti.
Anak ini sangat sigap dalam hal memainkan cemeti. Tidak ada diantara pemuda yang
dapat menyamai kepandaian kedua putra Kyai Pucangan.
Tersebut Ida Dalem di istana Suwecapura ( digegel ) karena godaan Hyang di
ganggu oleh burung Gagak ( burung berwarna hitam). Gagak itu menganggu dan
merusak santapan baginda Dalem pada setiapb saat baginda akan menghadapi sarapan
baginda. Setiap daun ketiga ( sekitar jam 09.00/10.00 pagi ) tidak tanggung – tanggung
lagi burung gagak itu menganggu, merusak poranda santapan Dalem, bagaimanapun
caranya para penjaga istanabersiap- siap berjaga. Susuh orang istana karena setiap hari
di ganggunya. Oleh karena demikian lalu Baginda dalem menitahkan mencari orang
yang dapat memusnahkan burung gagak itu, karena dari seluruh jajaran penjaga istana
24
sudah tiada berdaya menghadapinya. Sebenarnya semua ini merupakan suatu godaan
kehendak Hyang Maha titah adanya.
Diseluruh negeri, diseluruh bali diadakan pengumuman tentang titah Baginda Dalem ini.
Akhirnya kabar sampai kehadapan Baginda Dalem bahwa ada orang di daerah kerajaan
Kyai Tegehkuri dibadung ada yang memiliki kesaktian memainkan sumpritan. Anak itu
adalah anak dari Ki Pucangan berdiam didusun Lumintang bernama Ki Bagus Alit. Segera
Baginda dalem mengirim utusan mencari orang itu. Setelah Utusan Dalem dirterima
oleh Ki Bagus Alit menyiapkan sumpritannya. Tanah liat seperlunya dan peluru
sumpritannya cukupnya, utusan mohon permisi pada Kyai pucangan yaitu ayah Ki Bagus
Alit, disertai oleh adiknya, karena kakak beradik ini selalu lekat laksana sepit
bergandengan bersama kemanapun mereka berpergian.
Sampailah mereka di Gelgel, lalu menghadap Baginda Dalem, segera bersiap-siap
tanpa membuang waktu sedikitpun untuk membunuh burung yang penuh dosa itu.
Baginda Dalem member syarat, supaya burung itu harus hanya dipatahkan sayapnya
agar tidak bias berdaya agar tidak bias terbang lgi dan kemudian disakiti mati perlahan –
lahan supaya merasa tersiksa. Burung itu hanya dibikin kepek ( patah sayap ). Besoknya
pada daun tiga, ketiga pesuruh Baginda Dalem telah siap menata santapan Dalem, Ki
Bagus Alit telah selesai mengatur tempat persembunyian, pengintaiannya. Setelah
burung itu dtang, lalu ditulup tepat mengenai sayapnya. Sayapnya patah burung kepek
tidak bias terbang lagi. Baginda dalem sangat senang karena burung telah berhasil
dikalah kan sesuai dengan karsa Baginda, agar burung tersebut patah sayapnya burung
gagak itu di bunuh secara pelan – pelan, dicopoti jiwanya secara berangsur – angsur
karena keperkasaan Ki Bagus Alit melawan musuh ( burung gagak ) yang tidak
terkalahkan oleh abdi istana lainnya, maka Ki Bagus alit diberi gelar Arya , kini bernama
Arya bagus Alit diberi hadiah busana kearyaan lengkap dengan uang secukupnya.
Setelah selesai pembasmian burung gagak bertanyalah baginda Dalem lagi pada Arya
Bagus Alit, apakah ia masih ada saudara. Dengan hormat Arya Bagus Alit menyampaikan
keadaannya yang sebenarnya bahwasanya ia ada dua Saudara, seorang laki dan seorang
perempuan. Baginda menanyakan apa kemahiran yang dimiliki oleh saudara lelaki dari
25
Ki Bagus Alit serta menceritakan tentang kemahiran yang dimiliki oleh saudara yang
lelaki. Saudaranya sangat mahir dalam memainkan cemeti. Saudaranya itu diundang lagi
oleh Baginda Dalem agar datang menunjukkan kemahirannya dihadapan Baginda Dalem
di Gelgel.
Setiba di Gelgel putra kedua Kyai pucangan diadu bermain cecepetan melawan
para pemuda rakyat Baginda. Pertama kali ini ia diadu melawan lima pemuda sekaligus.
Kelima pemuda ini kalah.kemudian melawan sepuluh orang sekaligus. Kesepuluh orang
inipun juga kalilih ( kalah ). Bukan mai kagum baginda menyaksikan keistimewaan putra
– putra dari Kyai pucangan kakak beradik ini untuk beberapa hari diajak di Gelgel untuk
menunjukkan kebolehannya didepan para lainnya serta rakyat beliau semua. Semua
yang melihat benar – benar kagum dibuatnya. Setelah beberapa lama sesudah Dalem
cukup dapat menyaksikan kebolehan kedua pemuda ini kembali kedesanya dengan
hadiah tambahan berupa kedudukan dan rakyat dibawah kekuasaan Sir Arya Tegehkuri
di negaranya Badung.Baginda menulis swala Patra tetap agar kedua pemuda ini diberi
tempat dan kedudukan, rakyat, dibawah Arya Kenceng Tegehkuri, yaitu Ki Arya
BagusAlit agar di beri tempat dan kedudukan disebelah barat sungai (tukad Badung )
serta rakyat sebanyak 250 orang bernama Denpasar ( Puri Badung ). Ki Bagus Alit diberi
tempat dan kedudukan di sebelah barat sungai Badung disebut puri pemecutan dan
rakyat sebanyak 250 orang pula. Kedua tempat ini supaya berada dalam wilayah dan
kekuasaan Sira Arya Kenceng Tegehkuri selaku penguasa di Negara Badung. Semua
perintah Baginda dengan keiklasan semua ditaati oleh Sira Arya Kencang Tegehkuri
( sesuai perintah Dalem ).
Demikianlah mulai adanya dinasti pucangan mengabdi di bawah pengawasan
Silra Arya Tegehkuri di dalam kekuasaan Negara Badung atas titah baginda Dalem Bali.
Demikianlah mulanya timbul ada nama jero-jero pucangan ataupun jero-jero jambe dan
nama jambe di Badung. Nama benculuk hanya sekali dipergunakan untuk tempat
bersemayamnya Sira Arya Tegehkuri, lainnya tidak pernah ada selain untuk keturunan
Arya Tegehkuri.
26
Kedua keturunan pucangan kakak beradik hidup rukun sejahtera sepanjang sejarah
kerajaan, tunduk dibawah pemerintahan Sira Arya Tegehkuri di Negara Badung. Meerka
berkembang ( keturunan bertambah banyak ) beranak cuc sampai bercicit, sehingga
sampailah pada waktu tiba hukuman kodrat alam membawa perubahan. Tiba saatnya
perubahan itu harus berlaku.
Pada abad XVIII timbullah perselisihan yang diawali gara-gara seorang putrid
( ikuti kisah berikutnya ) yaitu antara dinasti Tegehkuri dan dinasti pucangan yang
membawa perubahan pada kondisi dan struktur penguasa di wilayah badung, yaitu
perang. Sebelum lanjut menanggapi perselisihan yang menimbulkan perang ini, baiklah
ditinjau kembali sejarah semenjak mulainya kekuasaan Dalem Bali mulai memerintah
pulau Bali ini. Semenjak runtuhnya kekuasaan Dalem Bedahulu dengan patih baginda
pasung Grigis, maka pulau bali diperintah langsung dari Majapahit, di bali Diwakili oleh
seorang Adipati, yaitu Sri Kresna Kepakisan yang mulai memerintah pada tahun 1350 M
sampai tahun 1373, diganti oleh Sri Agre Kepakisan mulia tahun 1373 sampai tahun
1380 berkedudukan di samprangan, kota disebelah Timur Tukad Cangkir di Gianyar
sekarang ( waktu itu Gianyar belum ada ).
Berurutan sebagai berikut di Samprangan
1. Sri Kresna Kepakisan, dari tahun 1350-1373. Diantara tahun inilah diperkirakan /
diduga lahirnya Sira Arya Kenceng Tegehkuri, mungkin sekitar tahun 1360 M.
2. Sri Agre Kepakisan ( Dalem IIe ) thun 1373-1380 di Swecapura atau Gelgel
3. Sri Smara Kepakisan ( Dalem Nglesir ) th 1380-1460 kerajaan Arya Tegehkuri
diperkirakan milui berdiri pada akhir abad XVI ( antara 1380-1400 ), ambillah tah.
1390 M.
4. Dalem Waturenggong th 1480-1550 Puri Satria didirikan oleh dinasti Tegehkuri
didirikan sekitar th. 1540
5. Dalem Pemayun th 1550-1580.
6. Dalem Segening th 1580-1865. Puri tegal agung Badung oleh dinasti Tegehkuri
didirikan sekitar th 1610.
7. Dalem Dimade th 1665-1686 panji sakti mendirikan kerajaan Buleleng.
27
8. Sagung Meruti merebut kekuasaan Kadipatih Bali berakhir Sagung meruti
meninggalkan Gelgel th 1705.
9. Kerajaan Klungkung berdiri th 1710 dibawah Dewa Agung Jambe dengan Ibu
Kota Klungkung.
10. Kerajaan mengwi berdiri mulai th 1728. Ibu sampai th 1750 diganti oleh putranya
bernama I Gusti Agung Made Agung (Alang Kajeng) Raja Mengwi inilah yang
mempersunting putrid dari Sira Arya Tegehkuri.
Dengan ini maka jelaslah bahwa runtuhnya kerajaan Tegehkuri di Badung terjadi
setelah tahun 1750. Bila dikenang sejenak maka ternyata bahwa mulai kekuasaan
Delem Dimade di Bali yang beristana di Gelgel mulailah timbul kerajaan – kerajaan
baru di Bali seperti kerajaan Panji sakti di Buleleng, kerajaan di Bangli, kerajaan
karangasem dan sebagainya. Dengan perebutan kekuasan oleh Sagung Maruti pada
tahun 1686 atas kekuasaan Dalem Dimade, Dewan Agung Jambe, dibantu oleh Panji
Sakti dari Raja Badung setelah jaman ini di Bali timbul kerajaan baru yang berdiri
sebagai berikut :
1. Kerajaan mengwi dengan Rajanya I Gusti Agung Sakti dibangun pada th. 1728, I
Gusti Agung Sakti wafat dan diganti pada th 1750. Baginda diganti oleh putra
beliau bernama I Gusti agung Made Agung Mengwi dengan sebutan Cokorda
Made Agung Mengwi. Pada saat itu terjadi pergolakan perebutan kekuasaan dari
Sira Arya Kenceng Tegehkuri dengan putra Kyai Pucangan yang akhirnya dilamar
lagi oleh Anglurah Agung Mengwi dengan ancaman diselesaikan dengan
peperangan bila lamaran Anglurah Agung Mengwi ditolak. Kesudahannya,
kerajaan Badung dibawah ini kekuasaan Arya Kenceng Tegehkuri direbut oleh
Kyai Pucangan berkuasa di kerajaan Badung, sekitar tahun 1751.
2. Kerajaan sukawati pada pertengahan abadXVIII.
3. Kerajaan Gianyar didrikan setelah pudarnya pamor kerajaan sukawati.
4. Kerajaan Klungkung di bangun pada tahun 1710 oleh putra ( penawing ) dari
Dalem Dimade bergelar I Dewa Agung Jambe yang memerintah sampai tahun
28
1775 oleh turunannya sampai th. 1686 berdiri sendiri dan punya kedudukan
sama tinggi dan sama berkuasa di wilayah kerajaan masing – masing .
Diceritakan kembali tentang sejarah Dinasti Arya Tegehkuri. Dengan Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa kerajaan dan rakyat Sira Arya Tegehkuri terus asung
mendapat perlindungannya. Demikian pula diceritakan tentang dinasti Kyai
Pucangan yang selalu mendapat karunia lindungan Hyang Prama Kawi, kedua dinasti
telah turun temurun berkembangbiak beranak cucu serta cicit sehingga tiada
terhitung jumlah besar keturunan masing – masing. Jaman berjalan terus tanpa
henti-hentinya silih berganti siang dan malam hingga sampai sejarah mencacat
jaman pada abad XVIII abad dimana terjadi pergolakan-pergolakan jaman, timbul
kerjaaan kecil yang baru di pulau bali panic berpindah – pindah ( mengungsi )demi
keamanan hidupnya. Pada masa itu sudah ada kerajaan Buleleng diperintah oleh I
Gusti Panji Sakti, kerajaan Mengwi dengan Anglurah, Badung ( Sira Arya Tegehkuri),
kaba-kaba dan lain-lain merupakan kekuasaan kecil.
Dikisahkan bahwa pada saat pertengahan abad XVIIIini Sirya Arya
Kenceng Tegehkuri menpunyai Putra Remaja Ni Gusti Ayu Mimba. Demikian pula
bahwa Kyai pucangan punya putra perjaka yang namanya tidak disebut dalam kisah
ini. Kyai Pucangan telah melamar putrid sira Arya Kenceng Tegehkuri, dan kedua
orang tua masing – masing antara putrid dan perjaka telah sepakat menjodohkan
kedua muda mudi tersebut.
Hubungan baik para calon berbesan ( mewarang ) dan calon mempelai telah
tersebar di masyarakat. Pertunangan diresmikan dengan Upacara adat pada masa itu.
Kini dikisahkan tentang Anglurah Agung Mengwi, pada masa keadaannya sedang jaya-
jayanya diantara para raja- raja di pulau Bali. Beliau disegani dan ditakuti oleh para raja
lainnya.
Baginda memaklumiserta mengangumi tentang kejelitaan putri sira arya Kenceng
Tegehkuri yang bernama Ni Gusti Ayu Mimba. Lepas dari pada telah memaklumi serta
menganggumi ataupun belum tentang pertunangan Putri Ni Gusti Ayu Mimba dengan
putra perjakaKyai Pucangan, Anglurah Agung mengwi melamarkan putri Sira Arya
29
Kenceng Tegehkuri ( Ni Gusti Ayu mimba) untuk dipersuntingkan menjadi istri beliau
seperti dikisahkan diatas. Anglurah Agung Mengwi pada waktu itu sedang berada pada
puncak kejayaannya. Sulit sekali bagi Sira Arya Kenceng Tegehkuri memikirkan
penyelesaian ini, karena Anglurah Agung mengwi menghendaki penyelesaian dengan
peperangan bila lamaran baginda ditolak. Karena demikian masalah yang dihadapi Sira
Arya Kenceng Tegehkuri cukup rumit dan sulit untuk dipecahkan, harus ada
pengorbanan antara putrid beliau atau kerajaan akan hancur bersama manyarakat.
Beliau mengurngkan minatnya ( niatnya ) untuk bermantukan ( menambil menantu )
putra dari Kyai Pucangan. Kyai pucangan menyadari hal ini, maka putuslah hubungan
dan pertunanngan Putra Kyai Pucangan maupun hubungan baik keluarga Kyai
Pucangan dengan kelaurga Sira Arya Kencang Tegehkuri.
Dengan putusnya hubungan ini Kyai Pucangan merasa sangat terhina dan tetap merasa
ada pada pihak yang benar. Sira Arya Kenceng Tegehkuridianggap ingkar janji dan tidak
mematuhi ucapan agama ( Tuhan Yang Maha Esa ) telah menjadi saksi, semoga Tuhan
pulalah yang mengadili dan menjatuhkan keputusan-Nya.
Lama kelamaan timbullah peperangan antara dinasti Sira Arya Kenceng
Tegehkuri dan dinasti Kyai Pucangan tidak dapat lagi dibendung maupun dihindari.
Tidak ada cara ataupun sarana lagi yang dapat dipakai untuk merapuhkan perselisihan
kedua dinasti tersebut. Peperangan berkecambuk. Banyak rakyat ataupun kerabat
beliau yang memihak kepada Kyai pucangan. Saatnya dinasti Sira Arya Kenceng
Tegehkuri harus meninggalkan kerajaan beliau yang telah empat abad memegang
kekuasaan di ats persada serta keagungan yang berwibawa dan bijaksana diwilayah
Badung, mulai abad XIV sampai abad XVIII. Pada saat pertempuran sira Arya Kenceng
Teguhkuri mengapat bantuan dari Anglurah Agung Mengwi. Oleh karena sudah
menjadi titah dan kehendak Hyang parama Kawa, maka semua bantuan dapat
dikalahkan oleh Pasukan Kyai Pucangan. Puri benculuk dihancurkan, seisi puri
dirampas. Sebagian keluarga ditawan sebagian besar perempuan yang sedang hamil,
Sira Arya Kenceng Tegehkuri beralih ke Mengwi diikuti oleh para sanak keluarganya
30
yang bisa turut beserta abdi beliau, berikut sebagaian dari lascar dan kerabat yang
setia untuk minta perlindungan kepada Anglurah Agung Mengwi.
Demikian uwug keraton Sira Arya Kenceng Tegehkuri, akhirnya lambat laun
menyebar kesegala dan keseluruh penjuru pelosok pulau bali mencari keslamatan dan
menyambung hidup ada yang menyamar (nyineb)agar tidak lagi dikejar – kejar oleh
lawan atau musuh.
Diceritakan kini keadaan keluarga Sira Arya Kenceng Tegehkuri yang berada
dipuri Anglurah Agung Mengwi. Setelah beberapa lama berada dimengwi. Maka
dilangsungkalah pawiwahan ( pernikahan ) putrinya Ni Gusti Ayu Mimba, dengan
Anglurah Agung Mengwi. Pernikahan ini menurunkan seorang putra bernama I Gusti
Agung Bongan dan Ni Gusti Agung Ayu bongan. Putri ini kemudian dinikahkan dengan
Raja Badung yang berkuasa di jaman itu ( seperti tersebut diatas ). Ni Gusti Agung Ayu
Bongan menjadi seorang permaisuri yang terkenal dan sangat dihormati dikerajaan
Badung. Namun beliau diabdikan berupa sebuah candi di pura penambangan badung
denpasar dan dipuja oleh turunan-turunan Raja Badung yang masih ada serta turunan
Sira Arya Tegehkuri. Candi ini disebut “ Ibu Bongan “.
Diceritakan kini tentang Sira Ayra Tegehkuri beserta keluarga, pasukan dan
seluruh pengikut beliau menghadap kepada Anglurah Agung raja Mengwi, untuk
tujuanmerebut kembali kerajaan beliau di Badung kemungkinan sangat tipis untuk bias
berhasil melihat pertahanan Kyai pucangan sudah semakin kuat karena semua lascar
arya Tegehkuri dikuasai. Sudah lima tahun lebih mereka beserta laskar berada di
kerajaan Mengwi, yang mana merupakan beban yang sangat berat bagi Anglurah
Agung Raja Mengwi. Berdasarkan pada keyakinan dan kesadaran ini maka para
pemimpin mengadakan perundingan dan sepakat untuk tidak mengadakan
perlawanan kembali( menerima kekalahan )
Akhirnya masing – masing pimpinan laskar akan putra beliau dipersilahkan
memilih jalan sesuai dengan tujuan yaitu :
1. Ki Gusti Tegeh Gara, Ki Gusti Tegeh Kebek, Ki Gusti Tegel Tegal dan para sanak
saudaranya mengambil jalan dari Mengwi menuju kearah timur melalui Mambal,
31
Benculuk Ke Gianyar, ke KLungkung dan sebagian ke Jimbaran dan ada ke
Jembarana.
2. Ki Gusti Tegeh Dawuh, Ki Gusti Tegeh Tengah dan Ki Gusti Tegeh Tambun dengan
para sanak keluarga memilih jalan menuju kearah timur laut penarungan,
Carangsari, Petang, Pelaga, Tingan, Penulisan, dan terus lewat batas ke Buleleng
bagian timur.
3. Ki Gusti Tegeh Kandil, Ki Gusti Tengah Dogol, Ki Gusti Tegeh Jero, Ki Gusti Tegeh
Degeng, beserta sanak keluarganya memilih jalan menuju ke utara keberatan, ke
Candikuning terus melewati Buleleng bagian barat. Di Yeh Ketipat rombongan
memecah diri, pisah mengikuti karsanya masing – masing. Sebagian menyusur
punggung-punggung menuju Asah Gobleg, Gobleg, Munduk, Banyuwatis, terus ke
bubunan dan sekitarnya. Sebagian terus turun menuju pengayaman, sangket terus
turun ke desa sukasada dengan tujuan untuk mengabdi pada peristiwa abad XIV
pada penyerangan pulau bali dijaman kalahnya Patih Pusung Grigis. Jalan ini
pulalah yang dilalui oleh pasukan Arya Damar dan Arya Kutawaringin dalam
perjalanan dari Ularan menuju ke Tengkudak di Beda Ulu Gianyar.
4. Rombongan keempat ambil jalan paling singkat menuju kota Tabanan dipimpin
oleh Kyai Gusti Tegeh Wayanan, Kyai Gusti Tegeh Made Segara bersaudara. Dua
orang saudaranya telah gugur dalam yudha perang melawan pasukan Ki Pucangan
yaitu Ki Tegal Agung dan Ki Gusti Tegal Dawuh. Rombongan yang menuju Bongan
dengan pengiring 40 orang dengan disertai sanak keluarga mundut prasasti dengan
lengkap busana keratin dan akhirnya menetap di sana ( informasi Ida Pendanda
Gede Kediri ) secara langsung.
32
Arya Bang Sidemen
( Ksatria Sidemen )
Mpu Bradah berputra :
1. Mpu Siwa Gandu
2. Mpu Bahula
33
Mpu Siwa Gandhu berputra :
1. Mpu Witaraga
2. Ni Ayu Ratna Semeru
3. Ni Ratna Girinatha
4. Ni Dewi patni
5. Ni Dewi Sukerti
Mpu Bahulu berputra :
1. Mpu Wira Angsokanatha (Mpu Tantular )
2. Ni Dewi Dwaranika
3. Ni Dewi Amrtanggali
4. Ni Dewi Adnyani
5. Ni Dewi Amertajiwa
Mpu Tantular berputra :
1. Mpu Sidhimantra
2. Mpu Panawasika
3. Mpu Smaranatha
4. Mpu Kepakisan
Mpu Sidhimantra disebut pula Dangyang Sidhimantra Dewi berputra :
1. Pasungan Grigis di lempuyang memelihara khayangan Hyang Agni jaya
2. Jaya Katong ( jaya Katwang ) di Blahbatuh
Jaya katong menurunkan :
1. Sira Karang Buncing
2. Arya Rigis Lempuyang
34
Sira Karang Buncing menurunkan :
1. Ki Kebo lwo. Masyur keutamannya,karena lahior dari “ Padipaan “
Dangyang sidhimantra di Majapahit berputra :
1. Sang Manik angkeran berkedudukan di Besakih memimpin upacara agama
Kahyangan Agung besakih. Setelah wafat berkedudukan pada meru
bertumpang 9 di pura Batumadeg. Pura ini kahyangan Dewa Wisnu.
Dahyang Manik Angkeran berputra
1. Ida Tulus Dewa
2. Ida Banyak Widhe pergi ke jawa
3. Ida Wayabhya
4. Sira Manikan
Ida Tulus Dewa berputra :
1. Ida Panatharan
2. Ida Tohjiwa
3. Ida Singarsa
Ida Penatharan menjadi Arya memerintah dan tinggal di puri Kacangpawos
bergeler Ida I Gusti Anglurah Kacangdawa. Wafat kebetulan melakukan
melaksanakan tugas di Besakih. Dinarma memakai meru tumpang lima. Ida Tulus
Dewa Dinarma memakia menu tumpang 7 dihadapan meru tumpang 11.
1. Ida I Gusti Di Made dititah oleh ayahandanya membuat puri di Sidhemen
agar lebih dekat dengan rakyat yang berada di Besakih dan untuk menjaga
dan memelihara Kahyangan agung itu. Setelah berkedudukan di Sidhemen
bergelar Ida I Gusti Anglurah Sidhemen I disebut pula Kyai Anglurah Singarsa.
Setelah meniggal dunia jenasahnya di bakar di Hyang Taluh, lalu disebut
35
Bhatara dewata di Hyang Taluh. Sejak ini mulai bertunon di Hyang Taluh tidak
di Besakih.
Ida I Gusti Anglurah Sidhemen ( kepertama ) berputra :
1. Ida I Gusti Agung bergelar Ida I Gusti Anglurah Sidhemen II ( Kedua )
2. Ida I Gusti Ayu Singaharsa kawin dengan I GstiByasama, menurunkan Arya
Dawuh Sibetan.
Ida I Gusti Anglurah Sidhemen III berputra :
1. Ida I Gusti Kaler Di Made bergelar Ida I Gusti Anglurah Sedhemen III.
2. I Gusti Kabayan di Besakih menjadi pemangku di pura Dalem, pura Gua dan
pura Tirtha Tunggang.
3. I Gusti Dangin Toyamumbul, Sibetan
I Gusti Jedag berputra :
1. I Gusti Alit
2. I Gusti Rai Sidhemen pergi ke puri Sidhemen Klungkung
3. I Gusti Ngurah
4. I Gusti Anom
5. I Gusti Made Plase
I Gusti Alit berputra :
1. I Gusti Wayan Alit beribu dari Boan
2. I Gusti Ketut Jebleg
I Gusti Rai Sidhemen berputra :
1. I Gusti Ngurah Sidhemen bergelar Sri I Gusti Reshi Anandakusuma
Sidhimantra.Nabe beliau member genta (bajra ) bernama I Pengajaran
2. I Gusti Ayu Pengajaran
36
3. I Gusti Ayu Laksmi
4. I Gusti Ayu Kumari kawin dengan I Gusti Ketut Suastika B.A
5. I Gusti Ayu Setyawati
6. I Gusti Ayu Dharmawati
Sang Nabe member restu dumadak apang inggil kesuecan waraguna ( mendapat
anugerah ), maka I Gusti Reshi Anandhakusuma telah menulis buku keagamaan :
1. Pengantar Agama Hindu
2. Dharma Sastra
3. Cipta Agama
4. Kusuma Agama
5. Udayana Santun
6. Swastika Sutra
7. Hidup ketuhanan
8. Penolakan Hindu Dharma I dan II
9. Hindu Tatwa
10. Rana Yadnya
11. Gitananda Dharmayasa Paripurna
12. Prembon Bali Agung
13. Suci Laksana
14. Sang Budha Putra Dharmapada
15. Widhi Sastra
16. Manusa Pitra Kidung Yadnya
17. Bhuta Dewa Wargasari
18. Reshi Yadnya samkya Yoga
19. Raja purana Pura Besakih
20. Berbagai cerita di Kertha Gosa dan Taman Gili
21. Bhima Swarga
22. Wariga Dewasa
37
23. Dharma
24. Orang suci dan orang besar di Bali
25. Papupulaning tutr
26. Kebaktian
I Gusti Wayan Alit berputra :
1. I Gusti Wayan Oka
2. I Gusti Nyoman Sidhemen
I Gusti Wayan Oka berputra :
1. I Gusti Putu Rai Sedhemen
2. I Gusti Putu Rai Sunartha
3. I Gusti ayu Pusparini
4. I Gusti Gede Suradnyana, Bsc.
5. I Gusti Ayu Rai
6. I Gusti Ayu Sukarsini
I Gusti Ngurah putra :
1. I Gusti Made Tangkas
2. I Gusti Wayan Putu
I Gusti Wayan Flasa berputra :
1. I Gusti Ngurah Satrya
I Gusti Made Tangkas berputra :
1. I Gusti Ngurah Ngedeh
2. I Gusti Ngurah Rai
3. I gusti Ngurah Regeg
4. I Gusti Ngurah Sidhemen
38
5. I Gusti Ayu Taman
6. I Gusti Lanang Alit
I Gusti Ngurah Satrya berputra :
1. I Gusti Ngurah Gede
2. I Gusti Ayu Anom
3. I Gusti Ayu Oka
4. I Gusti Ayu Rai
I Gusti Nade Gede berputra :
1. I Gusti Ngurah Tilem
2. I Gusti Made Nyoman Sidhemen
3. I Gusti Ayu Ketut kawin dengan I Gusti Wayan Sidhemen puri Kajanan
I Gusti Ngurah Tilem berputra :
1. I Gusti Ayu Made
2. I Gusti Nyoman Bandrang
3. I Gusti Ayu Alit
4. Drs. I Gusti Ketut Dedes
5. Drs. I Gusti Putu Bajra
6. Dra. I Gusti Ayu Rai
39
I Gusti alit , Puri Kajanan berputra :
1. I Gusti Ayu Ngurah
2. I Gusti Ayu Nyoman Rai
3. I Gusti Ngurah Alit
4. I gusti Wayan Sidhemen
I Gusti Ngurah Alit berputra :
1. I Gusti Ayu Oka
2. I Gusti Ayu Nyoman Rau
3. I Gusti Ngurah Alit
4. I Gusti Wayan Sidhemen
I Gusti Nyoman Sidhemen berputra
1. I Gusti Made Anom
2. I Gusti Ayu Meres
3. I Gusti Ayu Nyoman Oka
4. I Gusti Ketut Suta
5. I Gusti Mangku alit
6. I Gusti Ayu Oka
7. I Gusti Ngurah Sutama
8. I Gusti Ngurah Singharsa
9. I Gusti Ngurah Dada
10. I Gusti Ayu Rai
Ida Tohjiwa berputra :
1. Ida Dangin
2. Ida Ayu Singharsa
Ida Dangin berputra :
40
1. I Gusti Tohjiwa
2. I Gusti Tangkup
3. I Gusti Tabola
I Gusti Tohjiwa berputra :
1. I Gusti Nitiang
2. I Gusti Dhanu
3. I Gusti Mendem
4. I Gusti Tilas Duda
I Gusti Nitiang berputra :
1. I Gusti Gede Wayan Taji
I Gusti Gede Wayan Taji berputra :
1. I Gusti Wayan Taji Kabayan
2. I Gusti Nyoman Kajanan
3. I Gusti Untalan
4. I Gusti Salumbung
5. I Gusti Ketut Lebah
I Gusti Wayan Taji Kebayan berputra :
1. I Gusti Nyoman Kebayan
2. I Gusti Ngurah Pande
I Gusti Nyoman Kabayan berputra :
1. I Gusti Ngurah Kaja
I Gusti Ngurah Kaja berputra :
41
1. I Gusti Wayan Taji
I Gusti Wayan Taji berputra :
1. I Gusti Putu Munyuk
I Gusti Putu Munyuk berputra :
1. I Gusti Putu Regreg
I Gusti Putu Regreg berputra :
1. I Gusti Gede Putu Regreg
2. I Gusti Nyoman Taman
3. I Gusti Ketut Bingin
4. I Gusti Wayan tantra
I Gusti Gede Putu Regreg berputra
1. I Gusti Aji Taji
I Gusti Nyoman Taman berputra :
1. I Gusti Bagus Sidhemen
I Gusti Ketut Bingin berputra :
1. I Gusti Gede Taji Kawan
I Gusti Nyoman Kajanan berputra :
1. I Gusti Peteng
2. I Gusti Ketut Renoh
3. I gusti Nyoman Melada
42
I Gusti Peteng berputra :
1. I Gusti Lintang
I Gusti Punang berputra :
1. I Gusti Degeng
I Gusti Ketut Ronoh berputa :
1. I Gusti Tantri
I Gusti Tantri berputra :
1. I gusti Made Kulem
I Gusti Made Kulem berputra :
1. I Gusti Lipur
2. I Gusti Sadhya
3. I Gusti Putu Alus
I Gusti Lipur berputra :
1. I Gusti Gedeb
I Gusti Gedab berputra :
1. I Gusti Wayan Gede
2. I Gusti Made Raka
I Gusti Wayan Gede berputra :
1. I Gusti Lanang Oka
2. I Gusti Lanang Jelantik
3. I Gusti Lanang Putra
43
4. I Guati Gege Ngurah Oka
5. I Gusti Gede Rai Saputra
6. Drs. I Gusti Gede Putu
7. I Gusti Gede Taman
I Gusti Wayan Taji Kebayan berputra :
1. I Gusti Nyoman Kebayan
2. I Gusti Ngurah Pande
I Gusti Gede Ngurah berputra :
1. I Gusti Lanang Bagus
2. I Gusti LANANG putra
3. Dr. I Gusti Lanang Made Budhiarta
I Gusti Made Raka berputra :
1. I Gusti Gede Taji
2. I Gusti Gede Karang
3. I Gusti Gede Oka
I Gusti Gede Taji berputra :
1. I Gusti Ngurah Agung Prawita
I Gusti Gede Taji berputra :
1. I Gusti Ayu Oka
2. I Gusti Ayu Made Arsani
3. I Gusti Lanang Rai
4. I Gusti Ayu Alit
44
5. I Gusti Lanang Gede Gunawan
6. I Gusti Lanang Artawan
7. I Gusti Ayu Ngurah Ariani
8. I Gusti Lanang Wirawan
9. I Gusti Lanang Widiarta
I Gusti Gede berputra :
1. I Gusti Ayu Gede
2. I Gusti Lanang Jelantik
3. I Gusti Lanang Ngurah
4. I Gusti Lanang Susrama
5. I Gusti Ayu Supadmi
I Gusti Sadhya berputra :
1. I Gusti Ema
I Gusti Putu Alus berputa :
1. I Gusti Jalantik
2. I Gusti Nyoman Rai
I Gusti Nyoman Mekade berputra :
1. I Gusti Nyoman Dangin
2. I Gusti Nyoman Pasek
I Gusti Nyoman Dangin berputra :
1. I Gusti Gejer
2. I Gusti Juanta
I Gusti Gejer berputra :
45
1. I Gusti Rame
2. I Gusti Gotong
I Gusti Rame berputra :
1. I Gusti Nyoman Dangin
2. I Gusti Kompiang
I Gusti Nyoman Dangin berputra :
1. I Gusti Bagus Surya
I Gusti Bagus Surya berputra :
1. I Gusti Bagus Agung Suteja
2. I Gusti Bagus Agung Ambara
3. I Gusti Ayu Ngurah Agung
I Gusti Kompiang berputra :
1. I Gusti Nyoman Ngurah
2. I gusti Gede Rai
3. I Gusti gede Putu
I Gusti Nyoman Ngurah berputra :
1. I Gusti Wayan Gumi
I Gusti Wayan Gumi berputra :
1. I Gusti Made Gumi
2. I Gusti Ayu Bintang
I Gusti Made Gumi berputra :
46
1. I Gusti Panida
I Gusti Panida berputra :
1. I Gusti Galur
2. I Gusti Wayan Kaler
3. I Gusti Serima
I Gusti Wayan Karang berputra :
1. I Gusti Gede Karang
2. I Gusti Gede Kaler
3. I Gusti Ngurah Rai Sudhartha
4. I Gusti Gede Men
I Gusti Serima berputra :
1. I Gusti Made Serima
I Gusti Gede Karang berputra :
1. I Gusti Ayu Ngurah
2. I Gusti Ayu Karang
I Gusti Gede Kaler berputra :
1. I Gusti Lanang Ayu Gede
2. I Gusti Ayu Gede
3. I Gusti Ayu Rai
4. I Gusti Ayu Ngurah
I Gusti Nyoman Rai Sidhartha berputra :
1. I Gusti Ayu Mirahwati, Bsc.
47
2. I gusti Lanang Sidhartha
3. I Gusti Lanang Muliartha
4. I gusti Ayu Utari
5. I Gusti Lanang Adiartha
6. I Gusti Ayu Rai
7. I Gusti Ayu Sri
I Gusti Gede Men berputra :
1. I Gusti Lanang Putra
2. I gusti Lanang Rai
3. I gusti Ayu mas
4. I Gusti Lanang Oka
5. I Gusti Lanang Gede
6. I Gusti Ayu Kutri
I Gusti Nyoman Pasek berputra :
1. I Gusti sembah
2. I Gusti Ngurah
I Gusti Sembah berputra :
1. I Gusti Kelab
I Gusti Kelab berputra :
1. I Gusti kompiang
2. I Gusti Ketut Taji
3. I Gusti Gejer
I Gusti Kompiang berputra :
1. I gusti Cekeg
2. I Gusti ketut Taji
48
3. I Gusti Gejer
I Gusti Cekeg berputra :
1. I Gusti Wayan Bingin
I Gusti Wayan Bingin berputra :
1. I Gusti Nyoman Men
2. I Gusti Made Angker
I Gusti Nyoman Men berputra :
1. I Gusti Lanang
I Gusti Gejer berputra :
1. I Gusti Wayan Oka
2. I Gusti Made Padang
I Gusti Made Padang berputra :
1. I gusti Bagus Oka
I Gusti Ngurah berputra :
1. I Gusti Bingin
I Gusti Bingin berputra :
1. I Gusti Ketab
I Gusti Ketab berputra :
1. I Gusti Ketut Rai
49
Brahmana
Danghyang Smaranatha berputra :
1. Danghyang Asoka
2. Danghyang Nirartha
Danghyang yang telah menulis buku keagamaan :
50
1. Gegutuk Menur
2. Gita Sara Kusuma
3. Ampik
4. Legarang
5. Mahesa Langit
6. EWER
7. Mahesa Megatbang
8. Dharma putus
9. Dharma pitutur
10. Usaha Bali
Danghyang Asoka berputra :
1. Danghyang Astapaka pergi ke bali
Danghyang Nirartha berputra :
1. Ida Ayu Swabhawa
2. Ida Kemenuh. Beribu dari kemenuh lalu turunnya disebut Brahmana kemenuh
3. Ida Kuluan
4. Ida Wetan
5. Ida Lor
6. Ida Lerberibu dari Manuaba lalu turunnya disebut Brahmana Manuaba
7. Ida Istri Rai
8. Ida Sakti Telaga
9. Ida Keniten. Beribu dari Belambangan lalu turunnya disebut Brahmana Keniten
10. Ida Timbul
51
2.2 GAIRAH PASEMETONAN TEGEHKURI
Kesadaran umat untuk memahami kesejarahan dirinya kian mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun belakangan ini. Fenomena itu dapat dimaklumi
karena manusia Bali berkeyakinan bahwa urusan mekawitan amat peting dan terkait
erat dengan pelaksanaan yadnya dan sradha yang keempat dari Panca Sradha yaitu
52
Punarbhawa. Orang bali umumnya berkeyakinan bahwa panumadian (punarbhawa)
berlangsung secara turun-temurun mengikuti garis purusha. Krama bali juga
berkeyakinan bahwa kelahiran berhubungan mutlak dengan swakarma atau baik-
buruknya pebuatan semasa hidup. Karma adalah penentu apakah panumadian pada
kehidupan berikut akan menjadi manusia berderajat (nista, madya, utama) atau bahkan
merosot secara linear sesuai dengan rahasia paingkelan menjadi : wong, sato, mina,
manuk, taru, wuku. Hindu berkeyakinan bahwa kehidupan ini sejatinya adalah
kesempatan emas untuk mengikuti ujian dharma melawan adharma. Itulah sebabnya
Hindu lebih mengutamakan kualitas bagi pemeluknya ketimbang kuantitasnya.
Kesempatan lahir sebagai manusia adalah suatu anugerah yang tidak pantas disia-
siakan. Ujian kehidupan adalah peperangan terbesar yang berlangsung dalam diri
sendiri sebagaimana digambarkan dalam ephos Bharatayudha. Itulah sebabnya yadnya
terhadap leluhur (kawitan) beserta segenap aspek kedewataan lainnya diyakini
merupakan bagian terpenting dari pemujaan dan senantiasa bermuara pada Ida sang
Hyang Tunggal Paramakawi. Bhagawadgita yang diturunkan oleh Dewa Wisnu melalui
manifestasi Bhatara Kresna sesaat menjelang Bharatayudha adalah pedoman hidup
sejati dalam memenangkan dharma melawan adharma. Senjata mahottama untuk
mencapai kemenangan menurut Bhagawadgita adalah Yoga.
Telah menjadi semacam keyakinan dikalangan karma Bali bahwa melupakan
kawitan atau keliru menentukan kawitan purusha jati akan mengakibatkan penderitaan.
Keyakinan seperti ini membuat ketakutan krama. Tidak sedikit krama mencoba telusuri
lewat bermacam upaya. Kendala utama adalah ketiadaan sumber tertulis, apakah itu
berupa waris babad, silsilah, prasasti atau purana. Para pendahulu yang tidak
mewariskan lelintihan keluarga mengakibatkan kebingungan pada diri damuhnya. Cerita
perihal lelintihan yang diturunkan dari mulut ke mulut secara turun temurun dari tahun
ke tahun dan bahkan dari abad ke abad tentu tidak akurat dan tidak dapat diyakini
kebenarannya. Apalagi dibumbui dengan kalimat “anak kenten kone nika”.
Menurut Bhagawadgita, bahwa penyebab utama penderitaan adalah kebodohan
atau ketidaktahuan (awidya). Ketidaktahuan disini maksudnya adalah terkait dengan
53
ilmu dan pengetahuan. Mereka yang tidak mengenal ilmu dan pengetahuan akibatnya
kebingungan (moha). Kebingungan menyebabkan kemiskinan (papa). Kemiskinan
berujung penderitaan (dukha).
Para leluhur seperti halnya ayah dan ibu sejatinya juga amat saying terhadap
keturunannya. Para damuh juga seyogianya tidak mengabaikan orang tua dan
leluhurnya (guru rupaka). Jika melupakan, maka para damuh disebut anak durhaka
( alpaca guru). Rasa saying terhadap leluhur dapat diwujudkan dalam bentuk yadnya
(pitra yadnya atau dewa yadnya). Kendati Beliau-Beliau itu secara fisik mungkin sudah
tidak nampak secara kasat mata karena sudah kembali ke sunya loka, namun
keberadaan para leluhur diyakini tetap ada di niskala dan senantiasa menaungi seluruh
damuhnya. Hubungan vertical antara damuh dengan leluhur bersifat abadi dan
hendaknya saling mengasihi.
Kini terkait dengan munculnya beberapa organisasi pasemetonan mungkin dapat
ditafsirkan sebagai wujud saling mengasihi secara horizontal. Fenomena ini cukup
menarik lantaran masing-masing organisasi pasemetonan itu secara kuantitatif memiliki
anggota dalam jumlah relatif banyak. Organisasi pasemetonan Pasek saat ini memiliki
anggota terbanyak. Disusul pasemetonan Dalem Badung I Gusti Tegehkuri Kresna
Kepakisan yang baru belakangan ini terbentuk dengan jumlah anggota mencapai ribuan
jiwa tersebar di seluruh Tanah Air. Mungkin jika pada suatu saat nanti organisasi
pasemetonan Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan diberdirikan dan organisasi pasemetonan
Tegehkuri masuk didalamnya, maka jumlah anggotanya akan menjadi yang terbesar.
Atau bahkan akan menjadi berlipat-lipat jumlah keanggotaannya jika nanti organisasi
Tegehkuri bernaung dibawah organisasi induk pasemetonan Mpu Bradah. Itupun jika
ada yang sanggup merintis pembentukannya.
Kegairahan barupun muncul seiring dengan berdirinya organisasi yang dibri nama
Pasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegehkuri. Para perintisnya kini duduk
menjadi pengurus organisasi pusat dengan ketua umumnya Brigadir Jenderal
(Purnawirawan Polisi) Nyoman Gede Suweta kelahiran Desa Gobleg Buleleng. Kurang
dari tempo setahun sejak berdirinya organisasi ini sudah sanggup menyelenggarakan
54
Mahasabha I pada bulan Oktober 2009 dan mnghasilkan sejumlah keputusan strategis
menyangkut hal-hal yang amat dibutuhkan warganya. Disadari atau tidak, keberadaan
organisasinya ini amat penting terutama berkaitan dengan hak dan kewajiban warga
Tegehkuri baik secara sekala maupun niskala. Salah satu momen penting terkait hasil
Mahasabha I adalah terselenggaranya upacara Mewali ke Purusha Jati. Upacara ini
mengandung makna penting kembalinya trah Tegehkuri ke purusha yang sesungguhnya
yakni Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan. Telah diungkapkan bahwa I Gusti tegehkuri I Raja
Badung I lewat suatu goro-goro di Paseban Puri Lingharsa di Samprangan pernah
diangkat anak (kadanaputra) oleh Arya Kenceng seorang patih bali yang diberi mandate
oleh Dalem menjadi penguasa di Tambangan (Tabanan). Gorogoro di Istana itu
menyebabkan I Dewa Anom Pemayun harus pasrah menerima nasib terbuang dari
pelukan ayah-bunda Beliau ketika baru menginjak usia 11 bulan, serta nama Beliau pun
diganti oleh ayahanda tercinta Dalem, menjadi I Gusti Tegehkuri. Setelah lebih 6 abad
berlalu dan sudah mencapai 18 generasi serta ketika kini sudah memuncak kesadaran
para damuh Ida untuk kembali ke jati diri yang sejati-jatinya sesuai aliran darah genetic
leluhur, maka upacara Mewali ke Purusha Jati yang telah terselenggara selama 2 hari
pada hari jumat paing hingga sabtu pon tanggal 16 dan 17 Oktober 2009 yaitu 2 hari
menjelang piodalan Pamacekan Agung Pura Dalem Badung di Benculuk Tonja Denpasar
telah menjadi catatan emas dalam sejarah Tegehkuri di era kesejagatan sekarang.
Upacara diawali dengan mapiuning lan pakemitan di Pura Batursari, lantas
mapiuning di Pamerajan Agung Satria, menghaturkan upakara guru piduka dan bendu
piduka di Merajan Arya Kenceng di Buahan Tabanan dipuput oleh Ida Pandita Shri
Bhagawan Yoga Wiswa dari Gria di Banjar Paket Agung Singaraja, mapiuning di Pura
Agung Samprangan Gianyar, menghaturkan upakara guru piduka lan bendu piduka di
Merajan Pedharman Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan Puri Agung Klungkung dipuput Ida
Pedanda di Semarapura Klungkung, mapiuning di Merajan Puri Gelgel, mapiuning di
Pura Dasar Bhuana Gelgel, mapiuning di Pura Ulun Danu Batur Songan Kintamani Bangli
dilanjutkan upacara pakelem di Danau Batur tepat tengah malam pukul 00.00 dipimpin
oleh Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Pasemetonan Agung Tegehkuri DR. Shri I Gusti
55
Ngurah Arya Wedakarna MWS. Puncaknya adalah di Besakih yakni upacara mapiuning di
Pedharman Arya Kenceng, upacara guru piduka lan bendu piduka di Pedharman Dalem
Shri Aji Kresna Kepakisan dipuput oleh Ida Pandita Shri Bhagawan Wira Kerthi dari Gria
Lebah Siung di Anturan Buleleng bersama Ida Pandita Shri Bhagawan Agni Sila Dharma
Biru Daksa dari Gria di Bantiran Tabanan, dilanjutkan dengan pembacaan keputusan-
keputusan Mahasabha I, serta diakhiri dengan menghaturkan puja suci bhakti di
Penataran Agung Besakih. Peserta yang ikut dalam prosesi Mewali ke Purusha Jati itu
terdiri atas para pengurus Pasemetonan Tegehkuri dari semua Kabupaten sebali beserta
para bhakta warih Dalem. Prasasti dan Pratima dari Pura Batursari Tonja, Jembrana,
Denpasar dan Singaraja ikut ngiirngan Ida Bhatara Dalem Badung Tegehkuri lunga ke
eluruh pura dimaksud. Rangkaian panjang upacara Mewali ke Purusha Jati dimaksud
mengandung makna yang amat mendalam sebagai tonggak bersejarah kembalinya
secara resmi Ida Bhatara Kawitan Tegehkuri beserta seluruh damuh Ida ke pangkuan Ida
Bhatara Shri Aji Dalem di Klungkung. Dengan mewalinya Trah Tegehkuri ring Puru Agung
Klungkung sekaligus engan pengakuan resmi penglingsir Puri Agung Klungkung Ir.
Tjokorda Gde Agung, SP maka resmi pula tersambungnya kembali pasemetonan
Tegehkuri dengan Puri Agung Klungkung di Semarapura. Terselenggaranya seluruh
rangkaian upacara tersebut tidaklah lantas menjadikan terputus sama sekali hubungan
kekerabatan dengan pihak Puri Buahan beserta pasemetonan Arya Kenceng lainnya.
Hubungan kekeluargaan kekerabatan serta kerjasama dalam berbagai bidang akan terus
dilanjutkan dimasa-masa mendatang guna memperkuat nilai-nilai budaya spiritual dan
lain sebagainya, sebagaimana telah terjalin dengan baik selama ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
56
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
3.1.1 Kehidupan Arya Kenceng Tegehkuri mengalami metamorfosis yang
sangat panjang hingga ia menjadi raja di sebuah Kerajaan di Badung.
3.1.2 Keturunan Arya Kenceng Tegehkuri pada awalnya berkasta, namun
pada akhirnya semua rakyatnya hidup masing – masing (menyebar)
karena adanya perang dan akhirnya nyineb (menjadi orang biasa).
3.1.3 Dinasti Tegehkuri memerintah kerajaan Badung selama lima generasi.
3.1.4 Corak kehidupan masyarakat pada masa itu sama seperti
pemerintahan kerajaan – kerajaan pada umumnya.
3.2 Saran – Saran
Saya berharap agar para generasi muda tidak melupakan sejarah
keturunannya dan peninggalan – peninggalan yang diwariskan karena
sejarah merupakan warisan yang diberikan kepada kita agar kita dapat
57
mengetahui bagaimana sebenarnya awal dari adanya peradaban manusia
dibumi ini. Dan kita harus memiliki rasa kepedulian untuk menjaga dan
melestarikan warisan sejarah leluhur kita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drs. I Gusti Nyoman Suartha : Sejarah Dalem I Gusti Tegehkuri Kresna
Kepakisan
58
2. Dra. Gusti Segatri Putra : Babad Arya Kenceng Tegehkuri
3. I Nyoman Dagong
4. Internet
5. Facebook
59